seorang Pahlawan Nasional Indonesia pada permulaan abad ke-20 yang berjasa dalam usahanya
untuk mengembangkan keadaan wanita di Indonesia. Beliau lahir di Kema, Sulawesi Utara, 1
Desember 1872.
Oleh masyarakat Minahasa tanggal kelahirannya diperingati sebagai Hari Ibu Maria Walanda
Maramis. Maria adalah sosok yang dianggap sebagai pendobrak adat, pejuang kemajuan dan
emansipasi perempuan di dunia politik dan pendidikan. Menurut Nicholas Graafland, dalam sebuah
penerbitan "Nederlandsche Zendeling Genootschap" tahun 1981, Maria disebut sebagai salah satu
perempuan teladan Minahasa yang memiliki "bakat istimewa untuk menangkap mengenai apapun
juga dan untuk memperkembangkan daya pikirnya, bersifat mudah menampung pengetahuan
sehingga lebih sering maju daripada kaum lelaki".
Kehidupan awal
Maria lahir di Kema, sebuah kota kecil yang sekarang berada di kabupaten Minahasa Utara, dekat
Kota Airmadidi propinsi Sulawesi Utara. Orang tuanya adalah Maramis dan Sarah Rotinsulu. Dia
adalah anak bungsu dari tiga bersaudara dimana kakak perempuannya bernama Antje dan kakak
laki-lakinya bernama Andries. Andries Maramis terlibat dalam pergolakan kemerdekaan Indonesia
dan menjadi menteri dan duta besar dalam pemerintahan Indonesia pada mulanya.
Saat Maris berusia enam tahun, orang tuanya menginggal karena jatuh sakit. Dan akhirnya Maramis
dan dibesarkan di Maumbi oleh pamannya yakni Rotinsulu yang waktu itu adalah Hukum Besar di
Maumbi.
Oleh pamannya, Maramis beserta kakak perempuannya dimasukkan ke Sekolah Melayu di Maumbi.
Sekolah itu mengajar ilmu dasar seperti membaca dan menulis serta sedikit ilmu pengetahuan dan
sejarah. Ini adalah satu-satunya pendidikan resmi yang diterima oleh Maramis dan kakak
perempuannya karena perempuan pada saat itu diharapkan untuk menikah dan mengasuh keluarga.
Maramis menikah dengan Joseph Frederick Caselung Walanda, seorang guru bahasa pada tahun
1890. Setelah pernikahannya dengan Walanda, ia lebih dikenal sebagai Maria Walanda Maramis.
Mereka mempunyai tiga anak perempuan. Dua anak mereka dikirim ke sekolah guru di Betawi
(Jakarta). Salah satu anak mereka, Anna Matuli Walanda, kemudian menjadi guru dan ikut aktif
dalam PIKAT bersama ibunya.
Organisasi PIKAT
Ide, opini dan pemikiran Maramis dituliskannya di sebuah surat kabar setempat yang bernama
Tjahaja Siang. Dalam artikel-artikelnya, ia menunjukkan pentingnya peranan ibu dalam keluarga
dimana adalah kewajiban ibu untuk mengasuh dan menjaga kesehatan anggota-anggota
keluarganya. Ibu juga yang memberi pendidikan awal kepada anak-anaknya.
Menyadari wanita-wanita muda saat itu perlu dilengkapi dengan bekal untuk menjalani peranan
mereka sebagai pengasuh keluarga, Maramis bersama beberapa orang lain mendirikan Percintaan
Ibu Kepada Anak Temurunannya (PIKAT) pada tanggal 8 Juli 1917. Tujuan organisasi ini adalah untuk
mendidik kaum wanita yang tamat sekolah dasar dalam hal-hal rumah tangga seperti memasak,
menjahit, merawat bayi, pekerjaan tangan, dan sebagainya.
Melalui kepemimpinan Maramis di dalam PIKAT, organisasi ini bertumbuh dengan dimulainya
cabang-cabang di Minahasa, seperti di Maumbi, Tondano, dan Motoling. Cabang-cabang di Jawa
juga terbentuk oleh ibu-ibu di sana seperti di Batavia, Bogor, Bandung, Cimahi, Magelang, dan
Surabaya.
Pada tanggal 2 Juni 1918, PIKAT membuka sekolah Manado, yakni sekolah rumah tangga untuk
perempuan-perempuan muda, yaitu Huishound School PIKAT. Untuk menambah pemasukan bagi
organisasi, Maria berjualan kue dan hasta karya. Semangat dan kerja keras Maria menggugah hati
orang-orang terpandang unutk berdonasi.
Pada tahun 1932, PIKAT mendirikan Opieiding School Var Vak Onderwijs Zeressen atau Sekolah
Kejuruan Putri. Maria juga aktif mewujudkan cita-citanya supaya kaum perempuan memiliki hak
yang sama dengan laki-laki. Maria yakin bahwa perempuan memiliki kemampuan yang sama untuk
menuntut ilmu seperti laki-laki. Selain itu, Maria juga berjuang supaya perempuan diberi tempat
dalam urusan politik, misalnya hak untuk memilih dan duduk dalam keanggotaan Dewan Kota atau
Volksraad. Maramis terus aktif dalam PIKAT sampai pada kematiannya pada tanggal 22 April 1924.
Tutup usia
Maria Walanda Maramis meninggal di Maumbi, Sulawesi Utara, 22 April 1924 pada umur 51 tahun.
Untuk menghargai peranannya dalam pengembangan keadaan wanita di Indonesia, Maria Walanda
Maramis mendapat gelar Pahlawan Pergerakan Nasional dari pemerintah Indonesia pada tanggal 20
Mei 1969, dengan dikeluarkannya Keppres No. 12/TK/1969.
Untuk mengenang jasanya, telah dibangun Patung Walanda Maramis yang terletak di Kelurahan
Komo Luar, Kecamatan Wenang, sekitar 15 menit dari pusat kota Manado yang dapat ditempuh
dengan angkutan darat. Di sini, pengunjung dapat mengenal sejarah perjuangan seorang wanita asal
Bumi Nyiur Melambai ini. Fasilitas yang ada saat ini adalah tempat parkir dan pusat perbelanjaan