Anda di halaman 1dari 122

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331870473

PERJANJIAN LAMA DAN KONTEKSNYA

Chapter · July 2018

CITATIONS READS

0 919

6 authors, including:

Ezra Tari
STAK Negeri Kupang (Kupang State Christian College)
31 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Koloqoium Perjanjian Baru View project

All content following this page was uploaded by Ezra Tari on 19 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERJANJIAN LAMA DAN
KONTEKSNYA
BUNGA RAMPAI KAJIAN TEORITIS SOSIAL
DAN BUDAYA

- Osian Orjumi Moru, M.Si.


- Maya Djawa, S.Th, M.Pd.K.
- Nelci Nafalia Ndolu, M.Th
- Mieke Yen Manu, M.Th.
- Sance Mariana Tameon, M.Pd.K.
PERJANJIAN LAMA & KONTEKSNYA: BUNGA RAMPAI
KAJIAN TEORITIS SOSIAL DAN BUDAYA

Copyright © Osian Orjumi Moru, M.Si.,dkk, 2018


Hak cipta dilindungi undang-undang
All right reserved

Penyunting: Iswanto, M.Hum & Junaity Soften Sine, M.Pd.


Layout: Saiful Mustofa
Desain cover: Diky M. F
vi + 115 hlm: 14,8 x 21 cm
Cetakan Pertama, Juli 2018
ISBN:

Diterbitkan oleh:
Akademia Pustaka
Perum. BMW Madani Kavling 16, Tulungagung
Telp: 081216178398
Email: redaksi.akademia.pustaka@gmail.com

Sanksi Pelanggaran Pasal 113


Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
(1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaima-
na dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipi-
dana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipi-
dana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling ban-
yak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan
dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
KATA PENGANTAR

P
rinsip belajar yang hakiki adde pervum parvo, manus acervus
erit ‘ditambahkan sedikit hingga menjadi tumpukan’
menjadi salah satu dasar pemikiran diterbitkannya
buku ini. Ilmu yang terus ditambahkan akan menjadi sebuah
tumpukan ide berharga untuk direnungkan sepanjang hayat.
Dunia keilmuan pada dekade terakhir ini bergerak cepat ke
ranah yang lebih luas dengan cakupan multidemensi keilmuan,
tidak terkecuali Teologi. Pergerakan ide-ide pada era global
menuntut penulis yang tidak hanya mapan secara teoritis, tetapi
juga empiris dan praktis. Prinsip-prinsip eksegesis Alkitab yang
menjadi ranah Teologiharuslah diterapkan secara komprehensif
pada berbagai konteks sosial dan budaya. Sehingga, output
pemikiran para ahli tidaklah semata pada penelahaan teks-teks.
Pemahaman ini membawa para penulis untuk menuangkan
hasil karyanya dalam sebuah buku teks yang diharapkan mampu
menyentuh para pembaca mengenai penelaahan kitab Perjanjian
Lama yang bergerak menuju konteks sosial dan budaya. Buku ini
akan diawali dengan pemaparan teori, beberapa eksegesis kitab
yang berkaitan dengan kultur global dan beberapa pandangan-
pandangan budaya yang pada akhirnya memperkaya pembaca
untuk lebih memahami dunia teologia dari kacamata yang
berbeda.

iii
Para penulis dalam buku ini berasal dari berbagai
latar belakang pendalaman ilmu Teologi. Keberagaman ini
memberikan warna tersendiri mengenai gagasan, pendekatan,
dasar teoritis dan penerapannya dalam berbagai permasalahan
kehidupan. Keberagaman lainnya terlihat dari pemilihan kata
dan pengelolaan kalimat yang jika dibaca hingga tuntas akan
memperkaya khazanah pemahaman keilmuan.
Keberagaman tulisan-tulisan dalam teks yang dimaksud
membangun struktur rasionalisasi berpikir yang berbeda dengan
buku-buku terdahulu yang telah terbit. Pergerakan ide secara
induktif nantinya menjadi ruang reflektif yang khas bagi para
pembaca sekalian.
Akhir kata, tidak ada yang abadi di dunia ini selain catatan
yang ditulis dan dipublikasi seperti kutipan publish or perish‘
terbitkan atau lenyap tak berbekas’. Penulis berharap setiap
tulisan dalam buku ini akan menjadi sedikit tambahan dalam
tumpukan catatan bagi Ilmu Teologi secara khusus yang terkait
dengan kitab Perjanjian Lama. Ketidaksempurnaan dalam
menuangkan setiap gagasan di dalamnya hendaklah disampaikan
sebagai pertimbangan demi perbaikan di kemudian hari.

Kupang, 19 April 2018

Editor

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................iii
DAFTAR ISI.......................................................................v
BAGIAN
I. Teori Sumber dalam Tanakh
(Osian Orjumi Moru,M.Si)..................................................1

II. Mawin’ne Bodomaroto Perempuan Ciptaan Allah:


Kajian terhadap Eksistensi Perempuan Bodomaroto
Sebagai Ciptaan Allah dari Sudut Pandang Penciptaan
Perempuan dan Implikasinya terhadap Peranan
Perempuan Kristen Masa Kini bagi Pendidikan
dalam Keluarga
(Maya Djawa, S.Th, M.Pd.K).............................................41

III. Sikap Protektif Sarah terhadap Ishak


(Kejadian 21:1-10)
(Nelci Nafalia Ndolu, M.Th.)..............................................65

IV. Haram dan Tidak Haram Mengenai Makanan


Menurut Ulangan 14:3-21
(Mieke Yen Manu, M.Th)....................................................87

V. Studi Eksegesis Yeremia 10:1-7


(Sance Mariana Tameon, M.Pd.K).....................................103

v
vi
1
TEORI SUMBER DALAM TANAKH
Osian Orjumi Moru, M.Si.)*

A. Pengantar

K
itab suci orang Kristen, Alkitab, merupakan kumpulan
kitab yang menggambarkan berbagai kejadian pada
zaman tertentu dalam sejarah umat manusia dan
banyak memberikan informasi berharga dalam mengungkapkan
berbagai peristiwa di masa lalu. Alkitab dibagi atas dua bagian
yakni Perjanjian Lama yang aslinya ditulis dalam bahasa
Ibrani (dengan beberapa dalam bahasa Aram) dan Perjanjian
Baru dalam bahasa Yunani.1 Teks-teks Alkitab dalam proses
perjalanannya telah diterjemahkan dalam banyak bahasa di
dunia dan berpengaruh luas karena telah melahirkan jutaan
tulisan baru yang secara langsung atau tidak berusaha mengerti
dan mendalami berbagai informasi dan kejadian dalam teks-teks
tersebut.
Dokumen-dokumen (Perjanjian Lama) dalam Alkitab
1 Robert B. Coote dan Marry P. Coote, Kuasa, Politik dan Proses Pembuatan Alkitab
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 1.

1
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Kristen Protestan kurang lebih sama dengan milik orang Yahudi,


sementara Perjanjian Lama Katolik berisi lebih banyak kitab.
Orang Yahudi menyebut kitab suci Ibrani sebagai Taurat, Para
Nabi dan Tulisan-tulisan atau diringkas sebagai Tanakh – diambil
dari huruf pertama tiap bagian Alkitab itu, Torah, Nebi’im dan
Ketubim. Mereka juga menyebutnya secara sederhana yakni
”kitab suci” atau mengikuti penggunaan orang Kristen, ”Alkitab
Ibrani”. Seperti orang Kristen dengan Perjanjian Baru, ada juga
beberapa tulisan Yahudi lain selain Tanakh yakni Misyna, yang
berkembang menjadi Talmud.2
Bagian kitab dalam Akitab yang penting untuk dibahas
adalah Pentateuch dan nabi-nabi awal (Kejadian sampai 2 Raja-
raja) sebab sumber-sumber yang diduga kuat menyusun kitab-
kitab TANAKH tersebar dalam teks-teks kitab tersebut. Kitab-
kitab Pentateuch memberikan catatan sejarah suatu bangsa yang
disebut Israel. Sejarah pembuatan kelima kitab dalam Pentateuch
tidak ditulis pada periode dan situasi yang sama.3 Hal inilah
yang membuat kelima kitab tersebut memiliki keunikan masing-
masing dalam menyajikan narasi sejarah perjalanan kerajaan
Israel.
Menyingkapi keunikan dari kelima kitab di atas, maka
penting untuk melihat berbagai aspek khusus dalam tulisan-
tulisan tersebut. Menurut Robert B. Coote, sebutan bagi empat
dari lima kitab pentateuch yang pertama adalah Tetrateuch.4 Teks-
teks Tetrateuch sebenarnya merupakan bentuk dari satu teks yang

2 Ibid., 2.
3 Ibid., 8 - 9.
4 Perbedaan antara Tetrateuch dan Pentateuch adalah Tetrateuch merupakan sebutan
untuk empat kitab pertama dalam Alkitab yakni “Kejadian, Keluaran, Imamat dan Bilangan”
sedangkan Pentateuch adalah sebutan bagi kelima kitab Taurat yakni “Kejadian, Keluaran,
Imamat, Bilangan dan Ulangan”.

2
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

panjang karena berasal dari waktu dan keadaan yang berbeda


yakni merupakan produk selama hampir lima ratus tahun dari
proses penulisan dan penulisan ulang.5
Tulisan-tulisan ini juga merupakan suatu produk yang
dihasilkan oleh kaum elit dalam tataran piramida sosial-
kemasyarakatan tertentu penduduk Palestina. Kaum elit
dimungkinkan untuk menulis berbagai tulisan dalam kitab
Ibrani, sebab mereka memiliki akses dan kompetensi tersendiri
dalam hal kemampuan baca-tulis. Robert B. Coote dan Mary P.
Coote menyatakan bahwa “yang terpenting dari Alkitab adalah
diproduksi oleh orang kaya dan berkuasa yang cenderung
melegitimasi institusi negara dan bait suci mereka”.6 Dengan
demikian dapat dimengerti bahwa kitab suci Ibrani atau Perjanjian
Lama ditulis berdasarkan berbagai indikasi khusus yang berlaku
dalam tataran kaum elit. Hal ini menegaskan kembali kepada
kita bahwa Tetrateuch lebih dipandang sebagai suatu proses
penulisan dengan tahap-tahap yang berbeda daripada sebagai
empat kitab terpisah dengan tujuan tertentu dalam suatu proses
kemasyarakatan.
Tetrateuch berisi tiga pembenaran atas kultus-kultus
penguasa yang saling tumpang tindih dan disusun dalam
kerangka tiga penguasa atau kelompok penguasa pada masa
kekuasaan mereka. Hal ini menandai keunikan dan kekhususan
Tetrateuch yang adalah gambaran nyata atas rekam jejak peralihan
kekuasaan dari satu pihak penguasa ke pihak penguasa lainnya
dalam kerangka proses sejarah yang panjang. Oleh karena itu,
pengkajian didasarkan pada proses teliti dan kontekstual dalam
5 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History (Minneapolis: Fortress
Press, 1991), 1.
6 Robert B. Coote dan Marry P. Coote, Kuasa, Politik dan Proses Pembuatan Alkitab…,
23.

3
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

lingkaran sejarah tertentu untuk melihat sejauh mana proses


sejarah tersebut terekam baik dalam kitab-kitab dan sejauh mana
pula pengaruh sejarah dalam penulisannya.
Tetrateuch merupakan gulungan tulisan yang terdiri
dari tiga jenis teks yang disebut Y, E dan P. Meski memiliki
keistimewaan dan keunikan masing-masing, pada dasarnya ada
kemiripan tujuan dalam proses penulisannya yakni mewakili tiga
sejarah dari kultus yang tumpang tindih dan dikarang bagi tiga
penguasa atau kelompok yang berkuasa berturut-turut pada awal
pemerintahan mereka, ketika masing-masing merebut kekuasaan
dari pemerintahan sebelumnya.7
Sumber-sumber yang merupakan bagian dari Tentrateuch
tersebut terbagi dalam tiga legitimasi kekuasaan yakni: Y yang
diduga adalah produk dari istana Daud, E yang diduga adalah
produk dari istana Yerobeam I, dan P adalah produk yang diduga
berasal dari masa para Imam bait suci di Yerusalem sejak awal
kekuasaan Persia. Dilain sisi terdapat sumber lain yang disebut
Proto-Deutoronomistis (merupakan gabungan YE dan ditambah
sedikit tambahan baru) yang merupakan edisi kecil yang diduga
dibuat di bawah pemerintahan Hizkia, setelah penulisan sumber
E dan sebelum penulisan sumber P.8 Sumber penting yang yang
paling panjang adalah Sumber D, yang diuga dibuat pada masa
raja Yosia (622 - 622 B.C.E).9 Sumber D ini diduga melingkupi
sebagian kitab Ulangan sampai 2 Raja-raja.
Spesifikasi dari gambaran teks-teks diatas menggambarkan
adanya tumpang tindih proses sejarah yang diwarnai oleh arus
kekuasaan tertentu dalam menentukan proses sejarah yang ada.
7 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 1.
8 Ibid.
9 Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction (Philadelphia:
Fortress Press, 1987), 138.

4
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Legitimasi kekuasaan terhadap proses penulisan narasi menjadi


sangat penting karena teks-teks tersebut harus melahirkan
konsep dan tujuan dari kekuasaan yang ada. Dengan kata lain
kepentingan penguasa harus diwakili.

B. Sumber Y
Sumber utama dalam kitab-kitab Tentrateuch adalah
sumber Y, ditulis pada awal abad ke-10 B.C.E di istana Daud,
sang panglima perang yang merebut ”Israel Bersatu” dari
tangan Saul.10 Melalui sumber Y, kitab-kitab Tentrateuch
memperoleh garis besar narasi utamanya. Sumber Y
adalah cerita tentang sejarah dunia dan sejarah bangsa
“Israel Bersatu” (Yahuda Selatan dan Israel Utara) yang
dirancang untuk mencerminkan bangkitnya keturunan
Daud dan untuk menopang pemerintahan Daud dari
ancaman pendudukan bangsa Mesir.11
Sumber Y di atas merupakan dasar penting dalam
membentuk narasi-narasi dalam Tentrateuch (bahkan juga
Pentateuch)12 dan menjadi pola tetap dalam penyusunannya.
Lima abad sesudah itu, dua sumber pelengkap utama lainnya
dibuat yakni E dan P, beserta tambahan kecil yang signifikan
sehingga menghasilkan Tentrateuch dalam bentuknya sekarang
ini. Kitab-kitab Tentrateuch adalah hasil dari berbagai serial yang
tumpang-tindih melalui proses suplemen terhadap sumber Y.
Sumber Y dipercaya sebagai produk kolaborasi antara
konsep-konsep sejarah dan kepentingan para penguasa saat
10 Para ahli menduga bahwa posisi Saul saat itu adalah sebagai raja dalam konteks
suku-suku (nagid – prince/commander dalam bahasa Ibrani) sedangkan Daud adalah seorang
raja dalam konteks “Kerajaan Bersatu” (United Kingdom).
11 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 2.
12 Robert B. Coote and David Robert Ord, The Bible’s First History (Philadelphia:
Fortress Press, 1989), 8.

5
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

itu. Kelas penguasa membutuhkan teks-teks untuk menunjukan


eksistensi politik dari kebangkitan kekuasaan mereka di tengah
masyarakat. Karena itu dapat dimengerti bahwa salah satu
fungsi utama dari sumber Y adalah bagaimana merefleksikan
pengertian para penguasa tentang diri mereka dan pengaruh
mereka.13
Konsep berpikir dari para penguasa masa itu kemudian
melahirkan cara berpikir yang mengedepankan ide-ide yang
diduga berpusat pada nilai-nilai patriakal, kultus raja, dan
kepentingan penguasa. Hal ini memunculkan dugaan bahwa
teks-teks yang ada tidak hanya bermakna sejarah tetapi juga
mengandung makna kiasan. Makna tersebut diduga dimunculkan
antara lain dalam kisah bapak-bapak leluhur orang Israel seperti
Abraham, Isak, dan Yakub.
Dilihat dari idenya, sumber Y meliputi tiga peristiwa
besar yang masing-masing berintikan cerita dari tujuh generasi
yang berbeda. Ketiga peristiwa besar tersebut meliputi 21 garis
keturunan dari peristiwa penciptaan sampai kisah penaklukan
tanah Kanaan. Pada peristiwa pertama digambarkan bagaimana
hubungan antara YHWH dengan ketamakan manusia yang
berimplikasi pada pembuangan dan bentuk kutukan yang harus
dialami oleh empat belas generasi awal (cerita dalam peristiwa
generasi bagian 1 dan 2) dalam sejarah silsilah manusia. Kutukan
yang dialami manusia tersebut kemudian memunculkan rasa
belas kasihan YHWH untuk memulai lagi hubungan baru antara
manusia dengan penciptanya. Upaya untuk memulai hubungan
baru itu kemudian memunculkan kisah baru antara manusia
dengan YHWH dalam sejarah garis silsilah baru manusia yang
meliputi tujuh generasi kemudian. Garis silsilah bagian ke-3 ini
13 Ibid., 2.

6
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

kemudian melahirkan konsep berkat dalam sejarah umat Israel.


Berikut ini gambaran genealogy tersebut dalam sejarah sumber
Y:14

Gambar 1. Genealogy Suku-suku Israel

Gambaran silsilah diatas, tidak hanya bertujuan untuk


menggambarkan asal muasal suku-suku Israel dan bagaimana
14 Gambar Genealogy ini telah saya terjemahkan dan sederhanakan berdasarkan
tulisan Robert B. Coote and David Robert Ord dalam buku The Bible’s First History...,76 – 77.

7
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

mereka berhubungan satu dengan yang lainnya tetapi juga


bertujuan untuk menggambarkan keotoritasan YHWH atas
suku-suku tersebut. Inilah pokok pikiran dalam sumber Y:
menempatkan YHWH sebagai pokok kehidupan berbangsa
mereka. Berkat dari YHWH akan menjadi pokok kehidupan
mereka, tetapi sebaliknya kutuk akan menjadi bencana bagi
perjalanan sejarah bangsa tersebut.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka ide yang muncul
dalam teori sumber Y sebenarnya diduga hanya menyangkut
tema-tema yang berkaitan Kultus dan kepentingan para penguasa
dalam struktur silsilah mereka. Para penguasa membutuhkan
pengambaran-penggambaran teks dengan tujuan tertentu terkait
legitimasi kekuasaan mereka dalam hubungannya dengan sistem
kepercayaan dan pusat kultus penyembahan. Tema-tema tersebut
diduga paling sedikit menyangkut tiga konsep utama yakni:

1. Konsep tentang keturunan yang diberkati dan dikutuk.


Konsep ini diduga muncul dalam teks-teks menyangkut
sejarah garis keturunan para pengusa (genealogy). Seperti
gambaran di atas para penguasa tersebut ingin membuktikan
bahwa Urban Culture15 adalah garis keturunan yang telah
dikutuk (tujuan akhirnya adalah Mesir sebagai rival
utama kerajaan Daud) dan Herding Culture16 adalah
garis keturunan yang diberkati (garis keturunan Daud
dan Israelnya). Gambaran-gambaran tersebut adalah
15 Urban Culture menunjuk kepada garis keturunan yang membangun dan tinggal
di kota-kota besar saat itu untuk kepentingan tempat hunian, tujuan yang bernuansa militer
dan juga dengan maksud sebagai kota-kota perbekanan makanan.
16 Sebutan untuk garis keturunan Habel adalah para peternak atau pengembala
(Herding culture) yang juga berasal dari terminologi bahasa Ibrani ro’eh tson yang menunjuk
kepada kultur pedesaan dan para baduin yang berprofesi sebagai pengembala ternak saat itu.

8
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

bentuk legitimasi kekuasaan para penguasa Israel


dalam hal ini Daud dan dinastinya.

2. Konsep tentang tema perjanjian. Konsep ini diduga


muncul dalam cerita bapak-bapak luhur orang Israel
seperti Abraham, Isak dan Yakub. Melalui tema ini,
diduga Daud ingin menggambarkan bahwa diri dan
bangsanya adalah pusat penggenapan perjanjian kekal
antara YHWH dengan manusia (bapak leluhurnya).
Daud secara sadar berusaha melegitimasi kerajaan
yang dipimpinnya atas dasar perjanjian antara
YHWH dengan manusia. Daud berkepentingan
untuk memastikan bahwa suku-suku yang ada
dapat patuh kepada kekuasaannya hanya karena
kepentingan perjanjian antara YHWH dengan bapak
leluhurnya tersebut. Hal ini membuktikan bahwa
dibutuhkan sentuhan keagamaan dalam membangun
tradisi kekuasaan dan kontrol politik. Hanya dengan
cara tersebut Daud diduga dapat berdiri tegak atas
suku-suku Israel.

3. Konsep tentang Prerogatives (Hak Istimewa). Konsep


ini diduga muncul dalam kisah Yakub dan Esau
(Kejadian 25-27). Cerita ini diduga dikarang untuk
menjawab pertanyaan tentang status sosial Daud.
Daud yang adalah anak bungsu yang tidak masuk
hitungan, tentu meninggalkan banyak pertanyaan
tentang hak kesulungan atas tahta Israel. Patut diduga
9
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut


maka diperlukan dasar sejarah hak kesulungan yang
diturunkan dari anak sulung (Esau) kepada anak
bungsu (Yakub). Maka diduga muncullah konsep
tentang berkat terhadap anak bungsu. Hal ini masih
berkaitan erat dengan konsep perjanjian dalam
konsep kedua tadi.

C. Sumber E
E adalah tulisan yang berada di bawah kekuasaan
Yerobeam I, raja Israel di Utara. Kekuasaan Yerobeam I muncul
dengan diadakannya pemberontakan atas kekuasaan wangsa
Daud setelah kematian Salomo. Sebagai seorang yang merebut
kekuasaan, Yerobeam I berupaya menyatakan legitimasi
kekuasaan dan yurifikasi hukum-hukumnya, terutama dalam
pertentangan dengan putra Salomo, Rehabeam, maka dibuatlah
literatur yang mendukung segala maksud tersebut.17
Sumber E berbeda dari Y dan P dan mengacu pada
yang diduga sebagai pengarang kelompok teks ini. Sebelum
pertengahan abad ke-19, sebagaian besar sejarawan
menganggap Kejadian sampai Ulangan hanya terdiri dari
dua jenis teks, yang satu menggunakan sebutan Yahweh
untuk Allah dan yang lain Allah saja. Bagian pertama
disebut para ahli dengan nama Y (untuk Yahweh) dan
yang kedua E (untuk ’elohim, bahasa Ibrani untuk Allah).
Sekitar tahun 1798, K.D. Ilgen dan pada tahun 1807, W.
M. L. de Wette melihat bahwa di beberapa tempat jenis
teks yang kedua sebenarnya berisi jenis teks yang ketiga.
17 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 2.

10
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Tidak banyak yang terjadi setelah penemuan ini sampai


pada tahun 1853 ketika H. Hupfeld meyakinkan banyak
sejarawan bahwa kelompok teks yang kedua, teks ”Allah”,
terdiri dari dua kelompok yang berbeda. Yang pertama
diawali dengan Kejadian 1, menyangkut masalah-masalah
keimaman dan jauh lebih besar dari keduanya. Yang kedua
mulai dengan Kejadian 20 (beberapa pakar menemukan
satu atau dua ayat di dalam pasal-pasal yang lebih awal);
dan begitu ditunjukkan, tampak amat berbeda dari yang
pertama. Para sejarawan akhirnya menamakan kelompok
”Allah” yang pertama P, karena ciri-ciri keimamannya.
Yang kedua tetap disebut E.18
Pada dasarnya menurut Coote, E dapat dikenali
berdasarkan kosakata, gaya, pilihan subjek dan sudut
pandangnya berkelompok dalam teks tertentu. E
menggunakan sebutan ’elohim untuk Allah, Yakub untuk
Israel di dalam sejarah Yusuf, Horeb untuk gunung Sinai,
Yitro untuk ayah mertua Musa, dan ‘ama untuk budak
perempuan. E menyajikan kehidupan sebagai sesuatu yang
serius melibatkan pergantian-pergantian peristiwa kritis.19
Seluruh hal ini menunjukkan keunikan E dibanding yang
lain.
Sumber E memberi perhatian khusus kepada suku-suku
Israel yang menjadi bagian dari kerajaan Israel Utara pada awal
masa kerajaannya. E menaruh minat pada sejumlah tempat suci,
tetapi tidak pernah pada Yerusalem atau tempat ibadah mana pun
di Yahuda, kecuali mungkin makam Rahel, ibu Yusuf. Berbeda
dari Y yang sering mengacu pada mezbah di ladang, E banyak

18 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 9.


19 Ibid., 10.

11
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

mempraktekkan pendirian menhir atau batu tegak lurus dalam


ritual keagamaan yang diatasnya dituangkan minyak zaitun.
Berbeda dari Y, di mana Yahweh secara khas tampil sebagai
seorang pria yang berdiri di samping seseorang di siang bolong,
di E Allah tampil dengan mengambil jarak sebagai penguasa,
biasanya di dalam mimpi malam hari. Y mengungkapkan Allah
menjadi kawan, sedangkan E mengungkapkan Allah sebagai
sosok yang menimbulkan rasa gentar. E, yang merupakan
bagian teks terpendek dibandingkan Y dan P, juga menceritakan
kisah anak laki-laki yang beresiko kehilangan kebebasan atau
nyawanya. Namun, berbeda dari Y, E menunjukkan bahwa Allah
sepenuhnya mengendalikan peristiwa dan memerinci seluk-beluk
tanggapan pelaku serta kepelikan situasi hukum yang ambigu.20
Lebih lanjut, Coote menggambarkan E sebagai suplemen
dari Y dan tidak terpisahkan darinya. Dengan tegas ia
menyimpulkan dengan mengatakan bahwa ”takkan pernah
ada E tanpa Y” (there never was an E without J). E merupakan
suplemen acak yang ditambahkan di sana-sini selama bertahun-
tahun, bukan suplemen tunggal yang merupakan kesatuan yang
dibuat sekaligus. Karena E adalah suplemen Y, maka E tidak
dapat terpisah dari Y dan E membutuhkan Y dalam proses
pembuatannya. E tidak dapat berdiri sendiri karena dimasukkan
dan tersebar secara merata dalam Y sehingga E selalu mengacu
pada Y.21
Dari suplemen-suplemen yang ada, E adalah sumber yang
menambahkan sebagian besar narasi baru dan frasa-frasa pendek
sehingga Y menjadi kurang lebih sepertiga lebih panjang. E adalah
propaganda yang membela pemberontakan dengan kekuatan

20 Ibid.
21 Ibid., 13 – 16.

12
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

senjata, rekonsolidasi kewenangan hukum negara, restrukturisasi


kultus Israel dan program pembangunan kerajaan. Propaganda
sastra hanyalah salah satu cara memperkuat pemerintahannya.22
Robert B. Coote menyatakan bahwa terdapat tiga
jenis teks sumber E yang dapat dibedakan dalam Tetrateuch
yakni:23

1. Whole narrative. Cerita tentang Abram di Gerar adalah


salah satu contohnya (Kejadian 20:1-17). Contoh-contoh
lainnya adalah Abram yang nyaris mengorbankan Ishak
(Kejadian 22:1-13), dan putri Firaun yang menyelamatkan
bayi Musa dari arus sungai nil (Keluaran 2:1-10).

2. E text ostensibly Intertwined with J. Di dalam teks yang


terjalin satu sama lain, Y dan E tempaknya berselang-
seling tanpa sebab dan ada kalanya sulit diuraikan.
Sebuah contoh yang baik muncul ketika Yakub berhenti
di Betel saat melarikan diri dari Esau (Kejadian 28: 10 –
22).

3. Isolated line, phrase, or word embedded in J. Misalnya,


peristiwa ketika Yakub dalam perjalanan kembali ke
Kanaan bertemu dengan Esau. Dalam peristiwa tersebut,
E menyisipkan percakapan singkat Esau (baca Kejadian
33: 5).

Jika dillihat dengan saksama, E berisikan berbagai data dari


periode awal monarki Israel, antara Yerobeam I (raja pertama
di Utara) yang memerintah pada awal tahun 931 B.C.E – dan
22 Ibid., 3 – 4.
23 Ibid, 11 - 12.

13
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

kejatuhan Samaria tahun 722 B.C.E oleh Asyur. Keragaman


perkiraan tentang kapan tepatnya E ditulis mencakup seluruh
rentang waktu sepanjang 200 tahun ini. Mungkin pandangan
paling umum adalah bahwa E merupakan suatu narasi kenabian
terkait cerita-cerita Elia dan Elisa yang anti kerajaan pada abad
ke-9, atau Amos dan Hosea, nabi besar itu, yang anti golongan
elit pada abad ke-8.24
Norman K. Gottwald memahami E sebagai “tampaknya
dimaksudkan sebagai koleksi yang dibuat secara sadar terhadap
dokumen Y”. Sementara ia mengemukakan keyakinan bahwa E
ditulis pada abad ke-9, diduga sebagai reaksi terhadap wangsa
Omri yang berkuasa di Israel. Seperti pakar lainnya, ia melihat
bahwa E rupanya memiliki sifat “antik” yang menyiratkan
asalnya dari sebelum zaman raja-raja. Gottwald menyatakan,
“Di dalam E jelas tidak ada fokus yang sama pada tanah dan
negara seperti yang ada dalam Y”.25
Meskipun memiliki variasi pandangan tentang dari mana
asalnya E, namun Coote dan Ord menyimpulkan bahwa E ditulis
pada awalnya di istana Yerobeam I sebagai bentuk legitimasi
atas dirinya yang berpisah dengan wangsa Daud. Karena itu E
ditulis empat puluh tahun sesudah Y.26 Sumber E adalah tulisan
dalam siklus kekuasaan dan berbagai problematika yang terdapat
di dalamnya.27 Karenanya E adalah produk dari wilayah Utara
yang ingin memisahkan diri dari Selatan. E ditulis dengan tujuan
dan kepentingan wilayah Utara, terutama Yerobeam I.

24 Ibid ., 16 - 17.
25 Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction…, 138,
350 – 351.
26 David Robert Ord dan Robert B. Coote, Apakah Alkitab Benar?: Memahami
Kebenaran Alkitab pada Masa Kini…, 92.
27 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 17.

14
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Dilihat dari isinya, E diduga terdiri atas paling sedikit


tiga tema utama yang dipaparkan secara umum dalam konsep
penulisannya. Tema pertama adalah cerita tentang bahaya
yang mengancam anak laki-laki (the sons in dangers). Tema
kedua dan ketiga memusatkan perhatian pada dua kepedulian
Yerobeam yaitu (1) sejarah Yusuf (the history of Joseph) yang
diduga merupakan bapak leluhur dari orang-orang Israel di
wilayah Efraim dan Manasye; dan (2) kultus Horeb serta hukum-
hukumnya (cult of Horeb) sebagai model dari kultus utama
kenegaraan Yerobeam I. Ketiga tema ini adalah pokok-pokok
yang menonjol di dalam sumber E.28
Peristiwa-peristiwa di dalam E yang menyangkut bahaya
besar yang menimpa anak laki-laki membagi E ke dalam dua
bagian. Di dalam bagian pertama, yang jauh lebih panjang dari
bagian yang kedua, peristiwa-peristiwa dijalin dalam serangkaian
contoh yang berkesinambungan tentang anak-anak lelaki
yang nyawanya dapat diselamatkan tepat pada waktunya. Hal
ini menyoroti nilai apa yang disebut E dengan istilah “rumah
tangga” (Kej. 1: 21; New Revised Standard Version: Families),
yang berarti “anak laki-laki”. Di dalam bagian kedua, peristiwa-
peristiwa semacam itu tidak muncul lagi guna menyoroti
pendirian kultus di Horeb beserta ketetapan-ketetapannya yang
vital. Titik baliknya adalah pengungkapan nama Allah di Horeb,
pada saat Allah memutuskan untuk menyelamatkan anak-Nya
(Israel) dari malapetaka yang mengancam. Cerita-cerita yang
menyangkut “anak laki-laki dalam bahaya” (the sons in Danger)
diduga dapat ditemui diantaranya dalam Kejadian 12:10-20;
21:22-24; 22:1-19; 26:6-11; Keluaran 1:15-22; 2:1-10.29

28 Ibid., 17 - 18.
29 Ibid., 83 – 87.

15
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Sesuai tema yang pertama “anak laki-laki dalam bahaya”,


sumber E memberikan perhatiannya kepada cerita-cerita sejarah
dalam diri Yerobeam I. Menurut Coote, Yerobeam I adalah
seorang pribadi yang memiliki permasalahan dalam keluarganya.
Pribadi yang telah melakukan produksi dalam sumber E tersebut
dipercaya adalah seorang anak yatim-piatu,30dimana ayahnya
telah meninggal sejak ia kecil dan ibunya menjadi seorang janda
(I Raja-raja 11 : 26). Menurut sejarah, putra sulung Yerobeam
I di Palestina mengidap penyakit mematikan (1 Raja-raja 14).
Selain itu, diduga Yerobeam diharuskan menyerahkan paling
sedikit seorang atau bahkan beberapa putranya sebagai sandera
kepada istana Firaun di Mesir, yang memang biasa dilakukan.
Tak diketahui apakah Yerobeam tetap setia kepada Mesir.
Seorang atau beberapa puteranya dijadikan sandera; yang
paling beruntung menghadapi resiko serius dan yang malang
menghadapi hukuman mati. Oleh karena itu, E diduga berusaha
menggambarkan peristiwa demi peristiwa secara berturut-turut
– dari bahaya bagi anak-anak lelaki hingga ayah dan ibu mereka
harus jatuh ke dalam situasi yang sangat berbahaya dan hanya
mampu bertahan hidup seadanya.31
Dalam kerangka Sumber E, Yerobeam I memberi perhatian
khusus pada urusan anak laki-laki (sons) karena bangsa Israel saat
itu bersifat “Patriakal” dimana anak laki-laki sangat berperan
penting bagi kekuasaan suatu keluarga (termaksud Yerobeam
I). Konsep anak laki-laki adalah bentuk dari keselamatan atau
kesejahteraan umum dalam jaringan yang kompleks dari suatu
keselamatan atau kesejahteraan keluarga-keluarga yang ada
di tengah suatu masyarakat (seperti masyarakat Palestina).
30 Robert B. Coote dan Mary P. Coote, Kuasa, Politik dan Proses Pembuatan Alkitab…,
52.
31 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 77.

16
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Lebih lanjut menurut Coote, kemampuan seorang raja untuk


menjamin pemerintahannya sebagai “harta milik” kerajaan
sebagian bergantung pada kemampuannya menentukan pewaris
takhtanya. Kerajaan adalah harta milik yang diwariskan seperti
yang lain dan salah satu cara untuk menjaga agar harta itu tetap
menjadi milik keluarga dan tidak berada di tangan keluarga
tandingan adalah menunjukan bahwa ada anggota tertentu
menurut silsilah keluarga yang siap mengambil alih dan bahwa
pergantian itu ada di bawah pengawasan ilah sang raja yang
selalu melindunginya.32
Bagian kedua dari sumber E adalah tema tentang
“sejarah Yusuf ” (the history of Joseph). Tambahan-tambahan
yang diberikan oleh E membuat Yusuf menjadi tokoh utama
di antara pemimpin-pemimpin dalam sejarah nenek moyang,
yang menghasilkan kisah Yusuf seperti yang kita ketahui.
Dibandingkan dengan Yusuf, Yakub dan musa sekalipun – yang
dipercaya sebagai pahlawan Israel – tidak banyak memperoleh
perhatian. Dalam kasus Musa, perhatiannya semata-mata
berfungsi dalam kaitan dengan kultus Horeb beserta hukumnya.
Yusuf merupakan bapak leluhur dari orang-orang Israel
di wilayah Efraim dan Manasye. Hal ini disebabkan oleh karena
Yusuf menikah dengan “Asnat”, anak perempuan Potifara,
Imam Heliopolis, dan melahirkan dua anak laki-laki yakni
yang tertua bernama “Manasye” berarti “Allah telah membuat
aku lupa sama sekali kepada kesukaranku dan kepada rumah
bapaku” dan yang lebih muda dinamakan “Efraim” berarti “Allah
membuat aku mendapat anak dalam negeri kesengsaraanku”.33
Kedua anak tersebut kemudian menjadi suku-suku utama di

32 Ibid., 78.
33 Ibid., 33.

17
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

wilayah Utara. Dengan melakukan propaganda suku tersebut,


Yerobeam sedang mengadakan pelegitimasian kekuasaan atas
wilayah Israel di Utara dan atas suku-sukunya.
Hikmat dan kebijaksanaan Yusuf diduga mencerminkan
klaim Yerobeam I yang serupa tentang pemerintahan yang
mengalami pencerahan. Peristiwa-peristiwa ini tercermin dalam
tambahan cerita yang di buat E tentang Yusuf yang dijual ke
tanah Mesir dan selanjutnya digambarkan dengan menampilkan
dua sosok utama dalam cerita Yusuf yakni Yusuf sendiri (diduga
melambangkan kekuasan Yerobeam I) dan Benyamin saudaranya
(diduga melambangkan kekuasaan Saul yang diteruskan oleh
Daud). Dalam cerita tersebut Yusuflah yang memberkati
Benyamin. Menurut Coote, hal ini menunjukkan adanya
superioritas Yusuf terhadap Benyamin (suku Yerobeam I lebih
tinggi dari suku Saul) karena Yerobeam I mengambil alih, yang
sebelumnya dilakukan oleh Daud dan Salomo, kawasan yang
pernah menjadi milik keluarga Saul. Ketika Yusuf membuka
jati dirinya, ia menyatakan dengan tegas, “Allah telah menyuruh
aku mendahului kamu … bukanlah kamu yang menyuruh aku ke
sini, tetapi Allah … Allah telah menempatkan aku sebagai tuan
atas seluruh Mesir.” Secara tersirat, tidak dapat diragukan lagi
bahwa Allah semacam itu berkuasa untuk membuat Yerobeam
menjadi tuan atas seluruh Israel. “Apakah engkau ingin menjadi
raja atas kami? Apakah engkau ingin berkuasa atas kami?”
(Pertanyaan saudara Yusuf). Tidak, jawab Yusuf. Allahlah yang
berencana membuat aku memerintah sebagai raja atas kamu.34
Dengan pernyataan ini, Yerobeam I diduga sedang melegitimasi
kekuasaannya. Lebih lanjut dari tulisan-tulisan propaganda
dalam sumber E ini diduga dapat ditemui dalam Kejadian 33,

34 Ibid., 91 – 94.

18
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

35, 37, 39, 40 – 48, 50.35


Tulisan-tulisan E tentang Yusuf diduga mencerminkan
peristiwa-peristiwa yang berujung pada pengangkatan Yerobeam
I menjadi raja melalui Mesir. Yusuf yang diduga merupakan
personifikasi dari Yerobeam I, adalah kesayangan Allah dan
melaluinya tindakan pemeliharaan Allah dipenuhi. Sejarah
Yusuf diduga ditingkatkan guna menekankan pemeliharaan
Allah dalam kebangkitan kembali suku Yusuf dengan bantuan
Mesir.
Bagian ketiga E adalah tema tentang kultus Horeb
(cult of Horeb) sebagai model kultus utama kenegaraan dari
Yerobeam I, ritual-ritual, dan hukum-hukumnya. Dalam E,
sejarah kultus Horeb (Sinai menurut “Y”) menunjuk kepada
sosok Musa yang pada mulanya menerima mandat dari Allah
sendiri di Horeb. E memusatkan perhatian besarnya terhadap
kultus dan hukum-hukum di Horeb yang ditetapkan oleh
Musa atas perintah Allah. Kesakralan gunung Horeb mencapai
puncaknya dengan pengungkapan nama Allah kepada Musa di
gunung ini. Disanalah tercatat peristiwa dimana Musa merasa
takut memandang Allah. Selanjutnya, dikisahkan bagaimana
Allah turun dalam kilat, guntur dan asap dari gunung Horeb,
mengancam akan membunuh orang Israel. Akhir dari kisah
tersebut adalah ditetapkannya berbagai peraturan atau hukum
tentang kehidupan umat.36 Maksud utama dari tema Horeb ini
diduga adalah upaya Yerobeam I untuk melakukan “Manufer
spiritual”.
Kultus Horeb diduga adalah upaya secara sadar dan
sistematis dari dinasti Yerobeam I untuk mengganti kultus
35 Ibid., 29 – 37.
36 Ibid., 19.

19
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Zion Daud (metafora untuk Sinai) dengan kultus otonom yang


baru. Kultus Horeb adalah upaya Yerobeam untuk melegitimasi
hukum dan upacara keagamaan secara mandiri tanpa embel-
embel Yahuda dan pengaruh wangsa Daud.37 Hal ini tentu saja
berdampak pada keuntungan dan pengaruh secara sosial, politik
dan ekomomi bagi kerajaan baru yang dibentuk di wilayah Utara
tersebut. Pengaruh tersebut digunakan oleh penguasa dan kaum
elit untuk mengokohkan peran sosial mereka dalam hubungan
dengan suku-suku di Utara. Cerita tentang hal ini antara lain
diduga terdapat dalam Keluaran 3:1, 4b, 6, 9-1538; 19: 3a; 20: 18-
21; 21:1- 37; 22: 1-16.39

D. Sumber D
Sumber lain yang penting dan terpanjang adalah sumber
D. 40
Diduga sumber D tergabung dalam kitab-kitab yang
lebih luas yakni kitab Ulangan – Raja-raja. Sumber ini ditulis
diantara masa YE dan P. Seperti halnya sumber-sumber
yang lain, sumber D diduga memberikan penegasan dan
legitimasi terhadap kebangkitan kekuasaan raja Yosia pada
masa tersebut (622 - 609 B.C.E).41 Sumber ini memiliki dasar
penulisan yang disebut Deuteronomistic History, yang diduga
terdapat dalam kitab Ulangan 12 – 26. Dasar ini kemudian
juga dikembangkan oleh raja Yosia menjadi sumber D
pada masa propagandanya.42 Menurut Robert Coote dan
David Ord, meski sumber ini ditulis sebagai keberlanjutan

37 Ibid., 95 – 98
38 Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction…, 183.
39 Lihat, Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 39 – 4
40 Disebut sumber D karena berasal dari huruf awalnya Deuteronomistic.
41 David Robert Ord dan Robert B. Coote, Apakah Alkitab Benar?: Memahami Kebenaran
Alkitab pada Masa Kini (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 100.
42 Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction…, 138 – 139.

20
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dari revisi Y, E dan P, namun sumber ini bukanlah semata-


mata sebagai hasil suntingan dari Y, melainkan sumber ini
membentuk suatu untaian yang utuh.43
Sekitar tahun 722 B.C.E ketika kerajaan Asyur
menaklukkan kerajaan Israel di Utara, timbul keinginan dari
bangsa tersebut untuk menaklukkan kerajaan Daud di Selatan.
Keinginan ini tidak dapat diwujudkan karena kerajaan Asyur
menjadi lemah dan kekuatan militer Selatan yang cukup kuat
untuk ditaklukkan saat itu. Keadaan yang menguntungkan ini
kemudian dimanfaatkan oleh Yosia44 untuk memperluas teritori
dan pengaruhnya di wilayah Selatan. Yosia bermimpi untuk
mengembalikan kejayaan kerajaan Daud yang terintegrasi
menjadi satu di bawah pengaruhnya. Keinginan ini kemudian
menjadi sangat kuat dalam diri Yosia sehingga Yosia mulai
menggelontorkan upaya reformasi kerajaan untuk kepentingan
politiknya tersebut.
Upaya reformasi kerajaan demi terwujudnya keinginan
adanya kebangkitan nasional ini, kemudian dimulai dengan
proses propaganda keagamaan. Seperti pada masa Daud,
Yosia berupaya secara sistematis mengembangkan pola kultus
dan penyembahannya yang berpusat pada satu wilayah yakni
Yerusalem. Propaganda ini dibuat dengan tujuan seperti pada
masa Salomo agar suku-suku yang ada di Palestina terutama
yang ada di wilayah Utara secara berkala dapat mengunjungi
pusat kultus tersebut, dan kemudian Yosia mendapat kesempatan
untuk memengaruhi suku-suku di Utara untuk bergabung dengan
43 David Robert Ord dan Robert B. Coote, Apakah Alkitab Benar?: Memahami
Kebenaran Alkitab pada Masa Kini…, 100.
44 Yosia adalah anak laki-laki Manasye yang kemudian menjadi raja untuk
menggantikan bapaknya pada usia yang sangat muda yakni 8 tahun. Ia mencatat sejarah
sebagai raja termuda dalam garis keturunan tahta dinasti Daud.

21
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

wangsa Daud di Selatan.


Upaya propaganda politik keagamaan ini kemudian
diawali oleh Yosia dan para ahli-ahli sastra istananya dengan
mengarang sumber D. Sumber D diduga berasal dari tradisi Utara
yang dibawa ke Selatan dan disembunyikan di Bait Allah. Tradisi
Utara tersebut berisikan seperangkat hukum Musa yang pada
intinya bersumber dari ketetapan hukum tentang pengampunan
hutang. Diduga bagian dari gulungan hukum itu yang kita kenal
sekarang sebagai Ulangan 15:1 yang berbunyi: “Pada akhir tujuh
tahun engkau harus mengadakan penghapusan hutang”. Hukum
inilah yang dipercaya sebagai dasar dari reformasi Yosia bersama
seperangkat hukum yang ada dalam Ulangan 12 -26.
Dengan dasar seperangkat Hukum tersebut, Yosia dan para
ahli sastranya mengembangkan seperangkat karangan baru yang
terpanjang dari sumber-sumber sebelumnya yakni ditemukan
dalam kitab Ulangan sampai kitab Raja-Raja. Para ahli menduga
bahwa tulisan yang disebut sebagai sumber D tersebut tidak
ditulis dalam waktu yang bersamaan melainkan minimal dalam
dua periode besar yakni sebelum masa pembuangan dan pada
waktu masa pembuangan.45 Dugaan tersebut berkaitan erat
dengan tema-tema yang muncul dalam teks-teks yang ada dalam
sumber D. Tema-tema yang ada mengambarkan dua kondisi
yang berbada antara masa kekuasaan Yosia dan kondisi pada
masa sesudahnya.
Menurut Gerhard Van Rad tema yang muncul dalam
sumber ini adalah menyangkut “anugerah dalam janji Tuhan
kepada Daud”46 yang adalah suatu janji yang dipandang bersifat

45 Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction…, 299.


46 Lihat dan bandingkan Gerhard Van Rad, Old Testament Theology. Vol.1 (New
York: Harper & Row, 1962).

22
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

kekal, dan karenanya memberikan harapan bagi masa depan


wangsa Daud. Dalam kerangka tema ini, harapan dan janji
YHWH kepada wangsa Daud adalah pokok kebenaran. Itulah
sebabnya tema anugerah dalam cerita sejarah D memainkan
peran penting terutama dalam konteks persatuan suku-suku
di Palestina dan pengharapan serta pemulihan bangsa Israel
pasca pembuangan. Karena itu dapat dimengerti bahwa sumber
D bukan saja berisikan meterial menyangkut kekuasaan Yosia
tetapi juga berisikan begitu banyak meterial sejarah kekuasaan
lain yang dimasukkan kedalamnya.
Norman K. Gottwald mengatakan bahwa sumber D
memasukkan material-material yang berasal dari banyak sumber
diantaranya:47
• Independent cycles of traditions about Samuel, Saul,
David, and Solomon

• Administrative documents from the united monarchy

• Excerpts from the royal archives (chronicles) of the


divided kingdoms

• Excerpts from the Jerusalem temple archives

• Cycles of prophetic tales

Meterial-material tersebut kemudian membuat sumber D


memiliki kisah sejarah kekuasaan Dinasti Daud yang terpanjang
di antara sumber-sumber yang lainnya. Karenanya bukan
suatu yang mengherankan jika dokumen sumber D ini menjadi
dokumen yang paling lengkap jika seseorang ingin membaca
tentang sejarah kekuasaan wangsa Daud.
Keberadaan dari sumber D yang cukup memadai ini,

47 Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction…, 296.

23
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

terutama menyangkut kisah tentang kekuasaan Israel dan


periode sesudahnya, memungkinkan kita untuk membaginya
menjadi dua tema besar. Pertama yang kita kenal sebagai DTR I
(Deuteronomistic History I) yang ditulis sekitar tahun 600an B.C.E
pada masa kekuasaan Yosia dan kedua kita kenal sebagai DTR
2 (Deuteronomistic History 2) yang ditulis pada masa pembuangan
sekitar tahun 500an B.C.E. Karenanya dapat dipahami jika
tulisan, baik DTR I maupun DTR 2 memiliki pokok pemikiran
berbeda yang dipaparkan dalam dua skema waktu yang berbada.48
DTR I diduga memiliki dua tema pokok dalam tulisannya
yakni “dosa Yerobeam I” (1 Raja-raja 13 – 34) dan tentang
“kesetiaan terhadap Daud den Yerusalemnya” (I Raj 11: 12,
13, 32). Dosa Yerobeam yang dimaksud adalah menghidupkan
kembali kultus yang pernah ada di Utara, agar rakyat di Utara
tidak perlu lagi beribadah ke Yerusalem. Dosa ini adalah bahwa
Yerusalam memiliki tandingan sekarang. Dalam konteks ini,
Yosia dan ahli sastranya diduga berupaya menyadarkan kembali
orang-orang di Utara tentang tidakan memisahkan diri dari
kultus di Selatan yang dianggap sebagai suatu kesalahan besar
dan berakibat pada kemurkaan YHWH. Sedangkan tema
kedua masih berhubungan dengan tema pertama, dimana fokus
kebenaran dari pokok pikiran dalam tulisan ini diduga adalah
bagimana orang-orang di Utara dapat kembali dalam rangkulan
kekuasaan di Selatan bersama kultusnya. Kesetiaan tersebut
tidak menyangkut pilihan tetapi keharusan yang harus dipatuhi.
Tema pertama maupun kedua sama-sama memiliki satu
pokok pemikiran besar yakni bagaimana melegalisasi dan
memuluskan upaya propaganda dan reformasi kekuasaan Yosia

48 Lihat Cross. CMHE, 274 – 289, bandingkan dengan Norman K. Gottwald, The
Hebrew Bible: A Socio-Literary Introduction…, 299.

24
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dan istananya saat itu. Kedua tema tersebut dikarang dengan


tujuan melegitimasi enam maksud reformasi Yosia yakni:
• Sebagai upaya mendemonstrasikan kembali kedaulatan
Yahuda.
• Memulihkan kembali bait Allah dari pengaruh asing
(anti Asyria).
• Unsur Perluasan wilayah (pengembalian Israel sebelah
Utara ke dinasti Daud)
• Mempromosikan Taurat Musa dengan berbagai
tradisinya tetapi dengan tekanan bahwa wangsa Daud
adalah pelaksana yang sah dan setia (politik stick and
Carrot).
• Menyelenggarakan upacara besar untuk mengesahkan
hukum dan melegitimasi kerajaannya.
• Usaha untuk mennyentralisasi kembali peribadatan di
Yerusalem.
Enam maksud ini berhubungan dengan bagaimana Yosia
berupaya mendapatkan dukungan secara politik dari suku-suku
di Utara demi membangun suatu tatanan kehidupan bersama
dalam kekuasaan tunggal seperti yang pernah dilakukan oleh
Salomo, leluhurnya.
Selain tema dalam DTR 1, terdapat juga bagian lain
dari sumber D yang disebut DTR 2. Dalam DTR 2 diduga
terdapat satu tema tunggal yakni “ungkapan dosa Manasye selama
pemerintahannya” (2 Raj 21: 2 -15). Tema ini muncul sebab DTR
2 dikarang pada masa pembuangan sekitar tahun 561 B.C.E
yang berisi tambahan atas DTR 1 yang menekankan sejarah
Israel sesudah kematian mendadak Yosia di tangan Firaun
Neco dan untuk melengkapi ulang sejarah Israel tersebut. DTR

25
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

2 diduga dikarang dengan maksud besar untuk memberi alasan


spiritual dibalik kejatuhan bangsa Yahuda dibawah invasi raja
Nebukatnezer pemimpin Babylonia.
Bangsa Israel yang dipercaya oleh rakyatnya sebagai
bangsa tak terkalahkan dengan dewa pelindungnya yang maha
kuasa (YHWH), ternyata jatuh dalam penyerangan Babylonia
sekitar tahun 586 B.C.E yang mengakibatkan mereka harus
dibuang sebagai tawanan di Babylonia. Peristiwa ini sungguh
telah mematahkan semangat bangsa tersebut. Akibatnya
timbullah pertanyaan “apakah dewa pelindung mereka kalah
tanding dengan dewa-dewa orang Babylonia sehingga mereka
kalah perang dan Bait Allah mereka dihancurkan?”. Untuk
menjawab pertanyaan inilah, maka diduga muncullah tulisan
DTR 2 sebagai upaya untuk menjawab persoalan tersebut.
DTR 2 diduga dibuat untuk memberikan jawaban tentang
asal muasal kejatuhan bangsa yang berdewakan YHWH tersebut.
Jawaban yang diduga disodorkan oleh DTR 2 adalah bukannya
dewa mereka kalah perang melawan dewa bangsa asing tetapi
pembuangan adalah bentuk hukuman dewa YHWH terhadap
ketidaktaatan bangsa itu terhadap perintah-perintah YHWH.
Ketidaktaatan itu tercermin dalam cerita pemerintahan Manasye,
raja Yahuda, yang dianggap sebagai sumber dari kejahatan dan
kehancuran bangsa tersebut karena membiarkan atribut-atribut
dewa bangsa Asyria masuk kedalam Bait Allah. Selain itu juga
kisah tentang ketidakadilan yang dilakukan oleh pemimpin-
pemimpin bangsa dan para elitnya terhadap rakyat jelata juga
menjadi sumber hukuman YHWH terhadap bangsa Israel (kisah
tentang hal ini tercermin dalam kritik nabi Yeremia).

26
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

E. Sumber P
Pada dasarnya tambahan utama berikutnya dalam tradisi
Tentrateuch adalah sumber P. Disebut Sumber P karena berasal
dari istilah Priestly Tradition (Priester = imam). Sumber P
berpegang pada subjek kultus dari YE dan menyusun kembali
sejarah yang diagungkan menjadi suatu wahana sastra bagi
ritual dan hukum dari ekspatriat (warga asing) yang dominan,
kemudian warga kota, kelompok imam Yerusalem pada awal
masa Persia. Imam-imam ini adalah pewaris pemerintahan
Daud setelah pembuangan keluarga Daud ke Babilonia dan
kegagalannya untuk bangkit kembali di bawah kekuasaan Persia.
Secara umum, suplemen keimaman diduga mencakup banyak
tambahan di dalam kitab Bilangan yang mungkin telah disisipkan
atau ditambahkan setelah komposisi utama P.49 Sumber P
tersebut diduga bisa ditemukan dalam beberapa bagian
kitab Kejadian, Keluaran, Bilangan dan keseluruhan kitab
Imamat.
Tulisan-tulisan sumber P ditulis sesudah masa pembuangan
atau lebih tepat disebut pada masa sesudah orang Yahudi
dikembalikan ke Yerusalem dari pembuangan di Babilonia di
bawah kontrol kekuasaan Persia (sekitar tahun 500an B.C.E).
Masa ini kemudian dikenal sebagai masa restorasi bangsa
Yahudi.50 Pada Masa restorasi tersebut, para imam memainkan
peranan yang sangat penting bukan hanya sebagai penguasa
sektor keagamaan dan peribadatannya tetapi juga menyangkut
sektor politik dan kekuasaan. Hal ini terjadi sebab pada masa
49 Robert B. Coote, In Defense of Revolution: The Elohist History…, 3.
50 Ada empat tahap masa restorasi yang terjadi antara tahun 538 sampai 458 B.C.E.
yang meliputi empat misi besar yakni masa Sesbazar, masa Zerubbabel dan Yosua, masa
Nehemia, dan masa Ezra (lihat Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible: A Socio-Literary
Introduction..., 430 - 439).

27
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

pasca pembuangan bangsa Yahudi tidak lagi memiliki raja


seperti pada masa dinasti Daud, karenanya para imam pada
masa itu memiliki peranan yang sangat strategis dalam dunia
politik untuk menggantikan kedudukan politik penguasa pasca
pembuangan.
Kedudukan yang strategis tersebut kemudian dimanfaatkan
oleh para imam pasca pembuangan untuk memperlengkapi
strategi kekuasannya dengan cara mengumpulkan hukum-
hukum yang tersisa dari masa penghancuran Bait Allah 151 dan
kemudian mengembangkan tradisi baru dan melekat pada tradisi
lama yang dikenal dengan sumber P. Sumber P ini tidak saja
menjadi sumber baru dalam literatur keagamaan orang Yahudi,
tetapi juga mengspesifikasikan hukum-hukum keagamaan yang
ada dalam dunia sosial orang Yahudi. Proses penambahan dan
revisi terhadap sumber lama tersebut kemudian juga menyentuh
berbagai aspek yang tidak saja menyangkut dunia keagamaan
tetapi juga menyangkut sejarah dari penguasa orang-orang
Yahudi.
Dalam proses revisi terhadap sejarah penguasa tersebut,
hal paling menonjol yang dilakukan oleh para imam (diduga
imam keturunan Zadok)52 yang berkaitan langsung dengan

51 Pada masa akhir kekuasaan Babilonia dan awal kekuasaan Persia diperkirakan
para imam telah mengumpulkan dan menyeleksi kitab Kejadian sampai 2 Raja-Raja, Ezra
dan Nehemia.
52 Zadok sendiri (bahasa Ibrani: ‫( צדוק‬Ṣadhoq), Tsadok yang berarti saleh, berbudi,
budiman) adalah seorang yang merupakan anak dari Ahitub, keturunan langsung dari Eleazar
anak Harun (saudara Musa). Ia mendukung Daud pada waktu pemberontakan anaknya
Absalom. Ia juga mendukung penunjukan Salomo sebagai raja pengganti Daud seperti
yang dicatat dalam Kitab 1 Raja-raja. Keturunan Zadok menguasai perimaman Yerusalem
sampai tahun 171 B.C.E. Para imam keturunan Zadok adalah pemimpin pertama dari
persekutuan yang dibentuk di Qumran. Nama Saduki sebagai salah satu sekte keagamaan
pada masa Perjanjian Baru, juga sering dihubungkan dengan para imam keturunan Zadok ini.

28
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

para penguasa dinasti adalah dengan menambahkan lima garis


keturunan atau sejarah silsilah (genealogy) baru dalam sejarah
penguasa yang ada pada gabungan sumber Y dan E. Kelima
penambahan dalam garis silsilah tersebut diduga adalah Set,
Enos, Rehu, Serug, dan Nahor. Hal ini berakibat kepada jumlah
garis silsilah yang bertambah dari 22 menjadi 27 orang dari
Adam sampai Kaleb.53
Selain penambahan garis silsilah baru pada revisi sejarah
penguasa tersebut, para imam (para imam keturunan Zadok) juga
diduga melakukan perubahan lainnya dalam memperkenalkan
serangkaian perjanjian dalam catatan sejarah kerajaan. Ada tiga
perjanjian dalam sejarah penguasa Israel yang diperkenalkan
para imam keturunan Zadok yakni Nuh, Abraham, dan Musa.
Ketiga perjanjian tersebut dikenal sebagai perjanjian abadi.
Masing-masing perjanjian tersebut ditandai dengan suatu
tanda yang istimewa dan dengan penggunaan sebutan khusus
saat berbicara tentang “Allah” (God). Dalam kitab Kejadian 9,
perjanjian dengan Nuh ditandai oleh pelangi dan nama yang
Esa itu disebut dengan “God” (Allah). Dalam Kejadian 17,
perjanjian dengan Abraham ditandai oleh Sunat dan nama
yang Esa itu disebut dengan “El Shadday”. Dalam Kejadian 6,
perjanjian dengan Musa ditandai oleh tradisi Sabat dan nama
yang Esa itu disebut dengan “Yahweh”.54
Dari upaya perubahan dan tambahan teks tersebut,
maka para imam pasca pembuangan (para imam keturunan
Zadok) diduga mengembangkan sumber P yang berkisah
kepada tiga tema besar yakni:
53 Lihat tabel silsilah pada Robert B. Coote dan David R. Ord, In The Beginning:
Creation and Priestly History..., 42.
54 Ibid., 43.

29
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

1. Konsep Tradisi Haram dan Halal


Konsep yang banyak muncul dalam kitab Imamat ini kerap
terjadi dalam dunia keagamaan sampai masa sekarang, sebagai
contoh kontroversi konsep haram dan halal. Para imam pasca
pembuangan adalah pihak yang diduga paling bertanggung
jawab dalam melahirkan konsep-konsep tersebut dalam beberapa
teks kuno kitab suci mereka. Konsep haram dan halal (clean and
unclean) dalam teks kitab suci orang Ibrani selalu berhubungan
dengan dua hal penting yakni daging dan darah.
Menyangkut makanan daging, para imam dengan
jelas memberikan berbagai kategori-kategori dan syarat yang
membedakan satu hewan dengan hewan lainnya.55 Melalui
pembedaan-pembedaan tersebut, para imam pasca
pembuangan memberikan gambaran jelas tentang tugas
imam yang paling krusial di Bait Allah. Para imam
memiliki fungsi untuk “membedakan antara yang kudus
dengan yang tidak kudus, antara yang najis dan tidak najis”
(Imamat 10:10). Tugas ini dianggap sangat penting dan
istimewa sebagai bentuk gambaran atas pekerjaan Allah
ketika menciptakan dunia dan segala isinya. Coote dan Org
mengatakan bahwa tugas dan fungsi tersebut merupakan
bagian yang “integral dari tindakan penciptaan Ilahi yang
menempatkan para imam para posisi kelas terkemuka (hak-
hak istimewa keimaman)”.56
Peraturan tentang makanan daging diduga muncul
sebagai keberlanjutan dari kisah “penghanyutan bumi”
pada masa Nuh. Penghanyutan tersebut telah berakibat

55 Lihat kitab Imamat 11: 1-47.


56 Robert B. Coote dan David R. Ord, In The Beginning: Creation and Priestly History...,
57.

30
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

kepada pertumpahan darah melalui kisah air bah.


Akibatnya adalah Allah kemudian membuat perjanjian
kudus antara dirinya dengan ciptaanNya yang selamat dari
proses penghanyutan tersebut seperti yang dicatat dalam
Kejadian 9: 10, 16-17. Perjanjian tersebut menyangkut
banyak hal seacar khusus terkait “yang bernyawa” atau
daging. Perjanjian dengan Nuh memberikan dampak
tentang bagaimana suatu “penumpahan darah” dapat tidak
terkendali pasca pemusnahan bumi oleh air bah. Tetapi
ketika masa peralihan perjanjian ke masa perjanjian ketiga
dengan Musa, maka muncullah pengukuhan tentang tidak
semua makhluk dianggap layak untuk dimakan (lihat
Imamat 11:47). Pada masa perjanjian ketiga tersebut
muncullah berbagai aturan ketat tentang syarat-syarat
penumpahan darah. Syarat-syarat itu telah mendorong
para imam untuk mengklasifikasikan bentuk dan cara
penumpahan darah hewan. Para imam juga bergantung
pada konsep seberapa jauh suatu makhluk hidup berada
pada tatanan yang dibentuk selama masa penciptaan dan
perjanjian kekal yang berhubungan dengan sentralisasi
yang kuat dalam pemerintahan.57
Penjelasan konsep haram dan halal secara luas dalam
kitab Imamat tidak hanya berkaitan dengan makanan saja
melainkan juga diduga menyangkut lelehan pada pria,
menstruasi pada wanita, pendarahan saat melahirkan,
penyakit bisul pada kulit, pakaian, dinding rumah yang
adalah bentuk keterhubungan yang paralel dengan
57 Hal ini diduga terlihat jelas dalam penajisan hewan babi sebagai salah satu
upaya yang disengaja demi kepentingan sistem sentralisasi yang kuat pada pemerintahan.
Lihat Brian Hesse, “Animal Use at Tel Miqne – Ekron in the Bronze Age and Iron Age”, dalam
Bulletin of the American School of Oriental research 264 (1986), 17 – 27.

31
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

konsep pengorbanan untuk pendamaian. Konsep ini telah


menempatkan para imam pada posisi yang strategis dalam
banyak ritus keagamaan di Bait Allah. Karena itu tidak
mengherankan jika persoalan darah hewan tidak hanya
menyangkut binatang saja tetapi telah mencakup berbagai
aspek kehidupan sosial masyarakat pada umumnya.
Menyangkut kenajisan pada perempuan dan laki-laki
juga telah diatur secara eksplisit dalam Imamat 15:1-33.
Jika diperhatikan dengan seksama maka terdapat dikotomi
yang cukup tajam antara perempuan dan laki-laki. Laki-
laki ditempatkan pada penjelasan awal dibanding dengan
perempuan. Hal ini bertujuan untuk menempatkan laki-laki
pada jenjang tingkat kesesuaian dengan tatanan ciptaan.58
Hal ini mengingatkan kita pada konsep penciptaan dimana
cerita penciptaan menempatkan kaum laki-laki pada
permulaan masa penciptaan. Paham patriakal semacam ini
tentu telah menjadi hal yang sangat lazim pada masa itu.
Hal kedua yang juga penting dalam penjelasan
Imamat 15 adalah masa unclean dari seorang perempuan
dan laki-laki. Penjelasan yang ada dalam kitab Imamat
tersebut telah menajiskan seorang perempuan yang kena
haid. Penajisan tersebut sangat berkaitan erat dengan
berhentinya (masa jedah) seorang perempuan menjalankan
tugas reproduksinya. Hal ini dianggap oleh para imam
sebagai tidak memenuhi perintah untuk “beranak cucu
dan bertambah banyak” dan dengan demikian menjadi
najis.59 Lebih lanjut penjelasan terhadap ayat-ayat tersebut

58 Robert B. Coote dan David R. Ord, In The Beginning: Creation and Priestly History...,
72.
59 Ibid., 71.

32
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

juga menggambarkan panjangnya masa jedah perempuan


waktu mengalami haid. Menurut hemat saya hal ini diduga
sangat berkaitan dengan jumlah penduduk laki-laki yang
lebih sedikit saat itu jika dibandingkan dengan jumlah
penduduk perempuan. Hal ini disebabkan oleh karena
bangsa tersebut telah lama berada pada masa penjajahan
dan perang yang menyebabkan banyak penduduk laki-
laki yang wafat dan mereka (bangsa Ibrani) saat itu sangat
membutuhkan penambahan jumlah penduduk dari alat
reproduksi seorang laki-laki untuk tetap bekerja. Karenanya
tidak heran jika pada ayat-ayat Imamat 15 tersebut diduga
juga menyebutkan tentang larangan atau kenajisan jika
alat reproduksi laki-laki “tidak digunakan secara baik”
(menahan lelehan).60
2. Tradisi Sunat
Persoalan sunat diduga telah menyangkut dua hal
penting dalam konsep keimaman yakni menumpahan darah
saat disunat yang melibatkan konsep najis dan terkait lambang
identitas kebangsaan serta loyalitas. Sunat sebagai identitas
kebangsaan diduga muncul dalam periode waktu pembuangan.
Pada periode tersebut, bangsa Ibrani berada di puncak masa
krisis karena perbudakan di negeri asing. Kehidupan di negeri
asing telah memunculkan kompleksitas persoalan, bukan hanya
menyangkut kerja paksa tetapi juga identitas diri mereka sebagai
bangsa. Hal ini diduga menjadi persoalan pelik sebab kehidupan
bangsa yang berada di pembuangan telah disusupi oleh sistem
kawin campur yang berakibat pada kehilangannya “kemurnian”
dari identitas kesukuan dan loyalitas kebangsaan mereka.

60 Lihat Imamat 15: 3.

33
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Pertanyaan paling mendasar dari kondisi tersebut adalah


mengapa persoalan kemurnian identitas kesukuan menjadi hal
penting bagi suku-suku Israel di pembungan. Pertanyaan ini
dijawab secara baik oleh Ericksen dan Jefferey yang mengatakan
bahwa “sunat merupakan upaya untuk memperoleh keuntungan
politik dalam konflik menyangkut perempuan dan anak...
taktik tawar-menawar politik guna mempertahankan tuntutan,
memengaruhi opini publik serta memantau maksud pihak-
pihak yang berpotensi menjadi saingan”.61 Hal tersebut
secara eksplisit menegaskan kekuasaan politik kesukuan
bergantung kepada jumlah kaum laki-laki (pihak yang
disunat) dalam upaya disengaja untuk mengontrol kondisi
sosial-politik dan pengaruh yang muncul dalam dinamika
masyarakat saat itu. Dengan demikian sunat dianggap
sebagai bentuk kontrol yang menghubungkan satu anggota
dengan anggota lain dalam ikatan persaudaraan serta
mencegah pemisahan diri dari anggota kelompok suku
yang ada.
Egosentrisme kesukuan yang dilahirkan oleh kapasitas
berpikir semacam itu, kemudian diduga menghubungkan
keterkaitan sunat dengan bentuk perjanjian kekal kedua
yang terjadi antara Tuhan dengan Abraham sebagai bapak
leluhur mereka.62 Ikatan perjanjian ini memberi warna
keagamaan pada konsep berpikir kesukuan yang eksklusif
agar menjadi lebih bermakna bagi kehidupan masyarakat
yang religius itu. Pada tataran berpikir semacam itu tidak
mengherankan jika kehidupan sosial politik masyarakat
61 Ericksen Paige and Jefferey M. Paige, The Politics of Reproductive Ritual (Berkeley:
University of California Press, 1981), 50.
62 Lihat Robert B. Coote dan David R. Ord, In The Beginning: Creation and Priestly
History...,68.

34
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

saat itu selalu bertautan secara paralel dengan konsep-


konsep keagamaan.
Dalam konteks ini para imam mempunyai kepentingan
dalam mempertahankan kekuasaan politik kesukuan agar
kelestarian suku bangsa mereka dapat dipertahankan. Para
imam sebagai pemimpin yang bertanggung jawab atas bangsa
tersebut pasca runtuhnya sistem pemerintahan dinasti, diduga
mempunyai kepentingan besar untuk memastikan keberlanjutan
loyalitas dan identitas warga suku agar meskipun mereka
berada di pembuangan, keinginan dan harapan untuk memiliki
kehidupan bernegara yang berdaulat lagi dapat terus terjaga dari
masa ke masa.
Dasar berpikir semacam itu telah menjadikan pemikiran
para imam menjadi hal penting dalam sejarah monoteisme
dunia. Meski disadari bahwa praktek sunat bukanlah hal baru
dalam kehidupan masyarakat kuno saat itu, praktek-praktek
semacam itu sudah ada dalam tradisi bangsa Mesir seribu
sampai seribu lima ratus tahun sebelum bangsa Israel meskipun
tidak berkaitan dengan teks-teks kitab suci. Para imam diduga
telah bertindak melewati batas tradisi kesukuan menjadi konsep
politik-keagamaan yang terus berlanjut dari masa ke masa tanpa
terhalang oleh proses berpikir kritis. Inilah kehebatan para imam
dalam meletakkan dasar tradisi yang melegenda dalam catatan
sejarah dunia.

3. Tradisi Hari Sabat


Catatan ketiga yang sangat melegenda dan juga sangat
penting dari teks-teks yang dikarang oleh para imam pasca
pembuangan adalah menyangkut Sabat. Sabat adalah tanda
ketiga dalam tiga perjanjian kekal antara umat Ibrani dengan

35
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Allah. Tanda ini dicatat secara implisit dalam kitab Keluaran


6 yang kemudian secara eksplisit muncul lagi dalam catatan
Keluaran 16 dan 20, dimana Yahweh membuat perjanjian ketiga
antara diriNya dengan Musa sebagai bapak leluhur umat Israel.
Seperti pada dua tanda sebelumnya, tanda yang ketiga ini
juga menjadi hal wajib untuk dijalankan oleh para anggota suku
yang berlangsung secara terus menerus dari satu masa ke masa
selanjutnya. Konsep Sabat dalam sumber P tidak hanya berkaitan
dengan tanda tetapi juga menyangkut makna religius yang luas
dan kompleks dalam konsep berpikir para imam. Konsep Sabat
sebenarnya bukanlah hal baru dalam sejarah umat manusia,
bahkan sebelum sumber P ditulis. Tradisi Sabat telah muncul
dalam tradisi bangsa Israel sebelum zaman penulis keimaman
yang tentu saja hanya berkaitan dengan hari istirahat dan hari
perayaan kultus. Hal ini dapat diketahui dari etimologi kata
“syabbat” (bahasa Ibrani) atau “shabattu” (bahasa Akad) yang
berarti bulan purnama dan juga hari bulan purnama. Karenanya
para sejarawan sepakat bahwa sebelum penulisan sumber P, hari
Sabat selalu berkaitan dengan pesta sederhana yang dilakukan di
tempat suci lokal yang terjadi pada masa bulan baru atau bulan
purnama.63
Pada masa penulisan sumber P, pembuatan hari Sabat
berkembang sebagai salah satu poin penting dalam tradisi
keimaman untuk memperkuat tatanan pada apa yang sebenarnya
merupakan kebiasaan baru, yaitu ketaatan dan pembebasan
kerja. Agar berhasil, penulis keimaman menggunakan hari
Sabat untuk mengikat kerjanya menjadi satu, dan dengan
demikian memperkuat rasa kelengkapan dan keutuhan yang

63 Robert B. Coote dan David R. Ord, In The Beginning: Creation and Priestly History...,
79.

36
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

disampaikannya. Dalam karya keimaman, semua aspek sejarah


dan kultus berkaitan dengan penciptaan, peristiwa-peristiwa
utama yang menetapkan tatanan dunia ciptaan.64 Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa tradisi Sabat dalam
sumber P berada dan dikembangkan pada pusat cita-cita
keimaman dimana hal tersebut berkaitan erat dengan
harapan akan kestabilan, kepastian dan keteraturan alam
semesta sejak proses penciptaannya.
Pertanyaan besar yang juga sering ditanyakan
menyangkut hari Sabat adalah mengapa hari Sabat harus
terhitung dalam siklus hari ke-7. Meskipun konsep ini tidak
dapat dipastikan, angka tujuh diduga merupakan hasil
elaborasi para imam pasca pembuangan dari pengaruh
bangsa-bangsa asing (khususnya pengaruh Babylonia
pada abad ke-6 B.C.E). Aturan tentang tujuh hari sangat
berkaitan erat dengan pemahaman astronomi para imam
dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat saat itu, misalnya
pembangunan kuil Gudea di Lagash dan kuil Baal di
Ugarit dilakukan selama tujuh hari atau persembahan
korban hitpu dari Uruk di Babel pada masa Persia.65
Pemahamam tersebut kemudian telah membawa rumusan
baru tentang ketentuan tujuh hari yang diduga berkaitan
erat dengan tradisi penciptaan, dimana dalam waktu
tujuh hari Tuhan telah menata dan melengkapi tatanan
dunia baru yang bersifat stabil dan tuntas. Coote dan Org
menduga bahwa siklus tujuh hari berkaitan erat dengan
analisa yang mencocokkan kehidupan, gerak dan daging
64 lihat Peret J. Kearney, Creation and Liturgy: The P Redaction of EX 25-40”, dalam
Zeitschrfit fur die alttestamentliche Wessenschaft 89 (1977), 375 – 387.
65 Bandingkan dengan William W. Hello, New Moons and Sabbaths: A Case-Study in
the Contrastive Approach, dalam Hebrew Union College Annual 48 (1977), 8-9

37
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dengan pembagian alam tradisional ke dalam tiga wilayah


yakni laut, langit, dan bumi. Penciptaan tiga wilayah ini
digambarkan dalam siklus tiga hari, yang diulang dalam
siklus tiga hari selanjutnya, sehingga pada hari yang ke
tujuh dirancang menjadi hari perhentian dari semua proses
tersebut.66 Konsep seperti ini kemudian dijadikan rujukan
dalam Yeremia 17, Yesaya 56 dan 66, dan Nehemia 13.
F. Penutup
Seluruh pembahasan ini mengambarkan bahwa kitab-
kitab TANAKH bukanlah kitab-kitab yang sederhana untuk
dipahami. Kitab-kitab tersebut berisikan gambaran tentang
rentangan waktu yang panjang dan proses kompleks diantara
waktu penulisan sampai kanonisasinya. Hal ini terbukti dengan
ditemukannya teori tentang sumber dalam Pentateuch dan nabi-
nabi awal (Kejadian sampai 2 Raja-raja).
Dalam teori tersebut kita diperkenalkan tentang empat
sumber besar yang menyusun Pentateuch dan nabi-nabi awal
yakni sumber Y, E, P, dan D. Sumber-sumber tersebut diduga
mewakili empat legitimasi kekuasaan (ruling class) yang berbeda
dan empat konteks situasi yang berbeda pula. Empat legitimasi
tersebut adalah Daud dengan sumber Y-nya, Yerobeam I dengan
sumber E-nya, Para imam pasca pembuangan dengan sumber
P-nya dan Yosia dengan sumber D-nya. Keseluruhan sumber
tersebut memiliki kesamaan tema yang sama yakni kekuasaan
dan politik adalah hal yang tak terpisahkan.
Pada akhirnya kita harus mengakui bahwa tidak ada tulisan
tanpa campur tangan manusia. Teori sumber menggambarkan
secara jelas kepada kita bahwa campur tangan manusia tersebut
66 Robert B. Coote dan David R. Ord, In The Beginning: Creation and Priestly History...,
86.

38
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

bukan tanpa alasan dan bukan pula tanpa tujuan. Alhasil, alasan
dan tujuan tersebut selalu bersifat manusiawi dan kontekstual.

REFERENSI
Coote, Robert B and David Robert Ord. The Bible’s First History.
Philadelphia: Fortress Press, 1989.
_____________. Apakah Alkitab Benar?: Memahami Kebenaran
Alkitab pada Masa Kini. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997.
_____________. In The Beginning: Creation and The Priestly History.
Minneapolis: Fortress Press, 1991.
Coote, Robert B dan Mary P. Coote. Kuasa, Politik dan Proses
Pembuatan Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
Coote, Robert B. In Defense of Revolution: The Elohist History.
Minneapolis: Fortress Press, 1991.
Ericksen Paige and Jefferey M. Paige, The Politics of Reproductive
Ritual (Berkeley: University of California Press, 1981).
Gottwald, Norman K. The Hebrew Bible: A Socio-Literary
Introduction. Philadelphia: Fortress Press, 1987 .
Hesse, Brian. “Animal Use at Tel Miqne – Ekron in the Bronze
Age and Iron Age”, dalam Bulletin of the American School of
Oriental research 264 (1986).

39
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

40
2
MAWIN’NE BODOMAROTO PEREMPUAN
CIPTAAN ALLAH
Kajian terhadap Eksistensi Perempuan Bodomaroto sebagai
Ciptaan Allah dari Sudut Pandang Penciptaan Perempuan
dan Implikasinya terhadap Peranan Perempuan Kristen Masa
Kini bagi Pendidikan dalam Keluarga

Maya Djawa, S.Th, M.Pd.K)*

A. Realitas Eksistensi Mawin’ne Bodomaroto-Sumba Barat

P
erempuan Bodomaroto adalah perempuan Nusa Tenggara
Timur (NTT) yang hingga saat ini tetap memperjuangkan
eksistensinya dalam kehidupan bersama di tengah-tengah
masyarakat. Sosok mereka dapat dikenal melalui struktur rumah
Bodomaroto yang disebut um’ma.
Betapa pentingnya makna dan fungsi dari um’ma bagi
keluarga di Kampung Bodomaroto Desa Kalimbu Kuni. Um’ma
bukan hanya sebagai tempat bernaung dari hujan dan panasnya
matahari, tetapi um’ma juga menjadi tempat di mana anggota
keluarganya dapat saling membangun komunikasi melalui

41
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

interaksi baik sebelum dan setelah para orang tua pulang dari
bekerja baik di sawah maupun di kebun. Selain itu, um’ma
menjadi tempat di mana anggota keluarga dapat memelihara
interaksi dengan para leluhurnya. Karena itu, um’ma tidak
hanya sebagai obyek wisata dan wahana sosial budaya,
melainkan memiliki aspek pembelajaran terutama berkaitan
dengan pendidikan dalam keluarga. Di mana tanggung jawab
yang terutama terhadap pendidikan anak adalah dimulai
dalam keluarga dan pelaksanaan tersebut dimulai dari dalam
rumah. Bagi masyarakat Bodomaroto, um’ma bukan sekedar
tempat pelaksanaan pembelajaran, tetapi um’ma adalah media
pembelajaran itu sendiri. Misalnya, bagaimana masyarakat
belajar menghargai laki-laki (kabani) dan perempuan (mawin’ne),
salah satunya melalui konsep tata ruang dalam um’ma. Jadi,
konsep menghargai kabani dan mawin’ne sudah diketahui oleh
orang Bodomaroto sebelum mereka mengenal sekolah formal.1

L. Onvlee2 mengatakan:

Want het woord voor huis, uma, kan inderdaad dienen waar
wij van woning spreken, maar wordt tevens gebruikt om aan
te duiden allen die in mannelijke linie van de voorvader, wiens
naam aan dit huis verbonden is afstammen. Dit “huis” is dan
weer een onderdeel van een verwante groep van ruimer opvatting
evenals het “huis” door afstamming in mannelijke inie bepaald.
Menurut Onvlee, rumah (uma) adalah bangunan tempat
orang saling melayani antara laki-laki dan perempuan, tetapi
rumah juga digunakan untuk merujuk pada pemilik rumah
terutama dari garis keturunan laki-laki sebagai pembawa marga
yang namanya melekat pada rumah tersebut turun temurun.
1 Rato Ama Tagu, Wawancara, diakses tanggal 14 Juni 2016.
2 L. Onvlee, Cultuur als Antwoord, Gravenhage, 1973, 208.

42
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Rumah ini menjadi bagian dari kelompok terkait dengan


pandangan yang lebih luas sebagai “rumah” ditentukan oleh
garis keturunan laki-laki. Jadi dalam tradisi Sumba, perempuan
yang telah menikah harus meninggalkan rumahnya dan tinggal
bersama suaminya di rumah suaminya. Konsep ini mirip dengan
konsep dalam Perjanjian Lama (Bnd. Kejadian 2: 25).3 Tetapi,
pada dasarnya rumah tidak dapat dilepaskan dari tradisinya di
mana laki-laki dan perempuan berperan di dalamnya.
Lebih lanjut Rato Ama Tagu mengatakan bahwa rumah
bagi masyarakat Sumba, termasuk di dalamnya Bodomaroto,
bukan hanya sekedar tempat berlindung. Rumah memiliki makna
asosiasi tersendiri tentang eksistensi manusia yang berdiam di
dalamnya baik laki-laki maupun perempuan. Eksistensi ini dapat
dilihat dalam tata kontruksi um’ma.
Tata konstruksi um’ma Bodomaroto dimulai dengan
melakukan ritual adat pemilihan tempat yang cocok biasanya
melalui ritual noba.4 Setelah pelaksanaan ritual tersebut, maka
dibangunlah tiang-tiang yang dilengkapi dengan kayu-kayu
tertentu yang merupakan asosiasi tulang belulang dari manusia.
Konstruksi um’ma Bodomaroto dimulai dengan membangun 4
(empat) tiang penopang rumah. Pertama, parii urata merupakan
tiang pertama dan dianggap keramat. Biasanya dalam sebuah
um’ma tiang ini adalah tiang tempat diberi persembahan berupa
sesaji dalam bentuk ayam. Tiang ini terletak di sebelah kanan
um’ma pada bagian depan. Kedua, kiku katuonga adalah tiang
yang menjadi pasangan dari parii urata. Tiang ini terletak tepat
3 Walaupun demikian kedua konsep tersebut tetap harus dibedakan, karena menurut
Kej. 2: 25, laki-lakilah yang meninggalkan rumahnya, bukan perempuan.
4 Noba adalah ritual sembayang. Di sini penduduk melakukan noba dalam rangka
memanggil leluhur dan menanyakan kepada leluhur apakah tempat tersebut baik untuk
dijadikan tempat bangunan um’ma.

43
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

di belakang dari parii urata dan hanya tiang ini yang terdapat
labe yaitu gelang yang melingkari tiang tempat bersemayamnya
Marapu yang biasa disebut mori um’ma mori katonga atau ubu mono
waika yakni para leluhur. Ketiga, parii kere padalu adalah tiang
depan sebelah kiri biasanya melambangkan tiang perempuan.
Dan keempat, tutu ngaba adalah tiang pasangan parii kere padalu
yang terdapat dibelakangnya. Tiang ini juga melambangkan
tiang perempuan.5
Konsep keempat tiang ini secara umum mirip dengan
konsep tiang rumah adat pada penduduk NTT, namun
keempat tiang pada um’ma Bodomaroto ini memiliki makna
tersendiri bagi penduduknya. Konsep empat tiang ini
melambangkan kesetaraan antara tanggung jawab laki-laki
dan tanggung jawab perempuan. Laki-laki dan perempuan
sama-sama duduk di depan yang satu di sebelah kanan dan
yang satu lagi di sebelah kiri. Demikian halnya laki-laki
dan perempuan sama-sama duduk di belakang di sebelah
kiri dan kanan. Keseimbangan justru terlihat dari topangan
laki-laki dan perempuan.6
Hal menarik lainnya, dalam pandangan penduduk
Bodomaroto tiang pertama selalu diasosiasikan sebagai ayah,
tiang kedua selalu diasosiasikan sebagai anak laki-laki, tiang
ketiga selalu diasosiasikan sebagai ibu dan tiang keempat
selalu diasosiasikan sebagai anak perempuan. Keempat tiang
menggambarkan keakraban keluarga yang utuh yang saling
melengkapi dan saling menopang. Sebuah um’ma tidak akan
berdiri dengan kokoh jika hanya ditopang oleh satu atau
tiga tiang. Demikian halnya pandangan penduduk mengenai

5 Rato Ama Tagu, Wawancara, diakses tanggal 14 Juni 2016.


6 Rato Ama Tagu, Wawancara, diakses tanggal 14 Juni 2016.

44
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

keluarga yang tidak akan kokoh jika tidak ada topangan yang
kuat dari ayah, ibu dan anak-anak.
Setelah empat tiang dibangun, selanjutnya dibangunlah
tiang tengah7 sebanyak empat batang ditambah dengan 12 buah
tiang rumah yang dipalang horisontal.8 Selain itu ada juga yang
disebut dalung duka yaitu dalung yang dibuat tidak kena tali
pengikat, biasanya juga disebut dengan karape duka. Keempat
tiang induk um’ma mempunyai 4 (empat) labe. Labe merupakan
asosiasi gelang gading yang biasanya dikenakan pada pergelangan
tangan anak perempuan yang akan pindah rumah. Selain labe di
tengah rumah terdapat patenga um’ma ndana (tiang loteng). Pada
um’ma ndana juga terdapat dalung um’ma ndana yang terdiri dari 9
(sembilan) batang dalung duka. Dalung duka ditopang oleh karabo
um’ma yaitu 4 (empat) batang tiang penopang menara um’ma atau
tempat kuda-kuda menara. Kemudian um’ma ndana dilengkapi
dengan 4 (empat) batang kayu induk9 dan rangka atap rumah10
yang dipasang melintang. Ada satu yang disebut kogola mbisa
yaitu rangka atap rumah yang keramat terdiri dari 4 (empat)
batang balok penopang yang tidak boleh disentuh langsung oleh
alang. Menurut pemahaman penduduk Bodomaroto, kogola ini
tidak boleh disentuh alang agar kogola ini tidak tertutup atau
terus terbuka. Mereka meyakini bahwa sebagai asosiasi tubuh
manusia rumah memiliki mata yang terus mengawasi dan
mengontrol keberadaan seisi rumah. Mata itulah yang mereka
sebut kogola mbisa. Misalnya dalam rumah tangga jika ada yang
mencuri atau makanan secara sembunyi-sembunyi maka ada
mata dan tiang yang mengawasinya, sehingga anggota keluarga
7 Wasu patenga berarti tiang tengah.
8 Dalung adalah tiang rumah yang dipalang horisontal.
9 Bei karaga berarti induk karaga atau kayu induk.
10 Kogola yaitu rangka atap rumah.

45
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

akan terus waspada terhadap perbuatan mereka dalam um’ma.


Di puncak menara um’ma, terdapat 4 (empat) tiang robba walu
lenggu dan 3 (tiga) batang rewa tillu danna yaitu gelang tengah
bagian dalam yang disilang di tengah menara sehingga siku-
siku menara tidak goyah. Ada juga yang disebut bambu penjepit
alang11 yang jika diterjemahkan harafiah berarti “sembunyikan
perbuatan selingkuh suami.”
Rato Ama Tagu mengatakan makna sesungguhnya dari
ungkapan “sembunyikan perbuatan selingkuh suami” bahwa
dalam kehidupan rumah tangga penduduk Bodomaroto, seburuk
apapun perilaku anggota keluarga, maka keluarga wajib menjaga
rahasia dalam rumah tangganya. Kogola dipasang bersama karaga
duka yang tidak boleh lebih dari setelannya, setelannya harus
tepat sesuai ukuran yang telah ditentukan. Jika tidak maka seisi
um’ma bisa mengalami malapetaka.
Selain itu, ada juga 2 (dua) lawiri yaitu pengikat balok
vertikal atau penjepit karaga dede yang harus kuat agar dapat
menjaga keseimbangan, sehingga fungsinya juga sebagai
penahan kuda-kuda. Tali pengikat yang digunakan disebut
kaluota12 yang terbuat dari rotan. Kaluota adalah asosiasi dari nadi
dan urat manusia. Kaluota adalah urat um’ma. Mengikat kaluota
harus searah, karena darah yang mengalir dalam tubuh manusia
diyakini penduduk Bodoaroto teratur, sehingga urat pun harus
terjalin dengan teratur dan searah.
Konstruksi terakhir dari um’ma Bodomaroto adalah
kegiatan muat alang. Muat alang adalah kegiatan menaruh
alang sebagai atap um’ma. Alang berfungsi melindungi seisi
rumah dari terik matahari dan hujan. Alang bagi penduduk
11Wo’o letara berarti bambu penjepit alang.
12 Kaluota berarti urat.

46
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Bodomaroto merupakan asosiasi dari bulu dan rambut manusia


yang melindungi tubuh dan memperindah tubuh. Karena itu,
tabu bagi penduduk Bodomaroto untuk mencabut alang secara
sembarangan. Selain itu, menara um’ma juga dilengkapi dengan
tanduk rumah.13 Manusia pada dasarnya memiliki tanduk.
Tanduk atau kadu bagi penduduk Bodomaroto melambangkan
kemegahan. Karena itu, khusus kaum lelaki biasa menggunakan
kapauta (ikatan kepala kaum laki-laki Sumba) yang dijalin seperti
bentuk tanduk.
Setelah konstruksi um’ma selesai, maka aktivitas kabana
dan mawin’ne Bodomaroto dilakukan pada tata ruang yang
disebut katonga um’ma. Mawin’ne Bodomaroto adalah sosok
pekerja yang ulet. Pekerjaan yang mereka geluti bukan hanya di
kebun dan ladang, tetapi terutama di rumah pada bagian katonga
um’ma. Katonga um’ma merupakan bagian tengah um’ma yang
menjadi pusat di mana manusia beraktivitas. Aktivitas keluarga
dalam katonga um’ma pertama-tama dimulai dari rabuka yakni
tempat masak. Rabuka merupakan asosiasi dari jantung manusia.
Jantunglah yang memungkinkan manusia hidup. Tanpa jantung
manusia tidak dapat hidup. Rabuka menjadi pusat yang memberi
kehidupan bagi anggota keluarga dalam katonga um’ma melalui
tersedianya makanan yang dimasak dan dapat dinikmati bersama
keluarga. Selain tempat memasak, rabuka merupakan tempat
keluarga baik kabani dan mawin’ne menyampaikan nasehat dan
pedoman hidup yang telah dituturkan turun temurun oleh ubu
waika dan ajaran Marapu kepada anak-anak mereka (lakawa).
Setelah makanan dimasak pada rabuka maka makanan
akan disajikan pada tempat duduk yang melingkari rabuka yang

13 Kadu um’ma berarti tanduk rumah.

47
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

disebut lado.14 Lado terdiri dari 4 (empat) bagian yaitu lado tutu
natara, lado tutu ngaba, anta dingo, dan kere padalu.15
Lado tutu natara dan lado tutu ngaba digunakan sebagai
tempat makan, bercengkrama dan bercerita. Anta dingo
digunakan sebagai tempat penyimpanan wasu patunu16 yang
digunakan untuk memasak makanan, sedangkan kere
padaludigunakan sebagai tempat penyimpanan tempat air
atau kendi.17 Padalu merupakan asosiasi dari ginjal manusia.
Karena itu bagi penduduk Bodomaroto, pamali atau tabu jika
menemukan padalu dalam keadaan kosong tanpa air. Padalu
harus sering diisi air dan tidak boleh kosong, karena manusia
juga tidak bisa hidup tanpa air. Jika padalu kosong maka padalu
bisa saja pecah, sama halnya dengan ginjal manusia tidak boleh
kosong.
Setelah lado, katonga um’ma juga terdiri dari pono koro tutu
natara, pono koro tillu, dan pono koro tutu ngaba.18 Pono koro tillu
adalah tempat untuk menerima tamu. Tamu pada bagian ini
biasanya diterima oleh kaum bapak atau laki-laki. Sedangkan
pono koro tutu ngaba adalah tempat duduk kaum ibu atau
perempuan. Pada bagian ini para mawin’ne saling bercengkrama
dan melakukan aktivitas rumah tangga seperti memintal benang,
menenun kain, menganyam tikar, tempat penyimpanan bahan
makanan, dan sebagainya.

14 Lado yaitu tempat duduk yang melingkari rabuka.


15 Lado tutu natara (tempat duduk bagian tengah), lado tutu ngaba (tempat duduk
bagian belakang), anta dingo (tempat duduk bagian kiri), dan kere padalu (tempat duduk
bagian kanan).
16 Wasu patunu adalah kayu bakar yang digunakan untuk memasak makanan.
17 Padalu yaitu tempat air atau kendi.
18 Pono koro tutu natara (tempat duduk bagian depan), pono koro tillu (tempat duduk
bagian tengah), dan pono koro tutu ngaba (tempat duduk bagian barat).

48
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Kondisi ini sejalan dengan teori yang dikemukan oleh


Mross (1995) seperti yang dikutip oleh Tim Lembaga Penelitian
dan Pengabdian kepada Masyarakat UKP,19 mengatakan
bahwa pembagian ruang dipisahkan berdasarkan ruang pria-
wanita (male-female) dan formal-informal. Bagian kanan rumah
merupakan ruang yang berfungsi lebih sakral sedangkan bagian
kiri digunakan untuk kegiatan sehari-hari dan kebutuhan
domestik dalam rumah tangga. Bagian kanan dianggap sebagai
area pria, sedangkan bagian kiri dianggap sebagai area wanita.
Perapian di tengah digunakan untuk memasak sehari-hari atau
untuk kebutuhan upacara adat. Bagian depan rumah, termasuk
beranda atau teras, merupakan area formal sedangkan bagian
belakang merupakan area informal. Beranda atau teras untuk
kaum wanita terletak di kiri rumah, sehari-hari bersifat informal
namun menjadi formal saat upacara adat, pernikahan atau
pemakaman.
Katonga um’ma juga dilengkapi dengan koro tutu natara,
koro tutu ngaba dan kabali mata.20 Koro tutu natara adalah kamar
depan yang berfungsi sebagai tempat tidur tuan rumah biasanya
anak perempuan. Koro tutu ngaba adalah kamar belakang yang
berfungsi sebagai tempat tidur ayah dan ibu. Sedangkan bali koro
terletak di sebelah kiri tepat depan pintu natara yang berfungsi
sebagai tempat tidur anak laki-laki dan tamu.

B. Perempuan Pertama yang Diciptakan Allah


Dalam Kejadian 1:1-2:4a, Allah menciptakan dunia dengan
segala isinya dalam enam hari. Puncak penciptaan terjadi pada

19 Agus DwiHarianto; AltrerosjeAsri; Esti AsihNurdiah; LintuTulistyantoro;


Laporan Penelitin No. 01/LPPM/UKP/2012; Judul Penelitian Hubungan Ruang, Bentuk
dan Makna Pada Arsitektur Tradisional Sumba Barat, Surabaya : LP3M UKP, 14-22.
20 Koro tutu natara (kamar depan), koro tutu ngaba (kamar bagian belakang).

49
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

hari keenam ketika Allah menciptakan manusia laki-laki dan


perempuan. Ciptaan yang terakhir ini dibuat sangat sempurna
bahkan segambar dengan Allah. Bumi yang tadinya kosong,
tidak berbentuk, gelap dan terlalu banyak air, sekarang dipenuhi
oleh ciptaan yang baik. Lalu Allah memberkati baik laki-laki
maupun perempuan dan ciptaan lainnya. Apa yang diberkati
Allah menyenangkan. Karena itu,, laki-laki, perempuan dan
ciptaan-Nya yang lain sangat berharga di mata Tuhan.21
Kejadian 1:1-2:4a menjelaskan bahwa dalam ciptaan,
laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan sesuai dengan
gambar Allah. Keduanya dilihat sebagai ciptaan yang baik,
sebab yang satu tidak lebih rendah dibanding yang lain, dan
sebaliknya. Keduanya sama-sama memiliki hak untuk memakai
dan mempertanggungjawabkan berkat Allah itu secara optimal
demi kebaikan seluruh umat manusia dan ciptaan lainnya seperti
yang dikendaki Allah.22
Hawa adalah perempuan pertama yang diciptakan setelah
Adam. Perempuan ini diciptakaan sebagai penolong yang
sepadan bagi Adam. Hal ini menunjukkan bahwa ia diberi tugas
melakukan pekerjaan yang sama pentingnya dengan Adam,
yaitu mengelola dan menatalayani seluruh ciptaan di bumi ini.
Tugas tersebut bukan tugas yang ringan, melainkan menuntut
tanggung jawab yang utuh.23
Hawa selalu digambarkan sebagai salah satu dari nenek
moyang manusia di dunia. Hawa juga melambangkan keberadaan
perempuan di dunia dengan peranannya dalam keluarga. Hawa
adalah topangan bagi kaum Adam. Keberadaan Hawa sebagai
21 Retnowati, Perempuan-Perempuan dalam Alkitab-Peran, Partisipasi dan Perjuangan,
Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002, 3.
22 Retnowati, Perempuan…, 3.
23 Retnowati, Perempuan…, 3-4.

50
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

gambar Allah yang sepadan dengan Adam. Pertolongan itu


sangat berpengaruh sehingga kehadiran Hawa memberikan
kesejukan tersendiri di hati Adam. Hawa memberikan nuansa
yang istimewa dibandingkan dengan ciptaan Allah yang lain.
Adam merasa nyaman dengan keberadaan Hawa, karena
sesungguhnya Hawa adalah bagian dari dirinya sendiri. Untuk
itulah, Allah menghadirkan Hawa bagi Adam (Kej.2:21).

C. Eksistensi Perempuan Bagaikan Dua Sisi Mata Uang


Yonky Karman mengatakan bahwa:
Manusia, laki-laki dan perempuan, diciptakan menurut
gambar Allah dalam posisi setara tanpa hierarki. Manusia
sebagai gambar Allah, disitulah letak martabatnya.
Kesetaraan laki-laki dan perempuan juga terlihat dari fakta
bahwa keduanya mendapat mandat yang sama dari Tuhan
untuk beranak cucu dan menguasai alam (Kej. 1:26, 28-29).
Laki-laki tidak diciptakan untuk berada di atas perempuan
atau sebaliknya di bawah perempuan.24
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa eksistensi
perempuan pada satu sisi sama dengan laki-laki. Perempuan dan
laki-laki sama-sama diciptakan Allah menurut gambar Allah.
Bahkan keduanya diciptakan Allah untuk mencapai satu visi
Allah berkaitan dengan kelangsungan hidup dan tatanan hidup
seluruh ciptaan Allah. Tanggung jawab tidak hanya Allah berikan
kepada laki-laki, melainkan juga kepada perempuan. Tanggung
jawab itu saling bertautan. Karena itu, jika tanggung jawab itu
tidak dilakukan oleh kedua belah pihak, maka visi Allah tidak
tercapai dengan sempurna.25
24 Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi PL, Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2007, 45.
25 Penggunaan istilah isy dan isysya tidaklah merujuk pada seksualitas itu sendiri,
melainkan pada hubungan sosial antara laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri.
Makhluk Adam telah menjadikan dirinya sendiri agak berbeda, sebagaimana perbedaan
dalam kata-kata isy dan Adam, dengan penciptaan isysya (Lih. Robert B. Coote dan David

51
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Lebih lanjut Karman menggunakan istilah perempuan


adalah sesama penyandang gambar Allah. Menurut von Rad
seperti yang dikutip oleh Karman, mengatakan bahwa dalam
konteks sosial Timur Dekat kuno istilah tselem atau gambar
bisa dimaksud sebagai bentuk fisik yang mewakili kehadiran
seorang penguasa. Ketika seorang raja menguasai wilayah di
luar kerajaannya, kehadirannya secara fisik di wilayah itu bisa
diwakili dengan tselem berupa patung dirinya yang diletakkan
di daerah itu. Patung itu bukan raja sebenarnya, melainkan bisa
dipandang sebagai representasi kehadirannya di suatu wilayah.26
Berdasarkan analogi ini, penciptaan manusia menurut
gambar Allah secara negatif menyangkal manusia sama dengan
Allah. Gambar Allah bukan Allah. Semulia-mulianya manusia,
ia tetap bukan Allah, hanya gambar-Nya saja, bahkan nanti
ternyata manusia hanyalah makhluk fana yang berasal dari debu
tanah (Kej. 2:7) dan akhirnya juga kembali kepada debu (Kej.
3:19). Karena itu, jangan sampai manusia dengan diam-diam
mencuri kemuliaan Tuhan, yakni dengan memanipulasi untuk
dirinya berbagai bentuk ketaatan dan dedikasi orang lain yang
seharusnya hanya untuk Tuhan.27
Menurut konteks terdekat dari ayat tentang penciptaan
manusia, gambar Allah bersifat fungsional. Manusia ditempatkan
di bumi untuk menunjukkann kedaulatan Allah atas dunia
ciptaan dengan cara menaklukkkan dan berkuasa atas bumi (Kej.
1:28). Dengan demikian, manusia memiliki relasi yang istimewa
dengan Allah, penguasa bumi sebenarnya, berkenaan dengan

R. Ord, Sejarah Pertama Alkitab-Dari Eden hingga Kerajaan Daud Berdasarkan Sumber Y, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2015, 125.
26 Karman, Bunga…, 50.
27 Karman, Bunga…, 50-51.

52
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

kewajibannya mewakili Yang Mahakuasa untuk menguasai alam.28


Namun eksistensi perempuan dan laki-laki bagaikan dua
sisi mata uang. Pada sisi lain, Karman mengatakan meskipun
kehadiran perempuan sudah dalam rencana Tuhan sejak semula,
realisasinya laki-laki dulu yang hadir di muka bumi. Rupanya
proses ini disengaja disebabkan beberapa hal namun tidak saling
tumpang tindih.
Pertama, kehadiran laki-laki terlebih dahulu dari
perempuan di dunia tidak harus dimengerti bahwa posisi dan
peran perempuan lebih rendah. Perempuan tidak hadir sebagai
“pelengkap penderita” laki-laki, tetapi keduanya dijadikan
dalam kesatuan sebagai sesama penyandang gambar Allah (Kej.
1:27). Sudah sejak awal Allah berencana menjadikan manusia
sebagai laki-laki dan perempuan supaya mereka bersama-sama
menguasai dan berketurunan. Namun, kehadiran Hawa harus
didahului dari pihak Adam.29
Kedua, laki-laki dan perempuan terikat dalam suatu
relasi saling bergantung. Sebagaimana perempuan diambil dan
diciptakan dari laki-laki, maka ketika ia memanggil perempuan,
sekaligus ia sedang menyebut dirinya sendiri. Kelelakian dan
kepenuhan diri suami ditemukan ketika ia berhadapan dengan
istrinya, mitra setianya seumur hidup. Kesatuan manusia dan
tanah menandai kematian, namun kesatuan perempuan dan
laki-laki menandai kehidupan baru.30
Ketiga, laki-laki dan perempuan tidak diciptakan dalam
relasi superior. Dengan dijadikan perempuan, berlangsunglah
cinta yang mempersatukan keduanya. Laki-laki harus

28 Karman, Bunga…, 51.


29 Karman, Bunga…, 56.
30 Karman, Bunga…, 57-58.

53
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

meninggalkan orang tuanya dan bersatu dengan isterinya (Kej.


2:24). Artinya mereka tidak boleh bergantung terus pada orang
tua, sebab mereka kini menjadi orang tua baru yang memiliki
tanggung jawab atas keluarga dan keturunan.31
J. A. Telnoni mengatakan bahwa perempuan diciptakan
dari (Ibrani: min) laki-laki mengandung beberapa makna:
pertama, manusia perempuan diciptakan karena kebutuhan
manusia laki-laki. Penggalan kalimat ini dimulai dengan
pernyataan sederhana: “tulang dari tulangnya, daging dari
dagingnya.” Hal ini menunjukkan bahwa kehadirannya justru
hadir sebagai kekuatan dan kelemahlembutan serta keindahan
yang tersedia dalam diri perempuan bukan suatu yang asing,
melainkan yang cocok dengan laki-laki. Kecocokan ini yang
diungkapkan manusia makhluk yang lengkap dan sempurna.32
Kedua, perempuan diciptakan dari laki-laki bukan
sebagai ciptaan setelah Adam, bukan menunjukkan kualitas
perempuan yang rendah sebagai ciptaan yang kedua. Bukan
juga menunjukkan bahwa Adam adalah ciptaan dengan posisi
primus interpares atau menjadi penguasa atas perempuan. Justru
perempuan diciptakan dari laki-laki untuk menutupi kekurangan
atau kelemahan pada manusia laki-laki. Itulah tujuan yang

31 Karman, Bunga…, 59-60.


32 J. A. Telnoni, Manusia yang Diciptakan Allah-Telaah atas Kesaksian PL, Kupang:
Artha Wacana Press, 2009, 134. Sebenarnya hidup manusia adalah hidup bersama. Jadi hidup
terisolasi berlawanan dengan sifat manusia sebagaimana diciptakan Allah. Jawaban Allah
terhadap kesendirian manusia adalah dengan menciptakan “seorang penolong baginya”,
“pasangannya”, yang sepadan dengan dia. Kegembiraan Adam, saat Allah membangunkan
perempuan dari tubuh manusia itu sendiri dan membawa kepadanya diungkapkan dengan
berkata “inilah dia (ayat 23) menandakan pengakuannya akan hakikat dan keberadaan
dirinya dalam perempuan itu (Lih. W. S. Lasor, D. A. Hubbard, dan F. W. Bush, Pengantar
PL I, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008, 125).

54
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dikehendaki Tuhan dalam menciptakan perempuan.33


Realitas ini menunjukkan bahwa di satu sisi, keberadaan
perempuan sama dengan laki-laki karena diutus oleh Allah
untuk menjalankan visi Allah yang sama bagi kelangsungan
hidup manusia di dunia. Namun di sisi lain, perempuan memiliki
keunikan yang tidak dimiliki oleh laki-laki yakni perempuan
karena fungsinya sebagai penolong yang sepadan. Kehadiran
perempuan melengkapi kekurangan dan memberikan kekuatan
pada laki-laki.

D. Suara Perempuan Kristen Nusa Tenggara Timur Dahulu


dan Masa Kini
Dalam penelitiannya, Karen Capmbell-Nelson
mengatakan bahwa suara perempuan Kristen di Nusa Tenggara
Timur sekitar tahun 1990-an kurang begitu terdengar, baik dalam
banyak keputusan gereja maupun dalam dialog Teologi di Nusa
Tenggara Timur. Menurutnya, secara umum Teologi tradisional
bersifat patriarkhal yakni ditulis oleh laki-laki tentang laki-laki
dan demi kepentingan laki-laki. Ia mengutip pendapat Frances
Adeney dalam edisi khusus Gita Abadi yang mengatakan bahwa:
Konteks (patriarkhi) berarti bahwa kehidupan politik,
sosial, ekonomi, kebudayaan, laki-lakilah yang dominan.
Dalam konteks patriarkhi sebagian besar ide-ide teologis
dibuat oleh laki-laki. Oleh karena itu, dalam sejarah
Teologi Yahudi dan Kristen, banyak pandangan tentang
perempuan sebagai manusia yang lemah, kurang pintar,
mudah tergoda, merupakan hal yang wajar dan biasa
terjadi.34
Perempuan tidak dianggap (tidak menganggap diri) cukup

33 Telnoni, Manusia…, 135-136.


34 Karen Campbell-Nelson, “Anjing di Bawah Meja-Tantangan Mendengarkan Suara
Perempuan”, dalam Kasihilah Allah, Ajarilah Dunia, Kupang: Fakultas Teologi, 1995, 164.

55
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

terdidik atau cukup cerdas untuk membawa perspektif yang


berarti pada perkembangan Teologi. Ada teolog yang mulai
berjuang keras supaya pengalaman perempuan diakui sebagai
salah satu sumber Teologi yang sah, tetapi perjuangan belum
selesai.35
Menurut Capmbell-Nelson, pada waktu dahulu walaupun
dasar Teologi dan momentum untuk “angkat perempuan”
pernah ada dalam gereja, walaupun semakin banyak perempuan
berstudi Teologi dan menonjol sebagai pemimpin majelis jemaat,
kelihatannya suara perempuan masih sulit terdengar.36
Baginya suara perempuan sulit terdengar karena sulit
terangkat. Tidak begitu mudah memahami mengapa suara
perempuan sulit terangkat sebab alasannya terlalu rumit
dan tradisional. Ia menawarkan beberapa paradigma yang
menunjukkan suara perempuan sulit terdengar.
Pertama, pengaruh budaya di mana konteks budaya
Nusa Tenggara Timur yang menganut patriarkhi. Dalam segala
momen, laki-laki memiliki hak berbicara dan memutuskan lebih
besar dibandingkan perempuan. Biasanya dalam stratafikasi
sosial, perempuan tidak bersuara Karena tugasnya terkonsentrasi
pada urusan domestik, bukan pada forum jajak pendapat. Dan
ini merupakan hal yang wajar dalam kehidupan masyarakat
tradisional.37
Kedua, pengaruh kesadaran palsu. Kondisi ini
menunjukkan bahwa perempuan yang ingin berjuang bagi
suara perempuan, kadang kala masih menganggap bahwa
gaya kepemimpinan laki-lakilah yang lebih pantas dalam

35 Campbell-Nelson, Kasihilah…, 165.


36 Campbell-Nelson, Kasihilah…, 165.
37 Campbell-Nelson, Kasihilah…, 165.

56
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

memimpin. Dalam menyampaikan suara, perempuan tetap


menyuarakan dalam terang kepemimpinan laki-laki. Artinya,
gaya kepemimpinannya tidak juga mengalami transformasi,
malahan sama seperti gaya kepemimpinan yang menekankan
pada kekuasaan.38
Ketiga, pengaruh sejarah penginjilan. Ketika injil
dibawa ke Nusa Tenggara Timur oleh Belanda, laki-laki
pribumi dipersiapkan oleh penginjil dan pendeta Belanda
untuk mengambil peran sebagai pemimpin gereja. Sedangkan
perempuan Pribumi dilatih oleh istri pendeta dan penginjil untuk
mengelola rumah tangga. Pola ini masih berlaku secara implisit
dalam banyak program wanita gereja dimana kepentingan
mengatur rumah tangga menjadi prioritas.39
Keempat, pengaruh ideologi Nasional. Pada zaman 1990-
an, tidak ada ruang di mana perspektif yang berbeda dapat
muncul. Karena pada zaman ini, perbedaan-perbedaan sulit
ditolerir kecuali dapat dikontrol. Kenyataan politis ini dapat
mempengaruhi segala aspek kehidupan di Indonesia, termasuk
dialog teologis. Inilah satu pengaruh lagi yang ikut serta dalam
“kebisuan” perempuan. Perempuan mengambil bagian dalam
suatu kebisuan nasional.40
Walaupun perempuan NTT telah mengalami
perkembangan zaman yang begitu pesat hingga pada zaman
pascamodern ini, bukan berarti bahwa suara perempuan NTT
sudah terdengar dengan jelas. Mery L. Y. Kolimon, dkk dalam
tulisan mereka yang berjudul “Perempuan-Perempuan di Garis
Terdepan (Kisah Pendeta dan Pekerja Perempuan Pertama di

38 Campbell-Nelson, Kasihilah…, 170.


39 Campbell-Nelson, Kasihilah…, 172.
40 Campbell-Nelson, Kasihilah…, 173.

57
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

GMIT dan GKS)” mengatakan bahwa di NTT, patriaki sangat


kuat. Patriaki dapat terlihat dalam sistem pelayanan di gereja,
rumah tangga, adat istiadat, dan sebagainya.41
Dalam berbagai hal perempuan NTT telah diberikan
ruang untuk menunjukkan kompetensinya, walaupun ruang
geraknya masih tetap terbatas. Dalam beberapa hal, perempuan
diperhadapkan dengan benturan, misalnya terhadap budaya.
Mery Kolimon mengatakan kesadaran bahwa komitmen
pada injil tanpa kepekaan terhadap budaya bisa bermasalah.
Perempuan harus bisa berinteraksi dengan budaya.42
Suara perempuan NTT masih tetap menjadi pergumulan
baik pada zaman dahulu maupun masa kini. Mulai dari suara
yang sulit terdengar hingga suara yang sudah terdengar, suara-
suara itu masih memiliki ruang gerak, namun terbatas. Suara
itu membutuhkan dukungan. Suara itu membutuhkan apresiasi.
Suara itu bukan sekedar membutuhkan pengakuan, suara itu
membutuhkan ruang berkarya. Suara perempuan bukan hanya
bagi kalangan atas, melainkan juga bagi kalangan menengah ke
bawah.

E. Catatan Refleksi: Mawin’ne Bodomaroto Perempuan Ciptaan


Allah dan Peranannya dalam Pendidikan Keluarga
Mery Kolimon mengatakan bahwa pendidikan dapat
menjadi pintu transformasi bagi perempuan masa kini. Salah satu
perubahan di NTT adalah kesempatan bagi perempuan untuk
bersekolah. Sekalipun ruang yang diberikan belum maksimal,
namum peluang tersebut tetap merupakan kabar baik bagi
perempuan karena mereka tidak selamanya harus terkungkung
41 Mery Kolimon, dkk, Perempuan-Perempuan di Garis Terdepan (Kisah Pendeta dan
Pekerja Perempuan Pertama di GMIT dan GKS), Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015, 302.
42 Kolimon, dkk, Perempuan…, 305.

58
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dalam budaya yang membatasi.43


Bagi generasi sekarang, yang sudah terbiasa dengan
semakin banyaknya perempuan bersekolah ataupun menjadi
dominan secara kuantitatif, kesempatan bagi perempuan untuk
bersekolah tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang luar biasa.
Banyak perempuan pada dasawarsa pertengahan abad ke-20
yang pendidikannya sungguh mengagumkan.44
Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan membuka pintu
bagi perempuan dan membawa transformasi bagi perempuan
secara individu dengan dunia intelektual dan keterampilan
mulai menjadi jauh lebih besar dan merangsang, tetapi juga
transformasi secara sosial budaya. Melalui pendidikan,
perempuan lebih mudah mengakses ruang di muka umum,
semakin banyak perempuan mulai tampil di mimbar. Mereka
menunjukkan pada dirinya, keluarganya, kawan-kawannya dan
kepada siapa saja yang menyaksikannya bahwa mereka menjadi
pemimpin dan bahwa ada ranah untuk mewujudkan kesetaraan
gender, walaupun itu masih terbatas.45
Sebagaimana halnya perempuan Kristen adalah ciptaan
Allah yang sempurna, mawin’ne Bodomarotojuga merupakan
ciptaan Allah yang sempurna. Dalam kearifan lokal, kita harus
mengakui dan belajar dari mawin’ne Bodomaroto dalam beberapa
hal.
Mawin’ne Bodomarotoadalah pejuang dalam pendidikan
keluarga. Memang pendidikan yang mereka emban bukan
pendidikan formal. Kearifan lokal menunjukkan moralitas
kehidupan mereka melalui pendidikan dalam rumah tangga

43 Kolimon, dkk, Perempuan…, 310.


44 Kolimon, dkk, Perempuan…, 310.
45 Kolimon, dkk, Perempuan…,311-312.

59
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

atau keluarga. Di tengah arus perkembangan Ilmu Pengetahuan,


Teknologi dan Informasi, mereka tetap menunjukkan kualitas
hidup bersama dalam tatanan sosial budaya serta kehidupan
religius yang rukun dan teratur.
Keberadaan mawin’ne Bodomaroto menampakkan
karakter perempuan sebagai ciptaan Allah yang sempurna.
Dalam keterbatasan pendidikan formal mereka, mereka mampu
menunjukkan kualitas hidup yang baik dalam mendidik anak-
anak mereka. Banyak nilai-nilai pendidikan dalam tuturan-
tuturan yang disampaikan kepada anak-anak mereka agar
mengembangkan sikap moralitas yang baik di tengah kehidupan
beragama dan bermasyarakat.
Sebagai kaum Hawa, dari dalam kehidupan rumah tangga
merekalah yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dalam
keluarga. Peranan mawin’ne Bodomaroto dalam pendidikan
keluarga dapat dilihat dalam beberapa konsep, antara lain:
1. Perempuan dan Pendidikan Dasar dalam Keluarga
Konsep keseimbangan antara laki-laki dan perempuan
terlihat dalam keseimbangan tiang um’ma Bodomaroto yaitu
parii kere padaludan tutu ngaba. Tiang ini sering disebut tiang
perempuan. Tiang yang dibangun ini merupakan asosiasi
keseimbangan peranan antara laki-laki dan perempuan.
Keseimbangan tiang ini dapat menopang sebuah rumah
berdiri dengan tegak. Artinya, keseimbangan laki-laki dan
perempuan dapat menopang kehidupan rumah tangga.
Jika tanggung jawab laki-laki adalah menafkahi keluarga,
maka tanggung jawab perempuan adalah mendidik dan
membesarkan anak-anak.
Hawa diciptakan Allah mendampingi Adam dengan
visi yang jelas yakni beranak cucu dan bertambah banyak,

60
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

penuhi bumi dan taklukkanlah itu … (Kej. 1:28). Hal ini


menunjukkan tanggung jawab Hawa disamping Adam dalam
mendidik anak-anak. Bukan sekedar melahirkan anak,
melainkan mengendalikan keberadaan anak dalam suatu
pendidikan dasar keluarga.
Sebagaimana Hawa dan mawin’ne Bodomaroto
diciptakan Allah dengan tugas mendidik dan membesarkan
anak-anaknya, maka perempuan Kristen memiliki tanggung
jawab pendidikan dasar anak-anak di rumah. Pendidikan
dalam keluarga adalah pendidikan yang paling mendasar.
Pendidikan keluarga yang baik akan menopang pendidikan
anak di dalam maupun di luar rumah tangga.
2. Perempuan dan Kebijaksanaan
Wo’o letara memberikan makna bahwa dalam kehidupan
rumah tangga penduduk Bodomaroto, seburuk apapun
perilaku anggota keluarga, maka keluarga wajib menjaga
rahasia dalam rumah tangganya dan memperbaiki hubungan
yang salah dalam rumah tangga. Dan tanggung jawab ini
terutama menjadi tanggung jawab perempuan. Perempuan
yang bijaksana adalah yang tidak cepat mengutarakan aib
rumah tangganya keluar. Sejak kecil mawin’ne Bodomaroto
didik untuk menjadi seorang ibu dan isteri yang bijaksana
sehingga dapat menata rumah tangga dengan baik.
Hawa diciptakan Allah menjadi perempuan yang
bijaksana. Sekalipun ia telah jatuh dalam dosa, ia memiliki
tanggung jawab untuk menjaga keutuhan rumah tangganya.
Ia tidak meninggalkan Adam, melainkan bersama Adam
menghadapi konsekuensi akibat dosa dan pelanggaran
mereka bersama. Perempuan Kristen masa kini memiliki
tanggung jawab yang sama. Perempuan Kristen dapat
belajar dari pengalaman Hawa dan mawin’ne Bodomaroto
yang menghargai arti suatu perkawinan. Perempuan tidak
61
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

menelantarkan rumah tangga yang sedang menghadapi


masalah, melainkan menyelesaikan bersama demi keutuhan
rumah tangga.
3. Perempuan dan Kebersamaan
Rabuka adalah jantung pendidikan. Peranan
mawin’ne Bodomaroto sangat dominan di rabuka. Melalui
rabukamawin’ne Bodomarotomembangun kebersamaan
dengan keluarga terutama suami dan anak-anak. Dalam
kesempatan ini mawin’ne Bodomaroto selalu memberikan
nasihat dan wejangan tentang pentingnya arti hidup dan
berbakti pada orang tua, menjaga kelakuan dan moral yang
baik sehingga tidak menimbulkan masalah bagi orang lain.
Mawin’ne Bodomaroto memberikan wejangan mengenai
pentingnya menghargai sesama sebagai wujud menghargai
Mawolo Marawi Dapa Teki Na Ngara (Tuhan semesta
yang namanya tidak disebutkan sembarangan). Hal ini
menunjukkan bahwa perempuan memiliki tanggung jawab
yang penting dalam pendidikan dalam rumah tangga.
Hawa diciptakan Allah juga dalam tanggung jawab
mendidik anak-anaknya. Peristiwa pembunuhan Kain
terhadap Habel merupakan salah satu kegagalan Hawa dalam
mendidik mereka (Bnd. Kej. 4:1-16).
Perempuan Kristen saat ini dapat belajar dari mawin’ne
Bodomaroto dan Hawa dalam mendidik anak-anak.
Perempuan sebagai seorang ibu hendaknya menyediakan
waktu yang cukup dalam membangun kebersamaan bersama
keluarga. Melalui kebersamaan, perempuan sebagai isteri
maupun ibu dapat menyampaikan pendidikan berharga bagi
keluarga melalui tutur kata maupun sikap sehari-hari.
4. Perempuan dan Ekonomi Keluarga
Pono koro tutu ngaba adalah tempat duduk kaum ibu

62
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

atau mawin’ne Bodomaroto. Pada bagian ini para mawin’ne


saling bercengkrama dan melakukan aktivitas rumah tangga
seperti memintal benang, menenun kain, menganyam tikar,
menganyam tempat penyimpanan bahan makanan, dan
sebagainya. Hal ini menunjukkan bahwa peranan perempuan
penting dalam ekonomi rumah tangga.
Hawa diciptakan Allah dalam tanggungjawab
pemberdayaan ekonomi rumah tangga. Hawa juga
membantu Adam dalam mengelola ekonomi rumah tangga
karena ia adalah bagian dari diri Adam (Bnd. Kej. 3:17-20).
Konsekwensi atas perbuatan mereka, membuat mereka harus
bersusah payah dalam mempertahankan hidup. Hidup bukan
perkara yang gampangan. Hidup harus diisi dengan usaha
dan kerja. Dari usaha dan kerja yang tekun menghasilkan
berkat untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Dan hal
ini dilakukan oleh Adam bersama dengan Hawa.
Perempuan Kristen masa kini dapat belajar dari Hawa
dan mawin’ne Bodomaroto tentang mengelola ekonomi
rumah tangga bagi kelangsungan hidup keluarga. Kerja
dan usaha yang dilakukan bukanlah sebuah beban akibat
dosa, melainkan tanggung jawab terhadap berkat Allah yang
melimpah dalam kehidupan keluarga. Penataan ekonomi
yang baik tentunya dapat menopang kehidupan rumah tangga
menjadi sejahtera.
Demikianlah implikasi peranan perempuan Kristen
dalam pendidikan keluarga sebagaimana telah dilakukan
oleh Hawa dan mawin’ne Bodomaroto.

63
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

REFERENSI
Campbell-Nelson, Karen, 1995, “Anjing di Bawah Meja-
Tantangan Mendengarkan Suara Perempuan”, dalam Kasihilah
Allah, Ajarilah Dunia, Kupang: Fakultas Teologi.
Coote, Robert B., dan Ord,David R., 2015,Sejarah Pertama
Alkitab-Dari Eden hingga Kerajaan Daud Berdasarkan Sumber
Y, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Harianto, Agus Dwi, dkk., Laporan Penelitin No. 01/LPPM/
UKP/2012; Judul Penelitian Hubungan Ruang, Bentuk dan
Makna Pada Arsitektur Tradisional Sumba Barat, Surabaya:
LP3M UKP.
Karman, Yonky, 2007, Bunga Rampai Teologi PL, Jakarta: BPK.
Gunung Mulia.
Kolimon, Mery, dkk,2015, Perempuan-Perempuan di Garis Terdepan
(Kisah Pendeta dan Pekerja Perempuan Pertama di GMIT dan
GKS), Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Lasor,W. S., Hubbard, D. A., dan Bush,F. W., 2008, Pengantar PL
I, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Onvlee, L., 1973,Cultuur als Antwoord, Gravenhage.
Rato Ama Tagu, Wawancara, diakses tanggal 14 Juni 2016.
Retnowati, 2002, Perempuan-Perempuan dalam Alkitab-Peran,
Partisipasi dan Perjuangan, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Telnoni,J. A., 2009,Manusia yang Diciptakan Allah-Telaah atas
Kesaksian PL, Kupang: Artha Wacana Press

64
3
SIKAP PROTEKTIF SARA
TERHADAP ISHAK Kejadian 21:1-10
Nelci Nafalia Ndolu, M.Th.)*

A. Pengantar

J
udul tulisan ini terinspirasi dari beberapa tulisan
praktisi parenting. Judul semacam itu mengandung
ajakan untuk memahami kisah parenting seperti halnya
Sara terhadap Ishak, anak satu-satunya. Pemahaman ulang
ini dilakukan dari berbagai aspek untuk dapat mengetahui
apa/ siapa Tuhan sekaligus merenungkan secara jujur
bagaimana perjuangan dan partisipasi seorang ibu terhadap
anaknya. Seorang ibu diharapkan dapat mengenali dirinya
sendiri dalam menjalankan perannya di dalam keluarga.
Tulisan ini akan mengajak pembaca secara kritis dan teliti
melihat teks Kejadian dengan menggunakan penafsiran
secara baru yang kontekstual untuk menjembatani
permasalahan keresahan Sara tentang model parenting

65
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dalam keluarganya. Sara adalah seorang ibu yang sangat


hebat bergumul untuk mengandung dan merawat anaknya,
bagian ini dideskripsikan dengan memakai gaya bahasa
yang sederhana agar mudah dimengerti oleh siapapun yang
membacanya. Berdasarkan paradigma ini, diharapkan
para pembaca dapat merefleksikan kembali dalam situasi
masing-masing. Lebih lanjut, saya berharap kiranya tulisan
ini dapat menjadi berkat bagi semua pembaca, khususnya
bagi kaum ibu.
A. Pasal 21:1
TUHAN mengunjungi Sara seperti yang dikatakan-Nya dan
TUHAN melakukan kepada Sara seperti yang telah dikatakan-Nya.
Lalu mengandunglah Sara dan melahirkan seorang anak laki-laki
bagi Abraham pada masa tuanya, pada waktu yang ditetapkan sesuai
firman Allah kepadanya.
Kata “TUHAN” merupakan terjemahan dari bahasa
Ibrani Yahweh adalah nama diri. Kitab Perjanjian Lama
menyatakan bahwa kata Yahweh disebut sebanyak 6823 kali.
Hal ini berkaitan dengan tradisi Yahwistis yaitu kata Yahweh
sudah digunakan dalam pada masa Enos (Kej 4:26). Sedangkan
tradisi Priest baru menempatkannya pada masa Musa, lewat
pernyataan Allah yang terkenal yakni ehyeh asyer ehyeh yang oleh
TB LAI diterjemahkan Aku adalah Aku (Kel 3:14). Yahweh
diidentifikasi dengan Allah Bapa Leluhur yakni Allah Abraham,
Allah Ishak, Allah Yakub( Kel 6:2-3, Yes 42:8, Za 14:9 ). Menurut
tradisi Yahudi nama Yahweh adalah nama yang suci sehingga
tidak boleh diucapkan sembarangan maka dalam Alkitab orang
Yahudi membacanya dengan kata adonay artinya Tuhan(Kel

66
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

20:7.1 TB LAI menggunakan kata TUHAN menerjemahkan kata


Yahweh. Hal ini berkaitan dengan perhormatan dan menghindari
penyalahgunaan nama. Sekarang ada segolongan orang Kristen
yang tidak setuju dengan hal itu dan menuntut agar Yahweh
atau yehowa tidak perlu diterjemahkan lagi, dipakai begitu saja.
Tetapi menurut saya, tuntutan itu tidak perlu dipatuhi. Dari segi
teologi nama, tidak mengubah eksistensi dan hakikat TUHAN.
TUHAN adalah nama diri. Para penerjemah Perjanjian Baru
menerjemahkan kata Yahweh dengan Kurios yakni Tuhan.
Narator mengisahkan bahwa TUHAN mengunjungi
Sara. Kata ‘mengunjungi” diterjemahkan dari bahasa Ibrani
pakad. Kata pakad dalam PL muncul dalam konteks adanya
kunjungan dari satu pihak terhadap yang lainnya dengan tujuan
pemeriksaan, seperti dalam I Sam 14:17 mengenai pemeriksaan
barisan tentara Saul, Hak 15:1 mengenai kunjungan Simson
untuk melihat keadaan Delila, Sam 2:12 mengenai TUHAN
yang menilik Hana yang mandul. Berdasarkan konteks, kata
pakad dalam ayat 1 digunakan untuk memaparkan tentang
kunjungan Allah untuk memeriksa, menilik keadaan Sara.
Cassuto melaporkan bahwa kunjungan Allah dalam bagian
teks ini berarti Allah “melakukan” suatu pemeriksaan tentang
keadaan Sara sesuai waktu yang telah ditentukan.2
Kunjungan TUHAN untuk melihat keadaan Sara berkaitan
dengan janji-Nya di Mamre (Kej 18). Di bawah pohon Tarbantin
di Mamre, TUHAN menyampaikan perkataannya tentang
seorang anak bagi Abraham dan Sara. Mengapa TUHAN baru
berbicara tentang seorang anak dengan Abraham di Mamre?
1 D.L Baker, dkk, Pengantar Bahasa Ibrani, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2012, h
52
2 U Cassuto, A Commentary on the Book of Genesis, Britain: Oxford University Press,
1974, h 100

67
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Kalau kita membaca ulang Kejadian pasal 18, kita diberitahukan


bahwa TUHAN menampakkan diri kepada Abram di Mamre.
Ada perbedaan penyebutan nama terhadap nama tersebut. Di
Kejadian 12 disebut More. Kata More sendiri aslinya tidak
menunjuk kepada sebuah tempat yaitu More, melainkan berarti
tempat penampakan (mor’eh) Yang Ilahi. Kisah penampakan
juga dikaitkan dengan pohon tarbantin. Hal ini diperkuat
terjemahan-terjemahan Alkitab berbahasa Inggris disebut pohon
“oak´yakni sejenis pohon besar yang batangnya besar dan kuat
dan banyak cabang dengan dedaunan yang rimbun. Pohon oak
dalam sejarah pra Kristen dari Eropa adalah pohon keramat
yang sering menjadi penampakan. Maka tepat jika penggunaan
pohon oak ini digunakan dalam terjemahan. Dalam bahasa
Ibrani, pohon itu adalah Elyon yang berkaitan erat dengan nama
yang ilahi yakin El Elyon (Allah yang Maha Tinggi).3 Dengan
demikian, TUHAN memberitahukan tentang kehamilan Sara di
tempat yang sakral, kudus, dan diberkati Allah.
Berdasarkan Kej 18, TUHAN mengunjungi Sara tidak
lama setelah TUHAN menyatakan janji tentang kehamilan dan
persalinannya. Kunjungan kali ini dilakukan TUHAN terhadap
Sara ketika mereka di Gerar. Khususnya ketika dan setelah
TUHAN menyelamatkan Sara dari Abilemek, raja Gerar yang
hendak menyetubuhinya. Kunjungan ini memastikan bahwa
Sara hamil bukan karena persetubuhan Sara dengan Abimelek.4
Lempp berpendapat bahwa kehadiran dan kunjungan Allah
yang membuat Sara yang mandul itu menjadi ibu.5 Pendapat

3 Marie-Claire Barth-Frommel & B.A Pareira, Tafsiran Alkitab: Kitab Mazmur 73-
150, Jakarta: BPK, 2015, h 399
4 Gerrit Singgih, Bapak Kita Abrahama Pelopor Hidup Bersama yang lebih
Manusiawi , Yogyakarta, 2017, h 3
5 Walter Lempp, Tafsiran Alkitab: Kejadian 12:4-25:18, Jakarta : BPK Gunung

68
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Lempp tersebut sesuai dengan konsep anak adalah anugerah


Allah (Maz 127,3;128:1-3).
Tindakan kunjungan dalam bagian teks Kej 21:1 tidak
seperti yang terjadi dalam Kejadian 18. TUHAN menilik
keadaan Sara secara tidak langsung, tidak bertatap muka, tidak
bicara. Dalam kunjungan tak kasat mata tersebut, TUHAN
“melakukan” (wayya’ash) kepada Sara seperti yang telah dikatakan-
Nya. Apa yang TUHAN lakukan? Jika merujuk kepada Yer 1:
5, Allah bekerja membentuk (yatsar) janin dalam rahim Sara.
Dalam Kej 2:7, Allah membentuk manusia dengan menggunakan
tanah (adamah) dan napas hidup (nisymat khayyim). Tentang
penggunaan tanah, ada pemahaman yang berbeda karena
menurut ilmu pengetahuan modern sebagian besar manusia
terdiri dari air, H20. Pemahaman mengenai manusia dibentuk
dari tanah berkaitan dengan konsep manusia sebagai makluk
fana. Nafas hidup berfungsi untuk membuat manusia menjadi
makluk hidup.
Lebih lanut dapat teramati dari narasi yang bergerak cepat
melampaui ruang dan waktu. Narator tiba-tiba memberikan
laporan bahwa Sara mengandung dan melahirkan seorang
anak laki-laki bagi Abraham. Tidak ada penjelasan bahwa ada
persetubuhan antara Abraham dan Sara (Kej 4:1, 4:17). Secara
aspek waktu dideskripsikan secara tiba-tiba dikatakan bahwa
Sara mengandung dan melahirkan. Apakah Sara mengandung
dari Roh kudus seperti yang terjadi pada Yesus? Atau narator
mewakili sebagian masyarakat yang menganggap hal bersetubuh
adalah tabu untuk diungkapkan secara tertulis. Ada beberapa
kisah kelahiran yang juga tidak didahului dengan informasi
persetubuhan seperti kisah kelahiran Esau dan Yakub, Kedua
Mulia, 2015, h 253

69
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

belas anak Esau, Samuel, Manasye da Efraim. Terkait konteks


Kejadian 21:1-2, saya lebih cenderung memilih poin kedua dengan
mempertimbangkan bahwa penulis memikirkan Abraham dan
Sara yang sudah tua. Ada sikap hormat dan keengganan dalam
menceritakan bahwa secara jelas bahwa ada persetubuhan dari
dua pasangan suami istri yang sudah lanjut usia tersebut.
Alur selanjutnya menceritakan Sara melahirkan seorang
anak laki-laki (ibr. ben) bagi Abraham. Kelahiran seorang anak
laki-laki adalah sebuah kabar sukacita bagi setiap orangtua. Anak
laki-laki adalah harta pusaka setiap keluarga (Maz 127:3). Harta
pusaka merujuk kepada sesuatu barang miliki yang dimiliki,
dijaga dan diwariskan turun temurun. Hal ini dapat dikaitkan
dengan konteks Indonesia yaitu pandangan mengenai harta
pusaka sering berupa barang seperti tanah, benda-benda sakti
seperti ada keris, kalung jimat yang berfungsi untuk melindungi
badan dan bahkan untuk penglarisan usaha bisnis. Barang-barang
tersebut biasanya didapatkan dengan susah payah sehingga
biasanya pemilik sangat menjaga dan menjunjung tinggi harta
pusakanya tersebut. Biasanya orang akan dihormati karena
kepemilikan benda pusaka tersebut. Kalau konteksnya seperti itu
maka menurut saya benar konsep pemazmur tersebut. Marie
Barth mengemukakan bahwa seseorang yang datang dengan
anak laki-laki ke pintu gerbang yang peranannya sama seperti
balai desa/kota akan dihormati dan tidak malu karena dianggap
remeh dibanding lawan-lawannya. Anak laki-laki adalah upah
kerja seorang ayah. Pendapat Marie tersebut merujuk teks Kej
15:1;30:18;Yes 62:1.
Anak laki-laki Sara dan Abraham lahir setelah melalui
pergumulan yang sangat panjang dan melelahkan hingga putus
asa. Sebagai harta pusaka tidak heran jika kita membaca ayat

70
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

berikutnya yang menceritakan tentang sikap dan perilaku Sara


dan Abraham terhadap anak laki-laki yang dilahirkan Sara
.Pemazmur menuliskan bagian ini dengan sangat indah “semoga
anak-anak laki-laki kita seperti tanaman yang tumbuh menjadi
besar pada waktu mudanya ”(Mas 144:12). Pertumbuhan yang
subur dari anak laki-laki adalah jaminan untuk keamanan
keluarga.6 Wolff menjelaskan bahwa anak laki-laki sangat
bernilai dalam keluarga patriakhat karena mereka bekerja untuk
keluarga ayahnya dan meneruskan generasi dalam keluarga.7
Peran laki-laki dalam regenerasi adalah sebuah keniscayaan.
Namun keberadaan laki-laki sebagai pekerja bagi keluarga tidak
lagi menjadi sesuatu mutlak sekarang. Penyataam ini selaras
dengan fenomena bahwa tidak sedikit perempuan yang justru
bekerja untuk memberi nafkah bagi keluarga ayahnya.
Sesuai yang difirmankan-Nya diterjemahkanTB LAI dari
kaasyer dibber yang berasal dari kata depan ke yang berarti
seperti atau sebagaimana, asyer, “yang telah”, dan dibber, “
firman”. Terjemahan-terjemahan bahasa Inggris, misalnya KJV,
mengartikannya sebagai as he had spoken. Sedangkan RSV/
NAS mengartikan sebagai as he had promised. TB LAI : berkata
yang lebih sesuai daripada yang telah “dijanjikan “ ada istilahnya
sendiri yakni berit. Mengapa TB LAI menggunakan “janji”? oleh
karena pengaruh teologi tentang Allah yang selalu memegang,
dan menepati setiap perkataannya kepada manusia. Lempp
mengikuti pandangan teologis ini.8 Ia mengutip Kej 12:4a,
17:23; Kej 24:51; Kel 7:13, 22;8:11, 15;9:12, 35;12:25 untuk
mendukung pendapatnya. Terjemahan sesuai yang difirmankan-
6 Ibid, h 488
7 Hans Walter Wolff, Anthropology of the Old Testament, London: SCM Press, 1974,
h178
8 Lempp, Opcit, h 253

71
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Nya juga benar karena status firman Allah yang istimewa,sebagai


firman yang menciptakan. Firman berfungsi sebagai “alat” untuk
menciptakan. Penulis Maz 33:9 menulis, sebab Dia berfirman
maka semuanya jadi, dia memberi perintah maka semuanya
ada. Firman Allah mengandung janji. Dengan demikian, maka
firman Allah mengandung kuasa untuk melakukan mujizat,
tidak seperti kata-kata manusia yang kosong.

B. Pasal 21:3
Abraham menamai anak laki-lakinya itu, Ishak, yang
dilahirkan Sara baginya.
Berdasarkan penggalan di atas, dikatakan bahwa Abraham
memberi anak laki-lakinya itu.Pada bagian ini, Abraham yang
berperan dalam pemberian nama tersebut bukan Sara, ibunya.
Dalam dunia Perjanjian Lama, tugas memberi nama tidak mutlak
milik suami atau bapak dari anak tersebut. Selain Abraham yang
memberi nama kepada anak nya Ishak dan Ismael, Yakub yang
memberi nama kepada anak bungsunya Benyamin (Kej 35:18)
serta Yusuf yang memberi nama kepada kedua anak laki-lakinya
yang lahir di Mesir (Kej 41:51-52). Kita juga membacabeberapa
kisah dalam Perjanjian Lama juga memberi informasi bahwa
perempuan selaku ibu dari anak yang memberi nama kepada
adalah ibu dari anak tersebut. Hawa yang memberi nama
kepada Kain (Kej 4:1), Rahel dan Lea memberi nama kepada
anak-anak mereka sesuai dengan pergumulan mereka masing-
masing (Kej 29: 32-30:24). Lempp menjelaskan dalam tiap-tiap
keluarga bapaklah yang berhak memberi nama kepada anaknya.
Pemberian nama berarti menciptakan menurut hakikatnya,
berbeda dan terpisah dari orangtuanya9
9 Lempp,Tafsiran Kejadian 1:1-4:26, Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1964, hal 24,
107-109

72
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Sebagaimana penejelasandi atas dapat diasosioasikan


dengan pernyataan ‘Apa arti sebuah nama’. Song menyatakan
bahwa sebuah nama bukanlah sebuah konsep kosong. Nama
adalah sebuah subtantif, yang sudah tentu ada hubungannya
dengan sebuah hakikat. Sebuah nama menunjukkan totalitas
si penyandang nama.10 Abraham memberi nama Ishak kepada
anak laki-lakinya itu yang artinya “kiranya wajah Allah tertawa
dan tersenyum atas anak itu”. Itulah nama yang ditentukan oleh
Allah kepada anak laki-laki Sara tersebut (Kej 17:19). Tentang
nama tersebut Lempp mengatakan melalui nama tersebut
Abraham dan Sara hendak memaklumkan kabar sukacita
bahwa dengan menberi nama yang dipesankan Allah itu kepada
anaknya maka Abraham menerima baik anak itu dan mengikat
dirinya kembali kepada Perjanjian Allah.11

C. Pasal 21:4
Kemudian Abraham menyunat Ishak anaknya ketika berumur
delapan hari, seperti yang diperintahkan Allah kepadanya.
Kisah kelahiran Ishak berlanjut dengan upacara
penyunatan Ishak. Abraham menyunat Ishak setelah berumur
delapan hari. Adakalanya sunat dilakukan oleh seorang Ibu (Kel
4:25). Tindakan menyunat (Ibr. mul) merupakan suatu adat dan
kebiasaan lama diantara orang bangsa Israel. Sunat menjadi
tanda kebangaan bagi orang Israel (Hak 14:3, 15:18). Selain itu,
sunat menjadi tanda pengenal dan tanda pengakuan kepercayaan
Yahudi.12 Tradisi sunat hanya berlaku bagi laki-laki. sunat wajib
dilakukan bagi setiap anak laki-laki yang berumur delapan haru

10 C.S Song, Sebutkanlah Nama-Nama Kami, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, h 5-6
11 Lempp, Opcit, h 255
12 James T Cleland, The Interpreter’s Bible Volume I, Nashville: Abingdon Press,
1953, 629-631

73
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

(Kej 17;12 Im 12:3). Artinya, penyunatan Ishak sesuai dengan


aturan yang berlaku di kalangan orang Israel. Sekaligus Ishak
secara legal menjadi anggota Perjanjian (Kej 17:10-12). Sunat
dalam konteks sekarang masih diberlakukan dalam kalangan
umat muslim. Agama Islam mengartikan penyunatan sebagai
pembersihan (tuhr) dari kenajisan kekafiran dan sebagai tanda
pengakuan agama Islam.13 Sunat sudah menjadi bagian
perawatan atau tindakan yang dapat dilakukan oleh tim medis
yakni dokter.
Secara teologis, tradisi penyunatan berkaitan dengan
konsep bahwa anak laki-laki adalah kudus bagi Yahweh (Kel
13:2,12; Bil 3:13). Konsep berarti ‘menyendirikan”,“cemerlang”.
Secara epistimologi kata kudus (qadosy) memeiliki dua
pemaknaan. Pertama menekankan kekudusan atau pengudusan
dalam arti posisi, status, nisbah. Sedangkan arti yang kedua,lebih
menekankan penggunaanya berkaitan dengan keadaan, atau
proses yang mengarah ke pemikiran tentang perubahan batin
yang terjadi berangsur-angsur yang menghasilkan kemurnian,
kebenaran moral.14 Kata kudus (qadosy) digunakan untuk
menjelaskan tentang hari sabat (kej 2:3), mezbah (kej 29:37),
kemah pertemuan (kel 29:44), puasa (Yl 1:14), imam (27:14).
Sesuatu atau orang yang dikuduskan diakui sebagai yang
“disendirikan” oleh Tuhan dan manusia. Berkaitan dengan
konteks tersebut, upacara penyunatan menjadi tanda bahwa
Ishak merupakan pemberian yang kudus dari Allah bagi Abraham
dan Sara. Demikian pula, Sara dan Abraham “disendirikan”
bagi Allah (bdk kej 22:9-14).

13 H. A. R Gibb dan J. H. Kramers, Shorter Encyclopedia of Islam, Leiden, Cornel


University Press, 1953, h 254-255
14 Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: A-L, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007, h 618

74
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

D. Pasal 21:5-7
Abraham berumur seratus tahun, pada waktu Ishak anaknya
lahir baginya. Berkatalah Sara : Allah telah membuatku tertawa, setiap
orang yang mendengarnya akan tertawa kepadaku. Lagi katanya: siapa
yang dapat mengumumkan kepada Abraham Sara telah menyusui
sendiri anaknya? Karena aku telah melahirkan baginya pada masa
tuanya.
Narrator memberi informasi tentang usia Abraham ketika
Ishak lahir. Abraham berusia seratus tahun. Penjelasan narrator
ini berkaitan dengan Kej 17:17. Saat itu Abraham berusia 99
tahun. Informasi tersebut menegaskan Allah sungguh mengenapi
janjinya setahun kemudian kepada Abraham dan Sara. Usia 100
tahun adalah usia yang sangat tua. Zaman sekarang sulit bagi
seseorang yang untuk mencapai usia 100 tahun. Apalagi memiliki
anak di usia tersebut. Khususnya Sara yang melahirkan Ishak.
Ini sungguh luarbiasa. Bagaimana mungkin Sara dalam usia
Sembilan puluh satu tahun melahirkan seorang anak laki-laki
bagi Abraham? Memang ada beberapa kisah zaman sekarang
tentang beberapa perempuan usia senja melahirkan anak bagi
suaminya. Sebut saja Margareth Allen yang hamil di usia 90
tahun setelah melakukan hubungan seks dengan seorang pria 22
tahun. Menarik bahwa ia hamil setelah berdoa selama 10 tahun
agar bisa mendapatkan anak yang pertama.15
Kisah lebih lanjut diceritakan bahwa, Sara berkata “ Allah
telah membuatku tertawa, setiap orang yang mendengarnya akan
tertawa”.Berdasarkan penggalan ini dapat kita ketahui ungkapan
hati Sara setelah melahirkan Ishak. Allah dikatakan telah
menggenapi janjinya tentang seorang anak laki-laki, namun saat
15 http://progressnews.com/gaya-hidup/nenek-usia-90-tahun-masih-bisa-hamil-heboh-
media-internasional/

75
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

itu dia tidak percaya justru tertawa. Lazim dalam Alkitab narator
melukiskan ungkapan hati setiap ibu tentang kehamilan dan
anak yang dilahirkannya. Sebagaimana Sara, Hawa membuat
pernyataan yang mengakui akan pertolongan dalam kehamilan
dan kelahiran (Kej 4:2), Lea dalam keadaan tidak dikasihi oleh
Yakub bersyukur karena Allah memperhatikan kesengsaraannya
(Kej 29: 32-35; 17-21), Rahel pung menganggap kehamilannya
karena Tuhan telah menghapus aibnya ((Kej 29:22-24, 35:16-
17), Hana memuji Tuhan yang Kudus yang menjawab doa dan
pergumulan untuk memiliki seorang anak laki-laki (I Sam 1-2).
Lebih lanjut, kata Tertawa (tsekhoq) diartikan sebagai
ekspresi suara yang mencerminkan kala gembira, geli dan lucu.
Seringkali, tertawa itu merupakan manifestasi histeris . Ada orang
yang tertawa terbahak-bahak dengan ada penyebabnya, tetapi
ada juga orang yang terpaksa tertawa yang sifatnya kompulsif,
terpaksa, dan osbesif yang tidak ada penyebabnya. Ada orang
yang suka tertawa tetapi ada juga orang suka tersinggung jika
ada orang tertawa. Menurut Juan, seseorang tertawa karena ada
sesuatu yang menggelitik hatinya tetapi juga didasarkan pada
rasa takut. Rasa takut akan dipermalukan secara sosial, takut
kehilangan martabat, takut dikucilkan oleh kelompok, takut
dibohongi atau dimanfaatkan, takut mati, takut cedera, dan
takut seks.16
Pertanyaan lebih lanjut, apakah yang membuat Sara
tertawa? Apakah ada pokok sebab kegembiraannya? Apakah ada
yang menggelitik hati dan pikirannya? Ataukah ada rasa takut
yang menyelimutinya pikirannya? Dilihat dari sudut kondisi
usia, dan fisik Sara, memang ada yang mengganjal pikiran.

16 Stephen Juan, Tubuh Ajaib,: Membuka misteri-misteri aneh dan menakjubkan tubuh
kita, Jakarta: Gramedia Pustaka Indonesia, 2005, h 230

76
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Usia Sembilan puluh tahun merupakan usia yang tidak mudah


lagi untuk hamil dan melahirkan. Menurut medis, perempuan
hanya bisa hamil sampai usia 40-50 tahunan. Ada banyak resiko
yang dihadapi perempuan yang hamil di atas usia tersebut yakni
kematian saat melahirkan karena sudah tidak memiliki tenaga
yang cukup untuk proses melahirkan.
Sepertinya itu yang dipikirkan Sara ketika ia tertawa
mendengar janji Allah. Ada keraguan dan ketakutan terkait
usia dan fisiknya. Tetapi kehamilan dan persalinannya memang
membuatnya tertawa. Makna tertawa disini diartikan sebagai
tertawa bahagia terhadap kemampuannya secara fisik dalam
melahirkan anak pada usia senja karena kasih karunia Allah.
Sehingga, maknatertawa dalam konteks seorang ibu yang telah
beranak (melahirkan). Sukaria dan keriaan hati yang diberkati
Allah (Maz 113:9). Menurut surat Ibrani 11:11, Sara hamil
dan melahirkan Ishak bagi Abraham di masa tuanya karena
imannya.17Penulis Ibrani menegaskan apa yang menurut dia
merupakan kelebihan dari teks Kejadian.
Penggenapan janji Allah tersebut bagi Sara dapat
menjadi olok-olokkan, atau dengan kata lain sebagai penggeli
hati. Ungkapan “setiap orang yang mendengarnya akan tertawa”

17 Di dalam Perjanjian Lama kata iman berasal dari kata kerja aman, yang berarti
“memegang teguh kepada janji” seseorang, karena janji itu dianggap teguh atau kuat sehingga
dapat diamini, dipercaya. Jika diterapkan kepada Tuhan Allah, maka kata iman berarti,
bahwa Allah harus dianggap sebagai Yang Teguh atau Yang Kuat. Oleh karena itu, menurut
Perjanjian Lama, beriman kepada Allah berarti mengamini, bukan hanya dengan akalnya,
melainkan juga dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya, kepada segala janji Allah
yang telah diberikan dengan perantara firman dan karya-Nya. Dalam Perjanjian Baru Iman
berarti mengamini dengan segenap kepribadian dan cara hidupnya kepada janji Allah, bahwa
Ia di dalam Kristus telah mendamaikan orang berdosa dengan diri-Nya sendiri, sehingga
segenap hidup orang yang beriman dikuasai oleh keyakinan yang demikian itu. Lih Harun
Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010, hlm. 17

77
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

merupakan ungkapan ketakutan Sara diejek oleh setiap orang


yang mendengar kabar tersebut. Kehamilan dan persalinan
menjadi sebuah tontonan aneh yang mengundang gelak tawa
banyak orang. Baru-baru ini Indonesia dikejutkan dengan
kehamilan seorang perempuan bernama Rohaya yang berusia
92 tahun. Beberapa TV mengundang pasutri tersebut dan
mewawancarai kisah unik mereka. Ada gelak tawa yang tak
terhindarkan baik dari pembawa acara, penonton yang berada
di studio maupun kedua pasangan yang berbahagia tersebut.
Mereka berdua tertawa tersipu malu. Satu sisi mereka bahagia
tetapi mereka juga menyadari keanehan yang terjadi dalam
perkawinan mereka. Pertanyaan yang menggelitik adalah
bagaimana mungkin nenek tua tersebut hamil? Ada yang
beranggapan karena pasangannya masih muda. Tetapi ada
pula yang menyatakan itu adalah anugerah Allah bagi mereka.
Pertanyaan lanjutan, apakah ia dapat menyusui, merawat
anaknya setelah lahir? Nah inilah yang dinyatakan secara
gamblang oleh Sara. Dalam usia tuannya ternyata ia masih bisa
menyusui anaknya. Itulah fakta yang dapat menjadi bahan gosip
semua orang kala melihat sendiri.
Narator tidak menjelaskan siapa yang membantu
persalinan Sara. Tetapi Kejadian 35:17 memberi informasi,
seorang ibu yang bersalin biasanya dibantu oleh seorang bidan
yang professional. Bidan juga bertugas memandikan anak yang
baru dengan menggunakan garam agar tubuh anak menjadi
kuat, dan dibedungi dengan kain lampin (Yeh 16:4). Seorang
bidan pun sering dipercayakan untuk menjadi inang penyusu
(Kel 2:7). Tetapi dalam kisah ini, Sara menyusui sendiri anaknya.
Menyusui biasanya berlangsung selama dua tahun di dunia
Israel Kuno.

78
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

E. Pasal 21:8-9
Bertambah besar anak itu dan ia disapih, lalu Abraham
mengadakan perjamuan besar pada hari Ishak disapih. Dan Sara
melihat anak Hagar perempuan Mesir itu yang dilahirkan bagi
Abraham bermain dengan anaknya.
Berdasarkan penggalan di atas, persepsi tekstual
menggambarkan narasi yang bergerak cepat, dalam hal ini
dikatakan ‘tiba-tiba Ishak sudah besar’. Abraham menyapih
ishak dengan membuat sebuah perayaan pesta. Seorang anak
biasanya disapih ketika berusia tiga tahun (2 Makabe 7:27). Bila
merujuk pada aturan tersebut, maka Ishak berusia tiga tahun
ketika disapih oleh ayahnya. Perayaan pesta mengindikasikan
kebiasaan adat yang berlaku terkait penyapihan anak. Dalam 2
Samuel 1:23-25, Hana menyapih anaknya melakukan perayaan
pesta di hadapan Allah di Silo dengan membawa seekor lembu
janta satu efa tepung, sebuyung anggur.
Perjamuan makan seharusnya menjadi sukacita besar bagi
keluarga. Akan tetapi dalam teks tersebut di atas dikatakan
bahwa muncul konflik yang sangat krusial atas diri Abraham.
Konflik diawali dengan Sara melihat anak Hagar yakni
Ismael bermain bersama anaknya Ishak. Kata kerja “melihat”
diterjemahkan dari bahasa Ibrani ra’ah. Kata tersebut digunakan
dalam Massortic Text (MT) sebanyak 1140 kali untuk menjelaskan
tentang tindakan seseorang melihat sebuah objek dengan mata
yang memunculkan sikap waspada atau bahagia. Penggunaan
kata ini menunjukkan mata Sara selalu tertuju kepada Ishak. Ia
selalu mengawasi gerak-gerik anaknya. Termasuk ketika Ishak
dan Ismael sedang bermain bersama di tengah keramaian pesta.
Penerjemahan teks tersebut diperkaya dengan kata kerja

79
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

“bermain” yang memiliki arti beragam. Kata metsakheg merupakan


kata kerja Pieldari bentuk dasar qal tsakhaq. Dalam LXX, KJV
Kata metsakheg diterjemahkan “tertawa”.Sedangkan RSV dan
TB LAI justru menerjemahkan kata tsakhaq menjadi sedang
“main”. Terkait terjemahan tersebut, menurut Kidner, kata
tersebut seharusnya diterjemahkan “mengejek” sebagai bentuk
tindakan yang bersifat menghina nama Ishak.18Sedangkan Coats
mengikuti terjemahan RSV dan TB LAI dengan menambahkan
penjelasan bahwa Ishmael bermain dengan Ishak mengikuti
tindakan Ishak tetapi kemudian dilihat oleh Sara sebagai
tindakan menghina atau meremehkan anaknya.19
Kata tsakhaq dalam MT biasa digunakan untuk
diterjemahkan bergurau (Kej 9:14), bermain bersama sambil
membuat teman mainnya tertawa (Kej 26:8, Hak 16:8). Apakah
ada senda gurau yang terselip nada mengejek? Atau tertawa
dengan nada mengejek? Senda gurau merupakan upaya untuk
menciptakan suasana baik yang didalamnya terdapat keramahan
dan kebaikan. Tetapi ada pula orang yang bersenda gurau yang
berlebihan dengan maksud berolok-olok sehingga berakibat
kepada permusuhan dan pemutusan hubungan persaudaraan.
Demikian pula tertawa baik ketika tertawa merupakan respon
terhadap sesuatu yang membahagiakan, tidak baik jika tertawa
mengejek keadaan orang lain yang buruk. Artinya, sikap Ismael
dapat dipahami sebagai suatu sikap senda gurau dengan perasaan
mengolok-olok jika kita menganggap tindakannya tersebut
paralel dengan sikap ibunya memandang rendah Sara (Kej 16:4-
5). Pemaknaan yang sejalan dengan penjelasan di atas, sikap
18 Derek Kidner, Genesis: An Introduction and Commentary, London: Intervarsity,
1974, h 140
19 George W. Coats, Genesis with an Introduction to Narative Literature, America:Grand
Rapid, 1983, h 153

80
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Ismael tersebut merupakan sesuatu yang lumrah terjadi ketika


seorang kakak bergurau penuh kegembiraan dan kebahagiaan
dengan adiknya yang masih kecil di hari pesta penyapihannya.
Steinmetsz memaparkan sikap Ismael merupakan ekspresi yang
menimbulkan persoalan dalam keluarga Abraham. Ishak dilihat
sebagai tambahan anggota keluarga yang berlebihan merujuk
kepada nama dan karakteristiknya yang penuh tertawaan.
20
Menurut saya, kita perlu terbuka kepada kemungkinan
interpretasi psikologis : Sara mengalami baby blues syndrome.
Sara mudah tersinggung, sensitif dengan perkataan dan tindakan
Ismael.21Kalau kita mengabaikan interpretasi psikologis ini maka
kita terjebak dalam menyalahi Sara .Sikap Sara berada di luar
kontrol dirinya sendiri. Ia hanyalah seorang ibu yang bahagia
mendapat anak di usia senjanya tetapi juga harus menanggung
beban menyusui, merawat dan mengasuh Ishak, anak itu. Wajar
jika Sara timbul rasa waspada atau protektif terhadap anaknya.
Pasal 21:10
Lalu berkatalah ia kepada Abraham: usirlah jauh-jauh hamba
perempuan itu bersama anaknya karena anak hamba ini tidak
memiliki hak waris bersama anakku.
Konflik berlanjut dengan perintah Sara kepada Abraham
untuk mengusir (garesy) Hagar bersama anaknya Ismael.
Tujuannya dari perintah yang berani dari seorang Sara kepada
sang kepala keluarga adalah agar anak Hagar itu tidak mengambil
tempat Ishak di rumah Abraham dan Ishak pun tidak harus
berbagi tempat dengannya. Kidner berpendapat bahwa Sara
dalam kemarahannya memiliki pandangan yang terbuka tentang

20 Devora Steinmetz, From Father to Son : Kinship, conflct and continuity in genesis,
America: Jhon Knox Press, 1959, h 79
21 Lih. Fita Chakra, Diary Parenting & Relationship, Jakarta: Buana Ilmu Populer,
2013, h 11

81
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

kebenaran dari pertentangan yang akan timbul di kemudian hari.


22

Persoalan yang dimaksud adalah hak waris. Sara tidak


mau Ismael, anak hambanya itu mendapat hak waris bersama-
sama anaknya Ishak. Berdasarkan adat Israel kuno, seorang
bapak harus membagi harta kekayaannya kepada anak-anaknya
( Ul 21:16-17). Jika hanya ada anak tunggal maka dia yang
mewarisi semua kekayaan ayahnya. Tetapi jika ada beberapa
anak laki-laki maka laki-laki yang sulung memiliki hak istimewa
dan mendapatkan dua bagian dari harta kekayaan ayahnya.
Khususnya tentang hak istimewa, Ismael sebagai anak sulung
berhak menduduki posisi utama dalam keluarga menggantikan
ayahnya ketika meninggal. Dia yang berhak untuk membagi
harta kekayaan bagi Ishak.23 Inilah yang hendak dihindari oleh
Sara. Ia ingin Ishak mewarisi semua harta kekayaan ayahnya
sendiri tanpa ada halangan apapun. Ia juga ingin agar Ishak yang
mendapat posisi utama dalam keluarganya setelah Abraham
meninggal.

Memaknai Kisah Parenting Sara dalam Kejadian 21:1-10


Sikap Sara dalam Kejadian 21: 9-10 jelas menggambarkan
keadaan umum seorang perempuan setelah melahirkan.
Prioritas utama mereka adalah membuktikan cinta mereka
kepada anaknya. Hampir seluruh hidupnya ia habiskan untuk
memberikan kasih sayang, kenyamanan dan cinta untuk anaknya.
Seruan Sara merupakan seruan ibu yang memperjuangkan
hak Ishak. Sara hendak memastikan berkat kesulungan, hak
waris atas kekayaan Abraham tetap jatuh kepada Ishak. Demi
22 Derek Kidner, Opcit
23 Lih Roland de Vaux, Ancient Israel: Social Institution, London:Long Man & Todd,
1961, h 51

82
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

masa depan anaknya, ia rela melawan suaminya bahkan


memerintahkan suaminya untuk mengusir Hagar bersama
dengan Ismael. Sesungguhnya perjuangan Sara tidak hanya bagi
Ishak tetapi juga ia berjuang untuk dirinya sendiri. Suara Sara
merupakan teriakan yang lahir dari harapan dan tekad untuk
melindungi hak-hak Ishak sehingga ia bisa tetap mendapat semua
perhatian dan kasih sayang Abraham, serta tidak diganggu lagi
oleh keberadaan Ismael.
Konteks kisah ini juga memperlihatkan kepada kita
kemampuan dan potensi Ismael yang amat besar mengancam
Ishak . Tindakan Sara mengusir Ismael dapat dilihat sebagai
strategi untuk menetralisir ancaman pertikaian dalam keluarga
Abraham di kemudian hari. Bagian ini pun bisa dilihat sebagai
upaya menjaga batas antara hak-hak Ishak dan Ismael. Ismael
diberi ruang untuk berhadapan langsung dengan Allah untuk
mendapatkan berkat ilahi seperti yang telah kita lihat dalam Kej
21:18-2.
Melalui teks ini kita belajar pula, bahwa seorang ibu kadang
melindungi hak anaknya dengan cara yang menyebalkan. Cara-
cara menyebalkan seperti marah, kesal, dan mengusir orang
lain yang mengganggu anaknya dipilih karena kurangnya cara
kreatif untuk mengatasi persoalan psikis yang dihadapinya .
Ibu-ibu dalam dunia Perjanjian Lama berbeda dengan ibu-ibu
modern yang memiliki kesempatan untuk membaca buku dan
worksop parenting serta berkesempatan untuk konsultasi dengan
psikolog.

83
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

REFERENSI

Baker, D.L dkk, 2012. Pengantar Bahasa Ibrani, Jakarta: BPK


Gunung Mulia.
Barth-Frommel, Marie-Claire & B.A Pareira. 2015. Tafsiran
Alkitab: Kitab Mazmur 73-150, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Cassuto, U. 1974. A Commentary on the Book of Genesis, Britain:
Oxford University Press.
Chakra, Fita. 2013. Diary Parenting & Relationship. Jakarta: Buana
Ilmu Populer.
Cleland, James T. 1953. The Interpreter’s Bible Volume I. Nashville:
Abingdon Press.
Coats, George W. 1983. Genesis with an Introduction to Narative
Literature. America: Grand Rapid.
de Vaux, Roland. 1961. Ancient Israel: Social Institution.
London:Long Man & Todd.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini: A-L, Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2007.
Gibb, H. A. R. dan Kramers, J. H. 1953. Shorter Encyclopedia of
Islam. Leiden: Cornel University Press.
Hadiwijono, Harun. 2010. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
http://progressnews.com/gaya-hidup/nenek-usia-90-tahun-
masih-bisa-hamil-heboh-media-internasional/
Juan, Stephen. 2005. Tubuh Ajaib: Membuka misteri-misteri aneh
dan menakjubkan tubuh kita. Jakarta: Gramedia Pustaka
Indonesia.
Kidner, Derek. 1974. Genesis: An Introduction and Commentary.
London: Intervarsity.
Lempp, Walter. 2015. Tafsiran Alkitab: Kejadian 12:4-25:18. Jakarta
: BPK Gunung Mulia.

84
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

______________ 1964. Tafsiran Kejadian 1: 1-4:26. Jakarta: Badan


Penerbit Kristen.
Singgih, Gerrit. 2017. Bapak Kita Abrahama Pelopor Hidup Bersama
yang lebih Manusiawi. Diunduh dari http://www.terakota.
id/bapak-kita-abraham-pelopor-kehidupan-bersama-yang-
lebih-manusiawi/. Senin, 19 Maret 2018, pukul 19:00
WITA
Song, C.S. 1999. Sebutkanlah Nama-Nama Kami. Jakarta: BPK
Gunung Mulia.
Steinmetz, Devora. 1959. From Father to Son : Kinship, conflct and
continuity in genesis. America: Jhon Knox Press.
Wolff, Hans Walter. 1974 Anthropology of the Old Testament.
London: SCM Press.

85
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

86
4
HARAM DAN TIDAK HARAM MENGENAI
MAKANAN MENURUT ULANGAN
14:3-21
Mieke Yen Manu, M.Th.)*

A. Pendahuluan

K
itab Ulangan adalah buku kelima dari urutan kitab
Pentateukh. Dalam naskah Ibrani kitab Ulangan
disebut ‘ellehhaddebharim yang berarti inilah perkataan-
perkataan. Sedangkan dalam naskah Yunani, terdiri dari dua kata
yaitu deuteros dan nomos, masing-masing berarti kedua/ulangan
dan hukum; merupakan terjemahan perjanjian lama dalam
bahasa Yunani pada abad 3 sM.1 Dalam bagian lain disebut juga
sebagai mišneh hattôrâ (salinan hukum) atau hanya mišnah saja
(Ul. 17:18); namun sepertinya nama yang paling popular adalah
hukum kedua, mungkin untuk menunjukkan hubungannya
dengan perjanjian Sinai di kitab Keluaran.2
1 J. Sidlow, Menggali isi Alkitab 1 (Kej-Est), (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 1997), 203.
2 Lih. Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh, (Malang: Gandum Mas, 1998), 285-

87
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Adapun tujuan dari kitab ini dapat terlihat dari isinya, paling
tidak judulnya saja telah memberikan gambaran, namun perlu
diingat bahwa ini bukan hukum yang baru. Wolf menyatakan
bahwa tujuan kitab ini adalah untuk mengingatkan orang Israel
akan kesetiaan Allah dan mendorong mereka untuk mengasihi
Tuhan dengan segenap hati.3 Bangsa Israel yang akan memasuki
tanah perjanjian adalah generasi yang baru dan bahkan akan
mengalami pergantian pemimpin.4 sehingga seluruh perjanjian
yang telah dibuat sebelumnya dengan Allah sebagai pemrakarsa
perjanjian harus diteguhkan kembali.
Mengenai penulis, ada beberapa keberatan yang
dikemukakan oleh para ahli yang menolak Musa sebagai
penulisnya. Ada beberapa bagian yang tampaknya masuk akal,
seperti bagian pasal 34 tentang kematian Musa. Alasan lain yang
dikemukakan adalah merujuk pada isi dari kitab itu sendiri,
seperti penegasan mengenai penyembahan yang berpusat
pada satu tempat (band. Ul.12).5 Selain itu, keseluruhan dari
isi hukumnya menunjuk pada taraf masyarakat dengan proses
hukum yang sedang berkembang dan bukan merupakan
permulaan perkembangan hukum seperti pada zaman Musa.
Hal ini juga dipertegas dengan ciri bahasa yang menekankan
pada keadilan sosial memiliki kemiripan dengan pemberitaan
pada zaman nabi.6 Walaupun demikian tidak bisa dipungkiri
bahwa hukum ini memang dikaitkan langsung dengan Musa
286.
3 Ibid., 286.
4 I. J. Cairns, Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan (pasal 1-11), (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1997), 10.
5 Lih. Andrew Hill dan John Walton, Survei Perjanjian Lama, (Malang: Gandum
Mas, 1998), 226
6 Lih. I. J. Cairns, Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan (pasal 1-11), (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1997), 2.

88
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

sebagai penulisnya.
Penjelasan lebih lanjut dapat kita kaitkan dengan Neh.
8:2 disebutkan ‘kitab Taurat Musa’, lihat juga keterangan dalam
kitab itu sendiri yang mengidentifikasi Musa sebagai penulisnya
(Ul. 31: 9-13) dan juga pengutipan kitab Ulangan dalam
Perjanjian Lama selalu menggaitkan dengan Musa.7 Berdasarkan
berbagai kajian yang dilakukan terhadap bentuk dan struktur
dari kitab Ulangan, ditemukan bahwa kitab ini mengikuti atau
mirip dengan model perjanjian yang telah dikenal pada zaman
pertengahan millennium ketiga hingga pertengahan millennium
pertama sebelum masehi, dan ternyata diperoleh struktur yang
hampir serupa dengan fakta Neo-Het, sehingga menunjukkan
bahwa penentuan penulisan kitab ini pada zaman Musa dapat
diterima.8 Penelusuran lebih lanjut, dapat dilakukan dengan
cara merekontruksi model seperti surat perjanjian yang dikenal
pada masa itu, sepertinya Musa mengadopsi bentuk hukum yang
telah dikenal pada masa itu. Biasanya seorang Maharaja akan
membuat perjanjian dengan raja bawahannya dengan ketentuan
untuk taat sehingga memperoleh anugerah dan sebaliknya
malapetaka bila membangkang.9 Meskipun demikian, kitab
ulangan tidak mutlak meniru pakta yang beredar masa itu karena
ada perbedaan dalam susunannya secara khusus. Biasanya dalam
pakta bangsa Timur dekat kuno menempatkan ‘saksi-saksi’ lebih
dulu sebelum kutuk dan berkat, selain itu tidak terdapat prolog

7 Denis Green, Pembimbing ke dalam Pengenalan Perjanjian Lama, (Malang: Gandum


Mas, 1984), 68
8 Keterangan mengenai perbandingan antara kitab ulangan dengan bentuk pakta
pada masa itu dapat dilihat dalam Andrew Hill dan John Walton, Survei Perjanjian Lama,
226 dan juga Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh, 292.
Lihat keterangan selengkapnya yang dikemukakan oleh Cairns, Tafsiran 9
.Alkitab: Kitab Ulangan (pasal 1-11), 9

89
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

historis dan lebih banyak kutuk tanpa berkat.10


Asumsi lebih lanjut, dapat kita pertegas degan fakta
penemuan kitab Ulangan yang dinyatakan dalam kitab raja-raja
di masa Yosia, kemungkinan adalah bagian kodeksnya yaitu pasal
12-26,11 yang lalu disadur kembali dan disempurnakan dalam
rumusan syarat penjanjian hingga lebih relevan. Bagaimana
pun cikal bakal dari hukum itu telah disampaikan Allah dalam
peristiwa di Horeb dengan Musa sebagai pengantara asli Allah
kepada umat Israel. Maka wajar saja bila keseluruhan hukum
itu dikaitkan dengan Musa, walaupun mungkin tidak persis
perkataan Musa secara keseluruhan.

B. Struktur Ulangan 14
Adapun struktur kitab ulangan secara umum yang
dikemukan oleh Wolf dapat dikemukan seperti di bawah ini
yaitu:
Judul/Mukadimah 1:1-5
Prolog historis 1:6-4:43
Ketentuan 4:44-26:9
Berkat, kutuk 27-30
Saksi-saksi 31-34
Pada awalnya kitab ini dijadikan bagian dari kitab sejarah
deutronomis, namun kemudian dipisahkan dan dimasukkan
dalam jilid terakhir pentateukh. Tiga pasal terakhir yaitu pasal 32-
34 12 ditambahkan kemudian sehingga menjadikan kitab ulangan
memiliki keterikatan dengan 4 jilid Pentateukh sebelumnya.
10 Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh, 295.
11 J. Blommendall, Pengantar kepada Perjanjian Lama, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
1996), 60.
12 Lihat keterangan selengkapnya yang dikemukakan oleh Cairns, Tafsiran Alkitab:
Kitab Ulangan (pasal 1-11), 11.

90
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Bagian Ulangan 14 termasuk dalam kelompok ketentuan-


ketentuan yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab yang
harus dipenuhi oleh Israel sebagai penerima perjanjian. Secara
rinci kelompok ini dipecah menjadi dua bagian yaitu pasal 4:44-
11:32 sebagai syarat perjanjian dan pasal 12-26 sebagai hukum
yang terbagi dalam berbagai topik.13
Perkiraan mengenai benarkah struktur kodeks ini adalah
milik Israel secara ekslusif, sepertinya dapat dipastikan tidak
demikian. Karena ternyata terdapat kemiripan dalam bentuk dan
stuktur dengan kodeks bangsa Timur dekat kuno saat itu. Pada
masa itu, dipercaya bahwa tiap kodeks adalah pemberian ilah
atau dewa, kalau melalui raja agung berarti raja itu memperoleh
mandat dari ilah atau dewa.14 Maka dalam porsi Israel, tentu
saja peristiwa di Horeb yang adalah waktu pemberian hukum
dari Allah YHWH adalah sejarah pembentukan umat Tuhan itu.
Jelas sekali bahwa di kemudian hari, formula hukum Allah yang
diterima oleh Musa pada saat itu, mengalami perkembangan
terus menerus dan dibakukan dalam rumusan syarat perjanjian
yang berlaku dalam masyarakat Ilahi itu. Bagian kodeks pasal
14 adalah perpanjang lebaran dari kodeks keluaran (kitab
perjanjian) yang menggungkap tentang rentetan hukum
ritual.15 Schmidt menyatakan bahwa semua koleksi hukum
di Pentateukh biasanya dalam bentuk dari Allah untuk Musa
tapi dalam Ulangan adalah dari Musa untuk Israel, juga selalu
dalam bentuk tidak langsung firman Allah.16 Tentu saja seperti

13 Lih. W.S. Lasor, D.A. Hubbard, F.W. Bush, Pengantar Perjanjian Lama I (Taurat
dan Sejarah), (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997),
14 Cairns, Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan (pasal 1-11), 6
15 Lih. Penjelasan lebih lanjut oleh Cairns, Tafsiran Alkitab Ulangan 2 (12-34), ibid., 2-7.
16 Warner H. Schmidt, Old Testament Introduction, (New York: The Crossroad Pub.
Com., 1984), 120.

91
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

itu, karena konteks saat itu adalah pidato Musa yang mengulang
kembali kodeks perjanjian untuk segenap bangsa itu yang hendak
memasuki tanah perjanjian.
Secara umum ada sebuah sistem yang tampaknya seragam
berhubungan dengan formula hukum di mesapotamia dan bangsa
Het, yaitu disusun secara apodeictic, dan juga nampak di Israel pada
masa patriakh, namun terus berkembang dalam menjadi hukum
itu lebih segar dan berdasarkan perubahan rezim.17 Sepertinya
hal yang serupa juga terjadi pada Israel berhubungan dengan
pendudukannya di Kanaan. Untuk mempermudah melihat latar
belakang dari kodeks ini, perlu diperhatikan perbandingannya
dengan kodeks bangsa di timur dekat kuno berkisar di masa
yang sama. Hukum Asiria kuno dikenal dengan kekerasannya,
sedangkan kodeks Hammurabi lebih progresif, dan hukum Het
tampaknya lebih ringan.18 Bagaimana pun Israel memiliki nilai
hukumnya berbeda dengan masyarakat tetangganya. Perbedaan
itu terlihat dalam tidak adanya pinalti fisik yang melibatkan
mutilasi atau penyiksaan, tapi dalam bidang agama dan moral
hukum bangsa lain menjadi ringan dengan hanya membayar
denda; sedangkan Israel menjadi begitu keras sehubungan
dengan pelanggaran kekudusan Allah, Sang Pemberi Hukum.19
Dengan demikian, hukum Israel mengutamakan pernghormatan
atas nyawa manusia diatas segalanya.

C. Analisa Sastra dan Literal terhadap Ulangan 14


Gambaran deskriptif kitab ulangan tidak hanya berupa
sebuah kisah pembaharuan perjanjian melainkan terdiri

17 Jolberto Soggin, Introduction to the Old Testament, (London: SCM Press LTD,
1976), 154
18 Ibid., 157-158
19 Ibid., 158.

92
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dari wejangan,20 ada pula yang menyebutnya sebagai pidato


perpisahan,21 maupun khotbah tentang hukum atau kata lainnya
paraenesisatau nasehat.22 Pasal 14 adalah salah satu bagian
penting yang harus diperhatikan oleh bangsa Israel sebelum
memasuki tanah perjanjian. Dengan sejumlah ketetapan yang
diperuntukkan bagi Israel, pasal ini adalah salah satu yang
mengatur mengenai bagaimana berlaku sebagai umat Tuhan.
Berdasarkan format yang dibuat oleh Kaufman23 yang
memporak-porandakan kodeks ulangan untuk melihat
hubungannya dengan kodeks perjanjian dan dasa titah, pasal
14:1-21 tergolong dalam pokok komitmen pada Allah (hukum 3)
dan pasal 14:22-29 termasuk dalam pokok hak dan hak istemewa
pada Allah (hukum 4). Selain itu data yang dikelompokkan
oleh Gerhard von Rad,24 pasal 14:3-21 telah disebutkan secara
sederhana dalam kodeks perjanjian (Kel.22:31). Jadi jelas pasal
ini adalah perpanjanglebaran dari kodeks perjanjian yang
diterima Musa di Sinai. Berdasarkan tampilannya, mungkin
bagian ini bisa digolongkan sebagai hukum instruksi karena berisi
petunjuk-petunjuk. Namun bukan hanya melulu perintah atau
aturan tapi juga diselipkan nasehat (paraenesis) atau wejangan
(antara lain ay. 2, 21a, 23c, 29b). Secara keseluruhan, pasal ini
berhubungan dengan ketentuan pelaksanaan ibadah yang benar
kepada Allah dengan konsentrasi yang mulai diarahkan kepada
tempat ibadah tunggal, guna menjaga kemurnian ibadah Israel.

20 C. Groenen OMF, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama, (Yogyakarta: Kanisius,


1992), 127.
21 Cairns, Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan (pasal 1-11), 9-10.
22 Wolf, ibid. 297.
23 Lihat table formatnya selengkapnya seperti yang dikutib oleh Andrew Hill dan
John Walton, Survei Perjanjian Lama, ibid. 232.
24 Seperti yang dikutib oleh J.A. Thompson, Deuteronomy, (IVP), 26-27

93
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Pembedahan terhadap Ulangan 14 secara keseluruhan dapat


terlihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 1. Pembedahan Ulangan 14
Ayat 1-2 Mengatur tentang Ayat 1 adalah bagian perintah yang
cara perkabungan dilanjutkan dengan ajuran/paraenesis
di ayat 2.
Paraenesis pada ayat 2
menghubungkan dengan ayat 3-21
yang adalah konsekuensi sebagai
umat Tuhan.
Ayat 3-21 Mengatur tentang Ayat 3-21 adalah petunjuk untuk
makanan menjadi berbeda dengan bangsa
kafir.
Ayat 22-29 Mengenai Ayat 21b merupakan penghubung
persepuluhan dan untuk ayat 22-29.
perlakuan adil bagi Berkat datangnya dari Allah yang
kaum Lewi berhak mendapatkan ungkapan
terima kasih.
Keadilan social ditekankan dalam
lingkup hidup Israel.

Pasal 14: 3-20 adalah daftar yang sama dalam kitab Imamat
11:1-23, dan bagian ayat 22-29 juga tercantum dalam kitab Imamat
27:30-33; sepertinya adalah petunjuk yang diperuntuk bagi para
imam. Setelah diteliti ternyata kedua bahan ini pun masing-
masing sudah tidak terlalu identik. Mungkin telah mengalami
perkembangan dari zaman ke zaman dan disederhanakan untuk
disisipkan dalam kodeks ulangan ini sehingga dapat dibacakan
untuk seluruh awam.25 Bahan yang terdapat dalam kitab Imamat
agak lebih diperjelas dalam beberapa bagian tertentu sedangkan
bagian kodeks ulangan hanya secara umum saja.
Adapun hasil yang diperoleh setelah memporak-
porandakan teks kodeks Ulangan pasal 14 secara menyeluruh
maka ditemukan pola sebagai berikut.
Tabel 2. Pola Struktur Ulangan 14
Pasal 14:1-21
25 Lih. Cairns, Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan 2 (pasal 12-34), 40.

94
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

A Jangan menoreh diri dan makan yang keji Ay. 1-3


X Petunjuk boleh dan tidak boleh (binatang kaki empat, Ay.
binatang air, burung) 4-20
A’ Jangan makan bangkai dan memasak anak kambing Ay. 21
dalam susu induknya.
Pasal 14:22-29
Memberi persembahan persepuluhan setiap tahun untuk Ay. 22
A Tuhan
B Memakan persembahan itu dihadapan Tuhan Ay. 23
Bila tempat yang ditentukan Tuhan letaknya jauh, Ay. 24-
X persembahan diuangkan 25
Belanjakan dan memakannya dan juga Ay. 26-
A’ mengikutsertakan kaum Lewi 27
Memberi persembahan persepuluhan akhir tiga tahun Ay. 28-
B’ di negeri dan memperuntukkan bagi orang Lewi,orang 29
asing, anak yatim dan janda.

D. Analisa terhadap konsep “haram” dan “tidak haram”dalam


konteks Ulangan 14:3-21

Ayat 3 masih memiliki hubungannya dengan ayat


sebelumnya, karena merupakanperintah selanjutnya bagi Israel
dalam menjaga kemurnian sebagai umat kudus kepunyaan
Allah. Ayat ini adalah bagian pembuka untuk peraturan
mengenai makanan. Kata tôʼ­ēbôt (an abomination/an abominable
thing; things which belong to worship of idols, eating animals which
are ritually unclean)26 memberikan pemahaman tentang larangan
ini. Bahwa yang dimaksud adalah untuk menjauhkan Israel
dari kecemaran dan kemungkinan terjadinya percampuran atau
sinkretisme. Binatang-binatang yang dilarang itu berkaitan erat
dengan penyembahan berhala di daerah Timur dekat kuno. Ayat
4-20 memberikan rincian yang jelas mengenai binatang-binatang
tersebut dan dapat terlihat dalam daftar di bawah ini.

26 semua kata Ibranidan artinya dalam tulisan ini dikutip dari Lexicon to the Old
and New Testament seperti yang dilampirkan oleh Spiros Zodhiates, The Hebrew-Greek Key
Study Bible.

95
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Tabel 3. Daftar Binatang Halal dan Haram


Jenis Ciri Contoh
Halal Berkaki Berkuku belah lembu, domba dan kambing;
empat Memamah rusa, kijang, rusa dandi,
biak kambing hutan, kijang
gunung, lembu hutan dan
domba hutan (ay. 4-6)
Binatang air Bersirip dan Ay. 9
bersisik
Burung - Ay. 11, 20
Haram Berkaki Tidak unta, kelinci hutan dan
empat berkuku belah marmot (ay. 7)
dan tidak babi hutan (ay. 8)
memamah
biak
Binatang air Tidak bersirip Ay. 10
dan tidak
bersisik
Burung - burung rajawali, ering janggut
dan elang laut;
elang merah, elang hitam dan
burung dendang menurut
jenisnya;
burung gagak menurut
jenisnya;
burung unta, burung hantu,
camar dan elang sikap
menurut jenisnya;
burung pungguk, burung
hantu besar, burung hantu
putih;
burung undan, burung ering
dan burung dendang air;
burung ranggung, dan bangau
menurut jenisnya, meragai
dan kelelawar (ay. 12-18)
Lainnya Mengeriap Serangga (ESV, BIS; ay. 19);
yang bersayap semua bangkai apapun (ay.21)
Bangkai
Ayat 4-6 adalah petunjuk mengenai binatang berkaki
empat yang boleh dimakan sedangkan ayat 7-8 adalah petunjuk
mengenai binatang berkaki empat yang tidak boleh dimakan, juga
pada ayat 9-10 adalah petunjuk mengenai memakan binatang di
air dan ayat 11-20 disebutkan golongan burung yang boleh dan
tidak boleh dimakan. Untuk setiap jenis binatang disebutkanciri
tertentu yang menandakannya, seperti binatang berkaki empat

96
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

yang boleh dimakan harusberkuku belah dan memamah biak, atau


binatang di air harus bersisik dan bersirip; sekalipun begituciri
ini tidak berarti mutlak untuk menyatakan binatang tersebut
halal. Penyebutan seperti ini hanya merupakan cara populer
yang digunakan untuk membantu para imam atau awam dalam
mengingat.27 Kata tāmēʼ diterjemahkan unclean dan pengertian
ini mencakup ritually or morally. Dalam agama crete dan Babilon,
babi adalah binatang yang kudus dan biasa digunakan dalam
ritual keagamaan;28 sehingga penyebutan babi hutan secara
khusus pada ayat 8 sebagai salah satu binatang haram bagi Israel
mengkonfirmasi pengertian tersebut.
Menarik bahwa istilah haram dan halal atau najis dan tahir
untuk konteks ini dalam teks Ibrani lebih cocok diterjemahkan
dengan unclean and clean. Selain itu, ciri memamah biak adalah
binatang pemakan rumput. Maka dapat disimpulkan bahwa
klasifikasi dari haram dan halal salah satunya adalah mengenai
kebersihan. Israel dibolehkan memakan binatang yang bersih
pencernaannya, selain dari pada menjaga agar tidak bercampur
baur dengan kebiasaan bangsa kafir. Sedangkan untuk binatang
air yang tidak bersisik dan bersirip, didasarkan pada anggapan
bahwa binatang air yang tidak berciri seperti itu melanggar
ketertiban dan keteraturan.29 Berdasarkan penggolongan najis
dan tahir atas binatang, salah satu diantaranya adalah bahwa
ada binatang tertentu yang memang dianggap “jijik” karena
bentuk atau rupanya.30 Maka binatang air seperti belut, cumi

27 Lih. Cairns, ibid., 42.


28 Lihat “unclean” dalam Merrill C. Tenney, The Zondervan Pictorial Encyclopedia of
the Bible Vol. 1, (Grand Rapids-Michigan: Zondervan Pub. House, 1978), 884.
29 Lih. Cairns, ibid. 43
30 Lih. “najis dan tahir” dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (M-Z), (Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih, 2004), 120-122.

97
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dan golongan shellfish lainnya dianggap seperti itu sehingga


tergolong najis atau unclean. Mengenai golongan burung yang
tidak boleh dimakan adalah yang termasuk golongan predator
dan pemakan bangkai. Ayat 18 disebutkan kelelawar termasuk
dalam golongan burung, walaupun sebenarnya tidak terlalu tepat.
Mungkin penggolongan ini bermaksud sama seperti penyebutan
ciri memamah biak dan berkuku belah sebelumnya, yaitu untuk
kepentingan mengingat bagi iman dan awam karena kelelawar
juga terbang seperti burung. Ayat 19 disinggung juga mengenai
serangga, tapi tidak sejelas seperti dibahan Imamat 26. Dengan
demikian ditemukan lagi arti najis dan tahir bagi Israel, selain
masalah penyembahan berhala bangsa kafir dan kebersihan,
juga mengenai bangkai. Larangan menyentuh bangkai karena
najis, maka tentu binatang yang memakan bangkai akan menjadi
najis dengan sendirinya. Ini bukan hanya melulu kebersihan
melainkan juga kesehatan. Nyatalah sekarang bahwa Allah
benar-benar memperhatikan kesejahteraan Israel yang adalah
umat kesayanganNya.
Pembahasan khusus mengenai larangan memakan bangkai
terdapat pada ayat 21. Kata yang digunakan adalah nebêlāh yang
diterjemahkan binatang yang mati dengan sendirinya. Dalam
Kel. 22:31, ada pula penyebutan bangkai yang menggunakan
kata terefah yaitu binatang yang mati diterkam binatang buas.
Larangan ini agaknya berhubungan dengan larangan memakan
darah. Dalam Ul.12:23-25 disebut semacam prosedur yang harus
diikuti oleh Israel sehubungan dengan penyembelihan binatang,
yaitu darah binatang tersebut harus dicurahkan ke bumi seperti
air. Binatang yang mati dengan sendirinya atau diterkam binatang
buas tentu darahnya masih tertinggal sehingga menjadikannya
najis atau unclean, Israel tidak boleh memakannya. Catatan

98
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

selanjutnya disebutkan bahwa bangkai itu bisa diberikan untuk


dimakan kepada pendatang (laggêr) atau dijual kepada orang
.
asing (lenākerîʼ). Berarti bahwa ger atau nokri, walaupun berada
di wilayah Israel tidak harus turut mematuhi hukum itu, karena
hukum ini hanya berlaku untuk orang Israel saja yang adalah
umat kudus bagi Allah. Ayat 21 ditutup dengan larangan lain
yang menghubungkan ide di bagian ini dengan bagian berikutnya.
Israel dilarang memasak anak kambing dalam susu induknya,
dengan kata lain tidak diperkenankan memakan daging dengan
susu secara bersamaan. Alasan untuk ini berdasarkan keterangan
dari tablet ras Shamra yaitu kegiatan serupa dilakukan oleh orang
Kanaan dalam salah satu praktek ritual sakralnya.31 Praktek
ini berhubungan dengan pemujaan terhadap dewa kesuburan,
khususnya berdampak untuk kesuburan tanah. Israel tidak boleh
meniru praktek ini, karena Allah saja sumber berkat bagi Israel
dan akan memelihara kehidupan Israel untuk selamanya.

E. Kesimpulan
Pasal 14 dimulai dengan penyebutan status Israel oleh
Musa bahwa Israel adalah anak-anak Allah, umat yang kudus
milik kesayangan Allah. Dengan mengingatkan Israel tentang
siapa mereka, Musa menyebutkan sejumlah ketentuan perjanjian
yang harus diikuti oleh Israel sebagai akibat dari statusnya
tersebut. Israel harus menjaga diri dari praktek-praktek yang
mencemarkan kekudusannya. Praktek-praktek yang dilarang
dalam konteks ini antara lain mengenai proses perkabungan,
Israel tidak boleh menorah diri atau mencukur rambut di dahi
(ay.1-2). Israel harus menjaga dan menghormati tubuh yang
diciptakan oleh Allah serta tidak merusaknya hanya dengan
31 Lih. “cooking” dalam Merrill F. Unger, Unger’s Bible Dictionary, 374.

99
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

praktek kekafiran yang tidak berguna.


Ketentuan berikutnya yangmasih berhubungan dengan
pemeliharaan tubuh adalah mengenai makanan, dalam hal ini
berhubungan dengan makanan hewani. Ayat 3-21 disebutkan
binatang apa saja yang boleh dimakan dan tidak boleh dimakan,
dimulai dari binatang berkaki empat, binatang di air, burung-
burung dan juga serangga. Dari keseluruhan ketentuan hokum
tentang makanan ini diperoleh pengertian yang lengkap
mengenai makanan hewani yang halal dan haram. Istilah halal
dan haram adalah istilah yang diadopsi dari rumpun bahasa yang
sama dengan bahasa Ibrani yaitu bahasa Arab. Dalam bahasa
Ibrani, kata yang digunakan lebih sering diterjemahkan dengan
clean dan unclean. Berikut beberapa rincian alasan mengenai
makanan yang clean and unclean yang tercantum dalam ketentuan
perjanjian Allah dengan Israel antara lain:
1. Mengenai kebersihan. Israel boleh memakan binatang
yang bersih pencernaannya, ciri yang menandainya adalah
memamah biak dan berkuku belah. Kedua ciri ini harus
dipenuhi, tidak sah bila hanya salah satunya saja yang
dipenuhi.
2. Mengenai percampuran dengan praktek ibadah bangsa
kafir, karena beberapa binatang tertentu memang terkait
langsung dengan praktek ibadah kafir, seperti babi.
3. Mengenai anggapan “jijik” dengan sendirinya kepada
binatang tertentu yang disebabkan oleh bentuk tubuh yang
aneh dan kacau, seperti binatang air yang tidak bersisik
dan bersirip atau jenis serangga yang berkaki empat tapi
juga bersayap.
4. Mengenai kesehatan, Israel tidak boleh memakan
100
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

bangkai atau memakan hewan yang memakan bangkai.


Jangankan memakan bangkai, menyentuh atau tidak
sengaja tersentuh bangkai saja dianggap najis. Selain itu,
larangan ini juga berhubungan dengan larangan memakan
darah. Ini merupakan bentuk penghargaan terhadap
hidup, karena dalam darah ada kehidupan atau nyawa
(12:23).
Praktek berikut yang dilarang adalah berhubungan dengan
usaha menambah kesuburan tanah dengan cara memasak anak
kambing dalam susu induknya. Larangan ini tegas disebutkan
hingga 2 kali dalam kodeks perjanjian (Kel.23:19, 34:26)
dan diulangi di kodeks ulangan ini. Israel harus benar-benar
menghindari praktek ini dan hanya bergantung saja kepada
Tuhan, Allah, sebagai sumber berkat.

F. Aplikasi
Adapun kebenaran yang dapat diterapkan bila bagian
kodeks ulangan ini ditarik dalam situasi kehidupan umat
perjanjian baru saat ini, yaitu umat perjanjian baru tidak lagi
terikat dengan larangan mengenai makanan (1 Kor.10:19-20),
namun bukan berarti bahwa kebebasan itu tidak terkontrol.
Pertimbangan yang tidak boleh dilupakan adalah menyangkut
alasan kesehatan dan semacamnya, agar tubuh kita tetap
terpelihara dan dapat memuliakan Allah

REFERENSI
Blommendall, J. Pengantar kepada Perjanjian Lama. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. 1996.
Cairns, I. J. Tafsiran Alkitab: Kitab Ulangan (pasal 1-11). Jakarta:
BPK Gunung Mulia. 1997.
Green, Denis. Pembimbing ke dalam Pengenalan Perjanjian Lama.

101
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Malang: Gandum Mas. 1984.


Groenen OMF, C. Pengantar ke dalam Perjanjian Lama.
Yogyakarta: Kanisius. 1992.
Hill, Andrew dan John Walton. Survei Perjanjian Lama. Malang:
Gandum Mas. 1998.
Lasor, W.S., D.A. Hubbard, F.W. Bush. Pengantar Perjanjian Lama
I (Taurat dan Sejarah). Jakarta: BPK Gunung Mulia. 1997.
Schmidt,Warner H. Old Testament Introduction. New York: The
Crossroad Pub. Com. 1984.
Sidlow, J. Menggali isi Alkitab 1 (Kej-Est). Jakarta: Yayasan
Komunikasi Bina Kasih/OMF. 1997.
Soggin, Jolberto. Introduction to the Old Testament. London: SCM
Press LTD. 1976.
Tenney, Merrill C. The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible.
Grand Rapids-Michigan: Zondervan Pub. House, 1978.
Thompson, J.A. Deuteronomy. IVP.
Wolf, Herbert. Pengenalan Pentateukh. Malang: Gandum Mas.
1998.
Ensiklopedi Alkitab Masa Kini (M-Z), Jakarta: Yayasan Komunikasi
Bina Kasih, 2004.
Gesenius’s Hebrew and Chaldee Lexicon to Old Testament Scripture.
Milford: Mott Media, 1979.
The New Bible Dictionary, Grand Rapids-Michigan: Zondervan
Pub. House. 1962.

102
5
STUDI EKSEGESIS YEREMIA 10:1-7
Sance Mariana Tameon, M.Pd.K)*

A. Pendahuluan

Y
eremia lahir pada masa raja Manasye di Anatot. Dia
dibesarkan oleh orangtuanya yang saleh dan berasal
dari suku Lewi. Ayahnya seorang imam yang bernama
Hilkia. Yeremia melayani pada masa pemerintahan lima raja
Yehuda terakhir yakni Yosia, Yoahas, Yoyakim, Yoyakhin
dan Zedekia. Dia melayani kurang lebih 40 tahun di Yehuda,
setelah itu Yeremia diperintahkan Allah menuangkan amanat-
Nya dalam bentuk tertulis. Hal ini dilakukannya dengan
mendiktekan nubuat-nubuat itu kepada Barukh, juru tulisnya
yang setia (Yer.36:1-4). Nubuat-nubuat tersebut juga dibacakan
kepada Raja Yoyakhin, tetapi dia merobek gulungan kitab itu
dan membuangnya dalam api (Yer. 36:22-23). Tetapi Yeremia
kembali mendiktekannya dan kali ini lebih banyak dari gulungan
pertama. 1
1 W. S. Lasor, dkk. Pengantar Perjanjian Lama 2 Sastra dan Nubuat,. Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2015, hal. 305

103
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Kepribadian Yeremia bertentangan dengan tugas yang


diembannya. Dia adalah orang yang takut akan Tuhan, peka akan
pengaruh-pengaruh rohani dan hidup rohaninya merupakan
rahasia kekuatannya. Emosinya sangat jelas terungkap dalam
percakapan-percakapannya, dia juga lembut hati, penuh kasih,
tetapi pantang menyerah. Kejujuran Yeremia membuat dia tidak
dapat disuap dan ketaatannya kepada Tuhan mendorong dia
menjadi orang yang berani. Yeremia menelanjangi dosa-dosa
bangsanya dan menyatakan hukumannya, walaupun ia tahu
bahwa segala usahanya akan sia-sia.2 Yeremia adalah nabi yang
senantiasa dirundung oleh pergumulan. Hal ini diungkapkan
dengan jelas oleh Yeremia:

“air mataku bercucuran


Siang dan malam dengan tidak berhenti-henti,
Sebab anak dara, puteri bangsaku, dilukai dengan luka parah,
Luka yang sama sekali tidak tersembuhkan” (14:17)
Tujuan Yeremia sebagai seorang nabi adalah
menyampaikan pesan yang Tuhan berikan kepadanya. Pada
waktu Yeremia menyampaikan pesan tersebut, dia ingin
membawa kembali orang-orang khususnya orang Yehuda
kepada Tuhan dan untuk memperingatkan mereka akan akibat
yang akan mereka terima jikalau mereka masih meneruskan
kebiasaannya mereka yang buruk yaitu mengikuti ilah lain yang
bukan Allah. Tujuan kitab ini bukan sekedar mencatat berbagai
nubuat Yeremia, tetapi juga memberitahukan sesuatu mengenai
pribadi Yeremia dan nasibnya sebagai nabi Allah yang bergumul
dengan Tuhan di Yehuda. Tujuan kitab ini diringkaskan dalam

2 J. Thomson, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 2, Jakarta: Yayasan Komunikasi


Bina Kasih, 2008, hal. 564

104
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

satu ayat yaitu dalam panggilan Yeremia (Yer. 1:10)3


Kondisi rohani bangsa Yehuda pada masa Yeremia
digambarkan secara jelas dalam Yeremia 5:1 “para nabi bernubuat
palsu dan para imam mengajar dengan sewenang-wenang dan
umat-Ku menyukai yang demikian”. Melalui Yesaya, Tuhan
sudah menyatakan seluruh isi hati-Nya untuk menolong umat
itu agar bertobat, tetapi bangsa itu tidak mendengar. Setelah
kematian Yesaya dan raja Hizkia, penyembahan berhala
semakin berkembang di wilayah pemerintahan raja Manasye
dan dosa yang paling terkenal ialah Manasye menajiskan Bait
Allah dengan mendirikan altar bagi Baal dan meletakkan patung
berhala di rumah Tuhan (1 Raja-raja 21). Hal ini terjadi selama
50 tahun hingga mencapai puncaknya dimana malapetaka tidak
dapat dihindari.4
Sebagian besar pemberitaan Yeremia ditulis pada tahun
keempat pemerintahan raja Yoyakim (kira-kira tahun 605 sM).
Gulungan pertama yang ditulis Barukh rupanya ditulis sebagai
respon terhadap perintah ini dan tampaknya merangkumkan
masa pelayanan Yeremia selama dua puluh tahun pertama.
Sesudah Yoyakim membakar gulungan pertama, Yeremia
mendiktekan gulungan kedua yang lebih panjang lagi dari yang
pertama (Yer. 36:32)5

B. Analisa konteks

1. Garis Besar Kitab Yeremia


a. Panggilan dan tugas Yeremia (1:1-9)
b. Firman Tuhan kepada Yeremia tentang Yehuda
3 Andrew E. Hill & John H. Walton, Survei Perjanjian Lama, Malang: Gandum
Mas, 2013, hal. 532
4 Thomson, obcit.
5 W. S. Lasor, dkk., obcit.

105
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

1) Nubuat tentang Penghukuman

a) Israel Murtad kepada Tuhan dan kehancuran


Yehuda (2:1-6:30)

b) Penyembahan berhala dan janji Tuhan


diingkari (7:1-13:27)

c) Bayangan Penghukuman Allah dan


penglihatan akhir zaman (14:1-29:32)

2) Nubuat tentang pemulihan

a) Janji Pemulihan Israel (30:1-24)

b) Pengharapan pemulihan (31:1-33:20)

c. Peranan Yeremia sebagai nabi


1) Pemberithuan nasib terakhir Zedekia dan
pelajaran dari kesetiaan orang-orang Rakhab
(34:1-35:19)

2) Pembakaran kitab, Yeremia dipenjarakan


(36:1-38:28)

3) Jatuhnya kota Yerusalem dan pelayanan


Yeremia sesudah itu (39:1-40:16)

d. Nubuat-nubuat tentang bangsa-bangsa asing dan


kesudahan Yehuda (41:1-52:34)

2. Posisi Teks dalam Seluruh Kitab


Pasal 10 merupakan salah satu inti dari kitab Yeremia.

106
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Dalam pasal ini, Yeremia ingin memberitahukan kepada umat


Tuhan bahwa Tuhanlah yang harus disembah. Yeremia berbicara
dalam pasal ini dengan begitu keras, dimana dia berkata bahwa
patutkah Allah yang maha suci dibandingkan dengan patung-
patung? Tetapi justru itulah yang diperbuat oleh bangsa Israel.
Pasal 10 tidak bisa dipisahkan dari pasal-pasal sebelum
dan sesudahnya. Dimana dalam pasal 1:1-18 merupakan
pendahuluan dan panggilan Tuhan kepada Yeremia serta
pengutusan Yeremia untuk memberitahukan hukuman Tuhan
melalui bangsa Babel. Berita pertama Yeremia berpusat
pada kemurtadan Israel; kedua, hukuman akan dialami oleh
Yehuda (3:6-6:30); ketiga, Bait suci menjadi keagamaan bangsa
itu dan kedaulatan Allah dibandingkan dengan kesia-siaan
penyembahan berhala (7:1-10:25). Dalam pasal sesudahnya
yakni pasal 11-52, berita Yeremia berisi bagaimana Yeremia
menghadapi pemimpin-pemimpin Yehuda, keruntuhan kerajaan
Yehuda, penolakan nasihat Yeremia oleh bangsa Yehuda untuk
tetap tinggal di Yehuda dan terakhir nubuat tentang bangsa kafir
yang juga akan mendapat penghukuman Tuhan.

3. Analisa Eksegetis
Yeremia 10:1-7 merupakan suatu peringatan atau teguran
Tuhan kepada bangsa Yehuda untuk tidak menyembah berhala
dan peringatan itu disampaikan melalui Yeremia. Ayat 1 dimulai
dengan kata ‫ׁש‬ִ ‫( ּו֣עְמ‬Qal Impv. 2.m.p) dari kata dasar ‫ עמש‬yang
berarti “hear, listen to obey. Ini berarti suatu perintah untuk
mendengarkan yang didalamnya harus ada ketaatan untuk
melakukannya. Jadi, kata ini mau menegaskan bahwa perintah
ini secara langsung dari Tuhan dan harus dilaksanakan. Harris
menegaskan kata ini sebagai berikut:

107
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

“Shama has basic meaning “to hear”. This is extended in


various way, generally involving and effective hearing or
listening, listen to, pay attention, obey (with word such us
commandment), answer prayer, hear undersand, and hear
oriticaly. The derived stems have appropriately modified
meaning” 6
Perintah untuk mendengar bukan hanya sekedar mendengar
begitu saja, tetapi harus sungguh-sungguh mendengarkan. Dan
yang dimaksudkan mendengarkan dalam bagian ini adalah
mendengarkan firman Tuhan serta melakukan apa yang
didengarkan itu. Kata ‫( דֶּבּׅר‬Pi. Pf.3. m.s.) dari akar kata ‫ רבד‬yang
berarti “which speak” 7: “about which one speak”. Pemakaian
konyugasi Pi-el yang menyatakan suatu tindakan yang tegas
atau berulang-ulang dimana menunjukkan bahwa orang yang
berkata itu adalah TUHAN (YHWH) dan ini merupakan nama
diri dari Tuhan Israel. Tuhan Allah sendirilah yang memberikan
perintah tersebut. Tuhan adalah Allah yang cemburu yang tidak
mau umat-Nya berpaling pada hal-hal yang bukan Allah karean
Dia Tuhan Allah berdaulat atas seluruh ciptaan dan atas semua
bangsa dan perkataan itu ditujukan kepada rumah tangga Israel.
NIV: “O house of Israel”. Pesan Tuhan lewat Yeremia kepada
umat Israel mencakup seluruh negara, tidak hanya 10 suku yang
ada dalam pembuangan pada saat itu.
Ayat 2. Kata‫ּכ‬ ֹ ֣ ‫“ הָ֗והי ְ ר ַ ֣מָא ה‬Thus says Yahweh”.Kata says‫רמא‬
(Qal pf.3.m.s) yang berarti “Tuhan telah berkata/berfirman” dan
kata ini berisi perintah yang ditegaskan dengan kata ‫ ְךֶר ֶ ּ֤ד־לא‬yang
berarti “way, road, journey, manner work” yang merupakan
larangan Tuhan. Larangan yang dimaksudkan adalah tidak
6 L. R. Harris, Theological Wordbook Of The Old Testament Vol.11. Chichago: Moody
Press, 1980, hal. 938.
7 B. Francis, The Brown Driver Briggs Gesenius Hebrew And English Lexicon.
Messachusetts: Hendrikson Publisher, 1979.

108
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

mengikuti aksi moral, karakter, tugas dalam pengertian yang


jahat dari bangsa-bangsa lain. Kata ‫ ם ִ ֖יֹוּגַה‬dari kata dasar ‫ יֹוג‬artinya
“the nations, gentile, heathen, people 8 dalam pengertian bangsa-
bangsa kafir yang pada saat itu, bangsa Israel berada di sekitar
mereka. Ada dua hal yang dilarang dalam bagian ini yakni:
a. Kata ‫ ַאל־ּתִ ְל ָ֔מדּו‬dari kata dasar ‫למד‬.
“learn something”
9

yang berarti mempelajari. Penggunaan kata ‫ַאל‬


merupakan suatu larangan. LAI TB “jangan biasakan;
NIV “do not learn”. Jadi, larangan yang dimaksudkan
adalah jangan mempelajari jejak dari para penyembah
berhala, karena pada saat itu ancaman serbuan Babel
membuat bangsa Yehuda berpaling kepada penyembahan
berhala.

b. Kata ‫ַאל־ּתֵ ָ ֑חּתּו‬dari kata dasar‫תָ חַח‬yang berarti “be broken,


abolished, afraid, dismayed” 10 “be shattend dismayed”
(kekagetan, kecemasan, mencemaskan hati)11; NIV
“be terrified” (menakutkan). Ini juga merupakan
larangan agar bangsa Yehuda tidak/jangan
menyembah berhala di langit yang kelihatan yang
diikuti oleh bangsa-bangsa kafir. Sebab yang mereka
takutkan adalah hal yang salah dan tidak pada objek
yang seharusnya yakni Allah. Berkaitan dengan ini,
Keil & F. Deliztch berpendapat:

8 L. R. Harris, obcit, hal. 153


9 B. Francis, obcit
10 L. R. Harris, obcit, hal. 336
11 B. Francis, obcit

109
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

“a solemn charge givrn to the people of God not to comform


themselves to the ways of the heathen. Let Israel hear this from
the God of Israel: learn not the way of heathen, do not approve of
it, nor think indifferently concerning it. 12

Larangan yang Tuhan sampaikan memberikan makna


yang dalam,karena yang dibuat oleh bangsa-bangsa kafir adalah
hal yang sia-sia dan tidak ada manfaatnya. Alasan yang diberikan
untuk tidak membiasakan diri dengan hal-hal yang dibuat oleh
bangsa kafir, ditandai dengan katan “sebab”.
Ayat 3 dimulai dengan kata‫ יּכ‬artinya “karena, sebab”dan
kata ini dihubungkan dengan kata kerja‫ תֹוּ֥קֻח־י ִ ּֽכ‬dari kata dasar
yang berarti “out in, inscribe, decree”13 yaitu melukiskan,
memahatkan, menggoreskan; memakai kata “ engreve, portray,
decree, inscribe, govern NIV: “customs”. Selanjutnya kata ‫לֶב ֶ ֣ה‬
yang artinya “vapor, breath, vanity”14 ,“figurative of what is
evanresent, unsubstantial, warthless, vanity as of idols15; LAI TB
“kesia-siaan”. Jadi, Tuhan ingin menyampaikan kepada bangsa
Israel bahwa yang bangsa-bangsa kafir pahatkan atau lukiskan
adalah seperti uap yang ada seketika lalu hilang tidak berhaga
dan sia-sia adanya.
Ayat 4. Kata‫ ּוה ֵ ּ֑פַיי‬dari kata dasar‫ הפי‬yang berarti “be fair,
beautiful, handsome 16 Kata ini dipakai dalam bentuk Piel Imperfek
yang menyatakan tindakan yang lebih tegas atau berulang-
ulang. Ini memiliki arti “akan memperindah, memperelok,

12 C.F. Kiel & F. Deliztch Commentary on the Old Testament Vol X. Grand Rapids:
Wm.B. Eerdmans Publishing House, 1985, hal. 955
13 B. Francis, obcit
14 L. R. Harris, obcit, hal. 204
15 B. Francis, obcit
16 L. R. Harris, obcit, hal. 391

110
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

mempercantik; NIV “idorn it” (menghiasi, memperindah);


Owens “dect it (bungkus). Maksudnya bahwa mereka akan
memperindah berhala itu dengan emas dan perak. Kata ְ ‫םּו֖קּזְַחי‬
dari kata dasar ‫ק ַזָח‬yang berarti “strong, mighty, hard;17; “give
strength to, of manufacture of idols18; LAI TB “memperkuat” ;
Selanjutnya kata ‫קיִֽפי ָ אֹו֥לְו‬yang menyatakan suatu keadaan sebab
akibat berasal dari kata dasar ‫ קוּפ‬yang berarti “I reel, totter” 19;
NIV “so that it will not totter”;LAI TB “supaya jangan goyang”;
Ini menggambarkan usaha manusia untuk membuat sesuatu
yang bagi mereka adalah berharga, tapi sebenarnya itu adalah
sia-sia. Mereka (bangsa-bangsa kafir) mempercantik berhala itu
dengan emas dan perak, tetapi sekali lagi itu tidak ada gunanya
jika dibandingkan dengan Tuhan yang menciptakan manusia.
Ayat 5. Kata berhala diterjemahkan dalam NIV “their
idols” (‫ ;)֙הָּמ ֙ ֵה‬dalam “with preps in lieu of the normal and more
usual, form with suffix; “they,these, who”.20 Penggunaan kata
‫ אֹ֣ל‬dalam beberapa ayat menunjukan bentuk negative dan dalam
ayat ini memiliki pengertian “tidak sama sekali”.
“Certainly such a god could not speak to import knowledge to its
followers. So God exhorted His people to its not fear those false
idols. They idols had not power to harm twhose who disregarded
them or power to do any good to those followed them” (Walvoord,
1985:1142)

Jadi, berhala-berhala itu sama sekali tidak dapat berbuat


apa-apa. Tuhan mau membukakan pikiran mereka bahwa
berhala-berhala itu sesuatu yang tidak ada istimewanya, jika

17 Ibid, hal. 277


18 B. Francis, obcit
19 L. R. Harris, obcit, hal. 720
20 Ibid, hal. 391

111
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

dibandingkan dengan Tuhan yang hidup. Berhala-berhala yang


dibuat oleh manusia dengan tangannya, tidak dapat bicara,
berjalan, berbuat jahat apa lagi yang baik. Secara literal berarti
mereka “sama sekali tidak dapat berbuat apa-apa”. Kata baik
(‫ )בטי‬dalam bentuk Hifil yang artinya “to do good, to make
successful, cause, to prosper”.
Ayat 6 dimulai dengan kata ‫ָךֹו֖מָּכ ןיֵ֥אֵמ‬artinya “neither, never,
none, nothing, not21; “is supposed by some to a strengthened “.
Kata‫ ןִיַא‬artinya “even, none, none at all and it is preferable to
point, whence is any like thee”. NIV “no one is like you, o Lord”.
Bagian ini dibandingkan dengan ayat 3-5, dimana lewat Yeremia
disampaikan bahwa semua berhala yang ada itu tidak sama
seperti TUHAN (YHWH) yang adalah kudus dan mulia. Kata
‫ לֹו ֥דָּג‬berarti, “great of God, Himself ”22 Yang dimaksud dengan
besar di sini adalah arti diri atau pribadi Allah itu sendiri. Kata
keperkasaan , “might, refers especially to royal power, as such it
is commonly to God” 23 Keperkasaan, hebat, kuat hanya dimiliki
oleh TUHAN dan bukan untuk yang lain. Keperkasaan Tuhan
melebihi segala yang ada di dunia, termasuk berhala-berhala
yang dibuat oleh manusia.
Ayat 7. Diberikan gambaran tentang kekuatan Allah,
sehingga siapa yang tidak takut akan Allah? Kata ‫ ָ֙ךֲאָרִי ֽ אֹ֤ל‬dari
kata dasar ‫ א ֵרָי‬yang berarti “fear, be afraid, revere”. L.Harris
menekankan kata ini yaitu:
“Biblical usages of yare are divided into five general categories:
the emotion of fear, the intellectual anticipation of evil without
emphasis upon the emotional reaction, reverence or awe, righteous

21 L. R. Harris, obcit, hal. 37


22 Ibid, hal. 149
23 Ibid, hal. 151

112
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

behaviour or piety and formal religious worship”24

Penggunaan kata ‫ אֹ֤ל‬dalam ayat ini menyatakan suatu


bentuk negative yang berarti tidak atau bukan. Ini menunjukkan
bahwa semua orang harus takut kepada Tuhan dan bukan yang
lainnya. Kata‫ הָתָ֑אָי ָ֖ך ְל יִּ֥כ‬dari kata dasar‫ האי‬artinya “telah cocok,
sesuai, tepat”; 25 “befit, be befetting, for thee it (fear) is befetting”.
Jadi, yang dimaksudkan dalam ayat ini adalah rasa takut kita
hanya sesuai atau cocok kepada raja Israel (YHWH) dan bukan
kepada yang lain. Dalam ayat ini YHWH kontras dengan berhal-
berhala yang tidak bernyawa, dimana hanya TUHANlah yang
besar di bumi dan tidak ada yang dapat menyamai-Nya.
Dalam pasal 10 ini, Yeremia ingin menyampaikan kepada
bangsa Yehuda bahwa mereka tidak boleh mengikuti cara orang
asing menyembah berhala, melainkan hanya pada Tuhan saja
yang adalah Allah yang kudus, Allah Israel. Ancaman serbuan
Babel membuat bangsa Israel tertarik dengan segala keadaan
sekitar sehingga mereka menyimpang dari kehendak Tuhan.
Mereka berbalik dan mengikuti penyembahan berhala yang
sifatnya hanya sementara dan sia-sia. Tidak ada sesuatu yang
dibanggakan walaupun diperindah dan diperkuat dengan segala
cara.
Larangan Tuhan semacam ini, telah diberikan Tuhan juga
kepada bangsa Israel melalui Musa dalam Keluaran 23: 24 dan
Imamat 20:23, sehingga ketika Yeremia menyampaikan hal ini
lagi, bukan sesuatu yang baru dan benar-benar TUHAN tidak
menyukai akan hal ini.

24 Ibid, hal. 399


25 B. Francis, obcit, hal. 235

113
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

Perikop ini mengandung serangan yang menyayat


hati untuk melawan penyembahan berhala yang sangat
dibenci oleh Tuhan. Yeremia melihat bahwa berhala-berhala
itu hanyalah potongan-potongan kayu yang tak berdaya,
tolol, dan mencemoohkan bila dibandingkan dengan Tuhan
yang kudus. Petunjuk dewa yang sia-sia karena hanya kayu
belaka dan Yeremia ingin menyampaikan keunggulan
Tuhan dibandingkan dengan para berhala yang tidak punya
arti sama sekali.

REFERENSI
Hill, Andrew E. & Walton, John H. (2013). Survei Perjanjian
Lama . Malang : Gandum Mas.
Kiel, C.F. & Deliztch, F. (1985). Commentary on the Old Testament
Vol X. Grand Rapids: Wm.B. Eerdmans Publishing House .
Francis, B. (1979). The Brown Driver Briggs Gesenius Hebrew And
English Lexicon. Messachusetts: Hendrikson Publisher.
Harris, L. R. (1980). Theological Wordbook Of The Old Testament
Vol.11. Chichago: Moody Press.
Thomson, J. (2008). Ensiklopedi Alkitab Masa Kini jilid 2. Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih.
Lasor, W.S., Hubbard, D.A. & Bush, F.W. (2015). Pengantar
Perjanjian Lama 2 Sastra dan Nubuat . Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Walvoord, J. T. (1985). The Bible Knowledge Commentary .
Wheaton Illinois : Victor Books.
Alkitab Terjemahan Baru (2000). Jakarta: Lembaga Alkitab
Indonesia

114
Perjanjian Lama dan Konteksnya: Bunga Rampai Kajian Teoritis & Sosial

The NIV Study Bible (1995). Grand Rapids, USA: Zondervan


Publishing House.

115

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai