Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

GEODINAMIKA

OLEH:

ASMA
R1A117004

JURUSAN TEKNIK GEOFISIKA

FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019
SOAL
1. Carilah bukti termutakhir yang membuktikan terjadinya Sea Floor Spreading
dan Continental Drift ?? [Rujuk pada referensi tertentu]
2. Berapa laju pergerakan lempeng-lempeng yang berada atau bersentuhan
dengan Indonesia ??
3. Carilah informasi tentang mekanisme mantle plume pada Yellowstone dan
pulau Hawaii !!
4. Selain konveksi, adakah mekanisme transfer termal lain didalam bumi ??
Jelaskan !!
5. Cari informasi tentang karakteristik zona transisi mantel dan diskosntinuitas-
diskontinuitas didalam bumi yang sudah ditemukan sampai saat ini !!
6. Jelaskan tentang upwelling dan downwelling pada konsepsi mantle plume !!
JAWABAN

1. a). Teori sea floor spreading ini merupakan teori yang berlawanan dengan
teori Continental Drift (Teori Apungan Benua). Hasil dari teori Sea Floor
Spreading dengan teori Continental Drift ini lahirlah teori tektonik lempengan
yang kita kenal sekaranng. Tetapi Hess menjelaskan bahwa di bawah kerak
bumi tersusun atas material yang panas dan memiliki massa jenis yang
rendah. Sea Floor Spreading atau teori pemekaran samudera pertama kali
dikemukakan oleh Harry Hess dalam tulisannya yang berjudul “Eassy in
Geopoetry Describig Evidence for Sea-Floor Spreading” pada tahun 1960.
Teori penjalaran dasar laut ini pada dasarnya menjelaskan sebab pecahnya
benua karena adanya pergerakan atau aktivitas didalam inti bumi. Teori ini
menganggap bahwa bagian kulit bumi yang berada di dasar samudera
mengalami pemekaran yang mengalami pemekaran yang diakibatkan oleh
gaya tarikan (tensional force) yang digerakan oleh arus konveksi yang berada
dibagian mantel bumi (astenosfer). Akibat dari pemekaran yang terjadi ini,
magma yang berasal dari astenosfer kemudian naik dan membeku, kemudian
dapat membentuk suatu rekahan. Bukti dari keberadaan teori ini yaitu
ditemukannya rekahan yang memanjang di tengah Samudra Atlantik antara
Benua Amerika Utara dan Benua Afrika. Bagian lempeng masuk ke zona
subduksi, memiliki kemiringan sudut sekitar 450. Lempeng ini terus
tenggelam ke dalam astenosfer, karena proses waktu berjuta-juta tahun,
disertai pemanasn yang kuat dari dalam, bagian yang meenekuk ini lama-
kelamaan akan pecah, hancur-lebur, dan runtuh. Sehingga menjadi salah satu
penyebab terjadinya gempa, dan jalan bagi magma untuk naik mencapai
permukaan bumi. Teori Hess tentag pemekaran dasar samudra mendaoa
dukungan bukti dari mahasiswa tingkat sarjana di Inggris, Frederick J.Vine
dan D.H.Matthews. Vine dan Matthews berpendapat bahwa saat lava meluap
dan memadat di rekahan tengah samudra, lava basal mendapatkan perkutuban
magnet sesuai dengan keadaan pada saat lava ini memadat.penelitian tentang
kemagnetan mendukung teori pemekaran dasar samudra
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/pemekaran_samudra).

b). Hipotesis Pergeseran benua (bahasa Inggris: continental drift) merupakan


gagasan yang dituangkan Alfred L. Wegener pada hipotesisnya yang
dituangkan dalam buku berjudul The Origin of Continent and Oceans (1912).
Isinya, benua tersusun dari batuan sial yang terapung pada batuan sima yang
lebih besar berat jenisnya. Pergerakan benua itu menuju khatulistiwa dan juga
ke arah barat.
Hipotesis utamanya adalah di bumi pernah ada satu benua raksasa yang
disebut Pangaea (artinya "semua daratan") yang dikelilingi oleh Panthalassa
("semua lautan"). Selanjutnya, 200 juta tahun yang lalu Pangaea pecah
menjadi benua-benua yang lebih kecil yang kemudian bergerak menuju ke
tempatnya seperti yang dijumpai saat ini.

Beberapa ilmuwan dapat menerima konsep ini namun sebagian besar


lainnya tidak dapat membayangkan bagaimana satu massa benua yang besar
dapat mengapung di atas bumi yang padat dan mengapa ini terjadi.
Pemahaman para ilmuwan pengkritik adalah bahwa gaya yang bekerja pada
bumi adalah gaya vertikal. Tidaklah mungkin gaya vertikal ini mampu
menyebabkan benua yang besar tersebut pecah. Pada masa itu belum
dijumpai bukti-bukti yang meyakinkan. Wegener mengumpulkan bukti
lainnya berupa kesamaan garis pantai, persamaaan fosil, struktur dan batuan.
Namun, tetap saja usaha Wegener sia-sia karena Wagener tidak mampu
menjelaskan dan meyakinkan para ahli bahwa gaya utama yang bekerja
adalah gaya lateral bukan gaya vertikal.

(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pergeseran_benua)

2. Di bumi, terdapat tujuh lempeng utama dan banyak lempeng-lempeng yang


lebih kecil. Lempeng-lempeng ini bergerak relatif satu dengan yang lainnya
di batas-batas lempeng,baik divergen (menjauh), konvergen (bertumbukan),at
aupun transform (menyamping). Gempa bumi, aktivitas vulkanik, pembentuk
an gunung, dan pembentukan palung samudera semuanya umumnya terjadi di
daerah sepanjang batas lempeng. Pergerakan lateral lempeng pada umumnya
berkecepatan 50–100 mm/a.
3. a). Yellowstone hotspot
Beberapa geoscientists berhipotesis bahwa Yellowstone hotspot adalah
efek dari interaksi antara kondisi lokal di litosfer dan mantel
konveksi atas.Lain-lain menyarankan asal mantel dalam (mantel
bulu). Bagian dari kontroversi ini disebabkan penampilan yang relatif tiba-
tiba dari hotspot dalam catatan geologi. Selain itu, arus Columbia Basalt
muncul pada saat perkiraan yang sama, menyebabkan spekulasi tentang asal-
usul mereka. Yellowstone adalah contoh jenis hotspot kontinental [Morgan,
1971]. Hal ini terkait dengan jejak vulkanisme silicic progresif waktu di
sepanjang ESRP yang kira-kira sejajar dengan jalur hotspot lainnya dalam
kerangka referensi hotspot tetap. Ini juga dikaitkan dengan rasio 3He / 4He
maksimum hingga 16 Ra, di mana Ra adalah nilai atmosfer. Karakteristik ini
sering dianggap sebagai indikator yang jelas dari afinitas mantel rendah.
Namun demikian, banyak faktor seperti sejarah regional dan pengaturan
vulkanisme yang cocok dengan model ini dengan buruk dan penyesuaian
adhoc dari model plume telah digunakan untuk menyesuaikannya untuk
menjelaskan pengamatan. Penyesuaian ini mencakup migrasi sistem subduksi
Cascades di atas plume yang dihipotesiskan, dan pemadaman sementara atau
defleksi aliran plume dari jalur pendakian vertikalnya untuk menghasilkan
vulkanisme basaltik Sungai Columbia, diikuti dengan kembalinya ke aliran
vertikal saat diperbanyak di sepanjang ESRP.

b). Mekanisme terbentuknya hawai


Wilson berhipotesis bahwa bentuk rangkaian kepulauan Hawai yang
terletak pada garis lurus adalah sebagai hasil dari pergerakan lempeng Pasifik
di atas dari hotspot yang berada sangat dalam di mantel bumi. Lokasi hotspot
ini relatif tetap dan posisi saat ini tepat di bawah Kepulauan besar Hawaii.
Panas dari hot Spot ini memberikan sumber magma terus-menerus yang
sebagian meleleh di atas lempeng Pasifik. Magma tersebut, -yang lebih ringan
dibanding batuan padat di sekitarnya-, kemudian naik di sepanjang mantel
dan kulit bumi dan kemudian meleleh di dasar lautan dan membentuk gunung
aktif bawah laut. Seiring dengan waktu gunung bawah laut itu bertumbuh dan
membesar akibat proses erupsi yang terjadi terus-menerus, sehingga pada
akhirnya timbul di atas muka laut, dan membentuk kepulauan vulkanik..
Menurut teori hotspot Wilson rangkaian vulkanik Hawai seharusnya
menua secara progressif dan menjadi lebih banyak mengalami erosi jika
rangkaian makin jauh bergeser dari hotspot akibat pergerakan lempeng
Pasifik. Pulau Kauai, pulau tidak berpenghuni yang berada di arah barat laut
sudah berumur 5.5 juta tahun dan sudah sangat banyak mengalami erosi.
Sebagai perbandingan, batuan terekspos tertua dari Kepulauan Besar Hawaii
yaitu pulau paling tenggara dari rangkaian dan diasumsikan masih berada di
atas hotspot- diperkirakan baru berumur 700.000 tahun dan batuan vulkanis
baru masih terus terbentuk.
4. Selain konveksi, mekanisme perpindahan panas yang lain yaitu konduksi.
Distribusi temperatur dikerak benua dan litosfer dipengaruhi oleh perpidahan
panas secara konduksi dimana semakin dekat dengan permukaan panas
berkurang. Panas internal bumi juga akan semakin berkurang jika mendekati
kerak samudra. Hilang nya panas internal bumi melalui kerak samudra dan
litosfer terutama secara konduksi, meskipun transportasi panas secara konveksi
dengan sirkulasi kerak balastik juga penting, tereutama didekat ridges.
Sementara pada batuan beku, pendinginan dapat terjadi efek konduksi atau
konveksi lewat sirkulasi air tanah. Selain itu, pemanasan yang terjadi pada
batuan sedimen yang terpendam dibawah permukaan bumi dan penyesuaian
suhu dibawah permukaan bumi akibat adanya erosi dipermukaan dan gletser
terjadi melalui proses konduksi. Sementara konveksi memainkan peran
dominan dalm transportasi panas dari mantel bumi dan mengendalikan suhu
interior
5. Zona transisi terletak di antara mantel bawah dan mantel atas , antara
kedalaman 410 dan 660 km (250 hingga 400 mi). Mantel dibagi menjadi
mantel atas, zona transisi, dan mantel bawah sebagai hasil dari diskontinuitas
kecepatan seismik tiba-tiba pada kedalaman 410 dan 660 km (250 hingga 400
mi). Hal ini diperkirakan terjadi sebagai hasil penataan ulang butir dalam olivin
(yang merupakan sebagian besar peridotit) pada kedalaman 410 km, untuk
membentuk struktur kristal yang lebih padat sebagai hasil dari peningkatan
tekanan dengan meningkatnya kedalaman. Di bawah kedalaman 660 km, bukti
menunjukkan karena perubahan tekanan mineral ringwoodite berubah menjadi
dua fase lebih padat, bridgmanite dan periclase. Ini dapat dilihat dengan
menggunakan gelombang tubuh dari gempa bumi , yang dikonversi,
dipantulkan atau dibiaskan pada batas, dan diprediksi dari fisika mineral ,
karena perubahan fasa bergantung pada suhu dan kepadatan dan karenanya
bergantung pada kedalaman.
a). Diskontinuitas 410 km – fase transisi

Puncak tunggal terlihat di semua data seismologis pada 410 km yang


diprediksi oleh transisi tunggal dari α ke β- Mg 2 SiO 4 ( olivin ke wadsleyit ).
Dari lereng Clapeyron , diskontinuitas Moho diperkirakan akan lebih dangkal
di daerah dingin, seperti lempengan subduksi , dan lebih dalam di daerah yang
lebih hangat, seperti bulu mantel .

b). Diskontinuitas 660 km – fase transisi

Ini adalah diskontinuitas paling kompleks yang terlihat. Itu muncul dalam
PP prekursor (gelombang yang memantulkan diskontinuitas satu kali) hanya di
daerah-daerah tertentu tetapi selalu terlihat dalam prekursor SS. Itu dilihat
sebagai refleksi tunggal dan ganda dalam fungsi penerima untuk konversi P ke
S pada rentang kedalaman yang luas (640-720 km, atau 397-447 mi).
Kemiringan Clapeyron memprediksi diskontinuitas yang lebih dalam di daerah
dingin dan diskontinuitas yang lebih dangkal di wilayah panas. Diskontinuitas
ini umumnya terkait dengan transisi dari ringwoodite ke bridgmanite dan
pesriclase . Ini adalah reaksi endotermik secara termodinamik dan menciptakan
lompatan viskositas. Kedua karakteristik menyebabkan transisi fase ini
memainkan peran penting dalam model geodinamik. Materi downwelling
dingin mungkin tertampung pada transisi ini.

c). Diskontinuitas lainnya


Ada transisi fase besar lain yang diprediksi pada 520 km untuk transisi
olivin (β ke γ) dan garnet dalam mantel pirolit . Yang ini hanya secara sporadis
diamati dalam data seismologis.

6. Mantle plumes adalah kolom panas yang naik dari dalam mantel. Proses ini
terjadi karena batuan pada beberapa bagian di mantel lebih panas dan lebih
ringan dari bagian sekitarnya di mantel. Sumber panas yang menyebabkan
mantel plume bisa jadi berasal dari inti bumi atau peluruhan radioaktif di dalam
mantel. Kuantitas magma dalam jumlah banyak yang membentuk mantel
plume dan naik ke permukaan Bumi pada lokasi gunungapi disebut hot spot.
Karena mantel plume berasal dari dalam mantel, erupsi gunungapi hot spot
biasanya terjadi di bagian dalam/tengah lempeng tektonik, jauh dari batas
lempeng (upwelling). Lapisan batas berubah seiring waktu atau jarak dari
formasi pertamanya, dimana upwelling menimpa pada batas lapisan atas.
Ketika fluida pada lapisan batas bergerak dari upwelling menjadi downwelling,
fluida itu mendingin dan lapisan batas menjadi menebal karena semakin
banyak material yang mendingin di dekat permukaan yang mendingin
(downwelling).
7.

Anda mungkin juga menyukai