Anda di halaman 1dari 22

BAB II

DASAR TEORI

2.1 Pengertian Beton


Beton adalah campuran semen portland atau semen hidraulik yang lain,
agregat halus, agregat kasar dan air dengan atau tanpa bahan tambah membentuk
massa padat (SNI 03-2834-1993).
Beton atau concrete berasal dari bahasa latin concretus yang berarti
tumbuh bersama suatu pengertian yang menggambarkan penyatuan partikel-
partikel lepas menjadi suatu massa yang utuh (Raina, 1989).
Seiring dengan penambahan umur, beton akan semakin mengeras dan akan
mencapai kekuatan rencana (f’c) pada usia 28 hari. Kecepatan kekuatan beton ini
sangat dipengaruhi pada Faktor Air Semen (FAS) dan suhu selama perawatan.
Salah satu kinerja beton yang sering diperhatikan adalah kekuatan tekan.
Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan
luas (Mulyono, 2004).

2.2 Bahan Penyusun Beton


Bahan pembentuk beton terdiri dari campuran agregat halus dan agregat
kasar dengan air dan semen sebagai pengikatnya.

2.2.1 Agregat
Agregat adalah butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi
dalam campuran mortar dan beton. Agregat diperoleh dari sumber daya alam yang
telah mengalami pengecilan ukuran secara alamiah melalui proses pelapukan dan
abrasi yang berlangsung lama atau agregat dapat juga diperoleh dengan memecah
batuan induk yang lebih besar. Dua jenis agregat adalah :

4
1. Agregat Halus
Agregat halus untuk beton adalah agregat berupa pasir alam
sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa pasir
buatan yang dihasilkan oleh alat-alat pemecah batu dan mempunyai
ukuran butir 5 mm.
2. Àgregat Kasar
Agregat kasar untuk beton adalah agregat berupa kerikil kecil
sebagai hasil disintegrasi alami dari batu-batuan atau berupa batu pecah
yang diperoleh dari pemecahan batu, memiliki ukuran butir antara 5-40
mm. Besar butir maksimum yang diizinkan tergantung pada maksud
pemakaian.

2.2.1.1 Klasifikasi

1. Berdasarkan daerah asalnya agregat terdiri dari

a. Agregat alam

Agregat yang diperoleh dari sumber daya alam yang mengalami


pengecilan ukuran secara alami atau dapat pula diperoleh dengan cara
pemecahan batu alam. Pasir alam dapat diperoleh dari dalam tanah,
pada dasar sungai, atau tepi laut.

b. Agregat buatan

Agregat buatan adalah agregat yang dibuat dengan tujuan


penggunaan tertentu (khusus) atau karena kekurangan agregat batuan-
batuan alam .

2. Berdasarkan ukuran butirannya

a. Agregat halus

Agregat halus adalah agregat yang semua butirannya menembus


ayakan dengan lubang 4,75 mm (ASTM C 33,1982).

5
b. Agregat kasar

Agregat kasar adalah agregat dengan butiran-butiran tertinggal


diatas ayakan dengan lubang 4,75 mm (ASTM C 33,1982).

3. Ditinjau dari berat jenisnya

a. Agregat ringan

Agregat ringan yaitu agregat yang mempunyai berat jenis kurang


dari 2,0. Agregat ini memiliki berat sendiri yang rendah, sehinga
stukturnya menjadi ringan. Agregat ringan dapat secara alami atau
buatan. Contoh agregat ringan antara lain: agregat batu apung, hydite,
rocklite dan lain-lain.

b. Agregat normal

Agregat ini memiliki berat jenis antara 2,5 sampai 2,7. Agregat ini
jika digunakan pada beton akan menghasilkan beton dengan berat jenis
sekitar 2,3 dan disebut dengan beton normal.

c. Agregat Berat

Agregat berat ini memiliki berat jenis lebih dari 2,8. Beton yang
dihasilkanpun memiliki berat jenis tinggi juga. Biasanya digunakan
sebagai pelindung dari sinar radisi sinar x.

4. Ditinjau dari bentuknya

a. Bulat

Pada umumnya agregat jenis ini berbentuk bulat atau bulat telur.
Pasir/kerikil jenis ini biasanya berasal dari sungai atau pantai dan
mempunyai rongga udara minimum 33 %. Ini berarti agregat
mempinyai resiko luas permukaan yang kecil, sehingga hanya
memerlukan sedikit pasta semen untuk menghasilkan adukan beton

6
yang baik. Tetapi ikatan antar butir-butir menjadi kurang sehingga
ikatannya (lekatannya) lemah. Oleh karena itu agregat ini tidak cocok
untuk beton mutu tinggi maupun untuk perkerasan jalan.

b. Bersudut

Agregat jenis ini mempunyai bentuk tidak beraturan, mempunyai


sudut-sudut yang tajam dan permukaannya kasar. Yang termasuk jenis
agregat ini adalah batu pecah semua jenis yaitu yang berasal dari
pemecahan dengan mesin dari berbagai jenis batuan. Ikatan antar
butirnya baik, sehingga membentuk daya lekat yang baik pula. Agregat
ini baik untuk beton mutu tinggi dan untuk perkerasan jalan.

c. Pipih

Agregat pipih adalah agregat yang memiliki perbandingan antara


ukuran terlebar dengan ukuran tertebal pada butiran ini lebih dari
agregat ni berasal dari batuan-batuan yang berlapis.

d. Memanjang (lonjong)

Agregat ini dikatakan memanjang (lonjong) jika perbandingan


antara ukuran yang terpanjang dengan yang terlebar lebih dari 3.

2.2.1.2 Sifat-Sifat Agregat

1. Penyerapan air dalam agregat

Adanya udara yang terjebak dalam suatu butiran agregat ketika


pembentukannya atau karena dekomposisi mineral pembentuk tertentu
oleh perubahan cuaca akan menimbulkan lubang-lubang atau
ronggarongga kecil dalam agregat yang disebut dengan pori-pori. Pori-pori
ini ada yang bisa dilihat dengan mata telanjang dan ada juga yang
membutuhkan mikroskop untuk melihatnya dikarenakan pori-porinya
sangat kecil. Persentase air yang mampu diserap oleh agregat, jika agregat

7
direndam dalam air sampai jenuh, disebut serapan air atau daya serap air
dalam agregat. Jika agregat yang didalamnya jenuh dengan air yang
diambil dari rendaman, agregat tersebut dalam keadaan basah. Jika air
diluar agregat sudah menguap (permukaan agregat kering), agregat dalam
keadaan jenuh kering muka.

2. Kadar air dalam agregat

Keadaan air dalam agregat dibedakan atas beberapa hal berikut :

a. Keadaan kering oven

Yaitu agregat benar-benar dalam keadaan kering atau tidak


mengandung air. Keadaan ini menyebabkan agregat dapat secara
penuh menyerap air.

b. Kering udara

Permukaan butir-butir dalam keadaan kering tetapi dalam


butiran masih mengandung air. Pasir atau kerikil dalam keadaan ini
masih dapat menyerap sedikit air.

c. Jenuh kering muka (saturated and surface-dry, SSD).

Pada keadaan ini permukaan agregat kering (tidak ada air),


tetapi butiran-butiran agregat jenuh dengan air. Sehingga pada
keadaan ini tidak menyerap air dan tidak menambah jumlah air bila
dipakai dalam campuran beton.

d. Basah
Pada keadaan ini butiran-butiran agregat banyak
mengandung air, baik dalam butiran maupun dalam permukaan
agregat sehingga jika dipakai dalam campuran beton penggunaan
air harus dikurangi.

8
2.2.2 Semen (Portland Cement)
Portland cement merupakan bahan pengikat utama untuk adukan beton
dan pasangan batu yang digunakan untuk menyatukan bahan menjadi satu
kesatuan yang kuat. Jenis atau tipe semen yang digunakan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton, dalam hal ini perlu diketahui tipe
semen yang distandardisasi di Indonesia. Semen portland dibagi menjadi lima
tipe, yaitu :

Menurut ASTM C 150-94 dan Standar Industri Indonesia (SII) 0031-81


semen yang diproduksi di Indonesia dibedakan menjadi lima jenis semen, yaitu :

1. Semen Portland Tipe I (Ordinary Portland Cement)

Semen ini biasa digunakan untuk keperluan konstruksi umum yang


tidak memerlukan persyaratan khusus terhadap panas hidrasi dan kekuatan
tekan awal. Cocok digunakan untuk bangunan rumah pemukimam,
gedung-gedung bertingkat dan lain-lain.

2. Semen Portland Tipe II (Modified Portland Cement)

Semen ini biasa digunakan untuk konstruksi bangunan dari beton


massa (tebal) yang memerlukan ketahan sulfat (pada lokasi tanah dan air
yang mengandung sulfat antara 0,10 %-0,20 % dan panas hidrasi sedang,
misalkan bangunan dipinggir laut, bangunan di bekas tanah rawa, saluran
irigasi, beton massa dan landasan jembatan.

3. Semen Portland Tipe III (High Early strength Portland Cement)

Semen ini biasa digunakan untuk konstruksi bangunan yang


memerlukan kekuatan tekan awal tinggi pada fase permulaan setelah
pengikatan terjadi, misalnya untuk pembuatan jalan beton, bangunan-
bangunan tingkat tinggi, bangunan-bangunan dalam air yang tidak
memerlukan ketahanan terhadap serangan sulfat. Semen yang mempunyai
panas hidrasi tinggi, untuk penggunaan beton dengan kekuatan awal tinggi

9
(cepat mengeras). Kekuatan yang dicapainya dalam 24 jam akan sama
dengan kekuatan beton dari semen biasa dalam 7 hari. Hanya sekitar 3 hari
kekuatan tekannya setara dengan kekuatan tekan 28 hari beton dengan
semen biasa.

4. Semen Portland Tipe IV (Low Heat Portland Cement)

Semen yang mempunyai panas hidrasi rendah, biasa digunakan


untuk pengecoran dengan volume yang sangat besar.

5. Semen Portland Tipe V (Sulphate Resistant Portland Cement)

Semen ini biasa digunakan untuk konstruksi bangunan dan sangat


cocok untuk instalasi pengolahan limbah pabrik, konstruksi dalam air,
jembatan, terowongan, pelabuhan dan pembangkit tenaga nuklir. Setiap
karakteristik dari semen tersebut mempunyai kekuatan yang berbedabeda
sesuai dengan keunggulan dan kelemahan masing-masing semen.

2.2.3 Air
Beton menjadi keras karena reaksi antara semen dan air. Oleh karena itu,
air yang dipakai untuk mencampur kadang-kadang mengubah sifat semen. Air
yang digunakan adalah air yang bersih, tidak mengandung minyak, lumpur dan
bahan-bahan kimia yang dapat merusak kekuatan beton. Untuk itu diperlukan
pemeriksaan terlebih dahulu apakah air itu cocok untuk dipakai sebagai campuran
beton atau tidak.

2.3 Jenis-Jenis Beton


Ada bermacam-macam jenis beton, antara lain :

2.3.1 Beton Ringan


Beton yang dibuat dengan beban mati dan kemampuan penghantaran
panas yang lebih kecil. Beton disebut beton ringan jika beratnya kurang dari 1800
kg/m3.

10
2.3.2 Beton Massa
Beton yang dituang dalam volume besar, yaitu perbandingan antara
volume dan luas permukaannya besar. Biasanya dianggap beton massa jika
dimensinya lebih dari 60 cm.

2.3.3 Ferosemen
Suatu bahan gabungan yang diperoleh dengan cara memberikan kepada
mortar semen suatu tulangan yang berupa anyaman kawat baja sebagai pemberi
kekuatan tarik dan daktilitas.

2.3.4 Beton Serat (Fibre Concrete)


Bagian komposit yang terdiri dari dari beton biasa dan bahan lain yang
berupa serat. Serat dalam beton ini berfungsi mencegah retak-retak sehingga
menjadikan beton lebih daktail dari pada beton biasa.

2.3.5 Beton Non Pasir (No-Fines Concrete)


Bentuk sederhana dari jenis beton ringan yang diperoleh dengan cara
menghilangkan bagian halus agregat pada pembuatan beton. Tidak adanya agregat
halus dalam campuran menghasilkan suatu system berupa keseragaman rongga
yang terdistribusidi dalam massa beton serta berkurangnya berat jenis beton.

2.3.6 Beton Siklop


Beton normal atau biasa yang menggunakan ukuran agregat yang relatif
besar-besar. Ukuran agregat kasar dapat sampai sebesar 20 cm, namun proporsi
agregat yang lebih besar ini sebaiknya tidak lebih dari 20 % agregat seluruhnya.

2.3.7 Beton Bertulang


Beton biasa sangat lemah dengan gaya tarik, namun sangat kuat dengan
gaya tekan, batang baja dapat dimasukkan pada bagian beton yang tertarik untuk
membantu beton. Beton yang dimasuki batang baja pada bagian tariknya ini
disebut beton bertulang.

11
2.3.8 Beton Prategang
Jenis beton ini sama dengan beton bertulang, perbedaannya adalah
batangnya baja yang dimasukkan ke dalam beton ditegangkan dahulu . batang
baja ini tetap mempunyai tegangan sampai beton yang dituang mengeras.bagian
balok beton ini walaupun menahan lenturan tidak akan terjadi retak.

2.3.9 Beton Pracetak


Beton biasa dicetak atau dituang di tempat.namun dapat pula dicetak di
tempat lain, fungsinya di cetak di tempat lain agar memperoleh mutu yang lebih
baik, selain itu dipakai jika tempat pembuatan beton sangat terbatas sehingga sulit
menyediakan tempat percetakan perawatan betonnya.

2.3.10 Beton Hampa


Beton yang setelah diaduk, dituang, dan dipadatkan sebagaimana beton
biasa, air sisa reaksi disedot dengan cara khusus yang disebut cara vacuum,
sehingga air yang tertinggal hanya air yang dipakai untuk reaksi dangan semen
sehingga beton yang diperoleh sangat kuat.

2.3.11 Beton Mortar


Adukan yang terdiri dari pasir, bahan perekat, dan air. Mortar dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: mortar lumpur, mortar kapur, dan mortar
semen.

2.4 Agregat Buatan


Agregat buatan adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan
penggunaan khusus, atau karena kekurangan agregat batuan-batuan alam. Berikut
adalah contoh agregat buatan :

2.4.1 Klinker dan Breeze


Pada umumnya klinker dianggap sebagai bahan yang dibakar sempurna,
massanya mengeras dan berinti, serta terisi bahan yang sedikit terbakar. Adapun
breeze merupakan bahan residu yang kurang keras dan kurang baik

12
pembakarannya, sehingga mengandung lebih banyak bahan yang mudah terbakar.
Kuantitas bahan yang mudah terbakar akan mempengaruhi rambatan kelembapan.
Makin banyak bahan yang mudah terbakar semakin besar pula terjadinya
rambatan kelembapan. Sumber utama jenis agregat ini adalah stasiun pembangkit
tenaga dimana ketel uap dipanasi dengan bahan bakar padat. Agregat jenis ini
banyak dipergunakan untuk memproduksi balok dan pelat untuk partisi atau
penyekat dalam dan tembok interior lainnya.

2.4.2 Agregat Yang Berasal Dari Bahan-Bahan Yang Mengembang


Tanah liat dan batu tulis yang terjadi secara alamiah dapat dipergunakan
untuk membuat bahan berpori yang ringan, dengan permukaan yang berbentuk
sel-sel dengan pemanasan sampai suhu sekitar 1000 oC–2000 oC.

2.4.3 Cooke Breeze


Cooke breeze adalah hasil tambahan dari sisa bakaran bahan bakar batu
arang yang kurang sempurna pembakarannya, biasanya terdapat pada dapur-dapur
rumah tangga di negara-negara Eropa dan Amerika. Cooke breeze mengandung
banyak sekali arang, kadang mencapai 75 %. Kandungan arang yang banyak tadi
akan menghambat pengerasan semen sehingga dalam pemakaiannya perlu
mendapat perhatian.

2.4.4 Hydite
Agregat jenis ini dibuat dari tanah liat (shale) yang dibakar dalam dapur
berputar. Tanah liat kering atau yang bergumpal-gumpal atau pecahan shale
dibakar mendadak dalam dapur berputar pada suhu tinggi. Dengan demikian
bahan akan membengkak. Hasilnya merupakan bongkahan-bongkahan tanah yang
mengembang serta hampir leleh, kemudian dihancurkan dan diayak hingga
mencapai susunan butir yang diperlukan.

2.4.5 Lelite
Lelite dibuat dari batu metamorpora atau shale yang mengandung
senyawa-senyawa karbon. Bahan dasarnya dipecah kecil-kecil, kemudian
dilakukan pembakaran dalam dapur vertikal pada suhu yang tinggi (± 1550 oC).
Pada suhu ini butiran-butiran akan mengembang dan terkumpul di bawah (dasar)

13
dapur berupa lempeng-lempeng yang berlubang seperti rumah lebah. Dari
lempeng-lempeng ini dibuat bahan tambah dengan memecah dan mengayaknya
untuk mendapatkan butiran-butiran dengan ukuran tertentu. Lempeng itu sendiri
dapat dipergunakan untuk unsur bangunan guna menghambat suara dan panas.

2.5 Sifat-sifat Beton


Sifat dari beton terdiri dari sifat fisik dan sifat mekanik, yang dimaksud
disini adalah sifat beton yang diinginkan didalam perencanaan suatu konstruksi
beton. Stuktur yang terbuat dari beton ini haruslah kuat, tahan lama dan ekonomis
serta memberikan rasa aman dan nyaman pada penggunanya.

2.5.1 Sifat Beton Segar (fresh Concrete)


Sifat fisik yang terdapat pada beton segar (fresh concrete) yang akan
dijelaskan disini antara lain adalah workability, segregation, dan bleeding.

2.5.1.1 Workability (kemudahan dikejakan)


Workability adalah bahwa bahan-bahan beton setelah diaduk bersama,
menghasilkan adukan yang bersifat sedemikian rupa sehingga adukan mudah
diangkut, dituang atau dicetak dan dipadatkan tanpa menimbulkan kesukaran atau
penurunan kekuatannya.
Unsur-unsur yang mempengaruhi kemudahan dalam pengerjaannya antara
lain sebagai berikut :
1. Banyaknya air yang dipakai dalam campuran beton
2. Penambahan semen ke dalam campuran beton
3. Gradasi campuran agregat kasar dan agregat halus

Cara yang populer untuk mengukur kemudahan dalam pengerjaan ini


dikenal dengan slump. Pengukuran dengan slump ini bertujuan untuk mengukur
tinggi penurunan adukan beton setelah dilepas dari alat slump yang digunakan.
Semakin tinggi nilai slump berarti semakin tinggi tingkat kemudahan
pengerjaannya, dan menunjukan semakin banyaknya jumlah air yang diperlukan,
dimana hal ini menghasilkan kuat tekan beton yang semakin rendah. Slump beton
sebaiknya ditentukan serendah-rendahnya, akan tetapi masih dapat dikerjakan
dengan baik.
Alat Slump terdiri dari :

14
a. Corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya.
Bagian bawah berdiameter 20 cm, dan bagian atasnya berdiameter 10
cm dan tingginya 30 cm
b. Tongkat baja berdimeter 16 mm dan panjang 60 cm dan bagian
ujungujungnya dibulatkan.

2.5.1.2 Pemisahan Butiran (Segregation)


Campuran beton dikatakan mengalami segregation bila bahan penguji
kasar (batu pecah), kerikil, terpisah dari campuran beton selama pengangkutan,
pengecoran dan pemadatan.
Resiko segregation akan timbul jika :
a. Campuran beton yang kadar semennya rendah
b. Campuran beton yang kadar airnya terlalu tinggi
c. Campuran beton yang kurang pasir
d. Pengecoran yang tidak memperhatikan tinggi jatuhnya penuangan
beton.

2.5.1.3 Pemisahan air ke permukaan (Bleeding)


Bleeding adalah pemisahan air dari campuran beton, hal ini terjadi dengan
merembesnya air kepermukaan beton selama beton diangkat, digetar dalam
pemadatan atau setelah beton selesai pada pengecoran. Hal ini biasanya terjadi
pada beton yang mempunyai kelebihan air atau campuran beton yang memiliki
nilai slump tinggi. Tindakan pencegahannya dengan menambahkan filler atau
dengan menambah kadar semen.

2.5.1.4 Consistency and Slump

Consistency merupakan tolak ukur dari sifat kebasahan pada beton


(fluidity). Konsistensi ini sangat bergantung pada proporsi dan sifat-sifat dari
campuran beton. Hal-hal tersebut di atas merupakan komponen penting dari
workability. Konsistensi biasanya diukur dengan metode Slump Test. Hasil dari
slump test ini juga digunakan untuk mengukur tingkat workability walaupun
sebenarnya yang diukur disini hanyalah satu macam sifat yaitu konsistensi.
Percobaan ini menggunakan alat yang bernama slump cone dengan diameter dasar
250 mm dan ujung atas dengan diameter 100 mm. Tinggi dari cone yang
digunakan adalah 300 mm. Cone (kerucut) yang kita gunakan pertama-tama

15
bagian dalamnya dibasahkan, ini bertujuan untuk mencegah lengketnya adonan
beton dengan kerucut. Lalu kerucut tersebut diletakkan di atas dasar atau lantai
yang halus; dengan tingkat kemampuan menyerap air yang rendah. Lalu
sementara kerucut diletakkan, tester menahan kerucut tersebut dengan beban.
Kerucut yang digunakan tersebut diisi dengan 3 lapis (layer) beton yang masing-
masing bervolume 1/3 dari volume kerucut dengan ditusuk-tusuk 25 kali. Setelah
kita berhasil mengisi kerucut tersebut maka selanjutnya kita membalikkan kerucut
tersebut ke atas tanah. Segera setelah itu kerucut diangkat secara vertikal untuk
mengetahui sifat atau bentuk slump yang terjadi.

Berikut adalah penjelasan mengenai berbagai macam slump:

1. Near-zero Slump

Near-zero slump merupakan campuran beton yang sangat kering


dengan komposisi air yang sangat sedikit. Dalam hal ini slump yang terjadi
sangat sedikit dan tinggi. Slump jenis ini sangat mudah menyerap air.
Dengan menambah sedikit agregat dan air pada campuran air maka akan
menambah tingkat konsistensi beton.

2. Normal Slump

Normal Slump merupakan jenis slump yang paling stabil karena


semua campuran partikel penyusunnya paling seimbang. Slump jenis ini
merupakan slump yang dianjurkan karena daya serapnya kecil namun tidak
terlalu encer sehingga kestabilan beton dapat terjamin.

3. Shear Slump

Shear Slump merupakan jenis slump yang komposisi airnya terlalu


banyak sehingga kestabilan beton tidak dapat terjamin.

4. Collapse Slump

16
Slump ini merupakan jenis slump yang sangat buruk karena
komposisi airnya sangat banyak dan jauh melebihi dari komposisi agregat
penyusunnya sehingga tingkat konsistensinya sangat rendah.

2.5.1.5 Mixing, Placing, and Curing

1. Mixing

Tujuan dari pencampuran atau mixing dari bahan penyusun adalah


untuk memastikan bahwa setiap partikel pencampur beton akan terbungkus
oleh semen secara merata. Tahap awal dari mixing adalah batching, tahap
dimana material penyusun beton ditimbang dan diukur untuk memastikan
bahwa tiap partikel penyusun beton berkomposisi secara tepat. Beton dapat
dicampur dengan tangan atau dengan mesin. Pertama-tama pasir dan
agregat kasar dicampur dalam mesin aduk. Setelah merata, pada campuran
itu kita tambahkan semen dan air sesuai ukuran. Kemudian diaduk-aduk
sehingga membentuk campuran yang merata.

2. Placing

Placing untuk beton segar harus ditempatkan ke dalam suatu


wadah segera setelah pencampuran selesai. Bentuk-bentuk dan bahan
wadah yang digunakan untuk placing adalah Plywood and steel frame, all
aluminium, plywood attached to steel hardware, all plywood, all steel,
fiberglass, dan wood / lumber. Wadah harus cukup kuat untuk menahan
berat dari beton segar dan beban dari tukang konstruksi serta mesin-mesin
yang lain.

4. Curing

17
Curing adalah suatu proses untuk menjaga tingkat kelembaban dan
temperature ideal untuk mencegah hidrasi yang berlebihan serta menjaga
agar hidrasi terjadi secara berkelanjutan. Biasanya lingkungan sekitar
beton yang baru dicampur diusahakan agar tetap lembap. Curing bertujuan
untuk mencegah penguapan yang berlebihan oleh beton tersebut, dengan
membuat keadaan lingkungan yang lembab lebih memudahkan proses
curing.

2.5.1.6 Susut beton

Pada waktu proses hidrasi berlangsung, beton melepaskan panas dan air,
dapat diamati dengan naiknya suhu beton tersebut, yang menyebabkan terjadinya
susut (shrinkage). Susut dapat menyebabkan retak bila tidak dikendalikan dengan
baik. Definisi susut (shrinkage) adalah sifat beton yang berupa mengecilnya
volume beton akibat berkurangnya kandungan air. Akan sangat berpengaruh pada
beton masal (volume besar). Saat semen berada pada kondisi plastis, terjadi
kontraksi penyusutan volumetrik yang mana skalanya sekitar 1 % lebih besar dari
volume kering semen sebenarnya.

Faktor utama yang menentukan besarnya susut adalah kandungan air dalam
adukan beton, sedang faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya susut
pengeringan (Nawy, Edward.G.,1990) adalah :

1. Agregat

Beton dengan kandungan agregat yang lebih banyak maka susut


yang terjadi lebih sedikit. Beton dengan modulus elatisitas tinggi atau
dengan permukaan kasar lebih dapat menahan proses susut.

2. Rasio air/semen

Semakin tinggi rasio air/semen, semakin besar susut yang terjadi.

3. Ukuran elemen beton

18
Durasi susut akan lebih lama untuk komponen struktur yang lebih
besar karena lebih banyak waktu yang dibutuhkan dalam pengeringan
untuk mencapai daerah dalam.

4. Kondisi kelembaban di sekitar

Kelembaban relatif pada lingkungan sekitar sangat mempengaruhi


besarnya susut, laju penyusutan lebih kecil pada kelembaban relatif yang
lebih tinggi. Temperatur lingkungan juga merupakan faktor. Itu sebabnya
susut menjadi stabil pada temperatur rendah.

5. Jenis semen
Semen yang cepat mengering akan mengalami susut lebih banyak
dibandingkan jenis-jenis lainnya. Pengaruh kuantitas semen terhadap susut
beton adalah mengenai jumlah air yang diserap oleh semen. Semakin besar
kuantitas semen yang digunakan maka semakin besar juga jumlah air yang
diserap, sehingga susut yang terjadi semakin besar.

2.5.2 Sifat Beton Keras


Sifat mekanis yang terdapat pada beton keras (hard concrete) antara lain
yang akan dijelaskan disini adalah kuat tekan.

2.5.2.1 Kuat Tekan


Kuat tekan beton adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan
persatuan luas, pemberian gaya ini tegak lurus terhadap sumbunya. Penentuan
kekuatannya ini dilakukan dengan menggunakan alat uji kuat tekan.
σ= p/a
Dimana :
σ = kuat tekan benda uji (Mpa)
P = beban tekan maksimum (N)
A= luas bidang tekan (mm)

Salah satu kelebihan bahan beton ini adalah kekuatan tekannya yang jauh
lebih besar bila dibandingkan kuat tariknya. Dengan demikian kuat tekan ini
merupakan karakteristik mekanis yang lebih penting dipertimbangkan dari pada

19
kuat tariknya. Kekuatan tekan beton didefinisikan sebagai tegangan tekan
maksimum yang dapat ditahan oleh bahan beton akibat beban luar, secara praktis
kuat tekan beton dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya perbandingan
semen, agregat, gradasi agregat, bentuk permukaan agregat, kekuatan dan
kekakuan agregat, ukuran maksimum agregat, tingkat derajat pemadatan, jenis
dan kualitas semen, umur, perawatan, suhu, jenis dan besarnya bahan tambahan
campuran serta mineral pembentuk agregat.

2.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Beton


Kekuatan tekan merupakan salah satu kinerja utama beton. Kekuatan tekan
adalah kemampuan beton untuk dapat menerima gaya per satuan luas (Mulyono,
2004).
Nilai kekuatan beton diketahui dengan melakukan pengujian kuat tekan
terhadap benda uji silinder ataupun kubus pada umur 28 hari yang dibebani
dengan gaya tekan sampai mencapai beban maksimum. Beban maksimum didapat
dari pengujian dengan menggunakan alat compression testing machine. Faktor-
faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton ialah :

2.6.1 Faktor Air Semen


Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan beton setelah
mengeras, adanya pori udara sebanyak 5 % akan mengurangi kuat tekan beton
sampai 35 %, dan pori sebanyak 10 % akan mengurangi kuat tekan beton sampai
60 %.

2.6.2 Umur Beton


Kuat tekan beton bertambah sesuai dengan bertambahnya umur beton itu.
Kecepatan bertambahnya kekuatan beton sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
yaitu faktor air semen dan suhu perawatan. FAS semakin tinggi mengakibatkan
kenaikan kekuatan beton melambat, dan suhu perawatan yang semakin tinggi akan
mempercepat kenaikan kekuatan beton.

2.6.3 Jenis Semen

20
Penggunaan jenis semen yang berbeda akan menghasilkan kekuatan beton
yang berbeda pula.

2.6.4 Jumlah Semen


Jumlah semen yang terlalu banyak berarti jumlah air sedikit, hal ini akan
menyebabkan adukan beton sulit dipadatkan, sehingga kuat tekannya menjadi
rendah. Namun jika jumlah semen terlalu sedikit akan menyebabkan jumlah air
yang berlebihan, sehingga kuat tekan beton juga menjadi rendah.

2.6.5 Sifat Agregat


Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah
kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada
krikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan
saat retak-retak beton mulai terbentuk (K. Tjokrodimuljo, 1996).

2.7 Pengujian Material dan Sampel


Berikut ini akan dibahas prosedur pengujian material dan sampelnya.
Sedangkan perhitungan campuran akan dibahas pada bab selanjutnya.

2.7.1 Pengujian agregat halus


Pengujian ini digunakan untuk mencari nilai Spesific Grafity, Absorption
dan Sieve Analysis dari agregat halus sesuai dengan SNI yang digunakan untuk
menentukan volume dan berat isi agregat halus dalam beton. Berat isi agregat
halus dapat dicari jika kita mengetahui besarnya berat jenis agregat halus yang
digunakan. Berat isi (kg) = Berat jenis (kg/m3) x Volume (m3). Untuk sieve
analysis digunakan untuk mengetahui sebaran agregat yang ada sesuai dengan
spesifikasi yang sudah ditetapkan. Selain itu, juga dilakukan uji berat isi, lolos
saringan No.200 (kadar lumpur) dan kadar organik.

21
2.7.2 Pengujian agregat kasar
Pengujian ini digunakan untuk mencari nilai Spesific Grafity, Absorption
dan Sieve Analysis dari agregat halus sesuai dengan SNI yang digunakan untuk
menentukan volume dan berat isi agregat halus dalam beton. Selain itu, juga
dilakukan pengujian terhadap berat isi agregat dan abrasi.

2.8 Rancangan Campuran Beton

2.8.1 Metode SNI 03-2847-2002


Metode SNI (Standar Nasional Indonesia) sering digunakan di Indonesia,
metode ini juga digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini. Adapun daftar isian
rancangan campuran beton untuk metode Standar Nasional Indonesia 03-2847-
2002 adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Daftar isian rancangan campuran beton
1 Deviai standar (s) ………MPa
2 Nilai tambah (m) ………MPa
3 Kuat tekan beton yang disyaratkan, pada umur ….hari ………MPa
4 Kuat tekan rata-rata perlu (f'cr = fc' + m) ………MPa
5 Jenis semen (pilih : biasa atau cepat keras) ……………..
6 Jenis agregat ……………..
a. Jenis agregat halus (pilih : alami/pecahan) ……………..
b. Jenis agregat kasar (pilih : alami/pecahan) ……………..
7 Faktor air semen ……………..
8 Nilai Slump ………...cm
9 Ukuran Maksimum butir agregat ………...cm
10 Kebutuhan air per eter kubik beton ……….…ltr
11 Kebutuhan semen Portland per meter kubik beton ………….kg
12 Jenis agregat halus (tulis 1,2,3, atau 4) ……………..
13 Proporsi berat agregat halus terhadap campuran ………..…%
14 Berat jenis agregat campuran ……………..
15 Perkiraan berat beton per meter kubik ………….kg
16 Kebutuhan agregat campuran per meter kubik beton ………….kg

22
17 Kebutuhan agregat halus per meter kubik beton ………….kg
18 Kebutuhan agregat kasar per meter kubik beton ………….kg
Kesimpulan :
Rancangan pembuatan Kebutuhan bahan dasar beton
beton
Volume Berat Air Semen Ag.halus Ag.kasar
1 m³ …………kg …………ltr …………kg …………kg …………kg
1 adukan …………kg …………ltr …………kg …………kg …………kg

2.9 Distribusi Normal


Distribusi normal merupakan suatu alat statistik yang sangat penting untuk
menaksir dan meramalkan peristiwa-peristiwa yang lebih luas. Distribusi normal
disebut juga dengan distribusi Gauss, untuk menghormati Gauss sebagai penemu
persamaannya (1777-1855). Menurut pandangan ahli statistik, distribusi variabel
pada populasi mengikuti distribusi normal.
Distribusi normal pertama kali diperkenalkan oleh Abraham DeMoivre
(1733) sebagai pendekatan distribusi binomial untuk n besar. Selanjutnya
dikembangkan oleh Pierre Simon de Laplace dan dikenal dengan Teorema
Moivre-Laplace. Laplace menggunakan distribusi normal untuk analisis galat
suatu eksperimen.
Suatu data membentuk distribusi normal jika jumlah data di atas dan di
bawah mean adalah sama. Distribusi normal berupa kurva berbentuk lonceng
setangkup yang melebar tak berhingga pada kedua arah positif dan negatifnya.
Ciri-ciri kurva normal :
1. Bentuk kurva normal
a. Menyerupai lonceng (genta/bel).
b. Merupakan suatu poligon yang dilicinkan yang mana ordinat (sumbu
tegak) merupakan frekuensi dan absisnya (sumbu alas) memuat nilai
variabel.
c. Simetris.
d. Luas daerah merupakan nilai rata-rata (mean).
e. Luas daerah sebelah kiri dan kanan mendekati 50%.
f. Memiliki satu modus (disebut juga bimodal).

23
2. Daerah kurva normal
a. Merupakan ruangan yang dibatasi daerah kurva dengan absisnya
(sumbu alas).
b. Luas daerah biasanya dinyatakan dalam persen atau proporsi.

Gambar 2.1 Kurva normal

Distribusi normal dipengaruhi oleh dua parameter, yaitu mean dan standar
deviasi. Mean menentukan lokasi pusat statistik dan standar deviasi menentukan
lebar dari kurva normal.
Rumus umum distribusi normal :

Dengan : µ = Mean
σ = Standar Deviasi
Kurva normal menggambarkan daerah penerimaan dan penolakan Ho.
Jika pengujian dua arah / sisi, maka gambarnya sebagai berikut :

24
Gambar 2.2 Kurva normal Jika pengujian satu arah

25

Anda mungkin juga menyukai