Anda di halaman 1dari 6

Minhajul Hayah (Pedoman Hidup)

Dinul Islam adalah minhajul hayah (pedoman hidup) bagi seluruh umat manusia. Ia
adalah ajaran yang sempurna yang diridhai oleh Allah Ta’ala. Hal ini ditegaskan
dalam firman-Nya,

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-
Maidah, 5: 3).

Mengenai ayat di atas, ‘Aidh Al-Qarni dalam At-Tafsirul Muyassar berkata:


“Ketahuilah bahwa Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama-Nya untuk kalian
dengan menurunkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi, mengajarkan syariat Islam, dan
menjelaskan yang halal dan haram. Oleh karena itu tidak boleh ada penambahan
dalam agama ini. Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak berdasar pada
agama kita maka amalnya itu tertolak. Allah Ta’ala telah mencukupkan nikmat-Nya
kepada kalian dengan mengutus Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
menurunkan wahyu kepadanya. Ia merupakan nikmat terbesar dan karunia teragung
dari Rabb semesta alam.”

 Pertama, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek al-i’tiqodi (keyakinan).

Al-Qur’an dan sunnah telah mengajarkan prinsip-prinsip aqidah dengan terang


benderang. Syaikh Sayyid Sabiq rahimahullah dalam bukunya Al-Aqa’id Al-
Islamiyah mencatat bahwa aqidah Islam sekurang-kurangnya meliputi pembahasan:
ma’rifat kepada Allah, ma’rifat kepada alam yang berada di balik alam semesta
(malaikat, jin, iblis, ruh), ma’rifat kepada kitab-kitab, nabi, rasul, hari akhir dan
peristiwa-peristiwa yang mengiringinya, dan takdir.
 Kedua, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek al-akhlaq (akhlak).

Islam mengatur akhlak manusia dalam semua sisinya; sebagai individu, keluarga, dan
masyarakat. Bahkan Islam mengatur pula akhlak yang berkaitan dengan makhluk-
makhluk yang tidak berakal. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
rahimahullah berkata tentang akhlak kepada Allah Ta’ala, “Akhlak yang baik
mencakup mu’amalah dengan sesama makhluk dan juga mu’amalah seorang hamba
dengan Allah. Ini harus dipahami oleh kita semua. Akhlaq yang baik dalam
bermuamalah dengan Allah mencakup tiga perkara: (1) Membenarkan berita-berita
yang datang dari Allah, (2) Melaksanakan hukum-hukumNya, (3) Sabar dan ridha
kepada takdirNya”

 Ketiga, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek as-suluki (sikap hidup
dalam menempuh jalan taqarrub kepada Allah Ta’ala).

Islam telah menggariskan minhaj bahwa taqarrub ila-Llah (pendekatan diri kepada
Allah) itu dilakukan dengan cara pengamalan ibadah-ibadah faraidh (wajib) dan
nawafil (sunnah), sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam dalam hadits qudsi berikut ini, ”Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman,
‘Barangsiapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku mengumumkan perang kepadanya.
Tidaklah hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai
daripada hal-hal yang Aku wajibkan kepadanya. Hamba-Ku tidak henti-hentinya
mendekat kepada-Ku dengan ibadah-ibadah sunnah hingga Aku mencintainya. Jika
Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk
mendengar, menjadi penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, menjadi
tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan menjadi kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, Aku pasti memberinya. Dan jika ia
meminta perlindungan kepadaku, Aku pasti melindunginya.” (HR. Bukhari, no. 6502)
 Keempat, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek asy-syu’uri (perasaan).

Islam memiliki manhaj yang khas mengenai emosi manusia (rasa cinta, benci, belas
kasih, kesedihan, kegembiraan, dan lain sebagainya). Sebagai contoh, Islam telah
menggariskan manhaj yang jelas tentang prioritas cinta. “Katakanlah: ‘Jika bapa-
bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan
yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan
dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-
Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” (QS, At-
Taubah, 9: 24)

 Kelima, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek at-tarbawi (pendidikan).

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah memberikan qudwah (contoh)


bagaimana aktivitas tarbiyah dilaksanakan, yakni dengan tilawah; membacakan
wahyu Allah Ta’ala, tazkiyah; membersihkan ruhani sehingga bersih dari segala
kemusyrikan, keraguan, kebimbangan, dan nafsu syahwat, membersihkan akhlak;
serta ta’lim; mengajarkan berbagai hukum yang ada pada Al-Qur’an dan As-Sunnah,
menyampaikan kabar tentang apa yang belum pernah diketahui yang berhubungan
dengan perkara agama dan dunia serta hal-hal ghaib yang terjadi pada masa lalu dan
pada masa yang akan datang.

 Keenam, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek al-ijtima’i


(kemasyarakatan).

Syaikh Abdurrahman As Sa’di menjelaskan ayat ini: “Tetangga yang lebih dekat
tempatnya, lebih besar haknya. Maka sudah semestinya seseorang mempererat
hubungannya terhadap tetangganya, dengan memberinya sebab-sebab hidayah,
dengan sedekah, dakwah, lemah-lembut dalam perkataan dan perbuatan serta tidak
memberikan gangguan baik berupa perkataan dan perbuatan” Dalam kehidupan
bertetangga dan bermasyarakat, Islam bahkan telah menggariskan ketentuan
pergaulan muslim dengan non muslim secara bijak. Allah Ta’ala berfirman, “Allah
tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-
Mumtahanah, 60: 8)

 Ketujuh, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek as-siyasah (politik).

Islam memerintahkan kepada para pemimpin untuk memelihara amanah yang


dibebankan kepadanya dan menetapkan hukum secara adil. Sementara itu rakyat
harus taat kepada ulil amri yang berasal dari mereka sendiri dengan syarat ulil amri
tersebut telah mentaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka pun menjadikan ketaatan
kepada ulil amri sebagai tahapan lanjutan dari ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Selain itu, mereka juga diharuskan meredam perselisihan dengan cara
mengembalikannya kepada konstitusi syar’i, yakni kepada Allah dan Rasul-Nya
yakni Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini
terangkum dalam firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.
Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. Hai orang-orang
yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.” (QS. An Nisa, 4: 58-59)
 Kedelapan, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek al-iqtishadi (ekonomi).

Allah Ta’ala memerintahkan aktivitas ekonomi ini dapat berjalan sebagaimana


mestinya dan tidak menghendaki manusia menghabiskan waktu hanya untuk ibadah
ritual. Allah Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk
menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan
carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak- banyak supaya kamu beruntung.”
(QS. Al-Jumu’ah, 62: 9-10)

 Kesembilan, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek al-askari


(kemiliteran).

Kekuatan militer harus dipersiapkan guna menjaga kehormatan, tanah air, dan
wilayah kaum muslimin. Allah Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk
berperang manakala ada pihak-pihak yang melanggar perjanjian damai dan memiliki
niat jahat terhadap umat Islam, “Perangilah mereka, niscaya Allah akan
menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan
menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati
orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah, 9: 14)

 Kesepuluh, Islam adalah minhajul hayah dalam aspek al-jina’i (hukum


pidana)

Hukuman rajam tidak disebutkan di dalam Al-Qur’an karena ayatnya sudah di-
nasakh (dihapus), tetapi hukumnya tetap berlaku sebagaimana dicontohkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya.

Hukuman zina ini -juga hukum pidana lainnya- hanya dijatuhkan jika perkaranya
disampaikan ke hadapan hakim. Namun jika dirahasiakan, urusannya diserahkan
kepada Allah Ta’ala. Hal ini berdasarkan hadist Zaid bin Aslam, bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

Sumber :

https://tarbawiyah.com/2018/06/26/minhajul-hayah-pedoman-hidup/

Anda mungkin juga menyukai