Anda di halaman 1dari 49

MODUL 7 – 4

O & M UNIT LUMPUR AKTIF

......pengoperasian Unit Lumpur Aktif dapat diibaratkan sabagai upaya budidaya ternak
mikroorganisma, disinilah kita akan membahas metoda budidaya ini berikut pemecahan masalah
yang mungkin timbul
MODUL 7 – 4
O & M UNIT LUMPUR AKTIF
Berikut ini, kita akan membahas lebih rinci mengenai aspek O & M dari suatu Unit Lumpur Aktif
yang merupakan salah satu Unit Utama IPAL. Gambar 7-4.1 menunjukan letak Unit Lumpur
Aktif di IPAL Pabrik Tekskutex.

GAMBAR 7-4.1 Letak Unit Lumpur Aktif di IPAL Pabrik Tekskutex

FUNGSI
Unit Lumpur Aktif digunakan untuk menurunkan kandungan Organik-Terurai yang terkandung
dalam limbah cair. Organik-Terurai sering diwakili oleh parameter-karakteristik Kebutuhan
Oksigen Biokimia (BOD5). Selain untuk menurunkan BOD5, Unit Lumpur Aktif juga memiliki
kemampuan untuk menghilangkan beberapa jenis Senyawa Nitrogen, misalnya, NH3, NO3, dan
padatan tersuspensi (SS atau Suspended Solid). Walaupun demikian, tujuan akhir unit ini tetap
untuk menghasilkan efluen yang memiliki nilai BOD5 dan nilai SS yang rendah (Gambar 7-4-2).

GAMBAR 7-4.2 Efluen BOD dan SS yang rendah

1
PRINSIP DASAR
SEMUA PERLU MAKANAN ORGANIK

Bahasan prinsip dasar dari suatu Unit Lumpur Aktif terdiri dari 5 (lima) topik, yaitu mulai dari
kebutuhan makhluk hidup pada zat organik, teknologi yang diterapkan, Bakteri Aerobik,
pengendalian unit, sampai penambahan bahan kimia. Penting sekali bagi kita untuk
memahami isi bahasan ini terutama topik mengenai Pengendalian Unit Lumpur Aktif yang
nantinya akan mendasari setiap langkah pengoperasian kita.

Seperti halnya manusia, Mikroba Aerobik juga memerlukan makanan dan Oksigen (O2) untuk
bertahan hidup dan berkembang biak. Makanan yang dibutuhkan oleh Mikroba Aerobik juga
sama dengan manusia, yaitu karbohidrat, lemak, protein, dan sebagainya. Makanan tersebut
dapat digolongkan sebagai Organik-Terurai yang juga merupakan kelompok pencemarI. Selain
Organik-Terurai, manusia dan Mikroba Aerobik juga membutuhkan zat mineral tambahan
seperti Senyawa Nitrogen dan Senyawa Pospor, atau umum disebut sebagai Nutrien.

Proses makan atau penguraian Organik-Terurai oleh Mikroba Aerobik di atas dapat
diseberhanakan menjadi suatu reaksi kimia berikut ini.

Mikroba Aerobik + (Organik-Terurai + O2 + Nutrien)  CO2 + H2O


+ NH3 + Mikroba Aerobik Baru

Reaksi inilah yang menjadi prinsip dasar dari seluruh pengolahan limbah cair biologis yang
berlangsung secara aerobik termasuk Unit Lumpur Aktif. Produk akhir dari reaksi di atas yang
penting kita ingat adalah Amonia (NH3) dan Mikroba Aerobik Baru. Gambar 7-4-3 menunjukan
ilustrasi dari kelangsungan reaksi tersebut.

GAMBAR 7-4.3 Proses makanan atau penguraian Organik Terurai oleh Mikroba Aerobik

Beberapa hal yang dapat kita simpulkan dari reaksi kimia di atas adalah:

2
1. Mikroba Aerobik memerlukan keseimbangan jumlah dari tiap elemen reaksi yang terlibat,
yaitu:
 Organik-Terurai. Banyaknya jumlah Organik-Terurai tersedia akan mempengaruhi
jumlah mikroba yang dapat tumbuh. Sebaliknya, jumlah mikroba yang sedikit hanya
mampu menguraikan sedikit Organik-Terurai pula.
 Oksigen (O2). Banyaknya O2 harus mampu mendukung kebutuhan Mikroba Aerobik
dalam menguraikan Organik-Terurai yang ada. Semakin banyak jumlah Mikroba
Aerobik dan Organik-Terurai makan kebuthan O2 juga semakin tinggi. Kurangnya
jumlah O2 akan menyebabkan musnahnya Mikroba aerobik sehingga proses
penguraian Organik-Terurai akan berlangsung secara anaerobik.
 Nutrien. Banyaknya Senyawa Nutrien, atau tepatnya Senyawa Nutrien akan
memperngaruhi jumlah Mikroba Aerobik Baru yang terbentuk.
2. Mikroba Aerobik Baru yeng terbentuk hanya terdiri dari jenis mikroba yang cocok dengan
jenis Organik-Terurai yang ada. Jika jenis makanan atau Organik-Terurai tidak disukai oleh
suatu jenis mikroba, maka jenis mikroba tersebut akan musnah dengan sendirinya.
Untuk dapat berlangsung dengan efektif, reaksi tersebut juga membutuhkan kondisi yang
mendukung, seperti a) pH netral, 6,5 – 8,0, b) suhu (T) 25°C - 35°C, c) tidak ada Senyawa Toksik
yang merugikan, dan d) adanya pencampuran yang merata.

PENERAPAN TEKNOLOGI

Seluruh prinsip reaksi di atas diterapkan dalam bagian-bagian Unit Lumpur Aktif. Istilah Lumpur
Aktif digunakan karena Mikroba Aerobik umumnya tampak menggumpal seperti lumpur tanah.
Lumpur tersebut akan bekerja lebih aktif karena adanya beberapa pengkondisian yang kita
ciptakan untuk memepercepat kelangsungan proses penguraian Organik-Terurai.
Gambar 7-4-4 menunjukkan bagian-bagian Unit Lumpur Aktif yang memungkinkan terjadinya
proses di atas, yaitu:
1. Sub-Unit Tangki Aerasi: digunakan sebagai wadah bercampurnya dan bereaksinya seluruh
elemen reaksi di atas sehingga terjadi penguraian Organik-Terurai. Sub-unit ini dilengkapi
oleh Aerator yang berfungsi untuk memberikan suplai udara yang mengandung O2. Aerator
juga menimbulkan turbulensi tinggi yang membantu terjadinya pencampuran merata di
seluruh bagian Tangki Aerasi.
2. Sub-Unit Tangki Pengendapan: tempat dilakukannya pemisahan Lumpur Aktif secara
gravitasi.

3
3. Sub-Unit Sistem Pengendali Lumpur. Sistem yang turut mengatur jumlah Lumpur Aktiof di
dalam Tangki Aerasi. Pengaturan jumlah Lumpur Aktif di dalam Tangki Aerasi dilakukan
melalui a) pembuangan lumpur dan b) resirkulasi (pengembalian) lumpur ke Tangki Aerasi.
Kebutuhan nutrien umumnya dipenuhi melalui penambahan Senyawa Nutrien secara manual.

GAMBAR 7-4.4 Bagian-bagian Unit Lumpur Aktif

Uraian kerja Unit Lumpur Aktif adalah sebagai berikut:


1. Proses diawali dengan masuknya limbah cair yang mengandung Organik-Terurai ke dalam
Sub-Unit Tangki Aerasi. Persamaan berikut menunjukan perhitungan dari jumlah Organik-
Terurai yang masuk ke dalam sub-unit ini atau umum disebut Beban-Organik (OL atau
Organic Loading). Persamaan di atas menggunakan nilai Qo dalam m3/jam, BOD5 dalam
mg/L.

OL = 0,024 x (QO x BOD5) kg BOD5/hari

2. Lumpur Aktif yang berada dalam Tangki Aerasi segera melakukan proses penguraian
Organik-Terurai. Untuk mendukung upaya tersebut, Lumpur Aktif harus berada dalam
jumlah memadai (diwakili oleh parameter MLVSS atau mixed liquor suspended solid). Suplai
O2 dan Senyawa Nutrien juga harus diberikan dalam jumlah yang cukup. Jumlah Lumpur
Aktif (MLVSS) dapat diperkirakan dengan mengacu pada nilai Rasio Organik-Mikroba (F:M
atau food-to-microorganism ratio) yang dihitung dengan menggunakan persamaan beikut.

F:m = 1000 x OL / (MLVSS x VOLTA) kg BOD5/kg VSS/hari

4
Persamaan di atas menggunakan nilai OL dalam kg BOD5/hari, MLVSS dalam mg/L, dan
volume Tangki Aerasi (VOLTA) dalam m3. Jika nilai F:M mendekati nilai F:M Ideal-nya maka
jumlah Lumpur Aktif dapat dianggap cukup.
3. Mikroba yang dapat menguraiakan Organik-Terurai tentu akan berkembang biak dengan
cepat. Hal ini dapat terlihat dengan meningkatnya nilai MLVSS. Tugas kita adalah menjaga
nilai MLVSS untuk tetap berada dekat dengan nilai MLVSS Ideal-nya. Penyesuaian nilai
MLVSS ini dapat kita lakukan melalui pengaturan besarnya aliran lumpur buangan (WAS
atau Wasted Activated Sludge).
4. Pemisahan Lumpur Aktif dilakukan di Sub-Unit Tangki Pengendap. Lumpur Aktif yang cukup
berat akan mengendap ke dasar Tangki Pengendap dan terbawa keluar bersama aliran
efluen lumpur menuju ke Sistem Pengendali Lumpur. Tangki Pengendap yang baik akan
mengeluarkan efluen yang hanya mengandung sedikit SS dan efluen lumpur yang
mengandung banyak SS (lihat Gambar 7-4-5).
5. Bagian Sistem Pengendali Lumpur yang menampung aliran efluen lumpur dari Tangki
Pengendap adalah Sumur Lumpur. Lumpur tersebut kemudian akan dibagi ke 2 (dua) sistem
aliran yang berbeda, yaitu:
 Aliran Lumpur buangan (WAS atau waste activated sludge), atau lumpur yang akan
dibuang atau dialirkan ke Bagian Penanganan Lumpur.
 Aliran Lumpur-Resirkulasi (RAS atau recirculated activated sludge), atau lumpur yang
akan dikembalikan ke Tangki Aerasi.
Pengendalian jumlah WAS dan RAS berpengaruh terhadap a) keberadaan mikroba di dalam
Unit Lumpur Aktif (Usia Lumpur) yang lebih lama dari keberdaan limbah caik di dalam unit
ini (Waktu Detensi Hidrolis) dan b) jumlah mikroba di dalam Tangki Aereasi (MLVSS).

PEMERAN UTAMA : BAKTERI AEROBIK

Keberadaan bakteri usia aktif dijaga melalui mekanisme pembuangan lumpur. Parameter
Usia Lumpur (SA) digunakan untuk mengilustrasikan rentang waktu keberadaan bakteri
dalam Unit Lumpur Aktif

5
GAMBAR 7-4.5 Efluen Tangki Pengendap

Keberhasilan Unit Lumpur Aktif sangat ditentukan oleh karakteristik Lumpur Aktif yang berada
di dalam Tangki Aerasi. Lumpur Aktif terdiri dari berbagai jenis Mikroba Aerobik yang terdiri
dari 95% bakteri dan 5% jenis lainnya (lihat Gambar 7-4-6). Oleh karena itu, tidak berlebihan
jika kita menganggap Bakteri Aerobik sebagai pemeran utama dalam Unit Lumpur aktif ini.
Semua bahan kimia, tangki, peralatan yang ada dalam unit ini semata-mata hanya ditujukan
untuk mengoptimalkan kerja dari sang pemeran utama, yaitu Bakteri Aerobik.
Bakteri Aerobik yang dapat mendukung keberhasilan Unit Lumpur Aktif memiliki karakteristik
sebagai berikut:
1. Keaktifan Metabolismenya Tinggi
Unit Lumpur Aktif harus mempekerjakan Bakteri Aerobik yang keaktifan metabolismenya
tinggi atau mereka yang berada dalam ‘usia aktif’. Bakteri ‘usia aktif’ umumnya mampu
menguraikan Organik-terurai dalam jumlah yang lebih banyak.
Keaktifan metabolisma dapat kita nilai melaluai banyaknya O2 yang dibutuhkan oleh
bakteri. Semakin banyak O2 yang dibutuhkan menunjukan keaktifan metabolisma yang
semakin tinggi. Untuk kepentingan penilaian ini, kita sering menggunakan parameter Laju
Pernafasan (OUR atau Oxygen Uptake Rate) berikut ini.

OUR = (DO0 – DO5) / 5 mg O2 / L / menit

Nilai OUR yang kita inginkan umumnya berada dalam rentang 0,3 – 0,7 mg O2/L menit.
Untuk lebih akurat, Operator sebaiknya menggunakan parameter Laju Pernafasan Spesifik
(SOUR) atau Specific Oxygen Uptake Rate). Parameter ini menunjukan laju pernafasan

6
bakteri persatu satuan beratnya. Nilai SOUR yang kita inginkan umumnya berada dalam
rentang 0,02 – 0,08 mg O2/mg VSS/jam.

SOUR = (60 x OUR) / MLVSS mg O2/mg VSS/jam

Nilai OUR atau SOUR di bawah rentang nilai normal di atas menunjukan keaktifan bakteri
yang rendah. Selain karena keberadaan bakteri yang sudah tua, rendahnya nilai OUR atau
SOUR juga dapat disebabkan oleh masuknya Senyawa Toksis, seperti Logam Berat, Organik-
Sulit Terurai.
Seringkali kita juga mengalami peningkatan nilai OUR atau SOUR di atas rentang normal.
Peningkatan keaktifan bakteri ini mengindikasikan adanya Lonjakan Beban Organik (organic
shockload) di suatu Unit Lumpur Aktif. Peningkatan nilai OL dengan mendadak ini
menyebabkan Bakteri Aerobik bekerja lebih keras sehingga penggunaan O2 juga semakin
banyak.
2. Mampu Membentuk Lumpur yang Mudah Mengendap
Bakteri Lumpur Aktif dapat dikelompokkan sebagai:
 Bakteri Penggumpal (floc-foming bacteria atau zoogleal)
 Bakteri Filamen.
Lumpur Aktif yang kita inginkan, yaitu yang mudah mengendap, dibentuk oleh banyak
Bakteri Penggumpal yang diikat oleh beberapa Bakteri Filamen (lihat Gambar 7-4-7).

GAMBAR 7-4.6 Berbagai Jenis Mikroba Aerobik

7
Keberadaan Bakteri Filamen sangat menentukan karakteristik pengendapan Lumpur Aktif.
Bakteri Filamen yang terlalu banyak akan mengakibatkan gejala Lumpur Gembur (bulking
sludge) dimana gumpalan lumpur tampak renggang dan ringan. Walaupun ikatannya sangat
kuat, Lumpur Gembur ini tidak memiliki kepadatan yang cukup untuk membuatnya dapat
mengendap dengan mudah. Jika Lumpur Aktif tidak memiliki Bakteri Filamen maka terjadilah
gejala Lumpur Butiran (pin-point) yang berukuran kecil dan tidak memiliki ikatan yang kuat
(lihat Gambar 7-4-8).
Penilaian karakteristik pengendapan lumpur diwakili oleh parameter Indeks Volume Lumpur
(SVI atau Sludge Volume Index). Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan persamaan
berikut.
SVI = 1000 x SV30 / (MLVSS) mL / g VSS

GAMBAR 7-4.7 Bakteri Penggumpal yang Diikiat oleh Bakteri Filamen

SV30 merupakan suatu parameter yang digunakan untuk menunjukkan volume Lumpur Aktif
yang dapat mengendap. Persamaan di atas menggunakan nialai SV30 dalam mL/L dan MLVSS
dalam mg/L.
Nilai SVI menunjukkan kebalikan dari berat jenis atau kepadatan Lumpur Aktif. Nilai SVI yang
tinggi menunjukan kepadatan Lumpur Aktif yang rendah. Kita umumnya tidak menginginkan
lumpur dengan nilai SVI di atas 150 mL/g VSS, seperti Lumpur Gembur yang memiliki nilai SVI

8
sekitar 175 mL/g VSS. Sebaliknya, kita umumnya menginginkan Lumpur Aktif dengan nilai SVI
rendah, yaitu antara 50 – 100 mL/g VSS.

GAMBAR 7-4.8 Gejala Lumpur Butiran (pin-point)

PENGENDALIAN UNIT LUMPUR AKTIF

Selain Bakteri Aerobik, mikroba jenis lain yang membentuk Lumpur Aktif adalah protozoa,
rotifers, invertebrata, dan sebagainya. Sedikit pengetehuan tentang berbagai jenis mikroba
akan membantu seorang Operator untuk mengenali sumber permasalahan yang terjadi di Unit
Lumpur Aktif. Analisa mikroskopik Lumpur Aktif memang akan mampu mengidentifikasi
masalah pengoperasian dengan akurat namun peralatan mikroskop yang dibutuhkan sangat
mahal harganya.
Unit Lumpur Aktif merupakan satuan sistem yang kompleks sehingga tidak banyak ahli yang
dapat menjelaskan semua kejadian yang terjadi dalam Unit Lumpur Aktif. Untuk mengatasinya,
kita terpaksa membuat beberapa penyederhanaan yang akan mempermudah kita dalam
memahami aspek pengendalian Unit Lumpur Aktif berikut ini.
Pengendalian Unit Lumpur Aktif umumnya dilakukan terhadap :
 Jumlah lumpur di dalam Tangki Aerasi,
 Karakteristik pengendapan Lumpur Aktif, dan
 Suplai oksigen ke dalam Tangki Aerasi
Bahasan berikut akan memberikan kita pemahaman lebih lanjut mengenai aspek pengendalian
tersebut di atas.

9
PENGENDALIAN JUMLAH LUMPUR DI DALAM TANGKI AERASI

Setiap Unit Lumpur Aktif memiliki keseimbangan ideal antara nialai OL-nya dengan nilai MLVSS
yang memberikan efisiensi pengolahan terbaik. Keseimbangan tersebut akan memberikan kita
nilai F:M Ideal yang akan terus digunakan nilai F:M Ideal tersebut, kita dapat mengetahui
jumlah MLVSS yang kita inginkan untuk setiap perubahan nilai Beban-Organik OL) dengan
menggunakan persamaan berikut.
MLVSS Ideal = 1000 x OL / (F:M Ideal x VOLTA) mg VSS/L

Pengalaman nantinya yang akan membantu kita untuk menemukan nilai MLVSS Ideal. Sebagai
panduan awal, kita dapat menggunakan nilai MLVSS sekitar 3000 mg/L 4000 mg/L.
Jumlah MLVSS akan terus meningkat berkat adanya
 Aliran RAS yang bertujuan untuk memaksa mikroba ‘bekerja’ lebih lama dari biasanya
dan
 Perkembangbiakan mikroba sesuai dengan ketersediaan Organik-Terurai di dalam
limbah cair.
Peningkatan ini harus kita batasi guna menjaga jumlah MLVSS agar tidak melebihi nilai MLVSS
Ideal. Upaya pembatasan peningkatan jumlah MLVSS inilah yang sebenarnya mendasari upaya
pengendalian jumlah Lumpur Aktif di dalam Tangki Aerasi.
Pembatasan peningkatan jumlah MLVSS dilakukan melalui pembuangan Lumpur Aktif (WAS)
dari Sistem Pengendali Lumpur. Dengan adanya WAS, peningkatan jumlah MLVSS dapat kita
hentikan sehingga nilai MLVSS akan tetap konstan. Untuk selanjutnya setiap ada perubahan
nilai MLVSS, kita hanya perlu mengatur besar-kecilnya debit Lumpur buangan (QWAS). Jumlah
WAS yang dibutuhkan di pengoperasian yang sudah stabil dapat kita perkirakan dengan
menggunakan persamaan berikut.
QWAS = VOLTA x MLVSS / {SA x (VSSRAS)}

Untuk menggunakan persamaan di atas, kita sebelumnya harus menentukan nilai Usia Lumpur
(SA atau Sludge Age) yang akan diterapkan di Unit Lumpur Aktif. Sebagai panduan awal, kita
dapat menggunakan nilai Usia Lumpur sekitar 5 – 15 hari.
Fluktuasi nilai OL sering memaksa kita untuk segera melakukan penyesuaian nilai MLVSS.
Penyesuaian nilai MLVSS dilakukan melalui perubahan nilai QWAS yang dihitung dengan
menggunakan persamaan QWAS di atas. Dalam penggunaan persamaan tersebut, kita harus
menggunakan nilai SA yang sama dengan perhitungan sebelumnya.

10
Banyak operator yang sering mempermudah tugasnya dengan membuat kurva yang
menghubungkan nilai OL dengan nilai QWAS. Pada prinsipnya, peningkatan OL harus diimbangi
dengan memperkecil jumlah QWAS. Sebaliknya penurunan OL harus diimbangi dengan
memperbesar jumlah QWAS.
Besar nilai QWAS dibatasi oleh Beban Hidrolis (Qo) Unit Lumpur Aktif. Jika QWAS = Qo maka
seluruh fungsi Unit Lumpur Aktif akan gagal total karenahal itu berarti seluruh aliran Debit
Efluen (QOUT) mengalir melalui saluran efluen lumpur. Besar QWAS juga dibatasi oleh:
 Dimensi Tangki Pengendap, terutama bagian saluran efluen bawah,
 Kemampuan Sistem Pengendali Lumpur, terutama Pompa, dan saluran lumpur
resirkulasi,
 Kemampuan Bagian Penanganan Lumpur.

PENGENDALIAN KARAKTERISTIK PENGENDAPAN LUMPUR AKTIF

Unit Lumpur Aktif yang baik harus mampu menghasilkan Lumpur Aktif yang dapat diendapkan
di Tangki Pengendap. Tanpa adanya pengendapan yang memadai, lumpur akan terbawa keluar
bersama efluen unit ini. Akibatnya, nilai BOD5 efluen akan tetap tinggi dan tidak banyak
berbeda dengan nilai BOD5 influen, perbedaannya hanya Organik-Terurai di efluen berbentuk
terlarut sedangkan efluen berbentuk padatan organik.
Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan Lumpur Aktif untuk mengendap, antara lain:
 Komposisi mikroba, dan
 Ketebatan endapan lumpur.

Menyangkut Komposisi Mikroba Lumpur


Seperti kita ketahui Lumpur Aktif merupakan gumpalan yang terdiri dari ribuan jenis Bakteri
Aerobik. Komposisi bakteri inilah yang menentukan karakteristik pengendapan Lumpur Aktif.
Bakteri Filamen memiliki bentuk fisik yang tidak mendukung terjadinya pengendapan. Lumpur
Aktif yang komposisinya sebagian besar terdiri dari Bakteri Filamen akan memiliki kepadatan
yang rendah (SVI tinggi). Hal ini menyebabkan Lumpur Aktif menjadi sulit untuk mengendap.
Seringkali akibat terjadinya perubahan OL dan lainnya, kita memiliki nilai SVI yang lebih kecil
atau lebih besar dari rentang nilai yang kita inginkan (50 – 100 mL/g VSS). Untuk
mengembalikan nilai SVI ke rentang waktu idealnya, kita dapat melakukan beberapa hal
berikut ini:
 Perbaikan komposisi Senyawa Nutrien

11
Komposisi nutrien yang tidak tepat, seperti kurangnya Senyawa Nitrogen atau
Senyawa Pospor, dapat menghambat pertumbuhan Bakteri Pengumpal. Sebaliknya,
Bakteri Filamen, yang menjadi penyebab tingginya nilai SVI, dapat bertahan hidup
dalam komposisi Senyawa Nutrien yang tidak seimbang. Perbaikan komposisi Senyawa
Nutrien akan membantu bakteri lain untuk kembali hidup normal dan mengimbangi
jumlah Bakteri Filamen.
 Penurunan suplai O2
Bakteri Filamen tidak dapat bertahan hidup dalam kondisi DO rendah. Untuk
menghindari nilai SVI yang tinggi, kita perlu mengurangi jumlah DO, yaitu dengan
menghentikan operasi Aerator.
 Penyesuaian jumlah lumpur-buangan
Penelitian menunjukaan bahwa jumlah lumpur-buangan (WAS) mempengaruhi nilai
SVI. WAS yang terlalu sedikit (QWAS < 5 % Qo) atau terlalu banyak (QWAS > 20 % Qo)
terbukti dapat meningkatkan nilai SVI. Perbaikannya dapat dilakukan dengan
mengembalikan QWAS ke dalam rentang 5 % - 20 % dari Qo (atau Usia Lumpur 5 – 20
hari).

Menyangkut Ketebalan Endapan Lumpur


Ketebalan endapan lumpur di dasar Tangki Pengendap sangat dipengaruhi oleh QRAS. Gambar
7-4-9 menunjukan bahwa semakin rendah nilai QRAS maka ketebalan endapan lumpur semakin
bertambah. Sebagai akibatnya, proses pengendapan akan terhambat. Lumpur yang tidak dapat
mengendap akan terbawa keluar bersama efluen Tangki Pengendap. Sebaliknya, peningkatan
QRAS umumnya akan menurunkan ketebalan endapan lumpur. Pengaturan QRAS harus kita
lakukan dengan tetap menjaga ketebalan endapan lumpur antara 0,3 meter – 1,0 meter.
Perkiraan nilai QRAS yang sesuai dapat kita perkirakan dengan menggunakan nilai SV30 dari
efluen Tangki Aerasi. Nilai SV30 ini banyak dipakai untuk menduga tebalnya endapan lumpur
yang dapat terbentuk di dasar Tangki Pengendap untuk selang waktu 30 menit. Persamaan
berikut menunjukkan hubungan matematis antara SV30 (dalam mL/L) dengan rasio QRAS.
QRAS = 100 / (1000 – SV30) x Q0 m3/jam

Rendahnya QRAS dapat mengakibatkan lumpur akan terlalu lama berada di dasar Tangki
Pengendap. Sebagai akibatnya, lumpur akan mengalami reaksi penguraian. Organik-Terurai
lanjutan yang berlangsung secara anoksik (lihat persamaan berikut).

12
REAKSI DENITRIFIKASI
ORGANIK-TERURAI + NO3  MIKROBA BARU + N2 +CO2 + H2O + OH-

Reaksi yang disebut reaksi denitrifikasi di atas akan menghasilkan gas CO2 dan N2 dalam jumlah
yang cukup untuk mengangkat lumpur kembali ke permukaan Tangki Pengendap. Gejala ini
disebut gejala Lumpur naik (rising sludge). Jika lumpur berada di dasar Tangki Pengendap lebih
lama lagi, reaksi lanjutan dapat berlangsung secara anaerobik yang menghasilkan gas CH4 dan
H2S (lihat persamaan berikut).
REAKSI ANAEROBIK
ORGANIK-TERURAI  MIKROBA BARU + CH4 + NH3 + CO2 + H2S + H2

Selain akan meningkatkan gejala Lumpur naik, reaksi anaerobik di atas akan menimbulkan bau
yang menyengat dan warna larutan kehitaman. Untuk menghindari terjadinya reaksi
denitrifikasi dan reaksi anaerobik di dasar Tangki Pengendap, seorang Operator harus
meningkatkan QRAS.

GAMBAR 7-4.9 Ketebalan Endapan Lumpur

PENGENDALIAN SUPLAI OKSIGEN DALAM TANGKI AERASI

Penentuan jumlah suplai O2 ke dalam Tangki Aerasi dilakukan berdasarkan pertimbangan


sebagai berikut:
 Terjadinya kelangsungan reaksi penguraian Organik-terurai secara aerobik.
Fluktuasi OL akan mempengaruhi nilai MLVSS. Dengan sendirinya, suplai O2 juga harus
menyesuaiakannya. Makin tinggi OL, makin tinggi MLVSS, dan makin besar suplai O2.
 Adanya reaksi nitrifikasi

13
Senyawa Nitrogen, sengaja atau tidak, sering ikut mengalami proses penguraian di
dalam Tangki Aerasi. Proses itu juga membutuhkan DO, sehingga DO yang ada tidak
akan cukup untuk menguraikan seluruh Organik-Terurai. Reaksi penguraian nitrogen
ini disebut reaksi nitrifikasi.
REAKSI NITRIFIKASI
NH4 + O2 + HCO3  MIKROBA BARU + NO3 + H2O

Untuk Unit Lumpur Aktif yang juga berfungsi untuk nitrifikasi, kita harus memberikan
suplai O2 dalam jumlah yang lebih besar daripada sekedar untuk kepentingan
penguraian Organik-Terurai saja.
 Menghambat pertumbuhan Bakteri Filamen.
Bakteri Filamen tidak dapat bertahan hidup di lingkungan yang memiliki sedikit DO,
Pengurangan suplai O2 diharapkan dapat mengurangi pertumbuhan Bakteri Filamen.
Pertimbangan lain yang sangat penting dalam penentuan suplai O2 adalah keterbatasan
kapasitas Aerator terpasang dan kapasitas listrik yang ada di Kompleks IPAL.
Walaupun penentuan nilai suplai O2 di atas terlihat kompleks, tugas operator sebenarnya
sangat mudah yaitu kita harus menjamin adanya sisa DO setidaknya 2 mg/L. Nilai DO minimal
ini harus tetap dijaga dengan mengkombinasikan pengoperasian dari beberapa Aerator yang
ada. Saat OL rendah, operator dapat mengoperasikan sebagian dari Aerator yang ada. Saat OL
tinggi, operator tentu perlu segera mengoperasikan lebih banyak Aerator lagi.
Operator sering khawatir bahwa pengoperasian aerator yang berlebihan akan merusak
kelangsungan proses penguraian Organik-Terurai. Sesungguhnya, berlebihnya suplai udara
(sehingga nilai DO >> 2 mg/L) tidak akan membawa dampak pengendapan lumpur (SVI),
pencampuran yang lebih merata, dan sebagainya. Satu hal perlu dikhawatirkan hanyalah
tingginya biaya listrik yang harus dibayar nantinya.

PENAMBAHAN BAHAN KIMIA

Unit Lumpur Aktif membutuhkan penambahan beberapa bahan kimia untuk menjamin
terjadinya proses penguraian Organik-Terlarut dengan sempurna. Bahan kimia yang
ditambahkan umumnya adalah:
1. Senyawa Nutrien, yang terdiri dari a) Senyawa Nitrogen dan b) Senyawa Pospor.
Senyawa ini dibutuhkan oleh mikroba untuk membentuk sel mikroba yang baru. Limbah
cair industri umumnya tidak mengandung Senyawa Nutrien dalam jumlah yang cukup untuk

14
menunjang pembentukan sel tersebut, sehingga kita harus melakukan penambahan
secukupnya.
2. Senyawa Asam-Basa.
Mikroba dapat bekerja efektif pada kondisi pH mendekati netral, yaitu pH 6,5 – 8,0.
Penyesuaian nilai pH harus kita lakukan melalui penambahan Senyawa Asam (jika pH > 8,0)
atau penambahan Senyawa Basa (jika pH <6,0).
Kebutuhan Senyawa Nutrien untuk tiap limbah cair umumnya berbeda, namun sebagai
panduan awal ada baiknya kita menggunakan nilai Rasio Nutrien berikut.
BOD : N : P = 100 : 5 : 1

Rasio Nutrien di atas menyebutkan bahwa untuk tiap 100 mg/L BOD5 dibutuhkan 5 mg/L unsur
N dan 1 mg/L unsur P. Unsur N dalam rasio di atas adalah total nitrogen atau seluruh nitrogen
yang terdapat dalam larutan, yaitu N-organik, NH3,NO3, N2 dan sebagainya. Perolehan nilai
total nitrogen dapat dilakukan dengan menggunakan analisa Total Kjehdahl Nitrogen (TKN).
Pospor yang dimaksud juga adalah Total Pospor, baik dalam bentuk orto-pospat (orto-PO4),
poli-pospat (poli-PO4), dan organo-pospat. Perolehan nilainya menggunakan analisa Total
Pospor.
Perolehan nilai BOD5, TKN, dan Total Pospor sangat memakan waktu, oleh karena itu lebih baik
kita menggunakan nilai COD, N-NH3, dan orto-PO4. Jika kita ingin menggunakan parameter di
atas maka kita juga harus memodifikasi nilai Ratio-Nutrien kita berdasarkan satuan tadi.
Persamaan berikut menunjukan nilai Rasio-Nutrien setelah kita lakukan modifikasi perolehan
nilai.
COD : NH3 : orto-PO4 = 120 : 3 : 1

Nilai Ratio Nutrien di atas merupakan di atas merupakan nilai yang dibutuhkan untuk limbah
cair pabrik minuman ringan.
Penggonaan Senyawa Nutrien dalam jumlah yang kurang akan mengakibatkan antara lain
a) Terhambatnya pertumbuhan mikroba, dan
b) Pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan, seperti Bakteri Filamen.
Semuanya akan mengakibatkan penurunan efisiensi Unit Lumpur Aktif.
Berbagai jenis Senyawa Nitrogen dan Senyawa Pospor tersedia di pasaran saat ini. Ada juga
bahan kimia yang mengandung unsur N dan unsur P sekaligus sehingga sangat memudahkan
tugas kita. Tabel 7-4-1 berikut menunjukkan berbagai jenis bahan kimia yang dapat digunakan
sebagai Senyawa Nutrien.

15
TABEL 7-4-1. Berbagai Jenis Senyawa Nutrien
Nama Rumus kimia Bentuk Keterangan
Amoniasulfat (NH4)2SO4 Kristal putih atau coklat N=%
Larutan Amoniak NH4OH Cairan N = 20 %
Urea CH4N2O Kristal putih N = 45 %
DAP (Diamonium Pospat) NH4H2PO4 Cairan N = % dan P = %
TSP (Tribasic Sodium Pospat) O4P.Na Kristal putih P=%
Asam Pospat H3PO4 Kristal P=%

Bahan kimia yang paling sering digunakan saat ini adalah Urea dan TSP, karena mudah didapat
dan murah walaupun kelarutannya di dalam air agak rendah. Bahan DAP juga mualai banyak
digunakan dan dianggap praktis karena mengandung unsur N dan unsur P sekaligus.
Penggunaan pupuk kandang atau kotoran ternak, seperti kotoran sapi, kotoran kerbau, dan
kotoran kambing, juga sering diterapkan terutama dalam proses pembibitan.
Kebutuhan senyawa N dan senyawa P dapat diperkirakan secara matematis jika kita
mengetahui:
 Kandungan N dan P yang ada di limbah cair,
 Rasio Nutrien yang ingin kita capai,
 Kandungan N dan P yang ada di Senyawa Nutrien, dan
 Derajat kemurnian dari senyawa berangkutan.
Berikut ini adalah 2 (dua) persamaan yang dapat kita gunakan jika kita menggunakan bahan
Urea dan TSP.
Kebutuhan Urea = 0,024 x Qo x {(BOD5/20) – TKN} / (% N dalam Urea) kg/hari

Kebutuhan TSP = 0,024 x QO x {(BOD5/100)-(Total-P)} / (% P dalam TSP) kg/hari

Persamaan di atas menggunakan nila QO dalam m3/jam, BOD5 dalam mg/L, TKN dalam mg/L,
dan Total-P dalam mg/L. Dalam persamaan ini jelas bahwa semakin tinggi kandungan N dan P
yang terkandung di limbah cair akan memperkecil kebutuhan kita terhadap tambahan
Senyawa Nutrien. Limbah cair domestik mengandung cukup banyak unsur N dan unsur P,
sehingga operasi Unit Lumpur Aktif untuk limbah tersebut jarang sekali membutuhkan
tambahan Senyawa Nutrien.
Penambahan Senyawa Nutrien, terutama Senyawa Nitrogen, yang berlebihan sebaiknya
dihindari karena akan memacu terjadinya reaksi nitrifikasi di Tangki Aerasi, reaksi denitrifikasi

16
di Tangki Pengendap, dan pertumbuhan ganggang (algae) di Tangki pengendap. Banyak
Operator yang menjaga ketepatan penambahan Senyawa Nutrien hanya dengan menjaga agar
sis NH3-N dan sisa orto-P di dalam Tangki Aerasi masing-masing berkisar antara 0,5 mg/L – 1
mg/L.

KELENGKAPAN
Telah disebutkan sebelumnya bahwa IPAL Pabrik Tekskutex memiliki Unit Lumpur Aktif terdiri
dari 3(tiga) sub-unit yang kelengkapannya masing-masing ditunjukkan pada Tabel 7-4-2.
Tabel 7-4-2. Bagian Penting dari Unit Lumpur Aktif
SUB-UNIT NAMA BAGIAN
Tangki Aerasi Bagian Inlet
Ruang Aerasi
Aerator Apung
Bagian Outlet
Tangi Pengendap Bagian Inlet
Ruang Pengendap
Ruang Endapan Lumpur
Alat Penyapu Lumpur
Bagian Outlet
Bagian Outlet Lumpur
Sistem Pengendalian Lumpur Sumur Lumpur
Pompa Lumpur
Saluran Lumpur-Resirkulasi (RAS)
Saluran Lumpur Buangan (WAS)

Guna menghindari pengulangan bahasan, berikut ini kita hanya akan membahas beberapa
bagian di antaranya saja.

SUB-UNIT TANGKI AERASI

Sub-unit Tangki Aerasi merupakan inti dari suatu Unit Lumpur Aktif dimana berlangsung proses
penguraian Organik-Terurai. Seluruh elemen reaksi, yaitu Organik-terurai, O2, Mikriba Aerobik,

17
dan Senyawa Nutrien tercampur dalam sub-unit ini. Lumpur-Resirkulasi (RAS) juga akan masuk
ke dalam sub-unit ini sehingga menambah kesibukan yang ada bagian ini.

RUANG AERASI

Beberapa hal yang harus diperhatikan dari ruang aerasi ini adalah (lihat Gambar 7-4-11)
1. Volume Ruang Aerasi harus mampu menahan aliran limbah cair baku dalam rentang
waktu 3 jam – 8 jam. Waktu ini dibutuhkan agar mikroba dapat menguraikan Organik-
Terurai dengan sesempurna mungkin. Volume ruang juga dipengaruhi oleh bebera[a
hal lain seperti:
a. TMA minimal (Hmin) yang harus dijaga sebagai akibat digunakannya Aerator
Apung (surface mixer),
b. Volume yang dibutuhkan akibat adanya aliran RAS
2. Bentuk ruang aerasi yang umumnya berupa persegi panjang memiliki banyak zona
buntu (dead zone) sehingga peletakan Aerator Apung harus dilakukan dengan cermat.
3. Ruang Aerasi yang baik harus dilengkapi dengan:
a. Alat pemantau TMA. Alat pemantau yang sering digunakan adalah mistar
ketinggian. Mistar sebaiknya memiliki tanda khusus untuk mempermudah kita
mengetahui Hmin dan Hmax yang berlaku di tangki tersebut.
b. Saluran penguras (drain) yang akan digunakan saat kita ingin mengosongkan isi
ruang.
Dalam perencanaannya, perhitungan kebutuhan volume Ruang Aerasi banyak didasarkan
kepada nilai Beban Organik Volumetris (VL atau molumtric organic loading) yang besarnya
berkisar antara 800 kg BOD/1000 m3/hari – 2000 kg BOD/1000 m3/hari. Ada baiknya kita juga
mengetahui VL dan Tangki Aerasi yang kita operasikan dengan menggunakan persamaan
berikut :
Beban organik Volumetris = OL / {(VOLTA) x 1000} kg BOD5 / 1000 m3/hari

Persamaan di atas harus digunakan dengan menggunakan satuan OL dalam kg BOD5/hari,


VOLTA dalam m3. Besaran yang perlu diperhatikan:
1. Volume Ruang Aerasi (VOL), merupakan volume efektif Ruang Aerasi yang tersedia
untuk melakukan reaksi penguraian organik selama waktu detensi (td) yang ditetapkan.
Untuk tangki berbentuk persegi panjang, nilai VOLTA, dapat kita ketahui melalui rumus
perhitungan berikut :

18
VOL = (Panjang x Lebar x (Hmax – Hmin)) m3

GAMBAR 7-4.10 Tangki Aerasi

2. TMA minimal (Hmin), dapat kita ketahui dari Buku Manual atau pihak penjual Aerator
yang kita gunakan di setiap saat harus kita jaga lebih besar dari Hmin.
3. TMA Makx (Hmax), dapat kita ketahui dari letak Saluran Pelimpah di Ruang Aerasi
tersebut

AERATOR APUNG

Aerator Apung bertugas untuk memberikan suplai udara ke dalam Tangki Aerasi. Dalam IPAL,
pabrikTekskutex ini, kita menggunakan jenis Aerator Apung yang merupakan salah satu jenis
perlatanan suplai udara yang ada (lihat Tabel 7-4-3). Aerator Apung juga bertanggung jawab
terhadap tercampurnya lumpur aktif., organik terurai, senyawa nutrien, dan lainnya.
Pencampuran yang sempurna akan meningkatkan efisiensi proses penguraian.

Tabel 7-4-3. Berbagai Peralatan Suplai Udara


Jenis Keterangan Pembagian Lanjutan Contoh
Aerator Mekanis Menimbulkan riak dan Bersumbu vertikal Aerator Apung
percikan agar limbah Aerator Platform
cair dapat bersentuhan Bersumbu horisontal Aerator Sikat
dengan udara
Aerator Piringan
Aerator Penyuntik Menyuntikan udara ke Menggunakan diffuser Blower - Diffuser
dalam limbah cair
Udara Menggunakan aliran jet Jet -Aerator
Aerator Terendam

19
GAMBAR 7.4.11 Aerator Apung

Aerator Apung (Gambar 7-4-11) memiliki beberapa bagian penting yaitu a) motor, b) sumbu, c)
baling-baling, d) pelampung, dan e) tali pengikat. Perputaran baling-baling (propeller)
menyebabkan limbah cair terhisap ke atas dan terpercik dengan keras ke udara. Kontak
butiran air dengan udara akan menyebabkan O2 terikat dengan butiran limbah cair O2, yang
terbawa bersama butiran air kemudian akan meningkatkan nilai DO dari air terserbut.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah :
1. Kapasitas aerator apung dapat kita nilai melalui jumlah O2 yang berhasil dilarutkan ke dalam
limbah cair untuk tiap satuan daya listrik. Kapasitas aerator yang swering disebut Efisiensi
Transfer Oksigen (OTE atau oxygen transfer efficiency) ini sering ditunjukkan dalam satuan
kg O2/ kW/ jam. Aerator apung yang umumnya ada di Indonesiia memiliki OTE antara 1,2 kg
O2/ kW/ jam – 1,8 kg O2/ kW/ jam. Besarnya OTE untuk Aerator Apung sangat dipengaruhi
oleh perputaran baling-baling. Semakin tinggi perputaran baling-balingnya maka jumlah O2
yang dilarutkan akan semakin besar walaupun nilai OTE belum tentu semakin tinggi.
2. Perletakan aerator apung sangat membutuhkan perhatian kita karena tiap aerator apung
memiliki wilayah jangkauan yang terbatas. Semakin besar kapasitas aerator apung, semakin
besar wilayah jangkauannya. Pengetahuan mengenai dimensi ruang aerasi sangat kita
butuhkan untuk menentukan perletakan dan konfigurasi aerator apung. Dalam prakteknya
sehari-hari, kita sangat sulit untuk memantau wilayah jangkauan vertikal tiap aerator ini.
Terjangkau atau tidaknya seluruh kedalaman ruang aerasi tidak terlihat dari atas, sehingga
kita perlu mencocokkannya dengan batasan kedalaman yang ada di Buku Manual. Wilayah
jangkauan horisontal dapat langsung kita lihat di lapangan sehingga kita mudah melakukan
pekerjaan yang baik.
3. Aerator apung membutuhkan TMA minimal (Hmin) tertentu untuk dapat bekerja dengan
baik. Semakin tinggi daya aerator apung yang kita gunakan maka semakin besarlah Hmin

20
yang dibutuhkan. Informasi ini dapat kita peroleh dari Buku Manual, namun Hmin
umumnya lebih besar dari 0,5 meter. TMA di setiap saat kita harus kita jaga agar lebih besar
dari H min.
Aerator apung memiliki kelebihan dibanding aerator jenis lain terutama aspek
pemeliharaannya. Letak seluruh bagiannya yang di atas permukaan air mempermudah
perbaikannya. Sistem pengikatan juga mempermudah kita untuk memindahkan aerator apung
dari tangki aerasi. Besaran yang harus diperhatikan :
1. Efisiensi transfer oksigen (kg O2/KW/jam)
2. Wilayah jangkauanhorisontal (m)
3. Wilayah jangkauan horisontal (m)
4. Keceoatan putaran impeler (rpm)
5. Daya listrik (kW)
6. Tegangan dan frekuensi listrik (V/Hz)

SUB UNIT TANGKI PENGENDAP

Sub unit tangki pengendap menjadi penentu akhir dari karakteristik efluen Unit Lumpur Aktif.
Keberhasilannya dalam melakukan proses pengendapan dari Lumpur Aktif akan menentukan
efisiensi penyisihan organik dari Unit Lumpur Aktif. Guna mencegah kemasan bahasan dalam
modul 7-3 tentang O&M Unit Pengendapan Kimia dan lainnya dalam bagian ini kita hanya akan
membahas Ruang Pengendapan, ALat Penyapu Lumpur-Lumpur dan Bagian Outlet Lumpur.

RUANG PENGENDAP

Ruang pengendap dari suatu Unit Lumpur Aktif umumnya tidak memiliki banyak perbedaan
berarti dengan Ruang Pengendap dari suatu Unit Pengendap Kimia. Perbedaan berarti hanya
pada beban permukaan (OR atau overflow) dimana Ruang Pengendap dari Unit Lumpur Aktif
ini akan memiliki luas permukaan yang lebih besar atau memiliki diameter lebih besar (khusus
untuk Ruang Pengendap yang berbentuk lingkaran). Untuk lebih jelasnya, lihat Gambar 7-4-12.
Nilai OR dari Ruang Pengendap untuk Unit Lumpur Aktif umumnya adalah 60 m 3/m3/hari.
Besaran yang perlu diperhatikan :
1. Luas permukaan tangki pengendap (ATP)
2. TMA Maksimal (Hmax)
3. TMA Minimal (Hmin)

21
GAMBAR 7.4.12 Ruang Pengendap Unit Lumpur Aktif

ALAT PENYAPU LUMPUR

Alat penyapu lumpur (scraoer) berfungsi untuk menyapu dan mengumpulkan lumpur ke pusat
dasar tangki. Motor penggerak alat penyapu lumpur diletakkan di atas bagian inlet dengan
poros (shaft) yang menembus bagian inlet sampai ke dasar tangki. Untuk jelasnya lihat gambar
7-4-13. Di bagian pinggir atas tangki penyedap dipasang rel dan roda sehingga alat penyapu
lumpur dapat bergeral mengelilingi tangki dengan lancar. Beberapa hal yang perlu
diperhatikan adalah:
1. Di bawah alat penyapu lumpur terdapat lapisan karet untuk menyapu endapan
lumpur.
2. Kecepatan alat penyapu lumpur pada umumnya berada pada rentang 0,02-0,05 rpm.
3. Alat penyapu lumpur membutuhkan TMA minimal (Hmin) tertentu untuk dapat
bekerja dengan baik.
Bagian yang harus diperhatikan :
1. Kecepatan putaran motor (rpm)
2. Rasio gigi kecepatan
3. Daya listrik (kW)
4. Tegangan dan frekuensi listrik (V/Hz)
5. Kecepatan putaran penyapu (rpm atau rph, putaran/jam)
6. Kecepatan lateral pemyapu (m/menit)
7. Diameter penyapu (m)

22
8. Beban maksimum per satuan panjang (kg/m)

GAMBAR 7.4.13 Alat Penyapu Lumpur

BAGIAN OUTLET LUMPUR

Bagian outlet : lumpur adalah tempat terlepasnya efluen bawah (efluen lumpur) dari suatu
tangki pengendap. Bagian ini terbuat dari pipa tahan korosi dengan diameter yang cukup besar
untuk menjaga kelancaran aliran secara gravitasi. Kecepatan laju alir yang harus dijaga dalam
saluran pipa ini adalah antara 0,5 – 1 m/detik. Bagian ini dilengkapi dengan sebuah katup
pengatur aliran walaupun letaknya lebih dekat dengan sumur lumpur.

SUB-UNIT PENGENDALIAN LUMPUR

Sub-unit sistem pengendalian lumpur merupakan pusat pengendali dari Unit Lumpur Aktif.
Seperti diketahui, pada Unit Lumpur Aktif yang sudah stabil, besarnya QWAS menjadi pengendali
utama dari unit ini terhadap fluktuasi OL sedangkan besarnya QRAS menjadi pengendali utama
terhadap ketebalan endapan lumpur di dasar Tangki Pengendap.

SUMUR LUMPUR

Lumpur yang keluar dari Bagian Outlet Lumpur akan ditampung di sumur lumpur yang terletak
di hulu dari sub-unit Sistem Pengendali Lumpur. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dari
suatu sumur lumpur adalah (lihat Gambar 15) :

23
1. Volume sumur lumpur (VOLSL) harus mampu menampung seluruh aliran efluen lumpur
dari suatu tangki pengendap. Walaupun sangat bervariasi, volume sumur umumnya
berkisar antara 10% sampai dengan 20% dari volume aliran efluen lumpur yang
dihasilkan dalam sehari (lihat persamaan berikut)
Volume Sumur Lumpur = 10% x (QWAS + QPAS) m3

2. Volume sumur lumpur juga dipengaruhi hal lain seperti :


a. TMA minimal (Hmin) yang harus dijaga sebagai akibat digunakannya aerator apung
b. Posisi pipa hisap pompa lumpur, dan
c. Volume cadangan sebagai faktor pengaman
3. Bentuk sumur lumpur sebaiknya berupa silinder
4. Sumur lumpur harus dilengkapi dengan :
a. Alat pemantau TMA. Alat pemantau dapat dihubungkan dengan mekanisma
pengoperasian pompa lumpur.
b. Aerator apung, alat ini berfungsi untuk a) meratakan konsentrasi Lumpur –
Resirkulasi (VSSRAS ) dan b) mencegah terjadinya kondisi septic di dalam sumur
lumpur.
Besaran yang harus diperhatikan :
1. Volume sumur lumpur (VOL) merupakan volume efektif yang tersedia untuk
menampung aliran effluent lumpur sebelum disalurkan sebagai RAS dan WAS. Untuk
sumur lumpur berbentuk silinder, nilai VOLSL dapat kita ketahui melalui rumus
perhitungan berikut :
VOLSL = (Hmax – Hmin) x Luas Permukaan

2. TMA minimal (Hmin) : merupakan TMA dimana seluruh pompa lumpur harus berhenti
bekerja. Nilai ini juga harus mempertimbangkan Hmin yang dibutuhkan oleh aerator
apung tidak merusak bagian dasar sumur lumpur.
3. TMA maksimal (Hmax) : merupakan TMA dimana seluruh pompa lumpur harus aktif
beroperasi.

SALURAN LUMPUR-RESIRKULASI

Saluran lumpur-resirkulasi harus terbuat dari pipa tertutup dengan diameter yang cukup besar
untuk mengakomodasi fluktuasi debit lumpur-resirkulasi (QPAS). Saluran ini setidaknya harus
dilengkapi oleh a) Katup Pengatur Aliran b) Katup Satu Arah c) Pengukur Aliran

24
Besaran yang harus diperhatikan
1. Diameter Pipa, merupakan salah satu penentu QPAS maksimal. Jika kecepatan maksimal
dalam pipa RAS diketahui, maka QPAS maksimal dapat kita perkirakan melalui
persamaan berikut :
QPAS Maksimal = 0,286 x (diameter pipa RAS)2 x (Vmax) m3/jam

Persamaan di atas harus digunakan dengan menggunakan satuan diameter pipa RAS
dalam cm dan kecepatan aliran dalam m/detik
2. Jenis pipa
3. TMA titik lepas di tangki aerasi
4. Kapasitas pengukur aliran

SALURAN LUMPUR BUANGAN

Saluran lumpur buangan merupakan penghubung antara bagian penanganan limbah cair
dengan bagian penanganan lumpur dari suatu Kompleks IPAL. Saluran ini sebaiknya juga harus
terbuat dari pipa tertutup dengan diameter yang sukup besar untuk mengakomodasi fluktuasi
QPAS. Saluran ini setidaknya harus dilengkapi oleh a) Katup pengatur aliran dan b) Pengukur
aliran.
Besaran yang harus diperhatikan :
1. Diameter pipa
2. Jenis pipa
3. TMA titik lepas di bagian penanganan lumpur
4. Kepastian Pengukur Aliran

PARAMETER OPERASI
Dalam bahasan-bahasan sebelumnya kita sudah menyinggung sedikit tentang beberapa
parameter operasi yang perlu kita perhatikan dalam Unit Lumpur Aktif. Walaupun demikian
ada baiknya kita membahas sekali lagi tentang tiap parameter operasi yang ada, yaitu OL,
MLVSS, F :M, DO, OUR, SA, BOD : N : P, OR, SVI, QPAS dan QWAS.

25
EFISIENSI KERJA UNIT

DEFINISI
Efisiensi Kerja Unit untuk Unit Lumpur Aktif merupakan prosentase pemisahan organic terurai
(BOD5) yang terkandung di limbah cair baku. Oleh karena itu, EKU-nya juga sering disebut
Efisiensi Penyisihan Organik (EPO). Contoh, EPO = 95% dari seluruh BOD5 yang terkandung di
limbah cair disisihkan oleh unit ini.
Pengaruh Nilai
Nilai EKU dan EPO merupakan acuan keberhasilan kita dalam mengeoperasikan Unit Lumpur
Aktif . semakin tinggi nilai EKU, semakin hasil kerja unit ini dapat dianggap semakin baik. Nilai
EKU yang rendah menandakan pengoperasian yang kurang sempurna.
Perolehan Nilai
Efisiensi kerja unit (EKU) untuk Unit Lumpur Aktif dinilai berdasarkan kemampuannya dalam
pemisahan Organik-Terurai. Oleh karena itu, EKU-nya disebut Efisiensi Penyisihan Organik
(EPO). Persamaan dilakukan dengan menggunakan nilai BOD5,0 dan BOD5.0UT sebagai berikut :

EPO = BOD5,0 – BOD 5,0UT / BOD5,0 x 100 %

Unit Lumpur Aktif dapat dianggap baik jika memiliki EPO di .................. operator yang
menggunakan nilai COD.

BEBAN ORGANIK (OL)

Definisi
Banyaknya senyawa organik yang diterim oleh Unit Lumpur Aaktif dalam suatu periode waktu.
Contoh, OL = 700 kg BOD2/hari berarti Organik-Terurai yang diterima oleh suatu Unit Lumpur
Aktif dalam satu hari operasi adalah 700 kg BOD2.
Pengaruh Nilai
Nilai OL mempengaruhi:
 F:M, meningkatnya nilai OL akan memperbesar nilai F:M.
 MLVSS, meningkatnya nilai OL harus diimbangi dengan bertambahnya nilai MLVSS agar
nilai F:M Ideal tetap tercapai.
 Qwas, mwningkatnya nilai OL harus diimbangi dengan pengurangan Qwas agar nilai MLVSS
dapat bertambah dengan tetap menjaga nilai Usia Lumpur (SA) Ideal.

26
 Kebutuhan nutrien, meningkatnya nilai OL dan MLVSS akan menambah proses penguraian
organik-teruarai sehingga Senyawa Nutrien yang ditambahkan juga harus semakin banyak.
 Pengoperasian aerator, meningkatnya proses penguraian organik-terurai juga
menyebabkan kebutuhan O, yang semakin tinggi.
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan berikut:
OL = 0,024 x (Q x BOD5) kg BOD5/hari

Persamaan di atas menggunakan Q dalam m3/jam dan BOD5 dalam mg/L.

PADATAN-ORGANIK-TERCAMPUR (MLVSS)

Definisi
Banyaknya kandungan Padatan-Organik (VSS) dalam larutan Tangki Aerasi. MLVSS digunakan
untuk mewakili bnykny mikroba yang akan menguraikan Organik-Terurai. Contohnya, MLVSS =
3000 mg/L berarti di setiap 1 L sampel larutan Tangki Aerasi terdapat 3000 mg Padatan-
Organik.
Pengaruh Nilai
Nilai MLVSS mempengaruhi:
 F:M, meningkatnya nilai MLVSS akan memperkecil nilai F:M.
 Usia Lumpur (SA), meningkatnya nilai MLVSS dapat menambah nilai SA.
 OL, meningkatnya nilai MLVSS juga berarti bertambahnya kemampuan untuk menerima
OL yang semakin tinggi tentunya dengan tetap menjaga keseimbangan nilai F:M Ideal.
 Qwas, penambahan nilai MLVSS dilakukan dengan pengurangan Qwas dan penurunan nilai
MLVSS dilakukan dengan penambahan Qwas.
 Kebutuhan nutrien, meningkatnya nilai MLVSS akan menambah kebutuhan Senyawa
Nutrien.
 Kebutuhan O2, meningkatnya nilai MLVSS akan menambah kebutuhan senyawa O2.
Perolehan Nilai
Besarnya nilai MLVSS di suatu saat sama dengan besarnya nilai VSS di aliran efluen Tangki
Aerasi seperti terlihat di persamaan berikut:
MLVSS = VSS TA mg/L

27
Untuk memperoleh nili MLVSS yang harus kita miliki di Tangki Aerasi sebagai akibat adanya
perubahan OL, kita dapat menggunakan persamaan berikut:
MLVSS Ideal = 1000 x OL / (F:M Ideal x VOLTA) mg VSS/L

Persmaan di atas menggunakan OL dalam kg BOD5/hari, F:M dalam kg BOD5/kg VSS/hari, dan
VOLTA dalam m3.

RATIO ORGANIK-MIKROBA (F:M)

Definisi
Resiko dri banyaknya Organik-Terurai (makanan) yang tersedia untuk 1 kg MLVSS (mikroba
atau Lumpur Aktif) dalam 1 hari. Contoh, F:M = 0,4 kg BOD5/kg VSS/hari berarti untuk tiap 1 kg
MLVSS tersedia 0,4 kg BOD5 dalam satu hari.
Pengaruh Nilai
Nilai F:M banyak digunakan sebagai acuan pengoperasian dari suatu Unit Lumpur Aktif. Dari
nilai ini, kita dapat memperoleh nilai MLVSS yang seharusnya dimiliki oleh suatu Unit Lumpur
Aktif. Jika kita mengoperasikan Unit Lumpur Aktif dengan nilai F:M yang tidak sesuai dengan
nilai F:M Ideal-nya maka kemungkinan besar kita akan menghadapi banyak permasalahan
operasi, misalnya a) pertumbuhan Bakteri Filmen jik nili F:M terlalu besar, b) pertumbuhan
bakteri pembentuk busa jika nilai F:M terlalu kecil.
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan berikut:
F:M = 1000 x OL / (MLVSS x VOLTA) kg BOD5/kg VSS/hari

Persamaan di atas menggunakan OL dalam kg BOD/hari. MLVSS dalam mg/L dan VOL TA dalam
m3/jam.

OKSIGEN TERLARUT (DO)

Definisi
Banyaknya oksigen (O2) yang bebas dan terlarut dalam 1 L larutan Tangki Aerasi. Contoh, DO =
0,3 mg/L berarti terdapat 0,3 mg O2 bebas yang terlarut dala 1 L larutan Tangki Aerasi.
Pengaruh Nilai
Nilai DO banyak digunakna sebagai acuan pengoperasian aerator. Jika DO < 0,5 mg/L maka kita
harus mengurangi jumlah aerator yang beroperasi. Nilai DO yang kurang akan menghambat

28
kehidupan Mikroba Aerobik yang tentunya akan memperlambat proses penguraian Organik-
Terurai. Nilai DO = 0 mg/L akan memusnahkan Mikroba Aerobik dan sebaliknya akan
menguntungkan keberadaan mikroba aerobik.
Perolehan Nilai
Diperoleh melalui pengukuran langsung di lapangan dengan menggunakan alat DO Meter. Ada
juga pengukuran yang dilakukan dengan metoda titrasi di laboratorium.

LAJU PERNAFASAN (OUR)

Definisi
Banyaknya O2 terlrut (DO) yang dibutuhkan oleh mikrob erobik untuk menguraikan Organik-
Terurai dalam 1 menit. Contoh, OUR = 0,4 mg O2/L menit berarti seluruh Mikrobia Aerobik
yang ada di dalam 1 L larutan Tangki Aerasi membutuhkan 0,4 mg O2 setiap menitnya.
Pengaruh Nilai
Nilai OUR seringkali digunakan sebagai acuan untuk menilai keaktifan metabolisma Mikroba
Aeroik. Operator menginginkan Unit Lumpur Aktif memiliki mikroba dengan keaktifan yang
tinggi, yaitu antara 0,3 -0,7 mg O2/L/menit. Nilai OUR < 0,3 mg O2/L/menit menunjukkan
keaktifan bakteri yang rendah atau adanya Senyawa Toksik yang masuk ke dalam Tangki
Aerasi. Peningkatan nilai OUR sampai berada di atas rentang nilai normal diatas menunjukkan
adanya lonjakan OL (organik shockload).
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan berikut:
OUR = (DO0 – DO5)/5 mg O2/L/menit

Persamaan di atas menggunakan DO dalam mg/L.


Catatan Khusus
Kita dapat menggunakan juga parameter Laju Pernafasan Spesifik (SOUR atau Spesifik Oxygen
Update Rate) untuk menunjukkan nilai OUR per satuan berat MLVSS. Nilai SOUR akan
memberikan gambaran yang lebih akurat tentang keaktifan Mikroba Aerobik. Nilai SOUR dapat
diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut. Nilai yang kita inginkan umumnya berada
dalam rentang 0,02 – 0,08 mg O2/mg VSS/jam.
SOUR = (60 X OUR) / MLVSS mg O2/mg VSS/jam

Persamaan di atas menggunakan MLVSS dalam mg/L.

29
USIA LUMPUR (SA)

Definisi
Digunakan untuk menunjukkan ‘waktu keberadaan’ mikroba di dalam Tangki Aerasi sebelum
dikeluarkan dari sistem. Contoh, SA = 10 hari berarti mikroba akan berada di dalam Tangki
Aerasi selama 10 hari berarti mikroba akan berada di dalam Tangki Aerasi selama 10 hari
sebelum mikroba tersebut dibuang bersama aliran lumpur buangan.
Pengaruh Nilai
Nilai SA banyak digunakan sebagai acuan pengoperasian dari suatu Unit Lumpur Aktif. Nilai SA
mempengaruhi:
 MLVSS, meningkatnya nilai SA dapat disebabkan oleh bertambahnya nilai MLVSS.
 QWAS, meningkatnya nilai SA dapat disebabkan oleh pengurangan Qwas.
 Jenis mikroba yang mendominasi Lumpur Aktif.
 Kualitas efluen Unit Lumpur Aktif.
Dari nilai ini, kita umumnya akan memperoleh nilai Qwas yang kita gunakan untuk melakukan
penyesuaian nilai MLVSS.
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan berikut:
SA = (MLVSS X VOLTA) / (QWAS X VSSRAS) hari

Persamaan di atas menggunakan MLVSS dan VSSRAS dalam mg/L, VOLTA dalam m3 dan QWAS
dalam m3/hari.

RASIO NUTRIEN (BOD:N:P)

Definisi
Rasio banyaknya unsur N dan unsur P yang tersedia untuk setiap 100 mg Organik – Terurai
(BOD5). Contoh nilai BOD:N:P = 100:4:0,5 berarti untuk setip 100 mg BOD5 tersedia 4 mg unsur
N dan 0,5 mg unsur P.

Pengaruh Nilai
Nilai BOD:N:P seringkali digunakan sebagai acuan untuk mengetahui jumlah Senyawa Nutrien
yang harus kita tambahkan ke dalam Tangki Aerasi. Mikroba umumnya membutuhkan nilai
BOD:N:P = 100:5:1 agar mampu melakukan penguraian Organik Terurai dengan sempurna.
Tugas kita adalah melakukan penyesuaian kondisi limbah cair agar memiliki nilai BOD:N:P.

30
Penyesuaian tentunya kita lakukan melakukan melalui penambahan senyawa yang
mengandung nilai N dan unsur P.
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan nilai BOD5, nili TKN dan nilai Total-P.
Misalnya, kita memiliki limbah cair yang mengandung BOD5 = 700 mg/L, TKN = 14 mg/L, dan
Total-P= 7 mg/L, maka nilai BOD:N:P kita adalah BOD:N:P = 700:14:7 untuk kemudin menjadi
BOD:N:P = 100:2:1

BEBAN PERMUKAAN (OR)

Definisi
Banyaknya limbah cair yang dibebankan ke tiap satuan luas permukaan Tangki Pengendap.
Contoh OR=0,5 m3/m2/hari berarti untuk 1 m luas permukaan Tangki Pengendp, tangki
tersebut seriap harinya menerima 0,5 m3 limbah cair.
Pengaruh Nilai
Nilai OR seringkali digunakan sebagai acuan untuk memperkirakan kemampuan Tangki
Pengendap dalam melakukan pengendapan lumpur. Setiap Tangki Pengendap memiliki nilai
OR Idealnya. Nilai OR Ideal umumnya berkisar antara 15 m3/m2/hari – 30 m3/m2/hari. Jika nilai
OR > OR Idealnya, maka lumpur diperkirakan tidk dapat mengendap secara sempurna. Untuk
mengatasi masalah ini, kita harus segera mengurangi debt limbah cair yang masuk ke dalam
Tangki Pengendap.
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan berikut:
OR = 24 X (Qin) / (ATP) m3/m2/ hari

Persamaan di atas menggunakan ATP dalam m2 dan Qin dalam m2/jam.


Catatan Khusus
Kita dapat menggunakan juga parameter Beban Lumpur (SLR atau Sludge Loading Rate) yang
menunjukkan banyaknya lumpur yang dibebankan ke tiap satuan luas permukaan Tangki
Pengendap. Nilai SLR dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:
SLR = 0,001 X (OR X MLVSS) kg/m2/hari

Persamaan di atas menggunakan MLSS (padatan tersuspensi tercampur) dalam mg/L. Nilai
yang kita inginkan umumnya berada dalam rentang 100 -150 kg/m2/hari.

31
VOLUME LUMPUR (SVI)

Definisi
Volume dari 1 g endapan Lumpur Aktif. Contoh, SVI =150, berarti 1 g endapan lumpur memiliki
volume 150 ml.
Pengaruh Nilai
Nilai SVI digunakan untuk menunjukkan karakteristik pengendapan dari Lumpur Aktif. Semakin
rendah nilai SVI maka semakin mudah lumpur tersebut untuk mengendap dan memadat.
Sebaliknya, semakin tinggi nilai SVI maka semakin sulit lumpur tersebut untuk mengendap.
Nilai SVI merupakan kebalikan dari kepadatan lumpur. Kita umumnya menginginkan nilai SVI
berkisar dari 50-125 mL/g yang menandakan karakteristik lumpur yang baik. Nilai di atas SVI
125 menunjukkan adanya gejala Lumpur Gembur (bulking sludge).
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan persamaan berikut:
SVI = 1000 X (SV30) / MLVSS , mL/g

Persamaan di atas menggunakan SV30 dalam mL/L dan MLVSS dalam mg/L.

DEBIT LUMPUR RESIRKULASI (QRAS)

Definisi
Volume aliran Lumpur-Resirkulasi yang dikembalikan ke Tangki Aerasi dalam satu hari. Contoh,
QRAS = 200 m3/hari berarti 200 m3 Lumpur-Resirkulasi dikembalikan ke Tangki Aerasi setiap
harinya.
Pengaruh Nilai
Nilai QRAS lebih banyak dihubungkan dengan ketebalan jumlah endapan lumpur di dasar Tangki
Pengenda (SV30). Semakin rendah QRAS umumnya akan menambah ketebalan endapan lumpur
dan memperlama waktu keberadaan lumpur di dasar tangki. Sebagai akibatnya, lumpur akan
mengalami reaksi penguraian Organik-terurai lanjutan yang berlangsung secara anoksik
(denitrifikasi) dan secara anaerobik. Sebaliknya, peningkatan QRAS umumnya akan menurunkan
ketebalan endapan lumpur.
Perolehan Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan nilai SV30 dari efluen Tangki Aerasi
seperti yang ditunjukkan dalam persamaan berikut.

32
QRAS = 100 / (1000 – SV30) x Qin m3/jam

Persamaan di atas menggunakan SV30 dalam mL/L dan Qin dalam m3/jam.

DEBIT LUMPUR BUANGAN (QWAS)

Definisi
Volume aliran lumpur-buangan yang dibuang dalam satu hari. Contoh. QWAS = 400 m3/hari
berarti 400 m3 lumpur-buangan yang harus dibuang dari Tangki Aerasi setiap harinya.
Pengaruh Nilai
Nilai QWAS mempengruhi:
 MLVSS, membesrny nilai QWAS akan mengurangi nilai MLVSS dan sebaliknya.
 SA, membesarnya nilai QWAS akn mengurangi nilai SA dan sebaliknya.
Dari nilai ini, kita umumnya akan memperoleh nilai QWAS yang kita gunakan untuk melakukan
penyesuaian nilai MLVSS.
Perolehn Nilai
Diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan berikut:
QWAS = VOLTA X MLVSS / (SA X (VSSRAS) m3/hari

Persamaan di atas menggunakan VOLTA dalam m3, MLVSS dalam mg/L, SA dalam hari, VSSRAS
dalam mg/L.

PENGOPERASIAN
Pengoperasian Unit Lumpur Aktif dan umumnya unit pengolahan biologis linnya jauh lebih
kompleks dibanding unit-unit pengolhan lainnya. Pengoperasian pada saat Awalan Operasi
(start-up) membutuhkan kesabaran yang luar biasa. Kegagalan start-up merupakan hal yang
lumrah. Pengoperasian Rutin juga membutuhkan banyak pemantauan, perhitungan, dan
perubahan kondisi. Berikut ini akan dibahas lebih jauh mengenai aspek pengoperasian dari
suatu Unit Lumpur Aktif.

AWALAN OPERASI (START-UP)

Start-up suatu Unit Lumpur Aktif dapat dibayangkan sebagai masa-masa penyesuaian diri
seseorang terhadap lingkungan kerjanya yang baru. Jenis pekerjaan, kebiasaan kerja, dan
makanan yang berbeda membuat perlakuan kit terhadap orang baru ini haarus sedikit berhti-

33
hati. Langkah start-up yang harus kita lakukan dapat dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) langkah
berikut ini, yaitu:
1. Persipan Awal.
2. Pembibitan.
3. Stabilisasi.
Tidak semua langkah start up ini akan diperinci mengingat keterbatasan lingkup Pelatihan ini.

PERSIAPAN AWAL

Langkah dalam Persiapan Awal ini terdiri dari:


 Analisa parameter-karakteristik limbah cair.
 Penentuan parameter-operasi awal.
 Pemilihan dan perhitungan kebutuhan bibit mikroba, dan pemeriksn bagian unit.
Analisa Parameter-Karakteristik Limbah Cair
Tabel 7-4-4 menunjukkan beberapa parameter-karakteristik yang perlu diperoleh nilainya
untuk kepentingan Start-Up.
TABEL. 7-4-4. Analisa Parameter-Karakteristik Limbah Cair
Parameter Satuan
Beban Hidrolis Qo m3/jam
Derajat Keasaman pH
Kebutuhan Oksigen Biokimia BOD5 mg/L
Kebutuhan Oksigen Kimia COD mg/L
Rasio Organik BOD:COD
Total Nitrogen Total-N (TKN) mg/L
Total Pospor Total-P mg/L

Analisa awal ini sebaiknya kita lakukan terhadap Sampel Komposit Waktu yang kita peroleh
dari rentang pengambilan sampel 6 (enam) jam atau lebih. Sampel yang diambil harus dari
lokasi influen Unit Lumpur Aktif. Untuk contoh Pabrik Teksutex, sampel diambil setelah Unit
Pengendapan Kimia (lihat Contoh Kasus 7-4-1).

34
Contoh Ksaus 7-4-1

Pada suatu hari, Kang Jana hendak melakukan pengoperasian Unit Lumpur Aktif. Namun
sebelumnya, harus dilakukan Awalan operasi (start up) terlebih dahulu dengan melakukan
analisa parameter karakteristik. Langkh-langkah yang dilakukan oleh Kang Jana dalam analisa
parameter karakteristik ini antara lain adalah melaksanakan pengambilan sampel limbah cair.
Pengambilan sampel yang dilakukan Kang Jana tersebut berupa pengambilan sampel komposit
waktu selama 6 jam. Sampel yang diambil tersebut harus berasal dri efluen tangki sedimentasi
pertama dari unit pengendap kimia. Parameter awal yang diperiksa pada sampel tersebut
antara lain BOD, COD, Beban hidrolis, pH, Total N, Total P dan BOD:COD. Banyaknya limbah
cair yang diperlukan untuk analisa parameter awal adalah sebagai berikut:
1. Catat dan jumlahkan kebutuhan volume limbah cair tiap parameter kecuali parameter
beban hidrolis, BOD:COD dan pH.
 BOD = 1000 mL.
 COD = 100 Ml.
 Total N = 500 mL.
 Total P = 100 mL
Jumlah total sampel = 1700 mL
2. Kalikan dua jumlah di atas untuk keperluan pemeriksaan dua kali (duplo): 1,7 x 2 = 3,4 L
3. Tambahkan 50% dari jumlah di atas (dikali 150%) untuk mengantisipasi kebocoran atau
tumpahan yang mungkin terjadi: 3,4 L x 150% = 5,1 L (≈ 5 L)
Volume limbah cair yang dibutuhkan adalah sebesar 5 L selama 6 jam, maka setiap jam Kang
Jana harus mengambil sampel sejumlah 5 Liter/ 6 = 0,83 L atau 830 mL.

Ada baiknya juga kita melakukan pengukuran parameter Amoniak (NH3-N) dan parameter
Orto-Pospat (Ortho-P). Kedua parameter ini nanti dapat kita gunakan untuk menggantikan
parameter Total-N dan Total-P dalam perhitungan Rasio Organik. Seperti diketahui, perolehan
nilai Total-N dan Total-P lebih rumit daripada NH3-N dan Ortho –P.
Penentuan Parameter-Operasi Awal
Parameter Operasi yang harus kita tentukan adalah EKU, F:M, SA, dan MLVSS. Nilai-nilai ini
yang akan kita capai di hari terakhir proses start up. Nilai-nilai EKU, F:M, dan SA dapat kita
peroleh melalui Studi Pengolahan (Treatability Study) atau melalui pengalaman IPAL pabrik
sejenis. Setelah mengetahui nilai F:M, nilai MLVSS yang kita inginkan dapat kita hitung dengan
menggunakan persamaan berikut:

35
MLVSS = (1000 x QO x BOD5 ) / (F:M x VOLTA) mg/L

Persamaan di atas menggunakan nilai Qo dalam m3/jam, BOD5 dalam mg/L, F:M dalam kg
BOD5/kg VSS/hari, dan VOLTA dalam m3. Contoh Kasus 7-4-2 menunjukkan penentuan
parameter-operasi awal yang dilakukan di IPAL Pabrik Tekskutex.

Contoh Kasus 7.4.2


Setelah Kang Jana mengetahui nili dari parameter karakteristik awal dari limbah cair pabrik
Tekskutex, maka selanjutnya Kang Jana harus menentukan nilai dari parameter operasinya
yaitu EKU, F:M, SA, dan MLVSS. Nilai EKU, F:M, dan SA diperoleh dari pabrik lain yang sejenis
sedangkan nilai MLVSS dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut, yaitu:
MLVSS = (1000 x QO x BOD5) /(F:M x VOLTA) mg/L
Dari hasil pengamatan di IPAL pabrik lain yang sejenis didapat nilai F:M adalah 0,4 kg BOD/kg
VSS/hari. Sedangkan nilai BOD, dan Beban hidrolis didapat dari hasil analisa parameter
karakteristik awal yaitu 730 mg/l dan 30 m3/jam. Nilai VOL didapat dari keadaan di lapangan
yaitu 420 m3. Dri nilai-nilai tersebut maka nilai MLVSS dapat ditentukan sebesar
MLVSS = (1000 x Q0 x BOD) / (F:M x VOLTA) mg/L
= (1000 x 30 x 730) / (0,4 x 420) mg/L
= 130.357,14 mg/L
Berdasarkan perhitungan di atas, maka Kang Jana dapat mengetahui nilai MLVSS di IPAL pabrik
Tekskutex.

Pemilihan dan Perhitungan Kebutuhan Bibit Mikroba


Ketepatan kita dalam memilih bibit mikroba akan sangat menentukan keberhasilan proses
start-up kita. Bibit mikroba dapat kita peroleh dari bibit komersil yang dijual tau dari Lumpur
Aktif IPAL lain. Operator berpengalaman umumnya lebih tertark menggunakan alternatif
Lumpur Aktif IPAL lain.
Beberapa petunjuk dalam pemilihan bibit mikroba adalah:
 Peroleh bibit mikroba yang berasal dari IPAL sejenis yang mengolah limbah cair dari pabrik
sejenis.
 Peroleh bibit mikroba dari aliran lumpur buangan IPAL tersebut yang pada umumnya
memiliki nilai VSS tertinggi.
 Periksa keaktifan bibit mikroba tersebut melalui analisa OUR atau SOUR.
 Periksa karakteristik pengendapan bibit mikroba melalui biaya pengngkutan.

36
Kebutuhan bibit dapat kita hitung setelah kit mengethui nilai MLVSS yang ingin kit capai di
Hari-1. Perhitungan kebutuhan dapat kita lakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
Volume Bibit Mikroorganisme = MLVSS x VOLTA / VSSSUMBER m3

Terlihat jelas dari persamaan di atas bahwa semakin tinggi nilai VSS bibit mikrob mak volume
bibit yang harus kita sediakan akan semakin sedikit. Hl ini tentu sangat meringankan tugas
pengangkuta bibit mikroba dari IPAL sumber ke IPAL yang akan kita operasikan. Contoh Kasus
7-4-3 menunjukkan penerapan dari persamaan-persamaan di atas dimana pada Hari 1, kita
menentukan nilai MLVSS = 600 mg/L.

Contoh Kasus 7.4.3


Kang Jana kembali menunjukkan tahapan untuk memulai operasi Unit Lumpur Aktif. Setelh
mengetahui nilai parameter karakteristik dan nilai operasinya maka dilanjutkan dengan
mengetahui jumlah bibit mikroorgnisme yang dimasukkan ke dalam tangki aerasi. Jumlah bibit
yang dimasukkan Kang Jana ke tangki aerasi pada hari ke-1 tergantung dari jumlah MLVSS yang
diinginkan. Jumlah MLVSS yang diinginkan oleh Kang Jana sesuai Buku Pedoman
pengoperasian unit lumpur aktif IPAL pabrik Tekskutex pada hari ke-1 adalah 600 mg/L.
Sedangkan nilai VSSsumber dari bibit yang hendak dimasukkan oleh Kang Jna sebesar 10.000
mg/l. Berdasarkan persamaan berikut maka volume bibit yang akan dimsaukkan dapat
diketahui sebesar.
Volume Bibit Mikroorganisme = MLVSS x VOLTA / VSSsumber m3
= 600 x 420 / 10.000 m3 = 25,2 m3
Dari perhitungan diatas maka volume bibit yang harus dimasukkan oleh Kang Jana adalah
25,2 m3

Pemeriksaan Bagian Unit


Pemeriksaan harus mencaakup seluruh bagian unit pengolahani seperti yang biasa kita lakukan
terhadap unit-unit pengolahan lainnya. Khusus untuk Untuk Lumpur Aktif, kita juga harus
melakukan pemeriksaan terhaadap a) Alat Aerator Apung yang terhadap di Sub-Unit Tangki
Aerasi dan b) Pompa Lumpur. Sebaiknya disusun Daftar Pemeriksaan tertulis yang akan
menuntun pelaksanaan pemeriksaan ini.
Pemeriksaan ini harus juga dimanfaatkan untuk pengenalam lapangan yang lebih baik. Setiap
Operator harus mengetahui panel kontrol dari tiap peralatan mekanis yang ada.

37
PEMBIBITAN

Proses Pembibitan (seeding) dapat dilakukan dengan cara berikut:


1. Pembibitan beban nertahap; dilakukan jika kita ingin mengoperasikan IPAL baru yang
menggantikan IPAL lama.
2. Pembibitan beban penuh; dilakukan di IPAL baru yang merupakan satu-satunya IPAL di
industri tersebut.
Berikut ini akan dibahas lebih jauh mengenai Pembibitan beban bertahap yang langkah-
langkahnya terdiri dari:
 Pengisian bibit mikroba.
 Peningkatan Beban-Organik.
Pengisian Bibit Mikroba
Pengisian bibit mikroba harus dilakukan sesuai volume yang sudah kita tentukan sebelumnya.
Sedikit limbah cair, sebaiknya dengan volume sama, harus kita isikan ke dalam tangki agar bibit
mikroba sudah memiliki sumber organik untuk proses aklimasi. Pada saat ini diharapkan
mikroba sudah mulai belajar untuk memanfaatkan makanan yang tersedia. Aerator Apung
harus dioperasikan dengan kapasitas penuh untuk menjamin ketersediaan O2 baagi mikroba.
Penambahan Senyawa Nutrien harus dilakukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan
perkembangan mikroba baru. Di saat Pembibitan, banyak operator yang menggunakan
kotoran sapi atau kotoran hewan ternak lainnya. Selain menyediakan senyawa N dan P
sekaligus, kotoran sapi juga mengandung banyak mikroba dan Organik-Terurai sekaligus.
Lumpur –Resirkulasi harus kita alirkan dalam kapasits penuh pada saat ini untuk mempercepat
peningkatan nilai MLVSS. Pemantauan yang kita lakukan pada saat ini hanyalah COD, DO,
OUR, dan VSS. Kita tetap tidak diperkenankan melakukan pengaliran effluen terlebih dahulu
sampai ada indikasi berlangsungnya metabolisme mikroba.
Peningkatan Bahan Organik
Pembebanan Unit Lumur Aktif dengan pengaliran kontinyu lainnya dapat kita lakukan setelah
mikroba mulai menunjukkan tanda kehidupan di dalam Tangki Aerasi. Limbah cair harus
alirkan secara bertahap dengan tetap menjaga pada nilai F:M yang kita inginkan, misalnya 0,5
kg BOD5 / kg VSS/hari. Saat MLVSS sudah tercapai untuk nilai F:M tersebut, kita dapat
melakukan peningkatan nilai OL, yaitu dengan meningkatkan nilai Qo. Untuk jelasnya kita dapat
melihat Contoh Kasus 7-4-4.
Pada saat ini, pemantauan harus kita lakukan juga terhadap nilai CODo dan CODOUT sehinggaa
kita dapat memperoleh nilai Efluent Kerja Unit (EKU). Dengan adanya pemantauan terhadap

38
nilai VSS dan F:M, kita sudah dapat membuat kurva yang menghubungkan niali F:M dengan
nilai EKU, nilai MLVSS dengan EKU. Nilai F:M yang berhubungan dengan nilai EKU tertinggi
akan kita gunakan sebagai nilai F:M Ideal.

Contoh Kasus 7.4.4

Setelah tahapan pembibitan unit lumpur aktif dilaksanakan oleh Kang Jana maka proses yang
tinggal dilakukan adalah pembebasan organik secara bertahap. Berdasarkan Buku Pedoman
pengoperasian Unit Lumpur Aktif. Kang Jana melakukan proses pembibitan tersebut. Pada
awalnya tidak ada efluen yang keluar dari Unit Lumpur Aktif, tetapi setelah mikroba yang hidup
menunjukkan tanda kehidupan di dalam Tangki Aerasi maka efluen dapat dibuka sehingga
pengaliran menjadi kontinyu. Cara yang dilakukan oleh Kang Jana untuk melihat tanda
kehidupan mikroba tersebut adalah dengan melihat nilai F:M nya. Pada saat efluen masih
belum dialirkan, nilai F:M telah mencapai nilai yang diingnkan yaitu 0,4 kg BOD5/kg VSS/hari.
Dengan demikian Kang Jana dapat mulai membuka aliran efluen dari Unit Lumpur Aktif.
Dengan dibukanya aliran efluen maka limbah cair mulai dialirkan ke dalam Unit Lumpur Aktif.
Beban organik yang masuk ke dalam tangki aerasi harus secara bertahap sampai dicapai bahan
organik yang sebenarnya. Pada saat masih dalam proses pembebana organik bertahap,
Saluran Lumpur Resirkulasi (RAS) dibuka secara penuh. cara Yang dilakukan oleh Kang Jana
untuk mengatur beban organik adalah dengan mengatur beban hidrolis atau debit limbah cair
yang masuk. Setiap beban organik-organik akan dinaikan Kang Jana harus melakukan
pengecekan terhadap nilai CODo dan COD OUT yang nantina akan diperoleh nilai EKU serta nilai
VSS dan F:M. Apabila nilai EKU sudah cukup tinggi dan nilai F:M yang diinginkan sudah tercapai
maka Kang Jana dapat menaikkan beban organik.

STABILISASI

Proses Stabilisasi dimaksudkan untuk memperoleh hal-hal yang berkaitan dengan


pengendalian operasi, terutama debit lumpur buangan (QWAS) dan debit lumpur – resirkulasi
(QRAS). Seperti kit ketahui, pengaturan QWAS dan QRAS merupkn kunci dari pengendalian opersi
IPAL saat menghadapi fluktusi Beban Organik.
Nilai QWAS dpt kita ketahui apabila kita sudah memiliki nilai MLVSS Ideal. Tugas selanjutnya
adalah mulai melakukan pembuangan WAS perlahan-lahan sampai kit mendapatkan nilai
MLVSS yang konstan. Nilai QWAS yang dapat menjaga MLVSS konstan akan digunakan sebagi

39
dasar perhitungan Usia Lumpur. Nilai Usia Lumpur inilah yang harus kita jaga supaya konstan
pada pengoperasian IPAL selanjutnyaa.
Nilai QWAS akan kita peroleh melalui perhitungan yang menggunakan nilai SVI dan nilai MLVSS.
Kita dapat memperkuat ketepatan hsil perhitungan ini juga dengan melakukan analisa
ketebalan endapan lumpur di dalam Tangki Pengendapan. Keterbatasan alat meman sering
menyulitkan kita untuk melakukan analisa ini.

OPERSI RUTIN

Berikut ini akan dibahas spek pengoperasian rutin dari sebuah Usia Lumpur Aktif yang telah
berada dalam kondisi stabil. Seperti diuraikan sebelumnya, kondisi dapat dianggao stabil
apabila unit dapat dioperasikan berdasarkan nilai F:M dan Usia Lumpur yang diinginkan,
misalnya nilai F:M = 0,5 mg BOD5/mg VSS/hari dan Usia Lumpur = 10 hari.
Seperti biasanya pembahasan operasi rutin terdiri dari:
1. Pengendalian operasi.
2. Penambahan bahan kimia.
3. Pengoperasian alat mekanis.
4. Pemantauan.

PENGENDALIAN OPERASI

Tabel 7-4-5 menunjukkan hal yang harus kita lakukan untuk mengendalikan Unit Lumpur Aktif.
Perlu kita ingat kembali bahwa seluruh langkah pengendalian kita lakukan untuk menjaga agar:
1. Nilai MLVSS memadai untuk tiap nilai OL sambil tetap menjaga nili F:M dan Unit
Lumpur konstan.
2. Pengendapan Lumpur Aktif dapat berlangsung dengan baik.
Juga jangan dilupakan bahwa semua langkah ini dilakukan agar Unit Lumpur Aktif mampu
menghasilkan EKU yang optimis.

TABEL 7-4-5. Pengendalian Unit Lumpur Aktif


PARAMETER
PERLAKUAN SASARAN KETERANGAN
OPERASI
Pengaturan Menjaga nilai MLVSS dan Peningkatan OL harus diimbangi Beban
debit lumpur menyesuaikannya dengan peningkatan nilai MLVSS yang Organik
buangan terhadap fluktuasi Beban dapat kita lakukan dengan MLVSS
(QWAS) Organik. memperkecil jumlah lumpur-buangan

40
PARAMETER
PERLAKUAN SASARAN KETERANGAN
OPERASI
Peningkatan karakteristik Rentang rasio QWAS/Qo yang tepat SVI
pengendapan Lumpur. dapat memperbaiki nilai SVI Lumpur
Aktif.
Memelihara keaktifan Besarnya QWAS kan menentukn lumpur OUR
metabolisme mikroba tua yang harus dibuang (di atas Usia Usia Lumpur
melalui penyeleksian ‘usia’ Lumpur yang diinginkan).
mikroba
Pengaturan Mendukung pertumbuhan Senyawa N dan senyw P harus MLVSS
jumlah Lumpur Aktif (MLVSS) disediakan sesuai dengan nilai rasio BOD:N:P
Senyawa Nutrien yang diinginkan.
Nutrien yang Peningkatan karakteristik Bakteri Filamen dapat bertahan hidup SVI
ditambahkan pengendapan Lumpur dengan keterbatasan nutrien BOD:N:P
sedangkan bakteri pembentuk flok
tidak,
Pengturan Mendukung tugas Mikroba Tanpa DO proses penguraian akan DO
suplai Aerobik dalam berlangsung dalam kondisi septik
Oksigen menjalankan proses
penguraian organic-terurai
Peningkatan karakteristik Permainan suplai O2 dapat DO
pengendapan Lumpur menentukaan jenis bakteri yang
bertahan
Pencampuran isi Tangki Pencampuran yang merata akan DO
Pengendapan membantu kelangsungan proses pH
Pengaturan Menjaga nilai MLVSS Pengendalian lumpur akan membuat MLVSS
Lumpur – dalam Tangki Aerasi nilai MLVSS dapat lebih tinggi
Resirkulasi Peningkatan karakteristik Nilai SVI memiliki hubungn yang erat SVI
(QRAS) pengendapan lumpur dengan jumlah QRAS

PENAMBAHAN BAHAN KIMIA

Berbeda dengan unit pengolahan lainnya, penambahan Senyawa Nutrien di Tangki Aerasi
dilakukan secara manual. Setelah mengetahui konsentrasi Senyawa Nutrien, misalnya Urea
dan TPS, yang dibutuhkan, tugas kita selanjutnya adalah menghitung kebutuhan total Senyawa
Nutrien untuk 1 (satu) siklus pengisian Tangki Aerasi. Siklus pengopersian besarnya sama
dengan waktu detensi hidrolis (t) dari Tangki Aerasi. Ada baiknya, jika kita menambahkan Urea
dan TPA dalam bentuk larutan sehingga akan mempercepat proses pencampurannya. Tabel 7-
4-1 menunjukkan berbagai jenis Senyawa Nutrien lainnya yang dapat digunakan.

PENGOPERASIAN ALAT MEKANIS

Tugas untuk mengoperasikan Aerator Apung di saat normal sangat mudah karena tugas kita
hanya menyalakan atau mematikan melalui panel kontrol. Tidak jarang bahwa Aerator Apung

41
beroperasi selama beberapa hari terus menerus sehingga kita tidak dibebankan tugas harian
untuk mematikannya. Hal yang harus kita perhatikan dalam pengoperasian Aerator Apung ini
adalah terciptanya nilai DO yang lebih besar dari 2,0 mg/L di seluruh bagian Tangki Aerasi.

PEMANTAUAN

Parameter – Karakteristik
Tabel 7-4-6 menunjukkan pemantauan parameter-karakteristik yang harus dilakukan di Unit
Lumpur Aktif.
TABEL 7-4-6. Pemantauan Parameter-Karakteristik
PARAMETER
TITIK PEROLEHAN NILAI FREKUENSI
KARAKTERISTIK
Influens Q0 1 kali/gilir
T 1 kali/gilir
TSS 1 kali/hari
BOD5 1 kali/minggu
COD 1 kali/hari
BOD:COD 1 kali/minggu
Total N 1 kali/hari
Total P 1 kali/hari
Efluen Tangki Aerasi SV30 1 kali/gilir
TSS 1 kali/hari
VSS 1 kali/hari
Efluen Tangki Pengendapan QOUT 1 kali/gilir
BOD5 1 kali/minggu
COD 1 kali/hari
TSS 1 kali/hari
Saluran RAS QRAS 1 kali/gilir
VSS 1 kali/hari
Saluran WAS QWAS 1 kali/pembuangan

Parameter – Operasi
Tabel 7-4-7 menunjukkan pemantauan parameter-operasi yang harus dilakukan di Unit Lumpur
Aktif.
TABEL 7-4-7. Pemantauan Parameter-Operasi
TITIK PEROLEHAN NILAI PARAMETER OPERASI FREKUENSI
Tangki Aerasi OL 1 kali/gilir
MLVSS 1 kali/ hari
F:M 1 kali/ gilir
DO 1 kali/ gilir
OUR 1 kali/hari
SA 1 kali/ gilir

42
BOD:N:P 1 kali/hari
Tangki Pengendap OR 1 kali/ hari
SL 1 kali/hari
SVI 1 kali/hari
Sistem Pengendalian Lumpur QRAS 1 kali/gilir
QWAS 1 kali/pembuangan

Salah satu tugas kita sebagai Operator adalah menemukan penyebab dan permasalahan yang
terjadi. Guna mempemudah tugas ini, kita sebaiknya membuat kurva yang menghubungkan
antara seluruh parameter-operasi dengan hari operasi.

PENGHENTIAN OPERASI

Penghentian operasi Unit Lumpur Aktif harus dilakukan dengan berhati-hati terutama untuk
mencegah terjadinya kondisi septik di dalam Tangki Aerasi dan Tangki Pengendap. Setelah
aliran limbah cair dihentikan, Unit Lumpur Aktif harus tetap dioperasikan seperti biasanya,
terutama Aerator Apung dan Pompa Lumpur. Aliran Lumpur-Resirkulasi dan lumpur buangan
harus tetap dijalankan seperti biasa sampai isi Tangki Pengendap kosong. Seluruh Aerator
Apung hanya dapat dihentikan setelah nilai MLVSS sangat rendah sebagai akibat
berlangsungnya fase kanibal sesama mikroba (endogeneous phase). Pengosongan isi Tangki
Aerasi dapat dilakukan dengan menggunakan pompa portabel.

PEMELIHARAAN
Aspek pemeliharaan yang agak unit di Unit Lumpur Aktif adalah pada Tangki Aerasi dimana kita
memiliki Aerator Apung. Alat ini membutuhkan perawatan khusus yang hanya dapat dilakukan
oleh mereka terlatih. Pemeliharaan yang perlu juga diperhatikan adalah pada lantai kerja di
sekitar Tangki Aerasi. Beberapa masalah proses sering mengakibatkan lantai kerja menjadi
sangat licin dan berlemak. Pembersihan rutin harus selalu dilakukan untuk mencegaj terjadinya
kecelakaan kerja yang dapat berakibat fatal.

PENANGGULANGAN MASALAH
Gejala atas terjadinya suatu masalah dapat kita identifikasikan berdasarkan :
1. Penampakan; gejala yang dapat dilihat atau dirasakan secara langsung di lapangan
2. Pengujian; gejala yang dapat diketahui setelah dilakukan perolehan nilai parameter
operasi

43
PENAMPAKAN

Identifikasi masalah melui penampakan akan banyak kita lakukan di tangki Aerasi dan sedikit di
Tangki Pengendap. Kondisi permukaan larutan di Tangki Aerasi dapat memberikan kita
gambaran yang cukup tentang penyebab masalah walaupun konfirmasi dengan menggunakan
beberapa pengujian akan memberikan gambaran tentang penyebabnya secara lebih pasti.
Tabel 7-4-8 dan Tabel 7-4-9 berikut menunjukkan penampakan yang umum terjadi di ke dua
tangki tersebut berikut permasalahan atau penyebab dan penanggulangan masalah.

TABEL 7-4-8. Penampakan Pada Tangki Aerasi dan Kaitan Permasalahannya


PENAMPAKAN PERMASALAHAN PENANGGULANGAN
Warna Permukaan Larutan
Coklat keemasan Tidak ada masalah (kondisi yang
diinginkan)
Coklat muda (Berbuih) Suplai udara berlebih Kurang suplai udara dengan
mengurangi jumlah Aerator-Apung
yang beroperasi
Hitam Suplai udara kurang sehingga terjadi Tingkatkan suplai udara dangan
penguraian organik-terurai secara menambah jumlah Aerator-Apung
anaerobik. Kondisi anaerobik parah yang beroperasi. Jika sudah parah,
akan menimbulkan bau busuk buang Limpur Aktif dengan
meningkatkan QWAS dan mulai
lakukan tahap awalan operasi lagi
Busa (Foaming)
Busa Terang dan Sedikit Tidak ada masalah dan bukan
merupakan hal yang mengganggu
Busa Putih tembus Adanya buangan deterjen atau Periksa sumbernya dan perbaiki
pandang dan senyawa surfaktan lainnya dalam sistem pembuangan agar tidak lagi
bergelombang jumlah yang cukup berarti masuk ke dalam saluran air limbah
yang menuju ke IPAL
Keluarkan busa putih dari dalam
Tangki Aerasi
Busa putih tebal dan MLVSS yang terlalu kecil sehingga Saat awalan operasi, kurangi beban
bergelombang Tangki Aerasi memiliki OL dan F:M organik atau tambah bibit
yang terlalu tinggi. Kondisi ini mikroorganisme
banyak terjadi saat awalan operasi
Busa gelap mengkilap OL (atau F:M) Tangki Aerasi yang QWAS harus ditingkatkan sebanyak 10
kecil sehingga Lumpur Aktif (sepuluh) % per hari sampai proses
didominasi oleh jenis Bakteri kembali normal yang ditandai
Filamen tertentu, misalnya Nocardia dengan berkurangnya ketebalan
spp busa. Langkah ini umum disebut
sebagai penurunan usia lumpur
Hentikan operasi Aerator Apung
selama maksimal 2 (dua) jam untuk
kemudian dioperasikan lagi. Ulangi
beberapa kali sampai jumlah busa
berkurang
Tambahkan bahan polimer kationik
anti-foam (misalnya Clarifloc LA-269)

44
PENAMPAKAN PERMASALAHAN PENANGGULANGAN
ke dalam larutan Tangki Aerasi
Busa tebal berlendir dan OL (atau F:M) Tangki Aerasi yang QWAS harus ditingkatkan sebanyak 20
berwarna cokelat gelap sangat kecil sehingga dominasi (dua puluh) % per hari sampai proses
bakteri Nocardia spp semakin tinggi kembali normal
Tambahkan kaporit ke dalam sumur
lumpur dalam jumlah memadai
namun tidak lebih dari 10 mg/L.
Penambahan kaporit sebaiknya
dilakukan bertahap mulai dari
konsentrasi yang kecil, misalnya 1
mg/L
Tambahkan bahan polimer kationik
anti-foam (misalnya Clarifloc LA-269)
ke dalam larutan Tangki Aerasi
Bau
Lumpur atau tanah Tidak ada masalah (kondisi yang
diinginkan)
Busuk Adanya gas H2S yang terjadi akibat Tambah suplai udara dengan
berlangsungnya proses penguraian menambahkan jumlah Aerator
organik terurai secara anaerobik di Apung yang beroperasi sehingga nilai
dalam Tangki Aerasi DO melampaui 2-3 mg/L

TABEL 7.4.9. Penampakan pada Tangki Pengendap dan Kaitan Permasalahannya


PENAMPAKAN PERMASALAHAN PENANGGULANGAN
Warna permukaan larutan
Tidak ada masalah (kondisi yang
Jernih
diinginkan)
Lumpur yang tidak mau Lihat bahasan mengenai penggumpalan
Coklat Muda mengendap dan memiliki nilai berikut ini
SVI yang tinggi
Kondisi anaerobik di dasar Tambah supali udara dengan menambah
tangki akibat suplai udara yang jumlah Aerator-Apung yang beroperasi di
Hitam kurang di dalam Tangki Aerasi Tangki Aerasi
Lumpur terlalu lama di dasar QRAS harus ditingkatkan
Tangki Pengendap
Lumpur Naik (Rising Sludge)
Adanya proses denitrifikasi di QRAS harus ditingkatkan
Gumpalan lumpur besar dalam Tangki Pengendap
yang mengambang sebagai akibat lumpur yang
kembali terlalu lama berada di dasar
tangki
Lumpur Gembur (Bulking Sludge)
OL yang terlalu tinggi Tingkat MLVSS dengan memperkecil QWAS
Kurangnya Senyawa Nitrogen Tambah Senyawa Nitrogen lebih banyak
sehingga Lumpur Aktif
Gumpalan lumpur besar
didominasi oleh Bakteri Filamen
yang mengambang di
Suplai udara yang kurang di Tambah suplai udara dengan menambah
seluruh bagian
Tangki Aerasi atau pengadukan jumlah Aerator-Apung yang beroperasi
permukaan tangki
yang tidak sempurna
pH dalam Tangki Aerasi yang Tambahkan kapur ke dalam Tangki Aerasi
rendah (pH < 5,0)
Efluen yang keruh

45
Lumpur Gembur Lihat bahasan atas
Lumpur Naik Lihat bahasan atas
Aerasi yang terlalu banyak Kurangi jumlah Aerator-Apung yang
Efluen Tangki
sehingga memecahkan beroperasi
Pengendapan masih
gumpalan lumpur yang sudah
mengandung padatan
terbentuk
tersuspensi yang cukup
Lumpur butiran yang kecil (pin QWAS harus ditingkatkan
banyak
floe) sebagai akibat MLVSS yang
terlalu tinggi atau Uisa Lumpur
yang terlalu lama
Bau
Lumpur atau tanah Tidak ada masalah (kondisi yang
diinginkan)
Busuk Terjadi kondisi anaerbik Lihat atas

Langkah-langkah penanggulangan masalah yang dilakukan tidak akan menghasilkan perbaikan


penampakan dengan segera. Umumnya, perbaikan penampakan akan terjadi setelah 1 (satu)
minggu dilakukannya langkah penanggulangan masalah.

Gejala timbulnya masalah pengoperasian IPAL di atas dapat diketahui lebih pasti melalui
pengujian, atau tepatnya pengamatan terhadap nilai parameter-operasi, seperti MLVSS, F:M,
DO, OUR, SA, BOD:N:P, OR, SL, SVI, QRAS dan QWAS. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah
nilai Efisiensi Kerja Unit. Tabel 7-4-10 menunjukkan konfirmasi parameter-operasi yang kita
perlukan untuk memastikan terjadinya suatu masalah.

TABEL 7-4-10. Konfirmasi Permasalahan dengan menggunakan nilai Parameter-Operasi.


PEROLEHAN
GEJALA PERMASALAHAN PENANGGULANGAN
NILAI
Warna larutan hitam dan DO = 0 mg/L Proses anaerobik telah Tingkatkan QRAS dan
bau busuk terjadi. operasikan lebih banyak
Aerator-Apung.
Busa gelap mengkilap di OL rendah Masalah pembusaan Pembuangan lumpur (QWAS)
Tangki Aerasi MLVSS tinggi akibat mikroba telah harus ditingkatkan;
F:M < 0,2 muncul. operasikan Aerator Apung
SVI tinggi dengan pola intermitten;
tabahkan bahan polimer
kationik anti-foam ke dalam
larutan Tangki Aerasi.
Busa tebal berlendir dan OL rendah Masalah pembusaan Sama dengan di atas dan
berwarna coklat gelap di MLVSS tinggi akibat mikroba semakin tambahkan kaporit ke dalam
Tangki Aerasi F:M < 0,05 parah. Sumur Lumpur dalam jumlah
SVI tinggi sekali memadai.
Gumpalan lumpur di DO < i mg/L Terjadi gejala Lumpur Tingkatkan QRAS dan
permukaan Tangki VSSRAS rendah Naik akibat adanya operasikan lebih banyak
Pengendap SSOUT tinggi proses denitrifikasi dan Aerator-Apung.
anaerobik
Gumpalan lumpur yang SVI > 20 Terjadi gejala Lumpur Tambah Senyawa Nitrogen

46
tidak mau mengendap di VSSRAS rendah Gembur sebagai akibat lebih banyak; tambah jumlah
Tangki Pengendap SSOUT tinggi tumbuhnya Bakteri Aerator-Apung yang
Filamen dalam jumlah beroperasi; tambahkan kapur
banyak. ke dalam Tangki Aerasi;
Tingkatkan MLVSS dengan
meperkecil QWAS.

Nilai parameter-operasi juga dapat kita gunakan untuk memperkirakan beberapa masalah
yang akan terjadi di Unit Lumpur Aktif. Tabel 7-4-11 menunjukkan penanggulangan masalah
yang dapat kita lakukan.

TABEL 7-4-11. Penanggulangan masalah berdasarkan nilai nilai Parameter-Operasi.


PARAMETER PEROLEHAN NILAI PENANGGULANGAN MASALAH
pH < 6,5 Tambahkan senyawa basa
> 8,5 Tambahkan senyawa asam
MLVSS < MLVSS Ideal Perkecil QWAS
> MLVSS Ideal Perbesar QWAS
F: M < F: M Ideal Perkecil MLVSS
> F: M Ideal Perbesar MLVSS
DO < 2 mg/L Tambah jumlah Aerator yang beroperasi
> 4 mg/L Kurangi jumlah Aerator yang beroperasi
OUR Tambah MLVSS jika kurang,
< 0,1 mg/L.menit Tambah Senyawa Nutrien jika kurang,
Hentikan Qin jika ternyata ada Senyawa Toksik.
BOD : N : P Tambah Senyawa Nutrien jika kurang atau kurangi jika
≠ 100 : 5 : 1
lebih.
SA > SA Ideal Perbesar QWAS
> SA Ideal Perkecil QWAS
OR Perkecil Q menuju Tangki Pengendap dan untuk
> OR Ideal
sementara perbesar QRAS
SVI Perkecil QRAS
> 150 mL/g Kurangi suplai O2
Perbaiki komposisi Senyawa Nutrien.

Banyak Operator yang menggunakan Uji Pengendapan (settleability test) untuk


memperkirakan permasalahan yang ada di Unit Lumpur Aktif. Tata caranya serupa dengan tata
cara perolehan nilai SV30. Pada uji pengendapan, larutan dari Tangki Aerasi akan dibiarkan di
tabung ukur 1000 mL. Setelah beberapa saat, lumpur akan terlihat apakah akan mengendap
atau tidak. Umumnya lumpur yang baik akan mengendap tapi lumpur yang bermasalah akan:
- Tampak mengambang,
- Mengendap untuk kemudian mengapung lagi
- Keruh
Contoh Kasus 7-4-5 menunjukkan prosedur pelaksanaan Uji Pengendapan.

47
Contoh Kasus 7.4.5
Untuk mengetahui permasalahan pada tangki pengendap di Unit Lumpur Aktif, Kang Jana
dapat mengetahuinya dari Uji Pengendapan (settleability test). Prosedur uji pengendapan di
IPAL pabrik Tekskutex adalah sebagai berikut:
 Ambil sampel limbah cair dari tangki aerasi sebanyak 1 L.

 Masukkan ke dalam tabung ukur 1 L dan dibiarkan beberapa saat.

 Amati dan catat perubahan yang terjadi serta jangka waktu terjadinya.

Berdasarkan prosedur uji pengendapan ini, maka Kang Jana dapat mengetahui kondisi lumpur
di Unit Lumpur Aktif di IPAL pabrik Tekskutex.

48

Anda mungkin juga menyukai