Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin berkembangnya dunia ketekniksipilan, menuntut mahasiswa teknik sipil
untuk terus bersaing sehingga menghasilkan karya yang kreatif dan inovatif. Hal ini
mendorong mahasiswa untuk mendalami bidang teknik sipil. Bukan hanya teori, tetapi
juga praktek dan penerapan dari ilmu tersebut. Kegiatan praktikum pun menjadi tempat
bagi mahasiswa untuk mampu menerapkan teori yang telah diberikan di dalam
perkuliahan. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa dapat memahami dan mendalami
materi perkuliahan yang ada.
Laporan ini memuat mengenai hasil praktikum ilmu Teknologi Beton yang telah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dosen
Pengajar. Dimana praktikum tersebut merupakan penerapan dari teori Teknologi Bahan
yang telah diberikan di dalam perkuliahan
Beton merupakan elemen yang sangat penting dalam konstruksi bangunan. Oleh
karena itu, mahasiswa teknik sipil perlu mengetahui sifat-sifat material pembentuk beton,
parameter-parameter material pembentuk beton, perencanaan dan percobaan pembuatan
campuran beton dengan kekuatan tekan tertentu, dan pengujian kuat tekan beton, serta sifat
mekanik dari material beton tersebut melalui praktikum atau eksperimen. Beton terbentuk
dari beberapa material yaitu semen, agregat halus dan agregat kasar, air, dan bahan
tambahan (admixtures).
Selain merupakan penerapan dari teori yang telah dipelajari sebelumnya, pelaksanaan
praktikum ini juga didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan diatas, dengan begitu
diharapkan kepada mahasiswa untuk lebih mengetahui serta memahami bagaimana proses
perencanaan komposisi beton dan pembuatan beton, yang pada akhirnya dari hasil
praktikum ini mahasiswa mendapatkan ilmu yang lebih banyak untuk merencanakan beton
dengan nilai yang ekonomis serta mutu yang lebih baik terkait dengan teori yang ada.
1.2 Rumusan Masalah
Pelaksanaan Praktikum Teknologi Beton ini meliputi berbagai jenis kegiatan yang
harus dilaksanakan, antara lain :
1.
Bagaimana pengujian mutu agregat kasar dan halus?
2.
Bagaimana pembuatan mix desain?
3.
Bagaimana hasil pengujian sampel beton?
4.
Bagaimana pengujian hasil kuat tekan?
1.3 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari pelaksanaan praktikum kali ini ialah :
1.
Mengetahui pengujian mutu agragat kasar dan halus
2.
Mengetahui pembuatan mix desain
3.
Mengetahui analisa pengujian sampel beton
4.
Mengetahui hasil pengujian kuat tekan
.
1

BAB II
DASAR TEORI
2.1. Teori Gradasi
Gradasi atau susunan butir adalah distribusi dari ukuran agregat. Distribusi ini
bervareasi dapat di bedakan menjadi tiga yaitu gradasi sela (gap grade), gradasi menerus
(continous grade) dan gradasi seragam (uniform grade). Untuk mengetahui gradeasi
tesebut dilakukan pengujian melalui analisa ayak sesuai dengan standard. Cara
menentukan gradasi agregat dengan cara analisa saringan, dimana sampel agregat harus
melalui satu set uji saringan. Gradasi agregat dapat dibedakan antara lain :
1. Gradasi Sela atau Senjang

Jika salah satu atau lebih dari ukuran butir atau fraksi pada satu set ayakan tidak
ada, maka grafik gradasi akan menunjukan garis horizontal dalam grafiknya.

Untuk mendapatkan angka pori yang kecil dan kemampuan yang tinggi sehingga
terjadi interlocking yang baik, campuran beton membutuhkan variasi ukuran butir
agregat.

Untuk mendapatkan penyebaran gradasi yang baik, dapat dilakukan pencampuran


dengan agregat bergradasi seragam pada ukuran butir yang tidak dimiliki agregat
bergradasi sela, sehingga diperoleh campuran bergradasi menerus yang baik

2.Gradasi Menerus

Diperoleh jika agregat yang semua ukuran butirnya ada dan terdistribusi dengan
baik.

Dibandingkan dengan agradasi sela, atau seragam, umumnya gradasi menerus


adalah yang paling baik dan diharapkan dicapai oleh agregat yang dipakai dalam
campuran beton

3. Gradasi Seragam

Agregat yang terdiri dari batas sempit dari ukuran fraksi yangmempunyai ukuran
yang sama akan membentuk grafik gradasi seragam.

Cirinya adalah garis vertikal yang mendominasi porsi gradasi agregat pada satu
ukuran atau range/batas fraksi tertentu

Agregat dengan gradasi ini biasanya dipakai untuk beton ringan yaitu jenis beton
tanpa pasir (nir-pasir) atau untuk mengisi agregat dengan gradasi sela, atau untuk
campuran agregat yang kurang baik atau tidak memenuhi syarat.
2

*Gambar 2.1.1 : grafik ukuran saringan dan persentase lolos

*Gambar 2.1.2 : Tabel Ukuran saringan standard agregat untuk campuran beton. (STANDART
ISO)

*Gambar 2.1.3 : Tabel Ukuran saringan standard agregat untuk campuran beton. (ASTME 11)
3

Gradasi Agregat Kasar (Split) - SNI-03-2834-2000


Berikut tabel dan grafik ketentuan gradasi agregat kasar (split) berdasar SNI-03-2834-2000
(Tata Cara Pembuatan Rencana Campuran Beton Normal) :

*Gambar 2.1.4 : Tabel Gradasi Agregat Kasar (SNI)

Ada pula batas-batas dari agregat halus

*Gambar 2.1.5 : Tabel Gradasi Agregat Halus (SNI)

Gradasi yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu tempat
(quarry).Dalam Praktek,basanya dilakukan pencampuran agar didapatkan gradasi yang
baik antara agregat kasar dengan agregat halus.SK.SNI T-15-1990-3:21 memberikan
batasan gradasi yang diadopsi dari B.S.,seperti pada grafik berikut :

*Gambar 2.1.6 : Grafik Gradasi Standar Agregat Campuran Butiran Maks 40 mm

*Gambar 2.1.7 : Grafik Gradasi Standar Agregat Campuran Butiran Maks 30 mm

*Gambar 2.1.8 : Grafik Gradasi Standar Agregat Campuran Butiran Maks 20 mm

*Gambar 2.1.9 : Grafik Gradasi Standar Agregat Campuran Butiran Maks 10 mm

Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk beton segar adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai sifat mampu dikerjakan (workability)
2. Mempengaruhi sifat kohesif campuran agregat, semen dan air.
3. Mempengaruhi keseragaman/homogenitas adukan sehingga akan berpengaruh
pada cara pengecoran dan pewadahan.
4. Mempengaruhi sifat segregasi (pemisahan butir) atau juga bleding.
5. Mempengaruhi hasil pekerjaan finishing permukaan beton dan adukan.
Pengaruh susunan butir terhadap sifat aduk beton keras adalah seagai berikut :
1. Mempengaruhi porositas
2. Berpengaruh terhadap sifat kedap air
3. Berpengaruh terhadap kepadatan

Gradasi agregat sangat mempengaruhi kekuatan beton, antara lain lain gradasi agregat
halus dan agregat kasar. Dimana pengertian dari kedua agregat tersebut sebagai berikut.
1. Agregat halus
Agregat halus adalah butiran yang lolos ayakan dengan diameter 4,75 mm
dan tertahan ayakan 0,075 mm atau dapat disebut juga pasir alam sebagai
disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industry pemecahan batu
dan mempunyai ukuran butir terbesar 4.75 mm (No.4) (SNI 1969:2008).
Syarat untuk agregat halus menurut Peraturan Bertulang Indonesia adalah
sebagai berikut :
1. Agregat halus untuk beton dapat berupa pasir alam sebagai disintegrasi
alami dari batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang di hasilkan oleh
alat-alat pemecah batu. Sesuai dengan syarat-syarat pengawasan mutu
agregat untuk berbagai-bagai mutu beton menurut pasal 4.2. ayat (1),
maka halus harus memenuhi satu, beberapa atau semua ayat berikut.
2. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang tajam dan keras. Butirbutir agregat halus harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur
oleh pengaruh-pengaruh cuaca seperti terik matahari dan hujan.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5%
(ditentukan terhadap berat kering).Yang diartikan dengan lumpur adalah
bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar
lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.
4. Agregat halus tidak boleh mengandung bahan-bahan organis terlalu
banyak yang harus di buktikan dengan percobaan warna dari AbramsHarder (dengan larutan NaOH). Agregat halus yang tidak memenuhi
percobaan warna ini dapat juga dipakai, asal kekuatan tekan adukan
agregat tersebut pafa umur 7 dan 28 hari tidak kurang dari 95% dari
kekuatan adukan agregat yang sama tetapi dicuci dalam larutan 3%
NaOH yang kemudian dicuci hingga bersih dengan air, pada umur yang
sama.
5. Agregat halus harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam
besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentuka
dalam pasal 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat berikut :
- Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2% berat.
- Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10% berat.
- Sisa diatas ayakan 0,25 mm, harus berkisar antara 80% dan 95%
berat.
6. Pasir laut tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua mutu
beton, kecuali dengan petunjuk-petunjuk dari lembaga pemeriksaan
bahan-bahan yang diakui.

2. Agregat Kasar
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat kasar adalah agregat yang
mempunyai ukuran butir-butir besar (antara 5 mm sampai 40 mm). Sifat dari
agregat kasar akan mempengaruhi kekuatan akhir dari beton keras dan daya
6

tahannya terhadap disintegrasi beton, cuaca dan efek-efek perusak lainnya.


Agregat kasar dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan berat jenisnya, yaitu
sebagai berikut:
a. Agregat normal.
Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antar 2,5-2,7 gram/cm3.
Agregat ini biasanya berasal dari granit, basal, kuarsa dan lain sebagainya.
Beton yang dihasilkan mempunyai berat 2,3 gram/cm3 dan biasa disebut beton
normal.
b. Agregat berat.
Agregat berat adalah agregat yang berat jenisnya lebih dari 2,8 gram/cm3,
misalnya magnetil (Fe3O4), barites (BaSO4) atau serbuk besi. Beton yang
dihasilkan mempunyai berat jenis yang tinggi yaitu sampai dengan 5 gram/cm3
yang digunakan sebagai dinding pelindung atau radiasi sinar X.
c. Agregat ringan.
Agregat ringan adalah agregat yang berat jenisnya kurang dari 2 gram/cm3
misalnya tanah bakar (bloated clay), abu terbang (fly ash) dan busa terak tanur
tinggi (foamed blast furnace slag). Agregat ini biasanya 17 digunakan untuk
beton ringan yang biasanya dipakai untuk elemen nonstruktural.
Syarat untuk agregat halus menurut Peraturan Bertulang Indonesia
adalah sebagai berikut :
1. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai disintegrasi
alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari
pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat
kasar adalah agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm. Sesuai dengan
syarat-syarat pengawasan mutu agregat untuk berbagai-bagai mutu
beton menurt pasal 4.2. ayat (1), maka agregat kasar harus memenuhi
satu, beberapa atau semua ayat berikut ini.
2. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori.
Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai,
apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui20% dari berat
agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal,
artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti
terik matahari dan hujan.
3. Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1%
(ditentukan terhadap berat kering).Yang diartikan dengan lumpur adalah
bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. Apabila kadar
lumpur melampaui 5%, maka agregat halus harus dicuci.
4. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusakn
beton, seperti zat-zat reaktif alkali.
5. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan bejana
penguji dari Rudeloff dengan beban penguji 20t, dengan mana harus
dipenuhi syarat-syarat berikut:

Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 19 mm lebih dari 2%


berat.
- Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19 30 mm lebih dari 22
%.
Atau dengan mesin Pengaus Los Angelos, dengan mana tidak boleh
terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.
6. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam
besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan
dalam pasal 3.5 ayat (1), harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
- sisa di atas ayakan 31,5 mm, harus )% berat.
- sisa di atas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90% dan 98% berat.
- selisih antara sisa-sisa kumulatif di atas dua ayakan yang berurutan.
Adalah maksimum 60% dan minimum 10% berat.
7. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih dari seperlima jarak
terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, sepertiga dari tebal
pelat atau tiga perempat dari jarak bersih minimum di antara bangbatang atau berkas-berkas tulangan. Penyimpangan dari pembatasan ini
diijinkan, apabila menurut penilaian pengawas ahli, cara-cara
pengecoran beton adalah sedemikian rupa hingga menjamin tidak
terjadinya sarang-sarang kerikil.
2.2. Berat Jenis dan Penyerapan
Dalam penggunaannya, berat jenis curah adalah suatu sifat yang pada umumnya
digunakan dalam menghitung volume yang ditempati oleh agregat dalam berbagai
campuran yang mengandung agregat termasuk beton semen, beton aspal dan campuran
lain yang diproporsikan atau dianalisis berdasarkan volume absolut. Berat jenis curah yang
ditentukan dari kondisi jenuh kering permukaan digunakan apabila agregat dalam keadaan
basah yaitu pada kondisi penyerapannya sudah terpenuhi. Sedangkan berat jenis curah
yang ditentukan dari kondisi kering oven digunakan untuk menghitung ketika agregat
dalam keadaan kering atau diasumsikan kering.
Berat jenis semu adalah kepadatan relatif dari bahan padat yang membuat partikel
pokok tidak termasuk ruang pori di antara partikel tersebut dapat dimasuki oleh air. Angka
penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat dari suatu agregat akibat air
yang menyerap ke dalam pori di antara partikel pokok dibandingkan dengan pada saat
kondisi kering, ketika agregat tersebut dianggap telah cukup lama kontak dengan air
sehingga air telah menyerap penuh. Standar laboratorium untuk penyerapan akan diperoleh
setelah merendam agregat yang kering ke dalam air selama (24+4) jam. Agregat yang
diambil dari bawah muka air tanah akan memiliki nilai penyerapan yang lebih besar bila
tidak dibiarkan mengering. Sebaliknya, beberapa jenis agregat mungkin saja mengandung
kadar air yang lebih kecil bila dibandingkan dengan yang pada kondisi terendam selama 15
jam. Untuk agregat yang telah kontak dengan air dan terdapat air bebas pada permukaan
partikelnya, persentase air bebasnya dapat ditentukan dengan mengurangi penyerapan dari
kadar air total.
8

Untuk peraturan yang mengatur tentang berat jenis dari agregat kasar dalah SNI 03
1969 1990 dan untuk agregta halus adalah SNI 03 1970 1990. Berat jenis
standart/range untuk agregat halus berkisar 2 - 3 gr. Berat jenis standart/range untuk
agregat kasar umumnya berkisar antara 2,5 2,7 gr.
2.3. Berat Volume
Berat volume agregat ditinjau dalam dua keadaan, yaitu berat volume gembur dan
berat volume padat. Berat volume gembur merupakan perbandingan berat agregat dengan
volume literan, sedangkan berat volume padat adalah perbandingan berat agregat dalam
keadaan padat dengan volume literan. Menurut British Standar 812, berat volume agregat
yang baik untuk material beton mempunyai nilai yang lebih besar dari 1445 kg/m. berat
volume agregat dapat di hitung dengan menggunakan rumus :
Berat Volume Agregat =
kg / m
Keterangan :
D =
Berat benda
A
=
Volume wadah
Menurut British Standar 812, berat volume agregat yang baik untuk material
beton mempunyai nilai yang lebih besar dari 1445 kg/m.
2.4. Kadar Air
Kadar air agregat adalah besarnya perbandingan antara berat air yang dikandung
agregat dengan agregat dalam keadaan kering, dinyatakan dalam persen. Kadar air dalam
agregat ada dua macam yaitu kadar air bebas dan kadar air terikat. Kadar air bebas adalah
air pada permukaan agregat, sedangkan kadar air terikat adalah air yang dikandung oleh
agregat baik dalam keadaan basah atau SSD. Kadar air merupakan perbandingan antara
berat air seluruhnya yang terkandung dalam agregat dengan berat agregat kering oven
yang dinyatakan dalam porsen. Besar kadar air agregat relatif tergantung letak dimana
agregat tersebut disimpan (dipengaruhi oleh suhu dan cuaca). Ada peraturan yang
mengatur tentang kadar air dari agregat yaiitu pada peraturan SNI-1970-2008.
Menurut( ASTM C 556-71 )Untuk standar kelembaban batu
pecah diharapkan tidak lebih dari 65 % . Kadar air normal agregat
halus adalah 6,5%, sedangkan agregat kasar adalah 1,06%.

2.5. Kadar Lumpur


Tanah liat dan Lumpur yang sering terdapat dalam agregat, mungkin berbentuk
gumpalan atau lapisan yang menutupi lapisan butiran agregat. Tanah lihat dan Lumpur
pada permukaan butiran agregat akan mengurangi kekuatan ikatan antara pasta semen dan
9

agregat sehingga dapat mengurangi kekuatan dan ketahanan beton. Lumpur dan debu halus
hasil pemecahan batu adalah pertikel berukuran 0,0075. Adanya lumpur dan tanah liat
menyebabkan bertambahnya air pengaduk yang diperlukan dalam pembuatan beton,
disamping itu pula akan menyebabkan berkurangnya ikatan antara pasta semen dengan
agregat sehingga akan menyebabkan turunnya kekuatan beton yang bersangkutan serta
menambah penyusutan dan creep.
Karena pengaruh buruknya ini, maka kadar lumpur yang dikandung oleh suatu
agregat penting untuk diuji (diketahui) dan jumlahnya didalam agregat dibatasi, yaitu tidak
boleh lebih dari 5% untuk agregat halus dan 1% untuk agregat kasar (PBI 71 hal 23 point
3). Jika memang kadar lumpur melebihi dari standard yang telah ditentukan maka agregat
harus dicuci kembali sampai kadar lumpurnya rendah atau dengan dengan cara mengganti
agregatnya.
Kadar lumpur untuk agregat halus ialah sebesar 3% berat kering (untuk beton
yang mengalami abrasi) dan 5% berat kering (untuk beton yang tidak mengalami
abrasi). Sedangkan untuk agregat kasar ialah sebesar 1% berat kering.
2.6 Mix Desain
Mix Design dapat didefinisikan sebagai proses merancang dan memilih bahan
yang cocok dan menentukan proporsi relatif dengan tujuan memproduksi beton
dengan kekuatan tertentu, daya tahan tertentu dan se ekonomis mungkin.
Rancangan campuran beton bukanlah tugas sederhana karena sifat yang sangat
beragam dari material penyusunnya, kondisi yang ada di tempat kerja, khususnya
kondisi eksposur, dan kondisi yang dituntut untuk pekerjaan tertentu.
Desain Campuran Beton membutuhkan pengetahuan lengkap dari berbagai
properti bahan bahan penyusunnya, Ini membuat tugas perencanaan campuran yang
lebih kompleks dan sulit. Desain campuran beton tidak hanya membutuhkan
pengetahuan tentang sifat material dan sifat beton dalam kondisi plastik tetapi juga
membutuhkan pengetahuan yang lebih luas dan pengalaman dari perkerasan. Bahkan
proporsi bahan beton di laboratorium memerlukan penyesuaian modifikasi dan
kembali disesuaikan dengan kondisi lapangan.
Dengan pemahaman yang lebih baik dari sifat, beton ini menjadi bahan yang
lebih tepat daripada di masa lalu. Perancang Struktur menentukan kekuatan minimum
tertentu dari desain campuran beton dengan pengetahuan bahan, kondisi lokasi dan

10

standar pengawasan yang tersedia pada tempat kerja untuk mencapai kekuatan
minimum dan daya tahan yang baik.
Selanjutnya, site engineer diharuskan membuat beton di lokasi, mengikuti
parameter yang disarankan oleh desainer campuran untuk mencapai kekuatan yang
ditentukan oleh insinyur struktur. Dalam beberapa kasus, site engineer mungkin
diperlukan untuk sedikit memodifikasi proporsi campuran yang diberikan oleh
perancang campuran. Dia juga membuat kubus atau silinder dalam jumlah yang cukup
dan menguji mereka untuk mengkonfirmasikan pencapaian kekuatan minimum
spesifikasi. Perancang campuran sebelumnya mungkin telah membuat kubus
percobaan dengan bahan yang representatif untuk sampai pada nilai standar atau
koevisien variasi untuk digunakan dalam perencanaan campuran.
American Concrete Institute Method of Mix Design 11.3 (ACI Concrete Mix Desain)
Medode proporsi pertama kali diterbitkan pada 1944 oleh komite ACI 613. Pada tahun
1954 metode ini direvisi, antara modivikasi lainnya, penggunaan udara. Pada tahun
1970, metode perencanaan campuran ACI menjadi tanggung jawab komite ACI 211.
Sekarang kita akan berurusan dengan metode Komite terbaru ACI 211,1.
Ini memiliki keuntungan dari kesederhanaan dalam hal itu:
1.

Berlaku sama baik

2.

Dengan prosedur yang kurang lebih identik dengan agregat halus dan kasar

3.

Untuk agregat berbobot biasa atau tak biasa

4.

Untuk faktor udara yang dimasukkan atau tak dimasukkan

2.7 Uji Tekan Beton


Maksud dan tujuan uji tekan beton adalah :
Metoda ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pengujian ini untuk menentukan
11

kuat tekan (compressive streght) beton dengan benda uji berbentuk silinder yang
dibuat dan dimatangkan (curring) di laboratorium maupun di lapangan.
Tujuan pengujian ini untuk memperoleh nilai kuat tekan dengan prosedur yang benar.
Kuat tekan beton adalah besarnya beban per satuan luas, yang menyebabkan benda uji
beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu, yang dihasilkan oleh mesin
tekan.

BAB III
METODE PRAKTIKUM

12

3.1. Uji Tes Lolos Saringan


3.1.1. Uji Tes Lolos Saringan Agregat Kasar
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan gradasi / pembagian butir agregat
kasar dan agregat halus dengan menggunakan saringan. Bila butir-butir agregat
mempunyai ukuran yang sama (seragam), maka volume pori akan besar. Sebaliknya bila
ukuran butir-butirnya bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Hal ini karena butiran
yang kecil, akan mengisi pori diantara butiran yang lebih besar, sehingga pori-porinya
menjadi sedikit, dengan kata lain kemampatannya tinggi.
a. Alat Yang Digunakan
1.
Berat contoh 5000 gr sebanyak 2 sample
2.
Satu set ayakan standard agregat kasar
3.
Timbangan
4.
Cawan
5.
Sikat kawat
6.
Alat penggetar Set ayakan
b. Langkah-langkah
1. Sediakan 2 sample uji tes agregat kasar seberat 5000gr masing-masing.
2. Masukan kerikil ke dalam ayakan dengan cara manual hingga kerikil mulai
tertahan
3. Untuk mempermudah, taruh ayakan pada mesin penggetar set ayakan,
biarkan alat bekerja selama 3 menit.
4. Hitung berat tertinggal dari agregat kasar pada tiap-tiap nomor ayakan dan
catat pada hasil timbangan pada kertas laporan.
5. Timbang juga berat dari cawan yang digunakan untuk mencari berat
bersihnya
3.1.2. Uji Tes Lolos Saringan Agregat Halus
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Alat Yang Digunakan


Berat contoh 1000 gr sebanyak 2 sample
Satu set ayakan standard agregat halus
Timbangan
Cawan
Sikat kawat
Alat penggetar Set ayakan

b. Langkah-langkah
1. Sediakan 2 sample uji tes agregat halus seberat 1000gr masing-masing.
2. Masukan pasir ke dalam ayakan dengan cara manual
3. Untuk mempermudah, taruh ayakan pada mesin penggetar set ayakan,
biarkan alat bekerja selama 3 menit.
4. Hitung berat tertinggal dari agregat kasar pada tiap-tiap nomor ayakan dan
catat pada hasil timbangan pada kertas laporan.
13

5. Timbang juga berat dari cawan yang digunakan untuk mencari berat
bersihnya
3.2. Berat Jenis dan Penyerapan
3.2.1. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b.

Alat Yang Digunakan


Sediakan 2 sampel dengan berat masing-masing 3000gr (W1)
Sediakan 2 sampel lagi dengan berat masing-masing 500gr
Oven
Satu set timbangan dengan wadah berlubang
Ember berisi air
Cawan
Kain Lap
Langkah-langkah
1. Rendam dua sampel (W1) tadi dengan air dan diamkan hingga 24 jam
2. Setelah 24 jam ambil dua sampel dan bersihkan/lap hingga kering batu
kerikil tersebut
3. Diamkan sebentar hingga terasa sudah cukup kering
4. Masukan sampel pertama ke dalam wadah berlubang di dalam ember air
yang sudah terhubung dengan timbangan
5. Catat hasil dari timbangan tersebut (W2) untuk sampel pertama
6. Masukan juga sampel kedua dan lakukan langkah sama seperti sampel
pertama tadi.
7. Ambil sampel dengan berat 500gr, taruh di cawan
8. Masukan sampel 500gr tadi ke dalam oven selama 24 jam
9. Ambil sampel setelah sesuai dengan waktu yang ditetapkan dan hitung berat
kering setelah di oven (W3) lalu catat hasilnya.
10. Hitung juga berat cawan untuk mengetahui berat berrsih dari sampel
tersebut

3.2.2. Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus


a.

Alat Yang Digunakan


1. Sediakan 2 sampel pasir SSD dengan berat masing-masing 100gr (W1)
2. Oven
3. Cone SSD
4. 2 picnometer
5. Timbangan
6. Cawan
14

b. Langkah-langkah
1. Sediakan dua picnometer lalu isi hingga batas
2. Hitung berat picnometer saat berisi air (W3)
3. Buang separuh air dari picnometer setelah itu isikan pasir kedalam tiap
tabung picnometer
4. Putar-balikan picnometer hingga pasir SSD terendam penuh dan tidak ada
gelembung udara
5. Timbang berat picnometer + air + pasir (W2)
6. Ambil lagi pasir dengan berat masing-masing 100gr, lalu masukan ke oven
selama 24 jam
7. Setelah 24 jam hitung berat kering pasir setelah di oven (W4)
3.3. Berat Volume
3.3.1. Berat Volume Agregat Kasar
a. Alat Yang Digunakan
1. Silinder + pukulan (perojok)
2. Timbangan analitis
3. Agregat kasar
b.
1.
2.
1.
2.
3.
4.

Langkah-langkah
Tanpa Rojokan
Hitung berat silinder (W1)
Masukan kerikil tanpa dirojok, lalu hitung beratnya (W2 tanpa rojokan)
Dengan Rujukan
Hitung berat silinder saat kosong (W1)
Masukan kerikil kedalam silinder selama 3 tahap yaitu tiap 1/3 bagian
Tiap 1/3 bagian lakukan rojokan
Hitung berat silinder + kerikil dengan rojokan (W2 dengan rojokan) setelah
penuh

3.3.2. Berat Volume Agregat Halus


- Tanpa Rojokan
1. Hitung berat silinder saat kosong (W1)
2. Masukan pasir ke dalam silinder tanpa dirojok, lalu timbang beratnya (W2
tanpa rojokan)
1.
2.
3.
4.

Dengan Rojokan
Hitung berat silinder saat kosong (W1)
Masukan pasir kedalam silinder selama 3 tahap yaitu tiap 1/3 bagian
Tiap 1/3 bagian lakukan rojokan
Hitung berat silinder + pasir dengan rojokan (W2 dengan rojokan) setelah
penuh
15

3.4. Kadar Air


3.4.1. Kadar Air Agregat Kasar
a. Alat Yang Digunakan
1.
Timbangan
2.
Oven
3.
Kerikil SSD
b.
1.
2.
3.

Langkah-langkah
Timbang kerikil sebanyak 500gr (W1)
Masukan ke dalam oven selama 24 jam
Setelah 24 jam timbang berat kering setelah keluar dari oven (W2)

3.4.2. Kadar Air Agregat Halus


a.
1.
2.
3.

Alat Yang Digunakan


Timbangan
Oven
Pasir dalam keadaan asli

b. Langkah-langkah
1.
Timbang berat pasir sebanyak 250gr (W1)
2.
Masukan ke dalam oven selama 24 jam
3.
Setelah 24 jam keluarkan dari oven dan timbang berat keringnya (W2)

3.5.

Kadar Lumpur
3.5.1. Kadar Lumpur Agregat Kasar

a. Alat Yang Digunakan


1.
Berat kerikil kering oven
2.
Oven
b.Langkah-langkah
1. Sediakan kerikil yang sudah di oven selama 24 jam sebanyak 500gr (W1)
2. Cuci bersih kerikil sehingga kerikil dirasa cukup bersih dan tidak berlumpur
lagi
3. Masukan ke oven selama 24 jam
4. Setelah 24 jam keluarkan dari oven dan timbang berat keringnya (W2)
3.5.2. Kadar Lumpur Agregat Halus
16

a. Alat Yang Digunakan


1. Berat pasir kering oven
2. Oven
b. Langkah-langkah
1. Sediakan pasir yang sudah di oven selama 24 jam sebanyak 250gr (W1)
2. Cuci bersih kerikil sehingga kerikil dirasa cukup bersih dan tidak berlumpur
lagi
3. Masukan ke oven selama 24 jam
4. Setelah 24 jam keluarkan dari oven dan timbang berat keringnya (W2)
3.6 Mix Desain
3.6.1

Penetapan Kuat Tekan Beton


Penetapan kuat tekan beton yang diisyaratkan ( fc ) pada umur tertentu, ( fc =
Mpa pada umur 28 hari ). Kuat tekan beton yang diisyaratkan sesuai dengan
persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat.

3.6.2

Penetapan Nilai Deviasi Standar ( s )


Deviasi Standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pelaksanaan campuran di
lapangan. Makin baik mutu pelaksanaannya makin kecil nilai deviasi standarnya.
Penetapan nilai deviasi standar ( s ) ini berdasarkan atas hasil perancangan pada
pembuatan beton mutu yang sama dan menggunakan bahan dasar yang sama
pula. Nilai deviasi standar dihitung dengan rumus :

n(f 'crfcr)2
s=

n 1

Dengan :
fc = kuat tekan masing masing hasil uji, Mpa fcr =
kuat tekan beton rata rata, Mpa
N = Jumlah hasil Uji Kuat Tekan ( minimum 30 benda uji )
Jika jumlah data hasil uji kurang dari 30 buah maka dilakukan koreksi terhadap
nilai deviasi standar dengan suatu faktor pengali, seperti pada tabel berikut :
FAKTOR PENGALI DEVIASI STANDAR
TABEL .1

17

JUMLAH DATA

FAKTOR PENGALI

30

1,00

25

1,03

20

1,08

15

1,16

< 15

Tidak boleh

*) Untuk nilai antara dipakai interpolasi

Jika dalam pelaksanaan tidak mempunyai catatan / pengalaman hasil


pengujian beton pada masa lalu ( termasuk data hasil uji kurang dari 15
buah ), maka nilai deviasi standar diambil 7,5 Mpa.

Untuk memberikan gambaran bagaimana cara menilai tingkat mutu


pekerjaan beton, disini diberikan pedoman sebagai berikut :

NILAI DEVIASI STANDAR UNTUK BERBAGAI TINGKAT PENGENDALIAN


MUTU PEKERJAAN DI LAPANGAN
Tabel 2.2
TINGKAT PENGENDALIAN MUTU
s ( Mpa )
PEKERJAAN
Sangat memuaskan
2,8
Memuaskan
3,5

3.6.3

Baik

4,2

Cukup

5,0

Jelek

7,0

Tanpa kendali

8.4

Menghitung Nilai Tambah ( margin ), ( m )


Nilai tambah dihitung berdasarkan nilai deviasi standar ( s ) denganrumus
berikut :
m = k.s
dimana :
m = nilai tambah ( Mpa )
k = 1,64
s

= deviasi standar ( Mpa )

18

d. Menetapkan Kuat Tekan Rata Rata yang direncanakan


Kuat Tekan Rata Rata yang direncanakan diperoleh dengan rumus :
fcr

= fc + m

dimana:
fcr

= kuat tekan rata rata ( Mpa )

fc

= kuat tekan yang diisyaratkan ( Mpa )

= nilai tambah ( Mpa )

e. Penetapan Jenis Semen Portland


Menurut SII 0013 18 di Indonesia Semen Portland dibedakan menjadi 5 jenis,
yaitu jenis I, II, III, IV dan V. Jenis I merupakan jenis semen biasa atau semen
Portland
f. Penetapan Jenis Agregat
Jenis kerikil dan pasir ditetapkan apakah berupa agregat alami ataukah jenis
agregat batu pecah ( crushed aggregate )
g. Penetapan Faktor Air Semen ( FAS )
Berdasarkan jenis semen yang dipakai, jenis agregat kasar, dan kuat tekan rata
rata silinder beton yang direncanakan pada umur tertentu, ditetapkan nilai faktor
air semen dengan tabel 2.3 dan Gambar 2.1.
Langkah penetapannya dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Lihat tabel 2.3, dengan data jenis semen, jenis agregat kasar dan umur beton
yang dikehendaki, dibaca perkiraan kuat tekan silinder beton yang akan
diperoleh jika dipakai faktor air semen 0,50. Jenis kerikil maupun umur beton
yang direncanakan, maka dapat diperoleh kuat tekan beton seandainya
dipakai faktor air semen 0,50.

Lihat Gambar 2.1, buatlah titik A Gambar 2.1, dengan nilai faktor air semen
0,50 ( sebagai Absis ) dan kuat tekan beton yang diperoleh dari tabel 1
( sebagai ordinat ). Pada titik A tersebut kemudian dibuat grafik baru yang
bentuknya sama dengan 2 grafik yang berdekatan. Selanjutnya ditarik garis
mendatar dari sumbu tegak di kiri pada kuat tekan rata rata yang
dikehendaki sampai memotong grafik baru tersebut. Dari titik potong itu
kemudian ditarik garis ke bawah sampai memotong sumbu mendatar
sehingga diperoleh nilai faktor air semen.
19

h. Penetapan Faktor Air Semen Maksimum


Penetapan nilai faktor air semen maksimum dilakukan dengan tabel 2.4. Jika nilai
faktor air semen maksimum ini lebih rendah dari nilai faktor air semen langkah
( 7 ), maka nilai fakrtor air semen maksimum ini yang akan dipakai untuk
perhitungan selanjutnya.
TABEL 2.3
PERKIRAAN KUAT TEKAN BETON ( Mpa ) DENGAN FAKTOR
AIRSEMEN 0,50
JENIS
SEMEN
I, II, III
III

JENIS
AGREGAT
KASAR
Alami
Batu Pecah
Alami
Batu Pecah

UMUR
3
17
19
21
25

7
23
27
28
33

28
33
37
38
44

91
40
45
44
48

TABEL 2.4
PERSYARATAN FAKTOR AIR SEMEN MAKSIMUM UNTUK
BERBAGAI PEMBETONAN DAN LINGKUNGAN KHUSUS.
Jenis Pembetonan

Faktor air semen


maksimum

Beton di dalam ruang bangunan :


a. Keadaan keliling non korosif

0,60

b. Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh

0,52

kondensasi atau uap korosif.


Beton di luar ruang bangunan :
a Tidak terlindung dari hujan dan terik
.
matahari langsung.
b
.

Terlindung dari hujan dan terk matahari

0,55

0,60
20

Langsung
Beton yang masuk ke dalam tanah :
a. Mengalami keadaan basah dan kering

0,55

berganti ganti.
b. Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari

lihat tabel 2.a.

Tanah

TABEL 2.5
FAKTOR AIR SEMEN MAKSIMUM UNTUK BETON YANG
BERHUBUNGAN DENGAN AIR TANAH YANG MENGANDUNG SULFAT
Konsentrasi Sulfat
( SO3 )
Dalam tanah
Total
( SO3 )
dalam
( SO3 ) campuran air : tanah
= 2: 1 ( gr/ft )
< 0,2
< 1,0
0,2
0,5

1,0 1,9

( SO3 )
Jenis semen
Dalam air
tanah ( gr/ft
)

< 0,3
0,3 1,2

0,5
1,0

1,9 3,1

1,2 2,5

1,0
2,0
> 2,0

3,1 5,6

2,5 5,0

> 5,6

> 5,0

fas
Maksimum

Tipe I dengan atau


tanpa Pozolan ( 15
40 % )
Tipe I
tanpa
Pozolan
Tipe I dengan
Pozolan 15% 40%
( semen
Portland
Pozolan )
Tipe II atau V
Tipe
I
dengan
Pozolan 15% - 40%
( Semen Portland
Pozolan )
Tipe II atau V
Tipe II atau V

Tipe II atau V
dan pelindung

0,50
0,50
0,55

0,55
0,45

0,50
0,45
0,45

TABEL 2.6
FAKTOR AIR SEMEN UNTUK BETON BERTULANG DALAM AIR
Berhubungan

Tipe semen

Faktor air
21

dengan

semen

Air tawar

Semua tipe I V

0,50

Air payau

Tipe I + Pozolan ( 15% - 40 % )

0,45

Atau
Semen Portland Pozolan

0,50

Tipe II atau V
Air laut

Tipe II atau V

0,45

i. Penetapan Nilai Slump


Nilai slump yang diinginkan dapat diperoleh dengan tabel. 2.7.
TABEL 2.7
PENETAPAN NILAI SLUMP ( CM )
Pemakaian beton

Maks

Min

Dinding, plat pondasi dan pondasi telapak bertulang

12,5

5,0

Pondasi telapak tidak bertulang, kaison, dan struktur di


bawah

9,0

2,5

Pelat, balok, kolom dan dinding

15,0

7,5

Pengerasan jalan

7,5

5,0

Pembetonan masal

7,5

2,5

Tanah

j. Penetapan Besar Butir Agregat Maksimum


Pada beton normal ada 3 pilihan besar butir maksimum, yaitu 40 mm, 20mm, atau
10 mm.
Penetapan besar butir agregat maksimum dilakukan berdasarkan analisasaringan
dengan nomor sebagai berikut :
TABEL 2.8
PENETAPAN BESAR BUTIR AGREGAT MAKSIMUM
No

Presentasi yang lolos ( % )

Saringan

Gradasi Agregat

( mm )
75,00

40 mm
100

30 mm
_

20 mm

14 mm

_
22

37,50

90 100

100

26,50

90 100

100

19,00

30 70

90 100

100

13,20

25 60

09,50

10 35

25 55

40 85

04,75

0 5

0 10

0 10

0 10

02,36

0 2

0 5

0 5

0 5

90 100

k. Penetapan Jumlah Air yang Diperlukan Per Meter Kubik Beton


Berdasarkan Ukuran Maksimum Agregat, Jenis Agregat, dan Slump yang
Diinginkan, lihat tabel 2.9.
TABEL 2.9
PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR PER METER KUBIK BETON
( LITER )
Berdasarkan

Jenis

Slump ( mm )

ukuran maks.

batuan

0 10

10 30

30 60

60 180

Alami

150

180

205

225

Batu pecah

180

205

230

250

Alami

135

160

180

195

Batu pecah

170

190

210

225

Alami

115

140

160

175

Batu pecah

155

175

190

205

Kerikil
10 mm
20 mm
40 mm

Dalam tabel 2.9 apabila agregat halus dan agregat kasar yang dipakai
dari jenis yang berbeda ( alami dan pecahan ), maka jumlah air yang
diperkirakan diperbaiki dengan rumus :
A

= 0,67 Ah + 0,33 Ak

(2.4 )

Dimana :
A

= jumlah air yang dibutuhkan ( ltr / m )

Ah

= jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregathalusnya.

Ak

= jumlah air yang dibutuhkan menurut jenis agregat kasarnya.


23

l. Berat Semen yang Dihitung


Berat semen per meter kubik beton dihitung dengan membagi jumlah air ( dari
langkah ( 11 ) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah ( 7 dan 8 ).
m. Kebutuhan semen minimum
Berat semen per meter kubik beton dihitung dengan membagi jumlah air ( dari
langkah ( 11 ) ) dengan faktor air semen yang diperoleh pada langkah ( 7 dan 8 ).
Kebutuhan semen minimum ini ditetapkan untuk menghindari beton dari
kerusakan akibat lingkungan khusus. Kebutuhan semen minimum ditetapkan
dengan tabel 2.10.

TABEL 2.10
KEBUTUHAN SEMEN MINIMUM UNTUK BERBAGAI PEMBETONAN
DANLINGKUNGAN KHUSUS
Semen minimum ( kg/m
Jenis pembetonan
beton )
Beton di dalam ruang bangunan :
Keadaan keliling non korosif

275

325

Keadaan keliling korosif, disebabkan oleh


kondensasi atau uap korosif.

Beton di luar ruang bangunan :


Tidak terlindung dari hujan dan terik matahari

325

Langsung

Terlindung dari hujan dan terik matahari

275

Langsung
Beton yang masuk ke dalam tanah :
Mengalami keadaan basah dan kering

325

berganti ganti.
24

Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari

lihat tabel 2.5.

tanah.
Beton yang selalu berhubungan dengan air tawar /

Lihat tabel 2.6.

payau / laut.
n. Penyesuaian kebutuhan semen.
Apabila kebutuhan semen yang diperoleh dari ( 12 ) ternyata lebih sedikit dari
kebutuhan semen minimum ( 13 ) maka kebutuhan semen minimum dipakai
yang nilainya lebih besar.
TABEL 2.11
KANDUNGAN SEMEN MINIMUM UNTUK BETON YANG
BERHUBUNGAN DENGAN AIR TANAH YANG MENGANDUNG SULFAT
( SO3 )
Konsentrasi Sulfat
Jenis semen
Kandungan semen
( SO3 )
dalam air
min. ( kg/m beton
Dalam tanah
tanah ( gr/ft
)
)
Total
( SO3 ) dalam
( SO3 ) campuran air :
Ukuran
tanah = 2: 1 (
maksimum agregat
gr/ft )
( mm )
40
20
10
< 0,2
< 1,0 1,9
< 0,3
Tipe I dengan atau
280
300 280
tanpa Pozolan ( 15
40 %

0,2 0,5

1,0 1,9

0,5 1,0 1,9 3,1

1,0 2,0

3,1 5,6

0,3 1,2

1,2 2,5

2,5 5,0

Tipe
I
tanpa 290
Pozolan
dengan
Tipe I
Pozolan
15% - 270
40%(
Semen
Portland Pozolan )
Tipe II atau V
250

330

380

310

360

290

340

330

380

370
370

420
420

TipeI
dengan 340
Pozolan
15% 40%
(Semen
Portland Pozolan )
Tipe II atau V
290
Tipe II atau V
330

25

> 0,2

> 5,6

< 5,0

Tipe II atau V dan


lapisan pelindung

330

370

420

TABEL 2.12
KANDUNGAN SEMEN MINIMUM UNTUK BETON BERTULANG
DALAMAIR ( KG/M )
Berhubungan dengan

Kandungan semen
minimum

Tipe semen

Ukuran maksimum agregat


( mm )
40

20

Air tawar

Semua tipe I V

280

300

Air payau

Tipe I + Pozolan
Tipe II atau V

340
290

280
330

Air laut

Tipe II atau V

330

370

o. Penyesuaian jumlah air atau faktor air semen.


Jika jumlah semen ada perubahan akibat langkah ( 14 ) maka nilai faktorair semen
berubah. Dalam hal ini, dapat dilakukan dua cara berikut :

Cara pertama, faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagijumlah
air dengan jumlah semen minimum.

Cara kedua, jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semenminimum


dengan faktor air semen.
p. Penentuan daerah gradasi agregat halus.
Berdasarkan gradasinya ( hasil analisa ayakan ) agregat halus yang akan
dipakai dapat diklasifikasikan menjadi 4 daerah. Penentuan daerah gradasi
itu didasarkan atas grafik gradasi yang diberikan dalam tabel 2.13 atau
gambar 2.2.
TABEL 2.13
26

BATAS GRADASI AGREGAT HALUS


Persen berat butir yang lewat ayakan
Lubang Ayakan
( mm )

Daerah I

Daerah II

Daerah III

10

100

100

100

4,8

90 100

90 100

90 100

95 100

2,4

60 95

75 100

85 100

95 100

1,2

30 70

55 90

75 100

90 100

0,6

15 34

35 59

60 79

80 100

0,3

5 20

8 30

12 40

15 50

0,15

0 10

0 10

0 10

0 15

Daerah IV
100

q. Perbandingan agregat halus dan agregat kasar.


Penetapan dilakukan dengan memperhatikan besar butir agregat maksimum
agregat kasar, nilai slump, faktor air semen dan daerah gradasi agregat halus.
Berdasarkan data tersebut dan grafik pada Gambar 2.3.1 atau Ganbar 2.3.2 atau
Gambar 2.3.3.
r. Berat Jenis Agregat Campuran
P
K
BJ camp = --------- * BJah + -------- * BJak
100
100

( 2.5 )

Berat jenis agregat campuran dihitung dengan rumus dimana :


BJcamp

= berat jenis agregat campuran

Bjah

= berat jenis agregat halus

Bjak

= berat jenis agregat kasar

= prosentase berat agregat halus terhadap agregat campuran

= prosentase berat agregat kasar terhadap agregat campuran

Berat jenis agregat halus dan kasar diperoleh dari hasil pengujian laboratorium.
s. Penentuan berat jenis beton.
Dengan data berat jenis agregat campuran dari langkah ( 18 ) dan kebutuhan air
tiap meter kubik betonnya maka dengan grafik pada Gambar 2.4 dapat
diperkirakan berat jenis betonnya.
27

Caranya adalah sebagai berikut :


1. Dari berat jenis agregat campuran pada langkah 18 dibuat garis miring berat
jenis gabungan yang sesuai dengan garis miring yang paling dekat pada
Gambar 2.4.
2. Kebutuhan air yang diperoleh pada langkah 11 dimasukkan ke dalam sumbu
horizontal Ganbar 2.4. Kemudian dari titik ini ditarik garis vertikal ke atas
sampai mencapai garis miring yang dibuat pada langkah 1 diatas.
3. Dari titik potong ini kemudian ditarik garis horizontal ke kiri sehingga
diperoleh nilai berat jenis beton.
t. Kebutuhan agregat campuran.
Kebutuhan agregat campuran dihitung dengan cara mengurangi beratbeton per
meter kubik dengan kebutuhan air dan semen.
u. Berat agregat halus yang diperlukan dihitung berdasarkan hasil langkah
( 17 ) dan ( 20 ).
Kebutuhan agregat halus dihitung dengan cara mengalikan kebutuhan agregat
campuran dengan prosentase berat agregat halusnya.
v. Berat agregat kasar yang diperlukan dihitung, berdasarkan hasil langkah
( 20 ) dan ( 21 ).
Kebutuhan agregat kasar dihitung dengan cara mengurangi kebutuhan agregat
campuran dengan kebutuhan agregat halus.
3.14.
Cara pencampuran beton
Tanggal
: 7 Januari 2016
Tempat
: LaboratoriumBetonTeknikSipil UNMUH
Tujuan
: Untuk mengetahui berapa campuran satu silinder yang akan
menghasilkan tiga sampel beton dengan K-250
a. Bahan yang digunakan:
Kerikil
Air
Semen
Air
b.

Alat-alat yang digunakan:


Slump
Lengser Besar
Gelas Ukur
28

Cetok
Casing silinder
Tongkat Rojokan
Timbangan ketelitian 0,01
Timbangan

c. Cara kerja:
1. Siap Mix Design yang telah di rencanakan
2. Timbang agregat kasar, agregat halus dan semen sesuai dengan mix desain
3. Setelah itu masukan satu resep mix desain ke lengser besar agregat halus,
agregat kasar dan semen. Kemudian campur hingga merata.
4. Kemudian siapkan penambanhan air yang sesuai pada mix desain yang telah di
buat.
5. Setelah semua tercampur lakukan test slump, tes slump ini yang disesuaikan
dengan nilai slumpnya yaitu slump 60-180. Setelah memenuhi slump yang
diinginkan maka campuran beton bisa di cetak di casing silinder.
6. Sebelum di tuangkan ke casing silinder, harus dilakukan pelumasan casing dan
di cek kembali pemasangan silinder, karena apabila pemasangan silinder tidak
rapat akan berpengaruh pada bentuk beton.
7. Dan jangan lupa lumasi bagian dalam silinder agar mudah saat dilepas.
8. Pada saat penuangan campuran beton pada silinder lakukan pengisian sepertiga
silinder lalu lakukan rojokan sebanyak 25 kali. Setlah itu isi kembali setengah
silinder dan lakukan rojokan kembali dan yang terakhir isikan full silinder dan
lakukan rojokan kembali.
9. Setelah melakukan rojokan, kemudian ratakan bagian atas beton.
10. Lakukan berulang hingga mencapai 3 sampel silinder.
11. Diamkan sehari atau 24 jam setelah itu lakukan pelepasan casing, setelah
pelepasan casing rendam silinder beton setengah tinggi beton di bak
perendaman.
12. Tunggu hingga 28 hari umur beton lalu bisa dilakukan test kuat tekan beton.
3.15. Uji Kuat Tekan Beton
Tanggal

: 22 Januari 2016

Tempat

: Laboratorium Beton Teknik Sipil UNMUH Jember

Tujuan

: Untuk mengetahui kuat tekan beton yang telah dibuat.

a. Bahan yang digunakan:


Beton
b. Alat-alat yang digunakan:
Penggaris
Timbangan
29

Mesin Uji Tekan Beton


c. Cara kerja :
1. Ukur tinggi dan lebar beton.
2. Timbang beton terlebih dahulu.
3. Perhatikan jika benda ujinya berbentuk silinder.
4. Letakkan benda uji pada mesin penekan secara sentris.
5.

Jalankan mesin penekan dengan beban terutama berkisan antara 2 4


kg/cm2

d. Cara Perwatan Beton :


1. Membasahi permukaan beton secara berkala dengan air supaya selalu
lembab selama perawatan (bisa dengan sistem sprinkler supaya praktis)
2. Merendam beton dengan air (dengan penggenangan permukaan beton)
3. Membungkus beton dengan bahan yang dapat menahan penguapan air
(misalplastik, dsb)
4. Menutup permukaan beton dengan bahan yang dapat mengurangi
penguapan air dan dibasahi secara berkala (missal dengan plastic berpori
atau non woven geotekstile dan disiram secara berkala selama
perawatan)
5. Menggunakan

material

khusus

untuk

perawatan

beton

(curing

compound)

30

Anda mungkin juga menyukai