Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSIS


MEDIS ULKUS KORNEA
DI RUANG MELATI RSUD DR. SOETOMO
SURABAYA

Disusun oleh :
Kelompok 8

Dinda Salmahella, S.Kep. 131913143033


Nensi Nur Asipah, S.Kep. 131913143044
Windi Khoiriyah, S.Kep. 131913143058
Alex Susanto, S.Kep. 131913143077
Alifia Aurora R, S.Kep. 131913143087
Ayu Okta Miftachul J, S.Kep. 131913143091

STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS (P3N)
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
2

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


DIAGNOSIS MEDIS ULKUS KORNEA DI RUANG MELATI RSUD DR.
SOETOMO
SURABAYA

Kelompok 8

Telah disahkan pada tanggal 22 Oktober 2019

Oleh:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Praba Diyan Rachmawati, S.Kep., Ns., Hanggoro Budi L, A.Md. Kep.


M.Kep. NIP. 197207111992031008
NIP. 198611092015042002

Mengetahui,
Kepala Ruangan

Heri Wahyudiono, S.Kep., Ns.


NIP. 196305221989031013
3

Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT., karena atas limpahan rahmat serta
hidayah-Nya kami selaku penulis mampu menyelesaikan makalah laporan kasus
yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diagnosis Media Ulkus
Kornea di Ruang Melati RSUD Dr. Soetomo Surabaya” ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah ini memuat penjelasan mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan kasus ulkus kornea yang menjalani perawatan di Ruang Melati
RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

Kontribusi makalah ini bagi keperawatan adalah untuk menggambarkan


kasus ulkus kornea dan pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus
tersebut. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti
seminar kasus stase keperawatan medikal bedah Program Pendidikan Profesi Ners
FKp Unair.

Proses penyusunan makalah ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berpartisipasi didalamnya. Kritik dan saran sangat kami harapkan guna
mengembangkan sekaligus membenahi makalah ini agar lebih baik kedepannya.

Surabaya, 22 Oktober 2019

Tim Penulis
4

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................v
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................3
1.3 Tujuan ........................................................................................................3
1.3.1. Tujuan umum .....................................................................................3
1.3.2 Tujuan khusus ....................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................4
2.1 Pengertian Stroke Iskemik.........................................................................4
2.2 Etiologi Stroke Iskemik .............................................................................4
2.3 Patofisiologi Stroke Iskemik .....................................................................4
2.4 Manifestasi Klinik Stroke Iskemik ............................................................5
2.5 Pemeriksaan Penunjang Stroke Iskemik ...................................................6
2.6 Penatalaksanaan Stroke Iskemik ...............................................................7
2.7 Komplikasi Stroke Iskemik .......................................................................8
2.8 WOC Stroke Iskemik ................................................................................8
2.9 Pengertian Terapi Oksigen Hiperbarik ......................................................8
2.10 Dasar Fisiologis Terapi Oksigen Hiperbarik .............................................8
2.11 Administrasi Oksigen Hiperbarik ............................................................10
2.12 Indikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ........................................................10
2.13 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik .............................................11
2.14 Komplikasi Terapi Oksigen Hiperbarik ..................................................11
2.15 Rasionalitas Penggunaan Terapi Hiperbarik Pada Stroke Iskemik .........12
2.14 Mekanisme Terapi Hiperbarik Pada Stroke Iskemik...............................13
BAB 3 LAPORAN KASUS ..................................................................................16
3.1 Konsep Asuhan Keperawatan Terapi Oksigen Hiperbarik .....................16
3.2 Kasus .......................................................................................................22
BAB 4 PENUTUP..................................................................................................38
4.1 Kesimpulan ..............................................................................................38
4.2 Saran ........................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................39
Lampiran 1 .............................................................................................................40
Lampiran 2 .............................................................................................................40
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kornea merupakan lapisan depan bola mata, transparan, merupakan

jaringan yang tidak memiliki pembuluh darah (avaskular). Kerusakan kornea

merupakan penyebab utama kebutaan monokular di dunia. Kekeruhan kornea

yang paling banyak disebabkan oleh keratitis infeksius merupakan penyebab

kebutaan ke empat secara global dan merupakan penyebab 10% gangguan

penglihatan yang dapat dihindari di negara-negara berkembang (Nursalamah

& Angga, 2019). Peradangan kornea jika tidak didiagnosis secara dini serta

tidak ditangani dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan kerusakan pada

kornea sampai dapat berlanjut menjadi ulkus. Ulkus kornea adalah keadaan

patologik kornea yang ditandai oleh adanya infiltrat disertai defek kornea

bergaung dan diskontinuitas jaringan kornea dengan kehilangan epitel juga

sampai mengenai stromal kornea (AAO, 2012).

Angka kejadian ulkus kornea infeksius maupun non-infeksius terbanyak

pada jenis kelamin laki-laki (Sharma, et al., 2015). Usia penderita ulkus

kornea infeksius terbanyak adalah orang yang berusia 40-60 tahun (Gandhi, et

al., 2014) dan pada sebuah penelitian di India menunjukan 65% kasus ulkus

non-infeksius terbanyak terjadi pada rentang usia 18-45 tahun (Sharma, et al.,

2015). Insiden ulkus kornea pada negara berkembang diperkirakan 100

hingga 800 per 100.000 orang per tahun. Menurut data infodatin tahun 2014,

kebutaan yang disebabkan oleh kekeruhan kornea merupakan penyebab

keempat kebutaan di Indonesia (Nursalamah dan Angga, 2019).


2

Pada kebanyakan kasus ulkus kornea infeksius hanya mengenai satu

mata. Ulkus kornea non-infeksius bisa mengenai satu atau kedua mata. Ulkus

Kornea dapat disebabkan oleh trauma, infeksi, penyakit autoimun, dan

hilangnya persarafan kornea. Sebagian besar penduduk Indonesia masih

bekerja dalam sektor pertanian termasuk peternakan dan perikanan termasuk

penduduk di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini menjadi salah satu faktor yang

berperan untuk terjadinya cedera mata hingga terjadi ulkus kornea. Akibat

dari penyembuhan ulkus kornea terbentuk sikatrik kornea berupa kekeruhan

konea sehingga tajam penglihatan dapat menurun hingga dapat

mengakibatkan kebutaan. Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat

keparahan, cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme

penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul (Suharjo dan Hartono,

2007). Komplikasi yang mungkin timbul akibat ulkus kornea antara lain

kebutaan parsial atau komplit karena endoftalmitis, prolaps iris, sikatrik

kornea, katarak, glaukoma sekunder, perforasi atau impending perforasi

kornea, dan descemetocele sekunder (Vaughan, 2008). Berdasarkan

pernyataan diatas maka diperlukan pengetahuan mengenai ulkus kornea

melalui asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus kornea.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaiamana konsep teori dan asuhan keperawatan pada pasien ulkus

kornea?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


3

Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis

ulkus kornea.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Menjelaskan konsep teori ulkus kornea

2. Menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa

medis ulkus kornea di ruang bedah Melati RSUD DR. Soetomo

Surabaya.
4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem penglihatan


A. Anatomi Mata

Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis, bulu mata dan
kelopak mata. Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak
mata ( konjungtiva palpebra), kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat
kedalam dan menyatu dengan konjungtiva bulbar membentuk kantung yang
disebut sakus konjungtiva. Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra
tampak merah muda karena pantulan dari pembuluh–pembuluh darah yang ada
didalamnya, pembuluh–pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas
sklera mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata dari kekeringan.
Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata.
Kelenjar lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk
membasahi dan melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke
kantung lakrimalis yang terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus
nasolakrimalis untuk ke hidung.
1. Segmen Anterior dan Posterior
a. Palpebra (Kelopak Mata)
b. Konjungtiva
Konjungtiva merupakan membran tipis bening yang melapisi permukaan
bagian dalam kelopak mata dan menutupi bagian depan sklera, kecuali
kornea. Konjungtiva memiliki banyak pembuluh darah.
5

Konjungtiva dibagi menjadi tiga, yaitu :


1) Konjungtiva Bulbi, menutup bagian bola mata depan kecuali kornea
2) Konjungtiva palpebra, menutup bagian dalam palpebra
3) Konjungtiva fornix, transisi antara konjungtiva bulbi dan konjungtiva
palpebra. Konjungtiva fornix berperan sebagai alat proteksi mata, dan
memiliki pembuluh darah dan limfe paling banyak.
c. Sklera
Sklera merupakan selaput jaringan ikat yang kuat dan berada pada lapisan
terluar mata yang berwarna putih.
d. Kornea

Kornea merupakan selaput yang tembus cahaya, jernih dan transparan.


kornea bentuknya cembung (konfex) dan berfungsi sebagai pembiasan
cahaya. Kornea merupakan membran avaskuler.
Kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu :
1) Epitelium
Epitelium merupakan lapisan terluar dari kornea yang berfungsi
melindungi mata dari partikel asing, seperti debu, air, atau bakteri.
2) Membran Bowman
Setelah jaringan epitel, terdapat selaput transparan yang terbuat dari
kolagen. Selaput ini bernama lapisan Bowman dan berfungsi untuk
mempertahankan bentuk kornea. Lapisan ini tidak memiliki
kemampuan regeneratif (memperbarui diri), sehingga cedera pada area
6

ini akan menimbulkan bekas luka atau jaringan parut yang permanen.
Bila bekas luka cukup besar, penglihatan akan menjadi terganggu.
3) Stroma
Stroma merupakan lapisan paling tebal dari kornea yang berada tepat di
belakang lapisan Bowman. Lapisan ini tersusun dari air serta kolagen
dan merupakan area pembiasan cahaya pada kornea.
4) Membran Descement
Membran descemet merupakan jaringan tipis dan terkuat pada kornea.
Membran ini terbuat dari kolagen dan berfungsi sebagai tempat
bersandarnya sel-sel endotel sekaligus melindungi sel-sel tersebut dari
infeksi serta cedera.
5) Endhotel
Lapisan endotel merupakan lapisan tunggal dan tipis yang terletak pada
bagian terdalam kornea dan bersentuhan langsung dengan aqueous
humor. Lapisan ini berfungsi menjaga kornea tetap jernih dan mengatur
kadar air pada mata, dengan cara menyerap air dari stroma.

Gb. Lapisan-lapisan kornea


e. Bilik Mata Depan
Bilik mata depan merupakan ruangan di belakang kornea.
Iris shadow menunjukkan bahwa bilik mata depan dalam yang artinya
normal.
Iris terang dan gelap menunjukkan bilik mata dangkal.
f. Iris
7

Iris merupakan diafragma yang terletak di antara kornea dan mata, terdiri
dari diamer luar dan dalam. Iris berfungsi untuk mengatur intensitas
cahaya yang masuk.
g. Pupil
Pupil berfungsi untuk menentukan cahaya yang masuk ke bagian mata
yang lebih dalam. Diameter normal pupil adalah 3-5 mm. Kurang dari 3
mm disebut miosis, dan diameter lebih dari 5 mm disebut midriasis.
h. Lensa
Lensa bentuknya bikonfex, transparan dan avaskuler. Lensa terdiri dari 3
lapisan, yaitu kapsul, kortex dan nukleus.
i. Retina
Retina merupakan lapisan bagian dalam yang sangat halus dan sensitif
terhadap cahaya. Pada retina terdapat fotoreseptor.
j. Aqueous Humor
Aqueous humor terletak di balik kornea. Strukturnya sama dengan cairan
sel, mengandung nutrisi bagi kornea dan dapat melakukan difusi gas
dengan udara luar melalui kornea.
k. Vitreous Humor
Vitreous humor terletak di belakang lensa. Bentuknya berupa zat
transparan seperti jelly yang jernih. Zat ini mengisi pada mata dan
membuat bola mata membulat.
l. Bintik kuning
Merupakan bagian retina yang peka terhadap cahaya, karena merupakan
tempat perkumpulan sel-sel yang berbentuk kerucut dan batang.
m. Saraf optik
Saraf optik merupakan saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam
retina untuk menuju ke otak.
n. Otot mata
 Muskulus levator palpebralis superior inferior : mengangkat kelopak
mata
 Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata : untuk menutup mata
8

 Muskulus rektus okuli inferior : untuk menggerakkan bola mata ke


bawah dan kedepan
 Muskulus rektus okuli medial : untuk menggerakkan mata bagian dalam
 Muskulus rektus okuli superior : untuk memutar mata ke atas, bawah
dan keluar.
B. Fisiologi Penglihatan
Cahaya masuk ke mata dan di belokkan (refraksi) ketika melalui kornea
dan struktur-struktur lain dari mata (kornea, humor aqueous, lensa, humor
vitreous) yang mempunyai kepadatan berbeda-beda untuk difokuskan di retina,
hal ini disebut kesalahan refraksi.
Mata mengatur (akomodasi) sedemikian rupa ketika melihat objek yang
jaraknya bervariasi dengan menipiskan dan menebalkan lensa. Pemglihatan dekat
memerlukan kontraksi dari badan ciliary, yang bisa memendekkan jarak antara
kedua sisi badan ciliary yang diikuti dengan relaksasi ligamen pada lensa. Lensa
menjadi lebih cembung agar cahaya dapat terfokuskan pada retina. Penglihatan
yang terus menerus dapat menimbulkan ketegangan mata karena kontraksi yang
menetap (konstan) dari otot-otot ciliary. Hal ini dapat dikurangi dengan seringnya
mengganti jarak antara objek dengan mata. Akomodasi juga dibantu dengan
perubahan ukuran pupil. Penglihatan dekat, iris akan mengecilkan pupil agar
cahaya lebih kuat melalui lensa yang tebal.

Cahaya diterima oleh fotoreseptor pada retina dan dirubah menjadi


aktivitas listrik diteruskan ke kortek. Serabut-serabut saraf optikus terbagi di optik
chiasma (persilangan saraf mata kanan dan kiri), bagian medial dari masing-
masing saraf bersilangan pada sisi yang berlawanan dan impuls diteruskan ke
korteks visual.

 Tekanan dalam bola mata (intra occular pressure/IOP)

Tekanan dalam bola mata dipertahankan oleh keseimbangan antara


produksi dan pengaliran dari humor aqueous. Pengaliran dapat dihambat oleh
bendungan pada jaringan trabekula (yang menyaring humor aquoeus ketika masuk
kesaluran schellem) atau dengan meningkatnya tekanan pada vena-vena sekitar
sklera yang bermuara ke saluran schellem. Sedikit humor aqueous dapat mengalir
9

ke ruang otot-otot ciliary kemudian ke ruang suprakoroid. Pemasukan ke saluran


schellem dapat dihambat oleh iris. Sistem pertahanan katup (Valsava manuefer)
dapat meningkatkan tekanan vena. Meningkatkan tekanan vena sekitar sklera
memungkinkan berkurangnya humor aquoeus yang mengalir sehingga dapat
meningkatkan IOP. Kadang-kadang meningkatnya IOP dapat terjadi karena stress
emosional.

Konsep Teori Ulkus Kornea

A. Definisi Ulkus Kornea


Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian
permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea (Vaughan, 2012).
B. Etiologi Ulkus Kornea
1. Infeksi
a. Infeksi Bakteri
P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Sebuah penelitian terbaru
menyebutkan bahwa telah ditemukan Acinetobacter junii sebagai salah
satu penyebab ulkus kornea. Penyebab ulkus kornea 38,85% disebabkan
oleh bakteri.
b. Infeksi Jamur
Disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus, Cephalosporium
dan spesies mikosis fungoides. Penyebab ulkus kornea 40,65% disebabkan
oleh jamur.
c. Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai.
Bentuk khas dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan
epitel yang bila pecah akan menimbulkan ulkus.
d. Acanthamoeba
Infeksi kornea oleh Acanthamoeba sering terjadi pada pengguna lensa
kontak lunak. Infeksi juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa
kontak yang terpapar air yang tercemar (Broniek,2014).
10

2. Noninfeksi
a. Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung pH;
b. Radiasi atau suhu;
c. Sindrom Sjorgen;
d. Defisiensi vitamin A;
e. Obat-obatan (kortikosteroid, idoxiuridine, anestesi topikal,
immunosupresif);
f. Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma;
g. Pajanan (exposur);
h. Neurotropik (Broniek,2014).
3. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas) (Amatya,2012).
C. Patofisiologi Ulkus Kornea
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya
dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina. Perubahan dalam bentuk
dan kejernihan kornea mengganggu pembentukan bayangan yang baik di
retina. Oleh karenanya, kelainan sekecil apapun di kornea, dapat
menimbulkan gangguan penglihatan (Patel, 2012).
Kornea merupakan bagian yang utuh dari segmen anterior mata. Lapisan
yang utuh tersebut mampu melindungi bagian mata dibelakangnya (BMD, iris,
pupil dan segmen posterior). Kornea menurut struktur anatomisnya memiliki
5 (lima) lapisan meliputi lapisan epitel, membran bowman, stroma, membran
descement dan lapisan endotel. Apabila ada trauma yang mengenai bagian
kornea, maka akan membuat lapisan permukaan kornea berubah menjadi tipis,
yang artinya kornea tidak lagi memiliki pertahanan yang utuh terhadap
mikroorganisme. Hal ini mengakibatkan cahaya yang masuk ke mata yang
seharusnya dapat dibiaskan dengan sempurna menjadi tidak normal akibat
permukaan kornea yang tidak utuh, sehingga muncul gangguan kerusakan
integritas kornea. Nervus trigeminus yang ada di kornea menjadi terangsang
sehingga mampu menimbulkan sensasi nyeri.
Selain itu, saat permukaan kornea berubah menjadi tidak utuh,
mikroorganisme mampu menginvasi mata dengan mudah. Hal itu
menyebabkan terbentuknya infiltrat pada kornea dan memicu pembentukan
11

jaringan nekrosis. Jaringan nekrosis tersebut menimbulkan gesekan pada


mukosa palpebra yang akan semakin memicu terjadinya penipisan permukaan
kornea sehingga timbul ulkus kornea.
D. Klasifikasi Ulkus Kornea
Berdasarkan lokasi, dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea, yaitu (Karthikeyan,
2013) :
1. Ulkus kornea sentral
A. Ulkus kornea bakterialis
a. Ulkus Streptococcus
Khas sebagai ulkus yang menjalar dari tepi ke arah tengah kornea
(serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabuabuan berbentuk cakram
dengan tepi ulkus yang menggaung.
b. Ulkus Staphylococcus
Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putih kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel.
c. Ulkus Pseudomonas
Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea yang dapat
menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Gambaran berupa ulkus
yang berwarna abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna
kehijauan. Kadangkadang bentuk ulkus ini seperti cincin. Dalam bilik
mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak. Secara histopatologi,
khas pada ulkus ini ditemukan sel neutrofil yang dominan.
d. Ulkus Pneumococcus
Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam. Tepi
ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga
memberikan gambaran karakteristik yang disebut ulkus serpen. Ulkus
terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan berwarna kekuning-
kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus
yang menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman.
e. Ulkus Neisseria gonorrhoeae
Ulkus kornea yang terjadi karena Neisseria gonorrhoeae dan
merupakan salah satu dari penyakit menular seksual. Gonore bisa
12

menyebabkan perforasi kornea dan kerusakan yang sangat berarti pada


struktur mata yang lebih dalam.
B. Ulkus kornea fungi
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-
abuan yang agak kering. Tepi lesi berbatas tegas irregular, feathery
edge dan terlihat penyebaran seperti bulu di bagian epitel yang baik.
Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral
sehingga terdapat satelit-satelit disekitarnya. Pada infeksi kandida
bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik dan dapat terjadi
neovaskularisasi akibat rangsangan radang.
C. Ulkus kornea virus
a. Ulkus kornea Herpes Zoster
Terkadang diawali rasa sakit pada kulit dengan perasaan lesu
timbul 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata ditemukan
vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh
akibat terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Dendrit herpes zoster
berwarna abuabu kotor.
b. Ulkus kornea Herpes Simplex
Terkadang gejala dini dimulai dengan tanda injeksi siliar yang kuat
disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea
disusul dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. Bentuk dendrit
herpes simplex kecil, ulseratif, jelas diwarnai dengan fluoresein.
D. Ulkus kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan
kliniknya, kemerahan dan fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus
kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat perineural.

Gambar 1. Ulkus kornea Acanthamoeba (Karthikeyan, 2013)


13

2. Ulkus kornea perifer


A. Ulkus marginal
Merupakan peradangan kornea bagian perifer dapat berbentuk
bulat atau segiempat, dapat satu atau banyak dan terdapat daerah
kornea yang sehat dengan limbus.
B. Ulkus mooren
Merupakan ulkus kronik yang biasanya mulai dari bagian perifer
kornea berjalan progresif ke arah sentral tanpa adanya kecenderungan
untuk perforasi ditandai tepi tukak bergaung dengan bagian sentral
tanpa adanya kelainan dalam waktu yang agak lama.
E. Manifestasi Klinis Ulkus Kornea
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa ( Lalitha, 2014)
1. Gejala subjektif
a. Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva;
b. Sekret mukopurulen;
c. Merasa ada benda asing di mata;
d. Pandangan kabur;
e. Mata berair;
f. Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus;
g. Silau;
h. Nyeri.
2. Gejala objektif
a. Injeksi silier;
b. Hilangnya sebagian kornea dan adanya infiltrat;
c. Hipopion.
F. Penatalaksanaan Ulkus Kornea
Ulkus kornea adalah keadaan darurat yang harus segera
ditangani oleh spesialis mata agar tidak terjadi cedera yang lebih
parah pada kornea.
1. Penatalaksanaan non-medikamentosa:
a) Jika memakai lensa kontak, secepatnya
untuk melepaskannya;
14

b) Jangan memegang atau menggosok-gosok mata


yang meradang;
c) Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci
tangan sesering mungkin dan mengeringkannya
dengan handuk atau kain yang bersih;
d) Menghindari asap rokok, karena dengan asap
rokok dapat memperpanjang proses
penyembuhan luka (Khater, 2014).
2. Penatalaksanaan medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan
pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan
kultur serta hasil uji sensitivitas mikroorganisme
penyebab. Adapun obat-obatan antimikrobial yang dapat
diberikan berupa (Kunwar,2013) :
a) Antibiotik
Antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya
atau yang berspektrum luas diberikan dapat berupa
salep, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada
pengobatan ulkus sebaiknya tidak diberikan salep
mata karena dapat memperlambat penyembuhan dan
dapat menimbulkan erosi kornea kembali. Berikut ini
contoh antibiotik
a. Sulfonamide 10-30%
b. Basitrasin 500 unit
c. Tetrasiklin 10 mg
d. Gentamisin 3 mg
e. Neomisin 3,5-5 mg
f. Tobramisin 3 mg
g. Eritromisin 0,5%
h. Kloramfenikol 10 mg
i. Ciprofloksasin 3 mg
j. Ofloksasin 3 mg
15

k. Polimisin B 10.000 unit


l. Obat cyclopaegic (Atropin) merupakan obat
tetes mata yang berfungsi meminimalkan
kerja otot siliaris sehingga mengurangi rasa
nyeri akibat kontraksi otot siliaris.
b) Anti jamur
Terapi medikamentosa di Indonesia terhambat oleh
terbatasnya preparat komersial yang tersedia.
Berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa
dibagi:
a. Jamur berfilamen: topikal amphotericin B,
Thiomerosal, Natamicin, Imidazol
b. Ragi (yeast): Amphotericin B, Natamicin,
Imidazol, Micafungin 0,1% tetes mata ;
c. Actinomyces yang bukan jamur sejati: golongan
sulfa, berbagai jenis antibiotik.
c) Anti glaukoma, seperti Timolol;
d) Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik
diberikan streroid lokal untuk mengurangi gejala,
sikloplegik, antibiotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder, analgetik bila terdapat indikasi serta
antiviral topika berupa salep asiklovir 3% tiap 4 jam.
e) Anti acanthamoeba
Dapat diberikan poliheksametilen biguanid +
propamidin isetionat atau salep klorheksidin glukonat
0,02%.
3. Penatalaksanaan bedah (Khater,2014)
a. Flap Konjungtiva
Tatalaksana kelainan kornea dengan flap
konjungtiva sudah dilakukan sejak tahun 1800-an.
Indikasinya adalah situasi dimana terapi medis atau
16

bedah mungkin gagal, kerusakan epitel berulang dan


stroma ulserasi. Dalam situasi tertentu, flap
konjungtiva adalah pengobatan yang efektif dan
definitif untuk penyakit permukaan mata persisten.
Tujuan dari flap konjungtiva adalah mengembalikan
integritas permukaan kornea yang terganggu dan
memberikan metabolisme serta dukungan mekanik
untuk penyembuhan kornea. Flap konjungtiva
bertindak sebagai patch biologis, memberikan
pasokan nutrisi dan imunologi oleh jaringan ikat
vaskularnya.
Indikasi yang paling umum penggunaan flap
konjungtiva adalah dalam pengelolaan ulkus kornea
persisten steril. Hal ini mungkin akibat dari denervasi
sensorik kornea (keratitis neurotropik yaitu,
kelumpuhan saraf kranial 7 mengarah ke keratitis
paparan, anestesi kornea setelah herpes zoster
oftalmikus, atau ulserasi metaherpetik berikut HSK
kronis) atau kekurangan sel induk limbal. Penipisan
kornea dekat limbus dapat dikelola dengan flap
konjungtiva selama kornea tidak terlalu menipis.
b. Amniotic Membrane Transplantation (AMT).
Merupakan tindakan cangkok amnion yang
diletakkan di permukaan kornea dan berfungsi untuk
merangsang sel punca di limbus kornea agar tumbuh
dan menutupi permukaan kornea. Tujuan utama dari
tindakan ini adalah untuk mencegah agar tidak terjadi
prolapsus isi bola mata, bukan untuk memperbaiki
fungsi penglihatan. Hasil dari pertumbuhan sel punca
limbus kornea tidak sama seperti kondisi kornea
yang asli (tidak sejernih lapisan kornea yang
sebenarnya).
17

c. Cryotherapy
Merupakan terapi pendinginan dengan menggunakan
nitrogen yang berfungsi mencegah infeksi dengan
merusak jaringan yang membuat mikroorganisme
mati.
d. Keratoplasti
Merupakan jalan terakhir jika penatalaksanaan
diatas tidak berhasil. Indikasi keratoplasti:
1) Dengan pengobatan tidak sembuh;
2) Terjadinya jaringan parut yang mengganggu
penglihatan;
3) Kedalaman ulkus telah mengancam terjadinya
perforasi.
4) Dilakukan keratoplasti bila infeksi sudah
dinyatakan selesai atau tertangani dengan
baik, dan bagian mata mulai dari belakang
kornea hingga makula lutea tidak ada infeksi
dan kecacatan. Tujuan dari keraoplasti adalah
bukan untuk mengobati ulkus, tetapi untuk
memperbaiki daya penglihatan (refraksi).

Gambar 2. Keratoplasti (Khater,2014)


Ada dua jenis keratoplasti yaitu:
a. Keratoplasti penetrans, berarti penggantian kornea seutuhnya.
Karena sel endotel sangat cepat mati, mata hendaknya diambil segera
setelah donor meninggal dan segera dibekukan. Mata donor harus
dimanfaatkan <48 jam. Tudung korneo sklera yang disimpan dalam media
18

nutrien boleh dipakai sampai 6 hari setelah donor meninggal dan


pengawetan dalam media biakan jaringan dapat tahan sampai 6 minggu.18
Telah dilakukan penelitian tentang pendonoran jaringan kornea manusia
dari sisik ikan (Biocornea). Penelitian dilakukan pada kelinci dan
menunjukkan hasil bahwa Biocornea sebagai pengganti yang baik
memiliki biokompatibilitas tinggi dan fungsi pendukungan setelah evaluasi
jangka panjang.
b. Keratoplasti lamelar, berarti penggantian sebagian dari kornea.
Untuk keratoplasti lamelar, kornea dapat dibekukan, didehidrasi, atau
disimpan dalam lemari es selama beberapa minggu.18 Selama dekade
terakhir, tatalaksana bedah untuk penyakit endotel telah berkembang
dengan cepat ke arah keratoplasti endotel, atau transplantasi jaringan
selektif. Keratoplasti endotel menawarkan keuntungan yang berbeda dalam
hal hasil visual dan sayatan lebih kecil.
G. Pemeriksaan Penunjang Ulkus Kornea
1. Tes ketajaman penglihatan (visus)
2. Pemeriksaan segmen anterior mata
a. Palpebra:
Bulu mata: Normalnya tumbuh keluar. Bulu mata yang tumbuh
ke arah dalam dapat mengiritasi kornea.
Otot-otot penggerak palpebra: normalnya menutupi maksimal 3
mm dari limbus.
b. Konjungtiva: Konjugtiva fornik normalnya tidak ada hiperemi
dan tidak iskemik. Penyebab konjungtiva hiperemi adalah:
trauma, benda asing, infeksi, dan alergi. Konjungtiva yang
iskemik biasanya karena mata yang terkena trauma asam atau
basa.
c. Kornea: Normalnya jernih dan bening. Kornea yang
kekeruhannya tipis dan hanya terlihat dengan mikroskop
disebut nebula. Kornea yang kekeruhannya tebal dan bisa
dilihat dengan kasat mata disebut makula. Kornea yang
kekeruhannya sangat tebal disebut leukoma.
19

d. Bilik mata depan: Normalnya dalam yang ditandai dengan


adanya iris shadow saat pemeriksaan.
e. Iris: Normalnya berbentuk radier atau teratur.
f. Pupil: Normalnya isokor, bulat, diameter 3-5 mm, refleks
cahaya positif. Pupil dengan dimater <3 mm disebut miosis.
Pupil dengan dimater >5 mm disebut midriasis.

3. Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan
kornea. Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea.

(warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea,


sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
Gambar 3. Kornea ulcer dengan fluoresensi (Yuan,2014)

4. Hapusan kornea untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa


atau KOH). Pewarnaan gram untuk bakteri, kultur agar coklat (
Neisseria gonorrhea, H. influenza). Giemsa untuk Acanthamobae.
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula
kimura dari dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan
pewarnaan KOH, Kerokan dari ulkus kornea jamur, kecuali yang
disebabkan Candida, mengandung unsur-unsur hifa; kerokan dari
ulkus Candida umumnya mengandung pseudohifa atau bentuk ragi,
yang menampakkan kuncup-kuncup khas. Lebih baik lagi dengan
bila diwarnai dengan periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan
kultur dengan agar sabouraud (Yuan,2014).
20

Gambar 4. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi (Yuan,2014)

Gambar 5. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes simplex (Yuan,2014)

Gambar 6. Pewarnaan gram ulkus kornea herpes zoster (Yuan,2014)

Gambar 7. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri (Yuan,2014)

Gambar 8. Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri akantamoeba.


(Yuan,2014)
21

H. Komplikasi Ulkus Kornea


Komplikasi yang paling sering timbul berupa (Yum,2013) :
1. Kebutaan parsial atau komplit karena endoftalmitis;
2. Prolaps iris;
3. Sikatrik kornea;
4. Katarak;
5. Glaukoma sekunder.
22

Web of Causation Ulkus Kornea

Trauma, kelainan kornea, kelainan bulu mata,


hipersensitivitas

Penipisan lapisan
kornea

Luka di kornea

Masuknya bakteri, virus,


jamur
Infeksi
kornea
Ulkus
kornea

Tumpukan hipopion di okuli Kerusakan integritas kornea

Proses reabsorpsi- Menghalangi Munculnya Perubahan


produksi aquos penglihatan jaringan parut tampilan kornea
humor terganggu
Mengganggu MK: Gangguan
TIO perjalanan cahaya Citra Tubuh
meningkat yang akan masuk
Rangsang nyeri MK: Resiko
pada nervus Cedera
trigeminus
MK: Nyeri
Akut
23

BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN KASUS

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Tanggal MRS : 08 Oktober 2019 Jam Masuk : 10.23 WIB
Tanggal Pengkajian : 08 Oktober 2019 No. RM : 12.78.XX.XX
Jam Pengkajian : 12.00 WIB Diagnosa Masuk : OS Ulkus Kornea
Hari rawat ke :0

IDENTITAS

1. Nama Pasien : Tn. K


2. Umur : 37 Tahun
3. Suku/ Bangsa : Jawa / Indonesia
4. Agama : Islam
5. Pendidikan : Tamat SLTA
6. Pekerjaan : Wiraswasta
7. Alamat : Kediri
8. Sumber Biaya : JKN

KELUHAN UTAMA

1. Keluhan utama :
Klien mengeluh cemas akan kondisi matanya, karena sebelumnya klien mengaku belum pernah sakit.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

1. Riwayat Penyakit Sekarang :


Klien datang dan dibawa oleh keluarga ke RSUD Dr. Soetomo pada tanggal 08 Oktober 2019 Pukul 10.23 dengan
keluhan ada bintik putih pada mata kirinya. Hal itu dapat terjadi bermula pada saat klien mengendarai motor lalu
mata kirinya terkena binatang kecil, kemudian reflek untuk dikucek-kucek lalu mata tampak kemerahan seketika.
Kejadian terjadi pada bulan Juli 2019. Kemudian klien melakukan pemeriksaan dan menjalani pengobatan jalan di
RS Bhayangkara, dan telah didiagnosis terkena ulkus kornea. Selama pengobatan jalan di RS Bhayangkara, klien
mendapatkan obat tetes mata antibiotik. Namun, setelah beberapa bulan berobat dan kontrol, kondisi mata klien tidak
kunjung membaik. Karena alasan tidak ada perbaikan pengobatan, klien kemudian dirujuk ke RSUD Dr. Soetomo
dan akan dilakukan tindakan operasi.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Pernah dirawat : ya tidak kapan : - diagnosa : -
2. Riwayat penyakit kronik dan menular ya tidak jenis : Tidak ada
Riwayat kontrol : Tidak ada
Riwayat penggunaan obat : Tidak ada
3. Riwayat alergi :
Obat ya tidak Jenis : Tidak ada
Makanan ya tidak Jenis : Tidak ada
Lain-lain ya tidak Jenis : Tidak ada

4. Riwayat operasi: ya tidak


- Kapan : Tidak ada
- Jenis operasi :Tidak ada
5. Lain-lain : Tidak ada
24

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Ya tidak

- Jenis : Tidak ada


- Genogram :
Keterangan :
X : Laki-laki

: Perempuan

: Pasien
X : Meninggal dunia
------ : Tinggal Bersama

PERILAKU YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN Masalah Keperawatan :


Perilaku sebelum sakit yang mempengaruhi kesehatan: Tidak ada masalah keperawatan
Alkohol ya tidak
Keterangan : Tidak ada
Merokok ya tidak
Keterangan : Satu hari habis satu bungkus. Namun, sudah berhenti
sejak sakit (Bulan Juli).
Obat ya tidak
Keterangan : Tidak ada
Olahraga ya tidak
Keterangan : Jarang bahkan tidak pernah.

OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

1. Tanda tanda vital


S : 36,1o C N : 84 x/menit T : 110/70 mmHg RR : 20 x/menit

Kesadaran Compos Mentis Apatis Somnolen Sopor Koma

2. Sistem Pernafasan
a. RR: 20 x/menit

b. Keluhan: sesak nyeri waktu nafas orthopnea Klien tidak sesak


Batuk produktif tidak produktif
Sekret : Tidak ada Konsistensi : Tidak ada Klien tidak batuk
Warna : Tidak ada Bau :Tidak ada
c. Penggunaan otot bantu nafas:
Klien tidak menggunakan alat bantu nafas....................................................................................
.......................................................................................................................................................
d. PCH: ya tidak
e. Irama nafas teratur tidak teratur
f. Friction rub : Tidak dikaji .............................................................................................................

g. Pola nafas Dispnoe Kusmaul Cheyne Stokes Biot Normal


h. Suara nafas Vesikuler Bronko vesikuler
Tracheal Bronkhial
Ronki Wheezing
Crackles
Masalah Keperawatan :
i. Alat bantu napas ya tidak
Tidak ada masalah keperawatan
Jenis : Tidak ada Flow : - lpm
25

j. Penggunaan (Water Seal Drainage) WSD:


- Jenis : ....................................................................................................
Klien tidak
- Jumlah cairan : .....................................................................................................
- Undulasi : .................................................................................................... terpasang WSD
- Tekanan : ...................................................................................................
k. Tracheostomy: ya tidak
Klien tidak terpasang tracheostomy ……….................................................................................
.......................................................................................................................................................
l. Lain-lain:
Tidak ada ….................................................................................................................. .................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................

3. Sistem Kardio vaskuler


a. TD: 110/70 mmHg Masalah Keperawatan :
b. N: 84 x/menit
c. HR: 20 x/menit Tidak ada masalah keperawatan
d. Keluhan nyeri dada: ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................

R :................................................................... Klien tidak mengeluh nyeri dada


S :...................................................................

T :...................................................................

e. Irama jantung: reguler ireguler


f. Suara jantung: normal (S1/S2 tunggal) murmur
gallop lain-lain.....
g. Ictus Cordis: Nampak di ICS 5
h. CRT < 2 detik
i. Akral: Hangat kering merah basah pucat
Panas dingin
j. Sikulasi perifer: normal menurun
k. JVP (Jugularis Venous Pressure) :.................................
l. CVP (Central Venous Pressure) :................................. Tidak terkaji
m. CTR (Cardio Thoracic Rasio) :.................................
n. ECG & Interpretasinya:
Normal sinus rhytm .………...................................................................................................... ....
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
................................................................................................................................ ........................
........................................................................................................................................................
o. Lain-lain :
Tidak ada …...................................................................................................................................
........................................................................................................................................................

4. Sistem Persyarafan
a. S : 36,1o C Masalah Keperawatan :
b. GCS : E 4 V 5 M 6
c. Refleks fisiologis patella triceps biceps Tidak ada masalah keperawatan
d. Refleks patologis babinsky brudzinsky kernig
e. Keluhan pusing ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :................................................................... Klien tidak mengeluh pusing
S :...................................................................
T :...................................................................
26

f. Pemeriksaan saraf kranial:


N1 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N2 : normal tidak Ket.: Fundus reflek negatif pada mata sinistra.....
N3 : normal tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N4 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N5 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N6 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N7 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N8 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N9 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N10 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N11 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
N12 : normal Tidak Ket.: Tidak ada masalah........................................
g. Pupil anisokor isokor Diameter: 3 mm (OD) / sulit dievaluasi (OS)
h. Sclera anikterus
i. Konjunctiva ananemis ikterus
anemis
j. Isitrahat/Tidur: 7 Jam/Hari Gangguan tidur : Tidak ada
k. IVD (Internal Ventricular Drainage ) :................................................
l. EVD (Eksternal Ventricular Drainage) :................................................ Tidak terkaji
m. ICP (Intracranial Pressure) :................................................
n. Lain-lain:
Tidak ada…....................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................

5. Sistem perkemihan
Masalah Keperawatan :
a. Kebersihan genetalia: Bersih Kotor
b. Sekret: Ada Tidak
Tidak ada masalah keperawatan
c. Ulkus: Ada Tidak
d. Kebersihan meatus uretra: Bersih Kotor
e. Keluhan kencing: Ada Tidak
Bila ada, jelaskan:
Klien tidak ada keluhan kencing ...................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................

f. Kemampuan berkemih:
Spontan Alat bantu, sebutkan: Tidak ada …..................................................
Jenis :...........................................
Ukuran :............................................ Klien tidak terpasang alat bantu
Hari ke :............................................ berkemih
g. Produksi urine : 62,5 ml/jam 1500 cc/hari
Warna : Jernih

Bau : Khas
h. Kandung kemih : Membesar ya tidak
i. Nyeri tekan ya tidak
j. Intake cairan oral : 3000 cc/hari parenteral: - cc/hari
k. Balance cairan:
IWL = 15 X KgBB/24jam Balance Cairan = Intake - Output
= 15 X 55 Kg/24jam = 3000 – (IWL + Urine)
= 825 cc/24jam = 3000 – (825+1500) = 675
o. Lain-lain:
Tidak ada ................................................................................................................... ....................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
27

6. Sistem pencernaan
a. TB : 150 cm BB : 55 Kg Masalah Keperawatan :
b. IMT : 24,4 Interpretasi : Normal
c. LOLA : Tidak terkaji Tidak ada masalah keperawatan

d. Mulut: bersih kotor berbau


e. Membran mukosa: lembab kering stomatitis
f. Tenggorokan:
sakit menelan kesulitan menelan
pembesaran tonsil nyeri tekan Klien tidak ada keluhan menelan

g. Abdomen: tegang kembung ascites


h. Nyeri tekan: ya tidak Normal
i. Luka operasi: ada
Tanggal operasi :................ tidak
Jenis operasi :................
Lokasi :................ Tidak ada riwayat operasi
Keadaan :................
Drain : ada
tidak

- Jumlah :................... Klien tidak terpasang drain


- Warna :...................
- Kondisi area sekitar insersi :...................
j. Peristaltik ............... x/menit
k. BAB: 1 x/hari Terakhir tanggal : 8 Oktober 2019 pagi hari

l. Konsistensi : keras lunak cair lendir/darah


m. Diet : padat lunak cair
n. Diet Khusus :
Klien tidak menerima diet khusus
o. Nafsu makan: baik menurun Frekuensi:3 x/hari
p. Porsi makan: habis tidak Keterangan : -
q. Lain-lain:
Tidak ada.......................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................

7. Sistem penglihatan
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: Masalah Keperawatan :
Risiko cedera
OD OS Gangguan Penglihatan

6/6 Visus Light perception positif

Tidak ada edema dan spasme Palpebra Tidak ada edema, spasme positif

Hiperemi negatif Conjunctiva Hiperemi

Jernih Kornea Keruh,tampak adanya infiltrat

Dalam BMD Sulit dievaluasi, adanya hipopion

Bulat Pupil Sulit dievaluasi

Radier Iris Sulit dievaluasi

Jernih Lensa Sulit dievaluasi

17 mmHg TIO n. palpasi

Fundus reflek positif Fundus Fundus reflek negatif


28

b. Keluhan nyeri: ya tidak


P :...................................................................
Q :...................................................................
R :................................................................... Klien tidak mengeluh nyeri
S :...................................................................
c. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................ Tidak ada riwayat operasi
Keadaan :................
d. Pemeriksaan penunjang lain : USG Mata (Interpretasi: Vitreous echofree, retina on place)
e. Lain-lain:
Hasil fluoresin test positif di mata sinistra....................................................................................
.......................................................................................................................................................

8. Sistem pendengaran
a. Pengkajian segmen anterior dan posterior: Masalah Keperawatan :

OD OS Tidak ada masalah keperawatan

Aurcicula

MAE

Membran
Tymhani Tidak terkaji
Tidak terkaji

Rinne

Weber

Swabach

b. Tes Audiometri:
Klien tidak dilakukan tes audiometri.............................................................................................
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
........................................................................................................................................................
................................................................................................................................... .....................

c. Keluhan nyeri: ya tidak


P :...................................................................
Q :...................................................................
Klien tidak mengeluh nyeri
R :...................................................................
S :...................................................................
d. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Tidak ada riwayat operasi
Lokasi :................
Keadaan :................
e. Alat bantu Dengar : Tidak ada
f. Lain-lain:
Tidak ada …............................................................................................................................ ........
........................................................................................................................................................
29

9. Sistem muskuloskeletal
a. Pergerakan sendi: Bebas terbatas
Masalah Keperawatan :
b. Kekuatan otot: 5 5
5 5 Tidak ada masalah keperawatan
c. Kelainan ekstremitas: ya tidak
d. Kelainan tulang belakang: ya tidak

Frankel: Tidak ada

e. Fraktur : ya tidak
- Jenis : Tidak ada

f. Traksi: ya tidak
- Jenis :...................
- Beban :................... Tidak ada
- Lama pemasangan :...................
g. Penggunaan spalk/gips: ya tidak
h. Keluhan nyeri: ya tidak
P :...................................................................
Q :...................................................................
R :...................................................................
Tidak ada keluhan nyeri
S :...................................................................
T :...................................................................
i. Sirkulasi perifer : Baik
j. Kompartemen syndrome ya tidak hiperpigmentasi
k. Kulit: ikterik sianosis kemerahan
l. Turgor baik kurang jelek
m. Luka operasi: ada tidak
Tanggal operasi :................
Jenis operasi :................
Lokasi :................ Tidak ada riwayat operasi
Keadaan :................
Drain : ada tidak
- Jumlah :...................
- Warna :................... Klien tidak terpasang drain
- Kondisi area sekitar insersi :...................
n. ROM (Range of Motion) : Tidak terkaji
o. POD (Prevention of Dissability) : Tidak terkaji
p. Cardinal Sign : Tidak terkaji
q. Lain-lain:
Tidak ada................................................................................................................................ ........
.......................................................................................................................................................

10. Sistem integumen


a. Penilaian risiko decubitus:
ASPEK YANG KRITERIA PENILAIAN
NILAI
DINILAI 1 2 3 4
PERSEPSI TERBATAS SANGAT KETERBATASAN TIDAK ADA
SENSORI SEPENUHNYA TERBATAS RINGAN GANGGUAN 3
TERUS
SANGAT
KELEMBABAN MENERUS KADANG2 BASAH JARANG BASAH 4
LEMBAB
BASAH
LEBIH SERING
AKTIVITAS BEDFAST CHAIRFAST KADANG2 JALAN 3
JALAN
IMMOBILE SANGAT KETERBATASAN TIDAK ADA
MOBILISASI SEPENUHNYA TERBATAS RINGAN KETERBATASAN 4
SANGAT KEMUNGKINAN
NUTRISI ADEKUAT SANGAT BAIK 3
BURUK TIDAK ADEKUAT
TIDAK
GESEKAN & POTENSIAL
BERMASALAH MENIMBULKAN 3
PERGESERAN BERMASALAH
MASALAH
NOTE: Pasien dengan nilai total < 16 maka dapat dikatakan bahwa pasien berisiko
mengalami dekubitus (pressure ulcers). TOTAL NILAI 20
(15 or 16 = low risk; 13 or 14 = moderate risk; 12 or less = high risk)
30

b. Warna : Sawo matang Masalah Keperawatan :


c. Pitting edema: +/- grade: Klien tidak ada pitting edema
Tidak ada masalah keperawatan
d. Ekskoriasis: ya tidak
e. Psoriasis: ya tidak
f. Pruritus: ya tidak
g. Urtikaria: ya tidak
h. Lain-lain:
.......................................................................................................................................................
.......................................................................................................................................................

11. Sistem Endokrin


a. Pembesaran tyroid: ya tidak Masalah Keperawatan :
b. Pembesaran kelenjar getah bening: ya tidak
c. Hipoglikemia: ya tidak Tidak ada masalah keperawatan
d. Hiperglikemia: ya tidak
e. Kondisi kaki DM:
- Luka gangren : ya tidak
Jenis..................................................................
- Lama luka :...................
- Warna :...................
- Luas luka :...................
- Kedalaman :................... Tidak ada luka DM
- Kulit kaki :...................
- Kuku kaki :...................
- Telapak kaki :...................
- Jari kaki :...................
- Infeksi : ya tidak
- Riwayat luka sebelumnya : ya tidak
Jika ya:
- Tahun :...................................
- Jenis Luka :................................... Tidak ada riwayat
- Lokasi :...................................
- Riwayat amputasi sebelumnya : ya tidak
Jika ya:
Jika ya:
- Tahun :................................... Tidak ada riwayat
- Lokasi :...................................
f. ABI (Ankle Brachial Index): Tidak terkaji
g. Lain-lain:
Tidak ada……........................................................................................................................ ........
........................................................................................................................................................

PENGKAJIAN PSIKOSOSIAL

a. Persepsi klien terhadap penyakitnya :


Klien mengungkapkan bahwa sebelumnya dirinya tidak pernah sakit dan tidak Masalah Keperawatan :
pernah dirawat inap. Klien masih tidak percaya dan mengungkapkan ketakutannya
Ansietas
terhadap pengobatan. Klien tampak gelisah, khawatir dan bingung.

b. Ekspresi klien terhadap penyakitnya :


Murung/diam gelisah tegang marah/menangis

c. Reaksi saat interaksi : kooperatif tidak kooperatif curiga


d. Gangguan konsep diri :
Tidak ada
31

e. Lain-lain:
Tidak ada

PERSONAL HYGIENE & KEBIASAAN


Masalah Keperawatan :
a. Kebersihan diri:
Klien melakukan aktivitas kebersihan diri dengan mandiri dengan sedikin dibantu
Tidak ada masalah keperawatan
Sebagian oleh keluarga.

b. Kkemampuan klien dalam pemenuhan kebutuhan:


- Mandi: di b ntu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Ganti pakaian:a
di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri

- Keramas: di b ntu seluruhnya dibantu sebagian mandiri


- Sikat gigi: a di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
- Memotong kuku:
di bantu seluruhnya dibantu sebagian mandiri

- Berhias: di b ntu seluruhnya dibantu sebagian mandiri


- Makan: di ab ntu seluruhnya dibantu sebagian mandiri
a

PENGKAJIAN SPIRITUAL
Masalah Keperawatan :
a. Kebiasaan beribadah
- Sebelum sakit sering kadang- kadang tidak pernah Tidak ada masalah keperawatan
- Selama sakit sering kadang- kadang tidak pernah

b. Bantuan yang diperlukan klien untuk memenuhi kebutuhan beribadah:


Tidak ada
32

PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium,Radiologi, EKG, USG , dll)

Hasil Laboratorium – Tanggal 08 Oktober 2019

Jenis Lab Nilai Normal Hasil Interpretasi


WCB 3,8 – 10,6 x 103/uL
9860 Normal
3,6 – 11 x 103/uL
RBC 4,5 – 5,5 x 1012 / L
3,92 x 106 Menurun
4,1 – 5,1 x 1012 / L
HGB / Hb 13,2 – 17,3 g/dL
12,5 Menurun
11,7 – 15,5 g/dL
HCT / PVC 40 – 52 %
35,4 Menurun
35 – 47 %
PLT / Thrombo 150 – 400 x 103/uL 244.000 Normal
PPT 10 – 14 detik 10,2 Normal
APPT 26 – 38 detik 26,4 Normal
HbsAg Non Reactive Non-reactive Normal
SGOT 0 – 50 u/L
16 Normal
0 – 35 u/L
SGPT 0 – 50 u/L
41 Normal
0 – 35 u/L
Albumin 3,4 – 4,8 g/dL 4,1 Normal
Creatinin 0,6 – 1,1 mg/dL
0,73 Normal
0,5 – 0,9 mg/dL
BUN 8 – 18 mg/dL 11 Normal
Kolesterol ≤ 200 mg/dL 228 Meningkat
Gula Puasa < 100 mg/dL 82 Normal

TERAPI

Oral Acetazolamide 250 mg tablet /12 jam


Oral KSR tablet / 24 jam
08 Oktober 2019 Oral Doxicyclin 100 mg tablet / 12 jam
Oral Chloramphenicol 100 mg tablet / 12 jam
Obat tetes mata Cenfresh 1 tetes/jam OS

Surabaya, 08 Oktober 2019

(………………………)
33

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ANALISIS DATA

TANGGAL DATA ETIOLOGI MASALAH


08 Oktober DS : Ulkus Kornea Ansietas
2019 - Klien mengeluh khawatir akan
kondisinya Gangguan penglihatan
- Klien mengungkapkan
ketakutannya terhadap Perubahan kondisi
pengobatan mata
- Klien mengatakan bahwa dirinya
sebelumnya belum pernah sakit Kurang terpajan
informasi
DO :
- Klien tampak gelisah Stress psikologis
- Klien tampak tegang
- Klien tampak takut Koping individu tidak
- Skala pengkajian HARS for efektif
anxiety = 30 (Kecemasan berat)
- Hasil TTV = Kecemasan
TD : 110/70 mmHg
N : 84x/menit
S : 361O C
RR : 20 x/menit
08 Oktober DS : Benda asing (insecta) Resiko Cedera
2019 - Klien mengatakan mata sebelah masuk ke mata
kirinya tidak dapat melihat apa- Gangguan
apa, hanya merespon jika Timbul rasa gatal penglihatan
diberikan cahaya
Reflek mengucek mata Kerusakan integritas
DO : kornea
- Klien tampak berhati-hati dalam Kerusakan integritas
melakukan aktivitas kornea
- Klien tidak dapat melihat jarak
jauh dengan mata sebelah kirinya Gangguan pembiasan
- Fluoresin test positif pada mata
sinistra Gangguan
- Pemeriksaan Segmen Anterior = penglihatan
OD OS
Lapang pandang
6/6 Visus LP (+) menurun
Edema Edema (-), Resiko cedera
& spasme
Palpebra
spasme (+)
(-)
Hiperemi Hiperemi
Conj (+)
(-)
34

Keruh,
Jernih Kornea infiltrate
sulit
dievaluasi,
Dalam BMD terdapat
hipopion

Sulit
Bulat Pupil dievaluasi
Sulit
Radier Iris dievaluasi
Sulit
Jernih Lensa dievaluasi

Reflek Reflek
Fundus negatif
positif
17 n.palpasi
TIO
mmHg
08 Oktober DS : Benda asing (insecta) Resiko Infeksi
2019 - Klien mengatakan matanya masuk ke mata
berair
Timbul rasa gatal
DO :
- Mata sinistra tampak tertutup Reflek mengucek mata
kasa
- Mata tampak berair Kerusakan integritas
- Konjungtiva hiperemis kornea
-
- TTV = Infiltrasi kornea
TD : 110/60 mmHg
N : 68 x/menit Terbentuk jaringan
S : 36,8o C nekrosis
RR : 20x/menit
Penipisan lapisan
kornea

Port de entry terbuka

Resiko infeksi
35

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS


KEPERAWATAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

DAFTAR PRIORITAS DIAGNOSIS KEPERAWATAN

Tanggal : 08 Oktober 2019

1. D.0080. Kategori: Psikologis. SubKategori: Integritas Ego. Ansietas berhubungan


dengan krisis situasional sekunder dengan kurang terpapar informasi.
2. D.0136. Kategori: Lingkungan. SubKategori: Keamanan dan Proteksi. Resiko cedera
dibuktikan dengan gangguan penglihatan sekunder dengan kerusakan integritas
kornea.
3. D.0142. Kategori: Lingkungan. SubKategori: Keamanan dan Proteksi. Resiko Infeksi
dibuktikan dengan terbukanya port de entry kuman.
36

RENCANA INTERVENSI

DIAGNOSIS KEPERAWATAN
HARI/TANGGAL WAKTU INTERVENSI
(Tujuan, Kriteria Hasil)
Selasa, 08.10.2019 08.30 Ansietas berhubungan dengan krisis situasional 1. Monitor tanda-tanda ansietas verbal maupun
sekunder dengan kurang terpapar informasi nonverbal.
dibuktikan dengan tampak gelisah dan merasa 2. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan
khawatir (D.0080) kepercayaan.
3. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 Pahami situasi yang membuat cemas.
jam, tingkat ansietas menurun dengan kriteria hasil: 4. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan.
1. Pasien tidak nampak gelisah. 5. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang dialami.
2. Mampu mengungkapkan perasaannya terkait 6. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien.
kondisi yang dialami, seperti penyebab cemas 7. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi.
yang dirasakan. 8. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
3. Tidak merasa khawatir terhadap prosedur yang ketegangan.
kan dijalani. 9. Latih teknik relaksasi.
10. Kolaborasi pemberian obat antiansietas.
Selasa, 08.10.2019 08.38 Risiko cedera dibuktikan dengan perubahan fungsi 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
psikomotor akibat gangguan penglihatan (D.0136) menyebabkan cedera.
2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 cedera.
jam, tingkat cedera menurun dengan kriteria hasil: 3. Sediakan pencahayaan yang memadai.
1. Tidak terjadi cedera saat beraktivitas. 4. Pastikan barang-barang pribai mudah dijangkau.
2. Tidak ada luka fisik di tubuh pasien akibat cedera. 5. Pastikan roda tempat tidur atau kursi roda dalam
3. Tidak terjadi prolapsus isi bola mata. kondisi terkunci.
6. Gunakan pengaman tempat tidur sesuai dengan
kebijakan fasilitas pelayanan kesehatan.
7. Diskusikan bersama anggota keluarga yang dapat
mendampingi pasien.
8. Menganjurkan untuk mengonsumsi makanan tinggi
serat.
9. Menganjurkan untuk batuk kecil dengan posisi
memeluk bantal.
10. Menganjurkan untuk tidak mengejan saat BAB.
37

11. Menganjurkan untuk tidak mengangkat benda berat.


12. Menganjurkan untuk menggunakan kacamata hitam
agar tidak silau.
13. Menganjurkan untuk minum hangat saat ingin
batuk.
14. Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan
pasien.
15. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit sebelum berdiri.
16. Kolaborasi tindakan pembedahan dan perawatan
luka setelah tindakan pembedahan.
17. Kolaborasi pemberian obat enema, obat antitusif
18. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet
yang tepat (tinggi serat).
Selasa, 08.10.2019 08.30 Risiko infeksi dibuktikan dengan peningkatan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik.
paparan organisme patogen lingkungan (D.0142) 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan pasien.
Setelah dilakukan tindaka keperawatan selama 2x24 3. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko
jam, tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil: tinggi.
1. Tidak ditemukan tanda kemerahan, nyeri dan 4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
bengkak di area mata atau bekas operasi. 5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar.
6. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi.
7. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi.
8. Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
9. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan advis
dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya.
38

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal/Shift No. DK Jam Implementasi Paraf Jam Evaluasi SOAP Paraf


Selasa, 8/10/19 1,2,3 08.20 1. Menjalin hubungan saling percaya Nen 13.20 S: pasien mengatakan cemas Nen
Shift pagi dengan pasien beserta keluarga dan menunggu operasi dan sedikit
kontrak untuk pengkajian. berkurang setelah dijelaskan terkait
08.26 2. Mengkaji kondisi pasien terkini. prosedur yang akan dihadapi.
09.15 3. Melakukan rawat luka mata sinistra O: tidak ada ekspresi ketakutan,
dengan teknik aseptik pasien tenang
09.27 4. Mengamati kondisi area luka - Hasil TTV =
sebelum dan sesudah dilakukan TD : 110/70 mmHg
rawat luka N : 84x/menit
09.40 5. Memberikan dan mengedekuasi cara S : 36,1O C
10.00 menggunakan obat tetes mata
Cenfresh 1 tetes/jam RR : 20 x/menit
10.07 6. Menjelaskan terkait prosedur yang A: Cemas menurun, masalah tertasi
akan dihadapi dan prosedur sebagian
perawatan luka post pembedahan P: Intervensi dilanjutkan (2,3,7)
10.11 7. Melakukan pengambilan sampel
darah vena untuk pemeriksaan darah 13.27 S: pasien mengatakan lebih nyaman Nen
10.13 lengkap. berbaring daripada beraktivitas.
8. Mengajarkan cuci tangan kepada O: aktivitas dibantu oleh istrinya.
10.15 pasien dan keluarga. A: berisiko cedera, masalah teratasi
9. Menganjurkan kepada anggota sebagian.
10.17 keluarga untuk selalu mendampingi. P: intervensi dilanjutkan (5,6,7,8)
10. Memasang handrail untuk mencegah I: pasien pro operasi Hari Rabu
10.20 pasien terjatuh. 9/10/19 pagi.
11. Memastikan roda tempat tidur dalam
10.21 keadaan terkunci. 13.30 S: Pasien mengatakan matanya berair
12. Menganjurkan klien untuk O: Kondisi area luka bersih, tidak
menghabiskan porsi makanannya berair
untuk pemenuhan kebutuhan nutrisi S 37oC
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan (3,4,5,8,12)
39

Rabu, 9/10/19 1,2,3 06.35 1. Menyiapkan keperluan pasien Al 13.00 S: pasien mengatakan sudah tidak Al
Shift pagi sebelum operasi. cemas, terasa nyeri di luka operasi
06.40 2. Memastikan lokasi operasi sudah dengan skala 5 dari 1-10, nyerinya
diberi penanda. semakin terasa saat beraktivitas dan
06.51 3. Mengantar pasien operasi menuju berkurang saat tidur. Kecemasan (-)
GBPT. karena sudah dioperasi.
O: TD 130/80 mmHg, RR 22x/menit,
Nadi 90x/menit. Tampak ekspresi
meringis menahan nyeri.
A: masalah ansietas teratasi, timbul
masalah baru: nyeri post operasi.
P: intervensi dimodifikasi dengan
manajemen nyeri hingga tingkat nyeri
menurun (skala 2 dari 1-10).
I: kolaborasi pemberian Tramadol 50
mg IV. Pantau skala nyeri secara
berkala.

14.08 S: pasien mengatakan lebih nyaman Al


berbaring. Pandangan terlihat kabur.
Mata terasa lengket dan berair.
O: perawatan dan pembersihan mata
dilakukan setiap hari, kondisi edema
ringan (+), kemerahan (+), sekret (++),
nampak perlukaan di kornea dan
pasien sulit membuka mata kirinya
karena terlalu lama ditutup.
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
I: lakukan perawatan luka dengan
prinsip aseptik.

14.16 S: pasien mengatakan tidak mengalami Al


cedera. Tidak mengejan saat BAB dan
batuk dengan posisi memeluk bantal.
40

O: tidak ada luka akibat cedera. Bola


mata tidak terjadi prolapsus.
A: masalah belum teratasi.
P: intervensi dilanjutkan.
I: anjurkan mengonsumsi makanan
tinggi serat seperti sayur dan buah.
Anjurkan minum yang banyak.
Rabu, 9/10/19 2,3 14.15 1. Mengidentifikasi pemicu nyeri. Din 20.25 S: pasien mengatakan nyerinya terasa Din
Shift sore 14.20 2. Mengajarkan teknik napas dalam hebat, skala 4 dari 1-10. Nyerinya
saat merasakan nyeri. terasa di mata kiri.
14.35 3. Memberikan injeksi Tramadol 50 mg O: tampak menahan nyeri, meringis
IV A: nyeri hebat. Masalah belum teratasi
14.40 4. Mengkaji kondisi luka post operasi. P: intervensi dilanjutkan (2,3,4)
14.42 5. Memberikan obat asam mefenamat I: injeksi tramadol 50 mg IV
500 mg P.O Drip ketorolac 1 ampul dalam 100cc.
14.44 6. Memberikan obat tetes mata
moxifloxacin. 20.38 S: pasien mengatakan matanya terasa Din
14.45 7. Mengajarkan kepada keluarga cara berair.
memberikan obat tetes mata. O: S 37,3 derajat celsius
14.53 8. Memastikan handrail terpasang dan A: masalah belum teratasi
roda tempat tidur dalam keadaan P: intervensi dilanjutkan (5)
terkunci.
Rabu, 9/10/19 2,3 21.07 1. Memberikan injeksi tramadol 500 Al 22.10 S: pasien mengatakan nyerinya terasa Al
Shift malam mg iv sesuai advis. berkurang, skala 2 dari 1-10
21.15 2. Memberikan drip ketorolac 1 ampul O: tampak menahan nyeri
dalam piggybag sesuai advis A: nyeri berkurang. Masalah teratasi.
21.40 3. Mengobservasi perubahan kondisi P: intervensi diberhentikan.
pasca pemberian analgesik. I: pasien pro KRS Kamis pagi.
21.41 4. Memberikan penjelasan mengenai
perawatan luka dilakukan tiap pagi. 22.16 S: pasien mengatakan matanya terasa Al
22.00 5. Mengevaluasi pemberian obat tetes berair.
mata moxifloxacin oleh keluarga. O: S 36,8 derajat celsius
A: masalah belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan (5)
Kamis, 10/10/19 3 09.00 1. Mengevaluasi pemberian obat tetes Okt 13.46 S: pasien mengatakan matanya sudah Okt
41

Shift Pagi mata moxifloxacin oleh keluarga. tidak berair dan nyeri berkurang.
09.05 2. Mengedukasi tentang pentingnya O: S 36,8 derajat celsius
konsumsi obat sesuai resep, tepat A: masalah teratasi
waktu dan konsumsi makanan P: intervensi dihentikan, pasien acc
bergizi. KRS dan kontrol setelah 1 minggu
09.15 3. Mengedukasi tentang pentingnya sejak KRS.
kontrol sesuai jadwal yang telah
disepakati.
42

BAB IV

PEMBAHASAN

Ulkus kornea merupakan diskontinuitas atau hilangnya sebagian permukaan


kornea akibat kematian jaringan kornea. Terbentuknya ulkus kornea diakibatkan
oleh adanya kolagenase yang dibentuk oleh sel epitel baru dan sel-sel radang
(Gondhowihardjo & Simanjuntak, 2006). Ulkus kornea ditandai dengan adanya
infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung dan diskontinuitas jaringan korna
yang dapat terjadi dari lapisan epitel sampai stroma (Ilyas, 2004). Gejala dari
ulkus kornea dapat berupa nyeri, berarir, fotofobia, blefarospasme dan biasanya
disertai dengan riwayat trauma pada mata. Ulkus kornea yang sembuh akan
menimbulkan jaringan parut kornea dan merupakan penyebab kebutaan nomor
dua di Indonesia (Rajesh, 2013). Ulkus kornea pada Tn. K terjadi karena terkena
binatang kecil pada saat Tn. K mengendarai sepeda motor, yang kemudian reflek
untuk dikucek-kucek lalu timbul kemerahan.

Kornea adalah jaringan transparan yang ukurannya sebanding dengan kristal


sebuah jam tangan kecil. Kornea mempunyai lima lapisan, yaitu lapisan epitel
(yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan Bowman, stroma,
membran Descemet, dan lapisan endotel. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-
pembuluh darah limbus, aquous humour dan air mata (Vaughan, 2012). Kornea
merupakan bagian mata yang avaskuler, bila terjadi infeksi maka proses infiltrasi
dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian. Badan kornea,
wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang
terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Selanjutnya terjadi
infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN)
yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna
kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian
dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea (Srinivasan, et al. 2007:
Patel, et al., 2012).
43

Tn. K didiagnosis ulkus kornea saat melakukan pemeriksaan pertamanya di


RS Bhayangkara, dengan keadaan mata sudah buram. Kemudian Tn. K dirujuk ke
RSUD Dr. Soetomo dengan alasan karena tidak ada perbaikan kondisi setelah
dilakukan beberapa pengobatan jalan di RS Bhayangkara. Tn. K datang ke RSUD
Dr. Soetomo pada tanggal 08 Oktober 2019 pukul 10.23, dengan rencana tindakan
pembedahan. Setelah dilakukan pengkajian pada saat itu, ditemukan masalah
keperawatan pada Tn. K yaitu ansietas, risiko cedera dan risiko infeksi. Masalah
utama yang muncul pada Tn. K adalah ansietas. Hal ini terjadi karena klien takut
akan pengobatan yang akan dijalani dengan tanda Tn. K tampak gelisah, khawatir
dan takut. Tn. K juga mengungkapkan bahwa dirinya sebelumnya tidak pernah
rawat inap di rumah sakit. Rencana intervensi yang sudah diimplementasikan
pada Tn. K dengan masalah keperawatan ansietas yaitu menciptakan suasana
terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, menggunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan pada pasien, mendengarkan keluhan pasien dengan penuh
perhatian, menjelaskan secara faktual mengenai penyakit klien, mengajarkan
teknik nafas dalam untuk mengurangi ketegangan, dan menganjurkan keluarga
untuk tetap bersama dan mendampingi klien. Kemudian pada tanggal 09 Oktober
2019 pukul 08.45, Tn. K dilakukan tindakan pembedahan yaitu OS Cryotherapy
dengan AMT (Amnion Membran Transplantation) dengan BCL (Bandage
Contact Lens). Tn. K selesai dilakukan operasi pada pukul 10.45. Setelah
dilakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan sebelum
menjalani operasi, ditemukan masalah keperawatan pada Tn. K post-op yaitu
nyeri akut dan peningkatan risiko infeksi. Masalah utama yang muncul adalah
nyeri akut pasca pembedahan karena adanya luka insisi. Nyeri yang dirasakan Tn.
K berada pada skala nyeri 5 dari rentang 1-10. Rencana intervensi yang sudah
diimplementasikan pada Tn. K dengan masalah keperawatan nyeri akut yaitu
memantau skala nyeri yang dialami klien, mengukur tanda-tanda vital klien,
mengajarkan teknik nafas dalam untuk relaksasi, menganjurkan untuk
mendengarkan musik untuk distraksi, mengedukasi untuk mengurangi tingkat
pencahayaan ruangan, menganjurkan klien untuk beristirahat cukup, mengedukasi
klien untuk penggunaan kacamata hitam untuk menghindari cahaya yang kuat,
mengedukasi klien untuk tidak menekan abdomen yang dapat memperberat nyeri
44

dengan cara mengajarkan batuk kecil dengan bantal yang diletakkan di perut dan
mencegah agar tidak mengejan dengan cara mengedukasi klien untuk
mengkonsumsi buah dan sayur serta perbanyak minum air serta berkolaborasi
dengan dokter pemberian obat analgetik untuk menurunkan nyeri.
45

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology.(2012). External Disease and Cornea


Section 8. San Fransisco: AAO MD Association.
Carpenito, L.J. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2.
Jakarta : EGC
Darling, V.H. & Thorpe, M.R. (1996). Perawatan Mata. Yogyakarta : Yayasan
Essentia Media.
Doengoes, Marylin E., 1989, Nursing Care Plans, USA Philadelphia: F.A Davis
Company.
Gandhi S, Shakya DK, Ranjan KP, Bansal S (2014). Corneal ulcer: A prospective
clinical and microbiological study. International Journal of Medical
Science and Public Health, 3 (11): 1334-1337.
Ilyas, Sidarta. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Jakarta.
Nursalamah, Mia dan Angga F,.(2019).Tatalaksana Ulkus Kornea Yang
Disebabkan Oleh Methycillin-Resistant Staphylococcus Haemolyticus
(MRSH). Ilmu Kesehatan Mata FK UNPAD. Available at:
http://www.yankes.kemkes.go.id/read--tatalaksana-ulkus-kornea-
yang-disebabkan-oleh-methycillinresistant-staphylococcus-
haemolyticus-mrsh--6520.html diakses pada 15 Oktober 2019.
Sharma N, Sinha G, Shekhar H, Titiyal JS, Agarwal T, Chawla B, Tandon
R,Vajpayee RB. (2015). Demographic profile, clinical features and
outcome of peripheral ulcerative keratitis: a prospective study. Br J
Ophthalmol; pp.bjophthalmol-2014.
Suharjo SU, Hartono (2007). Anatomi Mata dan Kelainan Kornea. Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, edisi
ke-1, Yogyakarta.
Vaughan, & Asbury. (2008). General Ophtalmology, Seventieth Edition.McGraw-
Hill.
Wijana, Nana. (1983). Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI Jakarta
Patel, S.V. Graft survival and endothelial outcomes in the new era of endothelial
keratoplasty. J Exer. 2012 Feb;95(1):40-7.
Broniek, G., Langwinska-Wosko, E., Szaflik, J., Wroblewska, M. 2014.
Acinetobacterjunii as an aetiological agent of corneal ulcer.
Infection. 2014 Feb. 42(6):1051-3.
Amatya, R., Shrestha, S., Khanal, B., Gurung, R., Poudyal, N., Badu.,
BP., et al.
Etiological agents of corneal ulcer: five years prospective study
in eastern Nepal. Nepal Med Coll J. 2012 Sep;14(3):219-22.
Werli, A.A., Ercole, F.F., Herdman, T.H., Chianca, T.C.M. Nursing
interventions for
adult intensive care patients with risk for corneal injury: a
systematic review. Int J Nurs Knowl. 2013 Feb;24(1):25-9.
46

Karthikeyan, R.S., Ganesa, R., Lakshmi, J., Sixto, L., Jonida, T., Arne,
R., et al. Host
response and bacterial virulence factor expression in
Pseudomonas aeruginosa and Streptococcus pneumoniae corneal
ulcers. Pone Journal. 2013 Jun;8(6):867.
Kunwar M, Adhikari, R.K., Karki, D.B. Microbial flora of corneal
ulcers and their
drug sensitivity. MSJBH.2013;12(2):14-16.
Lalitha, P., Sun, C.Q., Prajna, N.V., Karpagam, R., Geetha, M., O’Brien,
K.S., et al.
In vitro susceptibi-lity of filamentous fungal isolates from a
corneal ulcer clinical trial. Am J Ophtalmol. 2014
Feb;157(2):31826.
Yum, H.R., Kim, M.S., Kim, E.C. Retrocorneal membrane after
Descemet
endothelial keratoplasty. Cornea. 2013 Sep;32(9):128890.
Yuan, F., Wang, L., Lin, C., Chou, C., Li, L A cornea substitute derived
from fish
scale: 6month follow up on rabbit model. J Ophthalmol. 2014
Jun;91(10):40.
Khater, M.M., Selima, A.A., El-Shorbagy, M.S. Role of argon laser as
an adjunctive
therapy for treatment of resistant infected corneal ulcers. Clin Ophthalmol.
2014;23(8):1025-30

Anda mungkin juga menyukai