Anda di halaman 1dari 27

ndonesia.

1. Hakikat Negara dan Kedaulatan Negara

Hakikat negara

a.

Menurut Prof. Miriam Budiardjo, hakikat negara yang

membedakannya dengan organisasi-organisasi lain adalah berikut.

1) Memaksa

Sifat memaksa artinya negara memiliki kekuatan untuk

memakai kekuatan fisik secara sah agar peraturan perundang-

undangan ditaati sehingga ketertiban dapat dicapai dan

anarki dapat dicegah. Sarana untuk itu antara lain polisi,

tentara, dan alat penegak hukum lainnya. Dalam masyarakat

yang homogen dan yang memiliki konsensus nasional yang

kuat, sifat memaksa ini tidak terlalu menonjol. Akan tetapi,

di negara-negara baru yang belum bersifat homogen dan

konsensus nasionalnya belum kuat, sifat paksaan ini tampak

sangat jelas. Salah satu jenis paksaan dalam kehidupan

bernegara adalah ketentuan negara yang mengharuskan

rakyatnya membayar pajak dan menghukum orang yang

melanggarnya.

2) Monopoli

Sifat monopoli artinya negara mempunyai hak tunggal dalam

menetapkan tujuan bersama. Dengan sifat monopoli in,

negara dapat mengatakan, misalnya, suatu aliran kepercayaan

atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan disebarluaskan


karena dianggap bertentangan dengan tujuan negara.

3) Mencakup Semua

Sifat mencakup semua artinya semua peraturan perundang

undangan, misalnya keharusan untuk membayar pajak.

berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.

b. Pengertian kedaulatan

Kedaulatan berasal dari kata "daulat" yang diambil kata daulah

(Arab), souvereignity (Inggris), sovereiniteit (Prancis), supremus

(Latin), dan sovranita (Italia) yang berarti kekuasaan tertinggi,

Jadi, kedaulatan dapat diartikan sebagai kekuasaan tertinggi atas

pemerintahan negara. Suatu negara dikatakan berdaulat apabila

pemerintahnya mempunyai hak eksklusif untuk mengendalikan

secara penuh urusan dalam negeri sendiri dalam wilayah atau

batas teritorial atau geografis tertentu tanpa campur tangan dari

negara lain. Ringkasnya, kedaulatan adalah kekuasaan penuh dan

tertinggi dalam suatu negara untuk mengatur seluruh wilayahnya

tanpa adanya campur tangan dari negara lain.

Dalam buku karangan Jean Bodin yang berjudul Les Six

Leveres de La Republique, dijelaskan bahwa kedaulatan dibedakan

menjadi:

1) Kedaulatan ke dalam, artinya pemerintah memiliki wewenang

tertinggi dalam mengatur dan menjalankan organisasi

negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Contohnya mengatur pajak, mengadakan pemilu,

dan melaksanakan pembangunan.


2) Kedaulatan ke luar, artinya dalam mengadakan hubungan

atau kerja sama dengan negara lain, pemerintah berkuasa,

bebas, tidak terikat, dan tidak tunduk kepada kekuasaan

atau negara lain. Contohnya kerja sama internasional, baik

bilateral maupun multilateral.

Adapun J. W. Garner (1997) menyatakan kedaulatan

mempunyai sejumlah sifat pokok, antara lain eksklusivitas,

permanen, tunggal, dan tidak terbatas.

1) Eksklusivitas (exclusiveness), berarti tidak ada kekuasaan lain

yang menyaingi.

2) Permanen (permanent), berarti kekuasaan itu tetap ada

selama negara itu berdiri sekalipun pemegang kedaulatan

sudah berganti-ganti.

3) Tunggal atau tidak terbagi (indivisibility), berarti kekuasaan itu

merupakan satu-satunya kekuasaan tertinggi dalam negara

vang tidak diserahkan atau dibagi-bagikan kepada badan-

badan lain.

(2

Tidak terbatas (absoluteness), berarti kekuasaan itu tidak dibatasi

oleh kekuasaan lain. Jika ada kekuasaan lain yang membatasinya,

kekuasaan tertinggi yang dimilikinya otomatis lenyap.

Macam-macam teori tentang kedaulatan

Teori Kedaulatan Tuhan

Menurut teori ini, segala sesuatu yang ada di dunia ini berasal
dari Tuhan, termasuk kedaulatan. Konsekuensinya, kedaulatan

diberikan oleh Tuhan. Kekuasaan/kedaulatan yang berasal dari

Tuhan itu diberikan kepada tokoh-tokoh negara terpilih, yang

secara kodrati ditetapkan-Nya menjadi pemimpin negara. Oleh

karena itu, kedaulatan itu bersifat mutlak dan suci. Dalam konteks

itu, raja adalah wakil Tuhan di dunia. Sebagai wakil Tuhan,

raja atau pemerintah harus mempergunakan kedaulatan yang

diperolehnya sesuai dengan kehendak Tuhan. Karena merupakan

wakil Tuhan, seluruh rakyat harus patuh dan taat kepada sang

raja. Raja dianggap tidak bisa salah atau selalu benar.

Teori ini umumnya dianut oleh raja-raja yang mengaku

sebagai keturunan dewa, misalnya para raja Mesir Kuno dan

Kaisar-kaisar Tiongkok zaman dulu. Pandangan ini dianut pula

oleh para raja Jawa zaman Hindu-Budha yang menganggap diri

mereka sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.

Pelopor teori kedaulatan Tuhan antara lain Agustinus (354-

430), Thomas Aquinas (1215-1274), F. Hegel (1770-1831) dan

F. J. Stahl (1802-1861).

Teori Kedaulatan Raja

(7

Teori ini menyatakan bahwa kedaulatan itu terletak di tangan

raja. Raja memiliki kekuasaan mutlak dan tidak terbatas dalam

menjalankan pemerintahan. Teori ini mendorong terjadinya

penggunaan kekuasaan yang sewenang-wenang oleh raja.

Bahkan, Raja Louis XIV dari Prancis pernah dengan sombong


mengatakan l'état, c'est moi, yang berarti negara adalah saya.

Penganjur teori ini adalah Niccolo Machiavelli (1467-1527) dan

Thomas Hobbes (1588-1679).

Teon Kedaulatan Negara

Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi terletak pada negara.

Kedaulatan timbul bersamaan dengan berdirinya suatu negara.

Ukum dan konstitusi lahir menurut kehendak negara, diperlukan

oleh negara, dan diabdikan untuk kepentingan negara. Peletak

dasar teori ini antara lain Jean Bodin (1530-1596), F. Hegel (1770-

1831), G. Jellinek (1851-1911), dan Paul Laband (1879-1958).

Menurut teori ini, kekuasaan pemerintah berasal dari hukum yang

berlaku. Hukumlah (tertulis atau tidak tertulis) yang

kekuasaan pemerintahan. Pelopor teori kedaulatan hukum antara

lain Hugo de Groot (1583-1645), Hugo Krabbe (1857-1936),

Immanuel Kant (1724-1804), dan Leon Duguit (1859-1928).

4) Teori Kedaulatan Hukum

membimbing

5) Teori Kedaulatan Rakyat (Teori Demokrasi)

Teori ini menyatakan bahwa kedaulatan tertinggi ada di

tangan rakyat. Raja atau penguasa memperoleh kekuasaan

dari rakyat, bukan dari Tuhan atau raja. Raja atau penguasa

hanyalah pelaksana apa yang telah ditentukan rakyat. Karena

kekuasaannya berasal dari rakyat, raja atau penguasa harus

mempertanggungjawabkan segala kebijakan dan tindak-

tanduknya kepada rakyat. Para penganjur paham ini adalah


J.J Rousseau (1712-1778), Montesquieu (1689-1755), dan John

Locke (1632-1704)

Berikut beberapa pandangan pelopor teori kedaulatan rakyat.

J. J. Rousseau, menyatakan bahwa kedaulatan itu perwujudan

dari kehendak umum dari suatu bangsa merdeka yang

mengadakan perjanjian masyarakat (social contract).

2.

lohn Locke, menyatakan bahwa kekuasaan negara berasal dari

rakvat, bukan dari raja. Menurutnya, perjanjian masyarakat

menghasilkan penyerahan hak-hak rakyat kepada pemerintah

dan pemerintah mengembalikan hak dan kewajiban asasi

kepada rakyat melalui peraturan perundang-undangan.

3. Montesquieu, menghendaki pemisahan kekuasaan negara

meniadi kekuasaan legislatit, eksekutit, dan yudikatif (trias poitic)

d. Kedaulatan Negara Republik Indonesia

Syarat berdirinya suatu negara secara konstitusional adalah adanya

wilayah, rakyat, pemerintah yang berdaulat, dan pengakuan

kedaulatan oleh negara lain.

Pengakuan kedaulatan oleh negara lain, meskipun bersifat

deklaratif, mempunyai arti yang sangat strategis. Hal ini

berdasarkan beberapa faktor berikut.

1) Kekhawatiran akan adanya ancaman kelangsungan hidup

suatu negara, baik yang timbul dari dalam (melalui kudeta)

maupun karena intervensi dari negara lain.

2) Kenyataan bahwa suatu negara tidak dapat berdiri sendir


tanpa bantuan dan kerja sama dengan negara lain.

Ketergantungan ini terutama dalam hal memecahkan masalah

ekonomi, politik, sosial-budaya, pertahanan, dan keamanan.

Pengakuan kedaulatan dari negara lain terdiri atas dua bagian,

yaitu pengakuan kedaulatan secara de facto dan pengakuan

kedaulatan secara de jure.

1) Pengakuan kedaulatan secara de facto

De facto (bahasa Latin) berarti 'pada kenyataannya' atau 'pada

praktiknya'. Pengakuan de facto adalah pengakuan yang diberikan

atas dasar kenyataan (fakta) bahwa suatu negara yang diakui

itu telah memenuhi unsur-unsur negara, seperti ada pemimpin,

rakyat, dan wilayah. Pengakuan de facto dapat dibedakan

menjadi pengakuan de facto yang bersifat tetap dan yang bersifat

sementara.

a) Pengakuan de facto bersifat tetap

Yaitu pengakuan yang dapat diikuti dengan hubungan

perdagangan dan ekonomi. Dalam pengakuan de facto

bersifat tetap, belum ada hubungan diplomatik yang

mengharuskan kedua negara (yang mengakui dan diakui)

saling menempatkan kedutaan besar.

b) Pengakuan de facto bersifat sementara

Yaitu pengakuan yang dapat dicabut kernbali apabila dalam

perkembangannya negara yang telah diakui tersebut ternyata

terpecah belah, yang membuat eksistensinya sebagai negara

hilang.
2) Pengakuan kedaulatan secara de jure

De jure berarti 'menurut hukum atau 'menurut sesuatu yang

dikatakan orang lain'. Pengakuan secara de jure adalah pengakuan

resmi berdasarkan hukum oleh negara lain dengan segala

konsekuensinya. Pengakuan de jure dapat dibedakan menjadi

pengakuan de jure bersifat tetap dan bersifat penuh.

a) Pengakuan de jure bersifat tetap

Hal ini berarti pengakuan dari negara lain berlaku untuk

selamanya setelah terlebih dahulu melihat bahwa negara

tersebut dalam beberapa waktu lamanya menunjukkan

pemerintahan yang stabil.

b) Pengakuan de jure bersifat penuh

Hal ini berarti telah terjadi hubungan antara negara yang

mengakui dan negara yang diakui, baik dalam bidano

ekonomi maupun diplomatik. Negara yang mengakui

kedaulatan suatu negara berhak menempati konsulat atau

membuka kedutaan.

Dalam kenyataannya, tiap negara mempunyai pandangan

yang berbeda mengenai pengakuan de facto dan de jure

Contohnya, Republik Indonesia tetap memandang pengakuan

kedaulatan dari negara lain hanya sebagai unsur deklaratif.

Oleh karena itu, meskipun pada saat lahirnya belum ada yang

mengakui kedaulatan Negara Republik Indonesia, Indonesia tetap

berdiri sebagai negara baru dengan hak dan martabat yang sama

dengan negara lain.


2. Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

Ada dua istilah untuk menunjukkan cara lembaga-lembaga negara

menjalankan kekuasaannya, yaitu pemisahan kekuasaan dan

pembagian kekuasaan. Konsep pemisahan kekuasaan pertamd

kali dicetuskan oleh filsuf Inggris John Locke dalam bukunya W

Treatises of Government (1689). Dalam buku tersebut, ia membag

kekuasaan negara dalam tiga fungsi, yaitu fungsi legislatif, fungs

eksekutif, dan fungsi federatif. Konsep ini dikembangkan lebih

lanjut oleh pemikir Prancis bernama Montesquieu (1668-1748)

dalam karyanya L'Espirit des Lois (The Spirit of the Laws).

Montesquieu membagi kekuasaan pemerintahan dalam tiga

cabang, yaitu kekuasaan membuat undang-undang (legislatif),

kekuasaan untuk menyelenggarakan undang-undang (eksekutif),

dan kekuasaan mengadili pelanggaran terhadap undang-undang

(vudikatif). Gagasan dasar Montesquieu adalah: kekuasaan itu

harus terpisah satu sama lain, baik tugas (fungsi) maupun alat

perlengkapan (lembaga) yang menyelenggarakannya. Konsepsi

ini lebih dikenal dengan ajaran trias politica.

Menurut UUD NRI Tahun 1945, Negara Republik Indonesia

tidak menganut sistem pemisahan kekuasaan atau separation of

power murni sebagaimana diajarkan oleh Montesquieu. Memang,

dalam praktik ketatanegaraan dunia, tidak ada negara yang

melaksanakan separation of power di antara 3 lembaga negara

(eksekutif, legislatif, yudikatif) secara murni.

Serikat yang oleh banyak sarjana disebut sebagai satu-satunya


negara yang ingin menjalankan teori trias politica secara murni

dalam kenyataannya juga menerapkan sistem checks and balances

yang memungkinkan ketiga lembaga negara saling mengawasi

dan membatasi kekuasaan masing-masing.

Indonesia sendiri cenderung memilih istilah pembagian kekuasaan

(distribution of power), bukan pemisahan kekuasaan (separation

of power). Hal ini karena UUD NRI Tahun 1945 mengatur hal-hal

Bahkan, Amerika

Oleh karena itu,

antara lain sebagai berikut.

a) Tidak memberlakukan secara kaku ketentuan bahwa setiap

kekuasaan harus dilakukan oleh suatu organisasi/badan

tertentu yang tidak boleh saling campur tangan. Contohnya,

menurut ketentuan UUD NRI Tahun 1945 Pasal 23 Ayat

(2), Rancangan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (RUAPBN) diajukan presiden untuk dibahas

bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.

b) Tidak memberlakukan secara kaku sebuah ketentuan bahwa

kekuasaan dibagi atas tiga bagian saja. Dengan kata lain,

kekuasaan tidak dibatasi hanya dilakukan oleh tiga bagian

saja. Contohnya, selain pasal-pasal yang membahas presiden,

DPR, dan MA, terdapat pula pasal yang membahas tentang

BPK sebagaimana tertuang dalam UUD NRI Tahun 1945 Pasal

23 E-G

Adapun dalam penjelasan UUD NRI Tahun 1945 sebelum


amandemen, disampaikan bahwa sistem pemerintahan Negara

Republik Indonesia meliputi hal-hal pokok berikut.

1) Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak

berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).

2) Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar)

,tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).

ekuasaan negara tertinggi berada di tangan MPR.

4) Presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang

tertinggi di bawah MPR.

5) Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.

6) Menteri negara ialah pembantu Presiden dan tida

bertanggung jawab kepada DPR.

7) Kekuasaan kepala negara tidak tak terbatas

Setelah terjadi amandemen UUD NRI Tahun 1945 keempat

tahun 2002, pokok-pokok sistem pemerintahan Indonesia melipui

hal-hal berikut (Hamdi, 2013).

1) Indonesia berbentuk negara kesatuan dengan prinsip otonom

yang luas. Wilayah negara terbagi dalam provinsi-provinsi

2) Bentuk pemerintahan adalah republik.

3) Sistem pemerintahan adalah presidensial.

4) Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala permerintahan.

Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan

secara langsung oleh rakyat serta diangkat oleh MPR untuk

masa jabatan lima tahun.

5) Kabinet atau menteri diangkat oleh presiden dan bertanggung


jawab kepada presiden.

6) Parlemen terdiri atas dua bagian (bikameral), yaitu Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah

(DPD). Para anggota dewan merupakan anggota MPR. DPR

memiliki kekuasaan legislatif dan kekuasaan mengawasi

jalannya pemerintahan.

7) Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung dan

badan peradilan di bawahnya.

Pada dasarnya, setelah terjadi amandeman pada UUD NRI

Tahun 1945, sistem pemerintahan tidak banyak berubah. Meski

demikian, sistem pemerintahan setelah amandemen UUD NRI

Tabun 1945 juga mengambil unsur-unsur dari sistem pemerintahan

parlementer dan melakukan pembaruan untuk menghilangkan

kelemahan dalam sistem presidensial. Beberapa variasi dari sistem

pemerintahan presidensial di Indonesia adalah sebagai berikut

1) Presiden sewaktu-waktu dapat diberhentikan MPR atas usul

dan pertimbangan dari DPR (Pasal 7A). Maka, DPR tetap

memiliki kekuasaan mengawasi presiden meskipun secara

tidak langsung.

2) Presiden dalam mengangkat pejabat negara perlu

pertimbangan dan atau persetujuan DPR (misalnya Pasal 13

dan Pasal 24B Ayat (3).

3) Presiden dalam mengeluarkan kebijakan tertentu perlu

pertimbangan atau persetujuan DPR (misalnya Pasal 22).

4) Parlemen diberi kekuasaan yang lebih besar dalam hal


membentuk undang-undang (Pasal 20) dan memiliki fungsi

anggaran (Pasal 20A).

Dengan demikian, ada perubahan-perubahan baru

dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal itu dilakukan demi

memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru

tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Pemilihan presiden secara larngsung.

2) Sistem bikameral

3) Mekanisme check and balances

4) Pemberian kekuasaan yang lebih besar daripada sebelumnya

kepada parlemen untuk melakukan fungsi legislasi, fungsi

pengawasan, dan fungsi anggaran.

3. Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Menurut UUD NRI Tahun 1945, pembagian kekuasaan terd

atas dua bagian, yaitu pembagian kekuasaan secara horizonta

dan vertikal.

Pembagian kekuasaan secara horizontal

Pembagian kekuasaan ini lebih menitikberatkan pada funge

masing-masing bagian pemerintahan pusat sebagai berikut.

1) Kekuasaan eksekutif, yaitu kekuasaan untuk menjalankan

undang-undang dan penyelenggaraan pemerintahan,

Kekuasaan ini dipegang oleh presiden sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 4 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

yaitu "Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan

pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar".


Kekuasaan legislatif, yaitu kekuasaan untuk membentuk

undang-undang. Kekuasaan ini dipegang oleh DPR, DPD, dan

MPR. Hal ini terlihat dalam Pasal 20 Ayat (1) UUD NRI Tahun

1945, yang berbunyi "Dewan Perwakilan Rakyat memegang

kekuasaan membentuk undang-undang"; Pasal 22D Ayat

(2) UUD NRI Tahun 1945, yaitu "Dewan Perwakilan Daerah

ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah;

pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah;

pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi

lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; serta

memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat

atas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan

pajak, pendidikan dan agama.", dan Pasal 3 Ayat (1) UUD

NRI Tahun 1945, yaitu "Majelis Permusyawaratan Rakyat

berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang

2)

Dasar.'

3) Kekuasaan yudikatif atau kekuasaan kehakiman adalah

kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegak-

kan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 24 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, yaitu

"Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah

Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam


lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,

lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha

negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi"

4) Kekuasaan eksaminatif atau inspektif, yaitu kekuasaan

memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan

negara. Kekuasaan ini dijalankan oleh BPK sebagaimana

ditegaskan dalam Pasal 23 E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.

yaitu "untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab

tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa

Keuangan yang bebas dan mandiri".

5) Kekuasaan moneter, yaitu kekuasaan menetapkan dan

melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga

kelancaran sistem pembayaran, serta memelihara kestabilan

nilai rupiah. Kekuasaan moneter ini dijalankan Bank Indonesia

selaku bank sentral sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 23D

UUD NRI Tahun 1945, yaitu "Negara memiliki suatu bank

sentral yang susu nan, kedudukan, kewenangan, tanggung

jawab, dan indepedensinya diatur dalam undang-undang ".

b. Pembagian kekuasaan secara vertikal

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan pembagian

kekuasaan berdasarkan tingkatan pemerintahan. UUD NRI Tahun

1945 Pasal 18 Ayat (1) menyebutkan "Negara Kesatuan Republik

Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi

itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,


yang diatur dengan undang-undang". Berdasarkan ketentuan

dalam UUD NRI Tahun 1945 tersebut, pembagian kekuasaan

secara vertikal di Indonesia terjadi pada pemerintahan pusat dan

pemerintahan daerah.

Pembagian kekuasaan secara vertikal merupakan konsekuensi

penerapan asas desentralisasi di Indonesia. Dengan asas tersebut,

pemerintah pusat menyerahkan wewenang pemerintahan kepada

permerintah daerah otonom (provinsi dan kabupaten/kota)

untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan pemerintahan

di daerahnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan pemerintah pusat. Kewenangan ini ditegaskan dalam

Pasal 18 Ayat (5) UUD NRI Tahun 1945, yaitu "Pemerintahan

daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan

pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai

urusan Pemerintahan Pusat". Menurut Pasal 10 UU No. 23

tanun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bidang-bidang yang

bukan urusan daerah otonom, melainkan urusan pemerintah

pusat, meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi,

moneter dan fiskal nasional, dan agama.

B. Kedudukan dan Fungsi Kementerian

Negara Republik Indonesia dan Lembaga

Pemerintahan Non-Kementerian (LPNK)

Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Indonesia

Kita telah mempelajari bahwa sistem pemerintahan yann

dianut Indonesia adalah sistem presidensial. Berdasarkan sistem


presidensial ini, seorang presiden menjadi kepala negara sekaliqus

kepala pemerintahan. Sebagai seorang kepala negara dan

kepala pemerintahan, presiden memiliki sejumlah kewenangan

yang diatur dalam UUD NRI Tahun 1945. Kewenangan tersebut

terbagi atas kewenangan kepala negara dan kewenangan kepala

pemerintahan, Pembahasan lebih lanjut mengenai presiden dan

kewenangannya dibahas pada bab ketiga buku ini.

Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Presiden dibantu oleh

menteri-menteri negara. Menteri negara adalah pembantu presiden

yang memimpin kementerian dan tidak bertanggung jawab

kepada DPR. Presiden berhak mengangkat dan memberhentikan

menteri-menteri negara.

Berdasarkan UU No. 39 Tahun 2008 Tentang Kementerian

Negara, kementerian negara atau kementerian adalah perangkat

pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

Kementerian berkedudukan di ibu kota negara, yaitu Jakarta dan

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.

Ketentuan mengenai menteri diatur dalam Bab V Pasal 17 UUD

NRI Tahun 1945 Tentang Kermenterian Negara, yaitu sebagai berikut.

Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.

Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden.

Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam

pemerintahan.

Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian

negara diatur dalam undang-undang.


Menteri-menteri negara bukan pegawai tinggi biasa. Meskipun

kedudukan menteri negara tergantung pada presiden, mereka

bukan pegavai tinggi biasa oleh karena menteri-menterilah yang

terutama menjalankan kekuasaan pemerintah (pouvoir executif)

dalam praktiknya. Sebagai pernimpin kementeran, menteri

mengetahui seluk-beluk lingkungan pekerjaanny alam konteks

itu, menteri mempunyai pengarun besar terhadap presiden dalam

menentukan politik negara yang terkait dengan kernenteriannya.

Untuk menetapkan politik pernerintan dan koordinasi dalam

pemerintahan negara, para menteri bekerja bersama satu sama

lain seerat-eratnya di bawan pimpinan presiden

Selain diatur dalam UUD NRI Tahun 1945, aturan mengenal

kementerian negara juga terdapat pada Peraturan Presiden RI

Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara.

Pendidan Pancasila dan Kewarganegaraan

Peraturan Presiden RI (Perpres) ini mengatur kedudukan, tugas

nokok, fungsi, susunan organisasi, pembentukan, pengubahan,

penggabungan, pemisahan atau penggantian, pembubaran/

penghapusan kementerian, hubungan fungsional kementerian

dengan lembaga pemerintah nonkementerian dan pemerintah

daerah serta pengangkatan dan pemberhentian menteri.

Berdasarkan Pasal 4 Ayat (1) dan Pasal 31 Ayat (1) Perpres

No. 7 Tahun 2015, tugas kementerian adalah menyelenggarakan

urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu presiden

dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.


Perpres No. 7 Tahun 2015 membagi kementerian dalam tiga

kelompok. Semua kementerian tersebut berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada presiden.

kelompok kementerian adalah sebagai berikut.

Adapun pembagian tiga

Kelompok I, yaitu kementerian yang menangani urusan

pemerintahan yang nomenklatur kementeriannya secara tegas

disebutkan dalam UUD NRI Tahun 1945.

Fungsi kementerian yang tergabung dalam Kelompok I adalah:

1) perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di

bidangnya;

2) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi

tanggung jawabnya;

3) pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;

4) pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah;

5) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian

dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi

di lingkungan kementerian;

6) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada

seluruh unsur organisasi di lingkungan kementerian; dan

7) penyelenggaraan fungsi yang menunjukkan karakteristik

tugas dan fungsi masing-masing kementerian.

Adapun Kementerian Kelompok I mencakup:

1) Kementerian Luar Negeri

2) Kementerian Dalam Negeri


3) Kementerian Pertahanan

Kelompok II, yaitu kementerian yang menangani urusan

pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam UUD

NRI Tahun 1945.

Fungsi kementerian yang tergabung dalam Kelompok II

adalah:

perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di

bidangnya;

pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi

tanggung jawabnya;

pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;

4) pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi ata

pelaksanaan urusan kementerian di daerah;

koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian

5)

dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi

di lingkungan kementerian;

6) pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada

seluruh unsur organisasi di lingkungan kementerian; dan

penyelenggaraan fungsi yang menunjukkan karakteristik

(/

tugas dan fungsi masing-masing kementerian.

Kementerian Kelompok lI mencakup:

1) Kementerian Agama

2) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia


3) Kementerian Keuangan

4) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

5) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

6) Kementerian Kesehatan

7) Kementerian Sosial

8) Kementerian Ketenagakerjaan

9) Kementerian Perindustriarn

10) Kementerian Perdagangan

11) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

12) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat

13) Kementerian Perhubungan

14) Kementerian Komunikasi dan Informatika

15) Kementerian Pertanian

16) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

17) Kementerian Kelautan dan Perikanan

18) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,

dan Transmigrasi

19) Kementerian Agraria dan Tata Ruang

Kelompok IlI, yaitu kementerian yang menangani urusan

pernerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan

sinkronisasi program pemerintah.

Fungsi kementerian yang tergabung dalam Kelompok III adalah:

1) perumusan dan penetapan kebijakan di bidangnya;

2) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan d

bidangnya;
3) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi

tanggung jawabnya,

pengawasan atas pelaksanaan tugas di bidangnya;

(t

S) koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian

dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi

di lingkungan kementerian,

6) menyelenggarakan fungsi yang menunjukkan karakteristik

tugas dan fungsi masing-masing kementerian

Kernenterian Kelompok III mencakup:

1) Kermenterian Perencanaan Permbangunan Nasional

2) Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi

3) Kementerian Badan Usaha Milik Negara

4) Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

5) Kementerian Pariwisata

6) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak

7) Kementerian Pemuda dan Olahraga

8) Kementerian Sekretariat Negara

Selain kementerian yang menangani urusan perrierintahan

di atas, terdapat kementerian koordinator yang bertugas

melakukan sinkronisasi dan koordinasi urusan kementerian-

kementerian yang berada di dalam lingkup tugasnya.

Kementerian koordinator terdiri atas:


1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan

Keamanan

a) Kementerian Dalam Negeri

b) Kementerian Hukum dan HAM

c) Kementerian Luar Negeri

d) Kementerian Pertahanan

e) Kementerian Komunikasi dan Informatika

f)Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi

2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

a) Kementerian Keuangan

b) Kementerian Ketenagakerjaan

rangka Praktik

c) Kementerian Perindustrian

d) Kementerian Perdagangan

e) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakvat

f) Kementerian Pertanian

g) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

h) Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan

Nasional

Kementerian Badan Usaha Milik Negara

(0

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah

(1

3) Kementerian Koordinator Bidang Pembanqunan Manusia dan


Kebudayaan

a) Kementerian Agama

b) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

(O

Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

d) Kementerian Kesehatan

e) Kementerian Sosial

f) Kementerian Desa, Pembarngunan Daerah Tertinggal,

dan Transmigrasi

g) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan

Anak

h) Kementerian Pemuda dan Olahraga

4) Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman

(e

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

(q

Kementerian Perhubungan

()

Kementerian Kelautan dan Perikanan

d) Kementerian Pariwisata

2. Lembaga Pemerintahan Nonkementerian

Lernbaga Pemerintah Non-Kementerian (LPNK) adalah lembaga

negara yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan

tertentu dari presiden. Dulu, LPNK disebut sebagai lembaga nemerintah nondepartemen (LPND). UU No.
39 Tahun 2008 Pasal

25 Ayat (2) menyebutkan lembaga pemerintah nonkementerian


herkedudukan di bawah presiden melalui menteri yang

mengoordinasikannya.

Berikut daftar LPNK beserta kementerian yang

mengoordinasikannya.

BPS (Badan Pusat Statistik), Bappenas (Badan Perencanaan

Pembangunan Nasional), BKPM (Badan Koordinasi Penanaman

Modal), dan Bulog (Badan Urusan Logistik). Semuanya berada di

bawah koordinasi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian.

a.

Lemsaneg (Lembaga Sandi Negara), berada di bawah koordinasi

Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial dan Keamanan.

BPN (Badan Pertanahan Nasional), berada di bawah koordinasi

Menteri Dalam Negeri.

BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), berada di

bawah koordinasi Menteri Kesehatan.

Perpusnas (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia), berada

di bawah koordinasi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

LAN (Lembaga Administrasi Negara), BKN (Badan Kepegawaian

Negara), dan ANRI (Arsip Nasional Republik Indonesia).

Ketiganya berada di bawah koordinasi Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

g. Bapedal (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan), berada

di bawah koordinasi Menteri Lingkungan Hidup.


LIPI (Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia), Lapan

(Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), BPPT

(Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Batan (Badan

Tenaga Nuklir Nasional), Bepeten (Badan Pengawas Tenaga

Nuklir), Bakorsutanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan

Nasional), dan BSN (Badan Standardisasi Nasional). Semuanya

berada di bawah koordinasi Menteri Riset, Teknologi, dan

Pendidikan Tinggi.

BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional), berada di bawah koordinasi Menteri Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak.

Ada sejumlah LPNK yang dalam pelaksanaan tugasnya

tidak dikoordinasikan oleh menteri, tetapi bertanggung jawab

langsung kepada presiden. Lembaga-lembaga tersebut adalah

sebagai berikut.

1) BIN (Badan Intelijen Negara),

2) BIG (Badan Informasi Geospasial),

3) BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),

BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika),

BNN (Badan Narkotika Nasional),

BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana),

BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme),

7)

BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan

8)
Tenaga Kerja Indonesia),

BASARNAS (Badan SAR Nasional),

9)

10) LEMHANAS (Lembaga Ketahanan Nasional),

11) LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah),

dan

12) BAPPEBTI (Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka

Komoditi).

Anda mungkin juga menyukai