Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

Departemen Medical Ruang 23i


Rumah Sakit dr.Saiful Anwar

Kelompok 2
Didin Arya SP

0810720023

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2013
TUBERCULOSIS
I. DEFINISI
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang paru-paru yang
disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis.
Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan
bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru
melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai
focus primer dari ghon (Hood Alsagaff, th 1995. hal 73).
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi menahun menular yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Kuman tersebut biasanya masuk ke
dalam tubuh manusia melalui udara (pernapasan) ke dalam paru-paru, kemudian
menyebar dari paru-paru ke organ tubuh yang lain melalui peredaran darah, yaitu :
kelenjar limfe, saluran pernafasan atau penyebaran langsung ke organ tubuh lain
(Depkes RI, 2002).

II. ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO


Jenis kuman berbentuk batang, ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um.
Sebagian besar kuman berupa lemak/lipid sehingga kuman tahan terhadap asam dan
lebih tahan terhadap kimia , fisik. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob yang menyukai
daerah yang banyak oksigin, dalam hal ini lebih menyenangi daerah yang tinggi
kandunagn oksiginnya yaitu. daerah apikal paru, daerah ini yang menjadi prediksi pada
penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei
yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita
ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di
dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di
bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang
yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu
keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet
nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang
terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering),
M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka
terbuka pada kulit (lebih jarang).
Faktor resiko:
 Rasial/Etnik group : Penduduk asli Amerika, Eskimo, Negro, Imigran dari Asia
Tenggara.
 Klien dengan ketergantuangan alkhohol dan kimia lain yang menimbulkan
penurunan status kesehatan.
 Bayi dan anak di bawah 5 tahun.
 Klien dengan penurunan imunitas : HIV positip, terapi steroid & kemoterapi kanker.

III. KLASIFIKASI
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan
riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu
faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
- Dengan atau tanpa gejala klinik
- BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong
biakan positif 1 kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
- Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
- Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
- BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
- Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
- Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
- Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto
yang tidak berubah.
- Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita penting dilakukan untuk menetapkan
paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang sesuai dan dilakukan sebelum pengobatan
dimulai.
Klasifikasi penyakit
1.1. Tuberculosis Paru
Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TBC Paru dibagi dalam
a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (+).
 1 spesimen dahak SPS hasilnya (+) dan foto rontgen dada menunjukan
gambaran tuberculosis aktif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA (-) dan foto rontgen
dada menunjukan gambaran tuberculosis aktif. TBC Paru BTA (-), rontgen
(+) dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat
dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto rontgan dada memperlihatkan
gambaran kerusakan paru yang luas
1.2. Tuberculosis Ekstra Paru
TBC ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu
:
1. TBC ekstra-paru ringan
Misalnya : TBC kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang
(kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2. TBC ekstra-paru berat
Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa
duplex, TBC tulang belakang, TBC usus, TBC saluran kencing dan alat
kelamin.
Tipe penderita:
Berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya,ada beberapa tipe penderita yaitu :
a. Kasus Baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kambuh (Relaps)
Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali lagi berobat
denga hasil pemeriksaan dahak BTA (+).
c. Pindahan (Transfer In)
Adalah penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu kabupaten lain
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahhhan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah (Form TB.09).
d. Setelah Lalai (Pengobatan setelah default/drop out)
Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
bulan atau lebih, kemudian dating kembali dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA (+).

IV. MANIFESTASI KLINIS


Keluhan dapat bermacam-macam atau malah tanpa keluhan, yang terbanyak adalah :
Demam : subfebril, febril ( 40 – 41 C0) hilang timbul.
1. Batuk : terjadi karena adanya iritasi pada bronkus, batuk ini untuk membuang
/mengeluarkan produksi radang, dimulai dari batuk kering sampai batuk
purulenta (menghasilkan sputum)
2. Sesak nafas : bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru.
3. Nyeri dada : ini jarang ditemukan, nyeri timbul bila infiltrasi radang sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
4. Malaise : ditemukan beripa anorexia, nafsu makan menurun, BB menurun, sakir
kepala, nyeri otot, keringat diwaktu malam hari
Pada Atelektasis terdapat gejala manifestasi klinik yaitu: Sianosis, Sesak nafas,
Kolaps. Bagian dada pasien tidak bergerak pada saat bernafas dan jantung terdorong
kesisi yang sakit. Pada Foto Torax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan
diagfragma menonjol keatas.
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan
gejala sistemik:
Gejala respiratorik:
 Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
 Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis
atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya
batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
 Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada
hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
 Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul
apabila sistem persarafan di pleura terkena.

Gejala sistemik:
 Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip demam influeza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.
 Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul
menyerupai gejala pneumonia.

V. KOMPLIKASI
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara dalam rongga pleura.
Normalnya pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap
rongga dada. Udara masuk dalam rongga pleura melalui 3 jalan, yakni:
1. Udara atmosfir masuk ke dalam rongga pleura melalui penetrasi di dinding
dada misalnya pada trauma (pneumothorax traumatik).
2. Pembentukan gas oleh mikroorganisme dalam dinding pleura pada penyakit
ifeksi paru (pneumothorax spontan)
3. Pneumothorax artifisial yang sengaja dilakukan melalui tidakan pembedahan
pada trauma.
Penumothorax pada TB paru merupakan pneumothorax spontan yang timbul
akibat nekrosis jaringan yang menjalar sampai pinggir jaringan parut parenkim paru,
membentuk bulla yang selanjutnya robek ke dalam pleura.

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan fisik :
 Pada tahap dini sulit diketahui.
 Ronchi basah, kasar dan nyaring.
 Hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberi suara umforik.
 Atropi dan retraksi interkostal pada keadaan lanjut dan fibrosis.
 Bila mengenai Pleura terjadi efusi pleura (perkusi memberikan suara pekak)
Pemeriksaan Radiologi :
 Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas
tidak jelas.
 Pada kavitas bayangan berupa cincin.
 Pada Kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi
Bronchografi :
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan
paru karena TB.
Laboratorium :
 Darah : leukosit meninggi, LED meningkat
 Sputum : pada kultur ditemukan BTA
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman
BTA diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak
dilakukan 3 kali yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu
kunjungan kedua. Bila didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan
mikroskopik BTA positif. Bila satu positif, dua kali negatif maka pemeriksaan
perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan ulang akan didapatkan satu kali positif
maka dikatakan mikroskopik BTA negatif. Untuk memastikan jenis kuman
mengidentifikasi perlu dilakukan pemeriksaan biakan/kultur kuman dari dahak
yang diambil (Depkes RI, 2002).
 Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)
Hasil tes mantoux dibagi menjadi dalam;
- Indurasi 0-5 mm (diameternya) : mantoux negatif
- Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan
- Indurasi 10-15 mm : hasil mantoux positif
- Indurasi lebih dari 16 mm : hasil mantouk positif kuat

VII. PENATALAKSANAAN
 Penyuluhan
 Pencegahan
 Pemberian obat-obatan :
1. OAT (obat anti tuberkulosa) :
2. Bronchodilatator
3. Expektoran
4. OBH
5. Vitamin
 Fisioterapi dan rehabilitasi
 Konsultasi secara teratur

Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga


mnecegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta
memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat
tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat,
derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT utama dapat dilihat pada
tabel berikut:
Rekomendasi Dosis (mg/kg BB)
Obat Anti TB
Aksi Potensi Per Minggu
Esensial Per Hari
3x 2x
Isoniazid (H) Bakterisidal Tinggi 5 10 15
Rifampisin (R) Bakterisidal Tinggi 10 10 10
Pirasinamid (Z) Bakterisidal Renda 25 35 50
Streptomisin (S) Bakterisidal h 15 15 15
Etambutol (E) Bakteriostatik Renda 15 30 45
h
Renda
h

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu


berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly
Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang
terdiri dari lima komponen yaitu:
1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam
penanggulangan TB.
2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang
pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat
dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama
dimana penderita harus minum obat setiap hari.
4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.

ASUHAN KEPERAWATAN
VIII. PENGKAJIAN
a. Pola aktifitas dan istirahat :
Fatique, Aktivitas berat timbul sesak (nafas pendek), Sulit tidur, Berkeringat pada
malam hari
b. Pola Nutrisi :
Anorexia, Mual, tidak enak diperut, BB menurun
c. Respirasi :
Batuk produktif (pada tahap lanjut), sesak nafas, Nyeri dada.
d. Riwayat Keluarga :
Biasanya keluarga penderita ada yang mempunyai kesulitan yang sama (penyakit
yang sama)
e. Riwayat lingkungan :
Lingkungan kurang sehat (polusi, limbah), pemukiman padat, ventilasi rumah yang
kurang, jumlah anggauta keluarga yang banyak.
f. Aspek Psikososial :
 Merasa dikucilkan
 Tidak dapat berkomunikasi dengan bebas, menarik diri.
 Biasanya pada keluarga yang kurang mampu.
 Masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang
lama dan biaya yang bayak.
 Masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien.
 Tidak bersemangat, putus harapan.
g. Riwayat Penyakit sebelumnya :
 Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh sembuh.
 Pernah berobat, tetapi tidak sembuh.
 Pernah berobat tetapi tidak teratur (drop out).

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

X. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
 Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.
 Mendemontrasikan batuk efektif.
 Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.
3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
4. Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi
alveolar.
5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin melalui mulut.
Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk
pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi
sekret.
6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila
tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau
mulut.
9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran


alveolar-kapiler.
Tujuan : Pertukaran gas efektif.
Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana tindakan :
1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai
akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin
keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps
paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
 Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
 Menu makanan yang disajikan habis
 Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan
1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan
dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI
dan menurunkan kapasitas.
4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan
sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.
5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa
paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori
adekuat.
6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut
a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).
R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan
metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.
7. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau
makanan per sonde.
Daftar Pustaka
Amin, M., (1999). Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :Airlangga Univerciti Press

Carpenito, L.J., (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2 Jakarta :
EGC

Doengoes, (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Makalah Kuliah . Tidak diterbitkan.

Mansjoer, Arif., et all. (1999). Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran UI : Media
Aescullapius.

Anda mungkin juga menyukai