Anda di halaman 1dari 5

Nama : Muhammad Kevin Al Kautsar

NPM : 110110180258

Mata Kuliah : Hukum Internasional

Kelas :D

Task 4

General Principles of International Law

1. Jelaskan fungsi dan kedudukan prinsip-prinsip hukum umum yang tercantum dalam
Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional.
2. Sebutkan dan jelaskan minimal 5 (lima) contoh prinsip-prinsip hukum umum sebagai
salah satu sumber hukum internasional
3. Sebutkan dan jelaskan implementasi prinsip-prinsip hukum umum sebagai salah satu
sumber hukum internasional dalam putusan kasus sengketa hukum internasional
(minimal 3 (tiga) kasus)

Answer

1. Pada dasarnya, Pasal 38 ayat 1 Statuta Mahkamah Internasional terkandung 4 poin


penting di dalamnya, yakni :
• Perjanjian Internasional (International Conventions), baik yang bersifat umum
maupun yang bersifat khusus dan merupakan ketentuan-ketentuan yang diakui
secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa ;
• Kebiasaan Internasional (International Custom), merupakan praktek yang
bersifat umum dan diterima sebagai hukum;
• Prinsip atau azas-azas Hukum Umum yang diakui oleh bangsa bangsa
beradab;
• dan Putusan-putusan pengadilan dan ajaran dari sarjana yang bereputasi
tinggi dari berbagai bangsa, sebagai sumber tambahan dalam penentuan
kaidah hukum.

Dapat dikatakan bahwa maksud pertanyaan nomor 1 (satu) maka tertuju pada poin 3
perihal fungsi serta kedudukan prinsip-prinsip hukum umum.

Prinsip-prinsip hukum umum menjadi dasar terbentuknya sistem hukum


modern, yang mencakup azas-azas hukum Internasional pun azas azas hukum pada
umumnya, contohnya: azas pacta sunt servanda, azas bona fides (itikad baik), azas
abuse of rights (penyalahgunaan hak), dll. Sistem hukum modern sama halnya dengan
sistem hukum positif. Fungsi dari prinsip-prinsip hukum umum sebagai berikut ;

• sebagai bentuk hukum formal yang membantu hakim Mahkamah


sebagai dasar untuk mengkaji hukum dalam memutus perkara yang
dihadapkan kepadanya;
• dan membuat hakim dalam menerima setiap perkara yang diajukan
kepadanya. (dikarenakan hakim tidak dapat menyatakan dirinya
menolak untuk menangani perkara karena alasan tidak tersedianya
hukum (non-liquet).1

Kedudukan prinsip-prinsip hukum umum memiliki prasyarat sahnya, pada


hakikatnya merupakan praktik berulang-ulang dari suatu kebiasaan di dalam wilayah
suatu negara baru dapat dikategorikan sebagai kebiasaan Internasional apabila
kebiasaan tersebut diakui, dan dapat menyelesaikan suatu kasus tertentu. Tentunya,
suatu kebiasaan dapat dikatakan kebiasaan Internasional harus dikaji terlebih dahulu
secara mendalam, terkecuali apabila kebiasaan itu sendiri telah diakui, diterima, dan
berlaku secara umum dalam pergaulan masyarakat internasional.2

Prinsip-prinsip hukum umum akan digunakan sesuai dengan prosiannya yang


dibutuhkan. Apabila menurut sudut pandang fungsi pengembangan hukum, maka
prinsip-prinsip hukum umum merupakan sumber yang terpenting, hal inilah yang
memberikan dasar bagi Mahkamah dalam mengembangkan kaidah hukum baru
dalam menangani perkara.3

2. Prinsip-prinsip hukum umum yang digunakan dalam hukum Internasional itu cukuplah
banyak, maka simak beberapa contoh prinsip-prinsip hukum umum sebagai berikut :
• Pacta Sunt Servanda
Asas hukum yang menyatakan bahwa setiap perjanjian akan mengikat bagi
para pihak pihak yang mengadakan perjanjian.
• Rebus Sic Stantibus
Asas yang berfungsi untuk memutuskan suatu perjanjian secara sepihak
apabila terdapat perubahan perjanjian yang berakibat fatal atau bersifat
fundamental bagi negara tersebut.

1
Mochtar Kusumaatmadja, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, h. hlm. 140
2
George Schwarzenberger, hlm. 33-34
3
Mochtar Kusumaatmadja, 1978, Pengantar Hukum Internasional, Binacipta, Bandung, h. 109
• Courtesy
Tiap-tiap negara yang berada dibawah pengakuan hukum internasional
diharuskan untuk saling menghormati dan saling menjaga kehormatan
negaranya satu sama lain
• Par Im Parem Non Habet Imperium
Artinya suatu negara berdaulat dilarang melakukan tindakan yang bersifat
pelaksanaan kedaulatan terhadap negara berdaulat lainnya.
• Non Bis in Idem atau Ne Bis in Dem
Asas ini mensyaratkan bahwa pelaku kejahatan tidak boleh diadili atau
dihukum lebih dari sekali untuk suatu kejathatan yang sama.

3. Non Bis in Idem atau Ne Bis in Dem


Asas ini mensyaratkan bahwa pelaku kejahatan tidak boleh diadili atau
dihukum lebih dari sekali untuk suatu kejahatan yang sama. Terkait dengan ekstradisi,
jika pelaku kejahatan yang dimintakan diekstradisi ternyata sudah pernah diadili untuk
kejahatan tersebut baik di wilayah negara yang meminta (requesting state) ataupun
negara ketiga,dan telah berkekuatan hokum tetap, maka negara yang diminta
(requested state) wajib menolak permintaan ekstradisi ini.249 Di Indonesia, ketentuan
ini terdapat dalam pasal 10 Undang-undang Ekstradisi Nomor 1 Tahun 1979
Penerapan asas Ne Bis In Idem dalam penegakan hukum pidana Internasiona
menurut Pasal 17 Statuta Roma Tahun 1998 tentang Mahkamah Pidana Internasional
dalam menyelesaikan kasus kejahatan terhadap kemanusiaan. asas Ne Bis In Idem
dalam kasus Joseph Kony pemimpin Lord’s Resistance Army yang selama lebih dari
dua decade telah menculik puluhan ribu anak-anak laki-laki dan perempuan dan
melakukan pembunuhan, pemerkosaan, perbudakan seksual, dan kejahatan lainnya
di Uganda. Setelah menjadi perhatian masyarakat internasional akhirnya pada Tahun
2005 Mahkamah Pidana Internasional mengeluarkan surat perintah penahanan
terhadap Joseph Kony.4

Pacta Sunt Servanda

Asas hukum yang menyatakan bahwa setiap perjanjian akan mengikat bagi
para pihak pihak yang mengadakan perjanjian. Hal ini terjadi pada perjanjian
Indonesia dengan Tiongkok mengenai dwi kenegaraan. Pada saat tahun 1960-an
masih banyak masyarakat Tionghoa yang memiliki dua kenegaraan. Hal ini sangat

4
http://invisiblechildren.com/conflict/history/, diakses pada tanggal 27 September 2019
merugikan Indonesia dikarenakan terjadinya tumpang tindih syarat kewarganegaraan.
Hingga sekarang, Indonesia menerapkan penuh perjanjian tersebut pun sebaliknya
dengan Tiongkok.

Rebus Sic Stantibus

Implementasi dari asas ini sendiri ialah untuk memberi kesempatan kepada negara-
negara yang mendapat perlakuan tidak adil ketika mengadakan perjanjian dengan
negara lain, yang mana perjanjian tersebut malah merugikan negara tersebut.
Contohnya seperti sikap Indonesia keluar dari PBB pada tahun 1966 yang mana sikap
tersebut menunjukan bahwa kedaulatan Indonesia tidak dihormati didepan majelis
umum PBB.
Referensi

Kusumaatmadja, Mochtar dan Agoes, Etty R., ,2003, Pengantar Hukum


Internasional, Alumni, Bandung.

Sefriani, 2011, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Cetakan ke-2, PT


RajaGrafindo Persada, Jakarta

“Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini saya kerjakan sendiri tanpa bantuan pihak lain.
Adapun sumber-sumber ilmiah yang digunakan dalam tugas ini telah dikutip dan dicantumkan
nama penulisnya sesuai dengan pedoman penulisan karya ilmiah di Fakultas Hukum
Universitas Padjadjaran. Jika pernyataan ini terbukti sebaliknya, saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku sesuai ketentuan akademik di Universitas Padjadjaran”

Jatinangor, 25 September 2019

Muhammad Kevin Al Kautsar

Anda mungkin juga menyukai