Karena input vaiabel yang utama dlaam pertanian afika adalah keluarga
dan tenaga kerja pedesaan, maka sistem pertanian di Afrika didominasi oleh tiga
karakteristik uatama, yaitu :
1. Masi sangat pentingnya pola pertanian subsisten bagi masyarakat pedesaan
2. Eksistensi atau ketersediaan sebidang lahan seluasnya lebih dari cukup
(meskipun selmakin lama semakin menipis) utnuk memenuhi kebutuhan
kebutuhan dasar yang masih memungkinkan berlangsungnya pola
pertanian berpindh serta membuat tanah bukan merupakan suatu instrumen
kekuatan ekonomi dan politik bagi pemiliknya
3. Adanya hak bagi setiap keluarga (keluarga inti maupun keluarga besar)
guna memanfaatkan lahan dan air didalam serta disekitar wilayah
kampung halamannya, yang sama sekali tidak boleh dijamah oleh keluarga
keluarga lain meskipun berasal dari satu suku
Dengan masih terbatasnya areal lahan yang dapat ditanami oleh para keluarga
petani sebagai akibat dari keterbatasan teknologi produksi tradisional, termasuk
masih terus digunakannya peralatan sederhana yang boelh dikatakan primitif,
maka pola pertanian diafrika cenderung intensif, bukan ekstensif dari musim
kemusim. Dalam keadaan seperti ini, maka sistem perdagangan berpindah
(Shifting cultifation) justru merupakan metode yang paling ekonomis pada
sebidang tanah yang luas, tetepi dengan tenaga kerja yang terbatas dalam
perladangan berpindah-pindah, begitu tingkat kesuburan lahan pertama sudah
berkurang, maka para petani tersebut segera meninggalkannya untuk mencari
tanah atau hutan baru yang akan mereka tebas guna membuka lahan baru dan
proses penyemaian serta penanaman berbagai jenis tanaman dialkukan kembali.
Faktor penting ketiga pada pola pertanian tradisional di afrika yang cenderung
menghambat produktifitas adalah kelangkaan tenaga kerja, apalagi selama musim
musim sibuk seperti musim penyemaian dan musim penanaman, sedangkan pada
waktu waktu lainnya sebagian besar tenaga kerja justru sulit mendapat pekerjaan.
Sebagi akibat dari ketiga kekuatan tersebut toatl output pertanian dan produktifitas
tenaga kerja diseluruh afrika secara relatif berada pada tingkat yang konstan.
PERAN PENTING KAUM WANITA
Di Afrika, dimana pertanian subsisten masih terus berlangsung, dan sistem
perladangan berpindah –pindah msih menjadi metode produksi utama, maka
hampir semu tugas yang berkaitan dengan produksi pangan subsitensi tersebut
dikerjakan oleh kaum wanita. Dalam karya karya pionirnya mengenai kaum
wanita dan pembangunan, EsterBoserup melakukan serangkaian penelitian
mengenai partisipasi kaum wanita dalam pertanian dan menyimpulkan bahwa
dalam hampir semua kasus yang tercatat, pekerjaan dibidang pertanian sebagian
besar dilakukan oleh kaum wanita. Dalam beberpa kasus, kaum wanita melakukan
sekitar 70 persen tugas pertanian, dan dalam kasus bahkan hampir mencapai 80
persen dari keseluruhan pekerjaan. Pada umumya, yang dikerjakan adalah
pekerjaan pekerjaan kasar, dengan menggunakan peralatan, yang serba sederhana
atau bahkan primitif dan memerlukan banyak waktu, sekedar untuk emncukupi
keperluan subsisten keluarganya. Bebagai hasil studi mengenai alokasi waktu
kaum wanita dalam mengerjakan aneka rupa tugas tersebut akhirnya
mengukuhkan pengakuan internasional mengenai betapa besar dan pentingnya
konstribusi kaum wanita didaerah-daerah pedesaan pada umumnya, dan pada
sektor pertanian pada khususnya. Menurut hasil studi itu, selain tugas-tugas rumah
tangga, kaum wanita juga menyediakan 60 persen hingga 80 persen tenaga kerja
pertanian di afrika dan asia, serta sekita 40 persen diamerika latin. Akan tetapi,
banyak diantarnaya bekerjaan mereka secara statistik “tidak nampak” atau sulit
dihitung, karena kaum wanita memang tidak menerima upah ataas segala
pekerjaan yang merek lakukan. Semakin miskin suatu keluarga, semain enggan
mereka untuk melakukan investasi, tidak perduli sebagus apapun kesempatan
yang ada, apalagi sumber kredit dan sumber daya tambahan tidak tersedia.
Keluarga miskin biasanya lebih suka melakukan hal hal yang kecil karena
biasanya resikonya juga kecil. Beditulah sebabnya mengapa mereka sedemikian
sulit melepaskan metode-metode produksi yang meskipun kurang begitu efisien
dan hanya membuahkan sedikit hasil, namun sudah mereka kuasai dengan baik
selama bertahun tahun. Diberbagai kawasan dinegara-negara berkembang, jerih
payah kaum wanita selama berjam-jam setiap harinya dalam mengahsilkan produk
tanaman komersial tetap saja tidak mendapat imbalan atau upah. Sementara
sumber pengasilan dari produksi pertanian komersial meningkat, kontrol kaum
wanita terhadap sumber sumber ekonomi itu justru menurun. Ini dikarenakan
sebagian besar sumber daya rumah tangga, seperti tanah dan input input lainnya
(termasuk tenaga mereka sendiri ) dialihkan dari budidaya tanaman pekarangan ke
produksi pertanian komersial itu.
Ilmu Ekonomi Pembangunan Sektor Pertanian: Tradisi dari Pola Pertanian
Subsisten ke Pola Pertanian Komersial yang Terspesialisasi
Terdapat tiga tahapan umum dalam evolusi produksi agrikultur.Tahap pertama
merupakan murni, produktifitas-rendah, kebanyakan petani yang menghidupi
dirinya sendiri (subsistence), hal ini masih lazim dilakukan di Afrika.Tahap kedua
disebut beragam atau agrikultur keluarga campuran (mixed family agriculture)
dimana sebagian kecil hasil produksi digunakan sebagai konsumsi sendiri dan
sebagian lagi dijual untuk kepada sektor komersil.Tahap ketiga merepresentasikan
petani modern, yang secara khudus sudah mengarah kepada usaha perdagangan
dengan tingkat produktifitas yang tinggi telah terspesialisasi.
Pertanian Subsisten: Pencegahan Risiko, Ketidapastian, dan Upaya
Mempertahankan Kelangsungan Hidup
Pada pertanian subsisten klasik, kebanyakan output diproduksi untuk keperluan
konsumsi keluarga.Output dan produktifitas yang dihasilkan rendah, serta
menggunakan alat pertanian sederhana.Modal yang digunakan untuk investasi
minimal; tanah dan tenaga kerja merupakan faktor pokok produksi.Tenaga kerja
setengah menganggur hampir sebagian besar tahun dan hanya bekerja ketika musim
panen.
Teori tradisional dua faktor neoklasik memberikan beberapa pengertian yang
mendalam terhadap ekonomi subsisten agrikultur, dimana tanah berjumlah tetap,
tenaga kerja merupakan satu-satunya variabel input, dan memaksimalkan
keuntungan. Namun sayang teori ini tidak menjelaskan mengapa petani kecil sering
kali menentang inovasi teknologi yang dapat membantu dalam pertanian maupun
perkenalan bibit-bibit baru. Menurut teori, pada umumnya orang akan cenderung
menggunakan metode produksi yang meningkatkan output dengan cost yang
diberikan atau meminimumkan cost dengan output tingkat tertentu, namun teori ini
berdasarkan asumsi dimana petani memiliki “pemahaman sempurna”. Oleh karena
itu teori ini gagal diterapkan kepada lingkungan agrikultur subsisten. Terlebih lagi
jika akses untuk mendapatkan informasi tidak sempurna, biaya yang harus
dibayarkan untuk mendapatkan informasi akan semakin mahal.
Agrikultur subsisten kemudian dapat dikatakan usaha yang memiliki risiko tinggi
dan ketidakpastian. Di daerah dimana pertanian sangat kecil dan panen sangat
bergantung kepada curah hujan, rata-rata output akan rendah, dan pada tahung yang
buruk, para petani akan terancam bahaya kelaparan. Pada keadaan tersebut, petani
akan lebih memikirkan kelangsungan hidupnya dibandingkan keuntungan yang
didapatkan. Dengan demikian petani akan enggan untuk meninggalkan teknologi
tradisional yang mereka gunakan dan mengganti dengan yang baru karena
walaupun keuntungan yang didapatkan mungkin akan tinggi, tetapi risiko yang
dipertatuhkan akan lebih tinggi pula.
Peftanian Bagi Hasil dan Pasar-pasar Faktor Produksi yang Saling Terkait
Sebagai contoh, apabila penggunaan lahan untuk tanaman bahan pangan pokok
dilakukan selama beberapa bulan dalam satu tahun, maka pebgembangan tanaman
baru dapat dilaksanakan pada musim atau saat-saat selang tersebut, sehingga lahan
dan tenaga kerja keluarga yang menganggur dapat dimanfaatkan. Seperti yang
terjadi di Afrika, aneka peralatan modern yang dapat menghemat menghemat
tenaga kerja (seperti traktor kecil, alat penanam mekanis atau hewan untuk
membajak) perlu dikerahka guna mengatasi kelangkaan tenaga kerja tersebut. Lalu,
bibit-bibit unggul, pupuk dan irigasi sederhana yang dapat meningkatkan hasil
tanaman pokok seperti jagung dan padi perlu diperkenalkan, guna membebaskan
sebagian lahan untuk tanaman bahan pokok pangan. Dengan demikian, para petani
dapat memiliki kelebihan produksi yang dapat dijual ke pasar, sehingga
meningkatkan standar konsumsi keluarganya atau diinvestasika untuk
memperbaiki kualitas lahan serta usaha pertaniannya. Pola pertanian
terdiversifikadi juga dapat mengurangi dampak negatif atas terjadinya kegagalan
panen pokok dan memberikan semacam jaminan arus pendapatan minimal kepada
para petani beserta keluarganya, yang sebelumnya tidak pernah ada.
Dari Divergensi ke Spesialisasi: Pertanian Komersial Modern
Adapun karakteristik umum dari semua unit usaha pertanian yang terspesialisasi
adalah pengutamaan jenis tanaman tertentu seperti, pemakaian modal secara
intensif, penggunaan teknik-teknik produksi modern yang hemat tenaga kerja serta
pembangunan skala ekonomis yang besar untuk mengurangi unit-unit biaya dan
memaksimalkan keuntungan.
Menuju Suatu Strategi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan yang Andal:
Beberapa Syarat Pokok
Sumber-sumber Kemajuan Pertanian Berskala Kecil
1. Kemajuan teknologi dan inovasi.
2. Kebijakan ekonomi pemerintah yang tepat.
3. Kelembagaan sosial yang menunjang.
Syarat Umum Bagi Kemajuan Pedesaan
1. Modernisasi struktur bagi usaha tani dalam rangka memenuhi permintaan
bahan pangan yang terus meningkat.
2. Penciptaan sistem penunjang yang efektif.
3. Perubahan kondisi sosial pedesaan guna memperbaiki taraf hidup
masyarakat pedesaan.
Kebijakan-kebijakan Pendukung
Meskipun pelaksanaan land reform dibeberapa Negara Asia dan Afrika merupakan
elemen penting dalam strategi pembangunan pertanian dan pedesaan, namun
program tersebut tidak akan efektif dan bahkan mungkin saja mengurangi tingkat
produktivitas yang sudah ada apabila tidak disertai dengan serangkaian penyesuaian
struktur kelembagaan yang mengendalikan kegiatan produktivitas di daerah
pedesaan, penyedia jasa-jasa layanan pemerintah serta kebijakan harga pemerintah
terhadap input dan output. Bahkan, dibeberapa daerah yang tidak memerlukan land
reform yang tingkat produktivitas rendah dan pendapatannya tergolong rendah,
penyedia jaringan pelayanan pendukung yang luas disertai kebijakan pemerintah
dibidang input dan output merupakan syarat penting yang harus dipenuhi demi
terselenggaranya kemajuan disektor pertanian dan kesejahteraan penduduk desa.
Keterpaduan Tujuan-tujuan Pembangunan
Keberhasilan pembangunan pedesaan selain sangat tergantung pada kemajuan
petani kecil, juga ditentukan oleh hal penting lainya yang meliputi ;
1. Upaya untuk meningkatkan pendapatan rill pedesaan, bsik disektor
pertaniam maupun non pertanian melalui penciptaan lapangan kerja,
industrialusasi di pedesaan, pembenahan pendidikan, kesehatan dan gizi
penduduk, serta penyedia berbagai bidang pelayanan sosial dan
kesejahteraan lain.
2. Penanggilangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah
pedesaan serta ketidakseimbangan pendapatan dan kesempatan ekonomi
antara daerah pedesaan dengan perkotaan.
3. Pengembangan kapasitas sektor atau daerah pedesaan itu sendiri dalam
rangka menopang dan memperlancar larngkah-langkah perbaikan tersebut
dari waktu ke waktu.