Anda di halaman 1dari 34

TRANSMISI

1.1. PENGERTIAN UMUM

 Secara etimologis yang dimaksud transmisi adalah pengiriman; jaringan atau


penyaluran. Sedangkan penyaluran dapat diartikan : proses; perbuatan; cara
menyalurkan

 Dalam konteks pembahasan ini, yang dimaksud transmisi (penyaluran) adalah


penyaluran energi listrik, sehingga mempunyai maksud : proses dan cara
menyalurkan energi listrik dari satu tempat ke tempat lainnya, misalnya :
 Dari pembangkit listrik ke gardu induk.
 Dari satu gardu induk ke gardu induk lainnya.
 Dari gardu induk ke jaring tegangan menengah dan gardu distribusi.
 Dari jaring distribusi tegangan menengah ke jaring tegangan rendah dan instalasi
pemanfaatan.

 Lebih spesisifik lagi dalam pembahasan ini akan difokuskan pada Transmisi
Tegangan Tinggi atau Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) yang ada di
Indonesia

 Pembahasannya bersifat praktis sesuai pengalaman dan pelaksanaan pekerjaan di


lapangan, dengan harapan para profesionalis di bidang pemasangan
(konstruktor) instalasi listrik akan lebih mudah dalam mempelajari dan
memahaminya.

1.2. FUNGSI TRANSMISI

 Sebagaimana disebutkan dimuka bahwa transmisi tenaga listrik benfungsi untuk


menyalurkan energi listrik dari suatu tempat ke tempat lainnya.

 Sedangkan transmisi tegangan tinggi, adalah :


 Berfungsi menyalurkan energi listrik dari satu gardu induk ke gardu induk
lainnya.
 Terdiri dari konduktor yang direntangkan antara tiang-tiang (tower) melalui
isolator-isolator, dengan sistem tegangan tinggi.
 Standar tegangan tinggi yang berlaku di Indonesia adalah : 30 KV, 70 KV dan
150 KV.

 Beberapa hal yang perlu diketahui :


 Transmisi 30 KV dan 70 KV yang ada di Indonesia, secara berangsur-angsur
mulai ditiadakan (tidak digunakan).
 Transmisi 70 KV dan 150 KV ada di Pulau Jawa dan Pulau lainnya di Indonesia.
Sedangkan transmisi 275 KV dikembangkan di Sumatera.
 Transmisi 500 KV ada di Pulau Jawa.

1.3. JENIS TRANSMISI BERDASARKAN KUALIFIKASI TEGANGAN

 Selama ini ada pemahaman dari para profesionalis ketenagalistrikan, bahwa yang
dimaksud transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dengan menggunakan
tegangan tinggi.
 Bahkan ada yang memahami bahwa transmisi adalah proses penyaluran energy
listrik dengan menggunakan tegangan tinggi dan melalui saluran udara (over head
line).

 Sebenarnya transmisi adalah proses penyaluran energi listrik dari satu tempat ke
tempat lainnya, yang besaran tegangannya adalah tegangan ultra tinggi (UHV),
tegangan ekstra tinggi (EHV), tegangan tinggi (HV), tegangan menengah (MHV),
dan tegangan rendah (LV).

 Di Indonesia, kosntruksi transmisi terdiri dari :


 Menggunakan kabel udara dan kabel tanah, untuk tegangan rendah, tegangan
menengah dan tegangan tinggi.
 Menggunakan kabel udara untuk tegangan ekstra tinggi.

 Berikut ini disampaikan pembahasan tentang transmisi ditinjau dari kualifikasi


tegangannya :

 Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW.

 Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi
secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien.

 Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah : konstruksi tiang (tower)


yang besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator
yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar.

 Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET, adalah masalah social
yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain :
 Timbulnya protes dari masyarakat yang menentang pembangunan SUTET.
 Permintaan ganti rugi tanah untuk tapak tower yang terlalu tinggi.
 Adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET.
 Dan lain sebagainya.

 Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan 500
km.
1.3.1. SALURAN UDARA TEGANGAN EKSTRA TINGGI (SUTET) 200 KV – 500 KV

 Pada umumnya digunakan pada pembangkitan dengan kapasitas di atas 500 MW.

 Tujuannya adalah agar drop tegangan dan penampang kawat dapat direduksi
secara maksimal, sehingga diperoleh operasional yang efektif dan efisien.

 Permasalahan mendasar pembangunan SUTET adalah : konstruksi tiang (tower)


yang besar dan tinggi, memerlukan tapak tanah yang luas, memerlukan isolator.

 yang banyak, sehingga pembangunannya membutuhkan biaya yang besar.

 Masalah lain yang timbul dalam pembangunan SUTET, adalah masalah social
yang akhirnya berdampak pada masalah pembiayaan, antara lain :
 Timbulnya protes dari masyarakat yang menentang pembangunan SUTET.
 Permintaan ganti rugi tanah untuk tapak tower yang terlalu tinggi.
 Adanya permintaan ganti rugi sepanjang jalur SUTET.
 Dan lain sebagainya.
 Pembangunan transmisi ini cukup efektif untuk jarak 100 km sampai dengan
500 km.

1.3.2. SALURAN UDARA TEGANGAN TINGGI (SUTT) 30 KV – 150 KV

 Tegangan operasi antara 30 KV sampai dengan 150 KV.

 Konfigurasi jaringan pada umumnya single atau double sirkuit, dimana 1 sirkuit
terdiri dari 3 phasa dengan 3 atau 4 kawat. Biasanya hanya 3 kawat dan penghantar
netral digantikan oleh tanah sebagai saluran kembali.

 Apabila kapasitas daya yang disalurkan besar, maka penghantar pada masing-
masing phasa terdiri dari dua atau empat kawat (Double atau Qudrapole) dan

 berkas konduktor disebut Bundle Conductor.

 Jika transmisi ini beroperasi secara parsial, jarak terjauh yang paling efektif adalah
100 km.

 Jika jarak transmisi lebih dari 100 km, maka tegangan jatuh (drop voltage) terlalu
besar, sehingga tegangan ini di ujung transmisi menjadi rendah.

 Untuk mengatasi hal tersebut, maka sistem transmisi dihubungkan secara ring
system atau interconnection system. Ini sudah diterapkan di Pulau Jawa dan akan
dikembangkan di Pulau-pulau besar lainnya di Indonesia.
1.3.3. SALURAN KABEL TEGANGAN TINGGI (SKTT) 30 KV – 150 KV

 SKTT dipasang di kota kota kota-besar di Indonesia (khususnya di Pulau JAwa),


dengan beberapa pertimbangan :
 Di tengah kota besar tidak memungkinkan dipasang SUTT, karena sangat sulit
mendapatkan tanah untuk tapak tower.
 Untuk ROW juga sangat sulit dan pasti timbul protes dari masyarakat, karena
padat bangunan dan banyak gedung-gedung tinggi.
 Pertimbangan keamanan dan estetika.
 Adanya permintaan dan pertumbuhan beban yang sangat tinggi.

 Jenis kabel yang digunakan :


 Kabel yang berisolasi (berbahan) poly etheline atau kabel jenis Cross Link Poly
Etheline (XLPE).
 Kabel yang isolasinya berbahan kertas yang diperkuat dengan minyak (oil paper
impregnated).

 Inti (core) kabel dan pertimbangan pemilihan :


 Single core dengan penampang 240 mm2 – 300 mm2 tiap core.
 Three core dengan penampang mm2 – mm2 tiap core.
 Pertimbangan fabrikasi.
 Pertimbangan pemasangan di lapangan.

 Kelemahan SKTT :
 Memerlukan biaya yang lebih besar jika disbanding SUTT.
 Pada saat proses pembangunan memerlukan koordinasi dan penangananyang
kompleks, karena harus melibatkan banyak pihak, misal : pemerintah kota
(Pemkot) sampai dengan jajaran terbawah, PDAM, Telkom, Perum Gas, Dinas
Perhubungan, Kepolisian, dan lain-lain.

 Panjang SKTT pada tiap haspel (cable drum), maksimum 300 meter. Untuk desain
dan pesanan khusus, misalnya untuk kabel laut, bisa dibuat tanpa sambungan
sesuai kebutuhan.

 Pada saat ini di Indonesia telah terpasang SKTT bawah laut (Sub Marine Cable)
dengan tegangan operasi 150 KV, yaitu :
 Sub marine cable 150 KV Gresik – Tajungan (Jawa – Madura).
 Sub marine cable 150 KV Ketapang – Gilimanuk (Jawa – Bali).

 Beberapa hal yang perlu diketahui :


 Sub marine cable ini ternyata rawan timbul gangguan.
 Direncanakan akan didibangun sub nmarine cable Jawa – Sumatera.
 Untuk Jawa – Madura, saat ini sedang dibangun SKTT 150 KV yang dipasang
(diletakkan) di atas Jembatan Suramadu.

1.3.4. SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) 6 KV – 30 KV


 Di Indonesia, pada umumnya tegangan operasi SUTM adalah 6 KV dan 20 KV.
Secara berangsur-angsur tegangan operasi 6 KV dihilangkan dan saat ini hamper
semuanya menggunakan tegangan operasi 20 KV.

 Transmisi SUTM digunakan pada jaringan tingkat tiga, yaitu jaringan distribusi
yang menghubungkan dari Gardu y g g g Induk, Penyulang (Feeder), SUTM, Gardu
Distribusi, sampai dengan ke Instalasi Pemanfaatan (Pelanggan/ Konsumen).
 Berdasarkan sistem pentanahan titik netral trafo, efektifitas penyalurannya hanya
pada jarak (panjang) antara 15 km sampai dengan 20 km. Jika transmisi lebih dari
jarak tersebut, efektifitasnya menurun, karena relay pengaman tidak bisa bekerja
secara selektif.
 Dengan mempertimbangkan berbagai kondisi yang ada (kemampuan likuiditas,
kondisi geografis, dan lain-lain), transmisi SUTM di Indonesia disalurkan jauh
melebihi kondisi ideal di atas.

1.3.5. SALURAN KABEL TEGANGAN MENENGAH (SKTM) 6 KV – 20 KV

 Ditinjau dari segi fungsi , transmisi SKTM memiliki fungsi yang sama dengan
transmisi SUTM. Perbedaan mendasar adalah, SKTM ditanam di dalam tanah.

 Beberapa pertimbangan pembangunan transmisi SKTM, adalah :


 Kondisi setempat yang tidak memungkinkan dibangun SUTM.
 Kesulitan mendapatkan ruang bebas (ROW), karena berada di tengah kota dan
pemukiman padat.
 Pertimbangan segi estetika.

 Beberapa hal yang perlu diketahui :


 Pembangunan transmisi SKTM lebih mahal dan lebih rumit, karena harga kabel
yang jauh lebih mahal dibandimg penghantar udara dan dalam pelaksanaan
pembangunan harus melibatkan serta berkoordinasi dengan banyak pihak.
 Pada saat pelaksanaan pembangunan transmisi SKTM sering menimbulkan
masalah, khususnya terjadinya kamacetan lalu lintas.
 Hampir seluruh (sebagian besar) transmisi SKTM terpasang di wilayah PT.
 PLN (Persero) Distribusi DKI Jakarta & Tangerang.
 Jika terjadi gangguan, penanganan (perbaikan) transmisi SKTM relatif sulit dan
memerlukan waktu yang lebih lama jika dibandingkan SUTM

1.3.6. SALURAN UDARA TEGANGAN RENDAH (SUTR) 40 V – 1000 V

 Transmisi SUTR adalah bagian hilir dari sistem tenaga listrik pada tegangan
distribusi di bawah 1000 Volt, yang langsung memasok kebutuhan listrik tegangan
rendah konsumen.
 Di Indonesia, tegangan operasi transmisi SUTR saat ini adalah 220/ 380 Volt.

 Radius operasi jaringan distribusi tegangan rendah dibatasi oleh :


 Susut tegangan yang disyaratkan.
 Luas penghantar jaringan.
 Distribusi pelanggan sepanjang jalur jaringan distribusi.
 Sifat daerah pelayanan (desa, kota, dan lain-lain).
 Di Indonesia (PLN), susut tegangan yang diijinkan adalah + 5 % dan
-10 %, dengan radius pelayanan berkisar 350 meter.
 Saat ini transmisi SUTR pada umumnya menggunakan penghantar Low Voltage
Twisted Cable (LVTC).

1.3.7. SALURAN KABEL TEGANGAN RENDAH (SKTR) 40 V – 1000 V

 Ditinjau dari segi fungsi, transmisi SKTR memiliki fungsi yang sama dengan
transmisi SUTR. Perbedaan mendasar adalah SKTR di tanam didalam di dalam
tanah.

 Jika menggunakan SUTR sebenarnya dari segi jarak aman/ ruang bebas (ROW)
tidak ada masalah, karena SUTR menggunakan penghantar berisolasi. Penggunaan
SKTR karena mempertimbangkan :
 Sistem transmisi tegangan menengah yang ada, misalnya : karena
menggunakan transmisi SKTM.
 Faktor estetika.

 Oleh karenanya transmisi SKTR pada umumnya dipasang di daerah perkotaan,


terutama di tengah-tengah kota yang padat bangunan dan membutuhkan aspek
estetika.
 Dibanding transmisi SUTR,transmisi SKTR memiliki beberapa kelemahan,antara
lain :
 Biaya investasi mahal.
 Pada saat pembangunan sering menimbulkan masalah.
 Jika terjadi gangguan, perbaikan lebih sulit dan memerlukan waktu relative lama
untuk perbaikannya.

1.4. PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN TRANSMISI TEGANGAN TINGI

 Adanya pertambahan dan pertumbuhan beban pada instalasi pemanfaatan.

 Karena pembangkit tenaga listrik pada umumnya lokasinya jauh dari pusat-pusat
beban, sehingga untuk menyalurkan energi listrik harus dibangun transmisi
tegangan tinggi.

 Pemilihan transmisi SUTT mempertimbangkan beberapa hal, antara lain :


 Biaya investasi (biaya pembagunan) jauh lebih murah jika disbanding transmisi
SKTT.
 Untuk penyaluran yang jaraknya jauh, SUTT lebih mudah, lebih cepat dan lebih
praktis dalam pelaksanaan pembangunannya.
 Koordinasi pada saat pelaksanaan pembangunan, lebih mudah, dan tidak
melibatkan banyak pihak jika dibandingkan dengan SKTT.
 Pada saat beroperasi, jika terjadi gangguan mudah dalam perbaikannya.
 Route SUTT bisa melewati berbagai kondisi geografis, misal : dataran rendah
(tanah rata), pegunungan, sungai, persawahan, perbukitan, dan lainlain.
 Untuk di Pulau JAwa, transmisi SUTT 150 KV telah terpasang secara terintegrasi
melalui sistem interkoneksi (interconnection system). Sedangkan di Pulau
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi sedang dikembangkan menjadi system
interkoneksi.

1.5. KEENTUAN JARAK AMAN / RUANG BEBAS (ROW)

 Transmisi tenaga listrik yang bertegangan tinggi (SUTET, SUTT, SKTT, SKLTT),
memiliki resiko tinggi terhadap keamanan dan kesehatan lingkungan, terutama
menyangkut masalah besarnya tegangan dan pengaruh medan listrik yang
ditimbulkannya.

 Satu hal penting yang harus diperhatikan dan dipenuhi, adalah ketentuan jarak
aman/ ruang bebas (ROW) pada daerah yang dilalui oleh jalur transmisi tegangan
tinggi.

 Dengan terpenuhinya jarak/ aman / ruang bebas (ROW) di sepanjang jalur


transmisi tegangan tinggi, maka :
 Keamanan dan kesehatan lingkungan dapat terpenuhi dengan baik.
 Dampak secara teknik, keamanan, kesehatan dan sosial, dapat diterima oleh
masyarakat.

 Pada jalur SUTT yang lama pada umumnya sepanjang jalur SUTT tidak boleh
didirikan bangunan. Tetapi saat ini di sepanjang jalur SUTT banyak didirikan
bangunan, dengan pertimbangan selama jarak aman/ ruang bebas (ROW) dipenuhi,
maka keselamatan dan kesehatan lingkungan akan terpenuhi pula

2.1. PONDASI TOWER ( TIANG )

 Berfungsi untuk menyangga tower atau sebagai tapak (kaki) tower.


 Dalam satu route map SUTT, jenis dan konstruksi pondasi terdiri dari beberapa
type. Hal ini disebabkan adanya beberapa pertimbangan yang dijadikan acuan
dalam menentukan type pondasi SUTT, sehingga muncul beberapa type pondasi.
 Pertimbangan dalam menentukan pondasi tower :
 Route map yang akan dilalui jalur SUTT.
 Posisi pondasi tower, apakah pada posisi suspension, tension atau dead end.
Untuk tension masih memperhitungkan besar kecilnya sudut belokan.
 Kondisi tanah yang akan ditempati pondasi, misal : tanah normal, tanah
berlumpur (sawah atau rawa), tanah berpasir, tanah berbatu, posisi tanah tebing/
miring, dan lain sebagainya.
 Besar kecilnya (berat) tower yang akan dipasang pada pondasi.
 Pertimbangan harga tanah, aspek sosial, dan lain-lain.
 Catatan :
 Besar kecilnya pondasi menyesuaikan tower yang akan dipasang.
 Masing-masing pabrikan tower memiliki desain dan spesifikasi yang
 berbeda-beda.
 Pada saat ini tower SUTT telah diproduksi di dalam negeri.
 Type pondasi :
 Kode pengenal (notasi huruf) pada type pondasi terdiri dari beberapa macam.
 Pada umumnya kode pengenal pondasi adalah : Aa, Bb, Cc, Dd, DrD, AA, AA,
CC, DRD, BN, BS, BT, dan lain-lain.
 Konstruksi pondasi :
 Untuk menentukan konstruksi pondasi yang akan dipasang, harus terlebih
dahulu dilakukan pengecekan (pengujian) kondisi tanah setempat, untuk
mengetahui kemampuan sigma tanah yang akan ditempati pondasi dan tower.
 Dengan mengetahui kemampuan sigma tanah (daya dukung tanah), baru bisa
ditentukan konstruksi pondasi yang akan dipasang.
 Dengan mempertimbangkan kondisi sigma tanah, beberapa jenis pondasi SUTT,
antara lain : Pondasi Normal (Normal Foundation), Bump Pile, Mikro Pile,
Staruss Pile, Injection Micro Pile, Cakar Ayam, Bor Pile.

 Untuk desain konstruksi pondasi jenis tertentu, terkadang PLN harus membayar
royalty fee kepada pemegang patent, yang nilainya berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak.

2.2. TEMBOK/ PASANGAN BETON/ PASANGAN BATU KALI PENAHAN TAPAK


TOWER

 Route SUTT yang jauh dan melihat kondisi geografis di Indonesia pada umumnya,
menjadikan pondasi dan letak tower berada pada kondisi tanah yang bermacam-
macam jenis.

 Untuk pondasi tower yang terletak (berada) pada pondasi dan kondisi tertentu, maka
harus dipasang p g (dibangun) tembok/ pasangan beton/ pasangan batu kali yang
berfungsi untuk menahan pondasi tower.

 Tembok/pasangan beton/ pasangan batu kali tersebut dipasang pada dan


bertujuanuntuk :
 Posisi dan kondisi pondasi yang terletak di tebing (posisi tanah miring), untuk
menghindari timbulnya tanah longsor.
 Posisi dan kondisi pondasi yang terletak di sawah, tambak, rawa-rawa dan
tempat berpasir, untuk menghindari terjadinya pengikisan tanah pada tapak
tower dan agar tanah tidak lembek, maka harus dipasang tembok keliling pada
batas tanah milik PLN.

2.3. PATOK TANDA BATAS TANAH


 Untuk memberikan tanda dan untuk menghindari terjadinya penyerobotan tanah
milik PLN, maka pada tiap lokasi tower PLN dipasang patok tanda batas tanah.

 Patok tanda batas tanah ini terbuat dari beton bertulang yang di atasnya ditulisi
“PLN” dan dipasang diempat sudut batas tanah.
 Patok tanda batas tanah ini dipasang pada tiang SUTT yang berbentuk tower,
sedangkan yang berbentuk Single Pole biasanya tidak dipasang patok tanda batas
tanah.

 Pemasangan patok tanda batas tanah mengikuti luas tanah PLN, biasanya ukuran 8
m x 8 m, 10 m x 10 m, 12 m x 12 m, 14 m x 14 m, dan seterusnya, mengikuti besar
kecilnya tower.

 Tanah yang berada pada patok tanda batas tanah diurug dan diratakan, pada
umumnya levelnya lebih tinggi dari tanah yang ada di sekitarnya.

2.4. TOWER (TIANG) DAN PERLENGKAPANNYA


 Berfungsi sebagai penyangga kawat (konduktor/ penghantar) yang direntangkan
antara tower-tower (tiang-tiang) pada jalur transmisi melalui isolator-isolator.
 Beberapa jenis tower dan fungsinya :
 Tower penyangga (Suspension Tower) berfungsi utnuk mendukung (
menyangga) penghantar y gg ) p g SUTT beserta Accesoriiesnya, sehingga
harus kuat menahan gaya berat dari peralatan listrik yang ada pada tower
tersebut.
 Tower ini berada pada posisi jalur lurus sampai dengan sudut 2 Derajat.
 Tower penegang atau peregang (Tension Tower), berfungsi untuk menahan
gaya berat dan tarik dari dua arah dari penghantar SUTT. Tower ini berada pada
posisi jalur lurus SUTT (di tengah atau diantara beberapa tower).
 Tower Sudut ( Angle Tower), disebut juga Tower Penegang, berfungsi menerima
gaya tarik akibat dari perubahan arah SUTT. Tower ini terletak pada belokan
route map jaringan transmisi SUTT.
 Tower Akhir (Dead and Tower), berfungsi sebagai penegang dan terletak pada
posisi paling akhir dari jaringan transmisi SUTT (terletak di dekat switch yard
Gardu Induk). Tower ini hanya menahan gaya tarik penghantar SUTT dari satu
arah saja

 Bagian-bagian Tower :
 Stub (Kerangka Tower), adalah kerangka utama tower, yang berfungsi untuk
menopang komponen listrik SUTT.
 Silang-silang, berfungsi sebagai penguat rangka tiang (diagonal tiang).
 Travers, berfungsi sebagai tempat dudukan isolator dan tempat pemasangan
kawat tanah (ground wire)
 Perlengkapan lain tower :
 Number Plate, adalah menunjukkan nomor tower dan urutan fasanya.
 Danger Plate atau plat tanda bahaya.
 Penghalang panjat.
 Step bolt.

 Bentuk dan Konstruksi Tiang SUTT :


 Konstruksi baja :
 Terbuat dari baja profil atau besi siku, disusun sedemikian rupa sehingga
membentuk suatu menara (tower), yang kekuatannya disesuaikan dengan
kebutuhan.
 Konstruksi jenis inilah yang banyak digunakan di Indonesia.

 Konstruksi Manesman:
 Terbuat dari pipa baja. Konstruksi jenis ini digunakan di Indonesia hanya di
daerah perkotaan yang tidak memungkinkan dipasang menara (tower).
 Jarak efektif antara tiang adalah 20 meter sampai dengan 40 meter.
 Jarak andongan terendah dengan tanah dan bangunan adalah ± 7 meter.
 Pada konstruksi jenis ini untuk posisi tiang tertentu (tiang penegang, tiang sudut,
tiang awal/akhir), dilengkapi Konstruksi baja tiang dengan Guy Wire yang
berbentuk tarik (Line Guy) atau tekan (Pole Brace).

 Konstruksi Kayu : :
 Terbuat dari kayu ulin dan kayu besi, yang mempunyai kekuatan dan umur yang
baik dan tidak perlu melalui proses pengawetan.
 Jenis ini jarang digunakan diIndonesia, apalagi saat ini untuk memperoleh kayu
sangat sulit dan bisabisa lebih mahal jika dibandingkan menggunakan konstruksi
jenis lainnya.
 Konstruksi Tiang Beton (Concrete Pole) :
 Terbuat dari beton bertulang yang berongga di dalamnya.
 Konstruksi jenis ini digunakan di kota-kota besar dikota Indonesia, karena tidak
memungkinkan dipasang tiang bentuk menara.

2.5. KOMPONEN SIPIL PADA SKTT

 Berbeda dengan komponen sipil pada SUTT, maka komponen sipil pada SKTT lebih
sederhana, karena tidak memerlukan pondasi.

 Beberapa komponen sipil pada SKTT, antara lain :


 Pasir urug.
 Lempengan beton pengaman.
 Patok tanda SKTT.
 Konstruksi jembatan kabel (apabila melewati sungai).

3.1. KONDUKTOR DAN PERLENGKAPANNYA


 Berfungsi untuk menyalurkan arus listrik dari satu tempat ke tempat lainnya.
 Jenis kawat yang digunakan :
 Kawat tembaga (Cu). Saat ini sudah jarang digunakan, karena harganya yang
mahal.
 Kawat ACSR (Alluminium Conductor Steel Reinforce) :
 Jenis inilah yang saat ini banyak diginakan di Indonesia.
 Saat ini dikembangkan penggunaan T-ACSR (Thermal-Alluminium Steel
Reinforce), yang memiliki kemampuan hantar arus (KHA) kurang lebih 1,7 kali
KHA ACSR.
 Pertimbangan lain penggunaan ACSR/T-ACSR, selain memenuhi ketentuan
standard teknik, juga memiliki kemampuan (kekuatan) mekanik yang lebih baik
jika dibanding konduktor lai, misal : AAC, AAAC.

 Hal-hal yang perlu diperhatikan :


 Jika arus listrik mengalir pada penghantar, maka akan menimbulkan panas pada
penghantar dan akan menyebabkan terjadinya pemuaian pada penghantar, yang
pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya penurunan andongan (lendutan).
 Konsdisi tersebut perlu adanya ketentuan standard suhu operasi maksimum
penghantar yang diijinkan.
 PLN menetapkan ketentuan suhu operasi maksimum penghantar SUTT sebesar
750° C

 Beberapa material yang termasuk lengkapan (Accessories) konduktor :


 Batang pelindung (Armor Rod), berfungsi untuk melindungi dan penguatan
konduktor dari kemungkinan timbulnya kerusakan akibat gesekan penjepit, yang
diakibatkan getaran karena angin.
 Peredam (Dumper) :
 Berfungsi untuk mengurangi getaran-getaran pada penghantar SUTT
maupun pada ground wire, karena angin dan lain-lain.
 Ditempatkan berdekatan dengan klem penjepit (Tension Clamp/ Suspension
Clamp).

 Penyambung penghantar (Joint Sleeve) :


 Berfungsi untuk menyambung penghantar.
 Joint sleeve harus mempunyai konduktifitas yang baik dan kekuatan mekanis
yang tinggi.
 Joint sleeve yang digunakan untuk menyambung konduktor ACSR, terdiri dari
dua bagian, yaitu : bagian dalam untuk sambungan steel dan bagian luar untuk
sambungan alluminium.
 Joint sleeve juga disebut Mid Span Joint, yang system penyambungannya
adalah sistem tekan (Compression Joint). Dengan sistem ini akan menghasilkan
batang pasip, sehingga secara mekanis maupun elektris memenuhi karakteristik
penghantar SUTT

 Repair Sleeve :
 Berfungsi sebagai pembungkus/ mereparasi/memperbaiki penghantar yang urat-
uratnya rusak (putus).
 Terdiri dari dua bagian, yang pertama sebagai penutup sebagian besar
konduktor dan bagian kedua penutup kecil, yang disambungkan ke bagian
pertama.
 Setelah terpasang , selanjutnya diproses, sehingga akan berbentuk segi enam
Repair Sleeve enam.
 Paralel Groove Clamp (PG Clamp) :
 Berfungsi untuk menghubungkan (penyambung) kawat penghantar pada posisi
tower tension.
 Kedua ujung kawat penghantar dari klem penegang yang lain, dihubungkan
melalui Jumper Support Insulator.

 Perentang (Spacer) :
 Berfungsi sebagai pengatur jarak (pemisah) dua atau lebih konduktor pada tiap-
tiap phasa SUTT.
 Tujuannya adalah untuk menjaga agar jarak antara konduktor dengan konduktor
dalam satu phasa tidak berubah dan tidak bertumbukan, karena adanya gaya
elektromekanik atau angin.

3.2. INSULATOR STRINGS & FITTING

 Yang dimaksud Insulator Strings dan Fitting, adalah rangkaian isolator dan
perlengkapannya, antara lain : Isolator, Tension Clamp, Suspension Clamp, U Blot,
Anchor Sackle, Horn Holder, Yoke, Ball Clevis, Arching Horn, Clevis Eye dan Socket
Clevis.

 Isoalator :
 Berfungsi sebagai isolasi antara konduktor dengan tiang (tower). Isolator Piring
(Isolator Gantung)
 Pada umumnya terbuat dari porselin atau kasa.
 Isolator yang digunakan pada SUTT :
 Isolator Gantung (lihat gambar 16).
 Isolator Tonggak Saluran (lihat gambar 17).
 Isolator Tonggak SaluranHorizontal (lihat gambar 18).

 Klem Penegang ( Tension Clamp) :


 Berfungsi untuk penjepit (pengikat) penghantar phasa pada tower tension (tower
penegang).
 Pada SUTT umumnya digunakan jenis klem penegang :
 Jenis mur baut atau bolt & nut (lihat gambar 19).
 Jenis press atau Compression Type (lihat gambar 20).

 Umumnya bahannya terbuat dari campuran alluminium atau tembaga, tergantung


dari jenis penghantar yang digunakan.

 Pada saat ini Klem Penegang yang terbuat dari campuran tembaga jarang
digunakan, karena penghantar tembaga tidak digunakan lagi pada SUTT.

 Klem penyangga (Suspension Clamp) :


 Berfungsi untuk penjepit (penegang) penghantar pada isolator gantung yang
terdapat pada tiang penyangga.
 Pada klem penyangga biasanya dilengkapi dengan batang pelindung (Armor
Wire), yang tujuannya adalah mencegah rusaknya (cacat) penghantar yang
diakibatkan tekanan klem dan getaran penghantar akibat angin.

 Klem Jembatan (Paralel Groove Clamp) :


 Berfungsi sebagai penghubung (penyambung/ penggandeng) kedua ujung
penghantar dari klem penegang satu dengan klem penegang.
 Dipasang pada tower penegang

 Accesories lain yang melengkapi isolator gantung, adalah :


 Tanduk busur (Arcing Horn), yang berfungsi untuk melindungi isolator dari
tegangan surja.
 Cincin Perisai (Grading Ring), berfungsi untuk meratakan (mendistribusikan)
medan listrik dan distribusi tegangan yang terjadi pada isolator.

 U Bolt : Berfungsi sebagai penghubung antara insulator strings dengan ujung travers
tower tempat insulator strings digantungkan (dicantolkan).

 Jumlah jenis dan type isolator tiap rangkaian, tergantung pada spesifikasi SUTT dan
juga kondisi jalur yang dilalui (route map) SUTT, misal : daerah yang kondisi
udaranya normal, daerah yang mengandung polusi kimia tinggi, daerah yang
udaranya mengandung garam (asin), dan lain-lain.

 Untuk daerah yang kondisi udaranya baik (tidak mengandung polusi kimia dan asin),
digunakan Isolator Type Normal. Sedangkan untuk daerah yang udaranya berpolusi
tinggi, digunakan Isolator Type Fog (Fog Type Insulator).

3.3. KOMPONEN PENGAMAN (PERLINDUNGAN)

 Komponen pengaman (perlindungan) pada transmisi tegangan tinggi (SUTT),


memiliki fungsi penting sebagai pengaman (perlindungan) SUTT secara
menyeluruh.

 Komponen pengaman (perlindungan) pada SUTT, antara lain :


 Kawat Tanah (Ground Wire) dan perlengkapannya.
 Pentanahan tiang.
 Jaringan pengaman (Safety Net).
 Bola pengaman (Balistor).

 Untuk kawat tanah (ground wire) dan pentanahan tiang, dipasang di sepanjang jalur
SUTT.

 Untuk jaringan pengaman ( Safety Net) dan bola pengaman dipasang pada
tempat-tempat tertentu jalur SUTT, sesuai kondisi dan kebutuhan setempat.
3.3.1. KAWAT TANAH (GROUND WIRE) DAN

 Adalah kawat pentanahan (grounding) yang berfungsi untuk mengetanahkan arus


listrik saat terjadinya gangguan (sambaran) petir secara langsung.
 Pada umumnya ground wire terbuat dari kawat baja (steel wire) dengan kekuatan St
35 atau St 50, tergantung dari spesifikasi yang ditentukan oleh PLN.

 Accesories Ground Wire : Joint Sleeve, Dumper, Jumper Clamp, Tension Clamp,
Suspension Clamp dan PG Clamp.

 Accesories ground wire yang memiliki nama/ jenis yang sama dengan accesories
penghantar, memiliki fungsi yang sama dengan accesories penghantar tersebut.

 Jumlah ground wire pada SUTT, ada yang satu atau dua, tergantung dari pucuk
tower.

3.3.2. PENTANAHAN TIANG

 Pentanahan tiang dipasang pada masing-masing tower di sepanjang jalur SUTT.

 Fungsi pentanahan tiang : Untuk menyalurkan arus listrik dari kawat tanah (ground
wire) akibat terjadinya sambaran petir.

 Pentanahan tiang terdiri dari kawat tembaga atau kawat baja yang di klem pada pipa
pentanahan dan ditanam di dekat pondasi tower (tiang) SUTT.

 Pemasangan pentanahan tiang dilakukan setelah pemasangan Stub Tower dan


sebelum pembesian/ pengecoran pondasi, karena pentanahan tiang ini ada dalam
pondasi.

3.3.3. JARING PENGAMAN (SAFETY NET)

 Berfungsi untuk pengaman SUTT dari gangguan yang dapat membahayakan SUTT
tersebut dari lalu lintas yang berada di bawah SUTT yang tingginya melebihi tinggi
yang diijinkan.

 Fungsi lainnya adalah untuk menjaga kemungkinan putusnya penghantar SUTT,


sehingga tidak membahayakan lalu lintas yang melewati persilangan dengan SUTT
tersebut.

 Pada umumnya jaring pengaman dipasang diperlintasan (persilangan) jalan umum


dengan jalur SUTT.
3.3.4. BOLA PENGAMAN (BALISTOR)

 Dipasang sebagai tanda pada SUTT, untuk pengaman lalu lintas udara.
 Pada umumnya dipasang pada kawat tanah (Ground Wire) didaerah yang banyak
dilewati lalu lintas udara atau di dekat Bandar udara (Bandara).

 Untuk pengaman pada malam hari, digunakan Balistor yang dipasang pada kawat
phasa dan bekerja atas dasar drop tegangan yang dapat menyalakan ion pendar
seperti lampu neon (lampu TL) dengan warna kuning.

4.1. KABEL TANAH

 Pada umumnya jenis kabel yang digunakan adalah Kabel Oil Impregnating Paper
Failed.

 Kabel ini adalah sejenis kabel minyak, yang isolasinya terdiri dari unsur minyak yang
mengimpregnating kertas isolasi untuk membungkus konduktor, sehingga mampu
mengisolasi terhadap tegangan kerja sistem.

 Penggunaan isolasi jenis ini karena dianggap relatip cukup baik, sebab isolasi cukup
tipis dan mempunyai kekuatan secara elektris dan mekanis yang cukup baik.

4.2. SAMBUNGAN (JOINTING)

 Sambungan Langsung :Konstruksi sambungan ini cukup sederhana, tidak


menggunakan teknologi tinggi (konvensional), tetapi mempunyai kekuatan dan
keandalan yang baik.

 Sambungan Terpisah (Stop Joint) :


 Konstruksi sambungan ini terbagi menjadi dua, yang masing-masing minyak sisi
sebelah kiri dan kanan tidak saling bertemu.
 Jika terjadi kebocoran minyak minyak, konstruksi jenis ini lebih mudah dalam
mencari letak kebocoran, terutama jika SKTT terbagi menjadi beberapa seksi
dari panjang kabel yang kurang lebih 300 meter.

4.3. PROSES PENGISIAN MINYAK


 Proses pengisian :
 Sepanjang seksi kabel harusterlebih dahulu di vacum.
 Treatment minyak kabel.
 Memasukkan minyak.

 Perbedaan level permukaan tanah akan menimbulkan perbedaan tekanan di salah


satu sisi kabel, dimana tekanan normal adalah 1,2 bar.
 Karena perbedaan level, maka pada bagian kabel yang rendah akan mempunyai
tekanan lebih tinggi, yang disebabkan unsur berat minyak tersebut.

5.1. PERSIAPAN PEKERJAAN


 Pengecekan terhadap semua route SUTT, terutama pada lokasi tanah yang akan
ditempati masing-masing pondasi tower.
Catatan : Bisa terjadi bahwa patok tanda tempat tapak tower dipindah oleh pihak
tertentu, sehingga dalam pelaksanaan pekerjaan timbul masalah, misalnya :
masalah ganti rugi dan masalah teknis.

 Inventarisasi pohon/ tanaman/ bangunan yang akan ditempati tapak tower, di


sekeliling tapak tower jalan masuk menuju tapak tower, karena :
 Untuk pelaksanaan pekerjaan pondasi dibutuhkan tempat yang lebih luas dari
tanah yang akan ditempati tapak tower. Jika pada tanah ini terdapat pohon/
tanaman/ bangunan, maka perlu dirundingkan masalah ganti ruginya.
 Jika diperlukan jalan masuk menuju tapak tower dan kemungkinan akan
merusak pohon/ tanaman/ bangunan, maka perlu dirundingkan masalah ganti
ruginya.
 Meskipun pada tanah tapak tower sudah dibeli oleh PLN, ada kemungkinan
pihak bekas pemilik tanah masih meminta ganti rugi pohon/ tanamn, sehingga
perlu dirundingkan penyelesaiannya, agar tidak timbul masalah pada saat
pelaksanaan pekerjaan.

 Persiapan administrasi (surat menyurat),administrasi keuangan dan administrasi


teknik :
 Surat menyurat y dan pengurusan ijin-ijin untuk keperluan koordinasi dengan
pihak-pihak terkait.
 Menyimpan petunjuk-petunjuk dan gambar-gambar pelaksanaan.
 Menyiapkan format-format dan buku-buku untuk laporan harian, laporan
mingguan, dan lain-lain.

 Pembayaran ganti rugi tanaman/ pohon/ bangunan yang terkena dampak


pemasangan pondasi tower.

 Pembuatan Direksi Keet dan gudang lapangan, mobilisasi peralatan kerja dan
mobilisasi material.

 Menyiapkan crew tenaga kerja :

 Di awal pekerjaan SUTT yang dibutuhkan adalah tenaga kerja ahli dan terampil
dibidang pekerjaan sipil (untuk pekerjaan pondasi) dan di bidang pekerjaan

 mekanikal (untuk pekerjaan Stub Setting dan Erection Tower)


5.2. UITZET/ PEMATOKAN

 Uitzet/ pematokan sangat menentukan untuk melaksanakan pekerjaan selanjutnya.


 Uitzet/ pematokan adalah menentukan letak pondasi pada masing-masing kaki
pondasi.

 Harus diyakini bahwa posisi patok yang menandai tempat tower tidak bergeser
(tidak digeser) dari tempat yang telah ditentukan.

 Jika patok tanda letak tower bergeser, secara teknis akan timbul masalah, misalnya
: seharusnya tower suspension yang berubah menjadi tension.

5.3. PEMASANGAN BOUWPLANK

 Pemasangan bouwplank adalah untuk menentukan letak (posisi) masingmasing kaki


tower.

 Pemasangan bouwplank menggunakan kayu papan yang mengelilingi letak pondasi


tower dan berbentuk bujur sangkar.

 Dari empat sisi pada titik tertentu ditarik benang, sehingga pada titik pertemuan
tarikan benang tersebut diketahui sebagai letak titik tengah (As) masing-masing kaki
tower.

 Berdasarkan pengalaman di lapangan dan kebiasaan para pekerajaan lapangan,


pada umumnya papan-papan untuk bouwplank tidak dipasang, karena bouwplank
justru akan bergeser jika terkena tanah galian.

 Titik As kaki tower diukur dan ditentukan setelah pekerjaan galian tanah selesai.

5.4. GALIAN TANAH

 Galian tanah dilakukan setelah bouwplank terpasang, sehingga posisi tanah yang
akan digali jelas dan tidak terjadi kesalahan galian tanah.

 Pekerjaan galian tanah diperuntukkan pada jenis pondasi cakar ayam dan pondasi
normal.

 Untuk pondasi jenis Bump Pile, Bor Pile, Strauss Pile, Mikro Pile, Injection Mikro
Pile, tidak ada Gambar 31 : pekerjaan galian tanah. Galian Tanah pada Pondasi
Type Normal.
 Pada saat melaksanakan pekerjaan galian tanah, harus dilakukan hatihati jangan
sampai benang untuk menentukan poros ( As) kaki tower bergeser.

5.4. URUG PASIR DAN LANTAI KERJA


 Bertujuan untuk memperbaiki kondisi tanah, apalagi jika tanahnya lembek dan
berlumpur, sehingga pada saat pengecoran pondasi, dasar (landasan) tempat
pondasi di cor dalam keadaan keras.

 Pada umumnya lantai kerja ini tidak perlu ada pembesian. Jadi spesi betonnya
hanya berupa campuran pasir dan semen atau pasangan batu kali.

 Sebaiknya disiapkan lubang yang akan digunakan untuk memasukkan pentanahan


tiang (tower) dan akan dihubungkan ke kaki tower (stub tower).

5.6. STUB SETTING DAN PEMASANGAN PENTANAHAN TIANG

 Adalah pekerjaan penyetelan/ pemasangan bodi utama tower (kaki-kaki tower).

 Pada bagian bawah masing-masing kaki tower, dipasang sepatu stub berupa besi
siku yang disilangkan, sehingga stub tower tidak menancap (ambles) tanah.

 Penyetelan kaki tower akan sangat menentukan kelancaran erection tower


selanjutnya.

 Setelah stub (kaki) tower dipasang dengan baik dan sebelum pekerjaan
pembesian dipasang pentanahan Setting dan Pemasangan Pentanahan Tiang 50
pembesian, tiang (penjelasan dan gambar lihat bagian 3.3.2. gambar 23)

5.7. PEMBESIAN DAN PEMASANGAN BEKESTING

 Pembesian merupakan bagian dari cor pondasi.

 Besar kecilnya penampang besi dan pembesian secara keseluruhan, tergantung


dari besar kecilnya pondasi dan tower.

 Pada saat melakukan pembesian harus dilaksanakan dengan hatihati, jangan


sampai merubah setting stub (pengesetan kaki tower).

 Setelah pembesian selesai, dilanjutkan pemasangan bekesting (cetakan beton).


Pemasangan bekesting termasuk sampai dengan kaki tower yang menyembul di
atas tanah.

5.8. PERSIAPAN COR PONDASI


 Dalam melakukan pengecoran masing-masing kaki-kaki pondasi tower, harus
diselesaikan tuntas (tidak boleh terpotong).
 Oleh karenanya hal penting yang harus diperhatikan dan dipenuhi sebelum cor
pondasi adalah :
 Jika kondisi galian tanah rentan longsor, harus dipasang turap dengan kuat dan
baik.
 Bekesting harus telah terpasang dengan baik dan kuat.
 Palungan (tempat memasukkan campuran semen ke dalam bekesting) harus
disiapkan dengan baik.

 Material (semen, pasir, air, koral, dan lain-lain) harus telah disiapkan cukup.

 Perlengkapan kerja (beton molen pompa air vibrator sekop dan lain lain) beton,
molen, air, vibrator, sekop, lain-harus disiapkan lengkap dan memadai.

 Kesiapan tenaga kerja dan supervisor (pengawas).

5.9. PELAKSANAAN COR PONDASI

 Pengecoran pada masing-masing kaki tower dilakukan secara terus menerus dan
tuntas, tidak boleh ada tenggang waktu yang terlalu lama.

 Jika dalam satu kaki tower di cor beberapa kali dalam beberapa hari, dikhawatirkan
senyawa pada sambungan cor menjadi kurang baik.

 Kekuatan beton ditentukan dalam notasi K, misal : K-175, K-225, K- 350 dan
seterusnya, tergantung dari spesifikasi yang telah ditentukan dalam kontrak.

 Pada saat cor dibuat “kubus beton”, untuk dilakukan uji kekuatan beton, sebagai
bukti bahwa pondasi telah memenuhi syarat kekuatan betonnya. Pengujian (test)
tekan hancur beton dilakukan di laboratorium konstruksi (biasanya di Fakultas
Teknik Sipil & Perencanaan di Perguruan Tinggi setempat,atau di tempat lain yang
direkomendasikan). Agar campuran beton merata, padat dan tidak berongga,
setelah campuran beton dituangkan harus diaduk dengan mesin penggetar
(vibrator).

 Jika pekerjaan dalam keadaan emergency dan membutuhkan penyesalan cepat,


dimana pengerasan beton juga harus dipercepat, maka beton diberi campuran
Adittive.

 Jenis dan volume adittive yang dicampurkan bermacam-macam, tergantung


sampai seberapa cepat waktu yang dibutuhkan untuk pengerasan beton.
 Dengan campuran Adittive ini, yang seharusnya baru boleh di-erection di towernya
pada umur beton 28 hari, bisa dipersingkat menjadi 3, 4, 5 hari dan seterusnya.

 Pada kondisi tanah tertentu (misal : berlumpur, berpasir, dan lain-lain) yang mudah
ambrol dan meluber, disekeliling galian harus dipasang turap yang kuat, sehingga
pada saat pengecoran tidak ambrol.

 Jenis pondasi tergantung jenis dan kondisi tanah setempat. Gambar 38


menunjukkan gambar pondasi tower jenis cakar ayam.

5.10. PEMBONGKARAN BEKESTING URUGAN BALIK

 Pembongkaran bekesting dilakukan apabila umur beton telah mencukupi


(beberapa hari setelah pelaksanaan cor pondasi).

 Setelah bekesting dibongkar, dilanjutkan dengan melakukan pengurugan kembali


(urug balik) tanah.

 Pada saat melakukan urug balik, tidak boleh sekaligus selesai. Tetapi harus
dilakukan secara bertahap/ berlapis, kemudian dipadatkan dengan menggunakan
alat pemadat tanah (Stamper), dilanjutkan untuk lapisan urugan selanjutnya, sampai
dengan selesai.

5.11. ERECTION TOWER

 Ereetion Tower dilaksanakan setelah pondasi tower dinyatakan benar-benar


mengeras.

 Biasanya jika pengecoran dalam keadaan normal (tidak menggunakan campuran


Adittive/ untuk mempercepat pengerasan beton), pekerjaan erection baru
dilaksanakan setelah umur pondasi mencapai 28 (dua puluh delapan) hari sejak
pengecoran selesai.

 Urutan pelaksanaan erection tower :


 Pemasangan stub (kaki tower) secara bertahap seksi demi seksi.
 Pemasangan silang-silang (diagonal) tower.
 Pemasangan travers dan pucuk tower.

5.12. FINISHING DAN PEKERJAAN LAINYA

 Yang termasuk finishing, meliputi pekerjaan :


 Perataan tanah sesuai dengan luas tanah yang dimiliki PLN pada tapak tower.
 Pengerasan bolt & nut tower. Bila perlu sampai satu atau dua tingkat (seksi
stub), bolt & nut dimatikan (di las), terutama didaerah yang rawan pencurian.
 Pemasangan Danger Plate dan Number Plate.
 Pemasangan Penghalang Panjat Tower.
 Pemasangan patok batas tanah milik PLN.
 Penyempurnaan mata intan (plesteran kaki tower).

 Pekerjaan finishing tersebut biasanya dilaksanakan setelah pekerjaan penarikan


konduktor (stringing) diselesaikan, dengan maksud agar tidak terjadi kerusakan
ketika dilaksanakan pekerjaan stringing.

 Pekerjaan lain-lain :
 Pemasangan Vang Net (kalau kebetulan 1 paket dengan pekerjaan SUTT).
 Pemasangan bola pengaman/ Balistor (kalau ada).
 Pemasangan tembok penahan pondasi (kalau ada).

6.1. PERSIAPAN PEKERJAAN

 Identifikasi permasalahan, dengan pertimbangan :


 Volume pekerjaan stringing SUTT harus melalui jalur yang panjang (jauh).
 Melewati berbagai macam area (rumah/ bangunan, perkebunan, persawahan,
hutan tanaman pangan, hutan jati, jaringan listrik dan telepon, dan lain-lain).
 Pada saat pelaksanaan pekerjaan dan untuk keperluan ruang bebas/ jarak
aman, beberapa hal yang harus diperhatikan :
 Pekerjaan harus berjalan kontinyu dan tidak boleh terhenti (berhenti) karena
timbulnya masalah di lapangan.
 Timbulnya kerusakan dan pembongkaran untuk keperluan ROW dan saat
pelaksanaan pekerjaan harus diselesaikan diantisipasi pada saat persiapan
pekerjaan.
 Adanya protes dari masyarakat yang tidak menyetujui pembangunan SUTT.
 Permintaan ganti rugi kerusakan tanaman/ bangunan yang terlalu tinggi (tidak
wajar).
 Dan berbagai permasalahan lainnya, yang terkadang tidak diprediksi dan tidak
diperhitungkan sebelumnya.

 Antisipasi yang harus dilakukan :


 Agar dalam pelaksanaan pekerjaan berjalan lancar, tidak tersendat dan terhenti
serta agar tidak timbul permasalahan, maka perlu antisipasi sejak awal.
 Bentuk antisipasi ini adalah melakukan persiapan dengan sebaik-baiknya.

 Dampak jika antisipasi kurang matang :


 Ada kemungkinan pada saat pelaksanaan pekerjaan berlangsung, harus terhenti
(dihentikan), misalnya : karena ganti rugi yang belum beres, adanya protes dari
masyarakat, dan lain-lain.
 Akan muncul biaya tak terduga untuk pengamanan peralatan kerja dan material
yang ada di lapangan. Jika terhentinya pekerjaan berlangsung lama, maka
pembengkaan biaya menjadi sangat besar.
 Timbulnya kerawanan keamanan dan dampak sosial.
 Pengaruh terhadap sistem ketenagalistrikan secara lebih luas, karena akan
berdampak pada sistem yang lain.
 Kerugian di sisi PLN karena penyerapan anggaran yang tertunda dan penjualan
energi listrik yang tertunda.
 Kerugian masyarakat karena tertundanya dalam memanfaatkan listrik.

 Antisipasi dan persiapan pekerjaan :


 Identifikasi dan inventarisasi terhadap kemungkinan timbulnya kerusakan
tanaman, bangunan dan lain-lain, akibat pelaksanaan pekerjaan. Hal ini
menyangkut penyelesaian ganti rugi.
 Mengurus dan mengkoordinasikan berbagai permasalahan dan perijinan/
pemberitahuan yang p y g terkait dengan berbagai pihak, misalnya : PLN
setempat, Pemkab/ Pemkot beserta jajarannya, PT. Telkom, Perumka,
Perhutani, dan lain-lain.
 Menyiapkan informasi yang menyangkut petunjuk pelaksanaan kerja, gambar-
gambar pelaksanaan, dan lain-lain.
 Menyiapkan buku-buku dan format-format laporan, yang diperlukan untuk
mencatat berbagai kejadian dalam pelaksanaan pekerjaan, laporan harian,
laporan mingguan, dan lain-lain.
 Menyiapkan Direksi Keet dan gudang di lapangan. Karena pekerjaan SUTT
 bersifat mobile dan routenya panjang, biasanya Direksi Keet dan Gudang,
menyewa dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya.
 Pemasangan stegger (scaffolding) pada lintasan SUTT yang bersilangan
(crossing) dengan jalan, kabel telepon, rel KA, bangunan, dan lain-lain.
 Penyelesaian pembayaran ganti rugi tanaman, banguan, pohon.

6.2. PEMASANGAN INSULATOR STRING

 Menyiapkan isolator sesuai volume kebutuhan di masing-masing area.

 Membersihkan isolator dari kotorankotoran yang menempel, misalnya : debu, oli,


minyak, cat dan kotorankotoran lainnya.

 Menginventarisasi kebutuhan isolator dan rangkaiannya pada masing- masing


tower dari seluruh tower yang ada.

 Melaksanakan pengesetan isolator dan rangkaiannya sesuai data masing-masing


tower dari seluruh tower yang ada.

 Jenis Insulator Strings berdasarkan jenis tower :


 Suspension Insulator Strings.
 Tension Insulator Strings.
 Dead End Insulator Strings.
 Jumper Support Insulator.
 Pemasangan Insulator Strings :
 Suspension Insulator Strings, dipasang pada tower penyangga (suspension).
Adalah tower yang terletak pada posisi SUTT lurus, tetapi bukan tower
penegang.
 Tension Insulator Strings, dipasang pada tower belokan dan tower penegang
(tension).
 Dead End Insulator Strings, dipasang pada tower awal/akhir SUTT.
 Jumper Support Insulator,dipasang pada tower tension dan tower awal/ akhir
Gambar 46 : Insulator Strings Set akhir.

 Pada cross arm paling atas dari masing-masing tower dipasang Snatch Block,
yang berfungsi untuk alat menaikkan (kerekan) insulator strings.

 Selanjutnya menaikkan Insulator Strings ke cross arm dan mengaitkannya


(memasang) pada cross arm.

 Gambar 47 sampai dengan gambar 53 menunjukkan proses pemasangan


Insulator Strings, bagian-bagian Insulator Strings dan Insulator Strings dalam
keadaan telah terpasang pada travers.

 Jumlah Isolator Standar (10"x 5¾")

115 138 150- 230 345 500


Teg.nom. 69 kV kV kV 161kV kV kV kV
Jumlah 4 6 8 9 14 122 V28
Isolator / 6 8 10 11 16 125 V34
untai 8 10 12 14 20 V30 V42

 Catatan : * = tipe khusus.


Sumber : T & D Westinghous.

 Keterangan : isolator kondisi ringan, sedang, berat (baris atas-bawah), tergantung


pada : intensitas petir, tahanan kaki tiang dan polusi

6.3. PENARIKAN KONDUKTOR & GROUND WIRE

 Dalam pelaksanaan pekerjaan stringing SUTT, salah satu pekerjaan pokok adalah
penarikan konduktor dan ground wire.

 Sebelum proses penarikan konduktor dan ground wire dilaksanakan, harus di cek
terlebih dahulu seluruh jalur yang akan dilalui pekerjaan stringing apakah telah
aman, terutama pada jalur persilangan (crossing) dengan jalan, dan lain sebagainya
harus sudah terpasang stegger/ scaffolding dengan baik.

 Mengingat pada proses stringing merupakan pekerjaan yang sering menimbulkan


masalah, maka perlu antisipasi dan persiapan secara khusus dan matang.

 Secara umum ada tiga bagian utama dalam pelaksanaan pekerjaan penarikan
konduktor dan ground wire yang harus dilakukan, yaitu :
 Persiapan umum.
 Persiapan penarikan (pemasangan pilot wire).
 Proses dan pelaksanaan penarikan konduktor dan ground wire.

6.3.1. PERSIAPAN UMUM

 Meletakkan (menempatkan) mesin-mesin penarik (Engine Winch dan Real Winder)


pada jalur-jalur penarikan Tensioner Engine atau Break pada Drum Area, dimana
pada tempat tersebut juga diletakkan Haspel-Haspel Konduktor dan Ground Wire.
 Pada masing-masing tower yang berada di depan mesin penarik dan dan mesin
penegang (Tensioner), semua cross arm-nya dipasang achoer ke body tower.
Tujuannya adalah untuk menahan Cross Arm dari kemungkinan timbulnya
pembengkokan pada saat dilaksanakan penarikan konduktor dan ground wire.

 Pada suspension insulator yang telah terpasang pada jalur penarikan, dipasang
Montage Roll yang berfungsi untuk lewatnya Pilot Wire dan konduktor serta ground
wire. Sedangkan pada tower tension, Montage Roll langsung dipasang pada cross
arm, dengan dibantu Wire Rope yang telah dipotong dan disesuaikan kebutuhan.

 Setelah persiapan umum kita lakukan dengan baik, dilanjutkan dengan persiapam
penarikan (pemasangan Pilot Wire).

6.3.2. PERSIAPAN PENARIKAN (PEMASANGAN PILOT WIRE)

 Pemasangan Small Pilot Wire :


 Melaksanakan penggelaran Small Pilot Wire dari arah Drum Area ke arah Engine
Winch Puller Engine.
 Penggelaran sekaligus dilaksanakan pada Montage Roll yang telah terpasang.
 Setiap gulungan Small Pilot Wire, panjangnya lebih kurang 200 meter.
 Setiap Winch dan Tensioner diperlukan beberapa gulung Small Pilot Wire.
 Antara gulungan yang satu dengan gulungan lainnya disambung dengan Wire
Clips.

 Pemasangan Big Pilot Wire :


 Setelah Big Pilot Wire sampai pada Engine Winch, maka Big Pilot Wire dari
Break Machine (Tensioner) disambung dan ditarik ke arah Engine Winch, sesuai
dengan panjang Small Pilot Wire.
 Selanjutnya Small Pilot Wire digulung dengan Reel Winder yang diletakkan dekat
dekat Engine Winch.
 Panjang Big Pilot Wire bisa mencapai 10.000 meter.

 Persiapan penarikan konduktor dan ground wire :


 Konduktor dan ground wire ditarik dengan menggunakan Big Pilot Wire dari
Drum Site ke arah Engine Winch.
 Penarikan konduktor dilakukan sekaligus, sehingga diperlukan material
(perlengkapan) bantu yang berupa Yoke yang dilengkapi dengan Counter
Weight.
 Pada saat Big Pilot Wire sudah sampai di tempat Engine Winch, maka Drum
(Haspel) konduktor dan ground wire dilewatkan pada Tensioner serta dililitkan
sesuai reelnya (alur) dari Tensioner.
 Fungsi Tensioner adalah untuk mengatur ketinggian konduktor dan ground wire
dari tanah, pada saat berlangsungnya proses penarikan.

6.3.3. PROSES DAN PELAKSANAAN PENARIKAN KONDUKTOR & GROUND WIRE


 Ujung konduktor dan ground wire dihubungkan dengan Yoke yang telah dilengkapi
Counter Weight, dengan menggunakan Pulling Grip dan Beugel,sedangkan ujung
Big Pilot Wire dihubungkan dengan Yoke menggunakan Beugel.

 Proses penarikan :
 Penarikan konduktor dan ground wire mengikuti jalur Pilot Wire.
 Setelah Yoke sampai pada Rol-Rol yang terpasang pada tower, dilakukan
penyetopan Engine dan Tensioner.
 Penyetopan dilakukan oleh pekerja pengawal Counter Weight dengan
menggunakan sarana komunikasi Handy Talky.
 Memindahkan Yoke dari Rol sisi Drum Site dan Rol sisi Engine Site,dilaksanakan
oleh pekerja yang telah siap pada tower jalur Pilot Wire.

 Penyambungan konduktor dan ground wire :


 Apabila konduktor dan ground wire dalam satu gulungan ( haspel) telah habis
ditarik, maka dilakukan penyambungan dengan gulungan (haspel) lainnya.
 Penyambungan dengan menggunakan Joint Sleeve type Compression.
 Untuk sambungan konduktor (konduktor line/ phasa) yang pada umumnya
menggunakan kawat ACSR, proses penyambungannya dua kali, yaitu
penyambungan (joint sleeve) steel dan penyambungan (joint sleeve) alluminium.
 Untuk sambungan ground wire yang pada umumnya menggunakan kawat GSW,
penyambungan dilakukan satu kali, karena semua urat kawatnya sama, terbuat
dari steel.
 Agar pada saat melalui rol-rol kabel sambungan tidak mengalami kerusakan,
maka diberi pengaman yang berupa Joint Protector.
 Begitulah seterusnya proses penarikan dilakukan, hingga ujung konduktor dan
ground wire sampai pada Engine Wich (Dead End Tower).

 Pemasangan Tension Clamp dan Persiapan Sagging :


 Setelah Counter Weight sampai pada Engine Winch, ujung-ujung konduktor dan
ground wire dilepas dari Yoke.
 Selanjutnya salah atu ujung konduktor dan ground wire dipasang Tension Clamp
dan dikaitkan (dipasang) pada Tension Insulator Strings.
 Pada sisi ujung yang satunya belum dipasang Tension Clamp, karena andongan
(sagging) dari konduktor dan ground wire tersebut masih belum sempurna.
 Salah satu ujung konduktorn dan ground wire di klem dengan mempergunakan
Come Along pada tower yang lain, dengan terlebih dahulu diatur andongannya
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan PLN.

 Demikianlah proses dan pelaksanaan penarikan konduktor dan ground wire pada
masing-masing phasa/ line dilaksanakan. Untuk penarikan konduktor dan ground
wire pada phasa/ line yang lain, mengikuti ketentuan dan tatacara seperti yang
diuraikan di atas.

6.4. PENGATURAN ANDONGAN (SAGGING)


 Setelah penarikan konduktor dan ground wire antar Section Drum Site dan Engine
Site selesai dilaksanakan seluruhnya, selanjutnya dilaksanakan pekerjaan
pengaturan andongan (sagging).
 Untuk mengatur clearance andongan (sagging) dipergunakan alat penarik yang
berupa Small Engine, pada tower tension yang ujung konduktornya belum diklem.
 Pada tower-tower kontrol yang ditentukan antara tower tension dipasang pesawat
Theodolit untuk mengukur dan mengetahui clearance andongan (sagging) konduktor
dan ground wire.
 Ketentuan besar kecilnya tarikan dan tinggi rendahnya andongan konduktor dan
ground wire, disesuaikan dengan spesifikasi SUTT.
 Selanjutnya dilakukan pemasangan Tension Clamp pada ujung konduktor dan
ground wire, Dengan demikian pekerjaan sagging telah selesai.

6.5. CLAMPING DAN PEMASANGAN ACCESSORIES

 Dengan selesainya pekerjaan sagging dan dead & clamp kedua ujung konduktor
dan ground wire dipasang pada masing-masing tower tension, selanjutnya dilakukan
pemasangan Klem (Clamping) pada tower-tower penyangga (Suspension Tower).

 Proses dan pelaksnaan clamping :


 Memindahkan konduktor dan ground wire dari Montage Roll ke posisinya
masing-masing, yaitu : untuk konduktor ke Suspension Insulator Strings dan
untuk ground wire dipasang (dikaitkan) pada Cross Arm paling atas (untuk
double ground wire) atau pada pucuk tower (untuk single ground wire).
 Selanjutnya diteruskan dengan pengerasan klem-klem.
 Pekerjaan lainnya :
 Pemasangan Jumper Support Insulator pada tower tension lengkap dengan
pemasangan Jumper Conductor dan Paralel Groove Clamp.

 Pemasangan Stock Bridge Dumper untuk masing-masing konduktor dan ground


wire.
Catatan : Jarak dari klem pada Insulator String ke Stock Bridge Dumper,
disesuaikan dengan ketentuan yang diberikan PLN.

 Apabila jumlah konduktor pada masing-masing line (phasa) lebih dari satu, misalnya
: dua atau empat, maka harus dipasang pemisah atau perentang (Spacer).

 Tujuan pemasangan Spacer adalah untuk menjaga jarak antara konduktor yang
satu dengan konduktor lainnya dalam satu phasa, agar tidak berubah dan tidak
bertumbukan satu dengan lainnya, karena adanya gaya elektromagnetik atau angin.

6.7. PEKERJAAN FINISHING

 Secara umum pekerjaan finishing adalah melakukan pengecekan terhadap semua


scope pekerjaan yang telah dikerjakan, dengan maksud :
 Untuk mengetahui apakah pekerjaan telah dilaksanakan secara baik dan benar.
 Dengan pengecekan akan diketahui apabila terjadi kekurangan pekerjaan,
sehingga langsung dilakukan langkah-langkah perbaikan.

 Melaksanakan pembongkaran stegger (scaffolding) dan membersihkan lokasi


pekerjaan sepanjang jalur SUTT, dari sisa-sisa (limbah) pekerjaan.

 Menyelesaikan pembayaran ganti rugi kerusakan tanaman, bangunan, pohonpohon,


dan lain-lain yang mengalami kerusakan atau karena ditebang, yang diakibatkan
oleh pelaksanaan pekerjaan.

 Memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak (kalau ada), yang diakibatkan oleh
proses pengangkutan peralatan dan material kerja pada saat pelaksanaanstringing.

 Memperbaiki bangunan yang rusak (kalau ada), yang diakibatkan pada saat
pelaksanaan pekerjaan stringing.

 Memperbaiki tanah yang rusak, yang digunakan sebagai landasan (tempat)


peralatan kerja stringing.

 Melaksanakan pengecekan sepanjang jalur SUTT, untuk mengetahui keadaan


SUTT apakah benar-benar sudah aman dari gangguan pohon-pohon /bangunan
atau kemungkinan masih terdapat sisa-sisa material yang menempel pada
konduktor atau di atas tower.
 Melaksanakan Commissioning Test atau pemeriksaan dan pengujian seluruh route
SUTT.

 Menyelesaikan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi teknik, laporanlaporan


pekerjaan, pembuatan asbuilt drawing, laporan progress phisik, dan lain
sebagainya.

 Mengembalikan (retour) material sisa pekerjaan ke gudang PLN.

7.1. PENGERTIAN COMMISSIONING TEST

 Pekerjaan instalasi listrik yang telah selesai dikerjakan dan akan dioperasikan, tidak
serta merta langsung boleh dioperasikan. Sebelum dan pada saat akan
dioperasikan harus diyakini terlebih dahulu bahwa instalasi listrik tersebut
benarbenar aman untuk dioperasikan.
 Untuk meyakini bahwa instalasi listrik telah benar-benar aman
dioperasikan,keberadaannya harus telah memenuhi persyaratan dan ketentuan
teknis yang berlaku.

 Apakah instalasi listrik telah memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku,
harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian atau commisoning test.

 Secara umum pengertian Commisioning Test adalah :


 Serangkaian kegiatan pemeriksaan dan pengujian instalasi tenaga listrik yang
telah selesai dikerjakan dan akan diopersikan.
 Tujuannya adalah untuk meyakinkan bahwa instalasi yang diperiksa dan diuji,
baik alat demi alat maupun sebagai sub sistem dan sistem, telah berfungsi
semestinya dan memnuhi persyaratan kontrak, sehingga dinyatakan siap untuk
diopersikan dan secara resmi dapat diserahterimakan kepada Pemberi Kerja.

7.2. RUANG LINGKUP COMMISSIONING TEST


 Pemeriksaan :
Merupakan bagian dari Commisioning Test, dengan cara melihat langsung terhadap
peralatan/ material maupun konstruksi instalasi listrik yang telah terpasang secara
kasat mata dan atau melalui bantuan alat tertentu, misal : teropong, tetapi tidak
menggunakan bantuan alat uji/alat ukur.

 Ada 2 (dua) jenis pemeriksaan, yaitu :


 Pemeriksaan sifat tampak (visual check).
 Pemeriksaan pemasangan atau rangkaian konstruksi.

 Pemeriksaan sifat tampak (visual check), yang meliputi :


 Pemeriksaan item per item alat/ barang/material yang telah terpasang.
 Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah alat/barang/material yang dipasang
telah sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak.
 Melihat apakah perlengkapan yang dipasang dalam kondisi baik, secara phisik
tidak ada kelainan, tidak cacat phisik, tidak rusak, dan lain-lain.

 Pemeriksaan pemasangan (konstruksi) yang meliputi :


 Pemeriksaan rangkaian alat/barang/material yang telah terpasang.
 Tujuannya adalah mengetahui alat/ barang/material yang dipasang, apakah telah
sesuai dengan gambar rencana maupun peraturan yang berlaku (SNI, LMK,
PUIL, SPLN, dan lain sebagainya).

7.3. COMMISSIONING TEST PADA TRANSMISI

 Pemeriksaan sifat tampak (Visual Check) :


 Memeriksa kondisi tower, apakah semuanya dalam keadaan baik dan tidak ada
bagian yang berkarat, termasuk bolt & nut-nya.
 Memeriksa kondisi isolator, apakah semuanya dalam keadaan baik dan bersih,
tidak ada yang pecah atau retak dan tidak ada kotoran yang menempel.
 Memeriksa kelengkapan isolator, apakah dalam keadaan baik dan tidak cacat.
 Memeriksa kondisi konduktor, ground wire dan joint sleeve, tidak boleh ada yang
cacat (rantas) dan pengepresan harus baik (tidak longgar dan tidak terlalu kuat).
 Memeriksa semua perlengkapan/material.barang lainnya yang terpasang pada
SUTT, yang pada prinsipnya semua dalam kondisi baik, secara phisik tidak ada
kelainan, tidak cacat phisik, tidak rusak dan tidak kotor.

 Pemeriksaan pemasangan (konstruksi) :


 Memeriksa semua komponen SUTT sebagaimana disebutkan di atas, harus
 benar-benar telah terpasang dengan baik, sesuai dengan spesifikasi dan
ketentuan yang berlaku.
 Jadi pada pemeriksaan konstruksi ini, yang diperiksa adalah rangkaiannya, yaitu
rangkaian semua komponen dalam satu kesatuan (sistem) SUTT.
 Untuk item pekerjaan tertentu yang tidak bisa dilihat secara kasat mata (tidak bisa
dilihat secara kasat mata), maka dilakukan pengujian dengan menggunakan alat uji/
alat ukur.

 Pengujian transmisi relatif lebih sederhana dan tidak serumit pengujian instalasi
pembangkit tenaga listrik maupun gardu induk.
 Pada transmisi yang diuji antara lain :
 Tahanan isolasi isolator, tahanan isolasi antara phasa dengan phasa dan
tahanan isolasi antara phasa dengan kawat netral. Alat uji/ alat ukur yang
digunakan adalah Mega Ohm Meter/ Megger/ Insulation Resistance Tester.
 Tahanan pembumian, dengan menggunakan alat uji/ alat ukur Earth Resistance
Tester.
Catatan : Dalam melakukan pengujian agar hati-hati dan menggunakan alat ukur
yang benar-benar presisi dan tidak rusak.
7.4. PENGOPRASIAN TRANSMISI

 Apabila tahap Commissioning Test telah dilaksanakan dan diselesaikan dengan


sesuai ketentuan yang berlaku, maka Transmisi telah siap untuk dioperasikan.
 Agak berbeda dengan pengoperasian Gardu Induk yang hanya di satu tempat,
pengoperasian Transmisi harus dilaksanakan secara lebih hati-hati, karena berada
pada area dan route yang panjang. Oleh karenanya sebelum dioperasikan/ dimasuki
tegangan (Energizing), harus diyakini bahwa seluruh route jaringan benar-benar
aman.

 Dalam pengoperasian transmisi melibatkan pihak-pihak :


 Pihak Pemberi Kerja (Pengguna Jasa).
 PT. PLN (Persero) Jasa Sertifikasi, selaku pihak yang memberikan Sertifikat Laik
Operasi (SLO).
 Pihak Kontraktor Listrik yang mengerjakan Transmisi.
 PT. PLN (Persero) terkait.
 Pemerintah Kabupaten/ Kota setempat, beserta jajarannya.
 Dengan telah dioperasikannya transmisi dilanjutkan dengan penyerahan transmisi,
pekerjaan oleh Kontraktor kepada Pemberi Kerja.

8.1. SERAH TERIMA PERTAMA

 Setelah Transmisi beroperasi dengan baik, maka pekerjaan tersebut dapat


dinyatakan selesai, sehingga dapat dilaksanakan serah terima pekerjaan (serah
terima pertama).

 Dengan dilaksanakannya serah terima pertama ini, berarti phisik pekerjaan telah
mencapai 100 % (seratus persen). Tetapi pada umumnya pembayaran termijn
hanya diberikan 95% dari total nilai kontrak.

 Pada saat serah terima pertama ini, pelaksana pekerjaan (Kontraktor) masih
mempunyai tanggungan pekerjaan yang akan dilaksanakan (jika terdapat
kekurangan yang tidak signifikan) selama masa pemeliharaan.

 Selanjutnya Kontraktor berkewajiban memberikan Jaminan Pemeliharaan yang


berupa Bank Garansi (Garansi Bank).

 Kekurangan sisa) pekerjaan dibuatkan Berita Acara dalam bentuk Pending Item”
pekerjaan.

8.2. MASA PEMELIHARAAN


 Yang dimaksud masa pemeliharaan adalah masa atau periode waktu tertent dimana
Kontraktor harus melakukan pemeliharaan terhadap pekerjaan yang telah
dikerjakan.

 Jadi jika selama masa waktu pemeliharaan terdapat kekurangan pekerjaan


menyebabkan tidak sesuai dengan kontrak, kewajiban Kontraktor untuk
menyelesaikan/ memperbaiki/ menyempurnakan hingga sesuai dengan kontrak.

 Untuk pekerjaan Transmisi, sisa pekerjaan yang ditoleransi dikerjakan pada masa
pemeliharaan (karena belum diselesaikan pada saat sebelum Serah Terima
Pertama), antara lain :
 Penyelesaian ganti rugi yang masih tersisa, yang keterlambatannya tidak
disebabkan oleh Kontraktor.
 Pengembalian (retour) material ke gudang PLN.
 Pembuatan asbulit drawing.
 Berita acara penyelesaian sisa pekerjaan Pending Item).
 Pekerjaan lain yang diakibatkan bukan karena ketidaksiapan Kontraktor.

8.3. SERAH TERIMA KEDUA

 Apabila masa pemeliharaan (garansi) telah dilampaui dan sisa pekerjaan selama
masa pemeliharaan telah diselesaikan dengan baik, maka dapat dilaksanakan
penyerahan pekerjaan kedua (Serah Terima Kedua).

 Dengan dilaksanakannya Serah Terima Kedua, maka hubungan kontraktual antara


Pemberi Kerja (PLN) dengan Kontraktor telah berakhir.

 Catatan :
 Meskipun secara legal aspect seharusnya hubungan kontraktual berakhir,
 kenyataannya Kontraktor masih harus memberikan jaminan terhadap Peralatan
Material yang terpasang.
 Pada umumnya jaminan diberikan selama 1 (satu) tahun sejak Serah Terima
Kedua.
 Jaminan yang diberikan berupa Jaminan Bank (Bank Garansi).
 Jadi kalau ada kerusakan peralatan/ material yang disebabkan bukan karena
kesalahan operasi atau bencana alam, maka pihak Kontraktor masih
berkewajiban memperbaikinya.

 Dengan telah dilaksanakannya Serah Terima Kedua, maka pembayaran retensi


sebesar 5% (lima persen) dilaksanakan (dibayarkan).

9.1. ASPEK MANAJEMEN


 Dari sisi konstruksi, pekerjaan Transmisi adalah pekerjaan yang sederhana
sehingga dalam pekerjaannya tidak sulit. Yang rumit dan terkadang menyulitkan
adalah masalah-masalah non teknis, karena :
 Route SUTT yang panjang, sehingga pekerjaan berpindah-pindah tempat
(mobile).
 Dalam pelaksanaan pekerjaan melibatkan banyak pihak, terutama pihak
eksternal (masyarakat) yang akan dilalui dan disekitar jalur SUTT.
 Permasalahan-permasalahan di lapangan antara lain :
 Masalah ganti rugi tanah, tanaman, bangunan, dan lain-lain.
 Kesulitan mendapatkan ruang bebas/ jarak aman (ROW).
 Ketidaksediaan masyarakat untuk dilalui jalur SUTT.

 Akibat berbagai permasalahan tersebut, sering terjadi pekerjaaan terpaksa harus


terhenti beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan, bahkan ada yang sampai
terhenti bertahun-tahun.

 Pihak yang terlibat dan terkait dalam pelaksanaan pembangunan pekerjaan SUTT,
antara lain :
 Kontraktor Listrik selaku pelaksana pekerjaan.
 Pemberi Kerja atau Instritusi Pengguna (PLN).
 Pabrikan/ Distributor/ Supplier/ Fabrikator komponen listrik.
 Importer dan Transporter.
 Pemkab/ Pemkot setempat beserta jajarannya yang akan dilalui jalur SUTT.
 Masyarakat setempat yang akan dilalui dan yang ada di sekitar jalur SUTT.

 Mengingat kompleksitas permasalahan yang dihadapi, maka aspek manajemen


harus mendapatkan perhatian dan penanganan sebaik-baiknya, bahkan secara
khusus ditangani oleh para personil yang berpengalaman di bidang pekerjaan
Transmisi.

 Karena pekerjaan ini banyak berpotensi timbul masalah (konflik), maka :


 Kontraktor harus mampu mengkoordinasikan semua pihak dengan
sebaikbaiknya.
 Kontraktor harus mampu menangani setiap masalah yang timbul dengan sebaik-
baiknya dan responsif terhadap segala masalah yang dihadapi.
 Pelaksana (petugas) lapangan harus jeli melihat kemungkinan timbulnya
masalah, sekaligus memiliki kemampuan tentang manajemen konflik.
 Kontraktor harus mampu mengindetifikasi dan melaksanakan secara baik
tentang alur proses pekerjaan, sejak dari awal sampai dengan berakhirnya
kontrak.

 Jenis dan ruang lingkup aktifitas yang harus dilakukan, antara lain :
 Administrasi :
 Pengurusan ijin-ijin.
 Administrasi keuangan (pembuatan jaminan uang muka, jaminan
pelaksanaan, jaminan pemeliharaan, dan lain –lain).
 Keuangan (pembayaran komponen/ peralatan/ bahan/ material).
 Administrasi teknik (pembuatan Kurva S, Time Schedule, Format Schedule,
Asbuilt Drawing, dan lain-lain).
 Pelaksanaan phisik pekerjaan sejak dimulainya pekerjaan sampai serah terima
pekerjaan.
 Keamanan dan keselamatan pekerja maupun pekerjaan.
 Dan lain sebagainya.

 Salah satu aspek manajemen yang cukup penting dan harus dipenuhi, dalam
pembuatan “Network Planning”, sehingga :
 Alur dan proses pekerjaan dapat diketahui dengan mudah.
 Semua jenis dan ruang lingkup pekerjaan yang ada dapat dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang telah dibuat.
 Pengkoordinasian pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik.
 Pekerjaan dapat diselesaikan tepat waktu dengan hasil yang memuaskan.

9.2. KRITERIA KONTRAKTOR LISTRIK

 Usaha jasa konstruksi terdiri dari 5 (lima) bidang, yaitu ASMET (Arsitektural, Sipil,
Mekanikal, Elektrikal dan Tata Lingkungan), bidang elektrikal memiliki kekhasan dan
kekhususan dibanding yang lain.

 Khusus untuk bidang Elektrikal, selain harus mengacu pada UU 18/ 1999, juga
harus mengacu pada UU 15/ 1985 tentang Ketenagalistrikan.

 Bidang Elektrikal selain sangat spesifik, juga memiliki resiko tinggi.

 Kriteria Kontraktor Listrik yang menjadi pelaksana pekerjaan Transmisi, adalah :


 Memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) yang sesuai dengan klasifikasi dan
kualifikasi pekerjaan yang dikerjakan.
 Harus memiliki pengalaman pekerjaan sejenis dengan pekerjaan yang
dikerjakan.
 Memiliki personil (tenaga kerja) yang berpengalaman dalam melaksanakan
pekerjaan Transmisi.
 Memiliki Penanggung Jawab Teknik (PJT) yang bersertifikat Keahlian Kualifikasi
Ahli Utama di bidang Teknik Tenaga Listrik.
 Memiliki peralatan kerja yang memadai, sesuai dengan pekerjaan yang
ditangani.

9.3. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

 Aspek yang sangat penting yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pekerjaan,
adalah aspek kesehatan dan keselamatan kerja.
 Apalagi untuk pekerjaan elektrikal yang beresiko tinggi, aspek K3 harus menjadi
perhatian utama. Terlebih apabila melaksanakan pekerjaan pada lokasi Transmisi
Eksisting yang bertegangan, para personil (tenaga kerja) harus mendapatkan
pelatihan khusus tentang K3.

 Untuk pelaksanaan pekerjaan Transmisi Eksisting, masalah K3 harus dipatuhi


secara lebih ketat, disamping itu yang harus diperhatikan dan dipenuhi :
 Harus ada Supervisor yang khusus menangani dan mengkoordinasikan masalah
K3.
 Setiap dan semua pekerjaan dalam pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan
Pengawas Pekerjaan (PLN).
 Di lokasi pekerjaan harus dipasang rambu-rambu tanda bahaya, sehingga
pekerja tidak seenaknya berlalu lalang di lokasi tertentu yang membahayakan.
 Harus disediakan alat keselamatan kerja yang lengkap.
 Semua pihak harus mematuhi dan menjalankan peraturan K3 dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai