Anda di halaman 1dari 15

Sistem Pembuangan Air Hujan

Air hujan adalah air dari awan yang jatuh di permukaan tanah. Air tersebut
dialirkan ke saluran-saluran tertentu.

Hujan turun ke lingkungan binaan manusia yang di penuhi oleh gedung, jalan,
tempat parkir, taman dan mencari jalan ketujuannya secara alami, sebagian lagi
mengalir di permukaan mencari daerah yang lebih rendah, ke sungai, danau, ke
laut atau menggenangi daerah dataran rendah.

Cara Kerja Air Hujan

 Air hujan yang jatuh pada rumah tinggal atau kompleks perumahan disalurkan
melalui talang-talang vertical dengan diameter 3” (minimal) yang diteruskan ke
saluran -saluran horizontal dengan kemiringan 0,5-1% dengan jarak terpendek
menuju ke saluran terbuka lingkungan.
 Air hujan tersebut disalurkan dengan pipa tersendiri dengan saringankhusus yag
terpisah dengan pipa air bekas
 Pipa pembuangan/pipa vertical dipasang pada shaft untuk air hujan yang dapat
dibuang sejajar dengan pipa-pipa plumbing lainnya

Pengaliran Air Hujan Dengan 2 Cara :

 Sistem Gravitasi. Melalui pipa dari atap dan balkon menuju lantai dasar dan
dialirkan langsung ke saluran kota.
 Sistem Bertekanan (Storm Water). Air hujan yang masuk ke lantai basement melalui
ramp dan air buangan lain yang berasal dari cuci mobil dan sebagainya dalam
bak penampungan sementara (sump pit) di lantai basement terendah untuk
kemudian dipompakan keluar menuju saluran kota.

Peralatan Sistem Drainase dan Air Hujan

 Pompa Drainase (Storm Water Pump). Pompa drainase berfungsi untuk


memompakan air dari bak penampungan sementara menuju saluran utama
bangunan. Pompa yang digunakan adalah jenis submersible pump (pompa
terendam) dengan system operasi umumnya automatic dengan bantuan level
control yang ada di pompa dan system parallel alternate.
 Pipa Air Hujan. Pipa air hujan berfungsi untuk mengalirkan air hujan dari atap
menuju riol bangunan. Bahan yang dipakai adalah PVC klas 10 bar.
 Roof Drain. Roof Drain berfungsi sama dengan floor drain, hanya penempatannya
di atap bangunan dan air yang dialirkan adalah air hujan. Bahan yang dipakai
adalah cast iron dengan diberi saringan berbentuk kubah di atasnya
 Balcony Drain. Berfungsi sama seperti roof drain, hanya penempatannya pada
balkon.
Siklus hidrologi

masalah utama dari air hujan adalah :

• Mengalirkan air hujan yang tidak di inginkan yaitu air hujan di atap, air
permukaan dan air dalam tanah agar menjauh dari bangunan.

• Mengalirkan air permukaan dan air dalam tanah keluar dair tapak, ke
pembuangan umum agar tidak terjadi genangan atau banjir.

• Mengendalikan aliran air hujan agar tidak terjadi erosi atau perubahan
permukaan tanah.

Pengendalian Air Hujan di bangunan

 Pada atap datar air di kumpulkan ke beberapa titik


pembuangan dengan membuat kemiringan atap paling
tidak 1%.
 Pada titik pembuangan / turun di pasangkan saringan (roof
drain) agar kotoran tidak masuk ke talang vertikal (leader)
yang dapat di letakaan di luar atau di dalam bangunan.
 Air hujan yang masuk ke balkon juga di saring (floor drain)
terlebih dahulu dan di alirkan ke pipa pembuangan utama
atau bak penampung air hujan di bawah lantai, kemudian
di buang ke saluran air hujan umum.

Rabat Beton
Bak Kontrol Komponen Untuk Mengalirkan Air Hujan
Sumur Resapan
Pembuangan Air Hujan dari Atap

 Membuang air hujan dari atap ke saluran pembuangan kota atau ke tanah
 Pipa talang horisontal maupun vertikal harus cukup besar agar dapat
menyalurkan sesuai kapasitas air dan luas dari atap dengan cepat. Penggunaan
gutter untuk atap miring, di samping harus cukup kapasitasnya, sebab makin
besar sudut atapnya maka makin cepat pula alairan airnya.
 perlu di pasangakan saringan-saringan (roff drain, floor drain) agar kootran ltidak
masuk ke dalam pipa.
 Pipa air hujan horisontal di dalam bagunan harus mudah di bersihkan, karena itu
di pasangkan clean out
 Aliran dalam pipa pembuangan tidak boleh terhambat, karena itu di hindari
sebanyak mungkin pembelokan pipa, bahkan penggunaan sambungan pipa

Drainase tapak

Setiap pembangunan di tapak biasanya mengubah pola drainase asal yang ada
dan menambah jumlah aliran air hujan akibat tertutupnya tanah yang poreus oleh
bangunan atau perkerasan. Dalam perancangan tapak, arsitek harus
memperhatikan pola drainase ekisting yang ada di tapak dan memperhitungkan
bertambahnya jumlah aliran air hujan (run off) yang tak dapat meresap dalam
tanah dan menciptakan drainase positip; yaitu mengarahkan aliran air hujan
menjauhi bangunan atau daerah-daerah kegiatan (parkir, jalan) agar tidak terjadi
banjir , erosi atau genangan air.

 Drainase permukaan
Drainase permukaan meliputi sheet flow,pembuatan saluransaluran terbuka untuk
jalan dan tempat parkir; pembuatan alur/lekuk tanah dan bukit kecil yang
merupakan bagian rancangan lanskap tapak.

 Drainase bawah tanah


Tujuan drainase bawah tanah adalah :
 Mengumpulkan dan membuang air hujan yang jatuh di atap, jalan, ruang
terbuka kedalam pipa bawah tanah yang berfungsi sebagai drainase
utama lingkungan.
 Melindungi tanah di 'kaki' bangunan dengan pengadaan footing drain ,
menurunkan permukaan air tanah dan mengurangi tekanan hidrostatik
pada dinding-dinding dibawah.tanah (basement- kolam. renang dsb.)
 Pembuangan aliran air permukaan yang dengan sengaja tidak dialirkan di
permukaan ( mis. lapangan golf, sepak bola, tenis dsb) dengan pipa
resapan.
Bentuk alat pengumpul air hujan

Area drain, yang berfungsi seperti corong,


menangkap air dari suatu daerah berukuran
tertentu dan sekedar mengarahkan air dari
permukaan langsung kedalam pipa.
Kelemahannya, adalah dalam jangka waktu
yang panjang sering kali pipa tersumbat oleh
kotoran atau tanah yang terbawa oleh aliran air
hujan. Kelemahan lainnya adalah bahwa elevasi
dari area drain tidak fleksibel, harus merupakan
titik terendah dari semua bidang miring aliran.
Bak pengumpul; fungsinya serupa dengan area
drain, menangkap air permukaan suatu daerah
tertentu. Tetapi, dikembangkan lebih lanjut
dengan fungsi tambahan, yaitu fungsi
penangkap tanah dan kotoran. Karena adanya
fungsi ganda inilah, maka bak pengumpul ini
menjadi sangat disukai dan digunakan.
Pipa pengumpul, atau pengumpul berbentuk
linier. Bentuk ini mempunyai kelebihan, yaitu
elevasinya yang fleksibel sehingga mudah
mengikuti berbagai ketinggian tanah, jalan, atau
tempat parkir.

Bak pengumpul air hujan berukuran besar

sangat diperlukan pada lanskap yang memakai perkerasan


dalam ukuran yang luas ( mis. plaza). Sebab permukaan
perkerasan yang luas disamping memerlukan pengeringan
yang cepat, juga mempunyai koefisien aliran air yang tinggi
sehingga seringkali bak kontrol biasa atau saluran-saluran
terbuka kurang mampu menampungnya.Pada contoh
aplikasi pada suatu perkerasan berukuran 100ft x 200 ft,
dengan menerapkan satu, dua dan empat buah bak
penampung untuk luas yang sama.

Bak kontrol air

ditempatkan pada :

a. perubahan saluran pipa

b. perubahan ukuran pipa saluran

c. perubahan kerniringan pipa saluran

d. pertemuan dua atau lebih pipa saluran

e. jarak /interval antar bak kontrol berkisar antara 100 sampai 150 m
Foolting Drain

Pencegahan erosi pada pondasi (footing drain)

a) posisi bangunan

b)talang turun dari atap

c) pipa pencegah erosi footing drain

d) pipa pembuangan

e) peresapan melalui saringan kerikil dan head wall.

Axonometri dari footing drain Drainase untuk dinding penahan tanah

skema potongam utilitas air hujan


Talang

 Talang batu atau beton


Pada rumah modern, talang beton umumnya
diletakkan pada persinggungan atap dengan
pagar atau bangunan tetangga. Talang dari beton
tentu merupakan yang terkuat dibanding bahan
lainnya, tetapi harganya relatif mahal,
pengerjaannya tidak mudah, dan kemampuan
tahan airnya tergantung dari lapisan waterproofing
yang digunakan

 Talang logam
Talang dari bahan dasar logam yang
paling dikenal di Indonesia mungkin
adalah talang seng atau zinc yang
harganya murah, dijual dalam bentuk
lembaran dan dapat dibentuk sesuai
kebutuhan. Kelemahan utama dari seng
adalah umur dan daya tahannya
terhadap cuaca, talang seng mudah
terkena karat dan rusak dalam waktu relatif singkat. Pengganti talang seng adalah
talang lembaran atau siap pakai dari bahan aluminium atau campuran zincalum
yang sering disebut galvalum. Talang bahan logam lainnya seperti talang dari
baja, timah atau tembaga tidak terlalu sering digunakan karena harganya yang
cukup tinggi

 Talang plastik
Talang dari bahan dasar plastik atau PVC,
harganya murah dan mudah dipasang karena
tersedia dalam bentuk siap pakai. Kelemahannya
adalah umur (1-2 tahun) dan daya tahannya
terhadap cuaca. Ekspos pada suhu panas dan
dingin yang ekstrim akan membuat plastik kehilangan kelenturannya, menjadi
getas dan akhirnya rapuh dan mudah retak atau patah. Belakangan mulai muncul
talang dari bahan fiberglass, tapi harganya relatif masih mahal dan
pemasangannya tidak mudah, umumnya digunakan untuk pabrik atau bangunan
besar
Hal yang Harus Diperhatikan dalam Pemasangan Talang

 Kemiringan talang

Kemiringan talang yang baik adalah 1-2 cm


per 3 m panjang talang, artinya untuk sebuah
talang yang memiliki panjang 3 m, salah satu
ujung harus terletak 1-2 cm lebih rendah
dibandingkan ujung satunya.

 Sambungan / siku

Umumnya atap rumah membutuhkan lebih


dari 1 batang talang. Pertemuan-pertemuan
talang ini rawan terhadap kebocoran,
sehingga sambungan atau siku direkayasa
menjadi lubang atau corong talang yang
bersambungan dengan talang atau pipa
vertikal. Manfaatkan sealant silikon pada
bagian sambungan untuk mencegah
kebocoran.

 Corong talang

bagian dari talang tempat terdapat


lubang yang mengarahkan air ke pipa
vertikal. Karena menjadi bagian
berkumpulnya aliran air, corong talang
menjadi lokasi yang rawan bocor.
Kerusakan pada corong talang
umumnya terjadi karena air tidak
mengalir dengan benar dan
menggenang pada bagian tersebut,
Oleh karena itu anda harus rajin membersihkan bagian ini dari sampah.

II. Tata Cara Pembuatan Kolam Pengumpul Air Hujan, Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori

A. Kolam Pengumpul Air Hujan

1. Kolam Pengumpul Air Hujan di atas Permukaan Tanah


Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

muka air tanah dangkal < 1 m;

jenis tanah yang mempunyai kapasitas


infiltrasi rendah seperti lempung dan liat;
atau

kawasan karst, rawa, dan/atau gambut.

b. Konstruksi

membuat saluran air dari talang bangunan (dengan bahan PVC) ke dalam kolam pengumpul air hujan;

membuat kolam pengumpul air hujan dari beton,


batu bata, tanah liat atau bak fiber/aluminium,
dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar dari
kolam pengumpul air hujan; dan

membuat penutup kolam pengumpul air hujan.

c. Pemeliharaan

membersihkan talang dan saluran air dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak tersumbat;
dan/atau

melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam pengumpul air (bila
perlu).

2. Kolam Pengumpul Air Hujan di bawah Permukaan Tanah


Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

daerah bebas banjir;

muka air tanah dangkal > 2 m;

keterbatasan ruang di atas tanah; dan/atau

daerah dengan ketinggian permukaan tanah minimal di atas 10 m di atas permukaan laut dengan luas
lahan terbatas.

b. Konstruksi

membuat saluran air (PVC) dari talang


bangunan ke dalam kolam pengumpul air
hujan;

membuat kolam pengumpul air hujan dari


beton, batu bata, atau bak fiber/aluminium
dilengkapi dengan saluran pelimpasan keluar
dari kolam pengumpul air hujan. Apabila kolam pengumpul tersebut dimanfaatkan untuk keperluan
sehari-hari maka dapat dilengkapi dengan pompa air yang diletakkan pada permukaan tanah; dan

membuat penutup kolam pengumpul air hujan.

c. Pemeliharaan

membersihkan talang dari kotoran seperti ranting, dedaunan agar tidak tersumbat; dan/atau

melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air di dalam kolam pengumpul air (bila
perlu).

B. Sumur Resapan

1. Sumur Resapan Dangkal


Cara ini diperuntukkan bagi lokasi yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

tinggi muka air tanah > 0,5 m; dan/atau

berada pada lahan yang datar dan berjarak minimum 1 m dari pondasi bangunan.

sumur resapan dangkal dibuat dalam bentuk bundar atau empat persegi dengan menggunakan batako
atau bata merah atau buis beton;

sumur resapan dangkal dibuat pada kedalaman di atas muka air tanah atau kedalaman antara 0,5 – 10
m di atas muka air tanah dangkal dan dilengkapi dengan
memasang ijuk, koral serta pasir sebesar 25% dari
volume sumur resapan dangkal;

sumur resapan dangkal dilengkapi dengan bak kontrol


yang dibangun berjarak + 50 cm dari sumur resapan
dangkal yang berfungsi sebagai pengendap;

sumur resapan dangkal dan bak kontrol dilengkapi


dengan penutup yang dapat dibuat dari beton bertulang
atau plat besi;

membuat saluran air dari talang rumah atau saluran air


di atas permukaan tanah untuk dimasukkan ke dalam sumur dengan ukuran sesuai jumlah aliran.
Sumur resapan yang sumber airnya dialirkan melalui talang bangunan tidak perlu membuat bak
kontrol; dan

memasang pipa pembuangan yang berfungsi


sebagai saluran limpasan jika air dalam sumur
resapan sudah penuh.

c. Pemeliharaan

membersihkan bak kontrol dan sumur resapan


dangkal dengan mengangkat filter yang berupa ijuk,
koral dan pasir pada setiap menjelang musim
penghujan atau disesuaikan dengan kondisi tingkat
kebersihan filter; dan/atau

melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke dalam sumur resapan
apabila terdapat unsur-unsur tercemar. Parameter analisa air tanah dapat mengacu pada Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun 1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

2. Sumur Resapan Dalam


diutamakan di daerah land subsidence dan/atau daerah genangan;

penurunan muka air tanah dalam kondisi kritis;

ketinggian muka air tanah > 4 m; dan/atau

sumur resapan dalam dapat dipadukan dengan sumur eksploitasi yang telah ada dan/atau yang akan
dibuat.

b. Konstruksi

sumur resapan dalam dibuat melalui pemboran dengan lubang bor tegak lurus dan diameter minimal
275 mm (11 inch) untuk seluruh kedalaman;

diameter pipa lindung dan saringan minimal 150 mm (6 inch);

kedalaman sumur resapan dalam disesuaikan dengan kondisi akuifer dalam yang ada;

bibir sumur atau ujung atas pipa lindung terletak minimal 0,25 m di atas muka tanah dan dilengkapi
dengan penutup pipa;

saringan sumur bor harus ditempatkan tepat pada kedudukan akuifer yang disarankan untuk
peresapan. Apabila akuifernya mempunyai ketebalan lebih dari 3 m, maka panjang minimal saringan
yang dipasang harus 3 m, ditempatkan di bagian tengah akuifer;

ruang antara dinding lubang bor dan pipa lindung di atas dan di bawah pembalut kerikil diinjeksi
dengan lumpur penyekat, sehingga terbentuk penyekat-penyekat setebal 3 m di bawah kerikil
pembalut dan setebal minimal 2 m di atas kerikil pembalut;

ruang antara dinding lubang bor dan pipa jambang di atas kerikil pembalut mulai dari atas lempung
penyekat hingga kedalaman 0,25 m di bawah muka tanah harus diinjeksi dengan bubur semen,
sehingga terbentuk semen penyekat;

di sekeliling sumur harus dibuat lantai beton semen dengan luas minimal 1 m2, berketebalan minimal
0,5 m mulai 0,25 m di bawah muka tanah hingga 0,25 m di atas muka tanah;

sumur resapan dalam dilengkapi dengan 2 buah bak kontrol yang dibuat secara bertingkat dengan
menggunakan batu bata, batako, atau cor semen secara berhimpit berukur panjang 1 m, lebar 1,5 m,
dan kedalaman 1,5 m, dasar bak kontrol disemen; dan

untuk bak penyaring, dibuat dengan kedalaman 1 m dan diisi dengan pasir dengan ketebalan 25 cm,
koral setebal 25 cm dan ijuk setebal 25 cm. Bak kontrol 2, dengan kedalaman 1,5 m diisi dengan ijuk
setebal 25 cm, arang aktif setebal 25 cm, koral setebal 25 cm, dan ijuk setebal 25 cm.

c. Pemeliharaan
membersihkan atau mengganti penyaring dari kotoran dan endapan/lumpur yang menyumbat pada
bak penyaring, pada musim penghujan dan kemarau atau sesuai dengan keperluan; dan/atau

melakukan analisis laboratorium untuk mengetahui kualitas air yang masuk ke dalam sumur resapan.
Parameter analisa air tanah dapat mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416 Tahun
1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air.

C. Lubang Resapan Biopori (LRB)

a. daerah sekitar pemukiman, taman, halaman parkir dan sekitar pohon; dan/atau

b. pada daerah yang dilewati aliran air hujan.

2. Konstruksi

a. membuat lubang silindris ke dalam tanah dengan diameter 10 cm, kedalaman 100 cm atau tidak
melampaui kedalaman air tanah. Jarak pembuatan lubang resapan biopori antara 50 – 100 cm;

b. memperkuat mulut atau pangkal lubang dengan menggunakan:

paralon dengan diameter 10 cm, panjang


minimal 10 cm; atau

adukan semen selebar 2 – 3 cm, setebal 2 cm


disekeliling mulut lubang.

c. mengisi lubang LRB dengan sampah organik


yang berasal dari dedaunan, pangkasan
rumput dari halaman atau sampah dapur;
dan

d. menutup lubang resapan biopori dengan


kawat saringan.

3. Pemeliharaan
a. mengisi sampah organik kedalam lubang resapan biopori;

b. memasukkan sampah organik secara berkala pada saat terjadi penurunan volume sampah organik
pada lubang resapan biopori; dan/atau

c. mengambil sampah organik


yang ada dalam lubang resapan
biopori setelah menjadi kompos
diperkirakan 2 – 3 bulan telah
terjadi proses pelapukan.

III. Kebutuhan Jumlah Kolam Pengumpul Air Hujan, Sumur Resapan dan Lubang Resapan Biopori

A. Jumlah Unit Kolam Pengumpul Air Hujan yang Diperlukan Berdasarkan Luas Tutupan Bangunan

B. Jumlah Unit Sumur Resapan Dangkal, Sumur Resapan Dalam dan Lubang Resapan Biopori yang
diperlukan berdasarkan Luas Tutupan Bangunan

C. Nilai Kelulusan Batuan (Konduktivitas Hidrolik) (m/hari) berdasarkan Jenis Batuan

Anda mungkin juga menyukai