Anda di halaman 1dari 20

 Cut Nyak Meutia – Aceh

Cut Nyak Meutia adalah pahlawan nasional dari Aceh yang lahir di Keureutoe, Pirak, Aceh
Utara 1870. Ia terkenal sebagai wanita yang mempunyai semangat juang tinggi dan tekad
yang kuat untuk mengusir penjajah.
Masa Perjuangan
Cut Nyak Meutia melawan Belanda bersama suaminya, yaitu Teuku Muhammad atau lebih
dikenal dengan Teuku Tjik Tunong. Mereka merupakan suami-istri sekaligus rekan
perjuangan yang solid untuk melawan Belanda. Sampai akhirnya pada Maret 1905, Teuku
Tjik Tunong ditangkap oleh pihak Belanda dan dijatuhkan hukuman mati di tepi pantai
Lhokseumawe. Sebelum meninggal, ia menitipkan pesan kepada sahabatnya Pang Nagroe
untuk menikahi istrinya dan merawat anaknya.
Sesuai pesan almarhum suaminya, Cut Nyak Meutia pun menikah dengan Pang Nagroe dan
bergabung bersama pasukan pimpinan Teuku Muda Gantoe untuk melawan Belanda.
Namun sayangnya, pada 26 September 1910 Pang Nagroe gugur dalam peperangan
melawan Korps Marechausee di Paya Cicem. Cut Nyak Meutia berhasil selamat bersama
para wanita lainnya dan melarikan diri ke dalam hutan.
Akhir Hayat
Setelah kematian suami keduanya, Cut Nyak Meutia tetap melakukan perlawanan terhadap
Belanda bersama dengan pengikutnya. Mereka berusaha menyerang dan merampas pos-
pos kolonial sepanjang perjalanan ke Gayo melewati hutan belantara. Namun, pada
pertempuran di Alue Kurieng tanggal 24 Oktober 1910 tertembak peluru dan dinyatakan
telah gugur. Atas segala jasa-jasanya, pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Nasional
Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No. 107 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei
1964. Kisah heroiknya juga lah yang membakar semangat masyarakat Indonesia dalam
melawan Peristiwa G30S/PKI 1965.
 Raden Ajeng Kartini – Jepara

Raden Ajeng Kartini adalah pejuang wanita asal Jepara yang sangat terkenal di Indonesia.
Beliau dikenal sebagai seorang wanita yang gigih memperjuangkan emansipasi wanita.
Kartini lahir di Jepara, 21 April 1879. Hari kelahirannya diperingati sebagai Hari Kartini,
untuk menghormati segala jasa-jasanya pada bangsa Indonesia. Kartini merupakan
keturunan keluarga bangsawan, ayahnya adalah R.M. Sosroningrat yang menjabat sebagai
bupati Jepara. Ibunya bernama M.A. Ngasirah, anak dari seorang kiai di Telukawur, Kota
Jepara. Kartini mengenyam pendidikan sampai usia 12 tahun di ELS (Europese Lagere
School). Setelah usia 12 tahun, Kartini harus tinggal di rumah karena sudah bisa dipingit.
Masa Perjuangan
Kartini merasakan banyak diskriminasi antara pria dan wanita, dimana ia dan perempuan
lainnya tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan ada
beberapa perempuan yang sama sekali tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan. Di
masa pingitannya, Kartini suka menulis surat kepada teman-teman korespondensi yang
berasal dari Belanda, salah satunya adalah Rosa Abendanon. Kartini tertarik dengan
kemajuan dan pola pikir perempuan Eropa setelah banyak membaca buku-buku, koran, dan
majalah Eropa. Timbul keinginan Kartini untuk memajukan perempuan pribumi seperti
perempuan Eropa, karena saat itu perempuan pribumi berada di status sosial yang rendah.
Akhir Hayat
Pada tanggal 12 November 1903, tepatnya saat berusia 24 tahun ia dinikahkan oleh
orangtuanya dengan bupati Rembang, yaitu K.R.M Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat
dan memiliki satu anak laki-laki bernama Soesalit Djojodhiningrat. Kartini wafat 4 hari
setelah melahirkan anak pertamanya. Wafatnya Kartini tidak mengakhiri perjuangannya
sebagai pelopor emansipasi wanita, salah satu temanya di Belanda yaitu, Abendanon
mengumpulkan semua surat-surat yang dulu pernah dikirimkan Kartini ke teman-temannya
di Eropa. Abendanon membukukan seluruh surat itu dan diberi judul Door Duisternis tot
Licht yang artinya “Dari Kegelapan Menuju Cahaya”, terbit pada tahun 1911 dalam bahasa
Belanda. Pada tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan versi translasi buku dari Abendon ini
dengan judul “Habis Gelap Terbitlah Terang: Buah Pikiran” dengan bahaya Melayu.
Beberapa translasi dalam bahasa lain juga mulai diterbitkan, agar tidak ada yang melupakan
sejarah perjuangan R.A. Kartini semasa hidupnya. Atas perjuangannya, pemerintah
menganugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia kepada R.A. Karini berdasarkan SK
Presiden RI No 108 Tahun 1964 pada tanggal 2 Mei 1964.
 Raden Dewi Sartika – Jawa Barat

Raden Dewi Sartika, adalah salah satu tokoh perintis pendidikan bagi kaum wanita. Beliau
lahir di Bandung, 4 Desember 1884 dari pasangan Raden Somanegara dan Raden Ayu
Permas.
Masa Perjuangan
Ia memulai perjuangannya sejak usia 18 tahun dengan mengajarkan membaca, menulis,
memasak dan menjahit bagi perempuan-perempuan di kotanya. Pada 16 Juli 1904, Raden
Dewi Sartika mendirikan Sakola Istri atau Sakola Perempuan. Di tahun 1904, Sakola Istri
dirubah namanya menjadi Sakola Keutamaan Istri dan pada tahun 1929, Sakola tersebut
berganti nama lagi menjadi Sakola Raden Dewi.
Selain tersebar di kota kabupaten Pasundan, Sekolah Raden Dewi menyebar pula ke luar
pulau Jawa. Dewi Sartika berusaha keras untuk mendidik anak-anak perempuar agar kelak
bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, cerdas, luwes, terampil dan kelak mampu berdiri
sendiri. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, Dewi Sartika berusaha mencari
sumbangan dana dan tambah lagi banyak pihak yang mendukung perjuangannya, terutama
suaminya yaitu Raden Kanduruan Agah Suriawinata.
Nama Dewi Kartika dikenal luas oleh masyarakat sebagai pendidik, terutama di kalangan
perempuan. Pada tanggal 16 Januari 1939, pemerintah Hindia Belanda memberikan bintang
jasa kepada Dewi Sartika atas jasanya telah memajukan pendidikan kaum perempuan.
Akhir Hayat
Dewi Sartika menghembuskan napas terakhirnya di Tasikmalaya, 11 September 1947. Atas
perjuangannya dalam mencerdaskan bangsa, Ia diberikan gelar kehormatan sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia, pada tanggal 1 Desember 1966.
 Martha Christina Tiahahu – Maluku

Martha Christina Tiahalu merupakan salah satu pejuang wanita yang lahir di Maluku, 4
Januari 1800. Christina adalah seorang putri dari Kapitan Paulus Tiahahu, yang juga turut
serta dalam perang Patimura melawan Belanda pada tahun 1817.
Masa Perjuangan
Sejak kecil, Martha sering mengikuti ayahnya dalam rapat pembentukan kubu pertahanan,
ketika umur 17 tahun Martha pun sudah berani melawan para penjajah.
Martha Christina juga berperan sebagai pemimpin pejuang wanita untuk mendampingi para
pejuang pria dalam misi perebutan wilayah Belanda di desa Ouw, Ulath Pulau Saparua.
Richemont, seorang pimpinan peran Belanda dibunuh oleh pasukan Martha Cristina.
Dengan kematian pimpinan Belanda tersebut, penjajah semakin marah dan terus
menyerang rakyat Maluku sehingga pasukan Maluku dikalahkan. Sebagai konsekuensinya,
Ayah Martha Christina tertangkap dan dijatuhi hukuman mati.
Martha Christina pun berusaha untuk membebaskan ayahnya, namun sayangnya ia dan
para pejuang Maluku berhasil ditangkap oleh Belanda. Sampai akhirnya, Kapitan Paulus
Tiahahu pun meninggal dunia dengan hukuman mati.
Akhir hayat
Selanjutnya Martha Christina dihukum dan diusingkan ke pulau Jawa. Sampai akhirnya pada
2 Januari 1818, Martha Christina meninggal dalam perjalanan menuju pulau Jawa dan
jasadnya hanya dibuang ke lautan. Atas perjuangan dan keberaniannya dalam melawan
penjajah, Martha Christina diberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional
Indonesia, menurut SK Presiden RI No.012/TK/Tahun 1969, tanggal 20 Mei 1969.
 Maria Walanda Maramis – Minahasa

Maria Walanda Maramis merupakan pergerakan wanita yang lahir di Kema, Sulawesi Utara
pada 1 Desember 1872. Sejak umur enam tahun, Maria Maramis sudah menjadi anak yatim
piatu dan diasuh oleh pamannya. Pendidikan Maria hanya ditempuh sampai SD, karena
gadis-gadis di Minahasa saat itu tidak diizinkan mengenyam pendidikan tinggi.
Masa Perjuangan
Maria mampu memperluas ilmu pengetahuannya karena gemar bergaul dengan kaum-
kaum terpelajar, seperti Pendeta Ten Hove. Maria kecil bertekad ingin memajukan kaum
wanita Minahasa dengan memperoleh pendidikan yang cukup, agar kelak dalam mengurus
rumah tangga dan mendidik anak-anak dengan baik.
Pada tahun 1890, Maria Maramis menikah dengan Yoseph Frederik Calusung Walanda yang
merupakan seorang guru. Dengan bantuan suaminya dan pelajar lainnya, pada Juli 1917
Maria Walanda Maramis mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Percintaan Ibu
kepada Anak Turunannya (PIKAT), yang mengajarkan cara-cara mengatur rumah tangga
seperti memasak, menjahit, merawat bayi dan pekerjaan tangan.
PIKAT mendapat sambutan baik dari masyarakat, dalam waktu singkat cabang-cabang PIKAT
berdiri di beberapa tempat dan sumbangan dana mulai mengalir. Maria Maramis
menamkan rasa kebangsaan kepada murid-muridnya, dengan membiasakan mereka sekolah
menggunakan pakaian daerah.
Akhir Hayat
Maria Walanda Maramis wafat pada 22 April 1924 di Maumbi. Ia mendapatkan gelar
kehormatan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas perjuangannya dalam mencerdaskan
generasi bangsa sesuai dengan SK Presiden RI No 012/K/1969 tanggal 20 Mei 1969.
 Nyai Hj. Siti Walidah Ahmad Dahlan – Yogyakarta

Siti Walidah atau biasa dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan lahir di Yogyakarta tahun 1872
merupakan keturunan dari keluarga pemuka Agama Islam dan penghulu resmi Keraton, Kyai
Haji Fadhil. Sejak kecil, Siti Walidah tidak mendapatkan pendidikan umum, kecuali
pendidikan agama yang ia dapatkan dari orangtuanya.
Siti Walidah menikah dengan sepupunya, yaitu Kiyai Haji Ahmad Dahlan dan dikaruniai
enam orang anak. Setelah pernikahan itu, ia dikenal dengan nama Nyi Ahmad Dahlan. Kiyai
Haji Ahmad Dahlan merupakan pemuka agama dengan pemikiran yang revolusioner, dan
sering mendapat kecaman dan tentangan karena pembahuran yang dilakukannya.
Masa Perjuangan
Nyai Ahmad Dahlan memiliki pandangan ilmu yang luas, sebab kedekatannya dengan tokoh-
tokoh Muhamadiyah dan tokop pemimpin bangsa lainnya sekaligus teman seperjuangan
suaminya.
Pada tahun 1914, Nyai Ahmad Dalam merintis kelompok pengajian wanita Sopo Tresno.
Sopo Tresno menjadi sebuah organisasi kewanitaan berbasis agama Islam. Akhirnya
dipilihlah nama Aisyah, sebagai organisasi islam bagi kaum wanita tepat pada malam Isra
Mi’raj, 22 April 1917. Lima tahun kemudian, Aisyah resmi menjadi bagian dari
Muhammadiyah.
Akhir Hayat
Pada 31 Mei 1946, Nyai Ahmad Dahlan meninggal dunia. Untuk menghormati segala jasa-
jasanya dalam menyebarluaskan agama islam dan mendidik perempuan, pemerintah
memberikan gelar kehormatan kepada Nyai Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional
Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No 042/TK/1971.
 Nyi Ageng Serang – Yogyakarta

Pemilik nama lengkap Raden Ageng Kustiah Retno Edi ini adalah seorang ahli strategi perang
yang lahir di Serang 1752. Meskipun kodratnya sebagai seorang perempuan, namun ia juga
mampu sebagai panglima perang. Ayahnya adalah Pangeran Natapraja, Bupati Serang
Yogyakarta yang dikenal juga sebagai Panembahan Serang. Sejak kecil, Nyi Ageng Serang
memiliki rasa nasionalisme yang tinggi untuk mengusi Belanda dri bumi pertiwi.
Masa Perjuangan
Pada abad 19, Belanda mulai menyerang tanah Jawa dan mulai merendahkan martabat raja-
raja Jawa serta membuat keadaan rakyat semakin sengsara karena banyak terjadi
perampasan tanah-tanah rakyat sehingga meletuslah perang Diponegoro (1825-1830) yang
juga menjadikan Nyi Ageng Serang (usia 73 tahun) sebagai pinisepuh dalam perang tersebut.
Usia tidak menghalangi Nyi Ageng dalam perang tersebut, bahkan ia memimpin langsung
pasukannya ketika perang gerilya di desa Beku, kabupaten kulon progo. Strategi yang
diterapkan oleh Nyi Ageng dalam perperangan tersebut, membuat Pangeran Diponegoro
mengangkatnya sebagai penasehat, sejajar dengan Pangeran Mangkubumi dan Pangeran
Joyokusumo dalam siasat perang.
Akhir Hayat
Karena fisik yang semakin melemah, akhirnya Nyi Ageng mengundurkan diri dari medan
pertempuran dan menetap di rumah keluarga Nataprajan di Yogyakarta sampai ia wafat
tahun 1828 pada usia 76 tahun karena sakit. Atas jasa-jasanya membela negara, Nyi Ageng
Serang diberi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No.
084/TK/Tahun 1974, tanggal 13 Desember 1974.
 Hj. Rangkayo Rasuna Said – Jakarta

Hajjah Rangkayo Rasuna Said merupakan seorang pejuang wanita yang gigih
memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Sejak kecil, Rasuna Said
sudah mengenyam pendidikan Islam di pesantren dan tertarik mengikuti perjuangan politik.
Kemudian Rasuna Said membela kaumnya dengan bergabung di Sarekat Rakyat sebagai
sekretaris cabang. Setelah itu, ia menjadi anggota Persatuan Muslim Indonesia.
Masa Perjuangan
Rasuna Said dinilai sebagai wanita yang mempunyai cara pikir kritis, sampai membuat
pemerintah Belanda mempenjarakannya pada tahun 1932. Selain itu ia juga tercata sebagai
wanita pertama yang terkena hukuman Speek Delict, yaitu hukum dari pemerintahan
Belanda bagi siapa saja yang berbicara menentang Belanda.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia
dan Komite Nasional Indonesia, duduk sebagai Dewan Perwakilan Sumatera mewakili
daerah Sumatera Barat setelah Proklamasi Kemerdekaan dan setelah itu ia diangakat
sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Pada tahun
1959, Rasuna Said berhasil mencapai karir politiknya menjadi anggota Dewan Pertimbangan
Agung setelah dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Akhir Hayat
Rasuna Said menjabat sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agung sampai akhir hayatnya,
2 November 1965 di Jakarta dengan meninggalkan seorang putri (Auda Zaschkya Duski) dan
6 cucu (Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh.Ibrahim, Moh.Yusuf, Rommel
Abdillah dan Natasha Quratul’Ain). Atas segala jasa-jasanya, Rasuna Said diberikan gelar
kehormatan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI No.
084/TK/Tahun 1974 tanggal 13 Desember 1974.
 Hj. Fatimah Siti Hartinah Soeharto – Jawa Tengah

Hj. RA Fatimah Siti Hartinah atau lebih dikenal dengan nama Tien Soeharto adalah istri
Presiden Indonesia kedua, Jendral Purnawirawan Soeharto. Tien lahir di Desa Jaten,
Surakarta, Jawa Tengah pada 23 Agustus 1923 dari pasangan KPH Soemoharjomo dan RA
Hatmanti Hatmohoedjo. Sejak kecil, Tien sudah terbiasa berpindah-pindah tempat tinggal
mengikuti orang tuanya yang ditugaskan ke berbagai daerah, pernah tinggal di Jumapolo
Solo, Matesih Gunung lawu, kota Solo dan pernah mengenyam pendidikan di Holland
Indlanche School selama setahun.
Masa Perjuangan
Setelah Jepang memasuki kota Sola, Tien pun mengikuti kursus bahasa Jepang dan
bergabung dengan Laskar Putri Indonesia, organisasi wanita yang bertujuan untuk melayani
kepentingan pasukan garis depan dan belakang perjuangan. Saat umur 23 tahum, utusan
Prawirowihardjo yang merupakan orang tua angkat Soeharto datang ke rumah Tien untuk
melamarnya. Tien dan Soeharto menikah pada tanggal 26 Desember 1947. Soeharto yang
saat itu seorang perwira militer memboyong istrinya ke Yogyakarta untuk bertugas. Pada
tanggal 23 Januari 1949, Tien melahirkan putri pertamanya yang diberi nama Siti Hardiyanti
Hastuti. Seiring berjalannya waktu, Tien sebagai seorang istri selalu mendukung dan
mendampingi suaminya yang menjadi tokoh sentral dalam usaha pembubaran PKI. Pada
tahu 1967, melalui sidang istimewa MPRS, Soeharto diangkat menjadi presiden, dan Tien
yang tadinya adalah istri prajurit kini menjadi istri presiden selama lebih hingga 30 tahun.
Sebagai Ibu Presiden, Tien berusaha untuk membenahi istana negara yang dahulunya
seperti peninggalan zaman Belanda, diubah menjadi lebih lembut dengan menonjolkan ciri
khas Indonesia, seperti menambahkan perabot dengan ukiran jati dari Jepara, memasang
lukisan-lukisan karya pelukis Indonesia hingga mengganti warna-warna bangunan menjadi
lebih cerah. Salah satu kontribusi Tien hingga saat ini selalu diingat adalah tentang
gagasannya untuk membangun Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang sampai saat ini
menajdi ikon bagi bangsa Indonesia.
Akhir Hayat
Setelah kurang lebih 47 tahun mendampingi Presiden Soeharto, pada 28 April 1966 di RS
Gatot Subroto, Siti Hartinah menghembuskan nafas terakhirnya karena serangan jantung.
Atas segala jasanya, Tien diberikan gelar kehormatan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
 Hj. Fatmawati Soekarno – Bengkulu

Fatmawati adalah wanita asli pribumi yang lahir di Bengkulu, 5 Februari 1923 dari pasangan
Hassan Din dan Siti Chadijah yang mana kedua orangtuanya keturunan dari Puti Indrapura
(keluarga raja dari kesultanan Indrapura, Pesisir Selatan, Sumatra Barat). Ayah Fatmawati
merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah di Bengkulu.
Ketika usia 20 tahun, Fatmawati menikah dengan Presiden Indonesia Pertama Soekarno
pada tanggal 01 Juni 1943. Yang membuat Fatmawati secara otomatis menjadi Ibu Negara
Indonesia pertama dari tahun 1945-1967. Fatmawati adalah istri ketiga dari Soekarno, yang
dikaruniai lima orang anak yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri,
Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri dan yang terakhir Guruh
Soekarnoputra.
Masa Perjuangan
Setelah menikah, Fatmawati ikut suaminya ke Jakarta untuk berperan aktif dan bergabung
bersama para tokoh pejuang nasional lainnya untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan
Soekarno selaku pemimpin pejuang, selalu meminta pendapat dan pertimbangan mengenai
langkah-langkah perjuangannya kepada Fatmawati.
Menjelang kemerdekaan, pada 15 Agustus 1945 Fatmawati dengan semangat reflektif
sambil menggendong anak pertamanya Moh.Guntur yang masih bayi, ikut meninggalkan
kota Jakarta menuju Rengasdengklok mengikuti Soekarno, Hatta dan beberapa anggota
PETA. Selain itu , Fatmawati sebagai Ibu Negara Indonesia Pertama terkenal sebagai wanita
yang berjasa dalam menjahit bendera Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan pada upacara
pertama Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 Agustus 1945.
Akhir Hayat
Pada tanggal 14 Mei 1980, di usia 57 tahun Fatmawati meninggal dunia karena serangan
jantung di Kuala Lumpur, Malaysia. Saat ini nama Fatmawati dijadikan nama sebuah Rumah
Sakit di Jakarta dan sebuah nama Bandara Udara di Indonesia, tepatnya di Bengkulu, koto
kelahirannya. Perjuangan Ibu Fatmawati sejak sebelum kemerdekaan dan sesudah
kemerdekaan, diakui oleh Pemerintah Pusat, melalui Keputusan Presiden RI
No.118/TK/2000 tanggal 4 November 2000 sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
 Pangeran Antasari

Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Kesultanan Banjar, 1809 ) adalah seorang Pahlawan
Kemerdekaan Indonesia.Pada 14 Maret 1862, beliau dinobatkan sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan menyandang gelar
Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati
(gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas dan Kahayan yaitu Tumenggung
Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja. Dalam perlawanannya dengan Belanda, Pangeran
Antasari terkenal dengan perang heroiknya yang kita kenal dengan nama perang banjar.
Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang
batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi
peperangan dipkomandoi Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan
dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos
Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai
Barito sampai ke Puruk Cahu.Pertempuran yang berkecamuk makin sengit antara pasukan
Khalifatul Mukminin dengan pasukan Belanda, berlangsung terus di berbagai medan.
Pasukan Belanda yang ditopang oleh bala bantuan dari Batavia dan persenjataan modern,
akhirnya berhasil mendesak terus pasukan Khalifah. Dan akhirnya Khalifah memindahkan
pusat benteng pertahanannya di Muara Teweh.Berkali-kali Belanda membujuk Pangeran
Antasari untuk menyerah, namun beliau tetap pada pendirinnya. Ini tergambar pada
suratnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijk di Banjarmasin tertanggal 20
Juli 1861.“...dengan tegas kami terangkan kepada tuan: Kami tidak setuju terhadap usul
minta ampun dan kami berjuang terus menuntut hak pusaka (kemerdekaan)...”Dalam
peperangan, belanda pernah menawarkan hadiah kepada siapa pun yang mampu
menangkap dan membunuh Pangeran Antasari dengan imbalan 10.000 gulden. Namun
sampai perang selesai tidak seorang pun mau menerima tawaran ini.

Setelah berjuang di tengah-tengah rakyat, Pangeran Antasari kemudian wafat di tengah-


tengah pasukannya tanpa pernah menyerah, tertangkap, apalagi tertipu oleh bujuk rayu
Belanda pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah Kampung Bayan Begok, Sampirang, dalam
usia lebih kurang 75 tahun. Menjelang wafatnya, beliau terkena sakit paru-paru dan cacar
yang dideritanya setelah terjadinya pertempuran di bawah kaki Bukit Bagantung, Tundakan.
 Sultan Hasanuddin

Sultan Hasanuddin lahir di Makassar pada 11 januari 1631, dia merupakan putera dari Sultan Malik
Asy-Said, Raja Gowa ke- 15. Nama lengkap Hasanuddin adalah I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng
Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Gelar Hasanuddin adalah Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya
saja lebih dikenal dengan sultan Hasanuddin saja.

Sejak kecil Hasanuddin mendapatkan pendidikan agama yang baik. Sebab itu, ketika remaja dirinya
melihat dan mendengar aneka kedzaliman yang dilakukan oleh penjajah terhadap saudara-saudara
seiman, sehingga hal ini menumbuhkan kegeraman di dalam hatinya. Semangat jihad yang telah
tertanam didalam jiwanya sejak masih kanak-kanak kelak membuatnya menjadi pemimpin yang
sangat berani, tegas dan mencintai kesyahidan. Hal ini terbukti saat memimpin rakyatnya melawan
penjajah VOC sehingga Belanda sendiri menyebut beliau sebagai De Haantjes van Het Oosten, yang
memiliki arti “Ayam Jantan Dari Timur”.

Sepeninggal ayahnya, Hasanuddin menjadi raja Gowa ke-16. Saat itu VOC tengah giat berusaha
menguasai perdagangan rempah-rempah. Upaya ini mendapat tentangan dari kerajaan-kerajaan di
seluruh Nusantara, tak terkecuali kerajaan Gowa yang juga menguasai jalur perdagangan di wilayah
Timur Indonesia.

Tahun 1666, Laksamana Cornelis Speelman memimpin satu armada kapal perang untuk
menundukan kerajaan-kerajaan kecil di Sulawesi. Namun menundukan Gowa ternyata sangat sulit.
Bahkan kerajaan Islam ini berusaha mempersatukan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian
timur untuk melawannya. Pertempuranpun tak bisa dihindarkan. VOC sempat kewalahan dan
meminta bantuan armada perang dari Batavia. Kekuatan pun menjadi tidak imbang. Akhirnya Gowa
terdesak dan melemah hingga pada 18 November 1667, Gowa bersedia mengadakan Perdamaian
Bungaya di Bungaya.

Perjanjian ini tidak bertahan lama disebabkan Belanda berkhianat. Hasanuddin mengobarkan api
jihad kembali. VOC kembali kewalahan menghadapi serbuan Mujahidin Gowa yang dipimpin Sultan
Hasanuddin. Batavia segera mengirim kembali armada dan pasukan perang ke Sulawesi Selatan
untuk membantu angkatan perang yang ada di sana. Pertempuran berjalan dengan sengit.

Tak lama kemudian seiring dengan datangnya bantuan dari Batavia, VOC akhirnya mampu
menerobos benteng Sombaopu, benteng terkuat kerajaan Gowa pada 12 Juni 1669. Sultan
Hasanuddin pun Gugur.
 Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro tersentuh hatinya melihat penderitaan rakyat pada saat zaman
penjajahan. Beliau merasa nasib rakyat harus dibela. Masa itu Belanda memasang tiang-
tiang pancang pembangunan jalan melewati rumah, masjid, dan makam leluhur Pangeran
Diponegoro. Hal itulah yang mengawali perlawanan Pangeran Diponegoro. Ia dengan berani
mencabut tiang-tiang pancang pembangunan jalan itu. Hal ini memicu penyerangan
kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo. Sejak itu, berkobarlah perang besar yang
disebut Perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825–1830).
Perang Gerilya
Pangeran Diponegoro segera menghimpun kekuatan. Pendukung utamanya adalah
Pangeran Mangkubumi, Kyai Mojo, dan Sentot Ali Basya Prawirodirdjo. Pasukan Diponegoro
pada awalnya dapat memukul pasukan Belanda. Taktik yang digunakan oleh Pangeran
Diponegoro adalah perang gerilya. Pihak Belanda kebingungan melawan pasukan ini.
Mereka berusaha mencari cara untuk dapat menghentikan perlawanan Pangeran
Diponegoro. Belanda mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding. Pada tanggal 28
Maret 1830 diadakan perundingan, tetapi perundingan itu mengalami kegagalan.
Namun, Pangeran Diponegoro langsung ditangkap atas perintah Jenderal De Kock. Pangeran
Diponegoro dibawa ke Batavia pada tanggal 3 Mei 1830. Setelah ditangkap, Pangeran
Diponegoro dipenjara di Manado. Empat tahun kemudian, Pangeran
Diponegoro dipenjarakan dalam benteng Belanda di Makassar. Beliau wafat dalam penjara
pada tanggal 8 Januari 1855.
 Jenderal Sudirman

Jendral Sudirman adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang memiliki jabatan sebagai Jendral
Besar TNI Anumerta Sudirman. Beliau mendapatkan gelarnya di usia 31 tahun. Jendral Sudirman
adalah seorang yang sangat berjasa pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Pahlawan yang terkenal
dengan perang gerilya dan serangan pada tanggal 1 Maret 1949.

Setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman


melarikan diri dari pusat penahanan, kemudian pergi ke Jakarta untuk bertemu dengan
Presiden Soekarno. Ia ditugaskan untuk mengawasi proses penyerahan diri tentara Jepang di
Banyumas, yang dilakukannya setelah mendirikan divisi lokal Badan Keamanan Rakyat. Pasukannya
lalu dijadikan bagian dari Divisi V pada 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo,
dan Soedirman bertanggung jawab atas divisi tersebut. Pada tanggal 12 November 1945, dalam
sebuah pemilihan untuk menentukan panglima besar TKR di Yogyakarta, Soedirman terpilih menjadi
panglima besar, sedangkan Oerip, yang telah aktif di militer sebelum Soedirman lahir, menjadi
kepala staff. Sembari menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan serangan terhadap
pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa. Pertempuran ini dan penarikan diri tentara Inggris
menyebabkan semakin kuatnya dukungan rakyat terhadap Soedirman, dan ia akhirnya diangkat
sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. Selama tiga tahun berikutnya, Soedirman
menjadi saksi kegagalan negosiasi dengan tentara kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah
Indonesia, yang pertama adalah Perjanjian Linggarjati –yang turut disusun oleh Soedirman – dan
kemudian Perjanjian Renville –yang menyebabkan Indonesia harus mengembalikan wilayah yang
diambilnya dalam Agresi Militer I kepada Belanda dan penarikan 35.000 tentara Indonesia. Ia juga
menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk upaya kudeta pada 1948. Ia kemudian
menyalahkan peristiwa-peristiwa tersebut sebagai penyebab penyakit tuberkulosis-nya; karena
infeksi tersebut, paru-paru kanannya dikempeskan pada bulan November 1948.

Jendral Sudirman diangakat menjadi panglima besar pada tanggal 18 Desember 1948 dan pada
tanggal 19 Desember 1948, Belanda melancarkan agresi Militer II untuk menduduki kota Yogyakarta.
Sudirman bersama dengan kelompok kecil dari tentara dan dokter pribadinya, selama tujuh bulan
mereka melakukan gerilya ke arah selatan.

Sudirman mengomandoi dalam kegiatan militer di pulau Jawa termasuk serang 1 maret 1949 di
Yogyakarta yang dipimpin oleh Kolonel Seharto. Beliau wafat di Magelang pada tanggal 29 Januari
1950, tepatnya pada 34 tahun.
 Ahmad Yani

Ahmad Yani lahir pada tanggal 19 Juni 1922 di Purworejo. Ahmad Yani meninggalkan sekolah di AMS
bagian B karena harus mengikuti wajib militer yang diadakan oleh pemerintah Hindia Belanda.
Ahmad Yani mengikuti pendidikan militer pada dinas Topografi Militer di Malang. Namun pendidikan
tersebut terputus pada masa Pendudukan Jepang.

Kemudian Ahmad Yani mengikuti pendidikan heiho di Magelang dan tentara Peta di Bogor. Pada
waktu terjadi pemberontakan PKI di Madiun pada tahun 1948, Ahmad Yani ikut memadamkan
pemberontakan tersebut. Pada waktu berlangsung Agresi Militer Belanda I, pasaukan Ahmad Yani
berhasil menahan laju tentara Belanda di Pingit.

Pada masa Agresi Militer Belanda II, Ahmad Yani diangkat menjadi Komandan Wehrkreise II untuk
daerah Kedu. Pada waktu terjadi pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah, Ahmad Yani membentuk
pasukan khusus yang bernama Banteng Raiders dalam upaya memadamkan pemberontakan DI/TII di
Jawa Tengah.

Karier Ahmad Yani terus meningkat dan beliau ditarik menjadi Staf Angkatan Darat dan di
sekolahkan pada Command and General Staff College di Amerika. Setelah pulang dari mengikuti
tugas belajar di Amerika Serikat pada tahun 1958, beliau ditunjuk sebagai Komandan Komando
Operasi 17 Agustus di Padang dengan tugas meredam pemberontakan PRRI/Permesta.

Dalam waktu singkat Ahmad Yani berhasil menduduki kota Padang dan Bukittinggi. Dengan
keberhasilan tersebut mengantarkan Ahmad Yani menduduki Kepala Staff Angkatan Darat (KSAD)
pada tahun 1962. Ahmad Yani pada tahun 1962 menolak keinginan PKI yang ingin membentuk
angkatan kelima (yang terdiri dari buruh dan tani yang dipersenjatai).

Pada waktu menjabat sebagai Menteri/Panglima Angkatan Darat, Ahmad Yani bersama petinggi
Angkatan Darat yang lainnya menjadi korban peristiwa G-30-S/PKI. Beliau dimakamkan di Taman
Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Pada tanggal 5 Oktober 1965 melalui SK Presiden No.
111/KOTI/1965, pemerintah menganugerahinya gelar pahlawan revolusi.
Nama Anggota: 1. Annisa Azzahrah Hasibuan Kelas: XII IPA 1
2. Bintang Fathan Heristiyo
3. Nicky Aulia

Pahlawan Nasional Indonesia

 Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara merupakan salah satu tokoh Pahlawan Nasional yang sangat berjasa
kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. Nama aslinya adalah Raden Mas Suwardi
Suryaningrat. Beliau lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Beliau menamatkan
sekolah dasar di Yogyakarta dan sempat melanjutkan pendidikannya di Stovia. Stovia adalah
sekolah kedokteran di Jakarta yang didirikan khusus untuk orang Indonesia. Kemampuannya
berbahasa Belanda digunakannya untuk menuliskan kritikan-kritikan terhadap pemerintah
Belanda. Pada tanggal 3 Juli 1922, Ki Hajar Dewantara mendirikan Perguruan Taman Siswa,
yaitu sekolah nasional pertama bagi rakyat Indonesia. Taman Siswa merupakan bentuk
nyata perjuangan melawan penjajah karena ia yakin bahwa pendidikan akan membantu
tujuan mencapai kemerdekaan bangsa.

Jasa Ki Hajar Dewantara sangatlah besar dalam dunia pendidikan. Ajarannya yakni tut wuri
handayani (di belakang memberi dorongan), ing madya mangun karsa (di tengah
menciptakan peluang untuk berprakarsa), ing ngarsa sungtulada (di depan memberi
teladan) akan selalu menjadi dasar pendidikan di Indonesia. Untuk mengenang jasa-jasa Ki
Hadjar Dewantara pihak penerus perguruan Taman Siswa mendirikan Museum Dewantara
Kirti Griya, Yogyakarta, untuk melestarikan nilai-nilai semangat perjuangan Ki Hadjar
Dewantara. Beliau mendapat gelar ‘Bapak Pendidikan Nasional’ dan tanggal lahirnya, 2 Mei,
diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional.
Nama Anggota: 1. Nehemia Bin Joshua Tarigan Kelas: XII IPA 1
2. Putri Purwansari
3. Fadillah Ananda

Pahlawan Nasional Indonesia

 Tuanku Imam Bonjol

Nama sesungguhnya adalah Muhammad Syahab. Semasa remaja , ia biasa dipanggil dengan nama
Peto Syarif. Setelah menuntut ilmu agama di Aceh (1800-1802), ia mendapat gelar Malim basa.
Tahun 1803, Malim Basa kembali ke Minangkabau dan belajar pada Tuanku Nan Renceh. Ia adalah
murid kesayangan dari Tuanku Nan Renceh. Malim basa banyak mendapat pelajaran ilmu perang
dari Tuanku Nan Renceh. Tahun 1807 Malim basa mendirikan Benteng di kaki bukit Tajadi yang
kemudian diberi nama Imam Bonjol. Sejak saat itu ia dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.

Pada waktu itu di Minangkabau, sedang terjadi pertentangan yang hebat antara kaum Paderi (kaum
agama) dengan kamu adat. Pada awalnya, pertentangan ini hanya melibatkan kaum adat dan kaum
padri saja. Tapi karena kedudukan kaum adat semakin terdesak, Kaum adat lalu meminta bantuan
kepada Belanda. Sejak saat itu pulalah, Belanda ikut campur dalam pertentangan di Minangkabau.
Lalu Belanda mulai mendirikan benteng di Batu Sangkar dan di Bukit Tinggi untuk memperkuat
kedudukannya. Tuanku Imam Bonjol memiliki banyak pengikut yang membuat Belanda kewalahan.
Apalagi pada saat yang bersamaan, Belanda juga terdesak dengan Perang Diponegoro sehingga
Belanda merasa perlu “berdamai sementara” dengan kaum padri untuk mengalihkan kekuatan di
Pulau Jawa menghadapi Perang Diponegoro.

Setelah berakhirnya perang Diponegoro, Belanda kembali menyerang Markas-markas Tuanku Imam
Bonjol. Namun Tuanku Imam Bonjol adalah panglima perang yang handal sehingga membuat
Belanda harus mengerahkan bantuan tambahan dan siasat-siasat licik. Sehingga untuk
menangkap Tuanku Imam Bonjol, Belanda menggunakan cara-cara kotor dengan cara mengajak
berunding di sekitar Bukit Gadang dan Tujuh Lurah. Dan disitu pulalah Tuanku Imam Bonjol
ditangkap pada tanggal 25 Oktober 1937.

Tuanku Imam Bonjol lalu ditawan di Bukit Tinggi lalu diasingkan dari Cianjur lalu ke Ambon dan
terakhir di Manado. Tuanku Imam Bonjol akhirnya wafat di Manado pada tanggal 8 November 1864.
 Letjen M. T. Haryono

Letnan Jenderal TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono atau lebih dikenal dengan nama M.T.
Haryono lahir di Surabaya, Jawa Timur pada tanggal 20 Januari 1924. Ia meninggal di Lubang Buaya
Jakarta dan meninggal di usia 41 tahun. Haryoo adalah salah satu pahlawan revolusi Indonesia yang
terbunuh pada tanggal 1 Oktober 1965 atau persitiwa G30S. Ia pun dimakamkan di TMP Kalibata
Jakarta.

Haryono lahir di kota terbesar kedua di Indonesia, Surabaya, Jawa Timur. Dia cukup beruntung untuk
bisa mendapatkan standar pendidikan yang sulit ditempuh untuk sebagian besar teman-temannya.
Ia beruntung bisa mengikuti sekolah dasar untuk anak-anak Eropa dan kemudian sekolah menengah
di Indonesia yang diduduki Belanda.

Ketika Jepang menyerbu, ia dikirim ke sekolah kedokteran Jepang di Jakarta, tetapi sayangnya ia
tidak lulus. Haryonopun pindah ke Jakarta ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya.
Sebagaimana banyak pemuda Indonesia lainnya, Haryonopun bergabung dengan pemuda lain untuk
melawan Belanda dan kemudian bergabung dengan TKR.

TKR adalah cikal bakal Tentara Nasional Indonesia pada zaman dahulu.. Penguasaannya atas
Belanda, Inggris, dan Jerman ia pun diminati untuk ikut perang selama negosiasi antara Indonesia
dan pasukan kolonial. Pada tanggal 1 September 1945, ia pun diangkat menjadi kepala kantor
komunikasi di Jakarta.

Pada tahun 1946, Haryono diangkat menjadi seorang sekretaris delegasi Indonesia dalam negosiasi
negara Belanda dan Inggris. Pada bulan November 1949, Haryono juga mengabdi sebagai sekretaris
bagian yang bisa membuat Belanda melucuti senjatanya. Ia berhasil membuat Indonesia menang
berdasarkan pada Konferensi Meja Bundar Belanda-Indonesia, di mana Belanda setuju untuk
menyatakan kedaulatan Indonesia.

Haryono kemudian kembali ke Belanda pada bulan Juli 1950 sebagai atasan militer ke kedutaan
Indonesia di Den Haag, kemudian sekembalinya ke Indonesia pada bulan Oktober 1954, ia
bergabung dengan Staf Umum Angkatan Darat sebagai Tentara Kwartermaster.

Dari Agustus 1962 hingga 1964 ia diangkat menjadi seorang Inspektur Jenderal Angkatan Darat. Lalu
pada tahun 1963 Haryono juga diangkat sebagai Kepala Seksi Bahan Strategis dari Komando Operasi
Tertinggi atau KOTI. Adapun posisi terakhir yang ia miliki pada tanggal 1 Juli 1964, adalah wakil
ketiga untuk kepala staf Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani.
 Ir. Soekarno

Dr.(H.C.) Ir. H. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno. Saat lahir, Soekarno diberi nama Koesno Sosrodihardjo.
Soekarno lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 6 Juni 1901 . Soekarno meninggal di Jakarta, 21 Juni
1970 pada umur 69 tahun). Soekarno diangkat menjadi Presiden Indonesia pertama yang menjabat
pada periode 1945–1966.

Dalam berjuang untuk mencapai kemerdekaan, Soekarno mengutamakan cara “NON KOOPERATIF”.
Soekarno tidak mau bekerja sama dengan Belanda. Negara penjajah hanya mementingkan
imperialisme dan kolonialisme tanpa memikirkan bagaimana penderitaan rakyat jajahannya. Karena
tidak mau bekerja sama dengan Belanda, akibatnya Soekarno sering keluar masuk penjara, diadili
dan dibuang ke daerah lain.

Perjuangan yang dilakukan Soekarno:

1.Soekarno memainkan peranan penting dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan
Belanda.

2.Soekarno dan Mohammad Hatta merupakan Proklamator Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945.

3.Soekarno merupakan orang yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai Pancasila sebagai
dasar negara Indonesia dan ia sendiri yang menamainya.

4.Pada tanggal 9 Agustus 1945, Ir. Soekarno bersama Mohammad Hatta dan Rajiman
Wedyodiningrat ke Dalat, Vietnam. Mereka bertemu Jenderal Terrauchi untuk membicarakan
kemerdekaan Indonesia.

5.Soekarno menjadi Pemimpin organisasi PUTERA

6.Soekarno juga pernah menjadi Ketua PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia).
 Mohammad Hatta

Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta juga populer dengan nama Bung Hatta, dilahirkan di Bukittinggi,
Sumatera Barat , 12 Agustus 1902. Bung Hatta wafat di Jakarta, 14 Maret 1980 yakni pada saat usia
beliau menginjak 77 tahun.

Drs. Mohammad Hatta merupakan seorang pejuang, negarawan, dan juga Wakil Presiden Indonesia
yang pertama. Drs. Mohammad Hatta menjadi teman seperjuangan Ir. Soekarno. Adapun peranan
Drs. Mohammad Hatta dalam Proklamasi Kemerdekaan Indonesia antara lain:

a. Drs. Mohammad Hatta menyusun konsep teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda
bersama Ir. Soekarno dan Mr. Achmad Soebardjo.

b. Drs. Mohammad Hatta menandatangani teks Proklamasi atas nama bangsa Indonesia bersama
Bung Karno.
c. Drs. Mohammad Hatta merupakan seorang konseptor yang hebat, yang lebih banyak bermain di
belakang layar. Walaupun begitu, konsep serta idenya sangat brilian dan memiliki visi masa depan.

d. Sebelum Indonesia merdeka , Drs. Mohammad Hatta tergabung dalam organisasi Jong
Sumatranen Bond.

Pada tanggal 9 Desember 1917 didirikan organisasi bernama Jong Sumatranen Bond. Didirikan oleh
Dr. Tengku Mansur salah seorang cendekiawan puak Melayu Sumatera Timur (sekarang bernama
Sumatera Utara) yang lahir pada tahun 1897 di Tanjung Balai - Asahan . Dia merupakan putra
termuda Sultan Husein Rahmadsyah dari Asahan, dan paman dari raja Asahan berikutnya yaitu
Sultan Saibon Syah . Saat menempuh pendidikan dokternya di Stovia, Batavia, dia mendirikan dan
sekaligus merupakan ketua pertama dari organisasi Jong Sumatera Bond sejak tahun (1917-1919),
yang merupakan organisasi pemuda kaum nasionalis asal Pulau Sumatera, di mana di dalamnya
bergabung suku-suku asal Sumatera seperti Aceh, Melayu, Minangkabau, dan Batak.

Beliau juga pernah menjadi ketua Perhimpunan Indonesia yaitu organisasi yang terdiri dari para
mahasiswa yang menempuh pendidikan di Belanda.

Drs. Mohammad Hatta berpenampilan sederhana dan bersahaja. Drs. Mohammad Hatta memiliki
emosi yang terkendali. Ketika beliau tidak sejalan dengan Ir. Soekarno maka Bung Hatta memilih
untuk mengundurkan diri menjadi wakil presiden pada tahun 1956.Drs.Mohammad Hatta tidak
pernah mengkritik Soekarno secara terbuka. Drs. Mohammad Hatta mengutarakan kritiknya secara
langsung kepada Soekarno.

Anda mungkin juga menyukai