PENANGGULANGAN BENCANA
BIDANG KESEHATAN
DI SUSUN OLEH :
Dosen Pengampuh:
Bernita Silalahi S.pd.,S.kep.,M.Kes
B. ANALISIS SITUASI
Bencana yang disertai dengan pengungsian sering menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat yang besar. Pada tahun 2000 jumlah pengungsi internal (IDPs) di Indonesia
telah mencapai lebih dari 1,2 juta orang. Dalam situasi bencana selalu terjadi kedaruratan
di semua aspek kehidupan. Terjadinya kelumpuhan pemerintahan, rusaknya fasilitas
umum, terganggunya system komunikasi dan transportasi, lumpuhnya pelayanan umum
yang mengakibatkan terganggunya tatanan kehidupan masyarakat.
Jatuhnya korban jiwa, hilangnya harta benda, meningkatnya angka kesakitan merupakan
dampak dari adanya bencana.
Pada pasca bencana beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian dan kajian lebih
lanjut adalah :
1. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal,
sakit, cacat) dan ciriciri demografinya.
2. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta.
3. Ketersediaan obat dan alat kesehatan.
4. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas.
5. Kelompok kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas
dan manula)
6. Kemampuan dan sumberdaya setempat
Identifikasi dan kecenderungan masalah
Setelah diketahui terjadi suatu bencana, langkah berikutnya segara melakukan kegiatan
identifikasi masalah. Dalam mengidentifikasi masalah yang perlu diperhatikan yaitu :
Penyebab masalah, besar kecil dan berat ringannya masalah dan berdampak pada
masyarakat luas atau terbatas.
Dalam banyak hal mengenai bencana baik karena alam atau karena ulah manusia
(konflik sosial dengan kekerasan) yang disertai dengan pengungsian, timbulnya masalah
kesehatan sering terkait dengan menurunnya pelayanan kesehatan, timbulnya kasus
penyakit menular, terbatasnya persediaan pangan dan menurunnya status gizi masyarakat,
memburuknya sanitasi lingkungan karena kurangnya persediaan air bersih, terbatasnya
tempat penampungan pengungsi (papan) serta sandang.
Dalam pemberian pelayanan kesehatan pada kondisi bencana sering tidak
memadai. Hal ini terjadi akibat rusaknya fasilitas kesehatan, tidak memadainya jumlah
dan jenis obat serta alat kesehatan, terbatasnya tenaga kesehatan, terbatasnya dana
operasional pelayanan di lapangan, Bila kondisi tersebut tidak segera ditangani dapat
menimbulkan dampak yang lebih buruk akibat bencana tersebut.
Pada situasi bencana yang mengakibatkan rusaknya lahan pertanian yang mengakibatkan
produksi menurun, terputusnya sarana dan prasarana transportasi yang akan
mempengaruhi kelancaran distribusi pangan, terputusnya jaringan komunikasi yang
mengakibatkan terlambatnya informasi, terjadinya konsentrasi massa disuatu tempat
menimbulkan peningkatan kebutuhan bahan makanan. Kondisi tersebut diatas
menciptakan situasi rawan pangan. Pemberian yang tidak sesuai dengan standar
kebutuhan pangan dalam jangka panjang akan menurunkan status gizi masyarakat.
Terbatasnya persediaan air bersih, sanitasi lingkungan yang buruk, menurunnya daya
tahan tubuh merupakan masalah yang sering timbul dalam kondisi bencana dan
penanganannya belum memadai. Penanganan yang diberikan belum merujuk pada suatu
standar pelayanan minimal. Dapat diprediksi akan terjadi peningkatan kasus penyakit
menyular.
Setelah mengetahui kemungkinan yang akan terjadi dari anlisis diatas diperlukan
suatu program kegiatan yang bias mempertahankan derajat kesehatan masyarakat.
Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam penanggulangan bencana dan penganan
pengungsi disamping mengacu kepada protap dan
pedomanpedoman yang ada, juga diperlukan memakai standar minimal penanggulangan
masalah kesehatan
C. RUANG LINGKUP
Membahas tentang standar minimal yang meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, gizi dan pangan, lingkungan serta papan dan sandang.
E. DASAR HUKUM
1. Undang undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan
2. Keputusan Presiden nomor 3 tahun 2001 Bakornas PBP.
3. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 130 tahun 2000 tentang Organisasi dan tata
kerja Depkes.
4. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 446 tahun 2001 tentang tata kerja Depkes dan
Kesos.
5. Keputusan Menteri Kesehatan nomor 446 tahun 2001 tentang Prosedur Tetap
Pelayanan Kesehatan penanggulangan Bencana dan Penganan Pengungsi.
6. Keputusan Sekretaris Bakornas PBP nomor 2 tahun 2001 tentan Pedoman Umum
Penanggulangan Bencana dan penanganan Pengungsi.
BAB II
TUJUAN DAN SASARAN
A. TUJUAN
Umum :
Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi korban akibat bencana dan pengungsi sesuai
dengan standar minimal.
Khusus :
1. Terpenuhinya pelayanan kesehatan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai standar
minimal.
2. Terpenuhinya pemberantasan dan pencegahan penyakit menular bagi korban bencana
dan pengungsi sesuai standar minimal.
3. Terpenuhinya kebutuhan pangan dan gizi bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal.
4. Terpenuhinya kesehatan lingkungan bagi korban bencana dan pengungsi sesuai
standar minimal.
5. Terpenuhinya kebutuhan papan dan sandang bagi korban bencana dan pengungsi
sesuai standar minimal
B. SASARAN
Petugas kesehatan dan organisasi terkait dalam penanggulangan bencana dan penanganan
pengungsi.
BAB III
KEBIJAKAN
1. Setiap korban bencana dengan masalah kesehatan akan mendapatkan pelayanan
kesehatan secara optimal.
2. Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit dengan peningkatan surveilans epidemiologi.
3. Memberikan pelayanan pangan dan gizi dalam jumlah dan jenis yang cukup
untuk mempertahankan dan meningkatkan status kesehatan dan keadaan gizi yang
terdiri dari.
a. Penanggulangan masalah gizi pengungsi melalui orientasi dan pelatihan secara
professional oleh tenaga lapaangan.
b. Menyelenggarakan intervensi gizi dilaksanakan berdasarkan tingkat kedaruratan
dengan memperhatikan prevalensi, keadaan penyakit, ketersediaan sumberdaya
(tenaga, dana dan sarana). kebijakan yang ada, kondisi penampungan sera latar
belakang social budaya
c. Melakukan surveilans gizi untuk memantau perkembangan jumlah pengungsi,
keadaan status gizi dan kesehatan.
d. Meningkatkan koordinasi lintas program, lintas sector, LSM, dan ormas dalam
penanggulangan masalah gizi pada setiap tahap, dengan melibatkan tenaga ahli
dibidang : gizi, sanitasi, evaluasi dan monitoring (surveilans) serta loghistik.
e. Pemberdayaan pengungsi dibidang pemenuhan kebutuhan pangan dilakukan sejak
awal pengungsian.
f. Apabila pengungsian bertempat tinggal di pemukiman penduduk, maka untuk
penanganannya perlu dikoordinasikan dengan palayanan kesehatan se-
tempat.
4. Mengurangi risiko terjadinya penularan penyakit melalui media lingkunga akibat
terbatasnya sarana kesehatan lingkungn yang ada ditempat pengungsian, melalui
pengawasan dan perbaikan kualitas Kesehatan Lingkungan dan kecukupan air bersih.
5. Memberikan bantuan teknis dalam upaya pemenuhan papan dan sandang yang
memenuhi syarat kesehatan.
BAB IV
STANDAR MINIMAL
1. PELAYANAN KESEHATAN
A. Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat korban bencana didasarkan pada penilaian situasi
awal serta data informasi kesehatan berkelanjutan, berfungsi untuk mencegah
pertambahan/menurunkan tingkat mekatian dan jatuhnya korban akibat penyakit
melalui pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
Tolok Ukur :
1) Puskesmas setempat, Puskesmas Pembantu, Bidang Desa dan Pos kesehatan yang
ada.
2) Bila mungkin, RS Swasta, Balai pengobatan Swasta, LSM Lokal maupun LSM
Internasional yang terkait dengan bidang kesehatan bekerja sama serta
mengkoordinasikan upayaupaya pelayanan kesehatan bersama.
3) Memakai standar pelayanan puskesmas.
4) Dalam kasuskasus tertentu rujukan dapat dilakukan melalui system rujukan yang
ada.
5) 1 (satu) Pusat Kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang.
6) 1 (satu) Rumah Sakit untuk 200.000 orang
B. Kesehatan Reproduksi
Kegiatan yang harus dilaksanakan pada kesehatan reproduksi adalah :
1. Keluarga Berencana (KB)
2. Kesehatan Ibu dan Anak antara lain :
a. Pelayanan kehamilan, persalinan dan nifas.
b. Pelayanan pasca keguguran.
3. Deteksi Dini dan penanggulangan PMS dan HIV/AIDS
4. Kesehatan Reproduksi Remaja
C. Kesehatan Jiwa
Penanggulangan penderita stress paska trauma bisa dilakukan di lini lapangan sampai
ketingkat rujukan tertinggi, dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan, konseling,
dalam bentuk kegiatan penyuluhan, bimbingan, konseling, yang tentunya disesuaikan
dengan kemampuan dan kewenangan petugas di setiap jenjang pelayanan.
Penanggulangan penderita stress paska trauma di lini lapangan dapat dilakukan oleh para
relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi masyarakat atau keagamaan maupun
petugas pemerintah ditingkat desa dan atau kecamatan, Penanggulangan penderita stress
paska trauma bisa dilakukan dalam 3 (tiga) jenis kegiatan, yaitu :
1. Penyuluhan kelompok besar (lebih dari 20 orang)
2. Ahli Psikologi
3. Kader masyarakat yang telah dilatih.
Persyaratan sarana rujukan penderita Post Traumatic Stress (PTS)
1. Puskesmas
2. Klinik Psikologi
3. Rumah Sakit Umum
4. Rumah sakit Khusus Jiwa
2. PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
A. Vaksinasi
Vaksinasi campak harus dijadikan prioritas sedini mungkin dalam kekeadaan darurat.
Program vaksinasi harus segera dimulai begitu tenaga kesehatan, vaksin, peralatan dan
perlengkapan lain sudah tersedia, tanpa menundanunda lagi.
Tidak perlu menunggu sampai vaksin vaksin lain tersedia, atau sampai sudah muncul
laporan adanya penderita campak dilokasi, Mungkin (namum sangat jarang terjadi) tim
penilai situasi awal memutuskan bahwa vaksinasi campak tidak perlu dilakukan. Bila
demikian keputusan ini haruslah di dasari oleh faktor - factor epidemiologis, misalnya
pelaksanaan kampanye vaksinasi sebelumnya didaerah itu, tingkat cangkupan vaksinasi
yang sudah dijalankan, serta perkiraan jumlah penduduk yang paling rentan terkena
campak. Dampak kondisi lain, tim penilai situasi awal mungkin merekomendasikan agar
setiap orang yang telah berusia lebih dari 15 tahun harus pula divaksin, dengan alasan
kuat bahwa nampak terbukti tingkat usia ini pun rawan terkena campak.
Tolok ukur kunci :
1) Bila muncul satu kasus campak (yang baru dalam tahap diduga ataupun sudah
dipastikan) ini berarti harus diadakan pemantauan dilokasi termasuk mengenai status
vaksinasi dan usia pasien .
2) Dalam pengendalian wabah campak pemberian vaksin kepada anak usia 6 bulan
sampai 15 tahun atau lebih dan pemberian dosis vit A yang tepat adalah kuncinya.
3) Cacar air (10% dari penduduk berusia 6 bulan sampai 5 tahun belum diimunisasi.
4) Penyakit infeksi pernafasan (ada kecenderungan peningkatan kasus)
5) Diare (ada kecenderungan peningkatan kasus)
Bila yang dihadapi di lapangan adalah situasi pengungsian, para pendatang baru ke
lokasi/kamp/penampungan/pemukiman sementara secara sistematis harus divaksin.
Semua anak usia 6 bulan hingga 15 tahun menerima vaksin campak dan vitamin A
dengan dosis yang tepat.
Tolok ukur kunci :
1) dilaksanakan oleh Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten dan
bekerja sama dengan instansi terkait.
2) Sampai 100% dari semua anak dalam kelompok sasaran (termasuk para pendatang
baru di kamp pengungsian ) sudah divaksin.
3) Pasokan vaksin di lokasi setara dengan 14% kelompok sasaran, termasuk
15% untuk kemungkinan terbuang/tidak terpakai dan 25% cadangan : kebutuhan bagi
pendatang baru diproyeksikan : bila belum tersedia vaksin harus didatangkan.
4) Yang digunakan hanyalah vaksin dan jarum jarum suntik sekali pakai yang
memenuhi ketentuan WHO.
5) Rantai pasokan harus terus dipantau sejak pembuatannya sampai kelokasi pemberian
vaksin untuk menjamin kelayakannya.
6) Persediaan jarum suntik di lokasi setara dengan 125% kelompok sasaran, termasuk
25% cadangan jarum jarum suntik berkapasitas 5 mililiter untuk melarutkan dosis
dosis jamak tersedia. Diperlukan satu jarum suntik untuk setiap zat yang akan
dilarutkan bersama.
7) Kotak pengaman yang sesuai dengan rekomendasi WHO tersedia untuk
masingmasing jarum suntik sebelum dibuang sesudah digunakan. Kotak kotak
dibuang sesuai ketentuan WHO.
8) Pasokan vitamin A setara dengan 125% kelompok sasaran termasuk 25% cadangan
bila akan digunakan bersamaan dengan kampanye vaksinasi campak.
9) Kepala Puskesmas merencanakan kebutuhan vaksin, KMS. Buku induk khusus
penanganan kesehatan pengungsi, peralatan dan tenaga kesehatan (juru imunisasi)
dengan memperhitungkan jumlah sasaran sekaligus pemberian vitamin A
10) Tanggal pemberian vaksin dicatat setiap catatan kesehatan anak (memakai buku
induk). Bila mungkin disediakan juga catatan kesehatan.
11) Bayi yang divaksin sebelum usia 9 bulan memerlukan revaksinasi bila usianya
mencapai 9 bulan.
12) Puskesmas melaksanakan memastikan vaksinasi berkesinambungan yang
rutin terhadapa setiap pendatang baru di kamp pengungsian, dan
mengidentivikasi anak anak yang butuh vaksinasi kedua (bayi yang mencapai usia 9
bulan)
13) Pesan pesan yang relevan dalam bahasa daerah etempat disebarluaskan kepada
kelompok kelompok ibu atau pengasuh anak yang tengah menunggu giliran mencakup
antara lain manfaat vaksin, apa kemungkinan efek sampingnya, kapan harus kembali
untuk memperoleh revaksinasi, dan mengapa harus menyimpan Kartu Menuju Sehat
(KMS)
1.Menyediaka
n area yang
Diare Pemukiman terlalu padat cukup
2.pendidikan
mengenai
Pencemaran air dan kesehatan
masalah makanan
Sanitasi jelek
Membagikn sabun
pembersih
Kesadaran kebersihan
??Penyediaan air bersih dan
makanan yang
cukup.
Perumaha
Penyakit ?? n kumuh ?? .Menyediakn area yang
Kurangany cukup
?? a selimut dan
pernafasan
pakaian ?? Perlindungan yang cukup
Merokok di tempat seperti pakaian yang layak
?? umum dan selimut yang
memadai
tempa
?? Memberantas t ber
kembangbiaknya nyamuk
Hipatiti Tidak
s ?? bersih ?? Penyediaan air bersih yangcuku
?? Pencemaran air dan ?? Sanitasi yang memadai
makanan ?? Ttansfusi darah yang aman
Tidak
STD / ?? bermasyarakat ?? Tes Syphilis selama kehamilan
HIV ?? Kesalahan transfusi ?? Tes darah untuk Tansfusi
?? Kurangnya ?? Tindakan pencegahan
informasi ?? Pendidikan kesehatan
Penyediaan
?? kondom
?? Tidak berganti pasangan
C. Manajemen Kasus
Semua anak yang terkena penyakit menular dirawat selayaknya agar risiko risiko lebih
jauh terhindarkan, termasuk kematian.
Tolok ukur Kunci :
1) Sistem pelacakan yang meliputi seluruh penduduk dengan menggunakan definisi
kasus standar dan merujuk kepada kasuskasus campak, yang dicurigai maupun yang sudah
dikonfirmasi, dijalankan.
2) Setiap pasien menerima vitamin A dan perawatan untuk komplikasi seperti misalnya
pneumonia, gastroenteritis, kekurangan gizi yang parah, dan miningoencephalitis, yang
dapat mengakibatkan kematian.
3) Status anak penderita campak dipantau, dan bila perlu dimasukkan dalam program
pemberian bantuan pangan/gizi
D. Surveilans
Surveilans dilakukan terhadap beberapa penyakit menular. Tolok
Ukur Kunci :
1) Puskesmas dibawah koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten bertanggung jawab atas
pemantauan dan pengendalian secara jelas ditetapkan (Protap penaggulangan Masalah
Kesehatan akibat bencana dan penanganan Pengungsi), dan seluruh LSM kemanusiaan di
lokasi mengetahui kemana harus mengirimkan laporan bila menjumpai kasus penyakit
menular, baik yang baru dalam tahap dicurigai ataupun sudah dikonfirmasikan.
2) Pemantauan dilangsungkan sepanjang waktu agar bisa secepatnya melacak dan mengambil
tindakan jika didapati kasus penyakit menular sedini mungkin.
E. Ketenagaan
Jumlah kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan pengungsi antara
10.000 20.000 :
1) Pekerja kesehatan lingkungan 10 20 orang
2) Bidan 5 10 orang
3) Para medis 4 5 orang
4) Dokter 1 orang
5) Asisten Apoteker 1 orang
6) Teknisi Laboratorium 1 orang
7) Pembantu Umum 5 10 orang
8) Pengawas Sanitasi 2 4 orang
9) Asisten Pengawas Sanitasi 10 20 orang
Tahap Penyelamatan
Fase ini bertujuan memberikan makanan kepada masyarakat agar tidak lapar.
minimal.
b. Sudah ada gambaran keadaan umum pengungsi (jumlah, golongan umur, jenis
B. Pengamatan/Surveilans Gizi
Tahapan yang dilakukan pada surveilans gizi pengungsi dalam keadaan darurat adalah :
1. Registrasi pengungsi
Registrasi perlu dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui jumlah KK, jumlah
pengungsi (jiwa), jenis kelamin, umur dan bumil/buteki/usila. Di samping itu
diperlukan data penunjang lainnya misalnya : luas wilayah, jumlah camp, sarana air
bersih yang dapat diperoleh dari sumber data lainnya. Registrasi dapat dilakukan
sendiri atau menggunakan data yang telah tersedia misalnya dari Satkorlak.
Data tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan bahan makanan pada tahap
penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans berikutnya.
Data yang dikumpulkan adalah antropometri meliputi : berat badan, tinggi badan,
umur untuk menentukan status gizi. Data antropometri ini dikumpulkan melalui
survei dengan metodologi surveilans atau survei cepat.
Di samping itu diperlukan data penujang lainnya seperti : diare, ISPA/ Pneumonia,
campak, malaria, angka kematian kasar dan kematian balita. Data penunjang ini dapat
direroleh dari sumber lainnya, seperti survei penyakit dari P2M.
Data ini digunakan untuk menentukan tingkat kedaruratan gizi dan jenis intervensi
yang diperlukan.
3. Penapisan
Penapisan dilakukan apabila diperlukan intervensi pemberian makanan tambahan
secar terbatas (PMT darurat terbatas) dan PMT terapi. Untuk itu dilakukan
pengukuran antropometri ( BB/TB) semua anak untuk menentukan sasaran intervensi.
Pada kelompok rentan lainnya, penapisan dilakukan dengan melakukan pengukuran
Lingkar Lengan Atas /LILA .
b. Alat ukur antropometri untuk balita dan kelompok umur golongan rawan lainnya.
Untuk balita diperlukan timbangan berat badan (dacin/salter) alat ukur panjang
badan
(portable) dan medline (meteran)
c. Monitoring pertumbuhan untuk balita (KMS)
d. Jika memungkinkan disiapkan komputer yang dilengkakpi dengan system
aplikasi untu pemantauan setiap individu
3. Melakukan kajian data surveilans gizi dengan mengintegrasikan informasi dari
surveilans lainnya (penyakit dan kematian).
> 0,05 %
Goresan goresan pada kornea
Hormon Bayi
3.0s/d 19.0 % 20.0 s/d 39.9 % 40.0 % ke atas
perangsang thyroid
> 5 U / I darah
Vitamin C 28 mg
Yodium 150 g
6. Bila diperlukan, tersedia prasarana penggilingan atau pengolah bahan pangan atau
pengolahan bahan pangan lainnya dalam jarak sedekat mungkin dengan lokasi atu
barak, umpamanya bila yang dibagikan adalah jagung pipilan
I. Persediaan Pangan
Peran serta masyarakat dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana
merupakan factor penting. Penafsiran terhadap problemaproblema dan
kebutuhankebutuhan borban bencana menjadi landasan bagi perencanaan dan penerapan
semua program. Upaya khusus harus dilakukan sehubungan dengan peranserta kaum
perempuan. Masyarakat korban atau pengungsi harus memiliki akses untuk mengambil
peran dalam pembuatan keputusan, khususnya bila masalah menyangkut tingkattingkat
jatah pangan dan kriteria pemilihan calon penerimanya.
Ketertiban semacam itu akan menjamin kelangsungan dan keefektifan program.
Peranserta masyarakat korban bencana atau pengungsi dalam program bantuan pangan
juga dapat membantu menegakkan kembali rasa percaya diri, rasa bermartabat, dan
swadaya masyarakat yang bersangkutan sehabis dilanda bencana yang
memporakporandakan sendisendi kehidupan normal mereka. Keikut sertaan itu juga
dapa memicu timbulnya rasa memiliki, sehingga, seandainyapun tidak semua anggota
masyarakat memperoeh jatah bantuan atau porsinya tidak sama, tetap membantu
memastikan keamanan bagi para penerima jatah bantuan pangan serta mereka yang
bertanggung jawab dalam pembagiannya.
Para penerima bantuan memiliki kesempatan untuk berperanserta dalam proses
perancangan, pengelolaan, dan pemantauan program bila mungkin. Sedangkan peran
yang diberikan antara lain :
1) Para wakil dari seluruh masyarakat korban bencana diikut sertakan dalam
proses konsultasi, dan dilibatkan dalam penentuan keputusan yang berkaitan dengan
penilaian tentang kebutuhankebutuhan nyata mereka sendiri dan perencanaan
program
2) Lakilaki maupun perempuan mengambil bagian dalam pengelolaan dan penerapan
program bantuan pangan.
J. Koordinasi
Seluruh kegiatan yang berkenaan dengan bantuan yang diberikan kepada para korban
bencana dan pengungsi dikoordinasikan dengan Bakornas PBP di Pusat, Satkorlak PBP
di Provinsi dan Satlak PBP di Kabupaten. Sedangkan yang perlu mendapat perhatian
antara lain :
1. Adanya kesepakatan di antara semua organisasi yang terlibat dalam program bantuan
pangan dibawah koordinasi Bakornas PBP, Satlak PBP mengenai halhal dibawah ini
:
a). Prakiraan jumlah penduduk yang membutuhkan bantuan jatah pangan. b).
Kriteria pemilihan calon penerima bantuan.
c). Strategi pengadaan bahan pangan.
d). Peranperan dan tanggung jawab organisasiorganisasi serta kelompok
kelompok yang terlibat.
e). Saluransaluran pelaporan dan informasi. f).
Sistimsistim pemantauan dan pengamatan.
2. Wilayah kerja masingmasing badan kemanusian yang terlihat ditentukan dengan
tegas , tidak ada bantuan tumpang tindih.
3. Terdapat pemahaman nyata terhadap peranperan dan kegiatankegiatan
organisasiorganisasi lain yang ambil bagian dalam batuan pangan
4. Adanya kesadaran nyata mengenai kemungkinan timbulnya dampakdampak negatif
akibat bantuan pangan itu sendiri, dan mengambil pendekatan lintas sektoral
terkeoordinsi guna meredam dampakdampak ini.
K. Pertanggung jawaban
Bahanbahan pangan yang akan diperbantukan serta danadana program dikelola dan
dipertanggungjawabkan dengan menggunakan system yang transparan dan dapat diaudit.
Berkaitan dengan hal tersebut yang perlu diperhatikan antara lain :
1) Praktikpraktik pengelolaan yang aman dipertahankan untuk menjamin bahwa semua
bahan terjaga hingga dibagikan kepada yang berhak :
a. Gudang penyimpan bersih dan aman, melindungi bahan bahan pangan dari
kerusakan dan penyusutan.
b. Pihak ketiga yakni para penyedia jasa mengemban tanggung jawab penuh atas
bahan-bahan yang dipercayakan kepada mereka, dan setuju untuk mengganti
kerugian karena kehilangan atau penyusutan.
c. Bahan bahan pangan diperiksa dengan cermat, dan bahanbahan yang tidak
layak pun dicacat untuk kemudian dibuang menurut tatacara tatacara standar.
d. Bahanbahan yang rusak diperiksa, dan sejauh mungkin diselamatkan
e. Penghitungan fisik terhadap inventaris dilaksanakan secara teratur seiring
dengan pembukuan persediaan di gudang.
2) Kontrak-kontrak pengadaan barang dan jasa dilakukan secara transparan dan adil.
3 ) Ditetapkan systemsystem pembukuan inventaris dan pelaporannya :
a. Dokumen berupa faktur/nota pembelian barang atau jasa
b. Buku Besar (Leger) yang memuat rangkuman penerimaan, dan penye-imbangan
bahanbahan ke dan dari gudang.
c. Seluruh kehilangan atau penyusutan diidentifikasi dan diperhitungkan dalam Leger.
K. Pembagian Bantuan
Dalam program bantuan pangan, ntinya adalah metode pembagian yang baik,
Inilah kunci keberhasilan (atau bila metodanya tidak layak, kegagalan) pelaksaan program
bantuan pangan sejak terjadinya bencana petugas telah melaksanakan penilaian situasi
awal, masalah pembagian atau distribusi harus sudah dipikirkan dan diperhitungkan.
Bantuan pangan bisa dibagibagikan secara bebas kepada masyarakat luas, atau hanya
diberikan kepada cabang cabang atau kelompokkelompok tertentu saja dalam
masyarakat itu. Bantuan pangan pun dapat diberikan sebagai pengganti upah kerja, atau
bisa pula dijual ke pasar komersial guna mengatasi problema pasokan.
Metoda pembagian bantuan pangan bersifat adil, berkesinambungan dan layak
mengingat kondisikondisi setempat para penerima bantuan pangan memperoleh
informasi mengenai jatah yang menjadi hak mereka, dan alasan logis bagi perbedaan
tingkattingkat jatah itu. Untuk itu dibutuhkan persiapan sebagai berikut :
1) Masyarakat memahami volume dan corak jatah yang akan dibagikan bagi setiap siklus
pembagian, serta alasanalasan yang jelas mengapa ada peredaanperbedaan dengan
norma norma yang sudah mapan disana
2) Volume dan corak bahan pangan yang direncanakan untuk dibagikan sama dengan
yang benarbenar sampai ke tangan masyarakat.
3) Metoda pembagian bahan pangan bersifat adil, mudah diakses (dekat dengan
kediaman penduduk yang bersangkutan, tanpa tatacara berteletele ), dan
meminimalkan gangguang terhadap kegiatankegiatan masyarakat sehari hari ( tidak
menyita banyak waktu dan tenaga)
4) Manakala mengambil keputusan menyangkut kekerapan pembagian bahan pangan
(apakah akan dilaksanakan setiap bulan sekali ataukah lebih sering dari itu), ada
pertimbangan matang seputar kepentingan para penerima bantuan mengenai halhal
sebagai berikut :
a. Biaya pengangkutan bahanbahan pangan dari pusat pembagian.
b. Waktu yang dihabiskan untuk dating dan pulang dari pusat pembagian.
c. Keamanan penerimaan bantuan dan bahan pangan yang diperbantukan bila sudah
sampai ke tangan si penerima.
4. LINGKUNGAN
A. Pengadaan Air.
Semua orang didunia memerlukan air untuk minum, memasak dan menjaga
kebersihan pribadi. Dalam situasi bencana mungkin saja air untuk keperluan minumpun
tidak cukup, dan dalam hal ini pengadaan air yang layak dikunsumsi menjadi paling
mendesak. Namun biasanya problemaproblema kesehatan yang berkaitan dengan air
muncul akibat kurangnya persediaan dan akibat kondisi air yang sudah tercemar sampai
tingkat tertentu.
Tolok ukur kunci
1) Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikitdikitnya 15 liter per orang per hari
2) Volume aliran air ditiap sumber sedikitnya 0,125 liter perdetik.
3) Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter
4) 1 (satu) kran air untuk 80 100 orang
B. Kualitas air
Air di sumbersumber harus layak diminum dan cukup volumenya untuk keperluan
keperluan dasar (minum, memasak, menjaga kebersihan pribadi dan rumah tangga) tanpa
menyebabakan timbulnya risikorisiko besar terhadap kesehatan akibat
penyakitpenyakit maupun pencemaran kimiawi atu radiologis dari penggunaan jangka
pendek.
Tolok ukur kunci ;
1) Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan bakteri dari
pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per 100 mili liter
2) Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran semacam itu
sangat rendah.
3) Untuk air yang disalurkan melalui pipapipa kepada penduduk yang jumlahnya lebih
dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu ada resiko atau sudah ada
kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus didisinfektan lebih dahulu sebelum
digunakan sehingga mencapai standar yang bias diterima (yakni residu klorin pada
kran air 0,20,5 miligram perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU)
4) Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum
5) Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan pengguna air,
akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian jangka pendek, atau dari
pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu yang telah direncanakan, menurut
penelitian yang juga meliputi penelitian tentang kadar endapan bahanbahan kimiawi
yang digunakan untuk mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi
nampak tidak ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan
akibat konsumsi air itu.
1) Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 1020 liter, dan
tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alatalat ini sebaiknya berbentuk wadah
yang berleher sempit dan/bertutup
2) Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
3) Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup banyak
untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam jam tertentu.
Pisahkan petakpetak untuk perempuan dari yang untuk laki laki.
Bila harus ada prasarana pencucian pakaian dan peralatan rumah tangga untuk umum,
satu bak air paling banyak dipakai oleh 100 orang.
Masyarakat memiliki cara cara untuk membuang limbah rumah tangga sehari
hari secara nyaman dan efektif.
Tolok ukur kunci :
1) Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari sebuah bak
sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter jaraknya dar lubang
sampah umum.
2) Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila limbah rumah
tangga seharihari tidak dikubur ditempat.
G. Promosi Kesehatan
Banyak masalah kesehatan atau kejadian penyakit sebenarnya dapat ditanggulangi
atau dicegah bila kita memperhatikan aspek perilaku, baik menyangkut perilaku
sehubungan dengan lingkungan maupun perilaku sehubungan dengan gaya hidup (sosial
budaya).
Di daerah yang mengalami bencana atau konflik atau pengungsi memungkinkan
terjadinya pergeseran bahkan perubahan perilaku dari yang tadinya berperilaku positif
terhadap kesehatan berubah menjadi negatif terhadap kesehatan sehingga muncullah
beberapa masalah atau penyakit berkaitan dengan kesehatan sebagai akibat kondisi
lingkungan dan gaya hidup (sosial budaya) yang tidak kondusif. Agar perilaku
masyarakat di daerah gempa atau konflik atau pengungsi tetap kondusif terhadap
kesehatan, maka dibutuhkan standar minimal promosi kesehatan dalam rangka
penanggulangan bencana atau konflik atau pengungsi khususnya berkaitan dengan
perilaku positif yang mendukung kesehatan sehingga kejadian penyakit di daerah
bersangkutan dapat ditanggulangi atau dicegah.
A. Penampungan Keluarga
Pada saat keadaan darurat berawal, warga memperoleh ruang tertutup yang
cukup untuk melindungi mereka dari dampakdampak iklim yang dapat membahayakan
mereka. Mereka memperoleh papan yang cukup memenuhi syarat kesehatan (hangat,
berudara segar, aman dan memberi keleluasaan pribadi) demi menjamin martabat dan
kesejahteraan mereka.
Tolok ukur kunci :
1) Ruang tertutup yang tersedia per orang ratarata berukuran 3,5 hingga 4,5 meter
persegi
2) Dalam iklim yang hangat dan lembap, ruangruang itu memungkinkan aliran udara
optimal dan melindungi penghuninya dari terik matahari secara langsung.
3) Bila iklim panas dan kering, bahanbahan bangunannya cukup berat untuk
memastikan kapasitas pelepasan panas yang maksimal. Kalau yang tersedia hanya
tendatenda atau lembaranlembaran plastik saja, pertimbangkan penyediaan atap
berganda atau lapisan pelepas panas.
4) Dalam udara dingin, bahan dan kontruksi ruang memastikan pengaturan udara yang
optimal. Suhu yang nyaman bagi para pengguni diperoleh dengan cara penyekatan
dipadukan dengan pakain hangat, selimut, tempat tidur, dan konsumsi kalori yang
cukup.
B. Sandang
Para pengungsi, termasuk masyarakat setempat, memiliki cukup selimut, pakaian, dan
alas kaki untuk melindungi mereka dari iklim dan menjamin martabat serta kesejahteraan
mereka.
Tolok ukur kunci :
1) Para pengungsi dan penduduk setempat memiliki akses guna memperoleh selimut
yang cukup.
2) Lakilaki dan anakanak lelaki usia 14 tahun ke atas memiliki satu set sandang
lengkap, dengan ukuran yang cukup pas, cocok dengan budaya, cuaca, dan iklim
setempat.
3) Perempuan serta anakanak perempuan usia 14 tahun ke atas memiliki 2 set pakaian
lengkap, termasuk pakaian dalam yang baru, dengan ukuran yang cukup pas, cocok
dengan budaya, iklim, dan cuaca setempat. Mereka memperoleh pembalut yang cukup
secara teratur setiap bulan.
4) Anak anak usia 2 sampai 14 tahun memiliki satu set pakaian dengan ukuran yang
cukup pas, cocok dengan budaya, iklim, dan cuaca setempat, menurut jenis kelamin
masingmasing.
5) Anak anak sampai usia 2 tahun memiliki 1 handuk badan, 1 handuk muka, 1 syal
bayi, 2 set pakaian lengkap, 6 popok dengan peniti, sabun bayi, minyak bayi, dan 3
celana plastik. Alternatifnya ini dipasok sebagi modul.
6) Perlengkapan yang sesuai dengan budaya setempat untuk memakamkan jenazah
disediakan.
7) Terdapat perencanaan untuk mengganti selimut dan pakaian dengan yang baru
sesudah masa pemakaian tiga tahun.
8) Semua orang memperoleh alas kaki bila perlu.
1. Pemantauan
Pemantauan dilakukan untuk memastikan bahwa pelaksanaan penanggulangan
masalah kesehatan akibat bencana dan penanganan pengungsi yang merupakan
penjabaran dari kebijakan dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat
sebelumnya.
Pemantauan di dasarkan pada :
a. Standar minimal dengan indikator yang ada
b. Dilakukan oleh semua tingkatan yakni petugas Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dan
petugas dilokasi pengungsian (para penyelenggara program di masingmasing
departemen atau lembaga yang menyeleng-garakannya).
c. Waktu pemantauan (setiap hari untuk dilokasi pengungsian, sedangkan tingkat
Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pusat melakukannya secara berkala).
d. Kesiapan dan pelaksanaan serta halhal yang merupakan ancaman bagi derajat
kesehatan masyarakat
e. Cara (dilakukan dengan kunjungan lapangan, studi dokumentasi, dan
pertemuanpertemuan dengan pelaksana dan penerima pelayanan).
f. Hasilhasil pemantauan disebarluaskan sehingga masyarakat mengetahui
perkembangan kemajuan yang dicapai.
2. Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan tujuan untuk :
a. Mengetahui keberhasilan pencapaian dan dampak program yang diselenggarakan
berdasarkan kebijakan dasar.
b. Memperbaiki kebijakan agar lebih dapat mendukung dan mempercepat penyelesaian
masalah kesehatan akibat becana dan penanganan pengungsi.
Pelaksana evaluasi :
a. Petugas yang ditunjuk oleh lembaga penyelenggara program di pusat, sebanyak dua
kali dalam satu tahun (evaluasi pertama bersifat formative untuk mengetahui format
pelaksanaan program, sedangkan evaluasi kedua bersifat summative untuk
mengetahui hasilhasil program).