Anda di halaman 1dari 5

1.3.

2 Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir, atau mineral
lainnya baik berupa hasil alam maupun buatan (SNI No: 1737-1989-F). Agregat adalah
material granular, misalnya pasir, kerikil, batu pecah yang dipakai bersama-sama dengan
suatu media pengikat untuk membentuk suatu beton semen hidraulik atau adukan.
Menurut Silvia Sukirman, (2003), agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir
atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat
berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen. Agregat alam dihasilkan dari
proses pelapukan dan abrasi, pemecahan massa batuan induk yang lebih besar.

Berat isi agregat adalah berat agregat yang ditempatkan di dalam wadah dengan
volume tertentu. Berat isi agregat untuk beton normal berkisar antara 1200-1760 kg/m 3.
Penggunaan agregat untuk campuran beton pun tidak asal dipilih karena agregat pun
mempunyai banyak kelebihan, di antaranya adalah murah, menimbulkan sifat volume yang
stabil, mengurangi susut, mengurangi rangkak, dan memperkecil pengaruh suhu.

Agregat mengisi 60 – 80% dari volume beton. Sifat agregat merupakan salah satu
faktor penentu kemampuan perkerasan jalan memikul beban lalu lintas dan daya tahan
terhadap cuaca. Sifat agregat tergantung dari sifat batuan induk; komposisi kimia dan
mineral; klasifikasi petrografik (komposisi), berat jenis, kekerasan (hardness), kekuatan,
stabilitas fisik dan kimia; struktur pori, warna, dan lain-lain. Sifat agregat yang tidak
bergantung dari sifat batuan induk adalah ukuran dan bentuk partikel, tekstur, dan absorpsi
permukaan. Secara umum agregat baik haruslah agregat yang berbentuk menyerupai kubus
atau bundar, bersih, keras, kuat, bergradasi baik, dan stabil secara kimiawi.

Agregat dapat diklasifikasikan dalam berbagai kelompok, yaitu klasifikasi


berdasarkan ukuran, berdasarkan petrografi, berdasarkan kandungan mineral, berdasarkan
bentuk dan tekstur, berdasarkan bentuk partikel agregat, dan tekstur permukaan agregat.
Berdasarkan ukuran, agregat dapat diklasifikasian menjadi dua jenis, yakni agregat kasar
dan agregat halus. Agregat halus memiliki batas bawah pada ukuran 4,75 mm atau ukuran
saringan pada No. 4 (ASTM). Sedangkan agregat kasar memiliki batas bawah ukuran pasir
0,075 mm (No.200) dan batas atas ukuran pasir 4,75 mm (No.4). Agregat juga bisa
diklasifikasikan berdasarkan petrografi, yang dapat dibagi dalam beberapa kelompok batuan
yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda, antara lain kelompok basalt, kelompok
granit, kelompok limestone, kelompok fint, kelompok grinstone, kelompok porphyry,
kelompok gabbro, kelompok hornfels, kelompok quartzite, dan kelompok schist.

Berdasarkan kandungan mineralnya, agregat dikelompokkan menjadi mineral silica,


mineral micaceous, mineral sulphate, mineral feldspar, mineral carbonate, mineral
ferromagnesium, mineral lempung, mineral ion oksida besi, dan zeolites (ASTM Standart
C294-69). Karakterstik bagian luar agregat, terutama bentuk partikel dan tekstur
permukaan, memegang peranan penting terhadap sifat beton segar dan beton yang sudah
mengeras.

Menurut BS 812 : Piart 1 : 1975, klasifikasi agregat berdasarkan tekstur permukaan


agregat dikelompokkan menjadi glassy, rough, smooth, crystaline, granular, dan
honeycombed. Bentuk dan tekstur permukaan agregat juga sangat berpengaruh pada sifat-
sifat beton segar, seperti kelecakan. Kelecakan adalah besarnya energi yang dibutuhkan
untuk mengerjakan beton, sehingga semakin mudah beton dibuat, maka kelecakan
(workability) yang dipunyai beton segar semakin tinggi.

Klasifikasi agregat selanjutnya adalah klasifikasi agregat berdasarkan bentuk partikel


agregat. Menurut BS 812 Part 1 : 1975, agregat dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk
partikel agregat menjadi enam kelompok, yakni rounded, irregular, flaky, angular,
elongated, dan flaky & elongated. Bentuk agregat seperti flaky dan elongated memiliki nilai
kelecakan (workability) yang kecil pada campuran beton. Hal ini disebabkan karena bentuk
flaky dan elongated membuat udara terjebak dalam campuran beton. Udara yang terjebak
ini disebut juga dengan air void. Air void ini dapat membuat porositas beton menjadi tinggi
dan akan memengaruhi mutu beton. Oleh karena itu, air void pada beton haruslah
dikeluarkan, yakni dapat dilakukan dengan cara menggetarkan campuran beton segar
menggunakan vibrator. Namun vibrasi yang terlalu lama dapat menimbulkan segregasi,
yakni pemisahan antara agregat dengan mortar sehingga posisi agregat hanya terdapat di
bawah susunan beton dan mortar hanya terdapat di atas susunan beton. Hal ini berdampak
pada mutu beton yang menjadi lebih rendah. Sedangkan untuk mempunyai mutu beton
yang tinggi dan workability pada beton rendah yang tinggi, maka haruslah bentuk partikel
agregat berbentuk rounded. Hal ini disebabkan karena bentuk rounded dan kecil
mempunyai air void yang kecil yang muncul pada campuran beton sehingga beton segar
tidak perlu divibrasi terlebih dahulu.
Selain diklasifikasikan menjadi beberapa kelompok, agregat juga memiliki sifat
mekanik. Semakin kasar tekstur sebuah agregat, maka semakin besar daya lekat antara
partikel dengan matriks semen. Salah satu ciri daya lekat yang baik adalah saat dilakukan uji
tekan beton sampai kapasitasnya, banyak partikel agregat yang pecah. Namun, terlalu
banyaknya partikel yang pecah juga menandakan bahwa agregat terlalu lemah. Agrgeat
menyumbang peran penting dalam beton dalam komponen kekuatan sehingga kekuatan
agregat yang dibutuhkan pada beton pada umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
kekuatan beton itu sendiri. Hal ini dapat disebabkan karena tegangan sebenarnya yang
bekerja pada titik kontak masing-masing partikel agregat biasanya jauh lebih tinggi
dibandingkan tegangan tekanan yang bekerja pada beton itu sendiri.

Porositas adalah ruang kosong yang terdapat di dalam beton dan dapat
menimbulkan mutu beton menjadi rendah. Sedangkan absorpsi adalah perbandingan berat
air yang dapat diserap terhadap berat agregat kering. Porositas dan absorpsi ini sangat
memengaruhi daya lekat antara agregat dan pasta semen, daya tahan terhadap pembekuan
dan pencairan, stabilitas kimia, daya tahan terhadap abrasi dan specific gravity. Porositas
timbul karena kelebihan air pada beton sehingga air akan naik (bleeding) dan menimbulkan
celah yang rentan terhadap retak saat beton diuji tekan. Oleh karena itu, sebelum
melakukan pengecoran sebaiknya melihat kadar atau kandungan air dalam sebuah agregat.
Kandungan air pada agregat sendiri dibedakan menjadi dua jenis, yakni kandungan
air serapan (kandungan air yang diserap oleh rongga di dalam partikel agregat dan biasanya
tidak terlihat) dan kandungan air permukaan (kandungan air yang menempel pada
permukaan agregat). Kandungan air pada agregat ini harus dicek terlebih dahulu sebelum
agregat digunakan agar besarnya jumlah air di dalam suatu campuran beton dapat dikontrol
sehingga air dalam beton tidak menjadi berlebih sehingga mengalami porositas, ataupun
tidak kekurangan sehingga menimbulkan Unhydrated Cement Grain.

Kondisi agregat berdasarkan kandungan airnya dapat dibedakan menjadi empat,


yakni kering oven, kering udara, jenuh dengan permukaan kering, dan basah. Kondisi kering
oven adalah kondisi dimana agregat dapat menyerap air dalam campuran beton secara
maksimal (dengan kapasitas penuh). Kondisi kering udara adalah kondisi agregat yang kering
permukaan namun mengandung sedikit air pada rongga-rongganya. Agregat pada kondisi ini
dapat menyerap air di dalam campuran walaupun tidak dengan kapasitas penuh. Kondisi
jenuh dengan permukaan kering adalah kondisi agregat yang permukaannya kering namun
semua rongga-rongganya terisi oleh air. Kondisi agregat seperti ini dalam campuran beton
tidak akan menyerap ataupun menyumbangkan air ke dalam campuran beton. Sedangkan
kondisi yang terakhir adalah kondisi basah, yakni kondisi agregat dengan kandungan air
berlebih pada permukaannya. Agregat dengan kondisi ini akan menyumbangkan air ke
dalam campuran beton, sehingga air dalam agregat harus diperhitungkan karena jika tidak
maka akan mengubah nilai rasio air-semen pada campuran beton. Dari keempat kondisi
tersebut, kondisi paling optimal adalah kondisi pada jenuh dengan permukaan kering yang
dapat diperoleh dengan merendam agregat selama 24 jam lalu permukaan agregat dilap
satu persatu untuk memperoleh permukaan yang kering. Namun sayangnya, kondisi ini
sangat sulit ditemukan di lapangan karena membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih
untuk mengelap satu persatu agregat untuk mendapatkan kondisi jenuh namun permukaan
kering. Sedangkan faktanya, kondisi yang paling banyak ditemui di lapangan adalah kondisi
basah dan kondisi kering udara.
Gradasi agregat adalah persebaran ukuran agregat pada campuran beton. Gradasi
yang baik adalah gradasi di mana tidak ada celah udara lagi pada campuran beton. Gradasi
dan ukuran maksimum agregat memengaruhi posisi agregat dalam campuran, kebutuhan
air, jumlah semen, biaya produksi, sifat susut, dan durabilitas beton. Gradasi yang kurang
baik pada agregat dapat menimbulkan segresi (persebaran yang tidak merata pada
campuran beton) akibat vibrasi yang terlalu lama. Agregat yang memenuhi persyaratan
batas gradasi dapat memberikan hasil terbaik dan dapat dijelaskan melalui teori rongga
minimum pada gambar di bawah ini.

Selain penjelasan-penjelasan yang telah dipaparkan di atas, ada faktor kadar organik
dan kadar lumpur yang dapat memengaruhi juga campuran beton. Kadar organik adalah
adanya kandungan bahan organik yang terdapat dalam beton. Kadar organik dapat
memengaruhi proses hidrasi semen dan setting pasta semen. Ketidakmurnian karena
kandungan organik dapat dihilangkan dengan mencuci agregat. Sedangkan kadar lumpur
adalah kandungan lumpur yang menempel pada lapisan agregat. Kandungan lumpur ini
dapat berpengaruh karena sifat dari lumpur ini adalah menyerap air sehingga proses hidrasi
pada semen pun dapat terganggu dengan adanya lumpur. Namun, hal ini dapat diatasi
dengan mencuci agregat.

Anda mungkin juga menyukai