Anda di halaman 1dari 5

Kata Motivasi Buat di Kelas - Untuk menyemangati para siswa/i di ruang kelas, perlu adanya sebuah

motivasi dari Guru secara langsung maupun dengan teks tulisan.

Dengan kata kata yang dibaca berulang ulang menimbulkan suatu energi positif yang baik guna
perkembangan positif buat anak anak didik kita. Sedikit tips ini mungkin bisa memberikan dampak
kearah peningkatan prestasi buat anak anak didik kita disekolah. Menempelkan kata kata motivasi di
dinding kelas.

Berikut Kata Kata Motivasi buat dikelas.

“Pendidikan adalah senjata paling mematikan di dunia, karena dengan itu Anda dapat mengubah
dunia” – Nelson Mandela

“Pendidikan adalah tiket ke masa depan. Hari esok dimiliki oleh orang-orang yang mempersiapkan
dirinya sejak hari ini” – Malcolm X

"Bila Anda tidak mempunyai visi akan seperti bagaimana masa depan Anda, maka masa depan Anda
tersebut terancam menjadi sekedar pengulangan dari semua yang terjadi di masa lalu Anda."
-A. R. Bernard-

“Tujuan dari belajar adalah terus tumbuh. Akal tidak sama dengan tubuh, akal terus bertumbuh
selama kita hidup” – Martimer Adler

"Aku mungkin tidak tahu kunci sukses itu apa, tetapi aku tahu dengan pasti bahwa kunci kegagalan
itu adalah mencoba menyenangkan semua orang (Ini tidak mungkin bisa Anda lakukan)."
-B ill Cosby-

“Pembelajaran tidak didapat dengan kebetulan. Ia harus dicari dengan semangat dan disimak
dengan tekun” – Abigail Adams

"Whatever you can do, or dream you can, begin it. Boldness has genius, power, and magic in it."
"Apapun yang Anda bisa lakukan atau bermimpi untuk bisa melakukannya, mulailah sekarang juga.
Keberanian memulai akan menggugah unsur jenius dalam diri kita, menggugah kekuatan dan
keajaiban untuk bisa menyelesaikan apa yang telah kita mulai tadi."
-J ohann Wolfgang von Goethe-

Ekstrakurikuler Sekolah – Ade Sofyan selaku pembina kerajinan anyaman bambu


mengatakan, dengan tujuannya kepada Dinas Pendidikan diharapakan ikut terlibat dalam
pembinaan kerajinan anyaman bambu. Diharapkan kerajinan anyaman bambu menjadi salah
satu muatan lokal atau semacam kegiatan ekstrakurikuler sekolah mulai dari tingkat SD
hingga SMA.“Ini harus menjadi fokus Dinas Pendidikan sebagai bentuk kepedulian terhadap
hasil budaya lokal Kota Tasikmalaya dan hal ini sudah masuk musrenbang (musyawarah
perencanaan pembangunan),”tuturnya sebagai pembina kerajinan anyaman bambu.

Selain meningkatakan kerajinan budaya lokal, juga untuk bisa mencintai produk lokal
khususnya untuk warga lokal termasuk warga Kota Tasikmalaya sendiri. Disamping tujuan
Ade Sofyan selaku pembina kerajinan anyaman bambu tertuju pada Dinas Pendidikan untuk
meningkatkan kratifitas para siswa atau siswi untuk belajar berbisnis hasil karyanya sendiri
untuk masa kedepannya nanti.

Menurut Ade Sofyan, jika hal tersebut berhasil, bukan tidak mungkin Dinas Pendidikan Kota
Tasikmalaya bakal semakin kuat dan banyak dikenal sebagai kota pengrajin lokal yang maju
dan dampak itu bakal membantu untuk memajukan Kota Tasikmalaya dalam perencanaan
pembangunan kinerja sebagai pengrajin anyaman bambu. “Semoga tujuan saya bisa di
perhatikan oleh Dinas Pendidikan Kota Tasikmalaya,” ungkap dari Ade Sofyan.

Faktor-faktor Penghambat Peningkatan Kualitas Mutu Sekolah (Kelemahan dan


Tantangan)

Faktor penghambat (kelemahan dan tantangan) kepala sekolah profesional untuk


meningkatkan kualitas pendidikan mencakup sistem politik yang kurang stabil, rendahnya
sikap mental, wawasan kepala sekolah yang masih sempit, pengangkatan kepala sekolah yang
belum transparan, kurangnya sarana dan prasarana, lulusan yang kurang mampu berkompetisi,
rendahnya kepercayaan masyarakat, birokrasi serta rendahnya produktivitas kerja.

1. Sistem politik yang kurang stabil

Sistem politik yang kurang stabil dalam tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara selain
menimbulkan berbagai masalah dalam hidup dan kehidupan di masyarakat juga merupakan
faktor penghambat lahirnya kepala sekolah profesional. Wakil-wakil rakyat di dewan yang
lamban dan plin-plan dalam mengambil suatu prakarsa serta selalu menunggu demonstrasi
masyarakat dalam mengambil suatu keputusan merupakan suatu sistem politik yang kurang
stabil dan kurang menguntungkan. Kondisi semacam ini sangat mewarnai berbagai bidang
kehidupan, termasuk pendidikan, beserta komponen yang tercakup di dalamnya.
Pengembangan sumber daya pembangunan melalui sistem pendidikan yang memadai perlu
ditunjang oleh sistem politik yang stabil dan kemauan politik yang positif dari pemerintah.
Termasuk dalam hal ini adalah anggaran belanja yang dialokasikan untuk pendidikan.

2. Rendahnya sikap mental

Rendahnya sikap mental sebagian kepala sekolah merupakan faktor penghambat tumbuhnya
kepala sekolah profesional. Rendahnya sikap mental tersebut antara lain terlihat dalam bentuk
kurang disiplin dalam melaksanakan tugas, kurang motivasi dan semangat kerja, serta sering
datang terlambat ke sekolah dan pulang lebih cepat dari guru dan tata usaha sekolah. Kondisi-
kondisi tersebut sangat menghambat dan merupakan tantangan bagi tumbuh kembangnya
kepala sekolah profesional yang harus dicarikan jalan pemecahannya secara tepat dan tepat.

3. Wawasan kepala sekolah yang masih sempit


Tidak semua kepala sekolah memiliki wawasan yang cukup memadai untuk melaksanakan
tugas dan fungsinya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Sempitnya
wawasan tersebut terutama terkait dengan berbagai masalah dan tantangan yang harus
dihadapi oleh para kepala sekolah dalam era globalisasi sekarang ini, dimana kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi begitu cepat. Begitu cepatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyulitkan sebagian kepala sekolah dalam
melaksanakan fungsinya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah, yang mampu
menghasilkan lulusan untuk dapat bersaing di era yang penuh ketidakpastian dan
kesemrawutan global (chaos). Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh faktor kepala
sekolah yang kurang membaca buku, majalah dan jurnal; kurang mengikuti perkembangan;
jarang melakukan diskusi ilmiah; dan jarang mengikuti seminar yang berhubungan dengan
pendidikan dan profesinya. Disamping itu, sempitnya wawasan kepala sekolah disebabkan
oleh keberadaan Kelompok Kerka Kepala Sekolah (K3KS) yang belum didayagunakan
secara optimal untuk meningkatkan profesionalisme kepala sekolah dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya. Demikian pula halnya dengan keberadaan Musyawarah Kepala Sekolah
(MKS) dimana lembaga ini hanya berperan sebagai tempat berunding kepala sekolah untuk
menentukan besarnya pungutan terhadap peserta didik untuk melakukan suatu kegiatan.

4. Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan

Pengangkatan kepala sekolah yang belum transparan merupakan suatu faktor penghambat
tumbuh kembangnya kepala sekolah profesional. Hasil kajian menunjukkan bahwa
pengangkatan kepala sekolah dewasa ini belum atau tidak melibatkan pihak-pihak
masyarakat dan dunia kerja. Disamping itu, keputusan pemerintah mengenai jabatan kepala
sekolah selama empat tahun dan setelah itu dapat dipilih kembali untuk satu periode
berikutnya belum dapat dilaksanakan. Hal tersebut secara langsung merupakan penghambat
tumbuhnya kepala sekolah profesional yang mampu mendorong visi menjadi aksi dalam
peningkatan kualitas pendidikan.

5. Kurang sarana dan prasarana

Kurangnya sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel


kerja (workshop), pusat sumber belajar (PSB) dan perlengkapan pembelajaran sangat
menghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Hal ini terutama berkaitan dengan
kemampuan pemerintah untuk melengkapinya yang masih kurang. Disamping itu, walaupun
pemerintah sudah melengkapi buku-buku pedoman dan buku-buku paket namun dalam
pemanfaatannya masih kurang. Beberapa kasus menunjukkan banyak buku-buku paket belum
didayagunakan secara optimal untuk kepentingan pembelajaran, baik guru maupun oleh
peserta didik.

6. Lulusan kurang mampu bersaing

Rendahnya kemampuan bersaing dari lulusan pendidikan sekolah banyak disebabkan oleh
kualitas hasil lulusan yang belum sesuai dengan target lulusan, sehingga para lulusan masih
sulit untuk bisa bekerja karena persyaratan untuk diterima sebagai pegawai di suatu lembaga
atau dunia usaha dan industri kian hari kian bertambah, yang antara lain harus menguasai
bahasa asing, komputer dan kewirausahaan. Lulusan sekolah yang mau melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi setiap tahun bertambah banyak, namun kemampuan
bersaing dalam ujian pada umumnya masih rendah sehingga persentase lulusan yang diterima
dan bisa melanjutkan pendidikan hanya sedikit.
7. Rendahnya kepercayaan masyarakat

Masyarakat Indonesia pada umumnya masih memiliki tingkat kepercayaan yang kurang
terhadap produktivitas pendidikan, khususnya yang diselenggarakan pada jalur sekolah.
Pendidikan sekolah secara umum belum mampu melahirkan sumber daya manusia (SDM)
yang berkualitas, yang siap pakai, baik untuk kerja maupun untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Kurang berhasilnya program link and match (keterkaitan dan
kesepadanan) dan belum berhasilnya program pendidikan berbasis masyarakat serta
kurikulum berbasis kompetensi pada sekolah kejuruan menyebabkan kekurangpercayaan
masyarakat terhadap pendidikan.

8. Birokrasi

Birokrasi yang masih dipengaruhi faktor feodalisme dimana para pejabat lebih suka dilayani
daripada melayani masih melekat di lingkugan Dinas Pendidikan. Kebiasaan lain seperti
kurangnya prakarsa dan selalu menunggu juklak dan juknis tidak menunjang bagi tumbuh
kembangnya kepala sekolah profesional untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Disamping
itu, dalam lingkungan sekolah perilaku kepemimpinan kepala sekolah cenderung kurang
transparan dalam mengelolah sekolahnya. Hal ini menyebabkan kurang percayanya tenaga
kependidikan terhadap kepala sekolah, sehingga dapat menurunkan kinerjanya dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Disamping kurang mandiri, hambatan lain
yang memperlemah kinerja kepala sekolah adalah kurangnya kepekaan terhadap krisis (sense
of crisis), rasa memiliki dan rasa penting terhadap kualitas pendidikan, sehingga
menyebabkan lemahnya tanggung jawab, yang dapat menurunkan partisipasinya dalam
kegiatan sekolah. Fenomena tersebut terutama disebabkan oleh kondisi yang selama
bertahun-tahun dimana kepala sekolah kurang mendapat pendidikan dan pelatihan yang
mengarah pada sistem manajemen modern, kalaupun ada pelatihan-pelatihan seringkali
kurang memacu prestasi dan potensi kepala sekolah.

9. Rendanya produktivitas kerja

Produtivitas kerja yang rendah antara lain disebabkan oleh rendahnya etos kerja dan disiplin.
Salah satu indikator dari masalah ini adalah masih rendahnya prestasi belajar yang dapat
dicapai peserta didik, baik prestasi akademis yang tertera dalam buku laporan pendidikan dan
nilai ujian akhir maupun prestasi non-akademis serta partisipasinya dalam kehidupan dan
memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat. Lebih dari itu, tidak jarang peserta
didik yang justru menambah masalah bagi masyarakat dan lingkungan, seperti keterlibannya
dalam penggunaan obat-obat terlarang, VCD porno dan perkelahian antar-pelajar.

10. Belum tumbuhnya budaya mutu

Kualitas merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang
menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan atau yang
tersirat. Kualitas dipahami pula sebagai apa yang dipahami atau dikatakan oleh konsumen.
Dalam konteks pendidikan, pengertian kualitas mencakup input, proses dan output
pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan
untuk berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain. Sedangkan output pendidikan merupakan kinerja sekolah, yaitu prestasi
sekolah yang dihasilkan dari proses dan perilaku sekolah.

Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS dan KBK berimplikasi
terhadap budaya kualitas, yang memiliki elemen-elemen sebagai berikut:

 (1) informasi kualitas harus digunakan untuk perbaikan;


 (2) kewenangan harus sebatas tanggung jawab;
 (3) hasil harus diikuti hadiah dan hukuman;
 (4) kolaborasi, sinergi bukan kompetisi penuh melainka harus merupakan basis kerja
sama, atau diistilahkan coopetition;
 (5) tenaga kependidikan harus merasa aman dalam melakukan pekerjaannya;
 (6) suasana keadilan harus ditanamkan; dan
 (7) imbas jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaan.

Belum tumbuhnya budaya kualitas baik dari segi input, proses maupun output pendidikan
merupakan faktor penghambat tumbuhnya kepala sekolah profesional. Dalam hal ini, sekolah
harus selalu menggalakkan peningkatan kualitas, yakni kepuasan pelanggan, baik internal
maupun eksternal.

Anda mungkin juga menyukai