Anda di halaman 1dari 20

Nama : Deuis Siti Nurjanah

NIM : 210106110094

Kelas : MPI – C

Mata Kuliah : Penelitian Manajemen Pendidikan

Dosen Pengampu : Devi Pramitha, M. Pd. I

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan mempunyai tugas mempersiapkan anak didik untuk mampu hidup dalam
masyarakat, kini juga harus mempersiapkan hidup dimasyarakat yang akan datang yang
semakin lama semakin sulit diprediksi. Kesulitan memprediksi masyarakat yang akan datang
disebabkan oleh kenyataan bahwa di era global ini perkembangan masyarakat tidak linear
lagi. Perkembangan masyarakat penuh dengan percepatan–percepatan dalam berbagai aspek
kehidupan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberhasilan di
masa lalu belum tentu memiliki validitas untuk menangani dan menyelesaikan persoalan
dimasa kini dan masa yang akan datang.

Pendidikan merupakan hak bagi semua anak bangsa, sebagai mana dalam pasal 31
ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga Negara berhak mendapatkan
pendidikan, sedangkan ayat (3) juga menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan suatu system pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlaq mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa yang diatur dalam
undang-undang. Oleh karena itu semua komponen bangsa baik masyarakat, orang tua,
maupun pemerintah sendiri harus bertanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa melalui
pendidikan. Sehingga hal ini menjadi salah satu tujuan bangsa Indonesia yang diamanatkan
dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4.

Negara juga tidak hanya meng-amanah-kan sebuah kecerdasan intelektual saja, akan
tetapi kekayaan moral dan budi pekerti setiap warga negara juga diwajibkan. Untuk itu perlu
adanya sebuah system pendidikan yang baik dan berkualitas, terutama di sekolah yang
berlebel agama (madrasah). Karena madrasah mempunyai tanggung jawab ganda terhadap
moral dan budi pekerti peserta didiknya.

Madrasah merupakan salah satu Lembaga Pendidikan yang memiliki dua tuntutan
yaitu tuntutan dari masyarakat dan tuntutan dunia usaha. Hal yang menjadi tuntutan yaitu
tentang masalah rendahnya mutu pendidikan dan masalah relevansi terhadap perkembangan
kebutuhan masyarakat di era industrialisasi dan globalisasi yang semakin terbuka.1

Tuntutan yang pertama, yakni mengenai mutu pendidikan merupakan hal yang wajib
dan menjadi prioritas utama. Jika suatu pendidikan memiliki mutu yang baik secara otomatis
akan mampu menjawab permasalahan dan tuntutan yang kedua yakni mengenai masalah
relevansi terhadap sebuah perkembangan kebutuhan masyarakat yang terjadi di era
globalisasi dan industrialisasi dewasa ini.2 Pendidikan yang bermutu diarahkan untuk
mengembangkan potensi peserta didik supaya menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, beraklaq mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab terhadap bangsanya sendiri.

Mutu pendidikan merujuk pada sebuah pendidikan yang bermutu. Pendidikan


bermutu bisa dihasilkan oleh madrasah yang bermutu dan madrasah yang bermutu dihasilkan
oleh kepemimpinan kepala madrasah ynag bermutu, kepala madrasah bermutu adalah yang
professional. Kepala madrasah professional adalah yang mampu mengelola dan
mengembangkan suatu madrasah secara komprehensif (menyeluruh), oleh karena itu kepala
madrasah mempunyai peran yang sangat penting dalam mewujudkan visi, misi dan tujuan
madrasah. Kepala madrasah yang professional dalam melaksanakan tugasnya penuh dengan
strategi-strategi peningkatan mutu, sehingga dapat menghasilkan output dan outcome yang
bermutu. Profesionalisme kepala madrasah akan menunjukkan mutu kinerja dari suatu
madrasah.

Suatu lembaga pendidikan tidak akan berkembang dengan baik jika kepemimpinan
kurang diperhatikan. Kepemimpinan yang sangat efektif akan sangat menopang keberhasilan
suatu lembaga pendidikan. Keberhasilan suatu lembaga pendidikan memerlukan seseorang

1
Mulyoto, dkk. KEPEMIMPINAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU
MADRASAH (Studi Kasus Tentang Manajemen Kepala Madrasah Tsanawiyah Negeri Bendosari Sukoharjo),
Jurnal Teknologi Pendidikan, Vol 1, No 2, 2013, hlm. 199-213.
2
Riska Nur Fitriana,dkk. STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU
AKADEMIK DAN NON AKADEMIK PESERTA DIDIKI, Jurnal Ilmiah Mandala Education, Vol. 7. No. 4
Oktober 202, hlm. 103.
yang mampu dan tangguh dalam memimpin dalam sebuah lembaga. Seseorang inilah disebut
dengan pemimpin pendidikan atau dalam suatu lembaga pendidikan formal disebut kepala
sekolah.

Kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan mempunyai peran ganda,disamping


sebagai administrator ia juga sebagai supervisor. 3 Adapun administrasi pendidikan, kepala
sekolah mempunyai fungsi yang intergral dalam proses belajar mengajar di sekolah.
Sedangkan sebagai supervisor, kepala sekolah bertugas membina sekolahnya agar berhasil
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan dan harus mengarah dan mengkordinasi
segala kegiatan.4

Kepala madrasah merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling penting
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Sebagaimana tertuang dalam pasal 12 ayat 1 PP 28
tahun 1990 bahwa: “kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan
pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya, dan
pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana” serta peraturan mentri pendidikan
nasional No: 13 tahun 2007 tanggal 17 April 2007 tentang standar kepala sekolah/madrasah
pasal 1 ayat berbunyi “Untuk diangkat kepala sekolah/madrasah, seseorang wajib memenuhi
standar kepala sekolah/madrasah yang berlaku nasional”.5

Jika berbicara tentang kepala madrasah pasti akan muncul pembahasan tentang
sebuah kepemimpinan. Kepemimpinan dalam sebuah sekolah merupakan hal yang sangat
penting yang harus dilakukan oleh seorang kepala sekolah atau madrasah. Hal ini
dikarenakan kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting dalam sebuah organisasi,
keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi itu ditentukan oleh kepemimpinan seorang
pemimpin dalam menjalankan organisasinya. Kepemimpinan itu sendiri lebih tertuju pada
gaya kepemimpinan seorang pemimpin. Seperti yang dikemukakan oleh prof. Imam
Suprayogo “kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas individu atau group untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu dalam situasi yang telah ditetapkan. Dalam mempengaruhi
aktifitasnya individu pemimpin menggunakan kekuasaan, kewenangan, pengaruh, sifat dan
karakteristik, dan Tujuannya adalah meningkatkan produktivitas dan moral kelompok”.6

3
Tim Dosen Jurusan Administrasi Pendidikan IKIP Malang. Administrasi Pendidikan.
(Malang : IKIP Malang, 1989), Hlm : 13.
4
Suryo Subroto. Dimensi-dimensi Administrasi Pendidikan di Sekolah.(Jakarta : Bina
Aksara, 1984), Hlm : 135.
5
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Citra
Umbara, 2003), 3.
6
Imam Suprayogo, Revormulasi Visi Pendidikan Islam, cet. I. (Malang: STAIN Press, 1999), hlm. 161
Menurut E Mulyasa,7 “kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya
sebagai educator, manajer, administrator, dan supervisor (EMAS)”. Dalam perkembangan
yang disesuaikan dengaan kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman, kepala sekolah
juga harus mampu berperan sebagai leader, innovator, motivator, dan entrepreneur
disekolahnya. Dengan demikian dalam paradigm baru manajemen pendidikan, kepala
sekolah sedikitnya harus mampu berfungsi sebagai educator, manajer, administrator,
supervesor, motivator, (EMASLIM). Mutu sekolah sebagai salah satu indicator untuk melihat
produktivitas dan erat hubungannya dengan masalah pengelolaan atau manajemen pada
sekolah. Hal ini dapat di kaitkan dengan pernyataan “kegagalan mutu dalam suatu organisasi
disebabkan oleh kelemahan manajemen”.8

Dalam pelaksanaan seorang kepala madrasah terdapat banyak sekali faktor


penghambat untuk tercapainya kualitas kepemimpinan kepala madrasah. Hal ini jika dilihat
dari rendahnya kinerja kepala madrasah. Berdasarkan pengalaman empirik menunjukkan
bahwa rata-rata setiap kepala madrasah kurang memiliki kemampuan akademik, kurang
memiliki motivasi diri, kurang semangat dan disiplin kerja, serta memiliki wawasan yang
sempit. Fenomena ini disebabkan karena faktor proses penyaringan kurang memenuhi
kompetensi, kurang prosedural, kurang transparan, tidak kompetitif serta faktor-faktor
internal kepala madrasah dapat menjadi penghambat tumbuh kembangnya menjadi kepala
madrasah yang profesional. Rendahnya profesional akan berdampak pada rendahnya
produktifitas kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Studi keberhasilan seorang kepala madrasah dalam memimpin lembaga sekolah


menunjukkan bahwa kepala madrasah adalah orang yang bisa menentukan titik pusat dan
irama suatu madrasah. Kepala madrasah sebagai seorang top leader mempunyai wewenang
dan kekuasaan serta strategi kepemimpinan yang efektif untuk mengatur dan
mengembangkan bawahannya secara profesional. Singkatnya, bahwa keberhasilan madrasah
adalah keberhasilan kepala madrasah. Dalam hal ini kepala madrasah merupakan salah satu
komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Adapun istilah kepala sekolah berasal dari dua kata kepala dan sekolah. Kepala dapat
diartikan sebagai ketua atau pemimpin. Sedangkan sekolah diartikan sebagai sebuah lembaga
yang didalamnya terdapat aktivitas belajar mengajar. Sekolah juga merupakan lingkungan
hidup setelah rumah, di mana anak tinggal beberapa jam di sekolah, tempat tinggal anak yang
7
Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah Professional. (bandung: PT. Raja Grafindo: 2006)., hlm. 98
8
Rohiat. Kecerdasan Kepemimpinan Kepala Sekolah. (Bandung: PT Refika Aditama. 2008)., hlm. 3
pada umumnya pada masa perkembangan, dan lembaga pendidikan dan tempat yang
berfungsi mempersiapkan anak untuk menghadapi hidup.9

Dengan demikian kepala sekolah adalah seorang tenaga professional atau guru yang
diberikan tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana sekolah menjadi tempat interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan siswa yang menerima pelajaran, orang tua sebagai
harapan, pengguna lulusan sebagai penerima kepuasan dan masyarakat umum sebagai
kebanggaan.10 Sehingga sebagai seorang kepala sekolah tidak hanya memiliki keilmuan dan
wawasan yang luas. Tetapi, seorang kepala sekolah juga harus memiliki jiwa kepemimpinan
(leadership) yang bisa mempengaruhi dan menjadi sosok yang bisa diteladani oleh semua staf
pendidikan di sekolah tersebut. Dan tidak hanya dilingkungan sekolah saja, di masyarakat
umum, terutama dikalangan orang tua murid seorang kepala sekolah harus bisa menjadi
sosok figur seorang pemimpin itu sendiri.

Pada dasarnya setiap pemimpin dalam hal ini kepala sekolah harus memiliki beberapa
syarat agar dapat berhasil memimpin organisasi secara efektif, yaitu: 1) Memiliki kecerdasan
yang tinggi untuk memecahkan setiap persoalan yang timbul secara tepat dan bijaksana, 2)
Memiliki emosi yang stabil dan tidak mudah terombang-ambing dan terpengaruhi oleh
perubahan suasana serta dapat memisahkan antara pesoalan peribadi, rumah tangga dan
persoalan organisasi, 3) Mempunyai kepandaian dalam menghadapi orang lain terutama
bawahan atau anak buah agar bawahan merasa betah, senang dan puas dalam pekerjaan.

Pendidikan di sekolah bisa dikatakan berhasil jika kepala sekolah mampu mengelola
tenaga kependidikan yang ada di sekolah. Kepala sekolah juga merupakan komponen yang
sangat berpengaruh terhadap peningkatan mutu kinerja guru. Untuk menjadi seorang guru
yang memiliki kinerja yang kompeten bukanlah hal yang mudah, diperlukan upaya dan
usaha yang maksimal untuk mewujudkannya. Dengan demikian cara berinteraksi antara
kepala sekolah dengan bawahan juga sangat mempengaruhi terhadap berhasil atau tidaknya
sekolah yang menjadi tanggung jawabnya.

Tidak hanya itu, dalam pelaksanaan sebagai kepala sekolah banyak faktor
penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan kepala madrasah jika dilihat dari rendahnya
kinerja kepala sekolah. Berdasarkan pengalaman empirik menunjukkan bahwa rata-rata
kepala sekolah kurang memiliki kemampuan akademik, kurang memiliki motivasi diri,

9
Vaitzal Rivai, Memimpin Dalam Abad ke-21, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 253
10
Ibrahim Bafaadal, Supervisi Pengajran: Teori dan Aplikasi Dalam Membina Profesional Guru,
(Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1992)., hlm. 62
kurang semangat dan disiplin kerja, serta memiliki wawasan yang sempit. Fenomena ini
disebabkan karena faktor proses penyaringan kurang memenuhi kompetensi, kurang
prosedural, kurang transparan, tidak kompetiti serta faktor-faktor internal kepala sekolah
dapat menjadi penghambat tumbuh kembangnya menjadi kepala madrasah yang profesional.
Rendahnya profesional berdampak rendahnya produktifitas kepala sekolah dalam
meningkatkan mutu pendidikan.11

Masalah lain juga timbul seperti terdapat guru yang tidak melakukan persiapan
pembelajaran sebelum memulai mengajar di kelas, guru belum bisa mengkondusifkan
keadaan kelas menjadi tenang ketika ada siswa yang melakukan keributan di dalam kelas,
guru tidak menggunakan pembelajaran yang bervariasi sehingga terasa pasif dan
membosankan bagi siswa. belum lagi guru yang tertidur di kelas saat proses pembelajaran
berlangsung.

Kemudian guru yang sudah lama bekerja masih kurang cakap dalam hal pengetahuan
tentang teknologi, sehingga dalam proses pembelajaran masih belum mengoptimalkan
penggunaan komputer. Dengan demikian, media pembelajaran yang digunakan belum
menggunakan teknologi komputer atau LCD sehingga proses pembelajaran menjadi
monoton.

Oleh karena itu Proposal penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi peran
kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Latar belakang
penelitian ini didasarkan pada fakta bahwa kepala madrasah memiliki peran yang sangat
penting dalam mengelola dan memimpin sebuah lembaga pendidikan. Kepala madrasah
bertanggung jawab penuh untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan
pendidikan, serta mengambil keputusan strategis yang dapat mempengaruhi mutu pendidikan
di madrasah tersebut.

Penelitian ini juga didasarkan pada pemahaman bahwa mutu pendidikan di madrasah
dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk diantaranya kepemimpinan kepala
madrasah. Dalam konteks ini, kepemimpinan kepala madrasah mencakup kemampuan untuk
mengembangkan visi dan misi yang jelas, memotivasi staf dan siswa, memfasilitasi
pengembangan profesional staf, dan mengelola sumber daya dengan efektif.

11
Mukhtar, STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN KINERJA GURU PADA SMP
NEGERI DI KECAMATAN MASJID RAYA KABUPATEN ACEH BESA, Jurusan Magister Administrasi
Pendidikan, Fakultas Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala. Volume 3, No. 3, Agustus 2015, hlm. 107.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat interkasi antara kepala sekolah dengan guru itu
sangat penting. Sehingga dari fenomena ini penulis ingin bisa mengetahui apakah hubungan
antara kepala sekolah dengan guru tersebut dapat meningkatkan kinerja guru. Dengan
demikian penulis mengmabil judul Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam
Meningkatkan Mutu Pendidikan di MAN 2 Tasikmalaya.

B. Identifikasi Masalah

Dengan memahami pentingnya kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan


mutu pendidikan, penelitian ini bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian,
antara lain:

1. Bagaimana kepemimpinan kepala madrasah dapat mempengaruhi kualitas pengajaran


dan pembelajaran di madrasah?
2. Apa saja strategi kepemimpinan yang efektif yang dapat diterapkan oleh kepala
madrasah untuk meningkatkan mutu pendidikan?
3. Bagaimana dampak kepemimpinan kepala madrasah terhadap motivasi dan kinerja
staf pendidik?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan kepala
madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan?

Metode penelitian yang akan digunakan dalam studi ini meliputi survei, wawancara,
dan observasi. Data yang dikumpulkan akan dianalisis secara kualitatif untuk
mengidentifikasi pola dan temuan yang relevan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang peran kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
Temuan-temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pengembangan
kebijakan dan prakti kepemimpinan yang lebih efektif di madrasah, sehingga dapat
berkontribusi pada peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan.
C. Rumusan masalah

Rumusan masalah untuk proposal penelitian tentang kepemimpinan kepala madrasah


dalam meningkatkan mutu pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa saja strategi kepemimpinan yang efektif yang dapat diterapkan oleh kepala
madrasah untuk meningkatkan mutu pendidikan?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan kepala
madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan?
3. Apa saja hambatan yang dihadapi kepala madrasah dalam melaksanakan
kepemimpinan yang efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan?
D. Pembatasan Masalah

Berdasarkan Identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, penelitian tentang


kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatka mutu pendidikan di MAN 2 Tasikmalaya
ini mempunyai jangkauan pembahasan yang luas dan umum . Namun, karena keterbatasan
waktu, tenaga, dana dan kemampuan yang dimiliki penulis, maka penulis ingin membatasi
masalah agar penelitian ini lebih terfokus pada masalah yang krusial saja, maka batasan
masalah penelitian ini sebagai berikut :

1. Landasan teori tentang Mutu Pendidikan hanya mengambil dari sebuah teori yaitu
dari Rohiat yang meliputi input, proses dan output. Adapun teori dari yang lainnya
tentang mutu pendidikan ini hanya sebagai tambahan.
2. Strategi yang diteliti meliputi kebijakan kepala madrasah yang masih menjabat selama
penelitian.
3. Sasaran penelitian ini adalah Kepala Madrasah dan guru-guru beserta stap akademik
di MAN 2 Tasikmalaya
E. Tujuan penelitian

Tujuan proposal penelitian tentang kepemimpinan kepala madrasah dalam


meningkatkan mutu pendidikan adalah:

1. Untuk menganalisis strategi kepemimpinan yang efektif yang dapat diterapkan oleh
kepala madrasah untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2. Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan
kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan.
3. Untuk mengidentifikasi hambatan yang dihadapi kepala madrasah dalam
melaksanakan kepemimpinan yang efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Dengan tujuan-tujuan ini, proposal penelitian tersebut bertujuan untuk memberikan


pemahaman yang lebih. Baik tentang peran kepemimpinan kepala madrasah dalam
meningkatkan mutu pendidikan. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
rekomendasi dan saran praktis bagi kepala madrasah dan pihak terkait dalam upaya
meningkatkan mutu pendidikan di madrasah.

F. Manfaat penelitian

Proposal penelitian tentang kepemimpinan kepala madrasah dalam meningkatkan


mutu pendidikan memiliki beberapa manfaat, antara lain:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah memberikan
tambahan pengetahuan atau wawasan para penggerak di bidang pendidikan terkhusus
aktor lembaga pendidikan guna membangun pendidikan yang lebih baik lagi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi peneliti lain, diharapkan penelitian ini bisa memberikan wawasan ilmu
pengetahuan tentang strategi kepala madrasah dalam meningkatkan mutu
pendidikan. sehingga dapat digunakan sebagai rujukan dan perbandingan bagi
peneliti lain
b. Lembaga Pendidikan
Memberikan kontribusi pemikiran atas konsep manajemen berbasis sekolah
guna untuk meningkatkan mutu pendidikan yang lebih baik serta memberikan
masukan kepala sekolah pada lembaga pendidikan untuk dijadikan
pertimbangan dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar atau lebih
mudahnya untuk mendapatkan mutu yang diharapkan.
c. Bagi Kepala Sekolah
Dapat digunakan sebagai bantuan untuk memaksimalkan kepemimpinan
kepala sekolah yang salah satu tugasn pokoknya adalah meningkatkan mutu
pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.
d. Meningkatkan pemahaman tentang pentingnya kepemimpinan kepala
madrasah dalam mempengaruhi mutu pendidikan. Dengan melakukan
penelitian ini, akan ditemukan bukti empiris tentang hubungan yang kuat
antara kepemimpinan kepala madrasah dan peningkatan mutu pendidikan. Hal
ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan pengakuan terhadap peran
kepala madrasah sebagai pemimpin yang efektif dalam konteks pendidikan.
e. Memberikan pemahaman yang lebih baik tentang strategi kepemimpinan yang
efektif dalam meningkatkan mutu pendidikan. Penelitian ini dapat
mengidentifikasi strategi kepemimpinan yang berhasil diterapkan oleh kepala
madrasah dalam meningkatkan kualitas pengajaran dan pembelajaran di
madrasah. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi kepala madrasah
lainnya dalam mengembangkan kepemimpinan yang efektif untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
f. Memberikan rekomendasi dan saran praktis bagi kepala madrasah dan pihak
terkait dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan. Hasil penelitian dapat
memberikan wawasan yang berharga tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan kepala madrasah dan hambatan yang
mungkin dihadapi. Rekomendasi dan saran yang dihasilkan dapat membantu
kepala madrasah dan pihak terkait dalam mengembangkan kebijakan dan
program yang lebih baik untuk meningkatkan mutu pendidikan di madrasah.
g. Memperkuat hubungan antara madrasah dengan pihak lain, seperti orang tua
siswa, staf pendidik, dan masyarakat. Dengan melakukan penelitian ini, kepala
madrasah dapat melibatkan berbagai pihak dalam proses penelitian, termasuk
dalam pengumpulan data dan analisis. Hal ini dapat memperkuat kerjasama
dan keterlibatan semua pihak dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
h. Sebagai tambahan informasi bagi sekolah dan bahan masukan serta
pertimbangan dalam mengambil keputusan terkait kinerja guru

Dengan manfaat-manfaat tersebut, proposal penelitian tentang kepemimpinan kepala


madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan ini dapat menjadi landasan yang kuat untuk
mengembangkan kebijakan dan program yang lebih baik dalam upaya meningkatkan mutu
pendidikan di madrasah.

G. Penelitian Terdahulu
1. Penelitian terdahulu pertama yang dilakukan oleh Yanti pada tahun 2021
dengan mengambil judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepala Sekolah Terhadap Kompetensi Guru”.
Persamaan penelitian ini terletak pada segi tema penelitian yaitu sama-sama
meneliti tentang kepemimpinan demokratis kepala sekolah.

Perbedaan dari penelitian terdahulu yaitu fokus membahas kepemimpinan


kepala sekolah dengan gaya demokratis terhadap kompetensi guru seperti
kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial. Disamping itu,
perbedaannya juga terletak pada metode yang digunakan yaitu metode
kuantitatif dengan desain ex-post facto. Sementara, peneliti fokus membahas
tentang kepemimpinan demokratis kepala sekolah dalam meningkatkan
profesionalisme guru PAI dari segi membuat perangkat pembelajaran seperti
mempersiapkan media pembelajaran, menentukan metode yang tepat,
menguasai materi dan bahan ajar, mengevaluasi hasil 11 belajar siswa,
menjadi pembimbing dan pengarah yang baik kepada siswa serta mendidik
siswa untuk berakhlak mulia. Selain itu itu, peneliti menggunakan metode
kualitatif.
2. Sari, Khosiah dan Kristiana, “Gaya Kepemimpinan Demokratis Kepala
Sekolah Terhadap Kinerja Guru PAUD” (2020).

Persamaan dengan penelitian peneliti adalah memiliki persamaan dengan tema


penelitian yaitu tentang kepemimpinan kepala sekolah dengan gaya
demokratis.

Perbedaannya terletak pada fokus bahasan yaitu terkait dengan kepemimpinan


kepala sekolah dengan gaya demokratis terhadap kinerja yang dilakukan oleh
guru selama proses pembelajaran di kelas dengan siswa, serta metode yang
digunakan adalah metode kuantitatif dengan jenis penelitian expost facto.
Sementara, peneliti fokus membahas tentang kepemimpinan demokratis
kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru PAI dari segi
membuat perangkat pembelajaran seperti mempersiapkan media
pembelajaran, menentukan metode yang tepat, 12 menguasai materi dan bahan
ajar, mengevaluasi hasil belajar siswa, menjadi pembimbing dan pengarah
yang baik kepada siswa serta mendidik siswa untuk berakhlak mulia, serta
menggunakan metode kualitatif deskriptif.
3. Rohman dan Muna, “Kepemimpinan Demokratis Kepala Madrasah
Ibtidaiyah Nurul Ummah Kotagede Yogyakarta” (2018).

Persamaan dengan penelitian peneliti adalah sama-sama meneliti tentang


kepemimpinan kepala sekolah dengan gaya demokratis dan juga sama-sama
menggunakan metode penelitian kualitatif.

Perbedaan dengan penelitian peneliti yaitu fokus membahas tipe, gaya dan
model dari kepemimpinan yang dilakukan oleh kepala sekolah di lembaga
pendidikan Islam pada Madrasah Ibtidaiyah Nurul Ummah Kotagede
Yogyakarta. Sedangkan, peneliti fokus membahas tentang kepemimpinan
demokratis kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalisme guru
Pendidikan Agama Islam yang dilihat dari segi membuat perangkat
pembelajaran.

4. Amdayanti, Rusdinal, dan Gistituati, “Gambaran Kepemimpinan


Demokratis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Disiplin Kerja Guru
Sekolah Dasar” (2021).

Persamaan penelitian peneliti yaitu sama-sama melakukan penelitian tentang


kepemimpinan demokratis kepala sekolah.

Perbedaan yang di teliti yang dilakukan oleh peneliti adalah terletak pada
fokus bahasan tentang gaya kepemimpinan demokratis kepala sekolah dalam
melakukan pembinaan terhadap disiplin kerja guru. Sedangkan peneliti fokus
untuk membahas tentang kepemimpinan demokratis kepala sekolah dalam
meningkatkan profesionalisme guru PAI yang dilihat dari segi membuat
perangkat pembelajaran seperti mempersiapkan media pembelajaran,
menentukan metode yang tepat, menguasai materi dan bahan ajar,
mengevaluasi hasil belajar siswa, menjadi pembimbing dan pengarah yang
baik kepada siswa serta mendidik siswa untuk berakhlak mulia.

Dari beberapa karia ilmiah diatas tidak ada satupun yang membahas tentang
kepemimpinana kepala madrasah dalam mengelola konflik kelembagaan dan peran
guru dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu peneliti ingin sekali
menyelesaikan penelitian ini dengan baiki.

H. Definisi Operasional
Dalam pembahasan penelitian ini agar lebih terfokus pada pembahasan yang
akan dibahas sekaligus menghindari terjadinya persepsi lain mengenai istilah-istilah
yang ada maka perlu adanya penjelasan mengenai definisi istilah dan batasan-
batasannya.
Adapun definisi dan batasan istilah yang berkaitan dengan judul dalam
penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Strategi
Strategi merupakan perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan
yang di desain untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi digunakan untuk
memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan.15
Dalam dunia pendidikan, strategi yang dimaksud adalah berbagai upaya
yang diterapkan agar prinsip-prinsip manajemen pendidikan dapat
direalisir secara menyeluruh.12
2. Kepemimpinan kepala sekolah adalah serangkaian tugas dan tanggung
jawab pemimpin di suatu lembaga pendidikan guna membentuk lulusan
dengan mutu yang bagus.
3. Mutu pendidikan adalah pendidikan yang mampu membentuk lulusannya
agar memiliki kecakapan hidup yang dapat meningkatkan harkat dan
martabatnya sebagai calon pemimpin pendidikan. Mutu dalam pendidikan
mencakup input, proses dan output. Input pendidikan yang bermutu adalah
guru- guru yang bermutu, peserta didik bermutu, kurikulum yang bermutu,
fasilitas dan berbagai aspek penyelenggarakan pendidikan yang bermutu.
4. Madrasah merupakan lembaga pendidikan yang mendidik peserta didik
menuju ke arah suatu sistem pendidikan yang lebih baik. Madrasah
merupakan nama lain dari sekolah, yang mempelajari tentang agama
islam. Banyak katagori madrasah dalam lembaga pendidikan yaitu
madrasah ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Mu’allimin, Mu’allimat serta
Diniyah.

12
Amirudin Siahaan, Khairudin, Irwan Nasution, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, (Bandung: CV.
Quantum Teaching, 2006), h.123
5. Guru adalah poros utama pendidikan. Ia menjadi penentu kemajuan suatu
negara di masa depan. Secara umum, tugas guru adalah mengajar siswa-
siswi agar memilki pengetahuan dan keterampilan dalam masing-masing
bidang pelajaran.
I. Originalitas Penelitian

Originalitas penelitian ini disajikan untuk menghindari plagiasi dengan memaparkan


perbedaan dan persamaan dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh penelitian lain.

Penelitian ini berusaha memahami keberadaan Kepala Madrasah dalam perubahan


dan pembaharuan pendidikan serta kondisi warga madrasah dalam memahami pentingnya
peningkatan mutu pendidikan, oleh karena itu studi ini diberi judul “Kepemimpinan Kepala
Madrasah Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan (Studi Kasus di MAN 2
Tasikmalaya).” Fokus penelitian ini ditekankan pada sejauh mana kepemimpinan Kepala
Madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi kasus.


Pengumpulan data dengan menggunakan teknik wawancara mendalam, observasi dan
dokumentasi. Interprestasi data menggunakan perspektif fenomenologis. Data yang
terkumpul diperiksa keabsahannya dengan pengecekan kredibilitas data yang akan dilakukan
triangulasi, pengecekan anggota dan diskusi sejawat. Data dianalisis dengan melakukan
langkah-langkah : (1) reduksi data (2) penyajian data (3) penarikan kesimpulan.

Dari analisis dapat diperoleh temuan-temuan sebagai berikut, keberadaan sumberdaya


guru meliputi jumlah guru, kualifikasi akademik, perkembangan akademik, prosentase
kehadiran. Upaya dan langkah strategis kepala sekolah dalam mengembangkan mutu
sumberdaya guru yaitu dengan: (1) merubah pola pikir/membangun karakter positif (positive
character building) melalui jalur pendidikan (education), pembinaan (mentoring), pelatihan
(coaching).

Kegiatan tersebut terakumulasi pada aktifitas studi lanjut gelar, pemberdayaan melalui
forum-forum ilmiah seperti seminar, diskusi, kolokium, penataran, pembentukan musyawarah
guru mata pelajaran, mengadakan kerjasama dengan lembaga lain, program magang,
pembinaan lintas sektoral penyediaan perpustakaan, penugasan-penugasan, penataran dan
pelatihan. (2) menjadikan visi misi tujuan MAN 2 Tasikmlaaya menjadi pijakan
pengembangan mutu sumberdaya guru (3) Pemberian tunjangan kesejahteraan guru baik
material ataupun non material.
Penelitian ini adalah jenis penelitian lapangan yang bersifat análisis kualitatif
Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis, yaitu berusaha
untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitan terhadap orang-orang dalam situasi tertentu.
Pengumpulan data dilakukan dengan observasi partisipan dan non partisipan, wawancara tak
terstruktur dan dokumentasi. Adapun analisis data yakni denganmendeskripsikan data secara
keseluruhan sekaligus dianalisis pada saat pembuatan laporan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi kerja guru di MAN 2 Tasikmalaya


cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan komitmen dan loyalitas guru yang bekerja dengan
baik. Kondisi tersebut dapat dilihat dari aktivitas mereka dalam menjalankan tanggung
jawabnya dalam melakukan kerja, prestasi yang dicapainya, pengembangan diri dan
kemandiriannya dalam bertindak. Adapun peran kepala sekolah dalam peningkatan motivasi
kerja guru di MAN 2 Tasikmalaya ini dengan teknik-teknik yaitu: sebagai mitra kerja,
partisipator, supporter, memberikan mandat, membuat tempat kerja yang menyenangkan dan
uswah (teladan) bagi para guru di MAN 2 Tasikmalaya.

Dengan peran yang dimainkan kepala sekolah diatas kemudian menggerakkan para
guru untuk memiliki motivasi kerja yang cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan sikap dan
tanggung jawab para guru dalam menjalankan tugasnya tanpa banyak menuntut. Guru-guru
justru memperlihatkan keikhlasan dalam bekerja dan semangat jihad yang terpatri di hati
mereka kemudian menjadi motivasi yang bersifat intrinsik.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kepemimpinan Kepala Madrasah


1. Pengertian Kepemimpinan Kepala Madrasah

Kepemimpinan (leadership) berasal dari kata Leader artinya pemimpin atau to lead
artinya memimpin. Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk
mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan
dengan tugas-tugas yang harus dilakukan.13

Menurut Koontz dan Donnel, kepemimpinan adalah suatu seni dan proses
mempengaruhi sekelompok orang sehingga mereka mau bekerja dengan sungguh-sunguh
untuk meraih tujuan kelompok. Sedangkan menurut Stogdill, kepemimpinan adalah suatu
proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka pemuasan dan pencapaian tujuan.
Sedangkan menurut George Terry, kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi
orang lain untuk bekerja keras dengan penuh kemauan untuk tujuan kelompok.14

Menurut Dirawat dkk, dalam bukunya "pengantar kepemimpinan pendidikan" yang


menyatakan bahwa: Kepemimpinan berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh
seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan
kalau perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu dan selanjutnya berbuat
sesuatu yang dapat membantu mencapai sesuatu maksud atau tujuan-tujuan tertentu.

Jadi pengertian kepemimpinan pada hakekatnya adalah kemampuan dan kesiapan


yang dimiliki seseorang untuk dapat mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun,
menggerakkan, dan kalu perlu memaksa orang lain agar ia menerima pengaruh itu
selanjudnya berbuat sesuatu yang dapat membantu pencapaian suatu maksud atau tujuan
tertentu. Firman Allah SWT sebagaimana tertera dalam S. Ali Imron ayat 104 yang
mangatakan sebagai berikut:

13
Dr. Hj. Mardiyah, M.Ag. Kepemimpinan Kiai dalam Memelihara budaya organisasi. (Malang: Aditya media
publishing. 2012)., hlm. 37
14
Jamal Ma’mur Asmani, Manajemen Pengelolaan dan Kepemimpinan Pendidikan Professional: Panduan
Quality Control Bagi Para Pelaku Lembaga Pendidik, ( Yogyakarta: Diva
‫َو ْلَتُك ْن ِم ْنُك ْم ُأَّم ٌة َيْدُع وَن ِإَلى اْلَخْيِر َو َيْأُم ُروَن ِباْلَم ْعُروِف َو َيْنَهْو َن َع ِن اْلُم ْنَك ِرۚ َو ُأوَٰل ِئَك ُهُم اْلُم ْفِلُحوَن‬

"Hendaklah ada diantara kalian, segolongan umat penyeru kepada kebajikan, yang tugasnya
menyuruh berbuat baik dan mencegah kemungkaran. Merelah orang-orang yang beruntung"
(Qs. Al-Imran: 104).

Dalam kepemimpinan faktor pemimpin tidak dapat dilepaskan dari orang yang dipimpin,
keduanya saling tergantung sehingga salah satu tidak mungkin ada tanpa yang lain. Hal ini
sejalan dengan firman Allah SWT S. An-Nahl ayat 125 sebagai berikut:

‫اْدُع ِإَلٰى َس ِبيِل َر ِّبَك ِباْلِح ْك َم ِة َو اْلَم ْو ِع َظِة اْلَحَس َنِةۖ َو َج اِد ْلُهْم ِباَّلِتي ِهَي َأْح َس ُن ۚ ِإَّن َر َّبَك ُهَو َأْعَلُم ِب َم ْن َض َّل َع ْن َس ِبيِلِهۖ َو ُهَو‬
‫َأْعَلُم ِباْلُم ْهَتِد يَن‬

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Tuhan Sejatimu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang mendapat petunjuk” (Qs. An-Nahl : 125).15

2. Tipe Kepemimpinan

Dalam menjalankan tugasnya sebagai pemimpin, yaitu menggerakkan atau memberi motivasi
orang lain agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah pada pencapaian tujuan
organisasi, berbagai cara dapat dilakukan oleh seseorang pemimpin. Cara itu mencerminkan
sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya. Yang memberikan
gambaran pula tentang bentuk (tipe) kepemimpinannya yang dijalankannya. Adapun tipe-tipe
kepemimpinan pendidikan yang pokok itu ada tiga yaitu otokratis, laissez faire, dan
demokratis.16

a. Tipe Otokrasi/ Otoriter

Otokrasi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan kratos berarti pemerintah. Jadi otokrasi
adalah mempunyai pemerintah dan menentukan sendiri. 17 Otokrasi merupakan Pemerintahan
atau kekuasaan yang dipegang oleh seseorang yang berkuasa secara penuh dan tidak terbatas
masanya. Sedangkan yang memegang kekuasaan di sebut otokrat yang biasanya di jabat oleh
pemimpin yang berstatus sebagai raja atau yang menggunakan sistem kerajaan.24 Sedangkan
di lingkungan sekolah bukan raja yang menjadi pemimpin akan tetapi kepala sekolah yang
15
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah ( Bandung: PT. Pantja Simpati, 1982)
16
M. Ngalim Purwanto dan Sutadji Djojopranoto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta, Mutiara Sumber
Widya, 1991), hlm 46
17
M. Moh. Rifa’I, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Jemmar, 1986), hlm.
memiliki gaya seperti raja yang berkuasa mutlak dan sentral dalam menentukan
kebijaksanaan sekolah. Adapun Secara sederhana, gaya kepemimpinan kepala sekolah yang
bertipe otokrasi sebagai berikut:

a. Keputusan dan kebijakan selalu dibuat pemimpin, dimana gaya kepemimpinan yang
selalu sentral dan mengabaikan asas musyawarah mufakat.
b. Pengawasan dilakukan secara ketat yaitu pengawasan kepala sekolah yang tidak
memakai prinsip partisipasi, akan tetapi pengawasan yang bersifat menilai dan
meghakimi.
c. Prakarsa berasal dari pemimpin yaitu gaya kepala sekolah yang merasa pintar dan
merasa bertanggungjawab sendiri atas kemajuan sekolah
d. d. Tidak ada kesempatan untuk memberi saran, dimana gaya kepala sekolah merasa
orang yang paling benar dan tidak memiliki kesalahan.
e. Kaku dalam bersikap yaitu kepala sekolah yang tiidak bisa melihat situasi dan kondisi
akan tetapi selalu memaksakan kehendaknya.

Jadi tipe otoriter, semua kebijaksanaan “policy” semuanya di tetapkan pemimpin, sedangkan
bawahan tinggal melaksanakan tugas. Semua perintah, pemberian dan pembagian tugas
dilakukan tampa ada konsultasi dan musyawarah dengan orang-orang yang dipimpin.
Pemimpin juga membatasi hubungan dengan stafnya dalam situasi formal dan tidak
menginginkan hubungannya yang penuh keakraban, keintiman serta ramah tamah.
Kepemimpinan otokrasi ini mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang selalu harus
dipatuhi. Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada “one an show”.18

Pemimpin otokrasi, dalam membawa pengikutnya ketujuan dan cita-cita bersama, memegang
kekuasaan yang ada pada gaya secara mutlak. Dalam gaya ini pemimpin sebagai penguasa
dan yang dipimpin sebagai yang dikuasai. Termasuk dalm gaya ini adalah pemimpin yang
mengatakan segala sesuatu harus dikerjakan oleh pengikutnya. Yang dilakukan oleh
pemimpin model ini, hanyalah membei perintah, aturan, dan larangan. Para pengikutnya
harus tunduk, taat dan melaksanakan tampa banyak pertanyaan. Dalam gaya ini, mereka yang
dipimpin dibiasakan setia kepada perintah dan dengan betul-betul kritis, dimana kesempatan
mereka yang dipimpin dibawah kekuasaan orang yang memimpin.

Kepala sekolah yang otoriter biasanya tidak terbuka, tidak mau menerima kritik, dan tidak
membuka jalan untuk berinteraksi dengan tenaga pendidikan. Ia hanya memberikan interuksi

18
Kartini Kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: Rajawali Press, 1998), hlm. 38
tentang apa yang harus dikerjakan serta dalam menanamkan disiplin cenderung menggunakan
paksaan dan hukuman.

Kepala sekolah yang otoriter berkeyakinasn bahwa dirinyalah yang bertanggung jawab atas
segala sesuatu, menganggap dirinya sebagai orang yang paling berkuasa, dan paling
mengetahui berbagai hal. Ketika dalam rapat sekolah pun ia menentukan berbagai kegiatan
secara otoriter, dan yang dangat dominan dalam memutuskan apa yang akan dilakukan oleh
sekolah. Para tenaga pendidikan tidak diberi kesempatan untuk memberikan pandangan,
pendapat maupun saran. Merekadipandang sebagai alat untuk melaksanakan apa yang telah
ditetapkan oleh kepala sekolah.19

Pada situasi kepemimpinan pendidikan seperti ini dapat di bayangan suasana kerja yang
berlangsung di dalam kelompok tersebut bagaimana hubungan-hubungan kemanusian yang
berlangsung dan bagaimna konflik-konflik antara pemimpin dan bawahan-bawahan dan
antara anggota-anggota staff kerja itu sendiri. Penyelidikan yang dilakukan oleh Leppit
seorang ahli kepemimpinan berkesimpulan bahwa konflik-konflik dan sikap-sikap atau
tindakan agresif yang terjadi dalam suatu lembaga di bawah pemimpin seorang pemimpin
otoriter kurang lebih 30 kali sebanyak yang timbul dari pada dalam suasana kerja yang
dipimpin oleh seorang pemimpin yang demokratis.20

Tipe kepemimpinan pendidikan yang otoriter dengan segala variasi dan bentuknya yang lebih
samar-samar, sangat mengingkari usaha-usaha pencapaian tujuan lembaga pendidikan secara
maksima. Oleh karena potensi-potensi yang sebenarnya ada dan dimiliki oleh masing-masing
staf kerja tidak terbangkit,tidak tergugah dan tidak tersalurkan secara bebas dan kreatif.
Penekanan kemampuan dan poitensi riil dan kreatif daripada individu-individu ynag dipimpin
itu sejak dari proses penetapan “policy” umum sampai pada pelaksanna program kerja
lembaga dimana pikiran-pikiran dan “skill” inisiatif-inisiatif yang konstruktif-kreatif tidak
termanfaatkan secara baik. Suasana kerjasamayang dinamis dan kreatif dikalangan angota-
anggota staff yang akan memudahkan pemecahan setiap problema yang dihadapi, akan hilang
lenyap karena situasi kepemimpinan yang melumpuhkan itu.

Seseorang dengan gaya kepemimpianan seperti ini umumnya merasa menang sendiri karena
mempunyai keyakinan ia tahu apa yang harus dilakukannya dan merasa jalan pikirannya

19
Imam Suprayogo, Revormulasi Visi Pendidikan Islam, (Malang: Stain Press, cet. I, 1999) hlm. 166-
167
20
Sutarto, Dasar-Dasar Kepemimpinan Administrasi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press,
1998), hlm. 73
paling benar. Dalam situasi kerja sama, ia berusaha mengambil peran sebagai pengambil
keputusan dan mengharapkan orang lain mendukung ide dan gagasannya, Ia tidak ingin
dibantu apalagi dalam menentukan apa yang seharusnya ia lakukan.21

Tipe otokrasi ini apabila diterapkan dalam dunia pendidikan tidak tepat karena dalam dunia
pendidikan, kritik saran dan pendapat orang lain itu sangat perlu untuk diperhatikan dalam
rangka perbaikan dan peningkatan mutu pendidikan.

b. Tipe Laissez Faire

21
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional: Dalam Konteks Menyukseskan MBS dan KBK,
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), hlm. 269

Anda mungkin juga menyukai