Anda di halaman 1dari 18

BAB III.

LANDASAN TEORI

3.1 Bahan Baku Konstruksi

Menurut Hudec (2005), material geologi merupakan bahan utama untuk konstruksi
jalan, gedung, tanggul, dan bendungan. Menurut Zuraidah dan Wiratno (2013),
material geologi tersebut disebut agreat, berfungsi sebagai bahan pengisisi yang
jumlahnya sekitar 60-70% dari volume beton. Untuk menjamin bahwa struktur
permanen cukup kuat maka agregat harus berukuran kurang dari ¾”, bergradasi
renggang, dan memiliki kualitas dan daya tahan yang memadai. Agregat halusnya
berukuran kurang dari 5 mm dapat berupa pasir alam, pasir hasil olahan. Pasir laut
tidak boleh dipakai sebagai agregat halus untuk semua beton, kecuali dengan
petunjuk dari lembaga yang diakui (Zuraidah dan Wiratno, 2013).

3.2 Agregat
Menurut Riyadi dan Amalia (2005), agregat adalah butiran dan mineral alami
yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton atau mortar. Agregat
menempati sebanyak kurang lebih 70% dari volume beton atau mortar. Sifat dan
karakteristik agregat sangat mempengaruhi konstruksi permanen yang dihasilkan
nya.

Menurut Zuraidah dan Jatmiko (2007), sifat agregat terpenting adalah kekuatan
hancur, ketahanan terhadap benturan,dan distribusi ukurannya. Gradasi ukuran
harus sedemikian rupa sehingga masa beton dapat berfungsi sebagai wujud utuh,
homogen dan padat. Agregat kecil sebagai pengisi celah antara agregat kasar.
3.2.1 Klasifikasi Agregat

Agregat konstruksi dapat dibedakan berdasarkan asal dan berat jenisnya. Agregat
berdasarkan asalnya dapat dikelompokkan menjadi:

a. Agregat alam Agregat berupa batu alam dan atau penghancurannya, terdiri dari: (1)
kerikil dan pasir alam, (2) agregat batu pecah. Kerikil dan pasir alam biasanya
ditemukan pada atau didaerah aliran sungai, ataupun di pantai laut dangkal.
Sedangkan batu pecah ditemukan pada daerah daratan, baik yang tersingkap maupun
tertutup oleh lapisan tanah. Agregat alam dapat berasal dari batuan beku, batuan
sedimen dan batuan metamorf (malihan).

b. Agregat buatan Agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan khusus


(tertentu) karena kekurangan agregat alam. Agregat ini dapat berasal dari
klinker dan breeze yang merupakan limbah pembangkit tenaga uap ataupun
aktivitas industri lainnya.

Agregat berdasarkan berat jenisnya dapat digolongkan menjadi:

a. Agregat berat, yaitu agregat yang mempunyai berat jenis lebih besar dari
2,80. Contohnya butiran magnetik dan butiran besi

b Agregat natural, yaitu agregat yang mempunyai berat jenis 2,50 – 2,70. Beton
agregat normal (agregat alam) biasanya memiliki berat jenis sekitar 2,3
dengan kuat tekan 15 – 40 Mpa. Agregat normal terdiri dari kerikil, pasir,
batu pecah, klinker, dan terak dapur tinggi.

c. Agregat ringan, yaitu agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0.
Terdiri dari batu apung, asbes, dan lempung

3.2.2 Syarat Agregat


Terdapat banyak standar syarat agregat yang dapat digunakan, namun secara
keseluruhan membedakannya berdasarkan ukuran butir, yaitu agregat halus (pasir)
dan agregat kasar (kerikil). Kedua agregat tersebut memiliki syarat butirannya
tajam, kuat dan keras. Bersifat kekal, tidak pecah atau hancur karena pengaruh
cuaca. Tidak mengandung lumpur dan zat organik. Harus mempunyai variasi

III-2
besar butir (gradasi) yang baik dengan modulus kehalusan 1,50 – 3,80. Tidak
mengandung garam. Disamping itu, terdapat hal-hal yang perlu untuk diperhatikan,
yaitu bahan-bahan yang dapat mengganggu proses pengikatan dan pengerasan
beton, mengurangi kekuatan serta berat isi beton, menyebabkan terkelupasnya
beton dan mempengaruhi ketahanan beton terhadap karat. Bahan-bahan tersebut
diantaranya adalah bahan padat yang menetap (lempung, lumpur dan abu), bahan
organik dan humus (daun-daun yang membusuk, humus), garam (clorida,
karbonat, dan posfat), dan reaktif terhadap alkali.

3.2.3 Sifat-Sifat Agregat


Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh pada mutu campuran beton. Sifat-sifat ini harus
kita ketahui dan pelajari agar dapat mengambil tindakan yang positif dalam megatasi
masalah yang timbul. Agregat yang digunakan diindonesia harus memenuhi syarat
SII 0052-80, “Mutu dan Cara Uji Agregat Beton” dan dalam hal-hal yang tidak
termuat dalam SII 0052-80 makaagregat tersebut harus memenuhi syarat dan
ketentuan yang diberikan oleh ASTM C-33-82, “Standard Specification For Concrete
Aggregates” (ulasan PB, 1989:14).

Pada saat terbentuknya agregat kemungkinan terjadinya udara yang terjebak dalam
lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat perubahan
cuaca, maka terbentuklah lubang, atau rongga kecil didalam butiran agregat (pori).
Pori dalam agregat mempunyai variasi yang cukup besardan menyebar diseluruh
tubuh butiran. Pori mungkin menjadi reservoir air bebas didalam agregat. Presentasi
berat air yang mampu diserap agregat didalam air disebut sebagai serapan air,
sedangkan benyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air .

A. Serapan Air

Serapan air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat pada
kondisi jenuh permukaan kering (JPK), atau saturated surface dry (SSD), kondisi ini
merupakan:

III-3
a. Keadaan kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton,
sehingga agregat tidak akan menambah maupun mengurangi air dari pastanya.
b. Kadar air di lapangan lebih banyak mendekati kondisi SSD daripada kondisi
kering tungku.

B. Kadar Air

Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat. Kadar air
agregat dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu:

a) Kadar air kering tungku, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair.
b) Kadar air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi
megandung sedikit air dalam porinya dan masih dapat menyerap air.
c) Jenuh kering permukaan (JPK), yaitu keadaan dimana tidak air di permukaan
agregat , tetapi masih dapat menyerap air. Dalam kondisi ini air dalam agregat
tidak akan menambah atau mengurangi air pada campuran beton.
d) Kondisi basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak mengandung air,
sehngga akan menyebabkan penambahan pada kadar air campuran beton.

C. Berat Jenis dan Daya Serap Agregat

Berat jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis
dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga secara
langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton.
Hubungan antara berat jenias dan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai berat
jenis agregat maka semakin kecil daya serap agregat tersebut.

D. Modulus Kehalusan Butir.

Modulus halus butir (fines modulus) atau biasa disingkat dengan MHB ialah suatu
indek yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat
(Abrams, 1918). MHB di definisikan sebagai jumlah persen kumulatif dari butir
agregat yang tertinggal di atas satu set ayakan (38, 19, 9.6, 4.8, 2.4, 1.2, 0.6, 0.3 dan
0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi dengan seratus (Ilsley, 1942:232).

III-4
Makin besar nilai MHB suatu agregat berarti semakin besar butiran agregatnya.
Umumnya agregat halus mempunyai nilai MHB 5-8. Nilai ini juga dapat dipakai
sebagai dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat
campuran nilai MHB yang biasa dipakai sekitar 5.0-6.0. Hubungan ketiga nilai MHB
tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

W = (K-C)/(C-P) x 100% ................................................................(3.1)


Dengan :

W = Persentase berat agregat halus (pasir) terhadap berat agregat kasar (kerikil/
batupecah)

K = Modulus halus butir agregat kasar

P  = Modulus halus butir agregat halus

C = Modulus halus butir agregat campuran

Untuk mempermudah perhitungan MHB agregat, pekerjaan sebaiknya dilakukan


dengan tabulasi.

Bahan-Bahan Lain yang Mengganggu

Bahan-bahan yang mengganggu adalah bahan yang menyebabkan terganggunya


proses pengikatan pada beton serta pengerasanya.

1. Bahan padat yang menetap

Lempung, tanah liat dan abu batu tidak di ijinkan dalam jumlah banyak karena
mengakibatkan meningkatnya penggunaan air dalam campuran beton yang
bersangkutan. Bahan-bahan ini tidak dapat menjadi satu dengan semen sehingga
menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat. Akibatnya kekuatan beton
berkurang karena tidak adanya saling mengikat.

2. Bahan-bahan organik humus

III-5
Apabila agregat alam mengandung bahan-bahan organik maka proses hidrasi akan
terganggu, sehingga bahan agregat tersebut tidak dapat dipergunakan dalam
campuran beton.

Ketahanan Kimia

Pada umumnya beton tidak tahan terhadap serangan kimia. Bahan-bahan kimia pada
dasarnya bereaksi dengan komponen-komponen tertentu dari pasta semen yang telah
mengeras. Oleh karena itu ketahanan terhadap beton yang telah mengeras sebagian
besar tergantung pada jenis semen yang digunakan. Ketahanan terhadap serangan
kimia bertambah dengan bertambahnya kekedapan beton terhadap air.

3.2.4 Agregat Kasar

Àgregat kasar (kerikil, batu pecah, atau pecahan dari blast furnance) Menurut PBBI
1971 N.I – 2, agregat kasar adalah agregat dengan ukuran butir lebih besar dari 5
mm. Ketentuan mengenai agregat kasar antara lain:

 Harus terdiri dari butir – butir yang keras dan tidak berpori.
 Butir – butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau
hancur oleh pengaruh – pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.
 Tidak boleh mengandung zat – zat yang dapat merusak beton, seperti zat – zat
yang relatif alkali.
 Tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1 %. Apabila kadar lumpur
melampaui 1 %, maka agregat kasar harus dicuci.

Fungsi dari Agregat Kasar dalam Campuran Beton


Agregat yang digunakan dalam beton berfungsi sebagai bahan pengisi, namun
karena prosentase agregat yang besar dalam volume campuran, maka agregat
memberikan kontribusi terhadap kekuatan beton (Mulyono, 2003). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kekuatan beton terhadap agregat adalah sebagai berikut:

a. perbandingan agregat dan semen campuran


b. kekuatan agregat

III-6
c. bentuk dan ukuran
d. tekstur permukaan
e. gradasi
f. reaksi kimia, dan
g. ketahanan terhadap panas

Fungsi agregat terhadap beton Dalam beton agregat (agregat kasar dan agregat
halus) mengisi sebagian besar volume beton yaitu berkisar antara 60% sampai
80% sehingga sifat-sifat dan mutu agregat sangat berpengaruh terhadap sifat
dan mutu beton (Samekto dan Candra, 2001). Adapun fungsi penggunaan agregat
dalam beton adalah untuk:
a. Menghasilkan kekuatan yang besar pada beton.
b. Dengan gradasi yang baik maka akan didapatkan beton yang padat.
c. Mengontrol workability atau sifat dapat dikerjakan aduk beton. Dengan
gradasi agregat yang baik, maka akan didapatkan beton yang mudah dikerjakan
atau memiliki workability yang baik.
Semakin banyak bahan batuan yang digunakan dalam beton, Maka semakin
hemat penggunaan semen Portland sehingga semakin murah harganya, Tentu saja
dalam penggunaan agregat tersebut ada batasnya, Sebab pasta semen diperlukan
untuk pelekatan butir-butir dalam pengisian rongga-rongga halus dalam beton.
Karena bahan batuan tidak susut, Maka susut pengerasan hanya disebabkan oleh
adanya pengerasan pasta semen. Semakin banyak agregat, Semakin berkurang
susut pengerasan betonnya. Gradasi yang baik pada agregat dapat menghasilkan
beton yang padat sehingga volume rongga berkurang dan penggunaan semen
Portland berkurang pula. Susunan beton yang padat dapat menghasilkan beton
dengan kekuatan yang besar. Workability adukan beton plastis dapat diusahakan
dengan menggunakan gradasi agregat yang baik. Tetapi gradasi untuk mobilitas
yang baik memerlukan butir-butir berlapis pasta semen untuk dapat
memudahkan gerak adukan betonnya, sehingga butir-butir tidak dapat saling
bersinggungan.

III-7
3.2.5 Agregat Halus
Agregat halus didefinisikan sebagai material granular, misalnya pasir, kerikil,
batu pecah, dan kerak tungku besi yang dipakai bersama-sama dengan suatu
media pengikat untuk membentuk mortar atau beton semen hidrolik atau adukan.
Agregat halus disebut pasir, baik berupa pasir alami yang diperoleh langsung dari
sungai atau tanah galian, atau dari hasil pemecahan batu. Agregat yang butir-
butirnya lebih kecil dari 1,2 mm disebut pasir halus, Sedangkan butir-butir yang
lebih kecil dari 0,075 mm disebut silt, dan yang lebih kecil dari 0,002 mm disebut
clay (SK SNI T- 15-1991-03). Persyaratan mengenai proporsi agregat dengan
gradasi ideal yang direkomendasikan dalam standar ASTM C 33/ 03 “Standard
Spesification for Concrete Aggregates”. Sedangkan untuk syarat modulus halus
butir agregat halus berkisar antara 1,5 – 3,8 (SNI 03 – 1750 - 1990).
Persyaratan lainnya mengacu pada SK SNI S-04-1989-F.

Adapun syarat-syarat agregat halus (pasir) untuk campuran beton adalah sebagai
berikut:
a. Kadar lumpur Atau bagian butir yang lebih kecil dari 75 mikron (ayakan
no 200) dalam % berat maksimum:
Untuk beton yang mengalami abrasi, 3 %.
Untuk beton jenis lainnya, 5.0 %.
b. Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang mudah direpihkan (Friable
partikel), maksimum 0,5 %.
c. Kandungan arang dan lignit
d. Bebas dari zat organik yang merugikan beton.
e. Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali jika agregat
halus digunakan untuk membuat beton yang akan mengalami basah dan
lembab terus menerus atau yang akan berhubungan dengan tanah basah.
Agregat yang reaktif terhadap alkali boleh untuk membuat beton dengan
semen yang kadar alkalinya dihitung setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658
K2O) tidak lebih dari 0,6 %,atau dengan menambahkan bahan yang dapat

III-8
mencegah terjadinya pemuaian yang dapat membahayakan oleh karena reaksi
alkali-agregat tersebut.
f. Sifat kekal, diuji dengan larutan garam sulfat 1) Jika dipakai Natrium Sulfat,
bagian hancur maksimum 10 %.2) Jika dipakai Magnesium Sulfat, Bagian hancur
maksimum 15 %.
g. Susunan besar butir (grading) Agregat halus harus mempunyai susunan besar
butir dalam batas-batas berikut: Tabel 3.3 Persentase lolos agregat pada ayakan
Agregat halus tidak boleh mengandung bagian yang lolos lebih dari 45 %
pada suatu ukuran ayakan dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus
kehalusan tidak boleh kurang dari 2,3 dan lebih dari 3,1.

Tabel 3.1 Persentase lolos agregat pada ayakan


Ukuran lubang ayakan (mm) Persen lolos komulatif
9.60 100
4.80 95-100
2.40 80-10
1.20 50-85
0.60 25-60
0.30 10-30
0.15 2-10

Fungsi dari Agregat Halus dalam Campuran Beton Agregat adalah butiran mineral
yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar (adukan) dan
beton. Atau didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai pengisi, dipakai
bersama dengan bahan perekat dan membentuk suatu massa yang keras, padat
bersatu yang disebut beton. Selain seperti diuraikan diatas, fungsi utama agregat
halus adalah sebagai bahan pengisi diantara agregat kasar, sehingga ikatan menjadi
lebih kuat.

III-9
3.2.6  Kekuatan Agregat
Kekuatan beton tidak lebih tinggi dari pada kekuatan agregat, Oleh karena itu
sepanjang kekuatan tekan agregat lebih tinggi dari beton yang akan dibuat maka
agregat tersebut masih cukup aman digunakan sebagai bahan campuran. Faktor Yang
mempengaruhi kekuatan agregat dapat bevariasi dalam batas besar. Butiran-butiran
agregat dapat bersifat kurang kuat karena dua hal, yaitu:

1. Karena terdiri dari bahan yang lemah atau terdiri dari partikel yang kuat tetapi
tidak baik dalam hal pengikatan ( interlicking)
2. Porositas yang besar mempengaruhi keuletan yang menentukan ketahanan
terhadap beban kejut.

Kekerasaan atau kekuatan butir-butir agregat tergantung dari bahannya dan tidak di
pengaruhi oleh lekatan antara butir satu dengan lainnya. Agregat yang lebih kuat
biasanya modulus elastisitasnya lenih tinggi.

Untuk menguji kekuatan agregat dapat mengguanakan bejana Rudellof ataupun Los
Angeles Test.

1. Bejana Rudellof
Bejana Rudellof yang banyak digunakan di negara inggris berupa bejana yang
berbentuk silinder baja dengan garis tengah dalam 11.8 cm dan tingginya 40 cm
dengan di lengkapi stempel pada dasarnya. Cara pengujiannya, butiran agregat
dimasukkan kedalam silinder tersebut dan diletakkan stempel dan kemudian ditekan
dengan gaya 20 ton selama 20 menit. Bagian yang hancur yang lebih kecil dari 2 mm
kemudian ditimbang. Beratnya merupakan ukuran dari kekuatan agregat yang
dinyatakan dalam persen hancur.

2. Los Angeles Test


Cara pengujian lainnya dengan mengguanakan alat Lso Angeles Test. Mesin ini
beruapa silinder baja yang tertutup pada dua sisinya dengan berdiameter 71cm dan
panjang 50 cm.  Silinder bertumpu pada sebuah sumbu horzontal tempat tempur.
Pada silinder terdapat lubang tenpat memasukkan benda uji dan tertutup rapat

III-10
sedemikian sehingga permukaan dalam selinder tidak terganggu. Dibagian dalam
silinder terdapat balde baja melintang penuh dengan tinggi 8.9 cm. Silinder ini
dilengkapi bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4.68 cm dan berat masing-masing
390-445 gram atau sesuai dengan gradasi benda uji. Untuk mengetahui nilai Los
Angeles, silinder diputar dengan kecepatan 30-33 rpm. Pengujian ini tampak lebih
memuaskan jika dipakai untuk menguji agregat normal. Cara mengukur dengan
banyaknya butiran yang pecah pada akhir putaran ke-100 kali pertama dibandingkan
dengan putaran ke-500.

3.3 Kominusi
Kominusi adalah salah satu tahapan penting dari kegiatan pemanfaatan bahan galian
yang tujuannya mereduksi ukuran batuan lepas yang diproleh dari hasil penambangan
(King, 2001;Fuertenau & Han, 2003; Gubta & Yan, 2006; Will & Munn, 2006).
Ukuran kecepatan reduksi direpresentasikan dalam bentuk distribusi ukuran butir
berupa 80% dari ukuran (kurang dari) komulatifnya. Perbandingan ukuran umpan vs
produk disebut sebagai rasio reduksi.

Untuk mendapatkan bulk dalam ukuran dan sifat tertentu, berbagai parameter perlu
dipahami dengan baik. Teknologi kominusi dikembangkan untuk bekerja dalam
beberapa tingkatan proses.

3.3.1 Metode Reduksi (Comminution)

Kominusi ada 2 (dua) macam, yaitu:


1. peremukan / pemecahan (crushing)
2. penggerusan / penghalusan (grinding)
Disamping itu kominusi, Baik peremukan maupun penggerusan, Bisa terdiri dari
beberapa tahap, yaitu:
 tahap pertama / primer (primary stage)
 tahap kedua / sekunder (secondary stage)
 tahap ketiga / tersier (tertiary stage)
 kadang-kadang ada tahap keempat / kwarter (quaternary stage)

III-11
Peremukan / Pemecahan (Crushing)
Peremukan adalah proses reduksi ukuran dari bahan galian / bijih yang langsung dari
tambang (ROM = run of mine) dan berukuran besar-besar (diameter sekitar 100 cm)
menjadi ukuran 20-25 cm bahkan bisa sampai ukuran 2,5 cm.
Peralatan yang dipakai antara lain adalah:
 Jaw crusher
 Gyratory crusher
 Cone crusher
 Roll crusher
 Impact crusher
 Rotary breaker
 Hammer mill

Penggerusan / Penghalusan (Grinding)


Penggerusan adalah proses lanjutan pengecilan ukuran dari yang sudah berukuran 2,5
cm menjadi ukuran yang lebih halus. Pada proses penggerusan dibutuhkan media
penggerusan yang antara lain terdiri dari:
Bola-bola baja atau keramik (steel or ceramic balls).
 batang-batang baja (steel rods).
 campuran bola-bola baja dan bahan galian atau bijihnya sendiri yang disebut semi
autagenous mill (SAG).
 tanpa media penggerus, hanya bahan galian atau bijihnya yang saling menggerus
dan disebut autogenous mill.
Peralatan penggerusan yang dipergunakan adalah:
Ball mill dengan media penggerus berupa bola-bola baja atau keramik.
 Rod mill dengan media penggerus berupa batang-batang baja.
 Semi autogenous mill (SAG) bila media penggerusnya sebagian adalah bahan
galian atau bijihnya sendiri.
 Autogenous mill bila media penggerusnya adalah bahan galian atau bijihnya
sendiri.

III-12
Untuk mendapatkan proses reduksi dengan effesiensi yang tinggi, berbagai teknik
reduksi dikembngkan. Teknik jepit dua sisi digunakan untuk batuan yang relatif getas
hingga sangat getas dimana kontrol ukuran butir kasar di utamakan. Teknik pukul
bentur digunakan untuk batuan sangat getas dimana kontrol ukuran butir halus
diutamakan. Teknik gesek digunakan untuk batuan semua sifat dimana aspek libersi
diutamakan, sedangkan teknik potong digunakann untuk batuan semua sifat dimana
aspek keseragaman sifat butir diutamakan. Tiap jenis peralatan umumnya hanya
memiliki satu teknik rduksi. Belum ditemukan peralatan yang dapat bekerja pada
semua teknologi.

3.4 Karakteristik Batuan

Batuan memiliki karakteristik atau sifat-sifat tertentu yang secara umum terbagi atas
empat bagian, yaitu kekerasan (hardness), sifat fisik batuan, sifat mekanik batuan,
dan sifat dinamik. Sifat fisik, dinamik, dan mekanik batuan dapat diketahui melalui
uji laboratorium maupun uji langsung di lapangan. Untuk mengetahui sifat mekanik
batuan dilakukan beberapa percobaan seperti uji kuat tekan uniaksial untuk
mendapatkan kuat tekan batuan (σc), Modulus Young (E), Nisbah Poisson (υ).Sifat
fisik batuan dilakukan untuk mendapatkan data penting seperti Abration Test, Berat
Jenis, Soundness Test, Impaction Test,Kadar organik, Kadar lumpur. Sedangkan uji
sifat dinamik dilakukan untuk mengukur cepat rambat gelombang pada batuan.
Definisi Mekanika Batuan telah diberikan oleh beberapa ahli atau komisi- komisi
yang bergerak di bidang ilmu-ilmu tersebut.

Adapun menurut para ahli pada bidang ilmu mekanika batuan, Mekanika batuan
dijelaskan sebagai berikut:

1. Menurut Talobre

Mekanika batuan adalah sebuah teknik dan juga sains yang tujuannya adalah
mempelajari perilaku (behaviour) batuan di tempat asalnya untuk dapat
mengendalikan pekerjaan-pekerjaan yang dibuat pada batuan tersebut (seperti
penggalian dibawah tanah dan lain-lainnya).

III-13
Untuk mencapai tujuantersebut, Mekanika Batuan merupakangabungan dari :
Teori + pengalaman + pekerjaan/pengujian di laboratorium + pengujian in-situ.

sehingga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologi yang didefinisikan oleh
Talobre sebagai sains deskriptif yang mengidentifikasi batuan dan mempelajari
sejarah dari batuan.

Demikian juga mekanika batuan tidak sama dengan ilmu geologiterapan. Ilmu
geologi terapan banyak mengemukakan problem-problem yang paling sering
dihadapi oleh para geologiwan di proyek-proyek seperti proyek bendungan,
terowongan. Dengan mencari analogi-analogi, terutama dari proyek-proyek yang
sudah dikerjakan dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada proyek
yang sedang dikerjakan. Meskipun penyelesaian ini masih secara empiris dan
kualitatif.

2. Menurut Coates
Menurut Coates, seorang ahli mekanika batuan dari Kanada:

a. mekanika adalah ilmu yang mempelajari efek dari gaya atau tekanan pada sebuah
benda. Efek ini bermacam-macam, misalnya percepatan, kecepatan, perpindahan.
b. mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari efek dari pada gaya terhadap
batuan. Efek utama yang menarik bagi para geologiwan adalah perubahan bentuk.

Para ahli geofisika tertarik pada aspek dinamis dari pada perubahan volume dan
bentuk yaitu gelombang seismik.

Bagi para insinyur, mekanika batuan adalah:


- analisis dari pada beban atau gaya yang dikenakan pada batuan,

- analisis dari dampak dalam yang dinyatakan dalam tegangan (stress), regangan
(strain) atau enersi yang disimpan.
- analisis akibat dari dampak dalam tersebut, yaitu rekahan (fracture), aliran atau
deformasi dari batuan.

III-14
3. Menurut Us National Committe On Rock Mechanics (1984)

Mekanika batuan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku


(behaviour) batuan baik secara teoritis maupun terapan, merupakan cabang dari ilmu
mekanika yang berkenaan dengan sikap batuan terhadap medan-medan gaya pada
lingkungannya.

4. Menurut Budavari
Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari mekanika perpindahan padatan
untuk menentukan distribusi gaya-gaya dalam dan deformasi akibat gaya luar pada
suatu benda padat.

Hampir semua mekanika perpindahan benda padat didasarkan atas teori kontinum.
Konsep kontinum adalaf fiksi matematik yang tergantung pada struktur molekul
material yang digantikan oleh suatu bidang kontinum yang perilaku matematiknya
identik dengan media aslinya.

Material ekivalennya dianggap homogen, mempunyai sifat-sifat mekanik yang sama


pada semua titik. Penyederhanaannya adalah bahwa semua sifat mekaniknya sama ke
semua arah pada suatu titik di dalam suatu batuan.

5. Menurut Hudson Dan Harrison

Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari reaksi batuan yang apabila padanya
dikenai suatu gangguan. Dalam hal material alam, ilmu ini berlaku untuk masalah
deformasi suatu struktur geologi, seperti bagaimana lipatan, patahan, dan rekahan
berkembang begitu tegangan terjadi pada batuan selama proses geologi.Beberapa tipe
rekayasa yang melibatkan mekanika batuan adalah pekerjaan sipil, tambang, dan
perminyakan.

6. Secara Umum

Mekanika batuan adalah ilmu yang mempelajari sifat dan perilaku batuan bila
terhadapnya dikenakan gaya atau tekanan.

III-15
Sifat fisik dan Sifat mekanik Batuan:

A. Sifat Fisik Batuan

1. Bobot Isi asli (natural density)


2. Bobot Isi Kering (dry density)
3. Bobot Isi Jenuh (saturated density)
4. True Spesific Gravity
5. Kadar Air Asli (natural water content)
6. Derajat Kejenuhan
7. Porositas
8. Void Ratio

B. Sifat Mekanik Batuan

1. Kuat Tekan
2. Modulus Young
3. Kuat Geser
4. Sudut Geser Dalam
5. Kohesi
6. Batas Elastis
7. Poisson’s Ratio

3.4.1 Kuat Tekan Uniaksial (UCS)

Kuat tekan uniaksial merupakan sifat mekanik batuan yang dapat diketahui melalui
uji kuat tekan uniaksial.Kuat tekan uniaksial batuan (σc) adalah gambaran nilai
tegangan maksimum yang dapat ditanggung sebuah contoh batuan sesaat sebelum
contoh tersebut hancur atau runtuh (failure) tanpa adanya pengaruh dari tegangan
pemampatan.

F
σc = A ……..…………….……......………………………..
(3.2)
Keterangan :

III-16
σc = kuat tekan uniaksial (MPa)
F = gaya yang bekerja tepat saat contoh batuan mengalami failure (N)
A = luas penampang contoh (mm2)

3.4.2 Modulus Young (E)

Modulus Young atau modulus elastisitas merupakan faktor penting dalam


mengevaluasi deformasi batuan pada kondisi pembebanan yang bervariasi. Nilai
modulus elastisitas batuan bervariasi dari satu contoh batuan dari satu daerah geologi
ke daerah geologi lainnya karena adanya perbedaan dalam hal formasi batuan dan
genesa atau mineral pembentuknya. Modulus elastisitas dipengaruhi oleh tipe batuan,
porositas, ukuran partikel, dan kandungan air. Modulus elastisitas akan lebih besar
nilainya apabila diukur tegak lurus perlapisan daripada diukur sejajar arah perlapisan
(Jumikis, 1979). Modulus elastisitas dihitung dari perbandingan antara tegangan
aksial dengan regangan aksial. Modul elastisitas dapat ditentukan berdasarkan
persamaan:
Δσ
E=
Δεa
.................................................................................. (3.3)
Keterangan:
E = Modulus Elastisitas (MPa)
Δσ = perubahan tegangan (MPa)
Δεa = perubahan regangan aksial (%)

3.4.3 Nisbah Poisson atau Poisson’s Ratio (υ)

Dalam deformasi elastik mekanik, kecenderungan material untuk mengerut atau


mengembang dalam arah tegak lurus terhadap arah pembebanan dikenal sebagai efek
poisson. Oleh karena itu, jika sebuah contoh batu silinder diberikan tegangan pada
arah aksialnya, maka contoh akan mengalami regangan baik ke arah aksial maupun
ke arah lateral. Nisbah Poisson dapat didefinisikan sebagai perbandingan negatif
antara regangan lateral dan regangan aksial. Nisbah Poisson sangat dipengaruhi oleh
pembukaan dan penutupan rekahan yang ada di dalam batuan saat dilakukan uji
uniaksial. Persamaan Nisbah Poisson adalah sebagai berikut :

III-17
εl
υ= εa .............................................................................................................. (3.4)
Keterangan:
υ = Nisbah Poisson
εl = Regangan Lateral (%)

εa = Regangan Aksial (%)

Pada uji kuat tekan uniaksial terdapat tipe pecah suatu contoh batuan pada saat
runtuh. Tipe pecah contoh batuan bergantung pada tingkat ketahanan contoh batuan
dan kualitas permukaan contoh batuan yang bersentuhan langsung dengan permukaan
alat penekan saat pembebanan. Kramadibrata (1991) mengatakan bahwa uji kuat
tekan uniaksial menghasilkan tujuh tipe pecah, yaitu:

1. Cataclasis
2. Belahan arah aksial (axial splitting)
3. Hancuran kerucut (cone runtuh)
4. Hancuran geser (homogeneous shear)
5. Hancuran geser dari sudut ke sudut (homogeneous shear corner to corner)
6. Kombinasi belahan aksial dan geser (combination axial dan local shear)
7. Serpihan mengulit bawang dan menekuk (splintery union-leaves and buckling)

Gambar 3.1 Tipe hancuran batuan pada kuat tekan uniaksial (Kramadibrata, 1991)

III-18

Anda mungkin juga menyukai