Anda di halaman 1dari 13

KEPERAWATAN BENCANA

Resume Manajemen Penanggulangan Krisis Bencana

Fasilitator:
Merina Widyastuti,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Kelompok 5:
1. Avita Intan S (1610018)
2. Claudia Ayu Aulia (1610022)
3. Dodi Sugiyanto (1610026)
4. Hanaz Rona A.Q.N (1610040)
5. Hernindya Diajeng (1610042)
6. Ika Tantia W (1610046)
7. Intan Cahya p (1610048)
8. Mei Ayu Sari (1610060)
9. Siti Akhirussanah (1610098)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA 2018 / 2019
A. Pelayanan Kesehatan Dasar Bencana

Akses pada pelayanan kesehatan adalah penentu kritis keberlangsungan


hidup pada tahap awal tanggap darurat. Bencana hampir selalu membawa
dampak besar pada kesehatan masyarakat dan kesejahteraan penduduk yang
terkena bencana. Dampak terhadap kesehatan masyarakat dapat bersifat
langsung (misalnya kematian akibat kekerasan atau cedera) atau tidak langsung
(misalnya meningkatnya penyakit infeksi dan/atau kurang gizi). Dampak
kesehatan tidak langsung ini biasanya berkaitan dengan faktor-faktor misalnya
ketidakcukupan jumlah dan kualitas air, rusaknya jamban, gangguan atau
berkurangnya akses pada layanan kesehatan dan memburuknya ketahanan
pangan. Ketiadaan keamanan, hambatan perpindahan, pengungsian penduduk,
dan memburuknya kondisi kehidupan (hunian yang penuh sesak dan tidak
memadai) juga dapat memunculkan ancaman kesehatan masyarakat.
Perubahan iklim berpotensi meningkatkan kerentanan dan risiko (The Sphere
Project, 2012).

Sasaran utama aksi kemanusiaan terhadap krisis kemanusiaan adalah


untuk mencegah dan mengurangi kematian dan kesakitan yang berlebihan.
Tujuan utama adalah angka kematian kasar (AKK/CMR) dan tingkat kematian
balita (U5MR) tetap, atau berkurang, kurang dari dua kali dari angka kematian
kasar dan kematian balita dasar yang terdokumentasi sebelum bencana (lihat
tabel rujukan data kematian dasar wilayah). Perbedaan jenis bencana berkaitan
dengan perbedaan skala dan pola kematian dan kesakitan (lihat tabel mengenai
dampak kesehatan masyarakat pada bencana tertentu), dan kebutuhan
kesehatan penduduk terkena bencana akan beragam sesuai jenis dan besarnya
bencana (The Sphere Project, 2012).

Konsep dasar pelayanan kesehatan dasar bencana

1. Layanan Kesehatan Dasar


Layanan kesehatan dasar adalah layanan kesehatan pencegahan dan
kuratif yang tepat memenuhi kebutuhan kesehatan penduduk yang
terkena bencana. Ini termasuk intervensi yang sangat tepat mencegah
dan mengurangi kesakitan dan kematian yang berlebihan akibat
penyakit menular dan tidak menular, konsekuensi peristiwa konflik dan
korban massal. Selama bencana, tingkat kematian dapat menjadi sangat
tinggi dan identifikasi penyebab utama kesakitan dan kematian penting
untuk merancang layanan kesehatan dasar yang tepat (The Sphere
Project, 2012)..
Standar Layanan Kesehatan Dasar 1: Memprioritaskan Layanan
Kesehatan. Orang mempunyai akses pada layanan kesehatan yang
diprioritaskan untuk menangani penyebab utama kematian dan
kesakitan yang berlebihan.
a Mengumpulkan dan melakukan analisis data masalah dan risiko
kesehatan dengan tujuan menyasar penyebab utama kematian dan
kesakitan berlebihan berkoordinasi dengan pihak berwenang dalam
kesehatan setempat.
b Melakukan identifikasi orang yang rentan (misalnya perempuan,
anak, lanjut usia, orang berkebutuhan khusus, dan lain-lain) yang
mungkin berisiko.
c Membuat prioritas dan melaksanakan pelayanan kesehatan yang
tepat, dapat dilaksanakan dan tepat untuk mengurangi kesakitan
dan kematian, berkoordinasi dengan pihak berwenang sektor
kesehatan setempat.
d Mengidentifikasi hambatan akses ke layanan kesehatan prioritas
dan memberi pemecahan penanganan praktis.
e Melaksanakan layanan kesehatan dasar dengan berkoordinasi
dengan sektor lain dan/atau kluster dan tema lintas sektor.
2. Layanan Kesehatan Dasar – Pengendalian Penyakit Menular
Standar Layanan Kesehatan Dasar – Pengendalian Penyakit Menular
a. Pencegahan Penyakit Menular
Orang mempunyai akses terhadap informasi dan layanan yang
dirancang untuk mencegah penyakit menular yang berkontribusi
terhadap kesakitan dan kematian berlebihan.
b. Diagnosis dan Pengelolaan Kasus Penyakit Menular
Orang mempunyai akses diagnosis dan pengobatan yang tepat
terhadap penyakit-penyakit infeksi yang mencegah kesakitan dan
kematian yang berlebihan secara bermakna
c. Deteksi dan Respons Kejadian Luar Biasa
Kejadian luar biasa yang ada, dideteksi, diinvestigasi, dan
dikendalikan dengan cara dan waktu yang tepat.
3. Layanan Kesehatan Dasar – Kesehatan Anak. Standar Layanan
Kesehatan Dasar – Kesehatan Anak
a. Pencegahan melalui imunisasi penyakit-penyakit yang dapat
dicegah .Anak berusia 6 bulan sampai 15 tahun mendapat kekebalan
terhadap campak dan mempunyai akses layanan program imunisasi
dalam situasi yang distabilkan. Laksana Bayi Baru Lahir dan
Penyakit Anak Anak mempunyai akses pada layanan kesehatan
prioritas yang dirancang untuk menangani penyebab utama
kesakitan dan kematian anak baru lahir.
4. Layanan Kesehatan Dasar – Kesehatan Seksual dan Reproduksi .
Standar Layanan Kesehatan Dasar – Kesehatan Seksual dan
Reproduksi.
a. Kesehatan Reproduksi
Setiap orang mempunyai akses layanan kesehatan reproduksi
prioritas – Paket Layanan Awal Minimum (Minimum Initial Service
Package/MISP) pada saat kejadian kedaruratan dan layanan
kesehatan reproduksi menyeluruh pada saat situasi stabil.
b. HIV dan AIDS
Orang mempunyai akses terhadap perangkat minimum pencegahan,
pengobatan, perawatan, dan layanan pendukung HIV selama masa
darurat.
5. Layanan Kesehatan Dasar – Cedera . Standar Layanan Kesehatan Dasar
– Cedera
a. Perawatan Cedera
Setiap orang mempunyai akses perawatan cedera yang tepat selama
bencana untuk mencegah kesakitan, kematian, dan kecacatan.
6. Layanan Kesehatan Dasar – Kesehatan Jiwa. Standar Layanan
Kesehatan Dasar – Kesehatan Jiwa
a. Kesehatan Jiwa
Setiap orang mempunyai akses pada layanan kesehatan yang
mencegah dan mengurangi masalah kesehatan jiwa dan gangguan
fungsi terkait.
7. Layanan Kesehatan Dasar – Penyakit Tidak Menular. Standar Layanan
Kesehatan Dasar – Penyakit Tidak Menular
a. Penyakit Tidak Menular
Setiap orang mempunyai akses penanganan dasar untuk mengurangi
kesakitan dan kematian berkaitan dengan komplikasi akut atau
memburuknya kondisi penyakit kronis.
B. Management Penanggulangan Krisis Kesehatan
Krisis Kesehatan adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam kesehatan individu atau masyarakat yang disebabkan oleh bencana
dan/atau berpotensi bencana. Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana
adalah serangkaian kegiatan bidang kesehatan untuk mencegah, menjinakkan
(mitigasi) ancaman/ bahaya yang berdampak pada aspek kesehatan
masyarakat, mensiapsiagakan sumber daya kesehatan, menghadapi
kedaruratan kesehatan dan memulihkan (rehabilitasi), serta membangun
kembali (rekonstruksi) infrastruktur kesehatan yang rusak akibat bencana
secara lintas program dan lintas sector.
Prinsip-prinsip pada penanganan krisis kesehatan sebagai berikut :
1. Respon cepat, tepat, dan aman
2. Kemanusiaan, netral, dan tidak diskriminatif
3. Kesatuan arah, keseragaman, dan efektif
4. Kepentingan pertahanan negara

Manajemen Penanggulangan Bencana, menurut Pedoman Teknis


Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana (2011), manajemen
penanggulangan bencana memiliki kemiripan dengan sifat-sifat manajemen
lainnya secara umum. Meski demikian terdapat beberapa perbedaan, yaitu:
1. Nyawa dan kesehatan masyarakat merupakan masalah utama
2. Waktu untuk bereaksi yang sangat singkat
3. Risiko dan konsekuensi kesalahan atau penundaan keputusan dapat
berakibat fatal
4. Situasi dan kondisi yang tidak pasti
5. Petugas mengalami stres yang tinggi
6. Informasi yang selalu berubah

Berbagai upaya penanggulangan bencana yang dapat dilakukan pada


setiap tahap dalam siklus bencana antara lain:

1. Pencegahan dan mitigasi, upaya ini bertujuan menghindari terjadinya


bencana dan mengurangi risiko dampak bencana.
Upaya-upaya yang dilakukan antara lain :
a. Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah
kesehatan
b. Pembuatan brosur/leaflet/poster
c. Analisis risiko bencana pembentukan tim penanggulangan
bencana
d. Pelatihan dasar kebencanaan dan,
e. Membangun sistem penanggulangan krisis kesehatan berbasis
masyarakat
2. Kesiapsiagaan, upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada
saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain :
a. Penyusunan rencana kontinjensi
b. Simulasi/gladi/pelatihan siaga
c. Penyiapan dukungan sumber daya
d. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi
3. Tanggap darurat, upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan nyawa
dan mencegah kecacatan.
Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment)
b. Pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana
kesehatan
c. Pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan
d. Perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan

Kementrian Kesehatan bertanggung jawab terhadap masalah


kesehatan pada korban bencana: Krisis Center (Critical Center). Yang
terdapat 9 regional (Jakarta,Semarang, Surabaya, Denpasar,
Palembang, Medan, Banjarmasin, Makasar dan Manado) dan 2
subregional ( Padang dan Jayapura) krisis center.

Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM


Kesehatan yang tergabung dalam suatu Tim Penanggulangan Krisis
yang meliputi Tim Gerak Cepat, Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Tim
RHA) dan Tim Bantuan Kesehatan. Sebagai Koordinator adalah
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota (mengacu Surat
Menteri Kesehatan Nomor 979 Tahun 2001).

C. Kebijakan Penanganan Krisis Kesehatan


1. UU Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3. Permenkes Nomor 1575/Menkes/PER/XI/2005 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Depkes.Kepmenkes Nomor 064/Menkes/SK/II/2006
4. Kepmenkes No 064/Menkes/SK/II/2006
D. Mekanisme Pengolahan Bantuan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2008


Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana Mengatur tentang
pendanaan dan pengelolaan bantuan bencana yang meliputi:

1. sumber dana penanggulangan bencana


2. penggunaan dana penanggulangan bencana
3. pengelolaan bantuan bencana
4. pengawasan, pelaporan, dan pertanggungjawaban pendanaan dan
pengelolaan bantuan bencana.

Pemerintah ini juga mengatur dana penanggulangan bencana dalam


tahap pasca bencana yang digunakan untuk kegiatan rehabilitasi antara lain
meliputi, perbaikan lingkungan daerah bencana dan perbaikan prasarana
dan sarana umum serta pelayanan kesehatan. Sedangkan kegiatan
rekonstruksi meliputi pembangunan kembali prasarana dan sarana,
partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia
usaha dan masyarakat serta peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan
budaya.

Pelaksanaan atas mekanisme pengelolaan dana bencana berupa


Pengelolaan bencana merupakan salah satu bagian dari pembangunan
nasional dalam serangkaian kegiatan baik sebelum, pada saat maupun
sesudah terjadinya bencana. Selama ini yang kegiatan penangulangan
bencana lebih banyak dilakukan sebagai tanggapan setelah terjadinya
bencana, bukan antispasi pencegahan bencana. Langkah antisipatif yang
masih lemah diperburuk dengan kelemahan dalam pengelolaan bencana,
yang kadang terkait dengan landasan hukum. Beberapa kelemahan dan
kendala yang terjadi dilapangan selama ini adalah :

1. Penyaluran bantuan kemanusiaan yang terkumpul dari masyarakat


tidak ada kontrol. Tidak ada laporan kepada masyarakat atas
penggunaan dana oleh masyarakat sipil yang menghimpun dana
masyarakat. Hal ini dapat berakibat overlaping dan inefisiensi
penanggulangan bencana.
2. Tidak ada wewenang dan koordinasi terpusat sehingga penerimaan dan
penyaluran bantuan bencana tersendat.
3. bagi korban bencana dan kegiatan operasional petugas di tempat
kejadian juga sering terhambat. Dana bencana Pemerintah Provinsi
sering kali tidak bisa cepat dicairkan. Alasannya, menunggu
mekanisme pencairan dana
4. Terkait dengan koordinasi antar pihak saat terjadi bencana alam. Tidak
adanya badan tertinggi yang bertanggung jawab dalam penanganan
bencana membuat niat baik membantu korban bencana alam tidak
berjalan baik.

E. Pengelolaan Data dan Informasi Penanggulangan Krisis


Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana : Rangkaian
kegiatan untuk menghasilkan informasi yang terkait dengan upaya
penanggulangan krisis akibat bencana.
1. Pra Bencana
Jenis informasi yang dibutuhkan : Peta daerah rawan bencana, Data
sumber daya : tenaga, dana, sarana dan prasarana, Informasi dikumpulkan
setahun sekali pada bulan Juli – Agustus.
Informasi yang dikumpulkan dalam bentuk profil terdiri dari:
a. gambaran umum wilayah, yang meliputi letak geografis, aksesibilitas
wilayah gambaran wilayah rawan bencana, geomedic mapping, data
demografi, dan informasi bencana yang pernah terjadi.
b. Upaya pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan, yang pernah dilakukan
c. Upaya tanggap darurat dan pemulihan, yang pernah dilakukan
d. Gambaran pengelolaan data dan informasi.
Sumber informasi pra-bencana dari Dinas Kesehatan, Rumah Sakit,
Instansi terkait dan Puskesmas
2. Saat Bencana dan Pasca Bencana
Informasi pada awal terjadi bencana, meliputi :
a. Jenis dan waktu kejadian : tanggal,bulan, tashun, waktu
kejadian.
b. Lokasi bencana : desa, kec, kab/kota, provinsi.
c. Letak geografi : pegunungan, pulau,pantai,dll.
d. Jumlah korban : korban meninggal, hilang, luka berat, luka
ringan dan jumlah pengungsi.
e. Lokasi pengungsi.
f. Akses ke lokasi :Kab/kota ke lokasi dg pilihan mudah/sukar,
waktu tempuh berapa lama dan sarana transportasi yg
digunakan.Jalur komunikasi yang masih dpt digunakan.Keadaan
Jaringan listrik.Tgl, bln laporan, tanda tangan pelapor.
Informasi penilaian kebutuhan cepat meliputi :
a. Jenis bencana dan waktu kejadian.
b. Tingkat keseriusan , mis : ketinggian banjir, kekuatan gempa
bumi, dll.
c. Tingkat kelayakan, yaitu luas dari dampak yang ditimbulkan.
d. Kecepatan perkembangan, mis : konflik antar suku bila tidak
cepat dicegah dapat meluas dan berkembang.
e. Lokasi bencana: dusun,desa, kec, Kab,prov.
f. Letak geografi.
g. Jumlah penduduk yg terancam.
h. Jumlah korban: hilang, luka,pengungsi( balita, bumil,
buteki,lansia) lokasi pengungsi, jml korban yg dirujuk ke
Puskesmas dan rumah sakit.
i. Jenis dan kondisi sarana kesehatan : kondisi fasilitas kesehatan,
ketersediaan air bersih, sarana sanitasi dan kesehatan
lingkungan.
j. Akses ke lokasi
k. Kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan di lokasi
penampungan pengungsi
l. Kondisi logistik dan sarana pendukung pelayanan kesehatan
m. Upaya penanggulangan yg telah dilakukan.
n. Bantuan kesehatan yang diperlukan.
o. Rencana tindak lanjut.
p. Tanggal, bulan, th dan tanda tangan pelapor.
Informasi perkembangan kejadian bencana meliputi :
a. Tanggal, bln, tahun kejadian.
b. Jenis bencana.
c. Lokasi bencana.
d. Waktu kejadian bencana
e. Jumlah korban terakhir : Meninggal, hilang, luka, pengungsi,
jumlah yg dirujuk.
f. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan.
g. Bantuan segera yang diperlukan.
h. Rencana Tindak lanjut.
i. Tgl, bln. Th laporan,tanda tangan pelapor.

Sumber informasi saat dan pasca bencana adalah awal kejadian bencana
dari Masyarakat, Sarana pelayanan kesehatan ( Puskesmas, RS,dll), Dinas
Kesehatan dan Lintas sector.

Alur mekanisme penyampaian informasi meliputi :

1. Tingkat Puskesmas
a. Menyampaikan informasi pra bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten ( BPBD Kab.)
b. Menyampaikan informasi rujukan ke Rumah Sakit Kabupaten
bila diperlukan.
c. Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas
Kesehatan ( BPBD Kab) B. Tingkat Kabupaten
d. Dinas Kesehatan Kab. menyampaikan informasi awal bencana
ke Dinkes Prov.
e. Dinkes Kab. melakukan penilaian kebutuhan pelayanan di
lokasi bencana. Dinkes Kab. menyampaikan laporan hasil
penilaian kebutuhan pelayanan ke Dinkes Prov dan memberi
respon ke Puskesmas dan Rumah sakit Kab.Dinkes Kab.
menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinkes
Prov.Rumah Sakit Kabupaten menyampaikan informasi
rujukan dan perkembangannya ke Dinas Kesehatan Kabupaten
dan Rumah Sakit Provinsi bila diperlukan.

Pengorganisasian pengolahan informasi meliputi ;

1. Puskesmas
a. Penanggung jawab adalah Kepala Puskesmas dan sebagai
pelaksana teknis adalah staf Puskesmas yang ditunjuk oleh
Kepala Puskesmas secara tertulis, Tenaga pelaksana teknis
minimal setingkat SMU yang memiliki kemampuan dalam
pengelolaan data dan informasi.
b. Sarana dan prasarana. Memanfaatkan sarana informasi dan
komunikasi yang dimiliki Puskesmas atau institusi lain di
tingkat kecamatan.
c. Pembiayaan. Menggunakan anggaran operasional Puskesmas
yang ada atau melaslui anggaran bncana yang ada pada Pemda
setempat.
d. Koordinasi. Penyelenggaraan sistem informasi bencana
bekerjasama dengan lintas sektor termasuk LSM dan sektor
swasta potensial.
2. Tingkat Kabupaten
a. Penanggung jawab adalah Kepala Dinas Kesehatan dan sebagai
pelaksana teknis adalah Unit kerja yang ditunjuk oleh secara
tertulis, Tenaga pelaksana teknis minimal setingkat Diploma III
yang memiliki kemampuan dalam pengelolaan data dan
informasi.
b. Sarana dan prasarana. Memanfaatkan sarana informasi dan
komunikasi yang dimiliki Dinas Kesehatan atau institusi lain
terkait.
c. Pembiayaan. Menggunakan anggaran operasional Dinas
Kesehatan yang ada atau menggunakan anggaran
penanggulangan bencana yang ada pada Pemda setempat.
d. Koordinasi. Penyelenggaraan sistem informasi bencana
bekerjasama dengan lintas sektor termasuk LSM dan sektor
swasta potensial
DAFTAR PUSTAKA

Depkes.2015. Buku Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan.


Saparini,Hendri.2014.Analisa Atas Mekanisme Pengelolaan Bencana Dan Dana
Bencana di Indonesia.
The Sphere Project. 2012. Proyek Sphere: Piagam Kemanusiaan dan Standar
Minimum dalam Respons Kemanusiaan. Terjemahan Atik Ambarwati dkk.
Jakarta: Masyarakat Penanggulangan Bencana Indonesia (MPBI).

Anda mungkin juga menyukai