Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN

PERENCANAAN PELABUHAN
KELAS C

DOSEN PENGAJAR:
Ir. Dyah Iriani W., M.Sc.

TUGAS PERENCANAAN FASILITAS PERAIRAN DAN DARATAN PELABUHAN

DICA RASYID MAULIDHANI 3113100078

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA
2016
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Untuk menjadi lulusan Sarjana Strata 1 yang berkualitas, maka setidaknya dibutuhkan
pengetahuan tentang Perencanaan Pelabuhan. Agar dapat memenuhi hal tersebut maka
kewajiban mahasiswa untuk menyelesaikan tugas yang ada. Tugas yang diberikan yaitu
perencanaan fasilitas perairan dan daratan pelabuhan.
Diketahui peta Bathymetri untuk perencanaan suatu pelabuhan yang ditunjukkan pada
Gambar 1.

- 24 m LWS

U
- 20 m LWS

- 16 m LWS

- 12 m LWS

- 8 m LWS
SKALA 1 CM = 500 M

- 4 m LWS

SKALA 1 CM = 500 M
0 m LWS
LUAS LAHAN TERSEDIA:
PANJANG 3 KM X + 4 m LWS
LEBAR 1 KM

+ 6 m LWS

Gambar 1. Peta Bathymetri


Pada perencanaan pelabuhan ini diketahui data-data sebagai berikut :
• Volume muatan general cargo = 1.200.000 ton/tahun
• Peningkatan = 5 %/tahun
• Beda pasang surut = 2.6 meter
• Arah gelombang dominan = Timur laut dan tidak ada cross current
• Produktivitas Orang = 15 ton/geng/jam
Crane = 40 ton/geng/jam
• Rata-rata jumlah gang/kapal =3
• Operasional = 24 jam/hari, 7 hari/minggu
• Prosentase muatan di gudang = 40%
• Prosentase muatan di lapangan penumpukan = 45%
Pelabuhan direncanakan memiliki umur 25 tahun sehingga volume muatan general cargo
dilakukan forecasting sampai 25 tahun kedepan. Didapatkan volume muatan general cargo dari
forecast 25 tahun kedepan sebesar 4.063.625,929 ton/tahun.
1.2. Identifikasi Jenis Kapal
Jenis kapal yang digunakan sebagai acuan kapal terbesar pada perencanaan pelabuhan
ini yaitu kapal dengan muatan 10.000 DWT. Dari keterangan tersebut bisa didapatkan data dari
Gambar 2

Gambar 2. Data karakteristik jenis kapal


• Panjang kapal (LOA) : 142 meter
• Lebar kapal : 19 meter
• Full draft : 8.3 meter
1.3. Jumlah Dermaga
Penentuan jumlah dermaga dapat dihitung dengan pendekatan sederhana atau teori
antrian atau dengan metode simulasi. Pada laporan ini akan dibahas metode pendekatan
sederhana dengan memasukkan unsur BOR ideal yang berarti sudah mempertimbangkan
pengaruh antrian kapal terhadap jumlah dermaga. Maka dengan mempelajari tolok ukur kinerja
yang ideal dapat ditentukan apakah jumlah dermaga yang akan disediakan tersebut mencukupi
atau tidak atau bahkan berlebihan.
Menurut rekomendasi UNCTAD mengenai jumlah dermaga dan BOR ideal adalah
sebagai berikut:
• Jumlah dermaga 1, BOR = 30%
• Jumlah dermaga 2, BOR = 50%
• Jumlah dermaga 3, BOR = 65%
Bila digunakan pendekatan perhitungan sederhana, maka penentuan kebutuhan jumlah
dermaga, n, dapat dihitung dengan rumus:
n = V / BTP
dimana :
V = Volume lalu lintas muatan/tahun
BTP = Berth Throughput = (Jumlah jam kerja efektif/tahun x BOR x Jumlah gang x
Produktivitas) [ton/dermaga/tahun]

Percobaan perhitungan diasumsikan terdapat 3+ dermaga dengan BOR = 65%.


Perencanaan pelabuhan diasumsikan akan menggunakan crane sehingga nilai produktivitas
menggunakan nilai produktivitas crane.
V = 4.063.625,929 ton/tahun
BTP= 24 x 365 x 65% x 3 x 40 = 683280 ton/dermaga/tahun.
n = V / BTP
= 4.063.625,929 / 683280
= 5.947….. buah
≈ 6 buah
Didapatkan jumlah dermaga 6 buah, sehingga sesuai dengan BOR ideal 65% dengan jumlah
dermaga 3+.

1.4. Jumlah Kapal Antri


Sebelum merencanakan fasilitas perairan yaitu anchorage area, maka dibutuhkan
jumlah kapal yang dapat dihitung berdasar pendekatan sederhana atau berdasar teori antrian.
Pendekatan sederhana berasal dari teori antrian yang disederhanakan dan disesuaikan dengan
statistic. Secara umum bila dermaga memiliki jumlah ≤ 3 dan tingkat okupansi (=Berth
Occupancy Ratio/BOR) dibawah 0.3 maka jumlah kapal dalam antrian dapat dihitung sebesar
maksimal 2 kali jumlah kapasitas dermaga, sedang untuk jumlah dermaga 3 sampai dengan 7
dan BOR = 0.3 hingga 0.6 jumlah kapal = maksimal 4 kali jumlah kapasitas dermaga, sedang
jumlah dermaga ≥ 7 dan BOR di atas 0.6 jumlah kapal yang harus ditampung dapat berlipat kali
atau mencapai maksimal 8 kali jumlah kapasitas dermaga.
Berdasarkan data yang didapat di atas yaitu jumlah dermaga 6 dan BOR 0.65, maka
saya mengambil pendekatan dengan jumlah kapal = maksimal 4 kali jumlah kapasitas dermaga.
Dengan asumsi satu dermaga menampung satu kapal, sehingga jumlah kapal antri = 4 x 6 = 24
kapal yang antri.
BAB 2
PERENCANAAN FASILITAS PERAIRAN
2.1. Areal Penjangkaran
Kebutuhan jari-jari suatu areal penjangkaran dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan areal penjangkaran

Pada perencanaan pelabuhan ini diasumsikan tipe Swinging untuk tujuan menunggu atau
inspeksi muatan sehingga R = L + 6D + 30 meter.
2.1.1 Areal Kapal Menunggu
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 tahun 2002 (KM 54/2002) ditetapkan
luasan yang harus disediakan untuk areal Tempat Labuh :
Luas areal berlabuh = jumlah kapal x Π x R2
dimana :
R = L + 6D + 30 meter
R = Jari-jari areal untuk berlabuh per kapal
L = Panjang kapal yang berlabuh
D = Kedalaman air

Panjang kapal = 142 meter. Kedalaman air langsung diasumsikan pada kedalaman -20
mLWS. Sehingga didapatkan :
R = 142 + 6 x 20 + 30 = 292 meter
Luas areal berlabuh = 24 x Π x 2922
= 6.428.754,144 m2
Dipakai dimensi 3400 m x 2000 m = 6.800.000 m2 .

2.1.2. Areal Keperluan Keadaan Darurat


Untuk menghitung luas untuk keperluan keadaan darurat yaitu setengah dari luas untuk
kapal menunggu/berlabuh sehingga :
Luas areal keperluan keadaan darurat= jumlah kapal/2 x Π x R2
Didapatkan :
Luas areal keperluan keadaan darurat= 6.428.754,144/2 = 3.214.377,072 m2
Dipakai dimensi 1700 m x 2000 m = 3.400.000 m2 .

2.1.3. Areal Penempatan Kapal Mati


Untuk menghitung luas untuk penempatan kapal mati dengan rumus dibawah :
Luas areal keperluan keadaan darurat= jumlah kapal/2 x Π x R2
Jumlah kapal pada perhitungan untuk keperluan keadaan darurat direncanakan sebanyak 2
kapal. Sehingga didapatkan :
Luas areal berlabuh = 2 x Π x 2922
= 1.742.000,56 m2
Dipakai dimensi 1000 m x 1800 m = 1.800.000 m2 .
2.1.4. Areal Pindah Labuh Kapal
Pada perencanaan pelabuhan ini tidak direncanakan/dibutuhkan areal pindah labuh
kapal.

2.2. Alur Masuk


Dalam Keputusan Menteri Perhubungan No. 54 tahun 2002 (KM 54/2002) ditetapkan
areal alur pelayaran dari dan ke pelabuhan :
1. Lebar
W = 9B + 30 meter
dimana :
W = Lebar alur
B = Lebar kapal maksimum

Diketahui lebar kapal maksimum = 19 m dari data karakteristik kapal sehingga


didapatkan :
W = 9 x 19 + 30 meter = 201 m

2. Kedalaman
Untuk daerah di perairan sekitar pintu masuk dengan gelombang cukup tinggi
direncanakan kedalaman perairan total sampai :
D = 1.5 x Draft
dimana :
Draft = yang dipakai yaitu full draft

Diketahui full draft kapal = 8.3 m dari data karakteristik kapal sehingga didapatkan
:
D = 1.5 x 8.3 = 12.45 mLWS, dan dipakai kedalaman pakai = -13 mLWS.

3. Panjang Alur
Untuk perencanaan panjang alur (stopping distance) dapat melihat dari Tabel 2.
Dengan muatan kapal ±10.000 DWT maka dibutuhkan panjang alur :
Sd = 7 x LOA

Tabel 2. Kebutuhan alur masuk

dimana :
LOA = panjang kapal
Diketahui panjang kapal = 142 m dari data karakteristik kapal sehingga didapatkan
:
Sd = 7 x 142 = 994 m.

2.3. Turning Basin


Kolam putar (turning basin), berada di ujung alur masuk atau dapat diletakkan di
sepanjang alur bila alurnya panjang (> Sd) atau di depan kolam dermaga. Kapal diharapkan
bermanuver pada kecepatan rendah (mendekati nol) atau dipandu. Areal yang disediakan
dibatasi dengan bentuk lingkaran berdiameter (Db). Kedalaman perairan dapat disamakan
dengan alur masuk.
Db = 2 x LOA untuk kapal bermanuver dengan dipandu
Db = 4 x LOA untuk kapal bermanuver tanpa bantuan pandu
Pada perencanaan pelabuhan ini diasumsikan kapal bermanuver tanpa bantuan pandu,
sehingga diameter turning basin Db = 4 x LOA. Dimana :
Db = 4 x 142 = 568 meter dengan syarat D>3L, sehingga sudah memenuhi syarat.

Kolam putar dianggap merupakan perairan terbuka dengan ada gelombang yang wajar,
sehingga untuk kedalaman kolam D = 1.2 x Draft. Dimana :
D = 1.2 x 8.3 = - 9.96 mLWS dan dipakai kedalaman pakai = -10 mLWS.

2.4. Kolam Dermaga


Kolam dermaga (basin), berada di depan dermaga dan luasan ini perlu ditentukan bila
kedalaman perairan perlu dikeruk dan untuk menentukan jarak antara dermaga yang saling
berhadapan. Panjang kolam yang akan dikeruk adalah panjang dermaga ditambah area
keselamatan kapal. Secara keseluruhan ukuran kolam sebagai berikut :
Panjang = 1.25 x LOA , bila dengan dibantu kapal pandu
= 1.5 x LOA, bila tanpa dibantu kapal pandu
Lebar = 4 x B + 50 m, 1 dermaga berhadapan
= 2 x B + 50 m, > 1 dermaga berhadapan
= 1.25 B, dermaga bebas.
Perencanaan pelabuhan diasumsi tanpa dibantu kapal pandu dan merupakan dermaga
bebas sehingga :
Panjang = 1.5 x 142 = 213 m
Lebar = 1.25 x 19 = 23.75 m

Kolam dermaga dianggap merupakan perairan terbuka dengan ada gelombang yang
wajar, sehingga untuk kedalaman kolam D = 1.2 x Draft. Dimana :
D = 1.2 x 8.3 = - 9.96 mLWS dan dipakai kedalaman pakai = -10 mLWS.

Dengan diketahui kedalaman kolam dermaga -10 mLWS dan kondisi Bathymetri seperti pada
Gambar 1, maka dermaga direncanakan menggunakan jetty karena jika dilakukan pengerukan
maka volume keruknya akan sangat besar yaitu dengan panjang sampai kedalaman -10 mLWS
sebesar 1.185 meter dan tinggi yang akan dikeruk bervariasi sampai 10 meter.
BAB 3
PERENCANAAN FASILITAS DARAT
3.1. Kebutuhan Luas Gedung / Lapangan Penumpukan
Untuk bangunan gudang tua di Indonesia (bangunan sekitar tahun 1970 kebawah),
umumnya mempunyai lebar 20 – 40 meter dengan sistem struktur rangka. Lebar 50 m
merupakan ukuran yang lebih baik karena didalamnya peralatan bongkar/muat dapat bergerak
secara leluasa, dan lebih efisien lagi bila digunakan struktur kuda-kuda “Plate girder” sehingga
atap lebih tinggi, dan luasan tambahan dapat dimanfaatkan. Ukuran lebar gudang terbesar
sekitar 70 m, sedang panjangnya bervariasi tergantung kebutuhan ukuran luas gudang
sebaiknya gudang tidak terlalu panjang agar maneuver truk-trailer keluar/masuk dermaga
mudah.
Kebutuhan luasan gudang, penentuan kebutuhan luasnya sama dengan lapangan
penumpukan. Luas yang dibutuhkan dapat dihitung sebagaimana berikut :

dimana :
f 1 = perbandingan luas bersih yang ditempati muatan disbanding luas kotor yaitu seluruh areal
yang dibutuhkan untuk maneuver peralatan dan pengangkatan barang per ton barang = 1.5
f 2 = cadangan luasan untuk barang berserakan dan barang rusak = 1.2
T = tonase muatan melalui gudang/lapangan penumpukan (ton/tahun)
t = waktu penimbunan rata-rata/dwelling time (hari)
m = prosentase pemakaian rata-rata dalam setahun
h = tinggi timbunan rata-rata (m)
ρ = berat jenis barang rata-rata = 1.2 ton/m3

Variabel tonase yang melalui gudang sebanyak 40% maka didapatkan = 40% x 4.063.625,929
ton/tahun = 1.625.450 ton/tahun sedangkan yang melalui lapangan penumpukan 45% maka
didapatkan = 45% x 4.063.625,929 ton/tahun = 1.828.632 ton/tahun. Dwelling time diasumsi 5
hari. Tinggi timbunan rata-rata diambil 6 m sesuai dengan jangkauan maksimal forklift yaitu 6
m. SOR atau Shed Occupancy Ratio diasumsikan sebanyak 60%. Sehingga gudang dan
lapangan penumpukan memiliki luas.
1.5 x1.2 x1.625.450 x5
Agd = = 9277.68m 2
0.6 x6 x1.2 x365
1.5 x1.2 x1.828.632 x5
A pn = = 10437.4m 2
0.6 x6 x1.2 x365
Dimensi gudang menggunakan ukuran 50 m x 50 m sebanyak 4 gedung. 2 Gedung merupakan
lini 1 dan 2 gedung merupakan lini 2. Sedang dimensi lapangan penumpukan dipakai 150 m x
80 m
3.2. Kebutuhan Parkir
Kebutuhan luasan parkir untuk satu blok truk dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Ilustrasi kebutuhan parkir truk

Maka untuk satu pelabuhan harus dihitung jumlah blok parkir/jamnya dengan menggunakan
rumus:
Produktivitas bongkar - muat/jam
n=
Produktivitas/truk/jam

Jumlah crane direncanakan ada satu dalam satu dermaga. Produktivitas truk = 15 ton/truk/jam.
Maka produktivitas bongkar-muat = Jumlah dermaga x Jumlah crane x Produktivitas orang
= 6 x 3 x 1 x 15
= 270 ton/geng/jam
270
n= = 18buah
15
Lalu total blok dalam satu pelabuhan :
N = n x jumlah jam pakai satu blok parkir
Pemakaian satu blok parkir diasumsikan dibatasi 8 jam karena waktu efektif kerja dalam satu
hari.
Maka total blok = 18 x 8 = 144 blok parkir.
Luas parkirnya = 144 blok x 13 x 4 = 7.488 m2 . Dipakai dimensi lahan parkir 75 m x 100 m.
3.3. Kebutuhan Kantor
Kebutuhan kantor diasumsikan dengan jumlah pekerja/orang dalam satu kantor = 50
orang. Kebutuhan luas per orang 2m2-4m2. Sehingga kebutuhan luasan kantor
Luas kantor = 50 x 4 = 200 m2. Dimensi yang dipakai 20 m x 10 m
3.4. Dimensi Jetty
Panjang jetty = jumlah dermaga x LOA + (jumlah dermaga-1) x 15 + 20 m
= 6 x 142 + (6-1) x 15 + 20 m
= 947 m Dipakai panjang jetty 1000 m
Lebar jetty diasumsikan sebesar 30 m dengan crane.
3.5. Lebar Terminal
Menghitung lebar pelabuhan dengan menjumlahkan semua variable yang ada pada
Gambar 5.

Gambar 5. Konfigurasi tata letak

Detail lebaran :
A = apron, asumsi 25 m
B = lebar untuk maneuver truk, diambil 45 m
C = lebar teras = 4 m
D = lebar gudang lini 1 = 50 m
E = lebar teras = 4 m
F = lebar untuk maneuver truk, diambil 45 m
G = lebar jalan maksimum 10 m satu lajur
H = lebar jalan maksimum 10 m satu lajur
I = lebar untuk maneuver truk, diambil 45 m
J = lebar teras = 4 m
K = lebar gudang lini 2 = 50 m
L = lebar teras = 4 m
M = lebar untuk maneuver truk, diambil 45 m
N = lebar jalan maksimum 10 m satu lajur
O = lebar jalan maksimum 10 m satu lajur
P = lebar lapangan parkir = 75 m
Q = lebar jalan maksimum 10 m satu lajur
R = lebar kantor = 10 m

Lebar total terminal = 456 meter.


Areal Keadaan Darurat

Areal Menunggu

Areal Kapal Mati

-24 mLWS
R292.0000

-20 mLWS
-16 mLWS
201.0000

-12 mLWS
R284.0000

30.0000
158.8280

-8 mLWS
1185.0000 -4 mLWS

0 mLWS

1000.0000
4 mLWS

6 mLWS
3000.0000

1 cm Layout Pelabuhan
500 m Skala 1 : 50000
25.0000 45.0000 50.0000 45.0000 45.0000 50.0000 45.0000 10.0000 75.0000 10.0000
4.0000 10.0000 4.0000 4.0000 10.0000
10.0000 10.0000
4.0000

Konfigurasi Tata Letak


Skala 1 : 200
Trestle

74.0000

50.0000 80.0000

Gudang Gudang
50.0000 Lini 1 Lini 1

Lapangan
Penumpukan
150.0000

20.0000

Lahan
Pengembangan
Gudang Gudang
Lini 2 Lini 2

20.0000

20.0000

Lapangan
Parkir

Kantor

Denah Terminal
Skala 1 : 300

Anda mungkin juga menyukai