1187 166 PB PDF
1187 166 PB PDF
E-ISSN 2541-0822
697/AU3/P2MI-LIPI/07/2015
JURNAL PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
PERTANIAN
Indonesian Agricultural Research and Development Journal
JURNAL PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
PERTANIAN
Indonesian Agricultural Research and Development Journal
Dewan Redaksi
Ketua
Deciyanto Soetopo Hama Penyakit Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan)
Anggota
Budi Marwoto Hama Penyakit Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura)
Hermanto Ekonomi Pertanian (Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian)
Markus Anda Mineralogi dan Klasifikasi Tanah (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian)
Endang Yuli Purwani Teknologi Pascapanen (Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian)
I Made Jana Mejaya Pemuliaan dan Genetika Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan)
Sri Muharsini Parasitologi dan Mikologi (Balai Besar Penelitian Veteriner)
Mitra Bestari
Elna Karmawati Hama Penyakit Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan)
Nur Richana Teknologi Pascapanen (Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian)
Marwoto Hama Penyakit Tanaman (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi)
Irsal Las Agroklimat dan Lingkungan (Forum Komunikasi Profesor Riset Kementan)
Masganti Kesuburan dan Biologi Tanah (Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa)
Supriadi Hama Penyakit Tanaman (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat)
Zulkifli Zaini Budi Daya Tanaman (Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan)
Redaksi Pelaksana
Yadi Rusyadi Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian
Morina Pasaribu Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian
Mumuh M. Buhary Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian
Bursatriannyo Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Hidayat Raharja Pusat Perpustakaan dan Penyebaran Teknologi Pertanian
Penerbit
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Alamat Redaksi
Balai Pengelola Alih Teknologi Pertanian
Jalan Salak No. 22, Bogor 16151
Telp. : (0251) 8382563
Faks. : (0251) 8382567
E-mail : bpatp@litbang.pertanian.go.id
Website : http://bpatp.litbang.pertanian.go.id/; http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id/index.php/jppp
ISSN 0216-4418
E-ISSN 2541-0822
JURNAL PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
PERTANIAN
Indonesian Agricultural Research and Development Journal
Daftar Isi
Penyakit embun dan cara pengendaliannya pada tanaman
kedelai dan kacang hijau
Sumartini dan Mudji Rahayu 5966
Kata kunci yang dicantumkan adalah istilah bebas. Lembar abstrak ini boleh dikopi tanpa izin dan biaya.
UDC: 633631.84.095.337 tanaman padi terhindar dari terendam atau kekeringan, serta
pengelolaan hama dan penyakit secara terpadu. Penurunan
Aniswatul Khamidah, Sri Satya Antarlina, dan Tri Sudaryono
senjang hasil dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tmur, Malang)
spesifik lokasi dan mengintensifkan penyuluhan ke petani.
Ragam produk olahan temulawak untuk mendukung Sementara kehilangan hasil dapat dikurangi melalui penerapan
keanekaragaman pangan (Orig. Ind.) pengelolaan hama dan penyakit secara terpadu dan penggunaan
alat dan mesin pertanian pada kegiatan usaha tani. Peningkatan
J. Litbang Pert., Juni 2017, vol. 36 no. 1, hlm. 112, 8 tab., 3
ill., 83 ref. produksi ini akan berdampak pada peningkatan ketersediaan
pangan daerah dan nasional dalam upaya mencapai swasembada
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) termasuk golongan beras.
tanaman rempah yang memiliki manfaat untuk meningkatkan
nafsu makan dan sebagai antikolesterol, antiinflamasi, (Penulis)
antianemia, antioksidan, dan antimikroba. Kurkuminoid sebagai Kata kunci: Padi, produksi, rawa lebak, sumber pertumbuhan
zat utama yang berwarna kuning dalam temulawak diketahui _________________________________________________________________________________________________________________________________
memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Selain digunakan UDC: 6336633.912-153
untuk pengobatan, temulawak berpeluang dikembangkan dalam
Fitra Aji Pamungkas, dan Rantan Krisnan (Balai Penelitian
industri pangan, terutama sebagai pewarna alami dalam
Ternak, Bogor)
makanan. Komponen terbesar dalam temulawak adalah pati
41,45% dan serat 12,62%. Temulawak juga mengandung minyak Pemanfaatan sari kedelai sebagai bahan pengencer pengganti
atsiri 3,81% dan kurkumin 2,29%. Temulawak dapat kuning telur untuk kropreservasi spermatozoa hewan (Orig. Ind.)
dikembangkan menjadi berbagai produk olahan pangan, antara
J. Litbang Pert., Juni 2017, vol. 36 no. 1, hlm. 2127, 2 tab.,
lain simplisia, tepung, pati, minuman instan, kue kering,
52 ref.
manisan, mi, kerupuk, stick, cake, dodol, dan permen jeli.
Makalah ini memaparkan kandungan rimpang temulawak, Bahan pengencer yang biasa digunakan untuk kriopreservasi
manfaat, penanganan pascapanen, dan berbagai produk olahan spermatozoa berasal dari produk hewani seperti kuning telur.
temulawak. Kuning telur mengandung kolesterol, fosfolipid, dan low density
protein yang dapat mencegah pembentukan kristal es sehingga
(Penulis)
melindungi integritas membran plasma terhadap kejutan dingin
Kata kunci: Temulawak, manfaat, produk olahan, selama proses kriopreservasi. Namun, penggunaan kuning telur
keanekaragaman pangan menimbulkan kekhawatiran terutama potensi peningkatan
_________________________________________________________________________________________________________________________________ kontaminasi mikroba dan agen penularan zoonosis. Kedelai
UDC: 63365: 633.15 merupakan produk protein nabati yang sering digunakan sebagai
pengemulsi dalam produksi makanan untuk manusia dan
Yulia Pujiharti (Balai Pengkajan Teknologi Pertanian Lampung,
berfungsi sebagai pelindung dari kejutan dingin sama halnya low
Lampung)
density lipoprotein pada kuning telur. Beberapa hasil penelitian
Peluang peningkatan produksi padi di lahan rawa lebak Lampung menunjukkan bahwa penggunaan bahan pengencer berupa sari
(Orig. Ind.) kedelai untuk kriopreservasi spermatozoa menghasilkan
J. Litbang Pert., Juni 2017, vol. 36 no. 1, hlm. 1320, 3 tab., 38 kualitas yang sama atau bahkan lebih baik dibandingkan dengan
ref. bahan pengencer berbasis kuning telur. Konsentrasi sari kedelai
yang optimal pada bahan pengencer untuk kriopreservasi
Luas lahan rawa lebak di Provinsi Lampung pada tahun 2012 spermatozoa berkisar 0,81,5%.
mencapai 55.714 ha dengan tingkat produktivitas padi 5,13 t/
ha sehingga masih berpeluang ditingkatkan. Tulisan ini (Penulis)
membahas peluang peningkatan produksi padi di lahan rawa
Kata kunci: Kedelai, kuning telur, pengencer, kriopreservasi,
lebak di Lampung. Peningkatan produksi dapat dilakukan
spermatozoa
melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dan produktivitas _________________________________________________________________________________________________________________________________
lahan, mengurangi senjang hasil, dan menurunkan kehilangan
UDC: 6336633.18-152.63
hasil. Indeks pertanaman di lahan rawa lebak dapat ditingkatkan
dengan menerapkan sistem surjan. Sementara produktivitas M. Thamrin dan S. Asikin dan M.A. Susanti (Balai Penelitian
ditingkatkan melalui pengelolaan tanaman terpadu (PTT) Pertanian Lahan Rawa, Banjarbaru)
dengan komponen teknologinya antara lain penggunaan
Budi daya padi di lahan rawa pasang surut dan pengaruhnya
varietas unggul baru, cara tanam legowo 2:1 atau 4:1, pemberian
terhadap penggerek batang padi (Orig, Ind.)
hara sesuai kebutuhan tanaman, pengelolaan tata air sehingga
J. Litbang Pert., Juni 2017, vol. 36 no. 1, hlm. 2838, 9 tab.,
Pengembangan kedelai di Papua: Potensi lahan, strategi
4 ill., 57 ref.
pengembangan, dan dukungan kebijakan (Orig. Ind.)
Budi daya padi di lahan pasang surut Kalimantan Selatan sudah
J. Litbang Pert., Juni 2017, vol. 36 no. 1, hlm. 4758, 9 tab., 1
sejak lama dilakukan petani dan berpengaruh terhadap
ill., 48 ref.
penurunan populasi dan tingkat serangan hama penggerek
batang padi. Makalah ini menguraikan budi daya padi di lahan Kedelai adalah salah satu tanaman pangan strategis dan penting
rawa pasang surut Kalimantan Selatan dan pengaruhnya terhadap di Indonesia. Komoditas ini digunakan untuk bahan pangan,
tingkat kerusakan tanaman akibat penggerek batang padi. pakan ternak, dan berbagai produk industri. Papua memiliki
Penyiapan lahan dengan menebas sisa tanaman padi dan potensi untuk pengembangan kedelai karena didukung
memintalnya kemudian membiarkannya membusuk dapat olehlahandengan luas mencapai 2,75 juta ha yangtersebar di
menggagalkan larva penggerek batang padi menjadi imago sentra pengembangan kedelai, yaitu Kabupaten Keerom, Nabire,
(dewasa). Pembibitan dengan cara tanam pindah yang dilakukan Jayapura, Merauke, dan Sarmi. Selain lahan yang cukup
beberapa kali juga dapat mematikan larva penggerek batang padi. luas,teknologi budi daya spesifik lokasijuga sudah tersedia untuk
Sementara pemotongan daun bibit padi sebelum ditanam dapat dikembangkan di Papua.Pengembangan kedelai di Papua
mengurangi populasi kelompok telur hama tersebut. Pemberian memerlukandukungan kebijakan pemerintah, baik di tingkat
abu sekam juga dapat menurunkan kerusakan tanaman akibat pusat maupun daerah. Kebijakan yang diperlukan antara lain
serangan hama tersebut. Faktor lain yang berkontribusi terhadap berupa program dan insentif bagi petani kedelai agar mereka
pengurangan tingkat kerusakan tanaman padi adalah keberadaan berpartisipasipenuh menerapkan teknologi yang telah
gulma purun tikus. Penggerek batang padi lebih tertarik dihasilkan melalui penelitian. Kebijakan lainnya adalah
meletakkan telurnya pada gulma tersebut dibandingkan pada padi mendorong BUMN, swasta, dan koperasi untuk
sehingga kerusakan padi yang ditanam berdekatan dengan area mengembangkan agroindustri di Papua. Keterpaduan program
purun tikus lebih rendah. Populasi musuh alami yang melimpah pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat mendorong
pada area purun tikus efektif menekan perkembangan hama minat petani mengembangan kedelai sebagai tanaman prioritas.
penggerek batang padi. Penyediaan sarana produksi,pengembangan pasar, dan harga
yang layakbagi petani mutlak diperlukan untuk menjamin
(Penulis) keberlanjutan produksi kedelai di Papua.
Kata kunci: Padi, budi daya, penggerek batang padi, lahan rawa (Penulis)
pasang surut
_________________________________________________________________________________________________________________________________ Kata kunci: Kedelai, potensi lahan, strategi pengembangan,
dukungan kebijakan
UDC: 6336 ________________________________________________________________________________________________________________________________
S.W. Indiati (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan
Umbi, Malang) UDC: 6336
Tungau Puru (Eryophyes gastroticus Nalepa) pada Ubi Jalar dan Sumartini dan Mudji Rahayu (Balai Penelitian Aneka Kacang
Teknologi Pengendaliannya (Orig. Ind.) dan Umbi, Malang)
J. Litbang Pert., Juni 2017, vol. 36 no. 1, hlm. 3946, 3 tab., Penyakit Embun Tepung dan Cara Pengendaliannya pada
2 ill., 34 ref. Tanaman Kedelai dan Kacang Hijau (Orig. Ind.)
Tungau puru (gall mite) merupakan hama ubi jalar pada musim J. Litbang Pert., Desember 2017, vol. 36 no. 2, hlm. 5966, 1
kemarau dan telah menyebar di berbagai sentra produksi ubi jalar tab., 4 ill., 38 ref.
di Indonesia. Gejala serangan ditandai dengan terbentuknya puru
Penyakit embun tepung disebabkan oleh cendawan Erysiphae
atau benjolan pada daun, tangkai daun, dan batang dengan bagian
diffusa (Cook and Peck) pada tanaman kedelai dan E. polygoni
ujung puru terdapat lubang kecil. Serangan tungau puru
(DC Sawada) pada kacang hijau. Penyebaran penyakit penting
menurunkan hasil ubi jalar sekitar 11%. Selain menurunkan hasil
ini menyebabkan kehilangan hasil mencapai 35% pada kedelai
umbi, serangan puru juga menyebabkan petani sulit memperoleh
dan 26% pada kacang hijau. Di Indonesia, penyakit ini terjadi
setek sehat sebagai bahan perbanyakan tanaman. Tungau puru
di sentra produksi kedelai dan kacang hijau. Di luar negeri,
dapat dikendalikan dengan memadukan beberapa komponen
penyebaran penyakit embun tepung meliputi Asia, Amerika
pengendalian, antara lain penggunaan setek batang bebas puru,
Serikat, dan Brazil. Intensitas penyakit biasanya tinggi pada
sanitasi lingkungan, pengaturan waktu tanam, pengendalian
musim kemarau, pada saat suhu dingin di pagi hari dan kondisi
mekanis, dan pengendalian dengan pestisida nabati ataupun
berembun di sekitar pertanaman. Gejala penyakit embun tepung
kimia.
mudah dikenali dengan ciri seperti tepung di permukaan atas
(Penulis) daun. Hal ini dapat mengganggu proses fotosintesis dan
transpirasi. Selain itu, haustorium Erysiphe menyerap nutrisi
Kata kunci: Ubi jalar, tungau puru, Eryophyes gastroticus,
tanaman sehingga mengganggu beberapa fungsi dan proses
pengendalian
_________________________________________________________________________________________________________________________________ metabolisme. Penyakit embun tepung perlu dikendalikan untuk
menekan kehilangan hasil kedelai dan kacang hijau. Cara
UDC: 6336633.18(594)
pengendalian yang disarankan adalah penyemprotan dengan
Sitti Raodah Garuda, Yuliantoro Baliadi, dan Martina S. Lestari bahan nabati (ekstrak biji mimba, kompos teh, susu sapi, minyak
(Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Papua)
dari citronella, lemongrass, eucalyptus, cinnamon, dan tanaman Sebaliknya, musim hujan yang panjang akibat La Niña
teh) pada kedelai dan penggunaan varietas tahan Vima-1 pada menurunkan produksi kopi hingga 80%. Dampak tidak langsung
kacang hijau. perubahan iklim adalah meningkatnya serangan hama
penggerek buah kopi dan penyakit karat daun yang
(Penulis)
menyebabkan penurunan produksi sekitar 50%. Akibat kenaikan
Kata kunci: Kedelai, kacang hijau, penyakit embun tepung, suhu, sentra produksi kopi diproyeksikan akan berpindah ke
pengendalian wilayah dengan elevasi yang lebih tinggi. Berbagai teknologi
_________________________________________________________________________________________________________________________________
adaptasi telah dihasilkan, namun tingkat adaptasi petani kopi
UDC: 63363.495 umumnya masih rendah. Kondisi ini diperparah oleh
Elmi Kamsiati, Heny Herawati, dan Endang Yuli Purwani (Balai terbatasnya akses sebagian besar petani terhadap informasi
Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, iklim, pasar, teknologi, kredit usaha tani, dan informasi
Bogor) pengelolaan risiko iklim. Untuk mengatasi masalah tersebut,
pengambil kebijakan, stakeholder, dan petani harus
Potensi Pengembangan Plastik Biodegradable Berbasis Pati Sagu mengakselerasi upaya adaptasi karena perubahan iklim telah
dan Ubi Kayu di Indonesia (Orig. Ind.) terjadi dan akan terus berlangsung.
J. Litbang Pert., Desember 2017, vol. 36 no. 2, hlm. 6776, 7 (Penulis)
tab., 2 ill., 52 ref.
Kata kunci: Kopi, perubahan iklim, produksi, adaptasi
Plastik merupakan bahan pengemas yang banyak digunakan _________________________________________________________________________________________________________________________________
namun berdampak buruk bagi lingkungan karena sulit terdegradasi UDC: 6336
di alam. Teknologi produksi plastik biodegradable atau
bioplastik yang dibuat dari bahan alami dan ramah lingkungan Buang Abdullah (Balai Penelitian Tanaman Padi, Subang)
sudah mulai dikembangkan. Plastik biodegradable berbahan Peningkatan Kadar Antosianin Beras Merah dan Beras Hitam
dasar pati relatif lebih mudah diproduksi dan bahan baku mudah Melalui Biofortifikasi (Orig. Ind.)
diperoleh. Pati ubi kayu dan sagu memiliki potensi sebagai bahan
J. Litbang Pert., Desember 2017, vol. 36 no. 2, hlm. 9198, 3
baku plastik biodegradable ditinjau dari ketersediaan dan
tab., 4 ill., 34 ref.
karakteristiknya. Selain pati sebagai bahan utama, diperlukan
pula plastisizer atau bahan pemlastis dan bahan penguat struktur Biofortifikasi adalah paradigma baru di dunia pertanian dan
untuk menghasilkan plastik biodegradable dengan karakteristik merupakan salah satu pendekatan dalam meningkatkan gizi
yang baik. Tahapan produksinya meliputi pencampuran, masyarakat. Beras yang merupakan makanan pokok di
pemanasan, dan pencetakan. Plastik biodegradable berbahan Indonesia dapat ditingkatkan kandungan gizinya melalui
dasar pati dapat digunakan sebagai bahan pengemas yang ramah program pemuliaan tanaman guna menghasilkan varietas padi
lingkungan dan berpeluang besar dikembangkan. yang berasnya mengandung vitamin, mineral, dan/atau senyawa
lain seperti antosianin yang bermanfaat bagi kesehatan.
(Penulis)
Antosianin dapat dihasilkan oleh tanaman secara alami.
Kata kunci: Pati, sagu, ubi kayu, bioplastik, teknologi Biofortifikasi beras yang mengandung antosianin tinggi telah
produksiengolahan sampai menjadi produk siap pakai. dilakukan melalui program perakitan varietas padi beras merah
_________________________________________________________________________________________________________________________________
dan beras hitam dengan prosedur pemuliaan konvensional. Dua
UDC: 633.18 varietas unggul padi fungsional yang mengandung antosianin
M. Syakir dan Elza Surmaini ( 1Badan Penelitian dan tinggi telah dilepas yaitu Inpari-24 Gabusan sebagai varietas
Pengembangan Pertanian, 2 Balai Penelitian Agroklimat dan unggul padi beras merah dengan kandungan antosianin 8 ug/100g
Hidrologi, Bogor) dan Inpari-25 Opak Jaya sebagai varietas ketan merah dengan
kandungan antosianin 11 ug/100g. Varietas unggul padi beras
Perubahan Iklim dalam Konteks Sistem Produksi dan merah hasil biofortikasi telah berkembang luas di beberapa
Pengembangan Kopi di Indonesia (Orig. Ind.) daerah karena disukai konsumen dan mengun-tungkan petani.
J. Litbang Pert., Desember 2017, vol. 36 no. 2, hlm. 7790, 5 Beberapa galur harapan padi beras merah dan beras hitam yang
tab., 5 ill., 78 ref. mengandung antosianin lebih tinggi masih dalam tahap
pengujian daya hasil dan multilokasi. Beberapa di antara galur
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor yang berperan
tersebut diharapkan dapat dilepas sebagai varietas unggul padi
strategis dalam perekonomian hampir dua juta rumah petani di
beras merah dan beras hitam yang lebih baik dari varietas yang
Indonesia. Potensi ekspor kopi Indonesia cukup tinggi karena
sudah ada. Untuk mengatasi penyakit degeneratif seperti
cita rasanya yang disukai, namun tren peningkatan produksi kopi
kanker, diabetes, dan hipertensi, dengan mengonsumsi pangan
nasional hanya 1-2% per tahun. Di sisi lain, dampak perubahan
fungsional hasil biofortikasi lebih efisien dan lebih efektif
iklim juga mengancam tercapainya target peningkatan
dibandingkan dengan pangan hasil fortifikasi karena senyawa
produksi. Makalah ini merupakan tinjauan dampak perubahan
penting yang ditambahkan melalui biofortifikasi bersifat
iklim terhadap produksi kopi dan strategi adaptasinya di
diwariskan dan langgeng.
Indonesia. Daerah penghasil utama kopi seperti Aceh, Sumatera
Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa Timur dan (Penulis)
Sulawesi Selatan rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Meningkatnya kejadian iklim ekstrim seperti kekeringan akibat Kata kunci: Padi, beras merah, beras hitam, antosianin,
El Niño mengakibatkan penurunan produksi kopi 10%. biofortifikasi
_________________________________________________________________________________________________________________________________
UDC: 6336 memperoleh keturunan tanaman padi yang tahan terhadap
Dini Yuliani dan Wage Ratna Rohaeni (Balai Besar Penelitian penyakit HDB dalam perakitan varietas, posisi tetua tahan
Tanaman Padi, Subang) sebaiknya diperankan sebagai tetua betina yang memiliki daya
gabung khusus yang tinggi. Sifat ketahanan HDB dari populasi
Heritabilitas, Sumber Gen dan Durabilitas Ketahanan Varietas
tetua yang mengandung gen dari hasil silang ganda memilliki
Padi terhadap Penyakit Hawar daun Bakteri (Orig. Ind.)
heritabilitas lebih tinggi. Populasi turunan dari silang ganda
J. Litbang Pert., Desember 2017, vol. 36 no. 2, hlm. 99108, 3 memiliki ketahanan multigenik dan berpeluang menghasilkan
tab., 45 ref. individu rekombinan tahan untuk periode yang lama (durable).
Ketersediaan varietas tahan yang durable menjadi syarat utama
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu
kendala dalam peningkatan produksi padi. Penggunaan varietas dalam pengendalian penyakit HDB secara berkelanjutan. Hal ini
tahan merupakan cara pengendalian yang efektif dan mudah dapat dilakukan dengan perbaikan ketahanan varietas melalui
perakitan varietas dengan berbagai sumber ketahanan, di
diterapkan petani. Tulisan ini membahas heritabilitas dan sumber
gen ketahanan varietas padi terhadap penyakit HDB dan antaranya padi liar, padi lokal, dan padi introduksi.
strategi mempertahankan durabilitas varietas tahan sebagai salah (Penulis)
satu upaya pengendalian melalui pemuliaan tanaman mendukung
Kata kunci: Padi, varietas, ketahanan, hawar daun bakteri,
upaya peningkatan produksi padi. Perakitan dan pengembangan
durabilitas, heritabilitas
varietas tahan berperan penting mengendalikan penyakit HDB,
karena memiliki mekanisme ketahanan genetik yang dapat
diwariskan kepada keturunannya. Varietas dengan ketahanan
vertikal mudah dipatahkan oleh patogen, sehingga perlu upaya
perakitan varietas dengan ketahanan horizontal. Untuk
J. Litbang Pert. Vol. 31 No. 4 Desember 2012: ....-....
The description given are free terms. This abstract sheet may be reproduced without permission of charge
ABSTRAK haustorium absorbs plant nutrients that will interfere with some
metabolic functions and processes. Control of powdery mildew will
Penyakit embun tepung disebabkan oleh cendawan Erysiphae suppress the loss of grain bean and results nationally supports the
availability of soybean and mungbean. Recommended control
diffusa (Cook and Peck) pada tanaman kedelai dan E. polygoni (DC
Sawada) pada kacang hijau. Penyebaran penyakit penting ini measures are spraying with plant materials (extracts of neem seeds,
menyebabkan kehilangan hasil mencapai 35% pada kedelai dan 26% tea compost, cow´s whole milk, essential oil of citronella,
lemongrass, eucalyptus, cinnamon, and tea tree) on the incidence
pada kacang hijau. Di Indonesia, penyakit ini terjadi di sentra
produksi kedelai dan kacang hijau. Di luar negeri, penyebaran of powdery mildew disease on soybean and the use of Vima1
penyakit embun tepung meliputi Asia, Amerika Serikat, dan Brazil. varieties for control of powdery mildew disease on mungbean.
Intensitas penyakit biasanya tinggi pada musim kemarau, pada saat Keywords: Soybean, mungbean, powdery mildew, control
suhu dingin di pagi hari dan kondisi berembun di sekitar pertanaman.
Gejala penyakit embun tepung mudah dikenali dengan ciri seperti
tepung di permukaan atas daun. Hal ini dapat mengganggu proses
fotosintesis dan transpirasi. Selain itu, haustorium Erysiphe PENDAHULUAN
menyerap nutrisi tanaman sehingga mengganggu beberapa fungsi
dan proses metabolisme. Penyakit embun tepung perlu dikendalikan
untuk menekan kehilangan hasil kedelai dan kacang hijau. Cara
Kedelai dan kacang hijau merupakan komoditas pangan
pengendalian yang disarankan adalah penyemprotan dengan bahan sumber protein nabati. Bijinya mengandung 3545% dan
nabati (ekstrak biji mimba, kompos teh, susu sapi, minyak dari 23-29% protein berturut-turut pada kedelai dan kacang
citronella, lemongrass, eucalyptus, cinnamon, dan tanaman teh) hijau (RISTEK 2000; Ginting et al. 2008). Kedelai sebagian
pada kedelai dan penggunaan varietas tahan Vima-1 pada kacang besar digunakan untuk bahan baku tempe, tahu, dan
hijau. kecap, sedangkan kacang hijau sebagai bahan baku
Kata Kunci: Kedelai, kacang hijau, penyakit embun tepung, kecambah (sayur), bakpia, dan aneka kue. Kedua jenis
pengendalian komoditas pangan ini selain dikonsumsi secara tunggal,
juga dapat dicampurkan dalam pembuatan aneka kue atau
camilan.
ABSTRACT Di satu sisi, kebutuhan akan kedelai dan kacang hijau
terus meningkat dari tahun ke tahun. Di sisi lain, produksi
Powdery mildew disease is caused by Erysiphae diffusa (Cook and nasional kedelai pada tahun 2015 baru mencapai 963.183
Peck) fungi on soybeans and E. polygoni (DC Sawada) on ton (Kementan 2017a) produksi kacang hijau 271.463 ton
mungbean. Both diseases are an important disease because of their (Kementan 2017b).
widely spread and high yield loss, reaching 35% in soybeans and Kementerian Pertanian mencanangkan swasembada
26% in mungbean. In Indonesia, the disease occurs in central kedelai yang berimplikasi terhadap aspek budi daya untuk
areas of soybean production and mungbean. The spread of the mendukung program tersebut, termasuk pengendalian
disease includes Asia, the United States of America , and Brazil. The
hama dan penyakit. Dalam upaya peningkatan produksi
symptoms of powdery mildew are easily recognizable in the presence
kedelai dan kacang hijau dijumpai berbagai masalah,
of white flour on the top surface of the leaves. The intensity of
powdery mildew is usually high in the dry season, when the
antara lain patogen penyebab penyakit. Salah satu
temperature is cold in the morning and much mildew conditions penyakit utama pada kedelai dan kacang hijau ialah
around the plant. This situation will interfere with the process of penyakit embun tepung. Penyakit ini tersebar luas di
photosynthesis and transpiration. In addition, Erysiphe’s dunia, baik pada tanaman yang dibudidayakan seperti
60 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 59-66
tanaman aneka kacang maupun pada gulma (Khodaparast GEJALA DAN PENYEBAB PENYAKIT
dan Abbasi 2009). Di luar negeri penyakit embun tepung
pada kedelai telah lama diketahui. Penyakit ini telah Gejala penyakit embun tepung didahului oleh bercak putih
tersebar di beberapa negara penghasil kedelai seperti pada daun bagian bawah. Bercak putih tersebut seperti
Amerika Serikat, Brazil, dan China. tepung yang merupakan kumpulan konidia dan konidiofor
Di Indonesia, pada tahun 2009 terjadi penularan cendawan penyebabnya (Gambar 1A dan 1B). Bercak
penyakit embun tepung pada pertanaman kedelai di putih akan meluas ke seluruh daun, bahkan pada varietas
Kebun Percobaan (KP) Muneng, Probolinggo, Jawa rentan, polong dan batang juga memutih. Penyakit yang
Timur. Infeksi penyakit embun tepung pada tanaman menyerupai tepung tersebut adalah konidifor dan konidia
kedelai varietas Mahameru dan Anjasmoro sudah sangat cendawan penyebab embun tepung. Konidium akan
parah. KP Muneng secara geografis terletak pada membentuk haustorium yang berkembang di dalam sel-sel
ketinggian 10 mdpl, relatif dekat dengan pantai Ketapang. daun, menghisap cairan nutrisi tanaman, sehingga proses
Curah hujan dalam 10 tahun terakhir menunjukkan metabolisme terganggu. Selain itu, konidium dan
pada periode April-Juni rata-rata 47108 mm dengan konidiofor di permukaan atas daun akan menghambat
jumlah hari hujan 39 hari. Pada Mei-Juni 2009, jumlah fotosintesis dan transpirasi (Mignucci and Boyer 1979).
hujan tertinggi mencapai 132 mm dan terendah 41 mm, Infeksi yang parah menyebabkan daun mengering dan
dengan jumlah hari hujan terendah 3 hari dan tertinggi 9 akhirnya rontok. Infeksi yang parah sebelum fase
hari. Cuaca relatif tidak stabil pada musim kemarau, pembungaan menyebabkan polong kecil atau bahkan
sering turun hujan gerimis. Kondisi ini merupakan faktor tidak terbentuk polong sama sekali. Gejala tersebut
pemicu munculnya penyakit embun tepung pada tanaman hampir sama dengan gejala penyakit embun tepung pada
kedelai. Kedelai varietas Anjasmoro dan Mahameru beberapa komoditas lainnya, misalnya kacang buncis,
memiliki sensitif terhadap patogen parasit obligat anggur, dan melon (termasuk tanaman perdu). Berbeda
tersebut. Tingkat keparahan penyakit rata-rata sangat dengan embun tepung pada tanaman “ek” (pohon “ek”),
tinggi, mencapai 50% pada varietas Mahameru dan 60% penghambatan hanya terjadi pada metabolisme primer,
pada Anjasmoro (Rahayu 2011). Benih kedelai dari misalnya karbohidrat dan protein (Mignucci dan Boyer
tanaman yang terinfeksi penyakit embun tepung dapat 1979). Pada tanaman kedelai, penghambatan terjadi pada
menurunkan daya kecambah sampai 50% tetapi tidak metabolisme primer dan sekunder (termasuk daya tahan
disebutkan kehilangan hasil secara pasti, namun hasil tanaman, misalnya adanya fenol dan lignin) (Marcais dan
penelitian di Amerika Serikat menunjukkan penurunan Deprez-Loustau, 2012). Menurut Grau (2006), penyakit
hasil kedelai varietas rentan mencapai 35% apabila infeksi embun tepung pada tanaman kedelai yang disebabkan
terjadi pada awal pertumbuhan tanaman (Hartman et al. oleh cendawan Microsphaera diffusa (Gambar 1C), dan
1999). pada kacang hijau yang disebabkan oleh cendawan
Penyakit embun tepung pada kacang hijau juga telah Erysiphe polygoni (Gambar 1D). Almeida et al. (2008)
tersebar di beberapa negara penghasil kacang hijau menyebutkan bahwa M. diffusa yang menginfeksi
seperti India, Pakistan, Thailand, China, Myanmar, dan tanaman kedelai merupakan sinonim dari E. diffusa.
Indonesia (Nair et al. 2014). Di Thailand, penurunan hasil Bentuk visual cendawan penyebab penyakit embun
dapat mencapai 26,2% (Tantanapornkul et al. 2005), tepung dapat dilihat menggunakan mikroskop. Bentuk
sedangkan di Filipina 21% apabila semua daun tertutupi visual penyakit ini perlu diketahui bila suatu saat dijumpai
oleh penyakit embun tepung pada saat tanaman berbunga gejala yang sama, sehingga setidaknya dapat diketahui
(Semangun 2005). Menurut Semangun (2005), di familinya. Klasifikasi penyebab penyakit embun tepung
Indonesia penyakit embun tepung tersebar di Jawa, Bali, menurut Mc Laughlin et al. (1977) adalah sebagai berikut:
dan Sumatera. Penyebaran penyakit ini bisa melalui angin,
sehingga tidak tertutup kemungkinan dapat menyebar Kerajaan : Fungi
cepat ke provinsi lainnya. Intensitas penyakit embun Filum : Ascomycota
tepung di lapang mencapai 44% (Sumartini 2002) dan Subfilum : Pezizomycotina
kehilangan hasil dapat mencapai 80% pada varietas lokal. Klas : Leitiomycetes
Menurut Fondevilla dan Rubiales (2012), di Spanyol Ordo : Erysiphales
kehilangan hasil kacang kapri akibat penyakit embung Famili : Erysiphaceae
tepung berkisar antara 2550%, menurunkan total Genus : Erysiphe
biomasa, jumlah polong/tanaman, jumlah biji/polong, Spesies : Microsphaera diffusa
jumlah cabang, dan tinggi tanaman. (Erysiphe diffusa) pada kedelai
Tulisan ini membahas gejala dan penyebab, siklus Erysiphe polygoni pada kacang hijau
penyakit dan faktor-faktor yang memengaruhi penyakit
dan cara pengendalian penyakit embun tepung pada Setiap individu baik manusia, makro organisme
tanaman kedelai dan kacang hijau. maupun mikroorganisme, berbeda rantai DNAnya.
Berdasarkan analisis sequen dari inti r-DNA dinyatakan
cendawan penyebab penyakit embun tepung pada kedelai
Penyakit embun tepung dan .... (Sumartini dan Mudji Rahayu) 61
A B
C D
Gambar 1. Gejala penyakit embun tepung pada tanaman kedelai dan kacang hijau (A dan B). Konidia
M. diffusa (isolat Muneng) dan E. polygoni (C dan D).
terdapat dua spesies, yaitu E. glycines dan E. diffusa berkisar antara 2226oC dan 8088%. Penyakit embun
(Takamatsu et al. 2002). Klasifikasi ini lebih detail daripada tepung pada pohon “ek” (E. alpitoides) membutuhkan
klasifikasi morfologi. kelembaban yang agak lebar, berkisar antara 7696%, di
mana pelepasan konidia berlangsung jika udara kering,
dan sebaliknya untuk perpanjangan tabung kecambah
FAKTOR-FAKTOR YANG membentuk haustorium apabila kelembaban minimal 96%
MEMPENGARUHI PENYAKIT (Hewitt 1974). Cendawan E. alphitoides membutuhkan
keadaan kering untuk melepaskan konidia ke atmosfer,
Faktor yang mempengaruhi penyakit embun tepung meski demikian cendawan masih membutuhkan air bebas
antara lain suhu, kelembaban, dan sinar matahari. Di untuk pembentukan haustorium. Selain kelembaban,
Indonesia, komoditas kacang-kacangan banyak ditanam kejadian penyakit embun tepung juga bergantung pada
pada lahan sawah setelah panen padi. Pada musim curah hujan. Menurut penelitian Basova (1987), curah
kemarau pertama, sebagian lahan masih bisa ditanami hujan yang dibutuhkan untuk epidemi penyakit embun
padi, sedangkan pada musim kemarau kedua sebagian tepung pada pohon “ek” berkisar antara 7080 mm/bulan.
besar petani menanam palawija, termasuk kedelai, kacang Sinar matahari juga berpengaruh terhadap epidemi
tanah, dan kacang hijau. Pada saat itu bertepatan dengan penyakit embun tepung. Pada daerah yang terkena
bulan Juni atau Juli. Pada bulan-bulan tersebut suhu banyak sinar matahari lebih banyak terjadi penyakit
udara di Indonesia agak rendah, rendah pada pagi hari dan embun tepung daripada daerah yang teduh (Giertych dan
tinggi pada siang hari. Kondisi ini cocok bagi Suszka 2010). Penyakit ini juga dapat terjadi apabila
perkembangan penyakit embun tepung. Perkembangan terdapat tanaman inang yang rentan, patogen yang
penyakit lebih cocok pada suhu dingin, kelembaban agresif, dan cuaca yang mendukung. Pengamatan Rahayu
rendah, dan suasana teduh (Anonim 2006). Menurut Ilag (2011) menunjukkan kedelai varietas Anjasmoro dan
(1978), suhu dan kelembaban udara yang sesuai untuk Mahameru terinfeksi patogen penyakit embun tepung
perkembangan penyakit embun tepung masing-masing dengan intensitas yang tinggi, yaitu 60% pada varietas
62 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 59-66
Konidia
Konidiofor
Haustorium
Epidermis
Parencim
Epidermis
Gambar 2. Irisan melintang daun yang terinfeksi Erysiphe polygoni (Rasbak 2016.)
Penyakit embun tepung dan .... (Sumartini dan Mudji Rahayu) 63
A B
Gambar 4. Gulma asterase P. spicatus (A), dan H. indicum (B) yang terinfeksi cendawan embun
tepung di lapangan (Sumartini, Mudji Rahayu).
Tabel 1. Perbedaan penyakit embun tepung pada tanaman kacang hijau dan kedelai
Stadium asexual Erysiphe poligoni Erysiphe diffusa (Mc. Taggart, Ryley, and Shivas 2012)
Erysiphe glycine (Takamatsu et al. 2002)
Stadium sexual Podosphaera fusca Microsphaera diffusa
Inang lain Famili Kacang-kacangan: E. glycine pada buncis (Phaseolus vulgaris),
buncis, Famili Cucurbitaceae: Helianthus annuus, Sonchus,
melon, semangka, timun, labu oleraceus, Hypochaeris brasiliensis,
kuning, labu putih dll. and Biden pilosa (Almeida et al., 2008)
Kisaran suhu untuk Suhu maksimum 27,2 – 30,3 0C Suhu udara dingin, 18-24 0C
perkembangan penyakit (Thakur dan Agrawal, 2008) (Mignucci and Lim, 1980)
Kisaran kelembaban untuk RH pagi 67-90%, RH siang RH rendah, 70% (Mignucci and Boyer 1979)
perkembangan penyakit 12-38% (Thakur dan Agrawal,
2008)
Penyebab penyakit embun tepung pada tanaman cendawan bisa saja tercecer atau terbawa angin dan
kedelai dan kacang hijau hanya sama pada genus dari membutuhkan banyak tenaga kerja.
stadium aseksual, sedangkan stadium seksualnya
berbeda. Perbedaan lainnya ialah tanaman inang, faktor
abiotik yang berpengaruh (kisaran suhu dan kelembaban) Pengendalian Kultur Teknis
terhadap perkembangan penyakit (Tabel 1).
Sanitasi lingkungan. Membersihkan gulma di antara
tanaman yang berperan sebagai inang alternatif bagi
PENGENDALIAN patogen E. polygoni. Cendawan E. polygoni bisa
bertahan hidup pada tanaman yang tidak dibudidayakan
Penyakit embun tepung dapat dikendalikan dengan cara atau gulma, baik berdaun lebar maupun berdaun sempit.
mekanis, kultur teknis, penanaman varietas tahan, Jika tanaman yang dibudidayakan sudah panen E.
biofungisida, dan fungsisida kimia. Pengendalian secara poligoni bisa bertahan hidup pada gulma.
mekanis adalah memetik semua daun-daun yang Rotasi tanaman. Rotasi tanaman akan memutus siklus
terinfeksi cendawan penyebab penyakit embun tepung. hidup suatu mikroorganisme yang bertindak sebagai
Cara ini tidak efektif dan tidak efisien karena tepung patogen penyebab penyakit. Pergiliran tanaman setelah
64 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 59-66
kacang hijau harus mempertimbangkan jenis tanamannya. atau ekstrak bawang merah juga dapat menekan intensitas
Pilihlah yang bukan inang dari E. polygoni. Setelah satu penyakit embun tepung. Minyak cengkeh (3 ml/l air) lebih
musim bukan kacang hijau, diperbolehkan tanam kacang efektif menekan penyakit embun tepung daripada ekstrak
hijau. bawang merah (10 g/l air). Penyemprotan ekstrak biji
Pemupukan. Sulfur dan seng merupakan hara mikro mimba untuk pengendalian embun tepung pada kacang
yang dibutuhkan tanaman. Fungsinya adalah untuk hijau (1 ml/l bahan induk 50 g/l air) dapat menekan
meningkatkan jumlah khorofil, sehingga fotosintat juga penyakit embun tepung sampai 38% dan menekan
akan meningkat. Fotosintat yang besar akan meng- kehilangan hasil hingga 70% (Rajid et al. 2009).
hasilkan biomasa yang besar sehingga meningkatkan Penggunaan kompos teh untuk pengendalian
hasil. Hasil penelitian di India menunjukkan pemupukan penyakit embun tepung pada tomat yang disebabkan oleh
tanaman padi pada pola tanam padi-lentil (leguminosae) E.polygoni telah diteliti oleh Segarra et al. (2009) di
dengan campuran 40 kg/ha sulfur dan 6 kg/ha seng Spanyol. Hasil penelitian tersebut menunjukkan
menekan intensitas penyakit embun tepung 10% dan penyemprotan larutan kompos teh dan air (1:5, v/v)
meningkatkan bobot biomasa 14% (Sing et al. 2013). dengan interval seminggu sekali, dimulai pada saat
tanaman tomat berumur 60 hari, empat kali penyemprotan,
menghambat intensitas penyakit embun tepung 19% jika
Penanaman Varietas Tahan dilakukan sebelum terjadi gejala penyakit (preventif) dan
efektif menurunkan penyakit (100%). Dengan kata lain
Penanaman varietas tahan penyakit embun tepung mengeradikasi embun tepung jika dilakukan setelah
merupakan cara pengendalian yang efektif dan ramah kejadian penyakit (curatif).
lingkungan, namun benih sering tidak tersedia pada waktu Perina et al. (2013) di Brazil mengevaluasi pengaruh
yang tepat. Badan Litbang Pertanian pada tahun 2008 susu sapi, minyak citronella, lemongrass, eucalyptus,
telah melepas kacang hijau unggul varietas Vima-1 yang cinnamon, dan tanaman teh pada patogen embun tepung
tahan terhadap penyakit embun tepung. Beberapa melalui Scanning Electron Microscope (SEM). Hasil
varietas unggul kacang hijau yang tahan terhadap penelitian menunjukkan E. diffusa dapat dikendalikan
penyakit embun tepung disajikan pada Tabel 2. dengan susu sapi dan bahan-bahan nabati tersebut.
Ketahanan varietas Vima-1 disebabkan oleh gen yang Dengan konsentrasi 100 ml/l dan 1 ml/l air masing-masing
dibawa tetuanya. untuk susu sapi dan minyak citronella, lemongrass,
Sebagian petani di Pantura Jawa Tengah adalah eucalyptus, cinnamon menurunkan keparahan penyakit
pemasok kacang hijau ke Yogyakarta untuk kebutuhan 6774%.
bakpia. Sebelum ditemukan varietas unggul Vima-1, Penyemprotan fungisida hayati. Cendawan
mereka menanam varietas lokal yang kulit bijinya tidak Ampelomyces quisqualis yang merupakan musuh alami
mengkilat (buram). Akhir-akhir ini kacang hijau varietas terbukti efektif menekan pertumbuhan E. polygoni yang
Vima 1 sudah banyak ditanam petani dengan alasan kulit sedang menginfeksi tanaman kacang hijau. Mekanisme
biji buram dan rasa lebih gurih. Selain itu, varetas Vima-1 kerja cendawan tersebut ialah memarasit seluruh
juga tahan terhadap penyakit embun tepung, sehingga permukaan cendawan E. polygoni. Aplikasi suspensi
pertanaman petani tidak lagi terjangkit patogen embun konidia cendawan A. quisqualis di tingkat laboratorium
tepung. Varietas Vima-1 juga sudah berkembang di Nusa yang digunakan adalah 107 spora/ml air, dan disarankan
Tenggara Timut (NTT) yang merupakan sentra kacang menggunakan kerapatan 10 6/ml air untuk aplikasi di
hijau. lapangan pada sore hari (Yusnawan dan Hardaningsih,
2006). Keunggulan cara ini ialah satu kali aplikasi dapat
Pengendalian Biologi menghambat perkembangan patogen embun tepung.
Pengendalian dengan fungisida kimia. Hasil
Penyemprotan fungisida nabati. Pengendalian dengan pengujian di Malang pada musim kemarau tahun 1999
bahan alami seperti ekstrak biji mimba, minyak cengkeh menunjukkan di antara delapan jenis fungisida yang diuji,
heksakonazol merupakan efektif menekan penyakit embun
Tabel 2. Beberapa varietas kacang hijau tahan dan agak tepung pada kacang hijau. Fungisida tersebut menekan
tahan penyakit embun tepung. intensitas penyakit embun tepung sebesar 42% pada saat
tanaman berumur 42 hari (Sumartini 2002). Hasil penelitian
Varietas Produktivitas Ketahanan efikasi beberapa macam fungisida untuk pengendalian
(t/ha) cendawan E. polygoni pada cumin di Brazil menunjukkan
fungisida sulfur (80 WP) lebih efektif daripada
Camar 1,35 Tahan
Merpati 1,2-1,8 Tahan hexaconazol (5 EC), difenoconazol (25 EC), propiconazol
Sampeong 1,0-1,8 Agak tahan (25 EC), picoxystrobin (25 EC), dinocap (48 EC), dan dapat
Kutilang 1,13-1,96 Tahan menghambat penyakit sebesar 73% (Khunt et al., 2017).
Vima 1 1,38-1,76 Tahan Pengendalian dengan fungisida kimia merupakan cara
terakhir apabila cara-cara yang lain tidak efektif.
Sumber: Balitkabi (2012).
Penyakit embun tepung dan .... (Sumartini dan Mudji Rahayu) 65
Dari uraikan di atas diketahui pengendalian penyakit Fondevilla, S. and D. Rubiales. 2012. A reviw of Powdery mildew
embun tepung yang paling efektif pada tanaman kacang control on pea. Agron Sustain Dev. 32: 401–409.
Ginting, E., Ratnaningsih, dan R. Iswanto. 2008. Karakteristik Fisik
hijau adalah penanaman varietas Vima-1. Varietas unggul
dan Kimia 17 Genotipe Kacang Hijau untuk Bahan Pangan.
sudah tersedia di beberapa daerah dan disukai oleh hlm. 451–464. Dalam A. Harsono, A.Taufik, A. A. Rahmiana,
petani, karena mudah dilakukan dan tidak memerlukan Suharsono, M. M. Adi, F. Rozi, Adi Widjono, dan Rudi Suhendi
biaya pengendalian. (Eds.) Inovasi Teknologi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
Pengendalian penyakit embun tepung pada tanaman Mendukung Kemandirian Pangan dan Kecukupan Energi.
Prosiding Seminar Nasional 2008. Bogor: Pusat Penelitian dan
kedelai dengan penanaman varietas tahan belum dapat
Pengembangan Tanaman Pangan.
disarankan karena belum diketahui secara pasti varietas Giertych M.J and Suszka J. 2010. Influence of cutting off distal ends
yang benar-benar tahan. Hal ini merupakan tantangan of Quercus robur acorns on seedling growth and their infection
bagi pemulia tanaman kedelai dalam menghasilkan by the fungus Erysiphe Alphitoides in difference light condition.
varietas tahan. Untuk sementara, pengendalian penyakit Dendrobiology 64: 73–77.
embun tepung pada tanaman kedelai disarankan Grau, C. 2006. Powdery Mildew of Soybean. UW Extension.
University of Wisconsin, Madison USA. 2pp. http://fyi.uwex.edu/
dengan penyemprotan kompos teh karena sisa teh
fieldcroppathology/files/2010/12/powdery_mildew_06.pdf. [4-
banyak tersedia di warung atau restoran yang tidak 1-2008].
memerlukan biaya, bahkan turut berperan dalam Hartman, G.L., J.B. Sinclair, and J.C. Rupe. 1999. Compendium of
pemanfaatan limbah. Soybean Diseases Fourth Edition. American Phytopathological
Press. 100 pp.
Hewitt, H.G. 1974. Conidia germination in Microsphaera
alphitoides. Trans Br. Mycol Soc 63: 587–628.
KESIMPULAN Kementan (Kementerian Pertanian). 2017a. Produksi Kedelai. http:/
/ www. p ert a n i a n . go. i d / D a t a 5 t a h u n / ATAP -T P 2 0 1 5 / 2 4 -
ProdKedelai.pdf. [4 April 2017].
Embun tepung merupakan penyakit utama tanaman
Kementan (Kementerian Pertanian). 2017b. Produksi Kacang Hijau.
kedelai dan kacang hijau. Tanpa pengendalian, penyakit http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/ATAP-TP2015/26-
ini dapat menurun hasil 35% pada kedelai dan 26% kacang ProdKcHijau.pdf. [4 April 2017].
hijau. Jenis tanaman inang antara lain leguminae dan Khodaparast, S.A and M. Abbasi. 2009. Spesies, host range, and
cucurbitasae, baik yang dibudidayakan maupun tidak geographical distribution of powdery mildew fungi in Iran.
dibudidayakan (gulma). Cara pengendalian penyakit Mycotaxon 108: 213–216.
penting ini mencakup penanaman varietas tahan, secara Khunt, A.R., L.F. Akbari, G.J. Goswami, and A.S. Vamja. 2017.
Efficacy various fungicides for the management of cumin
kultur teknis dengan sanitasi lingkungan, rotasi dengan powdery mildew caused by Erysiphe polygoni. International
tanaman bukan inang, pemupukan dengan hara sulfur dan Journal of Current Microbiology Application Science 6(4):
seng. Selain itu, penyakit embun tepung juga dapat 1.218–1.223.
dikendalikan secara biologi, yaitu dengan fungisida Marcais, B. and M.L Deprez-Loustau. 2012. European oak powdery
nabati (ekstrak biji mimba dan kompos teh), dan fungisida mildew: impact on trees, effects on enviromental factors, and
potential effect of climate change. Annals of Forest Science.
hayati (cendawan Ampelomyces quisqualis). Alternatif
Mc. Laughlin M.R., J.S. Mignucci, and C.M. Milbarth. 1977.
terakhir adalah penyemprotan dengan fungisida kimia Microsphaera diffusa, the perfect stage of the soybean powdery
apabila cara terdahulu tidak mampu mengendalikan mildew pathogen. Phytopathology 67: 726–729. USA.
penyakit embun tepung. Mc. Taggart, A.R., M.J. Ryley, and R.G. Shivas. 2012. First report
of the powdery mildew Erysiphe diffusa on soybean in Australia.
Australian Plant Diseases. Notes 7: 127-129. DOI:10.1007/
s13314-012-0065-7.
DAFTAR PUSTAKA Mignucci, J.S. and D.W. Chamberlain. 1978. Interaction of
Microsphaera diffusa with soybean and other legumes.
Almeida, A.M.R., E. Binnekck, F.P. Fernanda, R.R.M. Silvana, R.Z. Phytopathology 68: 169–173.
Paula, Riberio do Valle, and C.A Silveira. 2008. Characterization Mignucci, J.S. and J.S. Boyer. 1979. Inhibition of photosyntesis and
of powdery mildews strains from soybean, bean, sunflower, and transpiration in soybean infected by Microsphaera diffusa.
weeds in Brazil using rDNA-ITS sequences. Tropical Plant Phytopathology 69: 227–230.
Pathology 33(1): 020–026. Mignucci, J.S. and S.M. Lim. 1980. Powdery mildew development
Anonim. 2016a. Erysiphe diffusa. EPPO Global Database. https:// on soybean with adult plant resistance. Phytopathology 70:
gd.eppo.int/taxon/MCRSDI. [17 Januari 2017]. 919–921.
Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi). Nair, R., R.Schafleitner, W. Easdown, A. Ebert, P. Hanson, J. d’arros
2012. Deskripsi varietas unggul Kacang-kacangan dan Umbi- Hughes, and J.D.H. Keatinge. 2014. Legume Improvement
umbian. Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi. Program AVRDC-The World Vegetable Centre. Impact and
Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Future Prospects. Asian Vegetable Research Centre. Shanhua,
Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi). Tainan, Taiwan.
2014. Deskripsi varietas. Balai Penelitian Tanaman Aneka Perina, F.J., Eduardo Alves, R.B. Periera, C.L. Gelvaine, Claudia
Kacang dan Umbi. Pusat Penelitian Tanaman Pangan. Jakarta: R.G.L, and H.A. de Castro. 2013. Essential Oil and whole milk
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. in control of soybean powdery mildew. Ciencia Rural, Santa
Basova, S.V. 1987. Seasonal dynamics of powdery mildew of Maria 43(11): 1938–1944.
pedunculate oak in a seed grafting plantation (in Russian). Mikol.
Fitopathol. 21: 269–273.
66 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 59-66
Radjid, B.S., D. Runik, S.W. Indiati, dan Sumartini. 2009. Evaluasi sistem produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian
teknologi budi daya kacang hijau di lahan tadah hujan. Laporan menuju ketahanan pangan dan agribisnis. Bogr: Pusat Penelitian
Teknis Tahun 2009. Malang: Balai Penelitian Tanaman Kacang- dan Pengembangan Tanaman Pangan.
kacangan dan Umbi-umbian. 10 hlm. Sweets. L.E. and A. Wrather. 2000. Soybean diseases. Integrated
Rahayu, M. 2011. Penyakit embun tepung Microsphaera diffusa pest management manuals. Plant protection programs of the
pada stadia generatif dua varietas kedelai. Suara Perlindungan University of Missouri. Columbia. 26 pp.
Tanaman 1(2): 1–7. Takamatsu, S., Shein Hyon-Dong, U. Paksiri, S. Limkaisang, Y.
Rasbak. 2016. Erysiphe necator mycelium. https://pl.wikipedia.org/ Taguchi, Thi Binh Nguyen, and Sato Yukio. 2002. Two Erysiphe
wiki/Plik:Erysiphe_necator_mycelium.svg. [10 Oktober 2016]. spesies associated with recent outbreak of soybean powdery
RISTEK. 2000. Tempe. Deputi Kemenristek Bidang Pendayagunaan mildew: result of molecular phytogenetic analysis based on nulear
dan Pemasyaratan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. http:// r-DNA sequences. Mycoscience 43(4): 333341. http://
www.ristek.go.id. [10 Maret 2017]. hdl.hadle.net/10076/2631.10-4-2014].
Segarra, G., M. Reis, E. Casanova, and M.I. Trillas. 2009. Control Tantanapornkul, N., S. Wongkaes, and P. Laosuwan. 2005. Effect
of tomato powdery mildew (Erysiphe polygoni) in tomato by of powdery mildew on yield, yield component, and seed quality
foliar application of compost tea. Journal of Plant Pathology of mungbean. Suranaree J. Sci. and Technol 13(12): 152162.
91(3): 683–689. Thakur, M.P. and K.C. Agrawal. 2008. Epidemiological studies on
Semangun, H. 2005. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di powdery mildew of mungbean and urdbean. http://dx.doi.org/
Indonesia 2ed. Gajah Mada University Press. 475 hlm. 10.1080/09670879509371940. [23 Maret 2014].
Shumann, G.L. 2016. Plant Diseases: Their Biology and Social Impact. Yusnawan, E. dan S. Hardaningsih. 2006. Keefektivan Ampelomyces
APS Press. http://www.apsnet.org/edcenter/K-12/TeachersGuide/ quisqualis yang ditumbuhkan pada berbagai media terhadap
PowderyMildew/Pages/PowderyMildewsLifeCycle.aspx. [3 penyakit embun tepung. hlm. 483490. Dalam Suharsono, A.K.
Maret 2017]. Makarim, A.A. Rahmiana, M.M. Adi, A. Taufik, F. Rozi, I.K.
Sing A.K, B.P. Bhatt, K.M. Sing, A. Kumar, Manibhushan, U. Kumar, Tastra, dan D. Harnowo (Eds.). Peningkatan produksi kacang-
N. Chandra, and R.C. Bharati. 2013. Dynamics of powdery kacangan dan umbi-umbian mendukung kemandirian pangan.
mildew (Erysiphae trifolii) disease of lentil influenced by sulfur Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.
and zinc nutrition. Plant Pathology Journal 12(2): 71–77.
Sumartini, M. Anwari, dan Yusmani. 2002. Efektivitas fungisida
terhadap penyakit embun tepung pada kacang hijau. hlm. 248
255. Dalam Peningkatan produktivitas, kualitas dan efisiensi
PotensiLitbang
Jurnal pengembangan
Pertanianplastik
Vol. 36biodegradable
No. 2 Desember
.... (Elmi
2017: Kamsiati
67-76 et al.) 67
DOI: 10.21082/jp3.v36n2.2017.p67-76
ABSTRAK PENDAHULUAN
plastik biodegradable atau bioplastik. Plastik sebagai bahan baku, teknologi dan proses produksi, serta
biodegradable terbuat dari bahan polimer alami seperti peluang pengembangan bioplastik di Indonesia.
pati, selulosa, dan lemak. Bahan utama yang sering
digunakan dalam pembuatan plastik biodegradable
adalah pati dan Poly Lactic Acid (PLA). (Coniwanti et al. PLASTIK BIODEGRADABLE VS
2014; Yuniarti et al. 2014; Susanti et al. 2015). PLASTIK KONVENSIONAL
Pati merupakan bahan baku yang banyak tersedia di
Indonesia. Pati diperoleh dengan cara mengekstrak bahan Plastik didefinisikan sebagai bahan sintetik atau semi
nabati yang mengandung karbohidrat, seperti serealia sintetik yang diproses dalam bentuk polimer termoplastik
dan aneka umbi. Sumber karbohidrat yang banyak atau termoset dengan berat molekul yang tinggi dan
mengandung pati di antaranya jagung, sagu, ubi kayu, dibentuk menjadi produk berupa film dan filamen. Polimer
beras, ubi jalar, sorgum, talas, dan garut. Karakteristik plastik tersusun dari monomer melalui reaksi polimerisasi.
fungsional pati yang unik memungkinkan pati digunakan Sebagian besar plastik terdiri atas 50020.000 monomer,
untuk berbagai keperluan, baik sebagai bahan pangan misalnya polietilen yang dibuat dari etilen. (PlasticEurope
maupun nonpangan (Koswara 2009). 2017; Nkwachukwu et al. 2013).
Pati juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan Berdasarkan bahan bakunya, plastik dapat di-
pembuatan biodegradable plastik (bioplastik). Industri di kelompokkan menjadi dua, yaitu plastik dari bahan yang
beberapa negara sudah mengembangkan pati sebagai tidak dapat diperbaharui dan dapat diperbaharui. Dari segi
bahan bioplastik. Jenis pati yang banyak digunakan kemudahan terdegradasi oleh alam, plastik dibedakan
adalah pati jagung dan pati kentang. Jenis pati dari kedua menjadi dua, yaitu mudah terdegradasi (biodegradable)
komoditas ini banyak digunakan oleh industri bioplastik atau bioplastik dan sulit terdegradasi (non biodegradable)
di beberapa negara Eropa dan Australia. Di Thailand, atau plastik konvensional (Gambar 1).
bahan baku yang digunakan untuk bioplastik adalah pati Plastik biodegradable dibuat dari bahan nabati yang
ubi kayu. Pati komoditas pertanian lebih kompetitif dan merupakan produk pertanian yang dapat diperbaharui.
tersedia cukup melimpah sebagai bahan baku plastik Oleh karena itu, produksi bahan nabati dapat
biodegradable. Menurut Swamy dan Singh (2010), berkelanjutan dan bioplastik dapat terdegradasi lebih
permintaan bioplastik terbesar adalah yang berbahan cepat karena bersifat ramah lingkungan. Namun harga
dasar pati. plastik biodegradable lebih mahal daripada plastik
Teknologi pembuatan plastik biodegradable kovensional karena teknologinya belum berkembang luas.
berbahan dasar pati sudah mulai dikembangkan di Keterbatasan bahan baku plastik konvensional berupa
Indonesia sejak beberapa waktu yang lalu. Bahan baku minyak bumi dan meningkatnya tuntutan terhadap produk
yang diteliti untuk pembuatan plastik biodegradable
antara lain pati tapioka dengan campuran kitosan dan
pemlastis gliserol (Lazuardi dan Cahyaningrum 2013), pati
sagu dengan campuran pemlastis gliserol (Yuniarti et al.
Dapat diperbaharui
Tabel 1. Perbandingan antara plastik konvensional dengan plastik biodegradable pada beberapa aspek.
Bahan baku Sebagian besar dibuat dari bahan yang tidak Dibuat dari bahan yang dapat diperbaharui (bahan
dapat diperbaharui (minyak bumi) nabati)
Teknologi Sudah mapan Sudah ada produsen yang mengembangkan. Namun
masih banyak yang dalam tahap penelitian.
Sosial Sudah banyak dikenal dan digunakan Belum banyak dikenal masyarakat.
masyarakat.
Ekonomi Harga lebih murah Harga sedikit lebih mahal
Lingkungan Tidak ramah lingkungan (perlu ratusan ramah lingkungan (dapat terdegradasi oleh alam dalam
tahun untuk dapat terdegradasi oleh alam). waktu yang singkat (sekitar 3-6 bulan).emisi karbon
menghasilkan emisi karbon yang tinggi yang lebih rendah
Sumber: Thielent 2014; Swamy and Sing 2010; Money 2009; Lu et al. 2009; Patel et al. 2005; Swa 2014; Sing et al. 2009.
ramah lingkungan menjadi peluang bagi pengembangan merupakan polimer alami, dihasilkan dari pemanfaatan
plastik biodegradable. Tabel 1 menampilkan perbandingan karbon dioksida dan air melalui proses fotosintesis, dapat
plastik konvensional dan plastik biodegradable ditinjau terdegradasi sempurna dan harganya relatif murah. Secara
dari aspek ketersediaan bahan baku, teknologi, sosial, ekonomi, pati lebih kompetitif dibandingkan dengan
ekonomi, dan lingkungan. minyak bumi karena berasal dari bahan nabati yang dapat
Polimer alami seperti makromolekul yang secara alami diperbaharui. Proses produksi plastik biodegradable dari
terdapat pada beberapa tanaman yang dapat digunakan pati lebih sederhana dibandingkan dengan bahan baku
sebagai bahan baku plastik biodegradable. Demikian lain. Pati dapat diproses menggunakan beberapa metode
juga molekul yang lebih kecil seperti gula, disakarida, dan menjadi plastik biodegradable. Jenis pati yang banyak
asam lemak dari tanaman yang dapat digunakan sebagai digunakan adalah pati jagung dan pati ubi kayu (Sriroth et
bahan dasar plastik biodegradable. Semua sumber daya al. 2000; Lu et al. 2009). Plastik biodegradable berbahan
yang dapat diperbaharui dapat digunakan, dimodifikasi, dasar pati merupakan jenis bioplastik yang paling banyak
dan diproses menjadi plastik berbahan dasar alami diproduksi (Swamy dan Sigh 2010).
(biobased plastik) (Mooney 2009; Lu et al. 2009). Di Indonesia, pati menjadi pilihan sebagai bahan baku
Bahan baku yang dapat digunakan untuk pembuatan plastik biodegradable karena ketersediaannya cukup
plastik biodegrdable adalah pati, selulosa, dan Poly melimpah. Jenis pati yang dapat digunakan sebagai bahan
Lactic Acid (PLA) (Pulungan et al. 2015; Yuniarti et al. baku plastik biodegradable di antaranya pati ubi kayu,
2014; Darni dan Utami 2010; Paramawati et al. 2007). Pati pati sagu, dan pati jagung. Pati dari sumber karbohidrat
diperoleh dari tanaman sumber karbohidrat seperti sagu, lain maupun limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan
jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan umbi-umbian lainnya. sebagai bahan baku plastik biodegradable di antaranya
Selulosa dapat diperoleh dari limbah pertanian seperti pati umbi porang, pati biji durian, dan pati dari kulit ubi
jerami, tongkol jagung, dan pelepah nenas. PLA kayu (Pradipta dan Mawarni 2012; Akbar et al. 2013; Anita
merupakan hasil fermentasi bakteri asam laktat terhadap et al. 2013; Lazuardi dan Cahyaningrum 2013; Wicaksono
substrat yang mengandung gula. Berbagai jenis bahan 2013; Yuniarti et al. 2014; Coniwanti et al. 2014;
baku tersebut masing-masing memiliki kelebihan dan Radhiyatullah et al. 2015). Sagu dan ubi kayu merupakan
kekurangan. Menurut Pulungan et al. (2015) dan Tsou et sumber pati yang ketersediaannya yang cukup melimpah
al. (2014), PLA memiliki sifat mekanis yang bagus, di Indonesia.
sehingga potensial digunakan sebagai bahan baku
bioplastik namun harganya mahal. Kelebihan selulosa
antara lain mudah diperoleh, biasanya digunakan sebagai Tanaman Sagu
bahan penguat dalam pembuatan plastik biodegradable.
Menurut Lazuardi dan Cahyaningrum (2013) serta Darni Sagu merupakan komoditas penghasil karbohidrat
dan Utami (2010), pati tanaman lebih mudah diperoleh dan potensial, khususnya pati. Indonesia merupakan negara
jumlahnya cukup banyak. yang memiliki areal pertanaman sagu terluas di dunia.
Areal pertanaman terluas terdapat di Papua dan areal semi
budi daya sagu berada di Maluku, Sulawesi, Kalimantan,
PATI SEBAGAI BAHAN BAKU PLASTIK dan Sumatera (Maherawati et al. 2011; Syakir dan
BIODEGRADABLE Karmawati 2013). Menurut Badan Litbang Kehutanan
dalam Syakir dan Karmawati (2013), luas hutan sagu di
Dalam menghasilkan plastik biodegradable lebih banyak Indonesia mencapai 1,25 juta ha, sedangkan luas areal
menggunakan pati tanaman sebagai bahan baku. Pati semi budi daya 134 ribu ha dan masih terdapat lahan yang
70 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 67-76
sesuai untuk pengembangan sagu di Sumatera, Papua, bioetanol (Yuniarti et al. 2014; Fitriani et al. 2010; Muhidin
Maluku, Sulawesi, dan Kalimantan. Di beberapa daerah, et al. 2012).
sagu telah dibudidayakan. Data Ditjen Perkebunan (2017) Pati sagu terdiri atas fraksi amilosa dengan kadar
menunjukkan daerah produksi sagu yang cukup besar 28,84% dan amilopektin dengan kadar 71,16%. Kadar
adalah Riau, Papua, Maluku, Sulawesi Tenggara, dan amilosa dan amilopektin mempengaruhi sifat fungsional
Kalimantan Selatan (Tabel 2). pati sagu. Pati sagu berbentuk oval dengan ukuran 7,555
Produktivitas tepung sagu beragam, bergantung µ m, Ukuran pati juga berpengaruh terhadap sifat
pada jenisnya. Satu batang sagu unggul dapat fungsionalnya. Sifat fisikokimia pati sagu dapat dilihat
menghasilkan 200400 kg tepung. Sagu asal Sentani, pada Tabel 3.
Papua, memiliki kandungan karbohidrat 5687% dan pati Kandungan amilosa dan amilopektin berpengaruh
8184%. Produktivitas pati sagu kering dapat mencapai 25 pada sifat fisiko kimianya, di antaranya daya serap air,
t/ha/tahun, lebih tinggi dibanding pati ubi kayu 1,5 t/ha/ kelarutan, derajat gelatinisasi pati, dan swelling power.
tahun dan jagung 5,5 t/ha/tahun (Limbongan 2007; Semakin tinggi kandungan amilopektin, pati cenderung
Muhidin et al. 2012). lebih sedikit menyerap air, lebih basah dan lengket.
Pati sagu dapat dimanfaatkan untuk pangan dan Sebaliknya, pati dengan kadar amilosa tinggi cenderung
nonpangan. Sebagai bahan pangan, sagu dimanfaatkan lebih banyak menyerap air, lebih kering, dan kurang
sebagai bahan baku mi (Purwani et al. 2006, Prayoga et al. melekat (Jading et al. 2011; Koswara 2009).
2016) dan bahan tambahan fungsional pati resisten Semakin tinggi kandungan amilosa semakin tidak
(Purwani et al. 2012). Selain sebagai bahan pangan, pati mudah pembentukan gel karena suhu gelatinisasi lebih
sagu juga prospektif dikembangkan sebagai bahan baku tinggi. Gelatinisasi adalah proses pembengkakan granula
industri substrat fermentasi butanol-etanol, plastik pati karena adanya panas dan air, sehingga granula pati
biodegradable, gula cair, penyedap makanan, dan tidak dapat kembali ke bentuk semula. Ukuran granula pati
Tabel 2. Data luas area dan produksi budidaya sagu di daerah sentra produksi.
berkaitan dengan suhu gelatinisasi. Pati dengan ukuran merupakan pati yang diambil dari ubikayu. Tapioka dapat
granula kecil cenderung memiliki suhu gelatinisasi yang dimanfaatkan untuk bahan pangan maupun industri non
tinggi karena ikatan molekulnya lebih kuat sehingga pangan. Sebagi bahan pangan, tapioka setelah melalui
energi yang diperlukan untuk proses lebih tinggi. (Jading proses modifikasi dapat digunakan sebagai food
et al. 2011; Koswara 2009). ingredient (Herawati 2008; Herawati et al. 2010, Herawati
Menurut Westling et al. (1998) dan Thuwall et al. 2012). Tapioka juga dapat digunakan sebagai bahan baku
(2006), amilosa dan amilopektin menghasilkan bioplastik plastik biodegradable. Selain tapioka, limbah kulit ubi
dengan karakteristik yang berbeda. Amilosa yang tinggi kayu dapat juga dimanfaatkan sebagai bahan baku plastik
cenderung membentuk kristal yang menghasilkan sifat biodegradable. Rendemen tapioka ubi kayu berkisar
mekanis yang lebih kuat dibanding amilopektin yang antara 1525%.
berbentuk amorf. Namun penambahan plastiziser dan Tapioka sering digunakan sebagai pengganti tepung
proses pada kelembaban tinggi meningkatkan sagu karena sifat keduanya yang hampir sama. Tapioka
kristalinitas bioplastik dengan bahan baku pati ber- juga digunakan sebagai pengental makanan karena
amilopektin tinggi dan meningkatkan sifat mekanisnya. memiliki sifat kental dan bening ketika dipanaskan. Sifat
Penambahan plastisizer tidak mempengaruhi kristalinitas kimia dan fisik tapioka dapat dilihat pada Tabel 5.
pati beramilosa tinggi. Komponen utama penyusun tapioka adalah pati
dengan kandungan amilopektin sedikit lebih tinggi
daripada amilosa. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
Ubi Kayu kandungan amilosa dan amilopektin mempengaruhi
kristalinitas dan kekuatan mekanis bioplastik yang
Budi daya yang relatif mudah membuat komoditas ini dihasilkan. Pati dengan kandungan amilopektin tinggi
banyak diusahakan oleh petani. Menurut BPS (2016), dengan penambahan plasticizer dapat meningkatkan
produksi ubi kayu nasional pada tahun 2015 mencapai kekuatan mekanisnya.
22,9 juta ton. Sentra produksi ubi kayu di Indonesia
adalah Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat,
dan Sumatera Utara. Produksi ubi kayu dalam beberapa TEKNOLOGI PRODUKSI PLASTIK
tahun terakhir di sentra produksi dapat dilihat pada Tabel
BIODEGRADABLE
4.
Ubi kayu mengandung karbohidrat cukup tinggi,
berkisar antara 34,737,9%. Sebagai bahan industri ubi Pati alami yang digunakan sebagai bahan baku plastik
kayu umumnya diproses menjadi tapioka. Tapioka biodegradable memiliki stabilitas termal yang rendah dan
Produksi (ton/tahun)
Provinsi
2010 2011 2012 2013 2014 2015
memerlukan modifikasi kimia untuk meningkatkan sifat selulosa, kitosan, dan protein dapat dilakukan untuk
mekanis. Oleh karena itu, dalam pembuatan bioplastik memperbaiki kelemahan ini. Setiani et al. (2013)
dengan bahan dasar pati memerlukan tambahan menyatakan penambahan kitosan bertujuan meningkat-
plasticizer (bahan pemlastis) untuk meningkatkan sifat kan sifat mekanik pati.
mekanis. Bahan tambahan lain yang banyak digunakan
adalah kitosan, gelatin, dan selulosa yang berfungsi
memperkuat sifat mekanis. Modifikasi pati juga dapat Proses Produksi
dilakukan untuk mengubah sifat mekanis dari pati alami.
Jenis bahan yang berbeda akan menghasilkan plastik
Ada tiga cara efektif dalam menggunakan pati sebagai
biodegradable dengan karakteristik yang berbeda
bahan dasar pembuatan plastik biodegradable. Pertama,
(Coniwanti et al. 2014; Yuliasih dan Sunarti et al. 2014;
pati digunakan sebagai bahan pengisi plastik berbasis
Radhiyatullah et al. 2015).
minyak bumi, jumlahnya relatif sedikit, berkisar antara 6
15% dan hanya patinya yang bersifat biodegradable.
Kedua, pati dicampur dengan polimer biodegradable
Plasticizer seperti PLA. Jumlah pati yang digunakan mencapai 85%.
Ketiga, membuat pati termoplastik, Dengan adanya
Plasticizer berfungsi meningkatkan elastisitas polimer plasticiser (air, gliserin, dan sorbitol), temperatur tinggi
plastik biodegradable. Anita et al. (2013) menyatakan (90-160°C), dan shearing dapat melelehkan pati dan
plasticizer merupakan bahan organik dengan berat kemudian dialirkan seperti termoplastik (Sriroth et al.
molekul rendah yang dapat menurunkan kekakuan dan 2000; Mooney 2009; Cornelia et al. 2013; Coniwanti et al.
meningkatkan fleksibilitas polimer. Semakin banyak 2014).
plasticizer yang digunakan semakin meningkatkan Tahapan pembuatan plastik biodegadable berbahan
fleksibilitas polimer. Namun, menurut Kumoro dan dasar pati adalah mengintegrasikan teknik pencampuran,
Purbasari (2014), penambahan plasticizer terlalu banyak pemanasan, dan pencetakan. Plastik biodegradable yang
menyebabkan interaksi antara plasticizer dengan molekul dihasilkan berupa lembaran film (Coniwanti et al. 2014;
pati yang dapat menurunkan mobilitas molekuler. Hal Radhiyatullah et al. 2015; Lazuardi dan Cahyaningrum
senada juga dinyatakan Saputra et al. (2015) bahwa 2013). Beberapa hasil penelitian pembuatan bioplastik
penambahan bahan pemlastis yang terlalu banyak akan dengan bahan dasar pati dapat dilihat pada Tabel. 6.
menyebabkan plastik biodegradable bersifat soft and Pembuatan plastik biodegradable dengan teknik
weak. blending cukup sederhana. Namun implementasi
Bahan yang biasa digunakan sebagai plasticizer teknologi produksi dalam skala lebih besar belum banyak
adalah gliserol, gliserin, dan sorbitol. Kumoro dan dilaporkan. Di beberapa negara, teknologi produksi
Purbasari (2014) menyatakan kelebihan gliserol sebagai plastik biodegradable dalam skala besar tidak hanya
plasticizer akan memberikan fleksibilitas pada struktur menghasilkan lembaran film tapi juga dalam bentuk
pati sehingga bisa dibentuk. Penambahan gliserol akan lainnya.
meningkatkan elastisitas polimer yang dihasilkan. Plastik biodegradable dengan berbagai bentuk dapat
Demikian juga menurut Darni dan Utami (2010), sorbitol dibuat dari pati dengan bahan tambahan. Campuran pati
yang ditambahkan pada pembuatan bioplastik alami, pati tergelatinisasi, pati termoplastis, dan pati
meningkatkan elastisitasnya. Hidayati et al. (2015) termodifikasi, polimer atau monomer (asam laktat, hidroksi
menyatakan penambahan plasticizer akan meningkatkan alkanoat) dapat ditambah dengan plasticizer, bleaching
fleksibilitas dan mengurangi kerapuhan dari maupun pewarna dilakukan melalui proses ekstrusi
biodegradable film. Selain itu, asam laurat ada juga menggunakan ekstruder pada suhu 100160°C. Hasil
digunakan sebagai plasticizer (Wafiroh et al. 2010). ekstrusi setelah melalui proses pengeringan dan
pelleting menghasilkan pellet plastik biodegradable
(Gambar 2).
Kitosan Pellet atau biji bioplastik selanjutnya dapat diproses
menjadi berbagai bentuk plastik menggunakan plastik
Kitosan biasanya digunakan sebagai bahan campuran converter berupa film blowing untuk menghasilkan
pati dalam pembuatan plastik biodegradable dengan kantung plastik. Penggunaan termoforming dan injection
tujuan meningkatkan sifat mekanik bioplastik yang moulding akan menghasilkan produk seperti keyboard
dihasilkan. Kitosan merupakan biopolimer yang dan pesawat telepon. Blow moulding digunakan untuk
diperoleh dari limbah produk crustacea. (Lazuardi dan menghasilkan produk berupa botol plastik, dan
Cahyaningrum 2013). extrucsion coating menghasilkan film laminasi untuk
Menurut Darni dan Utami (2010), kelemahan kemasan makanan ringan, retort pouch.
bioplastik berbahan baku pati tidak tahan air (hidrofilik).
Penambahan bahan yang bersifat hidrofobik seperti
Potensi pengembangan plastik biodegradable .... (Elmi Kamsiati et al.) 73
Pati ubikayu: kitosan Gliserol Asam asetat glasial, Lazuardi dan Cahyaningrum 2013
Pati sagu Gliserol. Asam asetat Yuniarti et al. 2014
Pati sagu + kitosan Gelatin Pulungan et al. 2015
Pati sorgum + kitosan Sorbitol Darni dan Utami 2010
Tapioka + selulosa serat bambu Gliserin Susanti et al. 2015
Tepung nasi aking + tapioka Ggliserol Kumoro dan Purbasari, 2014
Pati kulit singkong Gliserol Anita et al. 2013
Pati tapioka + nano serat selulosa Wicaksono et al. 2013
dan/atau
Granula pati
dan/atau
Pati tergelatinisasi
Monomer
dan/atau
Pati termoplastis
Crosslingking
Polimer
Esterifikasi
Eterifikasi
dan/atau
Pati termodifikasi
Reaksi Dengan/tanpa
Mixer
Bahan tambahan
Blender
Extruder + plasticizer
+ compatabilizer
+ bahan tambahan
lain seperti bleaching,
Campuran pati/polimer pewarna
Pellet bioplastik
Plastik "Converter"
(film blowing, termoforming, injecting moulding, extruction,
coating, sheet extrucsion)
Produk
Gambar 2. Tahapan proses produksi plastik biodegradable (Sriroth 2000; Patel 2005).
Tabel 7. Sifat mekanis plastik Biodegradable dari berbagai bahan baku dibandingkan dengan plastik LDPE, HDPE, dan PP.
Pati ubi kayu: kitosan (2:1), - 4,81 Lazuardi dan Cahyaningrum (2013)
gliserol 20%.
Pati sagu, gliserol 6,1%. 3,72 - Yuniarti et al. (2014)
Pati sagu + kitosan 2%, gelatin 1,5%. 9,75 - Pulungan et al. (2015)
Tapioka + serat bamboo, gliserin. 0,068 960 Susanti et al. (2015)
Tepung nasi aking: tapioka (30:70), 20,65 1138 Kumoro dan Purbasari (2014)
gliserol 15%.
Pati kulit ubi kayu, gliserol. 0,021 - Anita et al. (2013)
Pati tapioka + nano dan selulosa 22,41 - Wicaksono et al.(2013)
dari ampas tapioka.
LDPE 12,415,2 166 Darni dan Utami (2010)
PP 24,7302 1430 Darni et al. (2014)
HDPE 31,72 800 Darni dan Utami (2010)
yang juga memiliki fungsi sekunder sebagai kantung Platt (2005), harga plastik biodegradable berbahan dasar
sampah yang bersifat compostable. Selain itu, jenis pati turun dengan meningkatnya efisiensi proses
plastik biodegradable juga dapat dibuat menjadi sarung produksi dan ditemukannya bahan baku dengan harga
tangan, jas hujan, dan apron. Menurut Iflah et al. (2012), yang lebih murah. Pada tahun 2003, rata-rata harga
plastik biodegradable dapat digunakan sebagai bahan bioplastik berbahan dasar pati berkisar antara 3,05,0
pengemas paprika, tomat, dan meningkatkan kesegaran Euro/kg, kemudian turun menjadi 1,53,5 Euro atau rata-
buah dibanding menggunakan kantong PE. Plastik rata 1,75 Euro/kg.
biodegradable paling banyak digunakan sebagai Dari sisi bahan baku, produsen bioplastik di
pengemas (Swamy dan Singh 2010; Platt 2005). Indonesia memanfaatkan pati ubi kayu yang banyak
Peluang pengembangan plastik biodegradable tersedia. Produk utama yang dihasilkan adalah kantung
masih terbuka seiring dengan semakin tingginya tuntutan plastik yang volume penggunaannya cukup besar. Dari
terhadap upaya pelestarian lingkungan. Bahan baku sisi teknologi, produksi plastik biodegradable dari pati
plastik biodegradable yang berasal dari bahan nabati lebih sederhana dibandingkan dengan jenis plastik
juga memiliki peluang keberlanjutan dibandingkan biodegradable lain (misalnya PLA, perlu proses
dengan plastik konvensional yang dihasilkan dari minyak fermentasi). Dari segi teknologi, produksi plastik
bumi yang semakin berkurang. biodegradable baru dapat dikembangkan oleh industri
Plastik biodegradable menjadi salah satu alternatif skala menengah dan besar.
mengurangi dan mensubtitusi penggunaan plastik Menurut Bastioli (2003) dalam Patel (2005), pati
konvensional. Bahan baku plastik biodegradable berupa bukan penentu utama harga plastik biodegradable. Biaya
pati mudah diperoleh di Indonesia. Kelebihan bioplastik utama yang menentukan adalah komponen modifikasi
berbahan dasar pati bersifat compostable tanpa pati dan proses yang masih memungkinkan untuk
memerlukan ruang pengomposan bersama. Penelitian di diefisienkan. Pengembangan plastik biodegradable
Indonesia sudah cukup banyak menggali potensi bahan dapat dimulai dari pengembangan teknologi proses dan
baku pati dalam pembuatan plastik biodegradable, formulasi bahan baku untuk menghasilkan produk dengan
demikian juga peluang penggunaan limbah pertanian. harga yang lebih bersaing. Pengkajian kelayakan ekonomi
Namun belum banyak penelitian yang melaporkan scale dan sosial pengembangan bioplastik diperlukan, termasuk
up produksi plastik biodegradable secara komersial. kebijakan penggunaan plastik biodegradable untuk
Di Indonesia sudah ada industri yang memproduksi mempercepat pengembangan industri bioplastik. Dalam
plastik biodegradable berbasis pati ubi kayu (tapioka), hal ini, peran berbagai pihak perlu disinergikan dalam
yaitu Enviplast yang memproduksi kantung plastik, pengembangan plastik biodegradable.
apron, dan sarung tangan. Avani Eco memproduksi
kantung plastik dan jas hujan dari pati ubi kayu. Namun
justru produk ini lebih banyak diekspor. Menurut SWA KESIMPULAN
(2014), harga plastik biodegradable lebih mahal 22,5 kali
harga plastik konvensional. Harga kantong plastik produk Plastik biodegradable ramah lingkungan telah
Avani Eco, Rp 200300 ,- per lembar lebih mahal daripada dikembangkan sebagai subtitusi penggunaan plastik
kantung plastik konvensional. Hal ini disebabkan antara konvensional. Plastik biodegradable dapat diproduksi
lain oleh kapasitas produksi yang belum optimal. Menurut dari bahan dasar pati yang banyak tersedia di Indonesia,
Potensi pengembangan plastik biodegradable .... (Elmi Kamsiati et al.) 75
di antaranya pati sagu dan pati ubi kayu. Teknologi selama penyimpanan dingin. Jurnal Teknologi Industri
produksi plastik biodegradable relatif sederhana dan Pertanian. 22(3): 189197.
Jading, A., E. Tethool, P. Payung, dan S. Gultom. 2011. Karakteristik
produk yang dihasilkan memiliki karakteristik yang
fisikokimia pati sagu hasil pengeringan secara fluidisasi
menyerupai jenis kemasan plastik yang banyak menggunakan alat pengering cross flow fluidized bed bertenaga
digunakan, seperti LPDE, HDPE, dan PP. surya dan biomassa. Reaktor. 13(3): 155164.
Penelitian untuk memproduksi plastik biodegradable Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2016. Menyambut
berbasis pati telah banyak dilakukan di Indonesia, namun Hari Peduli Sampah 2016. http://www.menlhk.go.id/siaran-34-
kebanyakan dalam skala laboratorium. Teknologi produksi menyambut-hari-peduli-sampah-nasional- 2016.html. [11
Februari 2016]
biodegradable plastik dalam skala yang lebih besar masih
Koswara, S. 2009. Teknologi Modifikasi Pati. E-book Pangan.com.
perlu dikembangkan untuk menghasilkan produk yang http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/
secara ekonomi menguntungkan. TEKNOLOGI-MODIFIKASI-PATI.pdf. [26 Februari 2016]
Kumoro, A.C., dan A. Purbasari. 2014. Sifat mekanik dan morfologi
plastik biodegradable dari limbah tepung nasi aking dan tepung
tapioka menggunakan gliserol sebagai plasticizer. Teknik. 35(1):
816.
DAFTAR PUSTAKA Lazuardi, G.P. dan S.E. Cahyaningrum,. 2013. Pembuatan dan
karakterisasi bioplastik berbahan dasar kitosan dan pati singkong
Akbar., F. A. Zulisma, dan H. Harahap. 2013. Pengaruh waktu simpan dengan plasticizer gliserol. Unesa Journal of Chemistry. 2 (3).
film plastik biodegradasi dari pati kulit singkong terhadap sifat Limbongan, J. 2007. Morfologi beberapa jenis sagu potensial di
mekanikalnya. Jurnal Teknik Kimia USU. 2(2): 1115. Papua. Jurnal Litbang Pertanian. 26(1): 1624.
Anita, Z., F. Akbar, dan H. Harahap,. 2013. Pengaruh penambahan Lu, D.R., C.M. Xiao, and S.J. Xu. 2009. Starch-based completely
gliserol terhadap sifat mekanik film plastik biodegradasi dari biodegradable polymer materials. eXPRESS.Polymer Letters.
pati kulit singkong. Jurnal Teknik Kimia USU 2(2): 3741. 3(6): 366–375
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Ubi Kayu Menurut Mahalik, N.P., and A.N. Nambiar. 2010. Trends in food packaging
Provinsi (ton), 19932015. https://www.bps.go.id/dynamictable/ and manufacturing systems and technology. Trends in food
2015/09/09/880/produksi-ubi-kayu-menurut-provinsi-ton- science & technology. 21: 117128.
1993-2015.html [28 September 2017]. Maherawati, R.B. Lestari, dan Haryadi. 2011. Karakterisasi pati
Coniwanti, P., L. Laila, dan M.R. Alfira. 2014. Pembuatan film dari batang sagu Kalimantan Barat pada tahap pertumbuhan
plastik biodegradabel dari pati jagung dengan penambahan yang berbeda. AGRITECH. 13(1): 913.
kitosan dan pemlastis gliserol. Jurnal Teknik Kimia 20(4): 22 Mooney, B.P. 2009. The second green revolution? production of
30. plant-based biodegradable plastics. Biochem. J. 418: 219–232.
Cornelia, M., R. Syarief, H. Effendi, dan B. Nurtama. 2013. Prayoga, M., M.H.B. Djoefrie, E.Y. Purwani, dan R.K. Dewi. 2016.
Pemanfaatan pati biji durian (Durio zibethinus Murr.) dan pati Karakterisasi mi berbasis pati sagu (Metroxylon spp.) asal Sorong
Sagu (Metroxylon sp.) dalam pembuatan bioplastik. J. Kimia Selatan (characterization of noodle based on sago starch
Kemasan 35(1): 2029. (Metroxylon spp.) from South Sorong district). Jurnal
Darni, Y., dan H. Utami. 2010. Studi pembuatan dan karakteristik Metroxylon Indonesia. 1(1): 4349.
sifat mekanik dan hidrofobisitas bioplastik dari pati sorgum. Muhidin, S. Leomo, M.J. Arma, dan Sumarlin. 2012. Pengaruh
Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan 7(4): 8893. perbedaan karakteristik iklim terhadap produksi sagu. Jurnal
Darni, Y., T.M. Sitorus, dan M. Hanif. 2014. Produksi bioplastik Agroteknos 2(3): 190194.
dari sorgum dan selulosa secara termoplastik. Jurnal Rekayasa Nkwachukwu, O.I. C.H. Chima, A.O. Ikenna and L.Albert. 2013.
Kimia dan Lingkungan 10(2): 5562. Focus on potential environmental issues on plastic world towards
Dijten Perkebunan. 2017. Statistik Perkebunan Indonesia 2015- a sustainable plastic recycling in developing countries. Intr. J of
2017: Sagu. Sekretariat Jenderal Ditjen Perkebunan Kementrian Industrial Chemistry. 4(34): 113.
Pertanian. http://ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/ Paramawati, R., C.H. Wijaya, S.S. Achmadi, dan Suliantari. 2007.
file/statistik/2017/Sagu-2015-2017.pdf. [27 Juli 2017] Evaluasi ciri mekanis dan fisik bioplastik dari campuran poli
Fitriani, S., E. Sribudiani, dan Rahmayuni. 2010. Karakteristik mutu (asam laktat) dengan polisakarida. Jurnal Ilmu Pertanian
pati sagu dari provinsi Riau dengan perlakuan Heat Moisture Indonesia. 12(2): 7583.
Treatment (HMT). Sagu. 9(1): 3844. Patel, M., F.M. Weidemann., J. Schleich, B. Husing., G. Angerer.
Gironi, F and V. Piemonte. 2011. Bioplastics and Petroleum-based 2005. Tehno-economic Feasibility of Large-Scale Production
Plastics: Strenghs and Weaknesses. Energy Source, Part A 33: of Bio-Based Polymers in Europe. European Commission.Joint
19491959. Reaearch Centre (DG JRC). Institute for Prospective
Herawati, H. 2008. Peluang pengembangan alternatif produk Technological Studies. p. 3749.
“modified starch” dari tapioka. Naskah disampaikan pada Pradipta, IMD., L.J. Mawarni. 2012. Pembuatan dan karakterisasi
Seminar Nasional Pengembangan Kacang-Kacangan dan Umbi- polimer ramah lingkungan berbahan dasar Glukomanan Umbi
Umbian, 7 Agustus 2008, Surakarta. Porang. JURNAL SAINS DAN SENI POMITS 1(1): 16.
Herawati, H., I.N. Widiasa, dan Kendriyanto. 2010. Modifikasi Platt, D.K. 2005. Biodegradable Polymers: Market Report. Smithers
asam suksinat-gelombang pendek untuk produksi tapioka Rapra Limited. UK. p. 1630.
suksinat. AGRITECH. 30(4): 223230. PlasticEurope. 2017. What is Plastichttp://www.plasticseurope.org/
Herawati, H. 2012. Teknologi proses produksi food ingredient dari what-is-plastic.aspx. [ 5 Juli 2017].
tapioka termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian. 31(2): 6876. Pulungan, M.H., V.S. Qushayyi, dan Wignyanto. 2015. Pembuatan
Hidayati, S., A.S., Zuidar, A. dan Ardiani. 2015. Aplikasi sorbitol plastik biodegradable pati sagu (kajian penambahan kitosan dan
pada produksi biodegradable film dari nata de cassava. Reaktor gelatin). Prosiding Seminar Agroindustri dan Lokakarya Nasional
15 (3): 196204. FKPT-TPI Program Studi TIP-UTM, 2-3 September 2015.
Iflah, T. Sutrisno, dan T.C. Sunarti. 2012. Pengaruh kemasan starch-
based plastics (Bioplastik) terhadap mutu tomat dan paprika
76 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 67-76
Purwani, E.Y., Widaningrum, R. Thahir, and Muslich. 2006. Effect Syamsir, E., P. Hariyadi, D. Fardias, N. Andarwulan, dan F. Kusnandar.
of heat moisture treatment of sago starch on its’s noodle quality. 2011. Karakterisasi tapioka dari lima varietas ubikayu (Manihot
Indonesian Journal of Agricultural Science. 7(1): 814. utilisima Crantz) asal Lampung. J Agrotek. 5(1): 93105.
Purwani, E.Y., T. Purwadaria, and M.T. Suhartono. 2012. Thielen, M. 2014. Bioplastics: Plants and Crops Raw Materials
Fermentation RS3 derived from sago and rice starch with Products. Fachagentur Nachwachsende Rohstoffe e.V. (FNR)
Clostridium butyricum BCC B2571 or Eubacterium rectale DSM Agency for Renewable Resources. https://mediathek.fnr.de/
7629. Anaerob. 18(1): 5561. media/downloadable/files/samples/b/r/brosch.biokunststoffe-
Radhiyatullah, A., N. Indriani, dan M.H.S. Ginting. 2015. Pengaruh web-v01_1.pdf. [27 Juli 2017]
berat pati dan volume plasticizer gliserol terhadap karakteristik Tsou, C.H., M.C. Suen, W.H. Yao, J.T. Yeh, C.S Wu, C.Y. Tsou, S.H
film bioplastik dari pati kentang. Jurnal Teknik Kimia USU. Chiu, J.C. Chen, R.Y. Wang, S.M. Lin, W.S. Hung, M.D. Guzman,
4(3): 3539. C.C. Hu, and K.R. Lee. 2014. Preparation and Characterization
Saputra, A., M. Lutfi, dan E. Masruroh. 2015. Studi pembuatan dan of Bioplastic-Based Green Renewable Composites from Tapioca
karakteristik sifat mekanik plastik biodegradable berbahan with Acetyl Tributyl Citrate as a Plasticizer. Materials 2014, 7,
dasar ubi suweg (Amorphophallus campanulatus). J. Keteknikan 5617-5632; doi:10.3390/ma7085617.
Pertanian Tropis dan Biosistem. 3(1): 16. Thuwall, M., A. Boldizar, and M. Rigdahl. 2006. Extrusion processing
Setiani, W., T. Sudiarti, dan L. Rahmidar. 2013. Preparasi dan of high amylose potato starch materials. Carbohydrate
karakterisasi edible film dari poliblend pati sukun-kitosan. Polymers. 65: 441446.
Valensi. 3(2): 100109. Tokiwa, Y., B.P. Calabia, C.U. Ugwu, and S. Aiba. 2009.
Song, J.H., R.J. Murphy., R. Narayan, and G.B.H. Davies. 2009. Biodegradability of plastics. Int. J. Mol. Sci. 10: 37223742.
Biodegradable and Compostable Alternatives to Conventional Wafiroh, S. T. Adiarto, dan E.T. Agustin. 2010. Pembuatan dan
Plastics. Phil. Trans. R. Soc. B (2009) 364, 2127–2139 karakterisasi edible film dari komposit kitosan-pati garut
.doi:10.1098/rstb.2008.0289. (Maranta Arundinaceae L) dengan pemlastis asam laurat. J.
Sriroth, K., R. Chollakup, K. Piyachomkwan, and C.G. Oates. 2000. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 13(1): 916.
Biodegradable Plastics From Cassava Starch in Thailand. http:/ Westling, A.R., M. Stading, A.M. Hermanson, and P. Gatenholm.
/ c i a t - l i b r a r y. c i a t . c g i a r. o r g / A r t i c u l o s _ C i a t / a s i a / 1998. Structure, mechanical and barrier properties of amylose
proceedings_workshop_00/538.pdf. [13 April 2016] and amylopectin film. Carbohydrate Polimers 36: 217224.
Susanti, Jasruddin, dan Subaer. 2015. Sintesis komposit bioplastic Wicaksono, R., K. Syamsu, I. Yuliasih, dan M. Masir. 2013.
berbahan dasar tepung tapioka dengan penguat serat bambu. Karakteristik nanoserat selulosa dari ampas tapioka dan
Jurnal Sains dan Pendidikan Fisika. 11(2): 179184. aplikasinya sebagai penguat film tapioka. Jurnal Teknologi
SWA. 2014. Enviplast, Inovasi Kantong Ramah Lingkungan. http:/ Industri Pertanian 23(1): 3845.
/swa.co.id/swa/trends/marketing/enviplast-inovasi-kantong- Yuliasih, I dan T.C. Sunarti. 2014. Pati sagu termodifikasi sebagai
ramah-lingkungan. [7 Oktober 2016]. bahan starch-based plastics. Prosiding Seminar Kulit, Karet dan
Swamy, J.N. and B. Singh. 2010. Bioplastics and global sustainability. Plastik ke-3, 29 Oktober 2014. Yogjakarta.
Plastics Research Online. Society of Plastics Engineers. Yuniarti, L.I., G.S. Hutomo, dan A. Rahim. 2014. Sintesis dan
10.1002/spepro.003219. karakteriasi bioplastik berbasis pati sagu (Metroxylon sp). e-J.
Syakir, M., dan E. Karmawati. 2013. Potensi tanaman sagu Agrotekbis 2(1): 3846.
(Metroxylon spp.) sebagai bahan baku bioenergi. Perspektif
12(2): 5764.
Perubahan
Jurnal Litbang
iklim
Pertanian
dalam konteks
Vol. 36 sistem
No. 2 ....
Desember
(M. Syakir
2017:
dan
77-90
Elza Surmaini) 77
DOI: 10.21082/jp3.v36n2.2017.p77-90
kopi robusta (Damatta dan Ramalho 2006). Kopi arabika akan lebih parah di daerah tropis yang umumnya banyak
tumbuh di dataran tinggi tropis dengan kualitas tinggi, terjadi krisis pangan (Cerri et al. 2007). Peningkatan
sementara kopi robusta tumbuh di dataran rendah dengan frekuensi iklim ekstrim memicu peningkatan cekaman
kualitas rendah. abiotik dan biotik pada tanaman.
Di Indonesia, kopi merupakan komoditas ekspor Kajian dampak perubahan iklim pada tanaman pangan
terbesar setelah kelapa sawit dan kelapa. Karenanya, sudah banyak dilakukan oleh para ahli, namun pada
pengembangan kopi menjadi salah satu prioritas dalam tanaman perkebunan masih terbatas. Tulisan ini
pembangunan pertanian. Pengembangan kopi secara merupakan hasil telaah pustaka tentang dampak
nasional berdampak positif terhadap peningkatan perubahan iklim terhadap pertumbuhan dan produksi
perekonomian masyarakat yang melibatkan sekitar 1,96 kopi, proyeksi pergeseran sentra produksi kopi di
juta rumah tangga (RT) petani (BPS 2017). Menurut data Indonesia, dan strategi pengelolaan tanaman kopi dalam
Ditjenbun (2016), produksi nasional kopi pada tahun 2015 menghadapi perubahan iklim.
adalah 639.412 ribu ton. Kementerian Pertanian
menargetkan produksi kopi pada tahun 2019 sebesar 0,79
juta ton. Namun, dalam periode 19702015 produksi kopi PENYEBARAN TANAMAN KOPI
tidak mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hanya
12% per tahun (Kementan 2015). Jenis kopi yang mendominasi di pasar dunia adalah kopi
Pencapaian target produksi kopi harus didukung oleh arabika dan kopi robusta. Dua jenis kopi lain adalah kopi
berbagai faktor pendukung seperti peningkatan luas areal liberika (Coffea liberica) dan kopi ekselsa (Coffea
tanam, penggunaan bibit/benih varietas unggul, excelsa) dengan produksi hanya 12% dari produksi kopi
penerapan teknologi budi daya yang tepat, intervensi dunia. Semua spesies kopi berasal dari benua Afrika. Kopi
pemerintah melalui kegiatan rehabilitasi, dan arabika berasal dari dataran tinggi (1.3002.000 mdpl)
pemberdayaan petani. Di lain sisi, salah satu kendala Etiopia, Sudan, dan Kenya. Kopi robusta berasal dari
dalam peningkatan produksi kopi dewasa ini adalah Afrika tropis pada ketinggian kurang dari 1.000 mdpl.
perubahan iklim. Berbagai penelitian menunjukkan Kopi liberika dan kopi ekselsa berasal dari dataran rendah
produksi pertanian dipengaruhi oleh perubahan iklim di bagian barat dan tengah Afrika. Kopi arabika
(Brown dan Funk 2008; Lobell et al. 2008; Vermeulen et al. dibudidayakan oleh lebih dari 80% negara produsen kopi
2012). Hal ini antara lain ditandai oleh tingginya frekuensi dan terluas di Amerika. Di Asia, kopi spesies ini hampir
kejadian iklim ekstrim dan suhu meningkat melebihi punah, antara lain disebabkan oleh penularan penyakit
kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman (Hannah et karat daun (Hemileia vastatrix), dan saat ini hanya
al. 2013). Perubahan iklim itu sendiri ditandai antara lain terdapat di dataran tinggi India, Filipina, dan bagian
oleh kenaikan suhu, keragaman curah hujan, dan tenggara Indonesia. Daerah penghasil kopi (coffee belt)
meningkatnya kejadian iklim ekstrim. Kondisi ini dewasa ini tersebar di sepanjang daerah ekuator dan
menyebabkan penurunan produktivitas tanaman di perkebunan kopi tersebar di 25 negara, antara lain
daerah dengan suhu yang lebih tinggi karena cekaman Meksiko, Brazil, Nikaragua, Costa Rica, Vietnam, dan
panas, erosi tanah karena curah hujan tinggi, dan Indonesia. Brazil merupakan negara produsen kopi utama
degradasi lahan akibat meningkatnya intensitas dan dunia (Gambar 1).
durasi kekeringan (Solomon et al. 2007). Kopi arabika tumbuh dan berproduksi dengan baik di
Dalam laporan penilaian ke-5 (Fifth Assessment dataran tinggi tropis. Pertumbuhan, produktivitas, dan
Report, AR5) Intergovernmental Panel on Climate kualitas kopi arabika dipengaruhi oleh ketinggian tempat,
Change-IPCC (2014) dinyatakan pada akhir abad ke-21 panjang periode gelap dan terang (fotoperiodisme),
diproyeksikan kenaikan suhu udara akan melampaui 2oC distribusi hujan, dan suhu udara (Sihaloho 2009). Tempat
jika tidak dilakukan upaya mitigasi atau dengan skenario yang sesuai bagi pertumbuhan kopi arabika berkisar
business as usual. Walaupun dilakukan upaya mitigasi antara 1.0001.700 mdpl. Pada lokasi dengan ketinggian
secara agresif tetap akan terjadi kenaikan suhu 1,5 oC. <1.000 mdpl, tanaman kopi arabika mudah terjangkit
Konsekuensi kenaikan suhu adalah pola hujan tidak penyakit karat daun, sedangkan pada ketinggian tempat
teratur, meningkatnya kejadian iklim ekstrim seperti >1.700 mdpl produksinya tidak optimal karena pertum-
kemarau panjang yang menyebabkan kekeringan, curah buhan vegetatif lebih cepat dari generatif.
hujan tinggi dalam periode cukup lama yang Suhu udara yang optimum untuk pertumbuhan kopi
menyebabkan banjir, angin kencang, naiknya permukaan arabika berkisar antara 1823°C dengan curah hujan 1.600-
air laut, dan berkurangnya sumber air permukaan dan air 2.000 mm/tahun dengan bulan kering 3-4 bulan (Sylvain
tanah. 1955). Beberapa kultivar dengan pengelolaan yang
Perubahan iklim berdampak terhadap berbagai aspek intensif dapat dikembangkan pada lahan marginal dengan
kehidupan, termasuk di sektor pertanian yang merupakan suhu tahunan rata-rata 2425°C seperti di bagian utara
sumber perekonomian sebagian besar masyarakat di dan timur laut Brazil. Pada wilayah dengan suhu rata-rata
perdesaan. Hasil simulasi tanaman berdasarkan skenario tahunan di bawah 18°C tidak direkomendasikan
proyeksi iklim menyimpulkan dampak perubahan iklm pengembangan kopi karena kendala embun beku yang
Perubahan iklim dalam konteks sistem .... (M. Syakir dan Elza Surmaini) 79
Meksiko
China
Nikaragua
India
Ethiopia
Nigeria
Kenya
Brazil Indonesia
Peru Angola Madagaskar
Robusta
Campuran
Arabika
menyebabkan rendahnya produksi (Damatta dan Ramalho panan (Siswoputranto 1993; Soonthornkamol 2004; Salla
2006). 2009), dan pengolahan (Avallone et al. 2002; Jackels dan
Kopi robusta berasal dari hutan hujan tropis dataran Jackels 2005). Kopi dengan citarasa yang tinggi dihasil-
rendah di daerah aliran sungai Kongo sampai Danau kan melalui proses fermentasi. Di Indonesia, sebagian
Victoria, Uganda. Suhu udara rata rata di daerah tersebut besar kopi arabika diolah secara fermentasi. Kopi robusta
berkisar antara 2326°C dengan curah hujan 2.000 mm umumnya tidak mendapat perlakuan fermentasi, terutama
yang terdistribusi dalam 9-10 bulan. Suhu yang tinggi dan yang berasal dari perkebunan rakyat (Puslitkoka 2008).
udara yang kering dapat merusak tanaman kopi (Coste Pada proses fermentasi terbentuk senyawa prekursor
1992). Kopi robusta dapat tumbuh pada ketinggian 0800 citarasa yang lengkap. Senyawa prekursor yang sudah
mdpl. Di luar daerah asalnya, kopi robusta dapat tumbuh ada secara alami pada biji kopi adalah trigonelin, asam
baik pada daerah dengan suhu tahunan rata-rata 2226°C. klorogenik, lipid, dan peptida (Buffo dan Fraire 2004;
Menurut Djaenudin et al. (2003), kondisi optimal untuk Janzen 2012; Wang 2012). Senyawa prekursor lainnya
pertumbuhan kopi robusta adalah pada daerah dengan yaitu gula reduksi, asam amino, dan asam organik yang
kisaran suhu 2225oC, curah hujan 2.0003.000 mm/ terbentuk pada proses fermentasi (Suslick et al. 2010;
tahun, dan 23 bulan kering. Kopi robusta banyak Yenetzian et al. 2012; Wang 2012).
dibubidayakan di Kongo, Brazil, Angola, Madagaskar,
Pantai Gading, Vietnam, Indonesia, dan Uganda.
Setiap provinsi di Indonesia mempunyai perkebunan STATISTIK KOPI INDONESIA
kopi, terutama milik rakyat, sebagian besar terletak pada 0-
10oLS, antara lain di Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Luas areal perkebunan kopi di Indonesia pada periode
Bali, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan 1980-2014 cenderung meningkat dan pada tahun 2014
sebagian kecil terletak pada 050oLU, seperti di Provinsi tercatat 1,23 juta ha dengan laju pertumbuhan 1,61% per
Aceh dan Sumatera Utara. Sentra produksi kopi robusta di tahun. Pada tahun 1980 areal perkebunan kopi hanya 0,71
Indonesia terdapat di Sumatera Selatan dan Lampung, juta ha, terluas terdapat di Sumatera Selatan (249 ribu ha),
sedangkan kopi arabika di dataran tinggi Sulawesi Lampung (155 ribu ha), Aceh (120 ribu ha), Jawa Timur
Selatan, Sumatera Utara, Aceh, dan beberapa daerah di (102 ribu ha), dan Bengkulu (91 ribu ha) (Ditjenbun 2015).
Jawa (Gambar 2). Produksi kopi Indonesia pada tahun 2015 tercatat 6,39
Lahan yang subur di Indonesia sesuai bagi juta ton, 1,23 juta ha di antaranya berasal dari perkebunan
pengembangan tanaman kopi. Namun saat ini luas areal rakyat dan sisanya dari perkebunan besar milik swasta
pertanaman kopi arabika sangat terbatas dan produksinya (PBS) dan milik negara (PBN). Kopi robusta mendominasi
rendah. Di lain pihak, permintaan akan kopi arabika produksi kopi Indonesia, mencapai 75,4% dan sisanya
Indonesia meningkat dari waktu ke waktu karena 24,6% adalah kopi arabika. Daerah penghasil kopi robusta
mempunyai citarasa dan aroma yang unik dengan harga di Indonesia terutama Sumatera Selatan, Lampung,
yang lebih tinggi daripada jenis kopi lainnya. Sayangnya, Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.
perubahan iklim menjadi kendala bagi 1,5 juta petani Produksi tertinggi kopi arabika terdapat di Sumatera Utara,
Indonesia dalam meningkatkan produksi dan kualitas kopi. Aceh, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Jawa Timur.
Kualitas kopi ditentukan oleh citarasa dan aroma. Walaupun luas areal perkebunan kopi di Aceh lebih
Citarasa kopi dipengaruhi oleh varietas, agroekologi, rendah, produksinya lebih tinggi dari beberapa provinsi
waktu panen, metode pemetikan, pengolahan, penyim- lainnya (Gambar 3).
80 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 77-90
Gambar 2. Penyebaran perkebunan kopi di Indonesia (Sumber: Ditjenbun 2015, data diolah).
Indonesia tercatat sebagai produsen kopi terbesar DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA
ketiga di dunia setelah Brazil dan Vietnam (FAO 2013). TANAMAN KOPI
Meskipun demikian, ekspor kopi Indonesia diperkirakan
tidak lebih banyak dari Brazil, Vietnam, dan Kolombia.
Sejak tahun 1850, suhu udara global meningkat rata-rata
Indonesia dikenal sebagai penghasil specialty coffee
1oC. Pada tahun 2100 mendatang, suhu diproyeksikan
melalui berbagai varian kopi. Kopi arabika yang dikenal
akan meningkat 2,64,8°C apabila tidak dilakukan upaya
dari Indonesia di antaranya kopi lintong, kopi toraja, dan
mitigasi yang agresif (IPCC 2014). Peningkatan suhu
kopi luwak. Ditinjau dari citarasa dan aromanya, kopi asal
mempunyai konsekuensi yang kompleks pada
Indonesia berpeluang menguasai pasar kopi dunia.
pengembangan kopi karena 8090% dari 25 juta petani
Volume ekspor kopi Indonesia pada tahun 1980-2015
kopi di dunia merupakan petani kecil, yang rentan
fluktuatif, namun cenderung meningkat dengan laju
terhadap dampak perubahan iklim. Pada saat suhu global
pertumbuhan rata-rata 4,39% per tahun. Jika pada tahun
meningkat, pasar kopi dunia akan mengalami ketidak-
1980 volume ekspor kopi Indonesia 238.677 ton dengan
pastian sehingga menjadi masalah bagi produsen dan
nilai ekspor 656 juta dolar AS, pada tahun 2015 meningkat
konsumen kopi (International Coffee Organization 2014).
menjadi 502.021 ton dengan nilai 1.198 juta dolar AS. Kopi
Dampak lain dari perubahan iklim adalah meningkat-
Indonesia sebagian besar di ekspor ke Amerika, Jerman,
nya kejadian iklim ekstrim. Indonesia, yang oleh para
Italia, Jepang, dan Malaysia.
pakar iklim disebut sebagai benua maritim, dipengaruhi
Perubahan iklim dalam konteks sistem .... (M. Syakir dan Elza Surmaini) 81
Gambar 3. Luas areal dan produksi kopi robusta dan arabika pada 10 provinsi di Indonesia tahun 2015 (Sumber: Ditjenbun 2016).
oleh berbagai sirkulasi iklim seperti El Niño Southern ketidakteraturan pembungaan, tidak sempurnanya
Oscillation (ENSO), Indian Ocean Dipole (IOD), pematangan buah, dan sering terjadi gugur buah (Jaramillo
Madden Julian Oscillation (MJO), dan beberapa osilasi et al. 2009).
lainnya. Pada saat terjadi anomali iklim akibat dua atau Salah satu fenomena anomali iklim yang
lebih sirkulasi tersebut secara bersamaan berdampak mempengaruhi produksi kopi adalah El Nino Southern
terhadap kejadian iklim ekstrim seperti kekeringan, Oscillation (ENSO). Pengaruh ENSO lebih kuat di daerah
banjir, dan angin kencang. IPCC (2013) dalam Assessment tropis yang juga merupakan kawasan penghasil kopi
Report 5 memproyeksikan kawasan yang dipengaruhi (coffee belt) dunia. Fase hangat ENSO, yang dikenal
oleh monsun seperti Indonesia, awal musim akan lebih sebagai El Niño menyebabkan musim kemarau lebih
cepat dan akhir musim lebih lambat sehingga musim panjang 24 bulan dari kondisi normal. Tanaman kopi
berlangsung lebih panjang. Selanjutnya dinyatakan hanya memerlukan bulan kering 23 bulan, sehingga bulan
bahwa pengaruh ENSO terhadap curah hujan akan kering yang lebih panjang akibat El Niño menyebabkan
semakin menguat. menurunnya produksi kopi. Menurut Sumirat (2008),
Perubahan iklim dapat berpengaruh baik langsung kekeringan lebih dari tiga bulan berturut-turut
maupun tidak langsung terhadap tanaman kopi. menyebabkan daun dan ranting mengering dan banyak biji
Perubahan iklim secara langsung mempengaruhi yang kosong. Data FAO menunjukkan kejadian El Niño
pertumbuhan dan produksi kopi, dan secara tidak yang kuat pada tahun 1972/73, 1982/83, dan 1997/98
langsung mendorong berkembangnya hama dan penyakit menurunkan produksi kopi di hampir semua negara
tanaman kopi (Tabel 1). produsen utama kopi dunia (Tabel 2).
Perubahan iklim berdampak terhadap penurunan
kualitas dan produksi kopi (Baker dan Haggar 2007).
Pertumbuhan dan Produksi Kopi Peningkatan suhu mempengaruhi metabolisme tanaman
seperti pembungaan, fotosintesis, dan respirasi yang
Perubahan iklim di daerah tropis menyebabkan kerusakan berdampak terhadap penurunan produksi kopi. Menurut
tanaman, penurunan produksi, erosi tanah, dan Franco (1958), suhu udara di atas 23°C menyebabkan
kegagalan pengolahan tanah karena kejadian hujan lebat pembentukan dan pematangan buah lebih cepat sehingga
dan degradasi lahan akibat longsor dan kekeringan kualitas kopi menurun. Suhu udara 30°C dapat
(Solomon et al. 2007). Hasil simulasi tanaman menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal seperti
menggunakan skenario proyeksi iklim berbasis Global daun menguning. Suhu udara yang tinggi selama fase
Circulation Model (GCM) menyimpulkan penurunan pembungaan menyebabkan gugur bunga.
produksi pertanian akan lebih parah di daerah tropis Selain bulan kering (CH<100 mm/bulan) yang
(Cerri et al. 2007). Perubahan iklim menyebabkan kenaikan panjang, bulan basah (>100 mm/bulan) yang terjadi
suhu yang akan menurunkan laju pertumbuhan, sepanjang tahun juga menurunkan proses persarian
pembungaan, dan pembuahan tanaman kopi (Villers et al. bunga kopi hingga 95%, sehingga populasi tanaman yang
2009). Petani kopi di Nikaragua melaporkan perubahan produktif lebih rendah. Bulan basah yang panjang sering
pola hujan dalam 20 tahun terakhir berdampak terhadap terjadi pada kejadian iklim La Niña menyebabkan
82 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 77-90
Tabel 1. Pengaruh langsung dan tidak langsung perubahan iklim terhadap tanaman kopi.
Suhu tinggi > 23°C: pematangan buah lebih cepat yang Meningkatnya serangan hama dan penyakit
mengakibatkan penurunan kualitas buah
> 25°C: penurunan laju fotosintesis> 30°C:
pertumbuhan daun, batang, dan bunga tidak
normal yang menyebabkan gugur buah dan daun.
Hujan lebat, hujan es, angin Kerusakan pohon, gugur buah menjelang panen Tingginya pencucian hara yang menyebabkan
kerusakan tanah miskin hara.
Erosi tanah dan longsor yang menyebabkan
kerusakan infrastruktur yang akan akan
meningkatkan biaya.
Hujan di luar musim Frekuensi pembungaan yang lebih tinggi Meningkatnya serangan penyakit
Mengganggu pengeringan hasil panen
Musim hujan panjang Mengurangi pembungaan dan buah karena Meningkatnya penyakit karena jamur dan
laju fotosintesis yang rendah akibat penutupan hama serangga seperti penggerek buah kopi
awan yang tinggi
Musim kemarau panjang Meningkatkan kematian tanaman muda Tanaman yang mengalami cekaman lebih
rentan terhadap hama tertentu
Tabel 2. Penurunan produksi kopi pada tahun El Niño kuat di beberapa negara penghasil kopi.
Sumber: FAOSTAT data diolah, *DITJENBUN (2015), - tidak terjadi penurunan produksi (http://
www.fao.org/faostat/).
penurunan produksi kopi di Kebun Percobaan Sumber Assamha (2017) menggunakan skenario Represen-
Asin, Malang, hingga 98% (Nur 2000). Bulan basah yang tative Concentration Pathway (RCP) 8,5 untuk
terjadi sepanjang tahun La Nina 1996 menurunkan memproyeksikan produktivitas kopi di Tana Toraja,
produksi kopi di KP Jollong, Pati, sebesar 48% (Supriadi Sulawesi Selatan. RCP 8,5 merupakan skenario business as
2014). usual dengan asumsi pertumbuhan populasi dan emisi
Kualitas kopi sangat sensitif terhadap suhu dan terus meningkat namun minim upaya menekan laju
curah hujan. Peningkatan suhu dan penurunan curah penumpukan GRK di atmosfer, sehingga suhu rata-rata
hujan yang diproyeksikan terjadi di selatan wilayah dapat meningkat melampaui 2 oC. Hasil kajian
khatulistiwa berdampak terhadap penurunan produksi menyimpulkan produkstivitas kopi arabika dan robusta
kopi. Sebagai contoh, produktivitas kopi yang hanya 150 pada tahun 2050 akan menurun masing-masing 20% dan
kg/ha di Sulawesi antara lain disebabkan oleh kurangnya 40%.
periode kering (Marsh dan Neilson 2007; Neilson et al.
2013). Periode kering yang cukup (23 bulan) diperlukan
untuk mendorong pertumbuhan bunga, sedangkan curah Hama dan Penyakit
hujan yang tinggi menyebabkan gugurnya buah. Sentra
produksi kopi yang diproyeksikan mengalami kenaikan Hama dan penyakit tanaman merupakan masalah penting
suhu dan peningkatan curah hujan disarankan mengganti yang dihadapi dalam usaha tani kopi. Hama dan
tanaman kopi dengan komoditas yang toleran perubahan penyakit utama tanaman kopi adalah penggerek buah
iklim. (Hypothenemus hampei) dan penyakit karat daun yang
Perubahan iklim dalam konteks sistem .... (M. Syakir dan Elza Surmaini) 83
disebabkan oleh jamur H. vastatrix. Serangan hama tanaman (OPT) di dataran tinggi (Alves et al. 2011;
penggerak buah kopi menurunkan produksi sampai 50% Koebler 2013). Berbagai kajian umumnya menggunakan
(Samosir et al. 2013). Penyakit karat daun cukup sulit pendekatan modeling untuk mengetahui distribusi OPT di
dikendalikan karena berkembang pada daun tanaman bawah skenario iklim, hanya sedikit yang menggunakan
yang hidup. Kopi merupakan tanaman tahunan yang pendekatan lapang (Ghini et al. 2008a; 2008b). Salah satu
membentuk daun sepanjang tahun sehingga siklus infeksi model yang dikembangkan adalah proyeksi serangan
terus berlangsung dari waktu ke waktu (Deepak et al. 2012). penyakit karat daun terhadap penurunan hasil kopi di
Kajian dampak perubahan iklim terhadap per- beberapa sentra produksi seperti Kostarika, Peru, India,
kembangan hama dan penyakit tanaman kopi di Indonesia dan Ethiopia. Georgiou et al. (2014) menganalisis
masih terbatas. Namun kajian di negara sentra produksi hubungan antara perubahan suhu bulanan dengan
tropis lainnya dapat dijadikan acuan. Hasil kajian Ghini et periode inkubasi jamur karat daun (H. vastatrix)
al. (2011) menunjukkan peningkatan kejadian iklim ekstrim menggunakan model nonlinear. Model ini mengasumsi
sebagai salah satu dampak perubahan iklim meningkatkan faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit
perkembangan hama dan penyakit tanaman perkebunan karat daun adalah suhu dan kesehatan tanaman inang.
dengan tingkat kehilangan produksi global 10%, terutama Skenario yang digunakan adalah kejadian suhu historis
di negara tropis (Agrios 2005). dengan kenaikan suhu 2 oC tanpa pengendalian.
Menurut Magina et al. (2011), ledakan hama dan Kerusakan parah tanaman dihitung jika 1/3 daun kopi
penyakit tanaman disebabkan oleh peningkatan suhu terinfeksi jamur karat daun. Luas wilayah yang diamati
udara. Hama utama yang menyerang tanaman kopi adalah berukuran grid 30 x 30, sehingga terdapat 900 wilayah.
penggerek buah (H. hampei) (Jaramillo et al. 2011). Dalam Berdasarkan kejadian historis, dari 900 wilayah yang
kondisi peningkatan suhu sangat kecil pun sulit diamati terdapat 490 kejadian atau 54% areal pertanaman
mempertahankan produktivitas kopi (Gay et al. 2006). terkena infeksi berat. Dengan pengendalian terdapat
Jaramillo et al. (2009) memprediksi perkembangan hama sekitar 1.900 kejadian tanpa serangan sedangkan tanpa
penggerek buah kopi pada setiap peningkatan suhu 1oC pengendalian hanya terdapat 470 kejadian tanpa
melahirkan generasi yang lebih banyak sehingga serangan. Peningkatan suhu di atas normal (2 oC)
memperluas jangkauan penyebarannya. Hama ini meningkatkan kemampuan jamur untuk berkembang biak.
terutama menyerang kopi arabika dengan tingkat kerugian Dalam kondisi kenaikan suhu 2oC, tanpa pengendalian
yang lebih besar, apalagi pada tanaman kopi berkualitas hanya terdapat 60 kejadian tanpa serangan, sedangkan
tinggi seperti specialty coffee (Schroth et al. 2009). dengan pengendalian meningkat menjadi 1.150 kejadian
Peningkatan suhu juga menyebabkan kondisi yang tanpa serangan (Gambar 4).
sesuai bagi perkembangan organisme penggannggu
Gambar 4. Distribusi serangan penyakit karat daun pada tanaman kopi akibat kenaikan
suhu udara (Sumber: Sachs et al. 2015).
84 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 77-90
PROYEKSI PERGESERAN KESESUAIAN lahan yang mempunyai faktor pembatas agak berat dalam
IKLIM TANAMAN KOPI penggunaannya. S3 (sesuai marginal) adalah kelas lahan
yang mempunyai pembatas sangat berat untuk
penggunaan berkelanjutan. Kesesuaian iklim bagi
Kesesuaian Iklim tanaman kopi arabika dan robusta dapat dilihat masing-
masing pada Tabel 3 dan 4.
Pengembangan komoditas tertentu pada suatu daerah
harus mempertimbangkan kesesuaian iklim karena
berkaitan dengan fotosintesis tanaman yang menentukan Proyeksi Pergeseran Sentra Produksi
pertumbuhan dan produktivitas. Kesesuaian iklim
merupakan bagian dari kesesuaian lahan. Djaenudin et al. IPCC (2014) telah melaporkan dampak peningkatan suhu
(2003) menjelaskan kesesuaian lahan adalah tingkat udara global terhadap produksi kopi di beberapa negara
kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. seperti Amerika dan Afrika. Beberapa dekade mendatang
Kesesuaian lahan dinilai berdasarkan biofisik tanah atau diproyeksikan akan terjadi peningkatan suhu yang
sumber daya lahan yang salah satunya adalah iklim, menyebabkan kondisi iklim tidak optimal bagi
sebelum lahan diberikan masukan yang diperlukan untuk pertumbuhan kopi di sentra produksi. Daerah yang sesuai
mengatasi kendala. S adalah lahan yang dapat digunakan bagi tanaman kopi akan bergerak ke wilayah dengan
secara berkelanjutan untuk suatu tujuan yang telah elevasi lebih tinggi (Sachs et al. 2015). Dalam kondisi
dipertimbangkan. N adalah lahan yang apabila dikelola demikian, negara penghasil kopi saat ini akan kehilangan
menghadapi kesulitan sehingga pencegahan peng- sentra produksi seperti Nikaragua, Meksiko, dan
gunaannya untuk tujuan tertentu telah direncanakan. Tanzania. Selanjutnya dinyatakan dampaknya akan lebih
Tingkat kesesuaian lahan yang ditandai dengan besar pada dataran rendah. Daerah pada ketinggian
simbol S dapat dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu kurang dari 500 mdpl akan mengalami penurunan potensi
S1, S2, dan S3. S1 (sangat sesuai) adalah kelas lahan produksi yang tinggi. Sebaliknya, daerah pada ketinggian
yang tidak mempunyai faktor pembatas serius dalam lebih dari 700 mdpl berpotensi menjadi sentra produksi
pengelolaan atau hanya mempunyai faktor pembatas baru, antara lain dataran tinggi di Afrika Tmur, Indonesia,
yang tidak berarti dan secara tidak sengaja berpengaruh Papua Nugini, dan Andes.
terhadap produktivitas. S2 (cukup sesuai) adalah kelas
Berbagai kajian kesesuaian iklim untuk tanaman kopi (Ditjenbun 2015). Berdasarkan hasil kajian Schroth et al.
pada saat ini dan masa mendatang telah dilakukan di (2015), di daerah tersebut terdapat 360 ribu ha lahan yang
beberapa negara penghasil kopi dunia seperti Nikaragua sesuai untuk pengembangan kopi dan terluas di Sumatera
dan Meksiko (Laderach et al. 2009), Kenya (CIAT 2010), Utara. Di luar lahan yang diusahakan saat ini, terdapat 324
Ethiopia (Davis et al. 2012), Haiti (Eitzinger 2013), Rwanda ribu ha yang belum digunakan untuk budi daya tanaman
(Nzeyimana et al. 2014), Indonesia (Schroth et al. 2015), kopi (Tabel 5).
dan secara global (Bunn et al. 2015; Ovelle-Riviera et al. Schroth et al. (2015) juga memproyeksikan pergeseran
2015). Kajian tersebut menunjukkan luas areal perkebunan kesesuaian lahan untuk tanaman kopi arabika pada tahun
kopi yang ada saat ini akan berkurang pada tahun 2050. 2050 menggunakan skenario SRESA2 dengan asumsi
Beberapa negara diproyeksikan tidak sesuai lagi untuk tidak ada upaya mitigasi untuk menurun emisi gas rumah
pengembangan kopi, seperti Ghana dan Nigeria. kaca (business as usual). Berdasarkan rata-rata 19 model
Sebaliknya, terdapat beberapa negara yang potensial bagi GCM, pada tahun 2050 diproyeksi terjadi kenaikan suhu
pengembangan kopi, misalnya Florida dan Afrika Selatan. 1,7oC. Curah hujan diproyeksi lebih tinggi 514% di
Di Kolombia, Amerika Tengah, Brazil, dan Indonesia, bagian utara (Sumatera dan Sulawesi). Sebaliknya, curah
wilayah yang sesuai bagi pengembagan kopi bergesar ke hujan di bagian selatan (Bali, Jawa, dan Flores) menurun.
daerah dengan elevasi lebih tinggi. Sentra produksi kopi Peningkatan suhu menyebabkan lahan yang sesuai
arabika yang saat ini terdapat di Uganda dan Tanzania untuk tanaman kopi arabika saat ini akan bergeser ke
akan bergeser ke Kenya dan Kongo dalam beberapa tahun daerah yang lebih tinggi. Artinya, luas areal yang sesuai
mendatang (Sach et al. 2015). akan menurun drastis dari 360 ribu ha menjadi hanya 57
Di Brazil akan terjadi penurunan luas lahan yang ribu ha pada tahun 2050. Sumatera Utara dan Aceh akan
sesuai untuk tanaman kopi, seperti di negara bagian kehilangan hampir 90% lahan yang sesuai pada saat ini,
Parana 10%. Minas Gerais dan Sao Paulo 50%, sedangkan begitu pula di Bali dan Sulawesi Selatan. Di Flores tidak
di negara bagian Goias tidak ada lagi lahan yang sesuai ada lagi lahan yang sesuai untuk tanaman kopi arabika.
(Schroth et al. 2009; Tucker et al. 2010). Sementara itu, Luas areal yang sesuai di luar sentra produksi saat ini
areal baru yang sesuai untuk tanaman kopi terdapat di menurun dari 324 ribu ha menjadi 183 ribu ha pada tahun
Santa Catarina dan Rio Grande do Sul. Namun luas areak 2050. Peta kesesuaian iklim bagi tanaman kopi arabika saat
di kedua daerah tersebut tidak mencukupi untuk ini dan tahun 2050 di Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan
menggantikan lahan yang tidak lagi sesuai di wilayah disajikan pada Gambar 5.
lainnya. Di beberapa negara bagian di Amerika Latin Kajian proyeksi kesesuaian iklim untuk tanaman kopi
diproyeksi terjadi penurunan kualitas dan produksi kopi arabika dan robusta di Tana Toraja, Sulawesi Selatan,
karena suhu lebih tinggi, penurunan curah hujan dan mengindikasikan areal yang sangat sesuai untuk tanaman
perubahan pola hujan yang berdampak terhadap kopi (S1) pada masa datang akan mengalami perubahan
peningkatkan risiko kejadian iklim ekstrim. (Assamha 2017). Kesesuaian iklim tanaman kopi arabika
Sebagai negara kepulauan dan memiliki topografi pada saat ini dan masa depan terbagi menjadi dua kelas,
pegunungan, Indonesia mempunyai wilayah dengan yaitu S1 dan S2. Pada tahun 2050, luas areal kelas S1 untuk
ketinggian di atas 1.000 mdpl yang cukup luas dan cocok tanaman kopi arabika diproyeksi menurun karena bergeser
untuk pengembangan kopi arabika. Di Aceh, Sumatera ke kelas S2. Sebaliknya, kesesuaian iklim kopi robusta
Utara, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Bali, dan Flores saat diproyeksikan berubah dari kelas S2 ke kelas S1.
ini terdapat 96 ribu ha areal perkebunan kopi arabika
Tabel 5. Kesuaian iklim dan topografi lahan kopi arabika pada saat ini dan dan proyeksi tahun 2050 untuk beberapa
provinsi sentra produksi.
Areal yang sesuai Areal yang Areal yang Areal yang Perubahan areal Perubahan di
di sentra produksi sesuai di luar sesuai di sentra sesuai di luar yang sesuai seluruh lahan
Provinsi saat ini (ha) sentra produksi produksi tahun sentra produksi di sentra sesuai tahun
saat ini (ha) 2050 (ha) tahun 2050 (ha) produksi tahun 2050
2050 (%) (%)
Keterangan: areal tidak termasuk lahan sesuai yang saat ini digunakan di kawasan hutan atau hutan lindung.
(Sumber: Schroth et al. 2015).
86 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 77-90
Sumatera Utara
Kesesuaian (%)
Saat ini
Gambar 5. Kesesuaian iklim bagi tanaman kopi arabika saat ini dan tahun 2050
(Sumber: Schroth et al. 2015).
STRATEGI BUDI DAYA KOPI YANG fisiologis, tanaman kopi merupakan tanaman tipe C3 yang
ADAPTIF PERUBAHAN IKLIM membutuhkan cahaya yang tidak penuh untuk dapat
tumbuh optimal (Sanger 1998; Carelli et al. 2003). Tanaman
kopi akan berfotosintesis dengan baik apabila cahaya
Dalam beberapa dekade ke depan, perubahan iklim akan
matahari yang diterima tidak lebih dari 60% (Prawoto
terus berlangsung dan mempengaruhi berbagai sistem
2007). Lamtoro dan sengon merupakan tanaman penaung
produksi kopi. Pada saat iklim lebih kering, kejadian iklim
yang banyak digunakan (Yahmadi 2007). Keuntungan
ekstrim meningkat dan suhu meningkat melebihi kisaran
ekologis dan lingkungan dari penerapan sistem
optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
agroforestri antara lain mengurangi erosi tanah,
Dalam kondisi kondisi tersebut petani harus mengubah
meningkatkan cadangan karbon, menjaga kesuburan
praktik budi daya dan varietas, diversifikasi dengan
tanah dan keanekaragaman hayati.
komoditas lain yang lebih toleran (Thornton et al. 2009;
Selain untuk adaptasi, sistem agroforestri pada
Schroth et al. 2009), atau petani beralih profesi dari sektor
tanaman kopi juga memiliki aspek mitigasi, yaitu untuk
pertanian ke sektor lain. Hal ini tentu berdampak terhadap
menambah serapan karbon 1015 Mg/ha (Hairiah dan
ketahanan pangan dan kehilangan pendapatan dari
Rahayu 2007), bahkan mencapai 19 Mg/ha (Wibawa et al.
ekspor pertanian.
2010). Nilai tambah lain sistem agroforestri adalah
Berbagai teknologi telah diaplikasikan dalam upaya
memperbaiki kesuburan tanah karena peningkatan
mengatasi dampak perubahan iklim pada perkebunan
kandungan bahan organik dari daun yang gugur.
kopi, seperti pola agroforestri (pola tanam dengan
Naungan juga akan meningkatnya mutu produk, terutama
tanaman penaung), penggunaan klon adapatif, dan
citarasa kopi. Dalam kondisi ternaungi, proses pemasakan
teknologi konservasi tanah (Yuliasmara 2016).
buah kopi lebih optimal. Sebaliknya, tanpa naungan,
buah kopi lebih cepat masak karena tercekam cahaya
(Yuliasmara 2016).
Sistem Agroforestri
Sistem agroforestri telah lama diterapkan pada Klon Adaptif Perubahan Iklim
perkebunan kopi. Tanaman penaung merupakan salah
satu teknologi budi daya yang dapat diterapkan sebagai Kekeringan merupakan dampak perubahan iklim yang
langkah antisipasi terhadap pemanasan global. Dari sisi dialami dalam budi daya kopi. Penggunaan bibit kopi
Perubahan iklim dalam konteks sistem .... (M. Syakir dan Elza Surmaini) 87
dengan batang bawah klon unggul dengan perakaran kuat teknologi pemanenan air lainnya adalah air hanya boleh
terbukti mampu meningkatkan ketahanan tanaman tergenang beberapa saat. Apabila penggenangan
terhadap kekeringan dan penurunan kesuburan tanah. berlanjut dikhawatirkan akan terjadi masalah berupa
Penggunaan bahan tanam toleran akan mengurangi biaya penyakit yang merusak akar tanaman. Pada daerah
untuk mitigasi dampak cekaman air. Klon BP 409, BP 42, dengan curah hujan dan kadar liat tanah tinggi,
dan BP 234 toleran terhadap kekeringan. Kopi robusta pembuatan rorak dapat menyebabkan penggenangan air
klon BP 308 juga toleran kekeringan karena memiliki yang berlangsung lama (Agus dan Widinato 2004).
perakaran yang lebih lebat (Nur et al. 2000). Biopori adalah lubang dengan kedalaman 80-100 cm
Nematoda yang intensitasnya meningkat akibat dan diameter 1030 cm dimaksudkan sebagai lubang
pemanasan global banyak menimbulkan kerugian pada resapan penampung air hujan dan meresapkannya
tanaman kopi robusta. Penggunaan klon tahan atau kembali ke tanah (Brata 2009). Biopori juga yang ditutupi
toleran nematoda sebagai batang bawah merupakan cara material organik dapat menyerap dan menyimpan air,
yang paling efisien. Hasil penelitian menunjukkan jenis menambah hara tanah, memberi nafas pada perakaran, dan
kopi ekselsa (Coffea excelsa) klon Bgn 121.09 dan kopi menjadi habitat hewan dan jasad renik. Menurut Bambang
robusta BP 308 memiliki ketahanan yang tinggi terhadap dan Sibarani (2009), biopori meningkatkan resapan air
nematoda. Klon BP 308 dianjurkan sebagai batang bawah tanah hingga tiga kali lebih cepat dibanding areal terbuka.
tahan nematoda dan toleran kering (Nur et al. 2000). Pembuatan biopori pada areal pertanaman kopi cukup
Beberapa klon kopi yang toleran karat daun adalah S 795, efektif mempertahankan dan meningkatkan lengas
Andungsari 2K, dan Komasti. Klon Andungsari 2K dan tanah.
Komasti agak tahan penyakit karat daun, sedangkan klon
S795 relatif tahan penyakit karat daun dan berdaya hasil
cukup tinggi dengan kualitas sangat baik ((Yuliasmara KESIMPULAN
2016).
Penelitian dampak perubahan iklim pada tanaman kopi di
Indonesia masih terbatas. Di sisi lain, perubahan iklim
Teknologi Konservasi Tanah menurunkan produksi dan kualitas kopi serta
meningkatkan serangan hama dan penyakit tanaman.
Peningkatan suhu udara, penuruan curah hujan, dan Kondisi ini diperparah oleh ketidaksiapan petani kopi
kemarau panjang menjadi penyebab kekeringan tanaman menghadapi dampak perubahan iklim dan terbatasnya
dan tanah retak akibat tingginya evapotranpirasi. Upaya akses terhadap informasi perkembangan iklim, pasar,
adaptasi dapat melalui penerapan teknik konservasi untuk teknologi, kredit usaha tani, dan pengelolaan risiko. Petani
meningkatan ketersediaan air bagi tanaman. Beberapa kopi tidak terorganisasi dengan baik seperti petani padi
teknologi konservasi yang dapat diterapkan pada yang telah memiliki kelompok tani. Selain itu, pelatihan
tanaman kopi adalah penggunaan mulsa organik, teknologi budi daya yang adaptif bagi petani kopi dalam
pembuatan rorak dan biopori (Yuliasmara 2016). Mulsa menghadapi perubahan iklim sangat terbatas.
organik berfungsi mengurangi evaporasi dan erosi, Berbagai teknologi budi daya kopi yang adaptif
menjaga lengas tanah di sekitar perakaran, menambah perubahan iklim sudah dikembangkan namun tingkat
kandungan bahan organik sehingga memperbaiki struktur adopsinya oleh petani sangat lambat. Oleh karena itu,
dan tekstur tanah dan menekan pertumbuhan gulma, upaya percepatan adopsi teknologi perlu segera
mengurangi evaporasi dan erosi. Setelah mengalami dilakukan karena diperlukan dalam adaptasi perubahan
dekomposisi, mulsa organik melepas unsur hara di sekitar iklim. Penerapan teknologi tersebut dapat meningkatkan
perakaran tanaman budi daya (Agus dan Widianto 2004; produktivitas dan sistem usaha tani kopi yang toleran
Abdoellah 2016). Bahan alami yang mudah terurai seperti perubahan iklim. Para ahli dan pengambil kebijakan harus
daun dan kulit kopi, seresah pangkasan tanaman kopi dan berpacu dengan waktu untuk mengakselerasi adopsi
tanaman penaung dapat digunakan sebagai mulsa inovasi teknologi oleh petani karena dampak perubahan
organik. Mulsa diaplikasikan di sekeliling tanaman kopi iklim telah dirasakan dan akan terus berlangsung.
dengan diameter sesuai lebar tajuk tanaman. Permintaan kopi Indonesia terus meningkat sehingga
Rorak berfungsi memperbesar resapan air ke tanah pengembangan budi daya kopi di daerah yang lebih
dan menampung tanah yang tererosi, unsur hara yang tinggi dengan iklim yang lebih sesuai berperan
terbawa erosi meresap di sekitar perakaran tanaman, penting menggantikan sentra produksi saat ini. Di
menampung bahan organik yang ada, dan merangsang Indonesia terdapat cukup luas dataran tinggi yang
pembentukan akar serabut tanaman kopi sehingga dapat dikembangkan untuk perkebunan kopi guna
penyerapan hara oleh tanaman lebih optimal (Yuliasmara mengantisipasi dampak perubahan iklim. Namun
2016). Rorak umumnya dibuat berukuran panjang 0,5-1,0 pengembangan kawasan ini untuk budi daya kopi
m, lebar 25-50 cm, dan dalam 25-50 cm. Pada tanah miring, memerlukan strategi dan kebijakan yang tepat agar sesuai
rorak dibuat di antara larikan tanaman kopi sejajar kontur. secara klimatologi, pedologi, dan ekologi. Dengan
Hal yang perlu diwaspadai dalam penerapan rorak dan mempertimbangkan dampak ekologi akibat perluasan
88 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 77-90
perkebunan kopi diperlukan pengelolaan yang intensif Ditjenbun (Direktorat Jenderal Perkebunan). 2016. Statistik
untuk meningkatkan produktivitas. Selain itu, perkebunan Indonesia Komoditas kopi 20152017. 83 hlm.
Djaenudin, D., H. Marwan, H. Subagyo, dan A. Hidayat. 2003.
peningkatan produktivitas kopi juga bertujuan untuk
Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama
mengatasi masalah terbatasnya luas areal yang sesuai tahun 2003. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan
untuk menggantikan areal lama yang tidak lagi sesuai Pengembangan Tanah dan Agroklimat.
dengan kondisi iklim saat ini dan ke depan. Damatta, F.M., and J.D.C Ramalho. 2006. Impacts of drought and
temperature stress on coffee physiology and production: a
review, 18(1): 5581.
Davis, A. P., T.W. Gole, S. Baena, and J. Moat. (2012). The impact
DAFTAR PUSTAKA of climate change on indigenous arabica coffee (coffea arabica):
predicting future trends and identifying priorities. PloS one.
Abdoellah. 2016. Kopi dan Lingkungan Hidup:Sejarah Botani Proses PLoS ONE 7(11): e47981. [8 Oktober 2017].
Produksi, Pengolahan, Produk Hilir dan Sistem Kemitraan. Deepak, K., B.T Hanumantha, and H.L Sreenath. 2012. Viability of
Gadjah Mada University Press. 890 p. coffee leaf rust Hemileia vastatrix). Urediniospores stored at
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology, 5th ed. London, UK: Elsevier. different temperatures. Biotechnol Biomate 2(5): 13.
Agus, F. dan Widianto. 2004. Petunjuk Praktis Konservasi Tanah Eitzinger, A., P.L. Laderach, S. Carmona, C. Navarro, and L. Collet.
Lahan Kering. World Agroforestry Centre (ICRAF) SE Asia 2013. Prediction of the impact of climate change on coffee
Regional Office, Bogor. 102 pp. and mango growing areas in haiti. Technical report, Full
Alves, M.d. C., L. de Carvalho, E. Pozza, L. Sanches, and J.d.S Technical Report. Centro Internacional de Agricultura Tropical
Maia. 2011. Ecological zoning of soybean rust, coffee rust and (CIAT), Cali, Colombia.
banana black sigatoka based on Bazilian climate changes. FAO (Food and Agricultural Organization). 2015. FAO Coffee
Procedia Environmental Sciences, 6: 3549. pocketbook 2015. FAO. 194 p.
Assamha, F.H. 2017. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Franco, C.M. 1958. Influence of temperature on growth of coffee
Produktivitas Tanaman Kopi di Kabupaten Tana Toraja. Skripsi. plant. IBEC Research Institute, New York. Bulletin No. 16.
Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Gay, C., C.G. Estrada, C. Conde, H. Eakin, and L. Villers, 2006.
Bogor. 33 pp. Potential impacts of climate change on agriculture: a case of
Avallone, S., J. M. Brillouet, B. Guyot, E. Olguin, and J.P. Guiraud. study of coffee production in Veracruz, Mexico. Climatic
2002. Involvement of pectolytic micro-organisms in coffee Change 79: 25988.
fermentation. International Journal of Food Science and Geogiou, S., A. Jacques, and P. Imbach. 2014. An analysis of the
Technology 37: 191198. weather and climate condition related to the 201 epidemic of
Baker, P.S. and J. Haggar. 2007. Global Warming: The Impact on coffee rust in Guetamala. Technical Report. International Coffee
Global Coffee. Los Angeles (US): Specialty Coffee Association Collection. 93 p.
of America. Ghini, R., E. Hamada, and W. Bettiol. 2008a. Climate change and
BPS (Badan Pusat Statistik). 2017. Jumlah rumah tangga usaha plant diseases. Scientia Agricola 65: 98107.
perkebunan tanaman tahunan menurut provinsi dan jenis Ghini, R., E. Hamada, M.J. Pedro Junior, J.A. Marengo, and R.R.V.
tanaman. https://st2013.bps.go.id/dev2/index.php/site/tabel? Goncalves. 2008b. Risk analysis of climate change on coffee
tid=40&wid=0. [30 Maret 2017]. nematodes and leaf miner in Brazil. Pesquisa Agropecua ria
Bambang, D., dan R.T. Sibarani. 2009. Penelitian Biopori Untuk Brasileira 43: 18794.
Menentukan Laju Resap Air Berdasarkan Variasi Umur dan Jenis Ghini, R., W. Bettiol and E. Hamada. 2011. Diseases in tropical and
Sampah. Jurusan Teknik Lingkungan FTSP. ITS – Surabaya plantation crops as affected byclimate changes: current
Brata, R.K. 2009. Lubang Resapan Biopori untuk Mitigasi Banjir, knowledge and perspectives. Plant Pathology 60:122–132
Kekeringan dan Perbaikan. Prosiding Seminar Lubang Biopori Hairiah, K. and S. Rahayu. 2007. Pengukuran Karbon Tersimpan di
(LBR) dapat Mengurangi Bahaya banjir. Jakarta. Berbagai Macam Penggunaan Lahan. World Agroforestry
Brown, M.E. and C.C.Funk. 2008. Food security under climate Center-ICRAF. Bogor.
change. Science 319: 580–581. Hannah, L., P.R. Roehrdanz, M. Ikegami, A.V. Shepard, M.R. Shaw,
Buffo, R.A. and C.C. Freire. 2004. Coffee flavour: an overview. G. Tabor, L.Zhi, P.A. Marquet, and R.J. Hijmans. 2013. Climate
Flavour and Fragrance Journal 19: 99104. change, wine, and conservation. Proc Natl Acad Sci.
Bunn, C. 2015. Modeling the climate change impacts on global International Coffee Organization. 2014. World coffee trade (1963–
coffee production. Dissertation. Faculty of Life Sciences, 2013): A review of the markets challenges and opportunities
Humboldt-Universität zu Berlin. 181 p. facing the sector. London. International Coffee Organization.
Carelli, M.L.C., R.B.Q Voltan, J.I. Fahl and P.C.O Trivelin. 2003. IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2013. Climate
Leaf Anatomyand Carbon Istope Composition in Coffee Species Change 2013: The Physical Science Basis. Contribution of
Related to Photosynthetic Pathway. Plant Physiol, 15(1): 19 Working Group I to the Fifth Assessment Report of the
24. Intergovernmental Panel on Climate Change Cambridge
Cerri C.E.P., G. Sparovek, M. Bernoux, W.E. Easterling, J.M. University Press, Cambridge, United Kingdom and New York,
Melillo, and C.C. Cerri. 2007. Tropical agriculture and global NY, USA.
warming: impacts and mitigation options. Scientia Agricola 64: IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change). 2014. Climate
83–99. change 2014: Impacts, adaptation, and vulnerability. Part a:
Coste, R. 1992. Coffee: The plant and the product. 1ed. London: Global and sectoral aspects. Contribution of working group II
MacMillan Press. 328 p. to the Fifth Assessment Report of the Intergovernmental Panel
CIAT (Centro Internacional de Agricultura Tropical). 2010. Climate on Climate Change. Technical Report.
adaptation and mitigation in the Kenyan coffee sector. Technical Jackels, S.C. and C.H. Jackels. 2005. Characterization of the coffee
report, International Center for Tropical Agirculture, Cali, mucilage fermentation process using chemical indicator: a field
Colombia. study in Nicaragua. Journal of Food Science 70(5): 321325.
Perubahan iklim dalam konteks sistem .... (M. Syakir dan Elza Surmaini) 89
Janzen, S. O. 2010. Chemistry of coffee. In Comprehensive Natural Salla, M. H. 2009. Influence of Genotype, Location and Processing
Products II, Chemistry and Biology. Editor L. Mender and H.W. Methods on The Quality of Coffee (Coffea arabica L.). MSc.
Liu. Elsevier Ltd. The Boulevard, Lanfod Lane, Kidlington Thesis Hawassa University. Hawassa, Ethiopia. 105 p.
OX5 1GB, United Kingdom. p. 10851113. Sanger, A. 1998. Mathematics for Biologists Part Biology.
Jaramillo, J., A. Chabi-Olaye, C. Kamonjo, A.Jaramillo, F. E., Vega, Mathematics for Biologists.
H.-M. Poehling, and C. Borgemeister. 2009. Thermal tolerance Schroth, G, P. Läderach, D. Blackburn, J. Neilson, and C. Bunn.
of the coffee berry borer hypothenemus hampei: predictions 2015. Winner or loser of climate change. A modeling study of
of climate change impact on a tropical insect pest. PLoS One, current and future climatic suitability of Arabica coffee in
4(8): e6487. Indonesia. Regional Environmental Change. p. 110.
Jaramillo, J., E. Muchugu, F.E. Vega, A. Davis, C. Borgemeister, and Schroth, G., P. Laderach, J. Dempewolf, S.M. Philpott, J.P. Haggar,
A. Chabi-Olaye. 2011. Some like it hot: the inuence and H. Eakin, T. Castillejos, J. Garcia-Moreno, H. Soto-Pinto, R.
implications of climate change on co_ee berry borer Hernandez, A. Eitzinger, and J. Ramirez-Villegas. 2009. Towards
(hypothenemus hampei) and coffee production in East Africa. a climate change adaptation strategy for coffee communities
PLoS One, 6(9): e24528. and ecosystems in the Sierra Madre de Chiapas, Mexico. Mitig
Kementan (Kementerian Pertanian). 2015. Rencana Strategis Adapt Strategi GlobChang 14: 605–625.
Kementerian Pertanian 20152019. Sekretariat Jenderal Sihaloho, T.M. 2009. Strategi Pengembangan agribisnis Kopi Di
Kemenratiena Pertanian. 339 hlm. kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Skripsi.
Koebler, B. 2013. How Climate Change Could Eventually End Fakultas Pertanian, Institus Pertanian Bogor.
Coffee,’ US News and World Report. http://www.usnews.com/ Siswoputranto, P. S. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia.
news/articles/2013/03/27/buzzkill-how-climate-change-could- Kanisius. Jakarta. 417 hlm.
eventually-end-coffee. [3 Maret 2017]. Solomon, S., D. Qin, and M. Manning. 2007. Climate Change 2007:
Läderach, P., J. Haggar, C. Lau, A. Eitzinger, O. Ovalle, M. Baca, A. The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I
Jarvis, and M. Lundry. 2009. “Mesoamerican coffee: building a for the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental
climate change adaptation strategy.” CIAT Policy brief No. 2, Panel on Climate Change. Cambridge, UK: Cambridge
CIAT. University Press.
Lobell, D.B., M.B. Burke, C. Tebaldi, M.D. Mastrandrea, W.P. Falcon, Soonthornkamol, P. 2004. Effect of Diffrent Species Procedure
and R.L. Naylor. 2008. Prioritizing climate change adaptation and Degree of Roasting on Volatile Compounds Production in
needs for food security in 2030. Science 319: 607–610. Thai Coffee. Thesis Master of Science Departement of Food
Magina, F., R. Makundi, A. Maerere, G. Maro, and J. Teri. 2011. Technology Silpakorn University. Bangkok. 69 p.
Temporal variations in the abundance of three important insect Sumirat, U. 2008. Dampak kemarau panjang terhadap sifat fisik biji
pests of coffe in kilimanjaro region, tanzania. In Proceedings, kopi Robusta (Coffea canephora). Pelita Perkebunan 24(2):
23rd International Scientific Colloquium on Coffee. Association 8094.
Scientifique Internationale du Caffe (ASIC), Bali, Indonesia, Supriadi, H. 2014. Budi daya tanaman kopi untuk adaptasi dan
pages 11141118. mitigasi perubahan iklim. Perspecti 13(1): 3552.
Marsh, T. and J. Neilson. 2007. Securing the profitability of the Suslick, B. A., L. Feng, and K. S. Suslick. 2010. Discrimination of
Toraja coffee industry. ACIAR, Canberra complex mixtures by a colorimetric sensor array: coffee
Neilson, J., D.S.F. Hartari, and Y.F. Lagerqvist. 2013. Coffee-based aromas. Analytical Chemistry 82 (5): 20672073.
livelihoods in South Sulawesi, Indonesia. Appendix 8 to the Sylvain, P.G. 1955. Some observations on Coffea arabica L. in
final report for ACIAR Project SMAR/2007/063. Australian Ethiopia. Turrialba 5: 37–53.
Centre for International Agricultural Research, Canberra Thornton, P.K., J, van de Steeg, A. Notenbaert, and M. Herrero.
Nur, A.M. 2000. Dampak La Nina terhadap produksi kopi Robusta. 2009. The impacts of climate change on livestock and livestock
Studi kasus tahun basah Studi kasus tahun basah 1998. Warta systems in developing countries: a review of what we know and
Puslitkoka 16(1): 5058. what we need to know. Agric Syst 101: 113–127.
Nur, A.M., Zaenudin dan S. Wiryadiputra. 2000. Morfologi dan Tucker, C.M., H. Eakin, and E.J.Castellanos. 2010. Perceptions of
sebaran akar kopi Robusta klon BP 308 pada lahan endemik risk and adaptation: coffee producers, market shocks, and
nematoda parasit, Pratylenchus coffeae. Pelita Perkebunan, extreme weather in Central America and Mexico. Glob Environ
16: 121–131. Chang
Nzeyimana, I., A.E.Hartemink, and V. Geissen. 2014. Gis-based United Nations Development Programme (UNDP). 2005.
multi-criteria analysis for Arabica coffee expansion in Rwanda. Adaptation Policy Frameworks for Climate Change.Cambridge
PloS one, 9(10): e107449 University. U.K. 248 p.
Ovalle-Rivera, O., P. Laderach, C. Bunn, M. Obersteiner, and G. Vermeulen, S., P.K. Aggarwal, A. Ainslie, C. Angelone, B.M. Campbell,
Schroth. 2015. Projected shifts in coffea arabica suitability A.J. Challinor, J.W. Hansen, J.S.I. Ingram, A. Jarvis, P.
among major global producing regions due to climate change. Kristjanson, C. Lau, G.C. Nelson, P.K. Thornton, and E.
Prawoto, A. 2007. Materi Kuliah Fisiologi Tumbuhan. Pusat Wollenberg. 2012. Options for support to agriculture and food
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jember. security under climate change. Environ Sci Policy 15: 136–
Puslitkoka (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao). 2008. Pengolahan 144.
biji kopi primer. Leaflet, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Villers, L., N. Arizp, R. Orellana, C. Conde, and J. Hernandez. 2009.
Indonesia, Jember. Impacts of climatic change on coffee flowering and fruit
Samosir. F.A., M.U. Tarigan dan S. Oemry. 2013. Survei faktor development in Veracruz, México. Intersciencia 34(5): 322
kultur teknis terhadap perkembangan populasi hama penggerek 329.
buah kopi ( Hyphotenemus Hampei) di Kabupaten Simalungun. Wang, N. 2012. Physicochemical Changes of Coffee Beans during
Agroteknologi: 1(4): 114. Roasting. Thesis Master of Science University of Guelph.
Sachs, J., J. Rising. T. Foreman, J. Simmons, and M. Brahm. 2015. Ontario, Canada. 82 p.
The impacts of climate change on coffee: trouble brewing.
Columbia University. 153 p.
90 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 77-90
Wibawa, A., F. Yuliasmara dan R. Erwiyono. 2010. Estimasi Cadangan Yenetzian, C., F. Wieland, and A.N. Gloess. 2012. Progress on
Karbon pada Perkebunan Kopi di Jawa Timur. Pelita Perkebunan coffee roasting: a progress control tool for a consistent roast
26: 111. degree-roast after roast. Newfood 15: 2226.
Wintgens, N.J. 2012. Coffee: Growing, Processing, Sustainable Yuliasmara, F. 2016. Strategi Mitigasi Perkebunan Kopi Menghadapi
Production. A Guidebook for Growers, Processors, Traders, and Perubahan Iklim. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Researchers. Weinhem (GE): Wiley-VCH. 28(3): 17.
Yahmadi, M. 2007. Rangkaian Perkembangan dan Permasalahan
Budidaya dan Pengolahan Kopi di Indonesia. Asosiasi Eksportir
Kopi Indonesia, Surabaya.
Peningkatan
Jurnal Litbangkadar
Pertanian
antosianin
Vol. 36
beras
No. merah
2 Desember
dan ....
2017:
(Buang
91-98Abdullah) 91
DOI: 10.21082/jp3.v36n2.2017.p91-98
Buang Abdullah
misalnya, dapat diatasi dengan asupan provitamin A, baik komponen pembentuk yang mempunyai fungsi fisiologis
dalam bentuk kapsul maupun suplemen (Lamid et al. 2007) tertentu dan bermanfaat bagi kesehatan disebut sebagai
atau makanan dan minyak goreng yang sudah padi fungsional (Widjayanti 2004).
ditambahkan provitamin A (Herdiansyah et al. 2002). Berbeda dengan fortifikasi (jelaskan dulu arti
Padi merupakan bahan pangan utama sebagian besar fortifikasi), biofortifikasi adalah proses peningkatan
penduduk Indonesia. Dalam situasi normal, konsumsi kandungan gizi (vitamin, senyawa atau unsur mikro yang
beras tidak dapat digantikan oleh komoditas pangan lain berguna bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia)
(Khumaidi 2008). Keberhasilan revolusi hijau antara lain komoditas pertanian melalui proses pemuliaan tanaman.
ditandai oleh dirakit dan dikembangkannya padi unggul Hasilnya dapat diwariskan ke tanaman berikutnya
varietas IR5 dan IR8 oleh IRRI pada tahun 1966 (Fagi et al. sehingga lebih efisien dibanding dengan fortifikasi yang
2009) serta varietas unggul lainnya oleh negara-negara setiap saat harus melakukan peningkatan nutrisi tertentu.
penghasil beras lainnya, terutama Indonesia, India, China, Biofortifikasi beras untuk nutrisi mikro, vitamin, dan zat
dan Filipina. Hal ini menyebabkan tergantikannya bahan penting lainnya dimungkinkan karena plasma nutfah padi
pangan tradisional kaya gizi mikro (besi, seng, dan memiliki keragaman yang luas. Hasil penelitian
antosianin) yang berasal dari kacang-kacangan, jagung, menunjukkan padi mengandung zat besi 7,524,4 µg/g,
sayuran, dan buah-buahan dengan beras yang diketahui seng 13,558,4 µg/g (Gregorio et al. 2000), dan antosianin
miskin gizi mikro. Perbandingan kandungan gizi mikro 0,04.700 µg/g (Ryu et al. 1998).
komoditas padi, gandum, jagung, dan kedelai dapat dilihat Melalui biofortifikasi, kandungan besi dan seng pada
pada Tabel 1. beras pecah kulit meningkat masing-masing dari 10 µg/g
Beras mengandung karbohidrat, protein, lemak, menjadi 12,5 µg/g dan dari 26 µg/g menjadi 35 µg/g. Pada
vitamin, dan zat gizi lainnya yang dibutuhkan oleh tubuh beras sosoh, peningkatan kandungan besi dan seng
manusia. Di Indonesia, beras sebagai bahan makanan melalui biofortifikasi masing-masing dari 1 µg/g menjadi 5
pokok menyumbang 63% energi, 38% protein, dan 21,5% µg/g dan dari 20 µg/g menjadi 27 µg/g (Wirth et al. 2009).
zat besi (Indrasari et al. 1997). Menurut Juliano (1993), beras Mengonsumsi beras biofortifikasi dapat menaikkan
sebagai bahan pangan menyumbang energi 2.709 kcal, hemoglobin darah (Haas et al. 2005). Kandungan vitamin
protein 59,7 g, lemak 39 g, kalsium 229 mg, besi 11,9 mg, A pada padi telah berhasil ditingkatkan melalui
retinol 50 ug, thiamin 10 mg, riboflafin 0,5 mg, dan niasin biofortifikasi (Paine et al. 2005). Abdullah et al. (2014)
1,4 mg. melaporkan bahwa penyilangan dua varietas populer IR64
Penelitian tentang nutrisi mikro dalam tanaman dan Ciherang dengan Kay Bonet GR2-R telah
pangan telah banyak dilakukan. Grup Konsultasi Proyek menghasilkan sejumlah galur IR64 dan Ciherang Golden
Penelitian Nutrisi Mikro Pertanian malaporkan gizi Rice (IR64GR2-R dan CHR GR2-R) yang mempunyai
betakaroten, besi, seng dan gizi mikro lainnya cukup kandungan karotenoid 7,5-11 µg/g. Biofortifkasi beras
tersedia pada plasma nutfah pertanian. Potensi ini dapat yang mengandung antosianin telah menghasilkan padi
dikombinasikan dengan potensi hasil tinggi dalam perakit- beras merah varietas Inpari 24 Gabusan dan padi ketan
an varietas. Bioavailabilitas dari galur-galur harapan merah varietas Inpari 25 Opak Jaya dengan potensi hasil
mudah dicoba pada tikus dan manusia (Gregorio 2002). tinggi dengan rasa pulen dan sudah mulai berkembang. Di
Biofortifikasi adalah paradigma baru di dunia beberapa daerah, varietas unggul padi beras merah dan
pertanian dan merupakan salah satu pendekatan dalam padi ketan merah ini diperdagangkan sebagai beras sehat
meningkatkan gizi masyarakat. Biofortifikasi beras melalui yang menguntungkan karena harga jualnya tinggi.
perakitan padi fungsional bertujuan untuk mendapatkan Tulisan ini membahas upaya peningkatan zat
varietas unggul yang selain berpotensi hasil tinggi juga antosianin pada beras melalui biofortifikasi atau perakitan
mempunyai kandungan unsur mikro, vitamin, dan zat gizi varietas padi yang berguna bagi pertumbuhan dan
lain yang berguna bagi kesehatan. Varietas padi yang kesehatan manusia. Beras dari varietas unggul padi yang
telah mengalami proses pemuliaan, baik secara dihasilkan berfungsi sebagai makanan pokok dan sumber
konvensional maupun nonkonvensional dan mempunyai energi serta kesehatan karena mengandung karbohidrat
keunggulan tertentu karena mengandung satu atau lebih dan antosianin yang tinggi.
ANTOSIANIN BERAS SEBAGAI ketahanan terhadap hama wereng cokelat, penyakit hawar
KOMPONEN FUNGSIONAL PANGAN daun bakteri, dan pascapanen untuk analisis kandungan
vitamin, antosianin, dan mutu beras galur-galur terpilih.
Berdasarkan warnanya, beras terdiri atas tiga kelompok, Materi pemuliaan terdiri atas berbagai varietas unggul dan
yaitu beras putih, beras merah, dan beras hitam. Warna galur harapan padi yang berpotensi hasil tinggi seperti
pigmen merah, ungu, dan hitam terdapat pada lapisan Ciherang, Fatmawati, Aek Sibundong, Inpari-6, BP342,
perikarp hingga lapisan luar endosperm beras. Warna dan BP360; tahan hama wereng cokelat seperti
pada beras merupakan sifat yang diwariskan oleh Memberamo, IR74, PTB33; tahan penyakit hawar daun
tetuanya (Tang dan Wang 2001). Antosianin adalah bakteri seperti Conde, IRBB7, dan IRBB21; dan beras
pigmen yang memberi warna merah, biru atau keunguan bermutu tinggi seperti Memberamo, Inpari-6, Basmati, dan
pada bunga, buah, dan sayuran. Beras merah dan beras KDM; varietas lokal padi beras merah, beras hitam, dan
hitam juga mengandung antosianin. Antosianin pada ketan hitam; galur harapan, dan padi liar (Oryza
beras pertama kali dipelajari oleh Nagai et al. (1960) rufipogon).
sebagaimana dikutip oleh Juliano (2003). Antosianin Dari penelitian tersebut telah dihasilkan lebih dari
termasuk komponen flavonoid, yaitu turunan polifenol 1.000 kombinasi persilangan atau populasi dasar. Dari
pada tumbuhan yang mempunyai kemampuan sebagai populasi tersebut telah dihasilkan tidak kurang dari 500
antioksidan, antikanker, dan mencegah penyakit jantung galur yang sudah mantap dan stabil. Hal ini diketahui dari
koroner dengan cara mencegah penyempitan pembuluh hasil observasi terhadap stabilitas sifat-sifat agronoms
arteri (Wang et al. 1997). Dalam jumlah sedikit saja (146 dan daya hasilnya. Galur-galur tersebut kemudian diuji
mg/ml), antosianin sudah efektif mencegah produksi ketahanannya terhadap hama wereng cokelat dan
lemak jahat LDL (Low Densisty Lipoprotein) pada kelinci penyakit hawar daun bakteri, serta mutu fisik, dan kimiawi
(Jawi dan Budiasa 2011) dan memperbaiki penglihatan berasnya.
mata (Timberlake dan Henry 1988). Asupan antosianin Galur harapan padi fungsional beras merah dan beras
setiap hari diperkirakan sekitar 200 mg, sehingga berperan hitam terpilih mempunyai potensi hasil tinggi, umur
penting dalam diet dan memenuhi kebutuhan pangan genjah, tahan hama penyakit, dan mempunyai beras
dan gizi (Kim et al. 2008). Beras merah dan beras hitam dengan mutu tinggi dan stabil. Dari galur-galur harapan
termasuk pangan fungsional karena mengandung terpilih tersebut, terdapat puluhan galur harapan padi
komponen aktif berfungsi fisiologis yang bermanfaat bagi beras merah dan beras hitam yang mengandung
kesehatan (Widjayanti 2004). antosianin dan thiamin. Padi ketan hitam vareitas Setail
Di India lebih dari 50 jenis padi digunakan untuk dilepas pada tahun 2002 dan padi rawa beras merah
pengobatan (Das and Oudhia 2001). Di Indonesia, telah vareitas Inpara-5 dilepas pada tahun 2010. Karakteristik
diteliti preferensi konsumen terhadap beras merah di tujuh galur-galur tersebut ditampilkan pada Tabel 2 dan Gambar
provinsi pada tahun 2005. Dari 86 responden di Bali, 38% 1.
di antaranya mengonsumsi beras merah lokal setiap hari, Dua galur harapan padi beras hitam (B13486d-4-12-
16% mengonsumsi lebih dari enam bulan sekali, dan PN-2 dan B13486d-4-12-PN-3) mengandung antosianin
sisanya mengonsumsi 36 bulan sekali (Indrasari dan lebih tinggi dibanding tiga varietas padi beras merah Aek
Adnyana 2007). Sibundong, Inpari-24 Gabusan, dan Inpari-25 Opak Jaya
Banyak varietas lokal yang berwarna beras merah dan serta dua galur beras merah B11844-9-9-5 dan B11955-MR-
hitam, seperti varietas Jati luwih di Bali (padi beras merah) 84-1-4-1. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian
dan varietas Aek Metan (padi beras hitam) di Nusa Sompong et al. (2011) dan Pengkumsri et al. (2015) yang
Tenggara Timur. Beberapa varietas unggul baru (VUB) menunjukkan padi beras hitam mempunyai kandungan
padi beras merah sudah dilepas oleh Kementerian antosianin tinggi, berkisar antara 19,4140,8 µg/100 g.
Pertanian, antara lain Bahbutong pada tahun 1985 Sementara kandungan antosianin beras merah hanya 0,3-
(Hermanto et al. 2009) dan Aek Sibundong tahun 2006 1,4 µg/100 g (Sompong et al. 2011).
(Suprihatno et al. 2009). Beras merah dan beras hitam lokal
banyak dijual sebagai beras fungsional dan dikonsumsi
oleh penderita diabetes dan penyakit jantung koroner. VARIETAS UNGGUL DAN GALUR
HARAPAN
PERAKITAN PADI BERAS MERAH DAN Varietas Unggul
BERAS HITAM
Galur B11844-7-17-3 telah dilepas sebagai varietas unggul
Perakitan padi merah dan beras hitam sudah dilakukan padi beras merah pada tahun 2012 dengan nama Inpari-24
sejak lama, namun secara intensif melalui program Gabusan (Gambar 2). Varietas tersebut dilepas sebagai
perakitan padi fungsional baru dilaksanakan sejak tahun varietas unggul padi sawah. Varietas Inpari-24 Gabusan
2010. Program penelitian pemuliaan ini didukung oleh merupakan hasil persilangan pada tahun 2004, antara
peneliti dari disiplin ilmu ento-fitopatologi untuk skrining tetua betina Bio12 dengan tetua jantan padi beras merah
94 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 91-98
Tabel 2. Kandungan amilosa dan antosianin beberapa galur harapan dan varietas padi beras merah dan beras hitam.
Antosianin (µg/100 g)
Galur/varietas Tetua Amilosa (%)
BPK BGDS 100%
Keteterangan: BPK = beras pecah kulit; BGDS = beras giling derajat sosoh; BM = beras merah; BH = beras hitam
Sumber: Abdullah 2014 (unpublished).
Gambar 1. Gabah dan beras galur harapan padi beras merah dan beras hitam (Sumber: Abdullah 2014, unpublished).
100 g, sedangkan pada vareitas Aek Sibundong relatif diusulkan untuk dilepas sebagai varietas unggul. Dari
sama, masing-masing 0,38 mg dan 0,30 mg/100 g. hasil uji daya hasil lanjutan terdapat dua galur padi
Inpari-25 Opak Jaya adalah galur padi ketan merah fungsional dengan produktivitas yang sama atau lebih
BP1002E-MR-2 (Gambar 2) yang dilepas pada tahun 2012 tinggi daripada varietas pembanding Ciherang dan Aek
sebagai varietas unggul padi sawah. Varietas unggul Sibundong. Kedua galur harapan tersebut akan diuji lebih
ini merupakan hasil persilangan antara tetua betina lanjut di beberapa lokasi sebelum diusulkan untuk dilepas
Bio530C-MR-2 dan tetua jantan IRBB 21 dengan nomor menjadi varietas unggul padi fungsional.
persilangan BP1002. Varietas Inpari-25 Opak Jaya
mempunyai potensi hasil 9,4 t/ha, rata-rata 7,0 t/ha, kadar
amilosa 5,7%, dan kandungan antosianin 17 mg/100 g PROSPEK PENGEMBANGAN BERAS
pada beras pecah kulit dan 11 mg/100g pada beras giling. MERAH DAN BERAS HITAM
Antosianin bersifat antioksidan sehingga dapat
berfungsi mencegah penyakit jantung koroner (Marliyati Perubahan gaya hidup dan pola konsumsi pangan
et al. 2008). Varietas unggul ini juga mengandung vitamin masyarakat berdampak negatif terhadap kesehatan
B1 (thiamin) yang cukup tinggi, yaitu 0,59 mg/100g, tahan konsumen karena menderita penyakit degeneratif seperti
hama wereng cokelat, penyakit hawar daun bakteri, dan kanker, jantung koroner, hipertensi, dan diabetes. Para
memiliki mutu beras yang baik. Beras varietas Inpari 25 leluhur telah mengajarkan pentingnya mengonsumsi beras
Opak Jaya berbentuk langsing. merah atau beras hitam sebagai obat tradisional. Hal ini
sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bahwa beras merah dan beras hitam
Galur Harapan
mengandung antosianin tinggi yang berfungsi sebagai
Hasil penelitian menunjukkan dua galur padi beras antioksidan dan mineral yang bermanfaat bagi
hitam (B13486D-4-12-PN-2 dan B13486D-4-12-PN-3) kesehatan.
mengandung antosianin lebih tinggi dari galur lainnya Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian masyarakat
(Tabel 3). Galur-galur harapan tersebut masih memerlukan telah menyadari manfaat beras merah dan hitam bagi
pengujian yang intensif di lapang sebelum dilepas kesehatan. Hal ini antara lain tercermin dari banyaknya
sebagai varietas unggul padi beras hitam. konsumen menengah ke atas yang memerlukan beras
Beberapa galur harapan padi beras merah, ketan fungsional dalam upaya penyembuhan dan pencegahan
merah, beras hitam, dan ketan hitam telah memasuki uji penyakit degeneratif. Tidak hanya di pasar tradisional,
daya hasil lanjutan dan multilokasi. Tabel 3 menunjukkan beras merah dan beras hitam dewasa ini sudah dijual di
hasil galur padi fungsional pada uji daya hasil lanjutan pasar moderen. Beberapa industri pangan juga telah
tahun 2013. Dua galur harapan padi beras merah B10970C- menjadikan beras merah dan beras hitam sebagai bahan
MR-4-2-1-1-1-Si-3-2-4-2-1-PN-4 dan beras hitam B5640H- utama produk makanan sehat siap saji, baik untuk
MR-1-PN-1 sedang diuji pada beberapa lokasi konsumen dewasa maupun bayi.
(multilokasi) yang merupakan syarat mutlak sebelum
Tabel 3. Rata-rata hasil gabah kering giling (GKG) galur harapan padi beras merah dan beras hitam pada uji daya hasil
lanjutan di dua lokasi dalam dua musim, 2013.
Keterangan: CHR = Ciherang; AS = Aek Sibundong; BM = beras merah; BMA = beras merah aromatik; BP = beras putih; KM = ketan
merah; BH = beras hitam
Sumber: Abdullah 2014 (unpublished)
96 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 91-98
Beras merah dan beras hitam yang dijual di pasaran Inpari-24 Gabusan meningkat menjadi Rp 20.000–30.000/k;
umumnya varietas lokal. Sebagai contoh, beras merah sedang harga beras putih di tingkat petani sekitar
varietas Jatiluwih dan Kalirejo masing-masing telah Rp7.000–8000/kg, sebelum dikemas dan Rp9.000–12.000/
dibudidayakan sebagai komoditas komersial di Bali dan kg setelah dikemas.
Batang Jawa Tengah. Sementara itu, padi beras hitam Beras merah dalam kemasan 0,5 kg kedap udara yang
varietas lokal Cempo ireng telah dikembangkan pula oleh diproduksi oleh petani di Demak, Jawa Tengah, telah
petani di beberapa lokasi di Sleman (Kristamtini 2008; diperdagangkan ke Semarang, Jakarta, Bandung,
Kristamtini et al. 2014) dan dan varietas lokal Melik di Sumatera, dan Kalimantan (Heri S., komunikasi pribadi),
Bantul, Yogyakarta (Jatiharti dan Kristamtini 2010). Padi
lokal diketahui memiliki postur tanaman yang tinggi, umur
panjang, produktivitas rendah, dan rentan terhadap hama
penyakit utama. Hal ini menjadi faktor pembatas dalam
pengembangan varietas lokal padi beras merah dan beras
hitam. Selain itu, kualitas beras merah dan beras hitam
varietas lokal kurang baik dan tekstur nasi pera. Oleh
karena itu, perakitan padi beras merah unggul yang
mempunyai batang pendek-sedang, umur genjah,
produksi tinggi, mutu beras baik, tekstur nasi pulen, dan
tahan hama penyakit utama berperan penting dalam
memenuhi kebutuhan konsumen akan makanan pokok
yang sehat.
Varietas Inpari-24 Gabusan adalah varietas unggul
padi rakitan Badan Litbang Pertanian. Varietas unggul ini
sudah dikembangkan petani di Jawa dan luar Jawa, seperti
Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Aceh, Sulawesi
Selatan, Bali, dan Lombok. Pengembangan varietas Inpari-
24 Gabusan lebih menguntungkan karena memiliki
produktivitas tinggi, umur genjah, mutu beras baik,
tekstur nasi pulen, dan harganya cukup tinggi. Di Bogor,
Yogyakarta, dan Sulawesi Selatan, harga beras merah
varietas Inpari-24 Gabusan di tingkat petani produsen
lebih tinggi dari beras putih, berkisar antara Rp11.000- Gambar 3. Kemasan 1 kg kedap udara beras merah Inpari 24
13.000/kg. Setelah dikemas, harga beras merah varietas Gabusan. Produksi TPP Cigombong/Balitbangtan.
Gambar 4. Nasi galur harapan (GH) beras merah dan hitam: D. GH beras merah aromatik; E. GH beras merah;
L. Inpari 24 Gabusan; G. GH beras hitam; H. GH ketan hitam.
Peningkatan kadar antosianin beras merah dan .... (Buang Abdullah) 97
Kristamtini, Taryono, P. Basunanda, dan R.H. Murti. 2014. Beras Suprihatno, B., A.A. Daradjat, Satoto, Baehaki, S.E., Suprihanto, A.
hitam sumber antosianin dan prospeknya sebagai pangan Setyono, S.D. Indrasari, M.Y. Samaullah, dan H. Sembiring.
fungsional. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman
33(1): 17–24. Padi. Badan Litbang Pertanian. 105 hlm.
Lamid, A., Rimbawan, A. Khomsan, C.M. Kusharto, dan Muhilal. Tang, S. and Z. Wang. 2001 Breeding for superior quality aromatic
2007. Pengaruh suplemen iodium dan beta karoten terhadap rice varieties in China. Pages 35–44. In Speciality Rices of the
status iodium dan status gizi ibu hamil di daerah endemik GAKI. World: Breeding, Production and Marketing. R.C. Cahudury,
Media Gizi & Keluarga, Desember, 31(2): 74–83. D.V. Tran, R. Duffy (Eds). Food Agric Org. Rome. Italy–Sci
Marliyati, S.A., A. Nasoetion, M. Simanjuntak, dan P. Puspitasari. Publ Inc. Enfield. NH. USA.
2008. Pola konsumsi pangan pria dewasa di pedesaan dan Timberlake, C.F. and B.S. Henry. 1988. Anthocyanions as natural
perkotaan Bogor-Jawa Barat: Kaitannya dengan faktor resiko food colorants. Prog. Clin. Biol. Res. 280: 107–121.
penyakit jantung koroner. Media Gizi dan Keluarga, Desember, Wang, G., B. Parpia, and Z. Wen. 1997. The composition of Chinese
32(2): 1–24. foods. Institute of Nutrition and Food Hygiene Chinese
Paine, J.A., C.A. Shipton, S. Chaggar, R.M. Howells, M.J. Kennedy, Academy of Preventive Medicine. Washington DC: ILSI Press.
G. Vernon, S.Y. Wright, E. Hinchliffe, J.L. Adams, A.L. Welch, R.M. and R.D. Graham. A new paradigm for world agriculture:
Silverstone and R. Drake. 2005. Improving the nutritioanal productive, sustainable, nutritious, healthful food systems. 2000.
value of Golden Rice through increased pro-vitamin A content. Food and Nutrition Bulletin 21(4): 361–366.
Nature biotechnology 23(4): 482–487. Widjayanti, E. 2004. Potensi dan Prospek Pangan Fungsional
Pengkumsri, N., C. Chaiyasut, C. Saenjum, S. Sirilun, S. Peerajan, P. Indigenous Indonesia. Disajikan pada Seminar Nasional: Pangan
Suwannalert, S. Sirisattha, and B.S. Sivamaruthi. 2015. Physico- Fungsional Indigenous Indonesia: Potensi, Regulasi, Keamanan,
chemical and antioxidatve propreeties of black, brown and red Efikasi dan Peluang Pasar. Bandung, 6–7 Oktober 2004. Welch,
rice varieties of North Thailand. Food Sci. Technol. Campinas, R. M. and R. D. Graham. 2000. A new paradigm for world
35(2): 331–338. agriculture: productive, sustainable, nutrition, healthful food
Ryu, S.N., S.Z. Park, and C.T. Ho. 1998. High performances liquid systems. Food and Nutrition Bulletin. 1(4): 361–366.
chromatographic determination of anthocyanin pigments in Wirth, J., S. Poletti, B. Aeschlimann, N. Yakandawala, B. Drosse, S.
some varieties of black rice. J. Food Drug Analysis 6: 1710– Osario, T. Tohge, A. Fernie, D. Gunther, W. Gruissem, and C.
1715. Sautter, C. 2009. Rice endosperm iron biofortification y targeted
Sompong, R., S. Siebenhandl-Ehn, G. Linsberger-Martn, and E. and synergistic action of nicotianamine synthase and ferritin.
Berghofer. 2011. Physicochemical and antioxidative properties Plant Biotechnology Journal 7: 1–14.
of red and black rice varieties from Thailand, China and Sri
Lanka. Food Chemistry 124: 132–140.
Heritabilitas,
Jurnal Litbangsumber
Pertanian
gen,Vol.
dan36
durabilitas
No. 2 Desember
ketahanan
2017:
varietas
99-108.... (Dini Yuliani dan Wage Ratna
DOI:
Rohaeni) 99
10.21082/jp3.v36n2.2017.p99-108
bulir. Fase pertumbuhan tanaman dan varietas padi MEKANISME KETAHANAN TANAMAN
berpengaruh terhadap perkembangan penyakit HDB. TERHADAP PATOGEN
Semakin muda tanaman padi terinfeksi semakin cepat
perkembangan penyakit HDB (Khaeruni et al. 2014). Secara alamiah tanaman memiliki ketahanan tertentu
Gejala penyakit HDB berupa bercak kebasahan, terhadap patogen. Tanpa memiliki sifat ketahanan maka
semula pada tepi atau ujung daun padi, kemudian tanaman akan mengalami penularan berat oleh patogen.
berkembang ke arah pangkal daun berwarna hijau Ketahanan yang dimaksud ialah ketahanan tanaman yang
keabuan. Lebih lanjut, helaian daun menjadi keriput dan dikuasai oleh gen, sehingga sifat ketahanannya dapat
menggulung hingga seluruh daun mengering (Ou 1985). diwariskan kepada keturunannya. Perkembangan gen
Gejala penyakit pada tanaman padi fase vegetatif disebut tahan pada tanaman merupakan hasil koevolusi antara
kresek, sedangkan pada fase generatif disebut hawar inang dengan patogen yang telah berlangsung lama
daun (Sudir dan Suprihanto 2008). (Rahim et al. 2012).
HDB menduduki peringkat keempat dari tujuh Menurut Muhuria (2003), ketahanan tanaman bersifat
penyakit utama tanaman padi. Penularan HDB di (1) genik, yaitu sifat tahan yang diatur oleh sifat genetik
Indonesia dalam periode 2010-2014 cukup tinggi, berkisar yang dapat diwariskan, (2) morfologik, yaitu sifat tahan
antara 65,3-115,3 ribu ha. Tanaman padi yang mengalami karena sifat morfologi tanaman yang tidak mengun-
puso akibat infeksi penyakit HDB dalam periode tersebut tungkan bagi hama/patogen, dan (3) kimiawi, yaitu sifat
berkisar antara 6,50-62,20 ha (Ditlintan 2015). tahan karena zat kimia yang dihasilkan tanaman.
Sudir dan Sutaryo (2011) melaporkan tingkat Berdasarkan susunan dan sifat gen, ketahanan genetik
keparahan penyakit HDB berkorelasi positif dengan dapat dibedakan menjadi: (1) monogenik,yaitu sifat tahan
penurunan hasil gabah. Ambang kerusakan tanaman pada yang diatur oleh satu gen dominan atau resesif, (2)
musim kemarau sekitar 10% dan pada musim hujan 16%. oligogenik, yaitu sifat tahan yang diatur oleh beberapa
Setelah ambang kerusakan tersebut, setiap kenaikan gen yang saling menguatkan, dan (3) poligenik, yaitu sifat
keparahan penyakit 10% menyebabkan kehilangan hasil tahan yang diatur oleh banyak gen yang saling menambah
padi 5,8% pada musim kemarau dan 3,7% pada musim dan masing-masing gen memberikan reaksi yang berbeda
hujan. Di India, tingkat keparahan penyakit HDB sehingga timbul ketahanan dengan spektrum luas.
mencapai 65-71% sehingga nyata menurunkan produksi Ketahanan genetik dibedakan menjadi beberapa tipe: (1)
padi. Kehilangan hasil padi akibat penularan HDB di vertikal, yaitu bersifat sangat tahan namun mudah patah
empat wilayah epidemik di India berkisar antara 92.000- (menjadi tidak tahan) oleh munculnya biotipe/patotipe
105.000 ton di Nellore, 30.000-36.000 ton di Godavari Barat, baru, (2) horizontal, yaitu memiliki tingkat ketahanan
46.000 ton di Karnal, dan 22.000 ton di Rangareddy dengan status “agak tahan”, dan (3) ganda atau multilini,
(Rajarajeswari dan Muralidharan 2006). yaitu campuran beberapa galur dengan komponennya
Penggunaan varietas tahan merupakan cara mudah masing-masing memiliki fenotipe yang sama namun gen
dan efektif mengendalikan penyakit HDB. Meskipun yang berbeda memiliki ketahanan terhadap beberapa jenis
demikian, menurut Sudir et al. (2012), penanaman satu hama/patogen.
jenis varietas tahan secara terus menerus dalam jangka Ketahanan vertikal terdapat pada varietas yang
panjang tidak dianjurkan karena dapat mempercepat memiliki ketahanan terhadap satu atau beberapa ras
patahnya ketahanan varietas dan memacu terbentuknya patogen dan bersifat mengurangi inokulum awal infektif
patotipe baru yang lebih virulen. dari patogen sehingga mengurangi tingkat keparahan
Pemuliaan tanaman padi tahan HDB menjadi salah penyakit. Ketahanan horizontal terjadi apabila tanaman
satu program penting dalam perakitan dan perbaikan inang sama efektifnya terhadap semua ras patogen dan
varietas padi menggunakan berbagai sumber ketahanan memiliki daya kerja yang dapat menurunkan epidemi
yang mengacu pada kondisi patotipe Xoo di lapangan. setelah terjadi perkembangan patogen. Varietas dengan
Perakitan dan perbaikan varietas tahan ke depan ketahanan vertikal mudah patah sehingga perlu
diharapkan memiliki karakter heritabilitas yang tinggi dan diupayakan melepas varietas yang memiliki ketahanan
ketahanan yang durable. Menurut Nafisah et al. (2007), horizontal atau ketahanan ganda (multiple resistance)
pendugaan heritabilitas suatu sifat pada populasi atau multilini sebagai suatu upaya untuk mengurangi
tanaman dapat membantu pemulia dalam seleksi dan kepekaan genetik yang biasa dialami oleh varietas dengan
evaluasi potensi genetik suatu populasi. ketahanan vertikal (Muhuria 2003).
Tulisan ini membahas heritabilitas dan sumber gen Penanaman varietas yang memiliki ketahanan
ketahanan varietas padi terhadap penyakit HDB dan horizontal diharapkan dapat mengurangi kepatahan akibat
strategi mempertahankan durabilitas varietas tahan patogen. Pendekatan genetik dan patologis dalam
sebagai salah satu upaya pengendalian melalui perakitan varietas dengan ketahanan horizonal berpreran
pemuliaan tanaman mendukung upaya peningkatan penting mengurangi kerusakan tanaman akibat patahnya
produksi padi. ketahanan vertikal yang dihasilkan dari variasi
patogenisitas bakteri patogen. Selain itu perlu pula
Heritabilitas, sumber gen, dan durabilitas ketahanan varietas .... (Dini Yuliani dan Wage Ratna Rohaeni) 101
2
dipelajari hubungan fisiologis dan ultrastruktur tanaman 2
p adalah keragaman fenotipe, G keragaman genetik,
padi dengan inang parasit (Noda et al. 1990). Aspek keragaman lingkungan, A2 ragam aditif, D2 ragam dominan,
fisiologis berperan dalam perkembangan patogen dan dan I2 ragam epistatis. Epistatis ialah fenomena sifat yang
ketahanan tanaman. Suryadi dan Kadir (2008) tidak muncul karena adanya sifat yang lain (Visscher et al.
menginformasikan varietas padi yang menunjukkan 2008). Nilai duga heritabilitas rendah jika H2bs< 20%,
ketahanan relatif tinggi terhadap HDB memiliki sedang jika 20% < H2bs < 50%, dan tinggi jika H2bs > 50%
kandungan gula reduksi (GR) dan nisbah gula reduksi (Stanfield 1983).
nitrogen (GR/N) relatif lebih tinggi dibanding varietas Nilai heritabilitas yang tinggi berperan penting dalam
rentan seperti IR64. Varietas Cisadane memiliki nilai GR/N meningkatkan efektivitas seleksi. Jika karakter memiliki
relatif lebih tinggi. heritabilitas tinggi maka seleksi dapat berlangsung efektif
dan dapat digunakan pada generasi awal karena pengaruh
lingkungan relatif kecil, sehingga faktor genetik lebih
HERITABILITAS VARIETAS TAHAN dominan (Lestari et al. 2012). Menurut Daradjat et al.
(2009), semakin banyak varietas yang beradaptasi baik
Pola pewarisan ketahanan genetik varietas terhadap hama pada lingkungan tertentu semakin meningkat variabilitas
dan penyakit, tipe ketahanan, mekanisme ketahanan, dan genetik tanaman. Kondisi ini mampu memperkecil tekanan
sumber ketahanan genetik perlu diketahui sebelum seleksi terhadap hama dan atau penyakit tanaman yang
memulai program perbaikan ketahanan tanaman. Pola secara tidak langsung juga memperkecil peluang
pewarisan genetik atau heritabilitas merupakan parameter munculnya biotipe hama dan atau strain penyakit yang
yang menggambarkan daya waris individu kepada baru.
keturunannya atau derajat kemiripan di antara keduanya Faktor yg mempengaruhi nilai duga heritabilitas ialah
untuk sifat tertentu dalam menganalisis pengaruh genetik ragam genetik, ragam lingkungan, ragam interaksi genetik
dan lingkungan terhadap kemiripan tersebut (Supriyanta dengan lingkungan (G x E), dan tipe persilangan. Karakter
2002). yang dipengaruhi oleh aksi gen aditif akan memiliki nilai
duga hertabilitas yang tinggi, sedangkan apabila karakter
dikendalikan oleh aksi gen nonaditif maka nilai duga
Nilai Duga Heritabilitas heritabilitas akan rendah. Pengaruh lingkungan dan
interaksi G x E berdampak negatif terhadap nilai
Untuk meningkatkan efektivitas seleksi terhadap suatu heritabilitas (Suwarto dan Nasrullah 2011). Dengan
karakter diperlukan parameter yang dapat menjelaskan demikian, semakin tinggi ragam lingkungan dan ragam
perbedaan antarindividu yang disebabkan oleh interaksi G x E akan semakin kecil nilai heritabilitas. Hal lain
perbedaan genetik. Parameter tersebut ialah nilai duga yang menarik ialah terdapat pengaruh resiprokal terhadap
heritabilitas yang merupakan proporsi varian genetik nilai duga heritabilitas.
terhadap varian fenotipe dalam suatu populasi biologis
(Daradjat et al. 2001).
Heritabilitas terbagi menjadi dua, yakni heritabilitas Mekanisme Pewarisan Gen Ketahanan
arti sempit (narrow-sense heritability, h2) dan heritabilitas pada Varietas Tahan
arti luas (broad-sense heritability - H2). Respon seleksi
dan nilai korelasi antarkarakter dipengaruhi oleh Aksi gen yang mengatur mekanisme sifat ketahanan
heritabilitas arti sempit (h2) (Visscher et al. 2008). Nilai terhadap penyakit HDB pada tanaman padi adalah aksi
heritabilitas arti sempit merupakan proporsi dari gen nonaditif (Habarurema 2012). Aksi gen nonaditif
keragaman gen aditif yang diturunkan dan relatif dipengaruhi oleh lingkungan yang ditandai oleh
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan memberikan perbandingan proporsi ragam daya gabung umum (DGU)
perkiraan akurat dalam proses seleksi. Informasi ini dapat dan daya gabung khusus (DGK) lebih besar dari 1
membantu dalam perencanaan perakitan varietas tahan. (Widyastuti 2016). DGU padi inbrida merupakan rata-rata
Heritabilitas arti sempit (h2): kemampuan kesesuaian suatu inbrida dalam persilangan
dengan kelompok inbrida lainnya, sedangkan DGK adalah
daya kemampuan kesesuaian suatu inbrida dengan
inbrida tertentu (Sutoro dan Setyowati 2014). DGU dan
DGK merupakan parameter genetik yang biasa digunakan
dalam mengidentifikasi potensi galur-galur inbrida dalam
perakitan varietas hibrida. Materi yang digunakan pada
Heritabilitas arti luas (H2):
penelitian DGU dan DGK adalah galur-galur padi mandul
jantan tipe sitoplasma wild abortive untuk sifat toleran
kekeringan (Widyastuti 2016).
102 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 99-108
Heritabilitas Sifat Ketahanan terhadap Sumber Gen Ketahanan dari Padi Liar
Hawar Daun Bakteri
Varietas unggul yang telah berkembang saat ini tidak
mampu berproduksi lebih tinggi karena keterbatasan
Nilai heritabilitas ketahanan terhadap penyakit HDB
kemampuan sumber daya genetik. Untuk menghasilkan
tergolong rendah karena sifat tahan tanaman dipengaruhi
varietas unggul yang memiliki sifat-sifat yang diinginkan
oleh lingkungan. Nilai heritabilitas dapat ditingkatkan
melalui program pemuliaan perlu melibatkan berbagai
dengan metode silang ganda (Habarurema 2012). Sifat
sumber gen alternatif. Spesies padi liar diketahui sebagai
ketahanan HDB dari populasi yang gen tetuanya berasal
sumber gen potensial yang telah berhasil diintrogresikan
dari hasil silang ganda memilliki heritabilitas lebih tinggi
ke tanaman padi budi daya dan mampu mengatasi kendala
daripada tetua yang berasal dari silang tunggal. Populasi
produksi. Spesies padi liar berperan penting sebagai
dengan gen tahan lebih sedikit memiliki heritabilitas
sumber gen dalam pemuliaan tanaman dan tidak
genetik yang lebih rendah daripada populasi yang
ditemukan pada budi daya. Oleh karena itu, spesies padi
memiliki gen tahan lebih banyak (Nafisah et al. 2007;
liar perlu dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk
Tasliah 2012). Heritabilitas tetua yang berasal dari hasil
mengatasi kendala produksi melalui perakitan varietas
silang tunggal memiliki nilai 0,19. Nilai heritabilitas paling
(Abdullah 2006).
tinggi berasal dari tetua hasil silang ganda, yaitu 0,60
Di sisi lain, ras patogen terus berkembang membentuk
(Tabel 1).
ras, strain, dan patotipe baru. Dalam hal ini diperlukan
Sifat tahan terhadap penyakit HDB memiliki nilai duga
identifikasi sumber gen ketahanan baru untuk digunakan
heritabilitas arti luas maupun arti sempit yang rendah
dalam perakitan varietas tahan. Padi liar yang telah
hingga sedang. Peluang mendapatkan nilai duga
teridentifikasi bereaksi tahan terhadap patogen Xoo
heritabilitas yang tinggi (H2 > 50%) diperoleh pada tipe
adalah Oryza nivara, O. longistminata, dan O. punctata
persilangan double cross dengan tetua jantan dari hasil
yang direkomendasikan pemanfaatannya dalam program
persilangan single cross tetua yang memiliki gen tahan Xa
pemuliaan tanaman padi (Akhtar et al. 2011).
secara piramiding dengan kombinasi lebih dari tiga gen
tahan (Nafisah et al. 2007). Dengan demikian, untuk
memperoleh karakter tahan HDB dengan nilai heritabilitas Sumber Gen Ketahanan dari Padi Lokal
>50% dapat dilakukan dengan menyilangkan tetua yang
memiliki gen Xa/xa lebih dari tiga jenis gen tahan Alternatif sumber gen ketahanan lainnya adalah padi
menggunakan metode double cross. lokal. Yuliani et al. (2014) telah memperoleh varietas lokal
Tabel 1. Nilai heritabilitas beberapa hasil persilangan untuk ketahanan terhadap penyakit HDB.
Heritabilitas Heritabilitas
Progeni Referensi
arti luas arti sempit
F2 turunan Nerica4, Nerica10, dan Nerica14 16.36% 92% Habarurema et al. (2012)
(silang tunggal)
Silang tunggal genotipe IRBB (2 gen Xa/xa) - 19% Nafisah et al. (2007)
Silang ganda IRBB (>3 gen Xa/xa) tipe 1 (A/B//C) - 65% Nafisah et al. (2007)
Silang ganda IRBB (>3 gen Xa/xa) tipe 2 (A//B/C) - 30% Nafisah et al. (2007)
Heritabilitas, sumber gen, dan durabilitas ketahanan varietas .... (Dini Yuliani dan Wage Ratna Rohaeni) 103
(Kutuk, Mansur, dan Ketan Belimbing) yang konsisten varietas IRBB rakitan IRRI yang mengandung gen
tahan terhadap Xoo patotipe III pada musim hujan 2012/ ketahanan terhadap penyakit HDB. Pada varietas IRBB
2013 dan musim kemarau 2013. Susanto dan Sudir (2012) terdapat gen yang mengendalikan sifat tahan terhadap
juga telah mengidentifikasi varietas lokal yang bereaksi HDB, yaitu gen mayor (Xa) dan gen minor (xa). Dari
tahan atau agak tahan terhadap Xoo patotipe III dan agak varietas IRBB rakitan IRRI teridentifikasi 11 varietas yang
tahan atau agak rentan terhadap Xoo patotipe IV dan VIII, mengandung gen tunggal dan 17 varietas mengandung
sehingga memiliki ketahanan yang relatif baik dan multigen (Tabel 2).
berspektrum luas. Varietas lokal yang bereaksi tahan Semua varietas IRBB telah dikoleksi oleh Balai Besar
terhadap penyakit HDB seperti Ketan Garut, Pandan Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) dengan nomor aksesi
wangi, Remaja, dan Gembang dapat digunakan sebagai tertera pada Tabel 2, kecuali IRBB 66. Hampir semua
tetua tahan pada perakitan dan perbaikan varietas unggul varietas IRBB yang dikoleksi BB Padi telah diuji
baru (VUB) tahan HDB. Padi lokal ini telah beradaptasi ketahanannya terhadap penyakit HDB.
pada lingkungannya sehingga dapat diadopsi dan Yunani et al. (2014) melaporkan varietas IRBB yang
dikembangkan untuk menanggulangi epidemik penyakit mengandung gen tahan mayor Xa atau gen minor xa tidak
HDB. selalu tahan terhadap penyakit HDB, terutama patotipe IV.
Hal ini menunjukkan tidak semua varietas IRBB dapat
dijadikan tetua persilangan dalam perakitan varietas tahan
Sumber Gen Ketahanan dari Padi HDB. Namun dari hasil skrining teridentifikasi lima varietas
Introduksi IRBB yang bereaksi sangat tahan yakni IRBB 7, IRBB 21,
IRBB 50, IRBB 52, dan IRBB 58. Pada varietas IRBB 7 dan
Berdasarkan data bank gen International Rice Research IRBB 21 terdapat gen tunggal yang bersifat dominan yaitu
Institute (IRRI) dalam Tasliah et al. (2013), terdapat 28 Xa7 dan Xa21. Varietas IRBB 50, IRBB 52, dan IRBB 58
Ket.: *) Tasliah et al. (2013), **) Yunani et al. (2014), ***) BB Biogen (2007), ****) Yuliani et al. (2014). Skor ketahanan HDB:
1= sangat tahan, 3= tahan, 5= agak rentan, 7= rentan, 9= sangat rentan, dan - = belum ada informasi pengujian.
104 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 99-108
mengandung gen tahan piramiding berturut-turut Xa4 + terhadap tiga patotipe dominan penyakit HDB (patotipe
xa5; Xa4 + Xa21; dan Xa4 + xa13 + Xa21. Varietas IRBB III, IV, dan VIII), yakni Inpari 1, Inpari 6 Jete, dan Inpari 17
yang sangat tahan terhadap HDB dapat direkomen- (BB Padi 2015). Patotipe ialah sinonim dari strain, form,
dasikan sebagai tetua dalam perakitan varietas unggul variant, pathovar, atau ras (race), yaitu populasi patogen
padi tahan penyakit HDB. yang semua anggota individunya mempunyai
Upaya pengendalian penyakit HDB secara kemampuan yang sama sebagai parasit (Sudir et al. 2012).
berkelanjutan dapat dilakukan melalui perbaikan Patotipe ditentukan berdasarkan reaksi virulensi ter-
ketahanan varietas secara cermat karena struktur dan hadap satu set perangkat varietas diferensial terpilih
dominasi patotipe Xoo di Indonesia berbeda dengan (Suparyono et al. 2003).
patotipe Xoo koleksi IRRI (Tasliah et al. 2013). Di antara Varietas Inpari 1, Inpari 6 Jete, dan Inpari 17
gen tahan HDB, terdapat gen resesif xa5 dan gen dominan direkomendasikan sebagai tetua tahan dalam perakitan
Xa7 yang efektif mengendalikan beberapa patotipe Xoo di varietas unggu tahan HDB karena berpeluang besar dalam
Indonesia. Kedua gen tahan tersebut telah disisipkan ke menghasilkan keturunan tahan. Varietas unggul baru
dalam varietas IR64 melalui silang-balik (backcross). Gen yang memiliki ketahanan terhadap patotipe III dan IV
tahan pada varietas IR64 kemudian disilangkan dengan adalah Inpari 4. Varietas tahan patotipe III paling banyak,
varietas IRBB 5 atau IRBB 7 sehingga menghasilkan di antaranya Inpari 5, Inpari 11, Inpari 16, Inpari 18, Inpari
varietas Angke dan Conde yang masing-masing 19, Inpari 20, Inpari 20, Inpari 21, Inpari 22, Inpari 23, Inpari
mengandung gen xa5 dan Xa7. Kedua varietas unggul ini 24, Inpari 25, Inpari 26, Inpari 27, Inpari 28, Inpari 31, Inpari
merupakan hasil rakitan pemulia Indonesia dan telah diuji 32, Inpari 33, Inpari 43, dan Inpari 44 (Tabel 3).
dengan patotipe Xoo asal Indonesia (BB Biogen 2007). VUB padi sawah irigasi yang telah teruji tahan dapat
dikembangkan untuk mengatasi epidemik penyakit HDB.
Jumlah varietas unggul padi yang telah dilepas di
PERBAIKAN KETAHANAN Indonesia cukup banyak yang dapat dikembangkan
VARIETAS sesuai kebutuhan ditinjau dari segi umur, postur tanaman,
bentuk gabah, tekstur nasi, potensi hasil, selera pasar, dan
Perbaikan ketahanan varietas padi terhadap penyakit ketahanan terhadap hama penyakit. Dengan demikian
HDB telah banyak dilakukan dan varietas unggul yang banyak pilihan bagi petani dalam menentukan varietas
dihasilkan telah dilepas untuk diadopsi petani. Terdapat yang akan dikembangkan, sesuai dengan preferensi
tiga varietas unggul baru padi sawah irigasi yang tahan konsumen dan spesifik lokasi.
Tabel 3. Tingkat ketahanan varietas unggul baru padi sawah irigasi terhadap penyakit HDB.
Tingkat ketahanan
terhadap HDB patotipe
Varietas Pedigree
III IV VIII
Inpari 1 R64/IRBB-7//IR64 T T T
Inpari 4 S4384F-14-1/WayApo Buru//S4384F-14-1 T T AR
Inpari 5 Merawu SHEN NUNG 89-366/KetanLumbu T AT AT
Inpari 6 Jete Dakava line 85/Membramo T T T
Inpari 16 Pasundan Ciherang/ Cisadane// Ciherang T AR AR
Inpari 17 Bio9-MR-V3-11-PN-5// IR64*3/IRBB21 T T T
Inpari 18 BP364B-33-3-PN-5-1/ Bio530B-45-9-3-1 T AT R
Inpari 19 BP342B-MR—1-3/ BP226E-MR-76 T AT R
Inpari 20 S2823E-KN-33/ IR64// S2823E/ KN/ 33 T AR R
Inpari 21 Sitali/ S3383-1d-Pn-16-2/ S969B-265-1-4-1 T AR AR
Inpari 22 IR42/IRBB5// CIHERANG/// TOWUTI T R R
Inpari 23 Bantul B11738RS(Gilirang/ BP342F-MR-1-3//Gilirang) T AT R
Inpari 24 Gabusan Bio 12 – MR-1-4-PN-6/ Beras Merah T AT AR
Inpari 25 Opak Jaya BIO 530C-MR-1/ IRBB 21 T AT AT
Inpari 26 Introduksi dari IRRI (SHINEI / CHINA 971) T AR AR
Inpari 27 Introduksi dari IRRI (BALDO/7904-TR4-4-2-1-1) T AR AR
Inpari 28 Kerinci IR 63872-14-2-2-1/ CEA-1 T AR AR
Inpari 31 Pepe/BP342B-MR-1-3-KN-1-2-3-6-MR-3-BT-1 T AT AT
Inpari 32 Ciherang/IRBB64 T AT AT
Inpari 33 BP/360E-MR-79-PN-2/IR71218-38-4-3//BP360E-MR-79-PN-2 T AT AT
Inpari 43 Agritan GSR WuFengZhan/IRBB5/WuFengZhan T AT AT
Inpari 44 Agritan Kebo x Ciherang T AR AT
lokasi. Sebanyak 15 isolat Xoo yang berasal dari beberapa et al. (2008), alur produksi dan distribusi benih padi masih
daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah menunjukkan menghadapi kendala. Sistem pendistribusian benih secara
keragaman genetik yang cukup tinggi. Berdasarkan formal yang cukup panjang menjadi penyebab lambatnya
analisis gen 16SrRNA diperoleh 13 pola pita ARDRA yang adopsi varietas unggul baru padi oleh petani. Selain itu,
berbeda. Hal ini menunjukkan keragaman genetik Xoo keterbatasan informasi dan ketersediaan stok benih juga
cukup tinggi dan patogen Xoo mudah berubah merupakan faktor penghambat penyebarluasan varietas
virulensinya sehingga sulit untuk dikendalikan. Oleh unggul baru.
karena itu, para pemulia padi sebaiknya merakit varietas Untuk mempercepat adopsi varietas unggul baru
yang memiliki ketahanan horizontal terhadap HDB dengan oleh petani dapat diupayakan komersialisasi benih
menyilangkan dengan varietas yang memiliki latar bermutu melalui kebijakan yang mendukung perakitan
belakang gen tahan terhadap HDB sehingga tidak mudah varietas, perbaikan sistem produksi dan pengelolaan
dipatahkan ketahanannya oleh patogen. benih sumber, pengembangan industri benih, tata niaga,
Berbeda dengan analisis Suryadi et al. (2014) dan promosi benih bermutu. Peningkatan kerja sama dan
berdasarkan pohon filogenetika yang menunjukkan isolat kemitraan dalam sistem produksi benih bermutu varietas
Xoo yang berasal dari daerah berbeda memiliki kerabatan unggul baru memberikan manfaat komersial bagi para
secara genetik. Hal ini menunjukkan varietas dan faktor pelaku yang terlibat (Samaullah 2008).
lingkungan berpengaruh terhadap komposisi dan
dominasi Xoo di lapangan. Untuk mengatasi patahnya
ketahanan varietas padi akibat sergapan patogen Xoo KESIMPULAN
perlu dilakukan pergiliran varietas dengan berbagai latar
belakang gen ketahanan untuk mengurangi tekanan Nilai heritabilitas karakter sifat ketahanan tanaman padi
seleksi. Pergiliran varietas perlu memperhatikan reaksi terhadap penyakit HDB tergolong rendah hingga sedang.
ketahanan varietas terhadap dominasi patotipe Xoo di Perbaikan ketahanan varietas dapat diupayakan melalui
lapangan. perakitan varietas dengan berbagai sumber ketahanan, di
Selain pergiliran varietas, upaya lain yang dapat antaranya dari padi liar, padi lokal, dan padi introduksi.
dilakukan untuk mempertahankan durabilitas di antaranya Sifat ketahanan varietas padi terhadap HDB dari populasi
penanaman varietas dengan sistem pencampuran atau dengan gen tetua dari silang ganda memilliki heritabilitas
mozaik varietas. Menurut Nirwanto (2010), pencampuran yang lebih tinggi daripada silang tunggal. Populasi
varietas merupakan salah satu cara yang dapat mengubah turunan silang ganda memiliki ketahanan multigenik dan
banyak karakter tanaman, termasuk ketahanan terhadap berpeluang menghasilkan individu rekombinan tahan
penyakit, tetapi harus mempunyai kesamaan apabila untuk periode yang lama (durable). Populasi dengan
ditanam bersamaan. Pencampuran varietas tidak jumlah gen tahan lebih sedikit memiliki heritabilitas
menyebabkan perubahan yang besar pada sistem budi genetik lebih rendah daripada populasi dengan tetua yang
daya, tetapi dapat meningkatkan stabilitas hasil dan dalam memiliki lebih banyak gen tahan.
beberapa hal mengurangi penggunaan pestisida. Strategi untuk mempertahankan durabilitas varietas
Pencampuran varietas lebih mudah diaplikasikan dan tahan di antaranya dengan penanaman varietas tahan
dimodifikasi karena secara genetis seragam tetapi berbeda berdasarkan patotipe Xoo di lapangan, pergiliran varietas
dalam ketahanan spesifik terhadap penyakit tanaman. tahan dengan latar belakang gen tahan kombinasi
Sejak tahun 1960an Badan Litbang Pertanian telah (piramiding gene), dan penanaman varietas dengan
150an varietas unggul padi, tetapi hanya sebagian kecil sistem pencampuran atau mozaik varietas.
yang berkembang luas di petani. Hal ini antara lain terkait
dengan lambatnya diseminasi atau petani belum yakin
sepenuhnya akan keunggulan varietas unggul baru. DAFTAR PUSTAKA
Petani tidak mudah mengganti varietas yang diadopasi
dengan varietas yang baru sebelum yakin keung- Abdullah, B. 2006. Potensi padi liar sebagai sumber genetik dalam
gulannya. Oleh karena itu perlu digiatkan penyuluhan, pemuliaan padi. Buletin Iptek Tanaman Pangan 1(2): 143
demonstrasi varietas, atau kegiatan diseminasi lainnya 152.
agar informasi varietas unggul baru dapat cepat sampai di Akhtar, M.A., F.M. Abbasi, H.A.M. Shahzad, and A.H. Shah. 2011.
Evaluation of rice germplasm against Xanthomonas oryzae pv.
lahan petani (Ruskandar 2006). oyzae causing bacterial leaf blight. Pakistan Journal Bot. 43(6):
Pengambilan keputusan petani untuk mengubah 30213023.
kebiasaan menanam varietas unggul lama menjadi varietas Asysyuura. 2016. Keragaman patotipe Xanthomonas oryzae pv.
unggul baru dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi oryzae pada tanaman padi di beberapa kabupaten di Sulawesi
umur, tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, ketahanan Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 53 hlm.
terhadap hama dan penyakit, hasil, ketersediaan benih
BB Biogen. 2007. Varietas unggul padi sawah tahan HDB. Warta
dan keterjangkauan harga (Purwanto et al. 2012). Saat ini Penelitian dan Pengembangan Pertanian 29(4): 1718.
petani mulai menyukai varietas unggul baru, tetapi BB Padi. 2015. Deskripsi varietas unggul baru padi. Badan Penelitian
ketersediaan benihnya masih terbatas. Menurut Nurhati dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. 77 hlm.
Heritabilitas, sumber gen, dan durabilitas ketahanan varietas .... (Dini Yuliani dan Wage Ratna Rohaeni) 107
Daradjat, A.A., Nafisah, dan R. Kurniati. 2001.Variabilitas dan Samaullah, M.Y. 2008. Pengembangan varietas unggul dan
heritabilitas karakter indeks kerebahan tanaman padi sawah. komersialisasi benih sumber padi. Prosiding Seminar Apresiasi
Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 20(3): 610. Hasil Penelitian Padi 2007 Menunjang P2BN. Buku 2.
Daradjat, A.A., S. Silitonga, dan Nafisah. 2009. Ketersediaan plasma Suprihatno, B., A.A. Daradjat, H. Suharto, H.M. Toha, A.
nutfah untuk perbaikan varietas padi. Dalam Padi “Inovasi Setyono, Suprihanto, dan A.S. Yahya (Editor). hlm. 869880.
Teknologi dan Ketahanan Pangan”. Daradjat A.A., A. Setyono, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan
A.K. Makarim, dan A. Hasanuddin (Editor). Buku 2. hlm. 127. Pengembangan Pertanian.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Sudir, dan Suprihanto. 2006. Perubahan virulensi strain Xanthomonas
Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun bakteri pada
Ditlintan (Direktorat Perlindungan Tanaman). 2015. Luas serangan tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
OPT utama pada padi. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 25(2): 100107.
Kementerian Pertanian. Sudir, dan Suprihanto. 2008. Hubungan antara populasi bakteri
Dossa, S.G., A. Sparks, C. Vera Cruz, and R. Oliva. 2015. Decision Xanthomonas oryzae pv. oryzae dengan keparahan penyakit
tools for bacterial blight resistance gene deployment in rice- hawar daun bakteri pada beberapa varietas padi. Jurnal Penelitian
based agricultural ecosystems. Frontiers in Plant Science 6: Pertanian Tanaman Pangan 27(2): 6875.
305316. Sudir, Suprihanto, dan T.S. Kadir. 2009. Identifikasi patotipe
Habarurema, I., G. Asea, J. Lamo, P. Gibson, R. Edema, Y. Sere, and Xanthomonas oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun
R.O. Onasanya. 2012. Genetic analysis of resistance to bacterial bakteri padi di daerah sentra produksi padi di Jawa. Jurnal
leaf blight in Uganda. African Crop Science Journal 20(1): 105 Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 28(3): 131138.
112. Sudir, dan B. Sutaryo. 2011. Reaksi padi hibrida introduksi terhadap
Khaeruni, A., M. Taufik, T. Wijayanto, dan E.A. Johan. 2014. penyakit hawar daun bakteri dan hubungannya dengan hasil
Perkembangan penyakit hawar daun bakteri pada tiga varietas gabah. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 30(2):
padi sawah yang diinokulasi pada beberapa fase pertumbuhan. 8894.
Jurnal Fitopatologi Indonesia 10(4): 119125. Sudir, dan Handoko. 2012. Komposisi dan penyebaran patotipe
Leonberger, K., K. Jaeson, R. Smith, and NW Gauthier. 2016. Plant Xanthomonas oryzae pv. oryzae, penyebab penyakit hawar daun
Disease. Kentucky Master Gardener Manual Chapter 6. Pages bakteri padi di Jawa Timur. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan
124. University of Kentucky: College of Agriculture, Food Teknologi Pertanian 15(1): 2337.
and Environment. Lexington, hy.40546. Sudir, B. Nuryanto, dan T.S. Kadir. 2012. Epidemiologi, patotipe,
Lestari, A.P., E. Lubis, Supartopo, dan Suwarno. 2012. Heritabilitas dan startegi pengendalian penyakit hawar daun bakteri pada
dan korelasi berbagai karakter galur-galur harapan padi gogo. tanaman padi. IPTEK Tanaman Pangan 7(2): 7987.
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Padi “Inovasi Sudir, Y.A. Yogi, dan Syahri. 2013. Komposisi dan sebaran
Teknologi Padi Mengantisipasi Cekaman Lingkungan Biotik Xanthomonas oryzae pv. oryzae di sentra produksi padi di
dan Abiotik. Buku 2. hlm. 371379. Balai Besar Penelitian Sumatera Selatan. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
Tanaman Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 32(2): 98108.
Kementerian Pertanian. Sudir, dan D. Yuliani. 2016. Composition and distribution of
Muhuria, L. 2003. Strategi perakitan gen-gen ketahanan terhadap Xanthmonas oryzae pv. oryzae pathotypes, the pathogen of
hama. Pengantar Falsapah Sains. Program Pascasarjana. Institut rice bacterial leaf blight in Indonesia. Agrivita Journal of
Pertanian Bogor. Bogor. 19 hlm. Agricultural Science 38(2): 174185.
Nafisah, A.A. Daradjat, B. Suprihatno, dan T.S. Kadir. 2007. Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2003. Komposisi patotipe patogen
Heritabilitas karakter ketahanan hawar daun bakteri dari tiga hawar daun bakteri pada tanaman padi stadium tumbuh berbeda.
populasi tanaman padi hasil seleksi daur siklus pertama. Jurnal Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 22(1): 4550.
Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 26(2): 100105. Suparyono, Sudir, dan Suprihanto. 2004. Pathotype profile of
Nirwanto, H. 2010. Teori dan aplikasi ketahanan populasi tanaman Xanthomonas oryzae pv. oryzae isolates from the rice ecosystem
terhadap epidemi penyakit. Surabaya: UPN “Veteran” Jawa in Java. Indonesian Journal of Agricultural Science 5(2): 63
Timur. 68 hlm. 69.
Noda, T., O. Horino, and A. Ohuchi. 1990. Variability of Supriyanta. 2002. Heritabilitas sifat ketahanan terhadap cekaman
pathogenicity in races of Xanthomonas campestris pv. oryzae alelopati gulma teki pada padi gogo. Jurnal Perlindungan
in Japan. JARQ 23(3): 182189. Tanaman Indonesia 8(1): 4453.
Nurhati, I., S. Ramdhaniati, dan N. Zuraida. 2008. Peranan dan Suryadi, Y., dan T.S. Kadir. 2008. Kajian infeksi Xanthomonas
dominasi varietas unggul baru dalam peningkatan produksi padi oryzae pv. oryzae terhadap beberapa genotipe padi: hubungan
di Jawa Barat. Buletin Plasma Nutfah 14(1): 813. kandungan hara dengan intensitas penyakit. Ilmu Pertanian
Ou, S.H. 1985. Rice diseases. Second edition. Commonwealth 15(1): 2636.
Mycological Institute. United Kingdom. 380p. Suryadi, Y., D.N. Susilowati, P. Lestari, Sutoro, M. Ifa, T.S. Kadir,
Purwanto, D.W. Astuti, dan H. Subagio. 2012. Percepatan adopsi S.S. Albani, dan I.M. Artika. 2014. Analisis keragaman genetik
varietas unggul baru untuk meningkatkan produktivitas padi di isolat bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae dari Jawa Barat
Jawa Timur. Artikel dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Jawa Tengah berdasarkan analisis ARDRA gen 16SrRNA.
Kedaulatan Pangan dan Energi 2012 di Fakultas Pertanian, Jurnal Fitopatologi Indonesia 10(2): 5360.
Universitas Trunojoyo Madura, Juni 2012. Susanto, U., dan Sudir. 2012. Ketahanan genotipe padi terhadap
Rahim, A., A.R. Khaeruni, dan M. Taufik. 2012. Reaksi ketahanan Xanthomonas oryzae pv. oryzae patotipe III, IV, dan VIII.
beberapa varietas padi komersial terhadap patotipe Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 31(2): 108116.
Xanthomonas oryzae pv. oryzae isolat Sulawesi Tenggara. Sutoro, dan Mamik Setyowati. 2014. Daya gabung umum, daya
Berkala Penelitian Agronomi 1(2): 132138. gabung khusus dan keragaan hasil hibrida jagung pada dua tingkat
Rajarajeswari, N.V.L. and K. Muralidharan. 2006. Assessments of pemupukan N. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan
farm yield and district production loss from bacterial leaf blight 34(1): 5559.
epidemics in rice. Crop Protection 25: 244252. Suwarto, dan Nasrullah. 2011. Genotype x environment interaction
Ruskandar A. 2006. Varietas unggul baru padi yang banyak ditunggu for iron concentration of rice in Central Java of Indonesia.
petani. Tabloid Sinar Tani, 26 Juli 2006. Rice Science 18: 75–78.
108 J. Litbang Pert. Vol. 36 No. 2 Desember 2017: 99-108
Tasliah. 2012. Gen ketahanan tanaman padi terhadap bakteri hawar Widyastuti, Y. 2016. Seleksi padi hibrida turunan galur mandul jantan
daun (Xanthomonas oryzae pv. oryzae). Jurnal Litbang Pertanian tipe sitoplasma wild abortive, Kalinga, dan Gambiaca untuk
31(3): 103112. toleransi terhadap cekaman kekeringan. Tesis.Sekolah
Tasliah, Mahrup, dan J. Prasetiyono. 2013. Identifikasi molekuler Pascasarjana.Departemen Agronomi dan Hortikultura. Institut
hawar daun bakteri (Xanthomonas oryzae pv. oryzae) dan uji Pertanian Bogor. Bogor.
patogenisitasnya pada galur-galur padi isogenik. Jurnal Agro Yunani, N., R.H. Wening, E. Pramudika, dan E. Maryati.2014.
Biogen 9(2): 4957. Katalog Plasma Nutfah Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman
Visscher, P.M., W.G. Hill, and N.R. Wray. 2008. Heritability in the Padi. [Tidak Dipublikasikan].
genomics era-concepts and misconceptions. Nature Reviews Yuliani, D., R.H. Wening, dan Sudir. 2014. Selection resistance of
Genetics 9: 255266. rice germplasm accessions to bacterial leaf blight. Buletin Plasma
Nutfah 20(2): 6576.
J. Litbang Pert./Indeks Penulis 109-1
S
I
Sudaryono, T. "Ragam Produk Olahan Temulawak
Indiati, S.W. "Tungau Puru (Eryophyes gastrotcus Nalepa)
Menudukung Keanekaragaman Pangan" 36(1): 112.
pada Ubi Jalar dan Teknologi Pengendaliannya" 35(2):
Sumartini. "Penyakit Embun dan Cara Pengendaliannya
8188.
pada Tanaman Kedelai dan Kacang Hijau" 36(2): 5966.
Surmaini, E. "Perubahan Iklim dalam Konteks Sistem
Produksi dan Pengembangan Kopi di Indonesia" 36(2):
H
7790.
Herawati, H. "Potensi Pengembangan Plastik Syakir, M. "Perubahan Iklim dalam Konteks Sistem Produksi
Biodegradable Berbasis Pati Sagu dan Ubi Kayu di dan Pengembangan Kopi di Indonesia" 36(2): 7790.
Indonesia" 36(2): 6776.
T
K
Thamrin, M. "Budi Daya Padi di Lahan Rawa Pasang Surut
Kamsiati, E. "Potensi Pengembangan Plastik dan Pengendalian Alami Hama Penggerek Batang" 36(1):
Biodegradable Berbasis Pati sagu dan Ubi Kayu di 2838.
Indonesia" 36(2): 6776.
Khamidah, A. "Ragam Produk Olahan Temulawak
Menudukung Keanekaragaman Pangan" 36(1): 112. Y
Krisnan, R. "Pemanfaaatan Sari Kedelai sebagai Bahan
Yuliani, D. "Heritabilitas, Sumber Gen, dan Durabilitas
Pengencer Pengganti Kuning Telur untuk Kriopreservasi
Ketahanan Varietas Padi Terhadap Penyakit Hawar Daun
Spermatozoa Hewan" 36(1): 2127.
Bakteri" 36(1): 2838.
P
Pujiharti, S., "Cemaran Mikotoksin, Bioekologi Patogen
Fusarium verticillioides dan Upaya Pengendaliannya
pada Jagung" 36(1): 1116.
J. Litbang Pert./Indeks Subjek 111-1
Kedelai/ Soybean
Dukungan kebijakan/Policy support 47 Rawa lebak/Fresh water swampy land 13
Kacang hijau/Mungbean 59 Sumber pertumbuhan/Growth source 13
Pengendalian/Control 59 Varietas/Varieties 99
Penyakit embun tepung/Powdery mildew 59
Potensi lahan/Land potential 47 Pati/Starch
Strategi pengembangan/Development strategy 47 Bioplastic/Biodegradable plastics 67
Sagu/Sago 67
Kopi/Coffee Teknologi produksi/ Production technology 67
Adaptasi/Adaptation 77 Ubi kayu/Cassava 67
Perubahan iklim/Climate change 77
Produksi/Production 77 Kedelai/Soybean
Kuning telur/Egg yolk 21
Padi/Rice Kriopreservasi/Cryopreservation 21
Antosianin/Anthocyanin 91 Pengencer/Extender 21
Beras hitam/Black Rice 91 Spermatozoa/Spermatozoa 21
Beras merah/Red Rice 91
Biofortifikasi/Bio-fortification 91 Temulawak/Javanese ginger
Budi daya/Cultivation 28 Keanekaragaman pangan/Food diversification 1
Durabilitas/Durability 99 Manfaat/Benefits 1
Hawar daun bakteri/Bacterial leaf blight 99 Produk olahan/Food product 1
Heritabilitas/Heritability 99
Ketahanan/Resistance 99 Ubi jalar/Sweet potato
Lahan rawa pasang surut/Tidal swampland 28 Eryophyes gastroticus 39
Penggerek batang padi/Rice stem borer 28 Pengendalian/Control 39
Produksi/Production 13 Tungau puru/Gall mites 39
Rawa lebak/Fresh water swampy land 13
Sumber pertumbuhan/Growth source 13
113
Redaksi Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah
berpartisipasi dalam menelaah naskah yang dipublikasikan pada tahun 2017. Kontribusi Mitra Bestari membantu
menjamin kualitas publikasi ilmiah ini.
Prof. Dr. Supriadi Balai Penelitian Tanaman Rempah Hama Penyakit Tanaman
dan Obat
Jalan Tentara Pelajar No. 3,
Bogor 16111, Indonesia
Prof. Dr. Elna Karmawati Pusat Penelitian dan Pengembangan Hama Penyakit Tanaman
Perkebunan
Jalan Tentara Pelajar No. 1,
Bogor 16111, Indonesia
Prof. Dr. Irsal Las Forum Komunikasi Profesor Riset Agroklmat dan Lingkungan
Kementeriann Pertanian
Jalan Raya Pajajaran Kav E-59
Bogor 16682, Indonesia
Prof. Dr. Nur Richana Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pascapanen
Pascapanen Pertanian
Jalan Tentara Pelajar No. 12,
Bogor 16114, Indonesia
Prof. Dr.Zulkifli Zaini Pusat Penelitian dan Pengembangan Budi Daya Tanaman
Tanaman Pangan
Jalan Merdeka No. 147,
Bogor 16111, Indonesia
Prof. Dr. Masganti Balai Penelitian Pertanian Lahan Kesuburan dan Biologi
Rawa Tanah
Jalan Kebun Karet Lok Tabat ,
Kotak Pos 31, Banjar Baru 70712,
Indonesia
Prof. Dr. Marwoto Balai Penelitian Tanaman Aneka Hama Penyakit Tanaman
Kacang dan Umbi
Jalan Raya Kendalpayak, Kotak
Pos 66, Malang 65101,
Indonesia
PEDOMAN BAGI PENULIS