PERTEMUAN 5-6
KOMUNIKASI DAN PEMBUATAN KEPUTUSAN PADA PASIEN
DEWASA DALAM PERAWATAN PALIATIF
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
1. Alfikri Ritonga (1914201038)
2. Aprillia S Ndruru (1914201039)
3. Asry Yosepha Sihotang (1914201040)
4. Cahyan Tesalonika Gulo (1914201041)
5. Citra Kartika Ndruru (1914201043)
6. Elfin Lina Daeli (1914201044)
7. Elisdawati Padang (1914201045)
8. Fitri Sinaga (1914201048)
9. Reza Andesta (1914201061)
10. Sabrina Iwanda Anita (1914201064)
11. Sehardi Natal Harefa (1914201066)
12. Serius Halawa (1914201047)
13. Shella Lestari (1914201067)
14. Marsinta D.F. Manurung (1914201056)
15. Syarifah Azlina (1914201049)
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah penulis dapat
menyelesaikan makalah ini sebatas pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Dan juga penulis berterima kasih pada Dosen mata kuliah keperawatan menjelang
ajal dan paliatif yang telah memberikan tugas ini kepada penulis.
Penulis sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita. Penulis juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang
penulis harapkan. Untuk itu, penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun orang yang membacanya. Terimakasih
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah............................................................................. 2
1.3 Tujuan............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Terapi Paliatif...................................................................... 3
2.2 Indikasi Pelayanan Paliatif............................................................... 5
2.3 Langkah-langkah Pelayanan Paliatif................................................. 6
2.4 Medikolegal Support System Pelayanan Paliatif............................... 7
2.5 Tim Pelayanan Paliatif...................................................................... 9
2.6 Tempat Dan Organisasi Pelayanan Paliatif....................................... 12
2.7 Pembinaan dan Pengawasan.............................................................. 13
2.8 Pelayanan Psikiatri Paliatif................................................................ 13
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................ 16
3.2 Saran.................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Di Indonesia, sebagian besar penyakit kanker ditemukan pada stadium
lanjut, ditambah dengan ditemukannya kasus-kasus yang tidak mendapatkan
pengobatan kanker menyebabkan angka harapan hidup yang lebih pendek. Pasien-
pasien dengan kondisi tersebut mengalami penderitaan yang memerlukan
pendekatan terintegrasi berbagai disiplin agar pasien memiliki kualitas hidup yang
baik dan pada akhirnya meninggal secara bermartabat. Integrasi psikiatri paliatif
ke dalam tata laksana kanker terpadu telah lama dianjurkan oleh Badan Kesehatan
Dunia, WHO, seiring dengan terus meningkatnya jumlah pasien kanker dan angka
kematian akibat kanker. Penatalaksanaan kanker telah berkembang dengan pesat.
Walaupun demikian, angka kesembuhan dan angka harapan hidup pasien kanker
belum seperti yang diharapkan. Sebagian besar pasien kanker akhirnya akan
meninggal karena penyakitnya. Pada saat pengobatan kuratif belum mampu
memberikan kesembuhan yang diharapakan dan usaha preventif baik primer
maupun sekunder belum terlaksana dengan baik sehingga sebagian besar pasien
ditemukan dalam stadium lanjut, pelayanan paliatif sudah semestinya menjadi
satu satunya layanan fragmatis dan jawaban yang manusiawi bagi mereka yang
menderita akibat penyakit- penyakit tersebut di atas (Kemenkes RI, 2013).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi terapi paliatif?
2. Untuk mengetahui indikasi pelayanan paliatif?
3. Untuk mengetahui langkah-langkah pelayanan paliatif?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dirumah karena pada umumnya penderita merasa tenang di dekat keluarganya.
Dalam fase akhir kehidupan ini harus diberikan kesempatan kepada penderita
untuk bersama dengan keluarga sampai akhir hayatnya (Foley, 2008).
Secara garis besar perawatan paliatif dibagi menjadi beberapa komponen
(Lynn J, 2008) yaitu:
1. Perawatan Paliatif : pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan
melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib terkait penyakit fisik,
psikososial dan spiritual
2. Kualitas Hidup Pasien : keadaan pasien yang dipersepsikan terhadap keadaan
pasien sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang dianutnya, termasuk tujuan
hidup, harapan dan niatnya. Adapun dimensi dari kualitas hidup dijabarkan
oleh J. Clinch, Deborah dan Harvey tahun 1999 adalah gejala fisik,
kemampuan fungsional (aktivitas), kesejahteraan keluarga, spiritual, fungsi
sosial, kepuasan terhadap pengobatan (termasuk keuangan), orientasi masa
depan, kehidupan seksual, dan fungsi kerja
3. Paliatif Home Care : pelayanan paliatif yang dilakuakn di rumah pasien oleh
tenaga paliatif dan atau keluarga atas bimbingan tenaga paliatif
4. Hospis : tempat dimana pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak
dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan
di Rumah Sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di Rumah Sakit tetapi
dapat memberikan pelayanan untuk mengendalikan gejala-gejala yang ada,
dengan keadaan seperti di rumah pasien sendiri
5. Sarana (fasilitas) kesehatan : tempat yang menyediakan layanan kesehatan
secara medis bagi masyarakat atau pasien paliatif
6. Kompeten : keadaan kesehatan mental pasien sedemikian rupa sehingga
mampu menerima dan memahami informasi yang diperlukan dan mampu
membuat keputusan secara rasional berdasarkan informasi tersebut.
Rumah Sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di
Indonesia masih terbatas di 5 (lima) ibu kota propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien,
4
jumlah dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif juga masih
terbatas. Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum
merata sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang
bermutu, komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif
di Indonesia yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan pelayanan perawatan paliatif (Witjaksono, 2013).
5
otak, dan leptomeningeal, metastasis di cairan interstisial, vena cava superior
sindrom, kaheksia, serta kondisi berikut bila tidak dilakukan tindakan atau
tidak respon terhadap tindakan yaitu: kompresi tulang belakang, bilirubin ≥2,5
mg/dl, kreatinin ≥3 mg/dl ). *tidak berlaku pada pasien kanker anak
7. Pada pasien kanker stadium lanjut yang tidak respon dengan terapi yang
diberikan (Kepmenkes, 2007).
6
3. Pengobatan penyakit penyerta dan aspek sosial yang muncul
4. Tata laksana gejala ( sesuai panduan dibawah )
5. Informasi dan edukasi perawatan pasien
6. Dukungan psikologis, kultural dan social
7. Respon pada fase terminal: memberikan tindakan sesuai wasiat atau keputusan
keluarga bila wasiat belum dibuat, misalnya: penghentian atau tidak
memberikan pengobatan yang memperpanjang proses menuju kematian
(resusitasi, ventilator, cairan, dll)
8. Pelayanan terhadap pasien dengan fase terminal Evaluasi apakah :
a. Nyeri dan gejala lain teratasi dengan baik
b. Stress pasien dan keluarga berkurang
c. Merasa memiliki kemampuan untuk mengontrol kondisi yang ada
d. Beban keluarga berkurang
e. Hubungan dengan orang lain lebih baik
f. Kualitas hidup meningkat
g. Pasien merasakan arti hidup dan bertumbuh secara spiritual
h. Jika Pasien MENINGGAL dilakukan Perawatan jenazah, kelengkapan surat
dan keperluan pemakaman, dukungan masa duka cita (berkabung)
(Kemenkes,2013).
7
terdekatnya (Ferrell, 2007).
Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk berkomunikasi
dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak kompeten, maka
keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien. Tim perawatan paliatif
sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan atau pernyataan pasien pada
saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus atau boleh atau tidak boleh
dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya kemudian menurun (advanced
directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit tindakan apa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan, atau dapat pula hanya menunjuk seseorang yang nantinya akan
mewakilinya dalam membuat keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan
tersebut dibuat tertulis dan akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan
paliatif (Doyle, 2003).
Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan
paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi
dapat diberikan pada kesempatan pertama. Resusitasi/ Tidak resusitasi pada
pasien paliatif. Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi
dapat dibuat oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif (Kemenkes, 2013).
Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan telah
dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan (advanced
directive) atau dalam informed consent menjelang ia kehilangan kompetensinya.
Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun
demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak dan
patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat dimintakan
penetapan pengadilan untuk pengesahannya (Kepmenkes, 2007).
Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien berada
dalam tahap terminal dan tindakan resusitasi diketahui tidak akan menyembuhkan
atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah pada saat tersebut
8
(Ferrell, 2007).
1. Psikiater
Psikiater memainkan peran penting dalam pelayanan paliatif
interdisipliner, harus kompeten di kedokteran umum, kompeten dalam
pengendalian rasa sakit dan gejala lain, dan juga harus akrab dengan prinsip-
prinsip pengelolaan penyakit pasien terutama gangguan psikiatri. Dokter yang
bekerja di pelayanan paliatif mungkin bertanggung jawab untuk penilaian,
pengawasan dan pengelolaan dari banyak dilema pengobatan sulit. Kurang lebih
sepertiga pasien dengan kanker dilaporkan menderita anxietas atau depresi yang
membutuhkan penatalaksanaan psikiatrik (AAHPM, 2010).
Depresi jelas merupakan gejala psikiatri yang paling sering pada pasien
kanker. Depresi pada pasien kanker disebabkan oleh :
1. Stres yang berhubungan dengan diagnosis dan penatalaksanaan.
2. Pengobatan
9
3. Keadaan umum pasien
4. Berulangnya depresi.
Obat-obatan yang dapat menyebabkan depresi dalam hal ini adalah
glukokortikoid, narkotik, barbiturat dan antikonvulsan lain, beberapa zat
kemoterapi seperti vincristine, vinblastine, procabazine dan L-Asparaginase.
Terapi yang sering digunakan untuk depresi dapat berupa antidepresan,
anti psikotik, mood stabilizer, terapi elektrokonvulsif.
Anxietas atau kecemasan merupakan suatu reaksi normal terhadap stres secara
emosional menghadapi kanker yang diderita seseorang. Kanker dapat memaksa
seseorang berubah dalam peran sosial, mengganggu hubungan interpersonal,
gangguan tubuh dan perubahan penampilan selain itu seseorang dihadapkan
pada kematian atau umur yang terkesan kian memendek. Benzodiazepin
(lorazepam, alprazolam dan clonazepam) merupakan obat pilihan utuk status
anxietas akut (Doyle, 2003).
Delirium biasa diakibatkan oleh keterlibatan tumor pada sistem saraf
pusat, dan efek tidak langsung dari sekuele toksik metabolik dari penyakit dan
pengobatan. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, seringkali disertai oleh
gangguan kognitif global, abnormalitas mood, tingkah laku dan persepsi.
Prevalensi delirium pada pasien kanker sekitar 5% sampai 25% pada berbagai
penelitian. Beberapa zat antineoplastik dan imunoterapi dapat menyebabkan
delirium dan perubahan pada status mental. Penatalaksanaan delirium termasuk
identifikasi dan koreksi penyebabnya sambil mengobati gejala dan pemberian
terapi suportif.
Haloperidol dapat digunakan, dosis yang relatif rendah (1 - 3 mg/hari)
seringkali efektif untuk mengobati agitasi, halusinasi, paranoia, ketakutan dan
kebanyakan pasien kanker merespon terhadap kurang dari 20 mg dalam dosis
terbagi selama 24 jam (Meier, 2010).
2. Perawat
Merupakan anggota tim yang biasanya akan memiliki kontak terlama
dengan pasien sehingga memberikan kesempatan unik untuk mengetahui pasien
dan pengasuh, menilai secara mendalam apa yang terjadi dan apa yang penting
10
bagi pasien, dan untuk membantu pasien mengatasi dampak kemajuan penyakit.
Perawat dapat bekerja sama dengan pasien dan keluarganya dalam membuat
rujukan sesuai dengan disiplin ilmu lain dan pelayanan kesehatan (Ferrell, 2007),
peran perawat dalam :
a. Konsultasi layanan paliatif
b. Penanggulangan nyeri
c. Penanggulangan keluhan lain penyerta penyakit primer
d. Bimbingan psikologis, social dan spiritual
e. Persiapan kemampuan keluarga untuk perawatan pasien dirumah
f. Kunjungan rumah berkala, sesuai kebutuhan pasien dan keluarga
g. Bimbingan perawatan untuk pasien dan keluarga
h. Membantu penyediaan tenaga perawat homecare
i. Membantu penyediaan pelaku perawat (caregiver)
j. Membantu kesiapan akhir hayat dengan tenang dalam iman
k. Membantu dukungan masa duka cita
l. Konsultasi melalui telepon.
4. Konselor spiritual
Konselor spiritual harus menjadi pendengar yang terampil dan tidak
menghakimi, mampu menangani pertanyaan yang berkaitan dengan makna
kehidupan. Sering juga berfungsi sebagai orang yang dipercaya sekaligus sebagai
sumber dukungan terkait tradisi keagamaan, pengorganisasian ritual keagamaan
dan sakramen yang berarti bagi pasien paliatif. Sehingga konselor spiritual perlu
dilatih dalam perawatan akhir kehidupan (AAFP, 2011).
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan
11
keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik
yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan medis menyadari
pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan. Studi
pasien dengan penyakit kronis atau terminal telah menunjukkan insiden tinggi
depresi dan gangguan mental lainnya. Dimensi lain adalah bahwa tingkat depresi
adalah sebanding dengan tingkat keparahan penyakit dan hilangnya fungsi
agunan. Sumber depresi seperti sering berbaring dalam isu-isu yang berkaitan
dengan spiritualitas dan agama. Pasien di bawah perawatan paliatif dan dalam
keadaan seperti itu sering mempunyai keprihatinan rohani yang berkaitan dengan
kondisi mereka dan mendekati kematian (Ferrell, 2007).
Spiritual dan keprihatinan keagamaan dengan pasien biasa bergumul
dengan isu-isu sehari-hari penyakit yang tidak dapat disembuhkan, dengan orang
tua dan mereka yang menghadapi kematian yang akan datang. Kekhawatiran
semacam itu telah diamati bahkan pada pasien yang telah dirawat di rumah sakit
untuk serius tetapi non-terminal penyakit. Studi lain telah menunjukkan bahwa
persentase yang tinggi dari pasien di atas usia 60 menemukan hiburan dalam
agama yang memberi mereka kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi, sampai
batas tertentu, dengan kehidupan. Kekhawatiran di sakit parah mengasumsikan
berbagai bentuk seperti hubungan seseorang dengan Allah, takut akan neraka dan
perasaan ditinggalkan oleh komunitas keagamaan mereka. Sering menghormati
dan memvalidasi individu dorongan agama dan keyakinan adalah setengah
pertempuran ke arah menyiapkan mereka untuk suatu 'baik' kematian (Booth,
2010).
12
khusus atau peralatan khusus atau ketrampilan perawatan yang tidak mungkin
dilakukan oleh keluarga (Booth, 2010).
Organisasi perawatan paliatif, menurut tempat pelayanan/sarana kesehatannya
adalah : Kelompok Perawatan Paliatif dibentuk di tingkat puskesmas. Unit
Perawatan Paliatif dibentuk di rumah sakit kelas D, kelas C dan kelas B non
pendidikan. Instalasi Perawatan Paliatif dibentuk di Rumah sakit kelas B
Pendidikan dan kelas A. Tata kerja organisasi perawatan paliatif bersifat
koordinatif dan melibatkan semua unsur terkait (Booth, 2010).
13
mengenai penyakitnya sehingga pasien bisa mengambil keputusan (Lynn, 2008).
Tantangan psikiater adalah bagaimana mulai melakukan diskusi end of live care.
Kita harus bisa menentukan waktu yang tepat untuk itu. Diskusi end of live care
merupakan hak dari pasien namun demikian kita juga harus menghormati jika
pasien enggan untuk berdiskusi. Kita harus bisa menjelaskan kondisi pasien tetap
memberikan dorongan hidup tapi tidak memberikan harapan palsu (Meier, 2010).
Tantangan kadang kala datang dari keluarga pasien menolak diskusi yang
beralasan untuk menghindarkan orang yang dicintainya dari percakapan yang
kurang menyenangkan. Bahkan di masyarakat seringkali penyakit yang diderita
pasien disembunyikan oleh keluarganya padahal dengan demikian sama saja
merenggut hak pasien untuk melakukan hal-hal yang ingin dia lakukan di akhir
kehidupannya ataupun mengutarakan harapan-harapannya diamana waktu yang
tersisa akan sangat berharga. Komunikasi end of live care pada bulan-bulan
terakhir pasien sangatlah penting dan berharga (Nur, 2010).
Penelitian menunjukkan bahwa pada pasien dengan kanker membahas
pilihan terapi mereka sejak dini ternyata bisa mengurangi tingkat stress mereka.
Beberapa study menunjukkan bahwa mereka lebih memilih jujur dan terbuka dan
mendiskusikan end of live care. Dalam diskusi ini sangatlah penting pasien
mengambil keputusan dan hendaknya bisa didokumentasikan misalnya seperti
menunjuk wali siapa yang berhak mengambil keputusan akan dirinya apabila
sudah jatuh dalam kondisi koma ini yang biasanya kita sebut advance directive
(WHO, 1996).
Sebagai psikiater tentunya sudah tau posisi kita ada dimana, dimana kita
diharapkan memandang individu sebagai suatu kesatuan bio-psiko- sosial –
kultural, bahkan dalam kondisi ini sudut pandang secara spiritual juga menjadi
sangatlah penting. Keluarga bisa menangani keluhan-keluhan secara fisik yang
mungkin muncul pasien hendaknya dibuat merasa nyaman walaupun dia sakit.
Secara psikologis pasien dalam kondisi seperti ini sangat membutuhkan dukungan
salah satunya dengan cara berdiskusi dan bersedia mendengarkan. Cobalah untuk
memberikan kesempatan pasien untuk bisa mengespresikan ketakutan dan
kekawatiran tentang kematian, bagaimana dia akan meninggalkan keluarga yang
dicintanya jadi bersikaplah untuk mendengar. Begitu pula dengan dukungan sosial
14
dan spiritual misalnya dorong pasien untuk berdoa sesuai dengan keyakinannya
dan tanyakan apakah ada sesuatu yang bisa anda lakukan (WHO,1998).
Dukungan sosial pada keluarga juga sangatlah penting karena merawat
orang sakit menyebabkan kelelahan secara fisik dan emosional menyebabkan
stess, depresi dan kecemasan. Setelah melihat fakta-fakta tersebut diatas kita bisa
melihat peran psikiater dalam perawatan akhir pasien ini. Tentunya peran aktif
dalam proses ini sangatlah diperlukan sebagai wujud tanggung jawab professional
kita khusunya sebagai Psikiater yang diharapkan sebagai ujung tombak dalam
pelayanan paliatif (Sukardja, 2004).
Dalam pembentukan support system paliatif perlu diperhatikan adalah
sikap Psikiater dalam melakukan pelayanan. Hal tersebut antara lain :
1. Kemampuan untuk penuh kasih dan empati menyampaikan berita buruk
2. Pemahaman tentang masalah psikososial dan dinamika keluarga yang
mempengaruhi pasien yang sakit parah
3. Pemahaman tentang isu-isu spiritual dan agama mempengaruhi pasien sakit
parah serta anggota keluarga
4. Sebuah sehubungan dengan kepercayaan budaya dan kebiasaan pasien dan
keluarga dalam konteks kematian dan sekarat
5. Pemahaman tentang kebutuhan pasien sekarat untuk perawatan paliatif, nyeri,
kontrol, dan martabat
6. Pemahaman tentang isu-isu khusus yang terkait dengan anak-anak, baik
sebagai tersembuhkan pasien sakit atau sebagai anggota keluarga dari pasien
yang sakit parah
7. Pemahaman tentang proses berkabung untuk pasien sekarat dan anggota
keluarga selama kontinum penyakit dan setelah kematian.
(White, 2010).
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan Paliatif adalah pendekatan yang bertujuan memperbaiki kualitas
hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang berhubungan dengan
penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan dan peniadaan melalui
identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta penanganan nyeri dan masalah-
masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual. Penyakit terminal merupakan
penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju ke arah kematian. Contohnya
seperti penyakit jantung,dan kanker atau penyakit terminal ini dapat dikatakan
harapan untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat-obatan, tim medis sudah menyerah
dan seperti yang di katakan di atas tadi penyakit terminal ini mengarah kearah
kematian. Agama dan keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan
dalam penyakit fisik yang serius Profesional kesehatan memberikan perawatan
medis menyadari pentingnya pasien dalam memenuhi 'kebutuhan spiritual dan
keagamaan.
Obat paliatif dapat dikombinasikan dengan perawatan atau modalitas lain
dengan tujuan terapi, atau mungkin menjadi fokus lengkap seperti dalam
perawatan rumah sakit. Seorang dokter menyediakan dan mengkoordinasikan
rumah sakit atau perawatan tim lain untuk pasien sekarat dan dapat meringankan
gejala fisik dan memberikan dukungan sosial, emosional, dan spiritual. Waktu dan
perawatan seputar kematian orang yang dicintai dapat memiliki dampak yang
berlangsung seumur hidup. Edukasi yang sesuai dan pengalaman dalam perawatan
paliatif tidak hanya akan memberikan pengetahuan yang diperlukan untuk
membantu rasa sakit dan penderitaan kemudahan, tetapi juga akan menginspirasi
dokter untuk berpartisipasi dalam kelangsungan akhir perawatan.
3.2 Saran
Upaya Perawatan Paliatif agar melakukan pendekatan yang bertujuan
memperbaiki kualitas hidup pasien dan keluarga yang menghadapi masalah yang
berhubungan dengan penyakit yang dapat mengancam jiwa, melalui pencegahan
dan peniadaan melalui identifikasi dini dan penilaian yang tertib serta
penanganan nyeri dan masalah- masalah lain, fisik, psikososial dan spiritual.
16
DAFTAR PUSTAKA
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20140820154451-255-1505/dokter-
keluarga-dan-bpjs-bisa-ringankan-pasien-kanker/ diakses pada tanggal 8 Mei
2017
Laviano A, Meguid RA, Meguid MM. Nutrition support. in De Vita V.T. Jr.
Hellman S, Rosenberg A.A.: Cancer principles and practice of oncology. vol 1.
8th ed, Philladelphia. Lippincott Raven Publisher. 2008
17