PENDAHULUAN
Pemeriksaan foto kepala atau skull rontgen merupakan pemeriksaan radiografi yang
relatif perlu diperhatikan, selain karena anatomi dari skull yang kompleks serta bentuk
wajah dan variasi anatomis pada setiap orang berlainan, immobilisasi maksimal juga sangat
dibutuhkan untuk mendapatkan gambar radiograf skull yang berkualitas. Secara garis besar
pemeriksaan skull dapat dipisahkan menjadi pemeriksaan tengkorak (skull), sinus, nasal
bones, facial bones, orbita, zygoma dan mandibula. Untuk pemeriksaan skull banyak
memiliki variasi proyeksi yang digunakan, hal ini bertujuan untuk mendapatkan spesialisasi
dan karakter gambaran radiograf yang berbeda dari masing-masing anatomi skull (1).
Foto kepala atau skull rontgen biasanya dilakukan pada pasien post trauma,
perdarahan lewat telinga, benjolan di kepala, sakit kepala yang menetap, sakit telinga, dan
diduga ada metastase tumor (1).
Foto kepala jarang dilakukan pada pasien dengan penyakit susunan syaraf pusat
kecuali terdapat bukti jelas adanya suatu kelainan saraf cranialis atau bukti klinis adanya
peningkatan tekanan intracranial (2).
Sebelum melakukan foto kepala, perlu dilakukan pemeriksaan klinis yang teliti
terlebih dahulu. Karena akan membantu memperoleh foto yang benar dan menghubungkan
antara kelainan klinis dan kelainan radiologis. Foto kepala itu sulit untuk diinterpretasikan
secara radiologis, biarkan foto sinar-x membantu, tetapi jangan MENGGANTIKAN
keputusan klinis (2).
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi Kepala
Skull atau tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk pula
mandibula, yaitu tulang rahang bawah. Tengkorak terdiri atas 22 tulang (atau 28 tulang
termasuk tulang telinga), dan ditambah lagi 2 atau lebih tulang-tulang rawan hidung yang
menyempurnakan bagian anteroinferior dari dinding-dinding lateralis dan septum hidung
(nasal).(6) Adapun pembagiannya dapat di gambarkan sebagai berikut :
1. 8 buah tulang tengkorak (cranial bones)
Tulang – tulang yang berfungsi melindungi otak (gubah otak), terdiri dari :
∙ 1 os. Frontal
∙ 2 os. Parietal
∙ 1 os. Occipital
∙ 1 os. Ethmoid
∙ 1 os. Sphenoid
∙ 2 os. Temporal
∙ 2 Os. Maleus
∙ 2 Os. Inkus os. telinga
∙ 2 Os. Stapes . (6)
2
∙ 2 os. nasal
∙ 2 os. lacrimal
∙ 2 os. palatine
∙ 1 os. vomer
● 1 os. Mandibula.(6)
3
Landmark merupakan suatu tanda yang berada di daerah tubuh yang
digunakan untuk membantu dalam suatu pemeriksaan. Saat memposisikan kepala
pasien, harus diperhatikan bentuk wajah dan variasi anatomis landmark untuk dapat
menentukan bidang yang akan digunakan setepat mungkin disesuaikan dengan
posisi kaset. Telinga, hidung, dan dagu bukanlah patokan yang tepat. bagian tubuh
seperti mastoid dan orbital margin merupakan landmark yang tepat (1).
Sedangkan baseline merupakan suatu garis khayal pada daerah tubuh yang
juga digunakan untuk membantu dalam suatu pemeriksaan. Pada penjelaasan berikut
akan dijelaskan beberapa landmark dan baseline yang ada di kepala yang sering
digunakan dalam pemeriksaan radiografi (1).
a. Landmark
1. Vertex
Suatu titik yang berada pada pertengahan MSP kepala pada tulang parietal
2. Glabella
Suatu titik yang berada pada MSP sejajar dengan kedua alis mata pada tulang
frontal
3. Nasion
Suatu titik yang berada pada MSP setinggi kedua mata
4. Acanthio
Suatu titik yang berada pada MSP di antara lubang hidung dan bibir
5. Infra Orbital Point
Suatu titik yang berada di bawah dari orbita
6. Outer Canthus of Eye
Suatu titik yang berada pada lateral dari orbita
7. Inner Canthus of Eye
Suatu titik yang berada pada medial dari orbita
8. Mental
Suatu titik yang berada pada MSP di bawah bibir
9. External Meatus Acusticus Ekternus (MAE)
Suatu titik yang berada tepat di lubang telinga
4
b. Baseline
1. Glabellomeatal Line
Garis yang menghubungkan MAE dengan Glabella
2. Orbito Meatal Line
Garis yang menghubungkan MAE dengan Orbita
3. Infra Orbito Meatal Line
Garis yang menghubungkan MAE dengan Infra Orbita Point
4. Acanthiomeatal Line
Garis yang menghubungkan MAE dengan Acanthio
5. Mentomeatal Line
Garis yang menghubungkan MAE dengan Mental
6. Glabelloalveolar Line
Garis yang menghubungkan Glabella dengan Alveola
5
2.3.Indikasi foto kepala
1. Trauma
Trauma kepala yang berat pada orang dewasa, terutama bila disertai
dengan hilangnya kesadaran untuk waktu yang lama atau bila secara klinis
jelas adanya fraktur depresi (5).
Trauma ringan :
Bila penderita tidak kehilangan kesadaran dan hanya pingsan sebentar, dan
bila pemeriksaan klinis normal (3).
Trauma pada anak – anak :
Biasanya mudah untuk mendeteksi adanya fraktur depresi pada anak – anak
dengan pemeriksaan klinis dan foto kepala dibutuhkan untuk
menunjukkan luasnya cedera dan pengobatan yang diperlukan.
Trauma kepala yang ringan dengan pemeriksaan klinis yang normal
BUKAN merupakan indikasi untuk foto sinar-X karena tidak akan
mengubah cara pengobatan. Foto kepala pada anak-anak setelah
trauma kebanyakan tidak membantu. Observasi klinis secara cermat
jauh lebih penting (3).
6
2. Perdarahan lewat telinga
Atau bocornya cairan cerebrospinal lewat telinga atau hidung setelah
trauma hampir selalu berarti ada fraktur pada basis cranii. Hal ini amat sulit
dikenali pada foto sinar-X. Foto lateral yang dibuat dengan penderita
berbaring terlentang bisa menunjukkan adanya darah di dalam sinus
sphenoidalis atau udara didalam kepala (2).
5. Sakit telinga
Pemeriksaan klinis lebih baik daripada foto sinar-X kecuali bila anda
ahli atau membuat juga foto mastoid. Foto rutin kepala jarang memberi
manfaat bila dicurigai ada mastoiditis (2).
7
2.4.Posisi foto kepala
Posisi obyek :
o Atur kepala dan hidung agar menepel kaset dan MSP tegak lurus
kaset
o Atur OML agar tegak lurus kaset, tahan nafas saat eksposi (1)
8
2. Lateral.
Tujuannya untuk melihat detail-detail tulang kepala, dasar kepala,
dan struktur tulang muka (5) .
9
Patologi yang ditampakkan Fraktur, neoplastic proscess, Paget’s
disease, infeksi, tumor, degenerasi tulang. Pada kasus trauma gambaran
skull lateral akan menampakkkan fractur horisontal, air-fluid level pada
sinus sphenoid, tanda-tanda fraktur basal cranii apabila terjadi perdarahan
intracranial (1).
Posisi Pasien
Prone atau duduk tegak, recumbent, semiprone (Sim’s) Position (1).
Posisi Obyek
• Atur kepala true lateral dengan bagian yang akan diperiksa dekat
dengan IR
• Tangan yang sejajar dengan bagian yang diperiksa berada di depan
kepala dan bagian yang lain lurus dibelakang tubuh
• Atur MSP sejajar terhadap IR
• Atur interpupilary line tegak lurus IR
• Pastikan tidak ada tilting pada kepala
• Atur agar IOML // dengan IR (1).
10
Struktur yang ditampakkan
Bagian yang menempel dengan film ditampakkan dengan jelas. Sella tursika
mencakup anterior dan posterior clinoid dan dorsum sellae ditampakkan dengan
jelas (2).
11
▪ Pasien dalam keadaan supine/duduk tegak, pusatkan MSP tubuh ke
garis tengah grid.
▪ Tempatkan lengan dalam posisi yang nyaman dan atur bahu untuk
dibaringkan dalam bidang horizontal yang sama.
▪ Pasien hyprshenic dalam posisi duduk tegak jika memungkinkan.
▪ Bila ini tidak memungkinkan, untuk menghasilkan proyeksi yang
diinginkan pada bagian oksipital asal oleh penyudutan CR Caudad
dengan mengangkat kepala dan mengaturnya dalam posisi horizontal.
Stewart, merekomendasikan sudut 400. Proyeksi oksipitofrontal
ditemukan oleh Hass dapat digunakan dalam proyeksi AP Axial pada
pasien hypersthenic.
Metode Hass adalah kebalikan dari proyeksi AP Axial (Towne), tapi memberikan hasil
sebanding (1).
Posisi obyek
▪ Atur pasien sehingga MSP tegak lurus dengan garis tengah kaset.
▪ Fleksikan leher secukupnya, garis orbito meatal tegak lurus ke bidang
film.
▪ Bila pasien tidak dapat memfleksikan lehernya, aturlah sehingga garis
infra orbito meatal tegak lurus dan kemudian menambah sudut CR 70
.
▪ Untuk memperlihatkan bagian oksipito basal atur posisi film
sehingga batas atas terletak pada puncak cranial. Pusatkan kaset pada
foramen magum.
▪ Untuk membatasi gambaran dari dorsum sellae dan ptrous pyramid,
atur kaset sehingga titik tengah akan bertepatan dengan CR
▪ Periksa kembali posisi dan imobilisasi kepala.
▪ Tahan napas saat ekspose (1).
12
4. Vertiko-submental (basal)
Tujuannya untuk melihat detail dari basis crania (5).
Patologi yang ditampakkan
Fraktur dan neoplatic/inflamantory process dari arc zygomaticum (5).
Posisi Pasien
Supine atau erect .Posisi erect akan membuat pasien merasa lebih nyaman (2).
Posisi Obyek
• Hyperekstensikan leher hingga IOML // IR
• Vertex menempel pada IR
• Atur MSP tegak lurus meja/permukaan bucky
• Pastikan tidak ada rotasi ataupun tilting
Posisi ini sangat tidak nyaman, sehingga usahakan agar pemeriksaan dilkakukan
dengan waktu sesingkat mungkin (1).
13
Struktur yang ditampakkan
Arc zygomaticum
5. Water’s
Tujuannya untuk melihat gambaran sinus paranasal (7).
Patologi Yang Ditampakkan
Inflamantory condition (sinusitis, secondary osteomyelitis) dan polyp sinus (7).
Posisi Pasien
Erect
Posisi Obyek
• Ekstensikan leher, atur dagu dan hidung menghadap permukaan meja/bucky.
• Atur kepala sehingga MML (mentomeatal line) tegak lurus terhadap IR, OML
akan membentuk sudut 370 derajat terhadap bidang IR.
• Instruksikan pada pasien untuk membuka mulut dengan tidak mengubah posisi
atau ada pergerakan pada kepala dan MML menjadi tidak tegak lurus lagi
14
• Atur MSP tegak lurus terhadap pertengahan grid atau permukaan meja/bucky.
• Pastikan tidak ada rotasi atau tilting (1).
15
f. Bila ada penipisan atau penebalan calvaria, bandingkan dengan yang
normal.
3. Daerah yang ada kalsifikasi, misalnya :
a. Glandula pinealis
b. Pleksus choroideus
c. Basal ganglia
d. Duramater
e. CA deposit dalam arteri serebralis
4. Sella tursica
a. Harus diukur dan dilihat bentuknya
b. Prosesus clinoideus anterior dan posterior serta dorsum sella
diperiksa untuk melihat adanya erosi.
c. Normal bila lebarnya 4 – 16 mm dengan rata-rata 10,5 mm.
Dalamnya 4 – 12 mm dengan rata-rata 8 mm.
d. Perhatikan basis sella tursica untuk melihat adanya gambaran double
contour atau erosi.
5. Pelajari orbita, sphenoid ridge, petrous ridge tulang temporal.
6. Soft tissue.
7. Pada anak-anak perhatikan lebar dari sutura dan besarnya fontanel (8).
16
Dapat dilihat sebagai garis sempit antara cllvus dan pucuk dan petrous pyramid.
6. Auditory canal
Dapat dilihat sedikit posterior dari temporo mandibula joint.
Bila skull membesar dapat disebabkan oleh karena :
a. Gangguan pada hypophyse
b. Tumor dalam sella turcica, misalnya : Acromegali.
c. Tumor otak
d. Obstruksi hidrosefalus oleh karena :
i. Tumor cerebellum, pons atau ventrikel ke IV
ii. Obstruksi Aquaductus sylvii :
- Ventrikel ke I
- Foramen maghendi atau luschka
iii. Adhesion atau pseudotumor
iv. Penebalan dari tulang kepala, misalnya :
- Acromegali
- Paget’s disease
- Fibrous dysplasia (8).
1) Microcephali
Kelainan congenital
Disebabkan pertumbuhan otak yang kurang
Kepala kecil diseluruh diameter
Dahi datar dan lantai sedang occipitale prominent
Tulang kepala kadang-kadang dense dan tebal
Sutura dan fontanela dapat normal tetapi pada beberapa kasus kecil
dan menutup sebelum waktunya (3).
3) Cranio stenosis
a. Kelainan kepala ini disebabkan oleh karena sutura yang menutup
sebelum waktunya.
b. Causa belum diketahui tetapi rupanya dengan kelainan skeletal
lainnya, misalnya : Adanya syndactyli dan kelainan-kelainan
congenital dari organ tubuh lainnya.
c. Sebagai akibat dari pertumbuhan otak yang lebih besar daripada skull
maka tabula interna menjadi tipis dan lekuk-lekuk menjadi bertambah.
d. Macam-macam kelainan :
Scapocephall : Sutura sagital menutup terlalu dini dan
juga sutura yang berhubungan dari os temporale kepala menjadi
panjang dan lebar menjadi berkurang.
Turricephall : Yang paling sering terdapat, sutura
transversa menutup terlalu dini, kepala berbentuk seperti tower,
lekuk-lekuk bertambah.
18
Plogiocephall : Premature ossifikasi dari hanya separo
dari sutura, atau sutura dari separo kepala hingga yang tidak terkena
akan tumbuh berlebihan (4).
4) Kelainan di kepala yang dapat menyebabkan keluhan sakit kepala yang khronis, cari
penyebabnya sbb :
A. Apakah ada tanda-tanda tekanan intrakranial yang meninggi
a. Lebar atau dalamnya lebih besar dari normal (sella turcica)
b. Impresio digitate :
i. Gyri selalu membuat pulsasi, bila tekanan naik maka pulsasi akan
naik dan mengakibatkan erosi pada tabula interna.
ii. Gambaran impresio digitate ini normal pada bayi dan anak serta
orang dibawah 16 tahun.
iii. Sutura melebar (sebelum mengadakan fusi) : tidak terlihat pada umur
< 14 tahun.
c. Osteoporosis yang diffuse dari calvaria atau kadang-kadang local
osteoporosis. Oleh karena banyak causa penyakit sistemik yang
menyebabkan osteoporosis dari skull maka tanda ini tidak dapat berdiri
sendiri, misalnya :
i. Kelainan phosphor dan Ca
ii. Blood dyscrasia
iii. Kelainan metabolisme endokrin
d. Ada pemindahan calcificasi yang normal, misalnya :
i. Glandula pinealis
ii. Pleksus choroideus
iii. Falx cerebri
iv. Tentorium cerebelli
v. Ligament petro clinoid
vi. Dinding sinus longitudinal superior dan duramater
vii. Arachnoidal granulation
e. Deposit calcium yang abnormal disebabkan oleh :
i. Non neoplastic :
19
● Congenital dan neonatal
- Tuberous sclerosis
- Infantile hemiplegia
● Penyakit parasit
- Toxoplasmoses
- Toruloses
- Cystecorcoses
- Echinococcus
- Trichinoses
● Proses Inflamasi
- Tuberculous meningitis
- Encephalitis
- Brain abses
- Tuberculoma
● Vascular
- Arterio sclerosis
- Angioma
- Aneurisma
- Subdural haematom
- Cerebral haematom
● Parathyroid insufficiency
● X – ray injury
ii. Neoplastic :
● Gillomas
● Meningiomas
● Congenital tumor
● Choroid plexus papilloma
B. Kelainan pada sinus paranasalis
C. Kelainan pada mastoid
D. Kelainan di daerah pharynx, misalnya :
a. Ca Nasopharinx
20
b. Adenoid yang membesar
E. Kelainan gigi dan sekitarnya, misalnya :
a. Abses gigi
b. M3 miring
c. Osteomyelitis mandibula
d. Tumor adamantinoma
e. Cysta di mandibula (4).
SINUS PARANASALIS
INDIKASI :
1. Nyeri lokal
2. Pembengkakan atau trauma
3. Discharge yang berbau (7).
POSISI :
1. Warter’s position
2. Cadwell position
3. Lateral position
4. Granger position (4).
KELAINAN RADIOLOGIS :
21
2. Bila opacity difuse perlu juga dipikirkan kemungkinan terisi darah pada
kasus post trauma.
3. Tumor dapat menyebabkan bayangan difuse pada sinus paranasal,
untuk itu perlu mencari adanya tanda-tanda destruksi.
4. Penebalan mukosa
Normal penebalan mukosa tidak lebih dari 1 mm. Bila lebih maka dapat
disebabkan keradangan yang kronis atau oedematous. Dapat disertai
perubahan polipoid atau tidak.
5. Polip:memberikan gambaran bergelombang disebabkan alergi
6. alergi.
7. Mucocelle : sebagai komplikasi dari peradangan (4).
POSISI :
1. Schuller position
2. Law position
3. Stenver position
4. Towne’s position (8).
KELAINAN RADIOLOGIS :
Pneumatisasi proccesus mastoid tidak terlihat dengan jelas sampai umur kurang
dari 6 tahun.Setelah umur 6 tahun, baru terlihat dengan jelas :
1. Clowding
2. Destruksi tulang
3. Penebalan dinding sel
4. Sclerosis
5. Colesteatoma (8).
22
BAB III
KESIMPULAN
1. Skull atau tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk pula mandibula,
yaitu tulang rahang bawah. Tengkorak terdiri atas 22 tulang (atau 28 tulang termasuk
tulang telinga), dan ditambah lagi 2 atau lebih tulang-tulang rawan hidung yang
menyempurnakan bagian anteroinferior dari dinding-dinding lateralis dan septum
hidung (nasal).
2. Indikasi foto kepala:
● Trauma
● Perdarahan lewat telinga
● Benjolan atau lekukan pada kepala
● Sakit kepala yang menetap
● Sakit telinga
● Metastase atau penyakit umum seperti Paget Disease
3. Posisi foto kepala
- Postero-anterior (occipito-frontal) dan PA Axial projections (Caldwell)
Tujuan PA: melihat detail-detail tulang frontal, struktur cranium
disebelah depan dan pyramid os petrossus.
23
Tujuan PA Caldwell : melihat detail kavum orbita. Terlihat gambaran
alae major dan minor os sphenoidale superimposed terhadap
orbita, petrosus ridge yang merupakan tegmen timpani juga
diproyeksikan didekat margo inferior cavum orbita.
- Lateral.
Tujuannya untuk melihat detail-detail tulang kepala, dasar kepala, dan struktur
tulang muka.
- Towne (semi-axial / grashey’s position)
Tujuannya melihat detail tulang occipital dan foramen magnum, dorsum
sellae, os petrosus, kanalis auditorius internus, eminentia arkuata, antrum
mastoideum, processus mastoideus dan mastoid sellulae. Memungkinkan
perbandingan piramida os petrosus dan mastoid pada gambar yang sama.
- Vertiko-submental (basal)
Tujuannya untuk melihat detail dari basis crania.
- Water’s
Tujuannya untuk melihat gambaran sinus paranasal.
4. Sistematika pembacaan foto kepala
- Perhatikan tabula interna, eksterna dan diploe bentuk kepala.
- Pelajari garis-garis impresia, canal-canal dan sutura, misalnya :
a. Arachnoidal impression
b. Sutura
c. Sinus venosus
d. Pleksus venosus dalam diploe
e. Sebelum umur 16 tahun maka impresion digitae adalah normal
f. Bila ada penipisan atau penebalan calvaria, bandingkan dengan
yang normal.
- Daerah yang ada kalsifikasi, misalnya :
a. Glandula pinealis
b. Pleksus choroideus
24
c. Basal ganglia
d. Duramater
e. CA deposit dalam arteri serebralis
- Sella tursica
a. Harus diukur dan dilihat bentuknya
b. Prosesus clinoideus anterior dan posterior serta dorsum sella
diperiksa untuk melihat adanya erosi.
c. Normal bila lebarnya 4 – 16 mm dengan rata-rata 10,5 mm.
Dalamnya 4 – 12 mm dengan rata-rata 8 mm.
d. Perhatikan basis sella tursica untuk melihat adanya gambaran
double contour atau erosi.
- Pelajari orbita, sphenoid ridge, petrous ridge tulang temporal.
- Soft tissue.
- Pada anak-anak perhatikan lebar dari sutura dan besarnya fontanel.
DAFTAR PUSTAKA
25
8. Tim Radiologi RSUD Dr.Soetomo. Kumpulan Kuliah Radiologi I. Bursa SEMA
FK-UNAIR. Surabaya.1993.
26