Anda di halaman 1dari 44

PERENCANAAN ELEMEN MESIN

RANCANG BANGUN MESIN PEMASAK DAN


PENDINGIN SUSU SAPI

Oleh:

Yan Dwi Pratama (15050754058)

Dosen Pembimbing:

Diastian Vinaya Wijanarko, S.T., M.T.

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang sudah


menganugerahkan rahmat beserta inayahnya-Nya, karena dengan itu, penulis diberi
kekuatan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Perencanaan Elemen Mesin.
Melalui penyusunan tugas ini pastinya penulis sadar akan banyak ditemukan
kekurangan yang ada pada tugas ini. Baik dari segi kualitas maupun segi kuantitas
dari bahan observasi yang ditampillkan.
Penulis pun sekaligus sepenuh hati dan sadar kalau tugas ini masih
ditemukan kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu penulis memerlukan kritik
dan saran yang bersifat konstruktif oleh segenap pihak untuk merevisi laporan ini
supaya menjadi semakin baik selanjutnya.
Berikutnya penulis dengan sedalam-dalamnya hati untuk menyampaikan
rasa terima kasih kepada:
1. Allah SWT yang selalu memberikan karunia-Nya kepada penulis, serta
nikmat Iman dan Islam.
2. Kedua Orang Tua yang senantiasa mendoakan penulis hingga bisa
menyelesaikan tugas ini.
3. Bapak Diastian Vinaya Wijanarko, S.T., M.T. yang telah membimbing saya
hingga selesainya tugas ini.
4. Segenap pihak yang sudah memberikan dukungan baik bantuan ataupun
dorongan dan beragam pengalaman di dalam proses penulisan tugas ini.
Terakhir mudah-mudahan setiap bantuan oleh segenap pihak dapat menjadi
ladang kebaikan. Semoga tugas ini dapat memberi manfaat kepada penulis dan
masyarakat luas.

Surabaya, 30 November 2018


Penyusun

Yan Dwi Pratama


NIM. 15050754058

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1
2.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
2.2. Identifikasi Masalah .............................................................................. 3
2.3. Batasan Masalah .................................................................................... 3
2.4. Rumusan Masalah ................................................................................. 3
2.5. Tujuan Perancangan .............................................................................. 3
2.6. Manfaat Perancangan ............................................................................ 4
BAB 2. LANDASAN TEORI ................................................................................4
2.1. Motor Listrik .......................................................................................... 5
2.2. Poros ....................................................................................................... 6
2.3. Pipa Spiral ............................................................................................ 12
2.4. Pengertian Heat Exchanger .................................................................. 13
2.5. Teori Dasar Perpindahan Panas / Pelepasan Kalor ............................... 15
2.6. Perpindahan Panas ................................................................................ 16
2.7. Laju Perpindahan Panas........................................................................ 18
2.8. Metode Beda Temperatur Rata – Rata Logaritmik (ΔT LMTD) ......... 18
2.9. Prinsip Kerja Mesin Pendingin ............................................................. 19
2.10. Pengertian Debit Aliran ........................................................................ 20
BAB 3. DESAIN ALAT DAN KOMPONEN .....................................................21
3.1. Gambar 3D dan Keterangan ................................................................... 21
3.2. Cara Kerja .............................................................................................. 28
BAB 4. PERHITUNGAN ....................................................................................29
4.1. Perhitungan Komponen Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi ....... 29
4.1.1. Menghitung Daya Poros Pengaduk ............................................... 30
4.1.2. Menghitung Daya Kipas Pendingin .............................................. 31

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | iii
4.1.3. Menghitung Perpindahan Panas .................................................... 32
4.1.4. Spesifikasi Pipa Spiral .................................................................. 35
4.2. Desain Kelistrikan Termokontrol............................................................ 35
4.2.1. Cara Kerja Sistem Pemanas .......................................................... 35
4.2.2. Diagram Blok dan sistem kelistrikan Sistem Kontrol................... 38

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Proses Pembuatan Susu Sapi .............................................................2


Gambar 2.1. Motor Listrik DC ...............................................................................5
Gambar 2.2. Gandar Pada Beban Bengkok ............................................................7
Gambar 2.3. Poros Pada Beban Lengkung Dan Puntir...........................................9
Gambar 2.4. Pipa Penyalur susu sapi ...................................................................13
Gambar 2.5. Heat Exchanger ...............................................................................14
Gambar 3.1. Spesifikasi Motor Listrik .................................................................24
Gambar 3.2. Part List Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi ........................25
Gambar 3.3. Tampak Depan, Samping, dan Atas Mesin .....................................26
Gambar 4.1. Pengaduk Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi ......................29
Gambar 4.2. Kipas Pendingin Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi ............31
Gambar 4.3. Pipa Spiral Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi ....................35
Gambar 4.4. Skema Cara Kerja Sistem Kontrol Suhu .........................................36
Gambar 4.5. Diagram Blok Sistem Pemanasan Mesin Pemasakan Susu Sapi .....37

Perancangan Elemen Mesin |v


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Faktor Kecepatan....................................................................................8


Tabel 2.2. Tegangan Ijin Bahan Gandar ..................................................................8
Tabel 2.3. Tipe Pembebanan Poros .......................................................................12
Tabel 3.1. Spesifikasi Motor Listrik ......................................................................24
Tabel 4.1. Spesifikasi Kipas Pendingin .................................................................31
Tabel 4.2. Hasil Penelitian Sebelumnya ................................................................32
Tabel 4.3. Spesifikasi Pipa Spiral ..........................................................................35

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan berbagai macam minuman khas, salah
satu minuman khas yang sangat digemari oleh masyarakatnya adalah susu, seperti
susu sapi, susu kambing, susu sapi dan masih banyak lainnya. Selain digemari
karena mudah ditemukan, lezat, bergizi dan murah. Salah satu produk minuman
yang digemari masyarakat adalah susu sapi. Susu sapi adalah suatu cairan yang
merupakan hasil pemerahan dari sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat
digunakan sebagai bahan makanan yang sehat. Susu sapi merupakan bahan pangan
yang baik bagi manusia karena mengandung zat gizi yang tinggi, yaitu karbohidrat,
protein, lemak, vitamin dan mineral. (Hadiwiyoto, 1994).
Dewasa ini, susu mengandung banyak nutrisi penting, seperti bermacam
macam vitamin, protein, kalsium, magnesium, fosfor, dan zinc, pendapat lain
menambahkan bahwa susu mengandung mineral dan lemak. Susu sapi memiliki
kadar lemak 3,1%, protein 2,8%, bahan kering 11,2%, dan bahan kering tanpa
lemak 8,1% (Santoso, 2009). Oleh karena itu, setiap orang dianjurkan minum susu.
Sekarang banyak yang dikemas dalam bentuk yang unik. Tujuan dari ini agar orang
tertarik untuk membeli dan minum susu. Ada juga susu yang berbentuk fermentasi
(Wikipedia, 2017).
Proses pembuatan susu sapi yang ada di UKM masih menggunakan cara
tradisional. Awalnya susu sapi di saring atau penjernihan dilokasi pemerahan susu
sapi proses ini menggunakan alat tradisional. Setelah proses penyaringan,
selanjutnya ialah proses pemasakan dengan menggunakan alat-alat sederhana.
Setelah dimasak susu dimasukkan ke beberapa wadah kecil untuk didinginkan
lalu setelah dingin barulah diberi perasa makanan. Dalam proses pembuatan susu
sapi terdapat beberapa kendala yang dialami yang salah satunya adalah
pemasakan yang masih manual dan proses pendinginan yang mana masih
menggunakan cara tradisional.

Perancangan Elemen Mesin |1


a) b) c)
Gambar 1.1. Proses Pembuatan Susu Sapi
a) Proses pemerahan susu sapi
b) Memasak susu sapi hingga benar-benar matang
c) Pendinginan susu sapi yang dibiarkan di udara terbuka

Berdasarkan hasil observasi pada UKM susu sapi yang berada di Jl. Pakal
Amd No.26 Kel. Babat Jerawat Kec. Pakal, Surabaya selama ini pemasakan dan
proses pendinginan susu sapi masih menggunakan cara tradisional dan mesin yang
digunakan masih relatif sederhana. Selain itu pada proses pengadukan masih
menggunakan cara manual sehingga dapat menimbulkan capek pada lengan dan
rasa panas pada tangan. Pada proses pendinginan membutuhkan waktu yang lama
(30 menit) dan kurang higenis karena dibiarkan di udara terbuka sehingga
memungkinkan susu sapi terkontaminasi oleh bakteri yang ada di udara.
Pada rancang bangun mesin pemasak dan pendingin susu sapi ini mengacu
pada Mesin Pengolah, Pendingin, dan Pengemas Susu Sapi (MP3 SUPI). Hanya
saja, dimodifikasi dan difokuskan pada unit pendinginannya. Pada mesin ini
dirancang sebuah mekanisme untuk proses pendinginan susu sapi menggunakan
Heat Exchanger yang direndam dalam air yang dilengkapi dengan pengaduk
dan kipas. Susu sapi yang sudah dimasak dialirkan melalui kotak pendingin untuk
proses menggunakan gaya gravitasi. Untuk membantu proses pendinginan susu
maka diperlukan pengaduk dan kipas di dalam unit pendingin yang mana tugas
pengaduk adalah untuk membantu mensirkulasikan panas yang diserap oleh air
keluar. Sedangkan kipas berfungsi untuk menyerap panas yang keluar dari air untuk
dibuang ke udara sekitar. Proses pendinginan dilakukan secara terus menerus
hingga mendapatkan hasil pendinginan yang diinginkan.

Perancangan Elemen Mesin |2


1.2. Identifikasi Masalah
Dengan melihat latar belakang di atas dapat diidentifikasikan beberapa
masalah di antaranya:
1. Proses rancang bangun mesin pemasak dan pendingin susu sapi dengan
inovasi dari mesin pemasak susu sapi yang sudah ada
2. Proses pembuatan rangka mesin pemasak dan pendingin susu sapi
3. Proses penentuan bahan dan ukuran poros yang presisi
4. Proses penentuan jenis motor yang digunakan
5. Proses penentuan daya motor
6. Proses instalasi sistem kontrol alat pemasak dan pendingin susu sapi
7. Proses pengujian mesin pemasak dan pendingin susu sapi

1.3. Batasan Masalah


Melihat luasnya permasalahan dalam membuat rancang bangun mesin
pemasak susu sapi, maka perlu adanya batasan masalah untuk memudahkan
dalam pemahaman dan pembahasan yang lebih terarah. Maka penulisan
difokuskan pada masalah yang meliputi:
1. Analisa kapasitas mesin pemasak susu sapi dengan kapasitas 20 liter/2
jam
2. Perencanaan jenis motor penggerak yang digunakan untuk mesin
pemasak dan pendingin susu sapi.
3. Desain sistem control mesin pemasak susu sapi.

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada usulan ini adalah:
1. Bagaimana merancang dan membuat mesin pemasak dan pendinginan
susu sapi ?
2. Bagaimana mekanisme kerja mesin pemasak dan pendinginan susu sapi ?

1.5. Tujuan Perancangan


Tujuan utama pada usulan ini adalah:
1. Merancang desain mesin pemasak dan pendingin susu sapi
2. Mengetahui mekanisme kerja mesin pemasak dan pendingin susu sapi

Perancangan Elemen Mesin |3


3. Berinovasi dalam rangka menciptakan rancangan mesin pemasak dan
pendingin susu sapi

1.6. Manfaat Perancangan


Manfaat sistem kendali pada proses pendinginan susu sapi ini adalah sbb:
a. Sebagai alat teknologi tepat guna yang berguna bagi masyarakat dalam
pengolahan komoditi pertanian berbahan dasar susu sapi.
b. Mampu membantu memberikan solusi dalam proses pendinginan susu sapi
c. Sebagai rekomendasi bagi masyarakat dalam proses pendinginan susu sapi,
khususnya untuk industry kecil minuman.
d. Berpartisipasi dalam meningkatkan jumlah pengusaha susu sapi dengan
terciptanya sistem pendinginan pada susu sapi.

Perancangan Elemen Mesin |4


BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Motor listrik
Jenis motor yang digunakan pada mesin ini adalah motor DC. Motor listrik
menggunakan energi listrik dan energi magnet untuk menghasilkan energi mekanis.
Operasi motor tergantung pada interaksi dua medan magnet. Secara sederhana
dikatakan bahwa motor listrik bekerja dengan prinsip bahwa dua medan magnet
dapat dibuat berinteraksi untuk menghasilkan gerakan. Tujuan motor adalah untuk
menghasilkan gaya yang menggerakkan (torsi). (Toyota, 1995)

Gambar 2.1. Motor Listrik DC

Perencanaan daya motor


Untuk menghitung daya motor terlebih dahulu mendefiniskan daya yaitu:
𝑈𝑠𝑎ℎ𝑎𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
Daya = 𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢

Daya motor dihitung dengan; P = T.ω


Dimana F = m.g
Dan T = F.L
2 𝜋𝑛
Sedangkan ω = ........................................................................................ (1)
60
2.𝜋.𝑛
Atau P = 𝑇 . ........................................................................................... (2)
60

(R.S. Khurmi, Machine Design, hal:12)


Atau bisa juga dihitung dengan rumus; P = F.v
Dimana v = ω.R
Dimana: P = daya yang diperlukan (watt)
T = Torsi (N.m)
ω = Kecepatan sudut (rad / menit)
n = Putaran motor (rpm)

Perancangan Elemen Mesin |5


R = jari jari (m)

maka daya rencana; Pd = P. Fc ..................................................................... (3)


(Sularso, Elemen Mesin, hal:7)
dimana: Pd = Daya rencana (watt)
P = Daya yang diperlukan (watt)
Fc = Faktor koreksi
2.2. Poros
Poros adalah tulang punggung mesin. Fungsi poros dibedakan menjadi dua
yaitu (1) poros sebagai pemikul atau gandar. Contoh poros kereta dorong, poros
roda kereta api, poros roda sepeda dan sebagainya. Beban utama poros adalah
bengkokan, sedangkan adanya beban yang lain hal merupakan beban ikutan. (2)
Poros penerus daya atau poros transmisi. Cara penerusannya dilakukan dengan
gerak utama putar, lurus atau gabungan. Contoh poros mesin transportasi, poros
mesin-mesin produksi dan sebagainya. Poros transmisi yang relatif pendek disebut
spindel. Contoh poros kepala tetap pada mesin bubut atau yang lain. Beban utama
poros transmisi adalah gabungan antara beban bengkok dengan beban puntir atau
yang lain.

Beberapa Hal Penting Untuk Poros

Hal-hal seperti kekuatan, kekakuan, putaran kritis, korosi dan masalah bahan,
merupakan bagian penting yang perlu diperhatikan dalam perhitungan poros. Poros
untuk mesin umum, kebanyakan terbuat dari baja karbon konstruksi mesin,
sedangkan poros-poros mesin untuk meneruskan beban berat dengan putaran tinggi,
biasanya terbuat dari baja padu dengan pengerasan kulit.

1. Poros Pada Beban Lenkung murni

Poros dan roda yang disambung tetap, beban poros bengkokan


murni. Bergeraknya roda bersama poros akan menyebabkan bertambahnya
tegangan pada poros. Faktor tambahan tegangan tersebut (m) antara 1,1 ÷
1,3. Menurut JIS E4501 diberikan rumus-rumus perencanaan seperti
berikut.

Perancangan Elemen Mesin |6


M1 = F/4(l2 – l1) ……………………………………….... (4)

M2 = αv . M1 …………………………………………... (5)

Fh = αh . F …………………………………………......... (6)

Qh = F (h/l2) ……………………………………………. (7)

Ro = Ph (h + r)/l1 ………………………………….......... (8)

M3 = Rh.r + Qo (l+ l3) – Ro [(l + l3) – (l2 – l1)/2] ...……... (9)

Gambar 2.2. Gandar Pada Beban Bengkok


Qo= reaksi bantalan terhadap beban horisontal

Ro= reaksi telapak roda terhadap beban horisontal

Harga αv dan αh tergantung faktor kecepatan seperti yang terdapat dalam Tabel
2.1.

Tegangan bengkok ijin untuk bahan gandar pada dudukan roda terhadap
kelelahan diberikan dalam Tabel 2.2.

Perancangan Elemen Mesin |7


Tabel 2.1. Faktor Kecepatan

Kecepatan kerja km/jam αv αh

120 atau kurang 0,4 0,3

120 – 160 0,5 0,4

160 – 190 0,6 0,4

190 – 210 0,7 0,5

Tabel 2.2. Tegangan Ijin Bahan Gandar

Bahan gandar Tegangan σb ijin kg/mm2

Kelas 1 10,0

Kelas 2 10,5

Kelas 3 11,0

Kelas 4 15,0

Tegangan bengkok σb dan ukuran diameter poros ds dapat dihitung dengan


persamaan,

Mb Mb 10,2 Mb
σb ≥ = = π ---------- kg/mm2 ……………………............ (10)
10,2 1/3 𝑊𝑏 ( )ds3ds3
32

10,2 1/3
atau ds = .Mb mm ..…………………………….......... (11)
σb

Dikaitkan dengan ketentuan–ketentuan tersebut di atas, poros harus


menahan tiga momen, maka tegangan bengkok ijin pada rumus (10) dan
diameter poros rumus (11) dapat berubah menjadi,

10,2.𝑚 (M1 + M2 + M3)


σb = kg/mm2 …………………………..................... (12)
ds3

10,21/3
ds ≥ . m [(M1 + M2 + M3)] mm, ......………………………….... (13)
σb ijin

Perancangan Elemen Mesin |8


2. Poros Pada Beban Lengkung dan Puntir

Poros transmisi yang meneruskan daya melalui sabuk, rantai dan


roda gigi, Gambar 2.8, biasanya beban pada poros merupakan beban
gabungan antara beban lengkung dan beban puntir. Tegangan yang terjadi
akibat beban lengkung, σb = Mb/Wb dan tegangan puntir yang merupakan
tegangan geser akibat beban puntir τw = T/Ww.

Gambar 2.3. Poros Pada Beban Lengkung Dan Puntir


Dalam persamaan tersebut, Mb = momen bengkok kg.mm, Wb =
tahanan bengkok, untuk penampang bulat, Wb = π/32 ds3 ≈ 0,1 ds3,
sedangkan T = torsi atau momen puntir kg.mm, Ww = tahanan puntir, untuk
penampang bulat Ww = π/16 ds3 ≈ 0,2 ds3. Untuk poros yang berasal dari
baja liat, tegangan geser maksimal dapat dihitung denga rumus,
(σ2 + 4τ2)1/2
τw maks. = kg/mm2 .......................................................... (14)
2

Pada poros bulat pejal tegangan geser maksimalnya dapat dihitung dengan
rumus,
τw maks. = (5,1/ds)(M2 + T2)1/2 kg/mm2................................................. (15)

Bila ds diameter poros mm, l panjang poros mm, T torsi atau momen puntir
= (F2 – F1). kg.mm, G modulus geser poros kg/mm2, besar sudut puntir
penampang poros dapat dihitung dengan rumus,

T.𝑙
θ = 584 G.ds4 derajad ........................................... (16)

G baja = 8,3 x 103 kg/mm2, besar sudut puntir ijin maksimal 0,25o

Kekakuan poros perlu diperiksa, sudut lentur ijin maksimal (0,3 – 0,35) o/m.
Besar sudut lentur poros yang ditumpu pada bantalan yang mapan sendiri,
dapat ditentukan dengan persamaan,

Perancangan Elemen Mesin |9


F.𝑙1.𝑙2
y = 3,23 x 10-4 mm ..................................... (17)
ds4.𝑙

sedangkan putran kritisnya dapat ditentukan dengan persamaan,


ds2 𝑙
nk = 52700 𝑙1.𝑙2 (𝐹)1/2 rpm .................................................................... (18)

3. Poros Dengan Beban Puntir Murni


Bila suatu poros meneruskan daya mesin P (kW) pada putaran n (rpm),
maka poros tersebut akan mengalami momen puntir (torsi). Jika daya output
motor adalah P, maka diperlukan faktor keamanan (fc ), sehingga diperoleh
daya rencana (Pd ) yang ditentukan berdasarkan persamaan berikut ini:

Pd = fc . P (kW)

Nilai faktor keamanan, untuk daya rata-rata (1.2 – 2.0), untuk daya maksimum
(0.8 – 1.2) dan daya normal (1.0 – 1.5).

Daya 1PS = 1HP = 1 TK = 0,735 kW

Momen puntir (T kg.mm) yang terjadi dapat dinyatakan sebagai:


Pd
T = 9.74 x 105
n1
Bila momen tersebut bekerja pada suatu poros dengan diameter “d”, maka akan
terjadi tegangan geser (τa kg.mm2) yang besarnya:

T 5.1T
τa = =
πd3s d3s
16

Tegangan geser yang diijinkan berdasarkan standar ASME adalah 0.18 σB


(kg/mm2) sebagai Sf1 . Bila poros tersebut berpasak maka diperlukan Sf2 yang
nilainya 1.3 – 3.0. Dengan demikian nilai tegangan geser yang diijinkan adalah:

σB
τa =
Sf1 . Sf2

ASME juga menganjurkan untuk memperhatikan karakteristik pembebanan,


K t : beban halus (1.0), beban kejutan kecil (1.0 – 1.5) dan beban kejutan besar

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 10
(1.5 – 3.0). Dengan demikian besarnya diameter poros (ds mm) dapat dihitung
dengan teliti dan aman sebagai:

3 5.1
ds = √[ K . C T]
τa t b.

Nilai Cb = 1 bila poros beban puntir saja. Bila poros mengalami beban
kombinasi lentur dan puntir maka nilai Cb = 1.2 − 2.3

4. Poros Dengan Beban Lentur Murni


Suatu poros yang memiliki diameter, ds menerima beban lentur, maka poros
tersebut akan mengalami lenturan yang besarnya:

Ml Ml 10.2Ml
σa ≥ = π =
Z (32) d3s d3s

Dengan σa dalam kg/mm2. Diameter yang diperlukan untuk menahan beban


tersebut dinyatakan sebagai:

3 10.2 Ml
ds = √
σa

5. Poros Dengan Beban Kombinasi Lentur Dan Puntir


Poros yang meneruskan daya menggunakan puli, rantai dan roda gigi akan
mengalami kombinasi beban lentur dan puntiran, sehingga:
a. Beban lenturan:
32M
σx =
πd3
b. Beban puntiran:
16T
τxy =
πd3
Dengan menggunakan lingkaran MOHR, besarnya tegangan geser maksimum
diperoleh sebesar:

σx 2
τmax = √( ) + τ2xy
2

16
τmax = √M 2 + T 2
πd3

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 11
Teori tegangan geser maksimum akan mengalami kegagalan statis pada τmax =
Ssy = Sy ⁄2 dan dengan angka keamanan adalah n, maka:
Sy 16
= 3 √M 2 + T 2
2n πd

Dengan demikian besar diameter poros dapat ditentukan dengan formula:


1
32n 1 3
d = [( ) (M 2 + T 2 )2 ]
πSy
Dan jika dinyatakan dengan teori energy distorsi, maka:
1
1 3
32n 3 2
d=[ (M 2 + T 2 ) ]
πSy 4

Karena beban yang bekerja pada poros adalah pembebanan berulang, maka
poros tersebut akan mengalami kelelahan. Untuk itu ASME merekomendasikan
untuk memperhitungkan faktor momen lentur Cm dan factor momen puntir Ct
adalah:
1
5.1 1 3
d = [ {(Cm M)2 + (Ct T)2 }2 ]
τp

Tabel 2.3. Tipe Pembebanan Poros

Tipe Pembebanan Cm Ct
Poros diam:
a. Beban berubah teratur 1 1
b. Beban kejutan 1.5 – 2.0 1.5 – 2.0
Poros berputar:
a. Beban berubah teratur 1.5 1
b. Beban steady 1.5 1
c. Beban kejut kecil 1.5 – 2.0 1.0 – 1.5
d. Beban kejut besar 2.0 – 3.0 1.5 – 3.0

2.3. Pipa spiral


Pipa spiral menggunakan prinsip alat penukar panas berjenis “shell and
tube” dengan memanfaatkan pipa kapiler dengan panjang tertentu dapat

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 12
mempercepat proses pendinginan suatu fluida yang melewati pipa tersebut, hal ini
terbukti efektif dan lebih higienis karena proses pendinginan didalam ruang tertutup
sehingga tidak ada bakteri yang merusak susu. Desain pipa didapat dari hasil uji.
Dari hasil itulah didapatkan model yang tepat dalam penerapan pipa spiral pada
mesin.

Gambar 2.4. Pipa Penyalur Susu Sapi

2.4. Pengertian Heat Exchanger


Penukar panas atau dalam industri kimia populer dengan istilah bahasa
Inggrisnya, heat exchanger (HE), adalah suatu alat yang memungkinkan
perpindahan panas dan bisa berfungsi sebagai pemanas maupun sebagai pendingin.
Biasanya, medium pemanas dipakai uap lewat panas (super heated steam) dan air
biasa sebagai air pendingin (cooling water). Penukar panas dirancang sebisa
mungkin agar perpindahan panas antar fluida dapat berlangsung secara efisien.
Pertukaran panas terjadi karena adanya kontak, baik antara fluida terdapat dinding
yang memisahkannya maupun keduanya bercampur langsung begitu saja. Penukar
panas sangat luas dipakai dalam industri seperti kilang minyak, pabrik kimia
maupun petrokimia, industri gas alam, refrigerasi, pembangkit listrik. Salah satu
contoh sederhana dari alat penukar panas adalah radiator mobil di mana cairan
pendingin memindahkan panas mesin ke udara sekitar. (Wikipedia, 2018)

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 13
Gambar 2.5. Heat Exchanger

Adapun klasifikasi dari alat penukar kalor dapat dibagi dalam beberapa
kelompok yaitu:
A. Berdsarkan konstruksinya
1. Tabung (tubular)
2. Plate-Type
3. Extended Surface
4. Regenerative
B. Berdasarkan pengaturan aliran
1. Single Pass
2. Multi Pass
C. Berdasarkan jenis aliran
1. Aliran Berlawanan Arah (Counter Flow)
2. Alira Sejajar (Parallel Flow)
3. Aliran Silang (Cross Flow)
4. Aliran Terpisah (Split Flow)
5. Aliran Bercabang (Divide Flow)
D. Berdasarkan banyaknya laluan:
1. Seluruh Cross-counter flow

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 14
2. Seluruh cross-parallel flow
3. Parallel counter flow
E. Berdasarkan mekanisme perpindahan panas
1. Konveksi satu fasa (dengan konveksi paksa atau alamiah)
2. Konveksi dua fasa (dengan konveksi paksa atau alamiah)
3. Kombinasi perpindahan panas
F. Berdasarkan fungsinya dapat digolongkan pada beberapa nama:
1. Exchanger : Memanfaatkan perpindahan kalor diantara dua fluida
proses (steam dan air pendingin tidak termasuk sebagai fluida proses,
tetapi merupakan utilitas).
2. Heater : Berfungsi memanaskan fluida proses, dan sebagai bahan
pemanas alat ini menggunakan steam.
3. Cooler : Berfungsi mendinginkan fluida proses, dan sebagai bahan
pendingin digunakan air.
4. Condenser : Berfungsi untuk mengembunkan uap atau menyerap kalor
laten penguapan
5. Boiler : Berfungsi untuk membangkitkan uap.
6. Reboiler : Berfungsi sebagai pensuplai kalor yang diperlukan bottom
produk pada distilasi. Steam biasanya digunakan sebagai media pemanas.
7. Evaporator : Berfungsi memekatkan suatu larutan dengan cara
menguapkan airnya.
8. Vaporizer : Berfungsi memekatkan cairan selain dari air.
Adapun bentuk dari alat penukar kalor pada industri antara lain:
1. Alat Penukar Kalor Shell dan Tube
2. Alat Penukar Kalor Coil dan Box
3. Alat Penukar Kalor Double dan Pipe
4. Alat Penukar Kalor type Plate

2.5. Teori Dasar Perpindahan Panas / Pelepasan Kalor


Kalor adalah sesuatu yang dipindahkan diantara sebuah sistem dan
sekelilingnya sebagai akibat dari perbedaan temperature dan kemudian dapat

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 15
dimengerti bahwa kalor adalah sebuah bentuk tenaga dan bukan merupakan sebuah
zat. (Halliday Dan Resnick, 1985:722-723)

2.6. Perpindahan Panas


a. Perpindahan panas secara konduksi
Konduksi adalah proses dimana panas mengalir dari daerah yang bersuhu
lebih tinggi ke daerah yang bersuhu lebih rendah didalam satu medium (padat, cair,
gas) atau antara medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung.
Dalam aliran panas konduksi, perpindahan energi terjadi karena hubungan molekul
secara langsung tanpa adanya perpindahan molekul yang cukup besar. Semakin
rapat dan tersusun molekul – molekul yang terdapat pada logam, akan semakin
cepat memindahkan energi dibandingkan dengan susunan energi yang acak dan
jarang, umumnya terdapat pada bahan non logam. Benda – benda yang dapat
menghantar kalor dengan baik seperti tembaga, aluminium, dan logam lain disebut
konduktor. Sedangkan benda bukan logam seperti: kayu, asbes, plastik, glasswool,
dan lainnya adalah penghantar kalor yang buruk atau disebut isolator.
Menurut Stocke hubungan dasar perpindahan panas secara konduksi
diusulkan oleh Forier pada tahun 1822, yang menyatakan bahwa laju aliran panas
persatuan luas secara konduksi dalam satu material adalah:

∆𝑇
𝑞 = −𝑘. 𝐴.
𝐿
Dimana:
q : laju aliran panas konduksi (W)
k : daya hantar termal / konduktivitas termal (W/m.℃)
A : luas penampang (m2)
ΔT : beda temperatur (℃)
L : panjang benda hantar (m)

b. Perpindahan Panas Secara Radiasi


Radiasi adalah proses perpindahan panas yang mengalir dari benda yang
bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda – benda itu terpisah
didalam ruang, bahkan bila terdapat didalam ruang hampa diantara benda – benda

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 16
tersebut. Panas radiasi dipancarkan oleh suatu benda dalam kumpulan energi yang
terbatas. Energi radiasi bergerak dengan kecepatan cahaya (3 x 108 m/s) dan gejala
– gejalanya menyerupai radiasi cahaya. Apabila energi radiasi menimpa permukaan
suatu bahan, maka sebagian dari radiasi itu dipantulkan (direfleksikan) sebagian
lagi akan diserap (absorpsi) dan sebagian lagi diteruskan (ditrasmisikan).

c. Perpindahan Panas Secara Konveksi


Perpindahan panas konveksi merupakan kombinasi dari perpindahan panas
konduksi (heat conduction), penyimpanan energi (energi storge), dan gerakan
pencampuran (mixing motion). Perpindahan panas konveksi merupakan
mekanisme perpindahan energi yang terpenting antara permukaan padat dan air
atau gas. Perpindahan energi secara konveksi terjadi pada permukaan yang
mempunyai temperatur lebih tinggi dari temperatur sekelilingnya dan berlangsung
dalam beberapa tahap.
qc = hc.A.ΔT
= hc.A.(Ts-Tf)
Dimana:
qc : laju perpindahan panas konveksi (W)
hc : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.℃)
A : luas penampang (m2)
Ts : suhu permukaan (℃)
Tf : suhu fluida (℃)
Menurut cara bergeraknya aliran fluida, maka perpindahan panas konveksi
diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu:
a. Konveksi bebas (free convection) adalah perpindahan masssa fluida yang
disebabkan oleh perbedaan densitas antara bagian – bagian fluida karena
adanya perbedaan temperatur, cara energi panas berpindah.
b. Konveksi paksa (forced convection) adalah perpindahan massa fluida yang
disebabkan oleh paksaan suatu alat seperti kipas, blower, kompresor,
pompa, dan lain – lain. (W.F. Stocker, Supratman Hara, 1992: 26)

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 17
2.7. Laju Perpindahan Panas
Jumlah kalor yang dilepas refrigeran ke fluida pendingin dapat dituliskan
sebagai berikut:
q = U0.Atot.ΔTm
Dimana:
q : laju aliran kapasitas fluida panas maupun dingin (W)
U0 : koefisien perpindahan kalor menyeluruh (W/m2.℃).
Atot : luas bidang total perpindahan panas (m2)
ΔTm : perbedaan temperatur rata – rata (℃)
Kalor selalu berpindah dari zat yang lebih tinggi suhunya, menuju ke zat yang
lebih rendah suhunya. Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya
suatu energi dari suatu daerah lainnya akibat dari beda suhu antara daerah – daerah
tersebut (J.P.Holman,Ir.Jasjfi, 1997: 33).

2.8. Metode Beda Temperatur Rata – Rata Logaritmik (ΔT LMTD)


Berdasarkan penelitian sebelumnya (Mustaza Ma’a dan Ary Bachtiar Krisna
Putra. 2015) tentang Karakteristik Perpindahan Panas Dan Pressure Drop Pada
Alat Penukar Kalor Tipe Pipa Ganda Dengan Aliran Searah, diketahui metode
yang sering digunakan untuk perancangan dan perhitungan unjuk kerja peralatan
penukar kalor
q = U.A.ΔTLMTD

Dimana Harga ΔT LMTD adalah perbedaan temperatur rata – rata logaritmik


yang didapat dari perbedaan temperatur masuk, ΔT1, dan perbedaan temperatur T2,
dengan persamaan:
Δ𝑇2 −Δ𝑇2
ΔTLMTD = Δ𝑇2
𝑙𝑛( )
Δ𝑇1

Untuk mendapatkan harga ΔT LMTD diperlukan asumsi sebagai berikut:


1. Harga U konstan untuk seluruh panjang pipa.
2. Konduksi hanya berlangsung satu dimensi ke arah radial pipa.
3. Perpindahan panas hanya terjadi antara kedua fluida saja.
4. Kondisi tunak.
5. Perbedaan energi potensial dan kinetik diabaikan.

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 18
Untuk penukar kalor dengan aliran paralel berlaku:
ΔT1 = Thi – Tci
ΔT2 = Tho – Tco

2.9. Prinsip Kerja Mesin Pendingin


Prinsip kerja mesin pendingin adalah mengalirkan suatu bahan pendingin
(refrigerant) pada suatu mesin pendingin, kemudian refrigeran menyerap panas di
dalam evaporator dari udara atau media yang perlu didinginkan dan seterusnya uap
refrigeran tersebut dikompresikan oleh kompresor menuju kondensor, dimana di
dalam kondensor uap refrigeran terkondensasikan menjadi titik cairan refrigeran,
dengan bantuan media pendingin yaitu air. Refrigeran yang berbeda di dalam sistem
umumnya akan mengalami perubahan fase dari fase gas ke fase cair dan sebaliknya
dari fase cair ke fase gas selama siklus.
Di dalam kompresor, refrigeran berupa uap dikompresikan sehingga tekanan
dan temperaturnya naik, selanjutnya uap refrigeran itu terkondensasi di dalam
kondensor menjadi cairan refrigeran yang bertemperatur rendah dan bertekanan
rendah. Refrigeran yang bertekanan rendah dan bertemperatur rendah
diekspansikan pada katup ekspansi masuk ke evaporator. Cairan dikurangi
tekanannya agar menguap, sehingga cairan refrigeran tersebut berubah menjadi uap
basah. Selanjutnya perubahan tersebut terjadi berulang-ulang selama siklus. Di
dalam mesin pendingin ini jumlah refrigeran adalah tetap meskipun mengalami
perubahan fase (bentuk), sehingga di dalam sistem tidak perlu adanya penambahan
refrigeran kecuali pada instalasi mengalami kebocoran. Adapun rumus yang dapat
dipakai untuk mengetahui kalor yang dilepas refrigeran di dalam kondensor yaitu:
qkon = h2 - h3 (kj/kg)
Dimana:
qkon : kalor yang dilepaskan di dalam kondensor (kj/kg)
h2 : entalpi masuk kondensor (kj/kg)
h3 : entalpi keluar kondensor (kj/kg)
(Wiranto Arismunandar, Heizo Saito, 1980:112)

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 19
2.10. Pengertian Debit Aliran
Debit aliran adalah jumlah air yang mengalir dalam satuan volume per
waktu. Satuan debit yang digunakan adalah meter kubir per detik (m3/s). Debit
aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu
penampang melintang sungai per satuan waktu (Asdak,2002). Untuk dapat
menentukan debit air maka kita harus mengetahui volume dan waktunya terlebih
dahulu. Adapun rumus yang sering digunakan untuk menghitung debit aliran yaitu:
𝑉
𝑄=
𝑡
Dimana:

Q = Debit aliran (m3/s)

V = Volume Air (m3)


t = lama air mengalir (s)

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 20
BAB 3
DESAIN ALAT DAN KOMPONEN

3.1. Gambar 3D dan Keterangan


Dalam proses pemasakan susu sapi ini, siapkan susu sapi mentah yang
sudah di saring atau dijernihkan dilokasi pemerahan, kemudian masukkan susu
sapi mentah kedalam panci untuk melakukan proses pemasakan. Proses
pemasakan harus dilakukan bersamaan dengan pengadukan, hal ini diperlukan
agar struktur susu sapi tidak rusak. Proses pemasakan juga harus dimasak pada
suhu sekitar 90°C, untuk itu diperlukan adanya pengaturan suhu agar suhu
pemasakan stabil.
Perpindahan daya mesin ini motor yang di hubungkan secara langsung
dengan pengaduk yang digerakkan oleh motor listrik. Kemudian untuk menjaga
suhu agar tetap pada 90°C, maka kompor dilengkapi dengan termokontrol, yang
mengatur besar api berdasarkan jumlah gas yang masuk diatur menggunakan
katup solenoid.
1. Kapasitas Mesin
Berikut adalah perhitungan Kapasitas Mesin
a) Volume Susu Sapi 20 lt = 20 dm3
= 0.02 m3 → (20000 cm3)
b) Volume Panci

= 𝜋 . 𝑟2 . 𝑡

= 3.14 𝑥 1302 𝑥 300 mm

= 15,919,800 𝑚𝑚3 → 0.02263155 𝑚3

Susu sapi dimasak dalam waktu 2 Jam, karena waktu 2 jam menurut hasil
observasi di lapangan merupakan waktu ideal memasak susu sapi maka
kapasitas mesin adalah 10 lt/Jam.

2. Daya Motor
Dari hasil percobaan dilapangan, pengadukkan manual dengan volume
20 liter susu sapi, membutuhkan putaran 45 – 60 rpm tergantung pemilik
UKM/karyawan yang mengaduk karena ada faktor lelah dalam proses

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 21
pengadukan. Pengadukan dilakukan selama 2 jam, maka didapat data sebagai
berikut:

a) Massa jenis susu sapi, 𝞀 = 866 kg/𝑚3 , maka:

Massa (M) = 0.02 𝑚3 x 866 kg/𝑚3

= 17.32 kg

b) Menghitung Momen Torsi


Gaya (F) = 17.32 kg x 9,8

= 169.73 N

T = F x r (N.m) (Frick, 1991:35)

= 169.73 N x 0,125 m

= 21.217 N.m

Dimana:

T = momen torsi (N.m)

F = gaya yang bekerja pada pulley penerus daya/digerakkan

r = jari-jari daun pengaduk (0.25 m: 2 = 0.125 m)

c) Daya Rencana
Setelah mengetahui berapa besarnya torsi dan rpm yang dibutukan,
maka selanjutnya kita bisa menghitung berapa daya yang dibutuhkan guna
menggerakkan mekanisme pengaduk mesin pemasak dan pendingin susu
sapi ini. Perhitungan daya (P) pada mesin tanpa memperhitungkan efisiensi
yang terjadi dapat dihitung dengan rumus:
P
T = (Robert L. Mott, 2009:339)
n

Jika, T = F × r ; dan n = ω (putaran/menit)


2πn
Maka, P = T ( )
60

Keterangan:

T= Torsi (N.m)

n= Putaran poros digerakkan (rpm)

P= Daya nominal (Watt)

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 22
ω= Kecepatan sudut (putaran/menit)

r = Jari - jari (m)

maka daya rencana; Pd = P. Fc …………… (Sularso, Elemen Mesin, hal:7)


Keterangan:
Pd = Daya rencana (watt)
P = Daya yang diperlukan (watt)
Fc = Faktor koreksi

2 π × 60 rpm
P = 21.217 N.m ( )
60 s

= 133.24 Nm/s = 133.24 Watt = 0.13324 kW

= 0.178 Hp

Maka, Daya Rencana Motor Listrik adalah:

Pd = P. Fc
= 0.178 x 1.2

= 0.2136 Hp

Maka penentuan motor listrik yang digunakan dalam perencanaan


ini adalah motor listrik dengan daya 0,5 Hp, karena 0,5 Hp > 0,2136 Hp
(baik).

Spesifikasi motor listrik yang digunakan:

n = 60 rpm

P = 0,5 Hp

Ampere = 4–6A

Tegangan = 24 V

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 23
P (1: 2)

Gambar 3.1. Spesifikasi Motor Listrik (Sumber: Inventor 2015)

Tabel 3.1. Spesifikasi Motor Listrik

Spesifikasi Motor Listrik

Merk -

Daya 0.5 Hp

RPM 50 – 60 r/m

Voltage 24 V

Berat 2 Kg

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 24
P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 25
Gambar 3.2. Part List Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi (Sumber: Inventor 2015)
Gambar 3.3. Tampak Depan, Samping, dan Atas Mesin (Sumber: Inventor 2015)

Dalam pembuatan mesin pemasak susu sapi, perlu sekali rancangan alat
untuk dijelaskan agar lebih jelas kegunaan serta fungsi alat tersebut, berikut
penjelasan funsi serta kegunaan komponen tersebut:
1. Motor Listrik

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 26
Motor listrik adalah sebagai inti penggerak dari mesin ini.
2. Panci kapasitas 20 lt
Berfungsi sebagai penampung bahan baku yang akan di proses oleh
mesin dan juga sebagai tempat berprosesnya bahan baku.
3. Rangka Mesin
Untuk menyangga dan berpijaknya semua komponen yang ada pada
mesin.
4. Pengaduk
Berperan sebagai pengaduk susu sapi dan pengaduk air pada kotak
pendingin.
5. LPG 3 Kg
Sebagai sumber bahan bakar kompor gas.
6. Termokontrol
Komponen elektronik yang digunakan untuk mengatur suhu
pemasakan.
7. Katup Solenoid
Katup yang dapat membuka dan menutup saluran gas untuk mengatur
besarnya api, katup ini dikontrol oleh termokontrol.
8. Keran
Untuk saluran keluar susu sapi setelah dimasak dan siap untuk dikemas.
9. Mur dan Baut
Berperan sebagai pengikat antar komponen.
10. Pipa Spiral
Sebagai saluran untuk memproses pendinginan susu sapi.
11. Kotak Pendingin
Kotak berisi air yang berfungsi sebagai tempat proses pendinginan susu
sapi.
12. Pipa Penyalur
Untuk menyalurkan susu sapi setelah proses pemasakan menuju ke
kotak pendingin untuk proses pendinginan.
13. Control Box
Sebagai pengatur seluruh sistem kelistrikan yang ada di mesin.

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 27
14. Kipas Pendingin
Kipas yang menghisap panas dari kotak pendingin untuk membantu
proses pendinginan susu sapi.

3.2. Cara Kerja Alat


1. Mesin pemasak susu sapi arus disiapkan, dengan menghubungkan ecu
dengan sumber listrik, dan mengabungkan kompor dengan selang LPG.
2. Susu sapi mentah yang telah siap dimasukkan kedalam panci, pastikan
keran dalam posisi tertutup rapat
3. Nyalakan saklar termocontrol utama pada control box, kemudian atur
suhu batasan hinga 90°C.
4. Nyalakan kompor dengan api nyala besar.
5. Nyalakan saklar motor pengaduk, sehingga susu sapi dimasak sambil
diaduk selama 2 jam.
6. Setelah 2 jam matikan ke saklar motor dan termocontrol.
7. Nyalakan saklar kipas dan pengaduk sistem pendingin.
8. Buka keran pada bagian samping agar susu sapi dapat menuju proses
pendinginan.
9. Biarkan susu mengalir melalui pipa spiral karena gaya gravitasi.
10. Susu sapi yang mengalir melalui pipa spiral akan didinginkan dengan
air sambil air tersebut terus diaduk.
11. Keluarkan susu sapi yang telah matang melalui saluran dari keran pada
bagian bawah kotak pendingin.

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 28
BAB 4
PERHITUNGAN

4.1. Perhitungan Komponen Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi


4.1.1. Menghitung Daya Poros Pengaduk
a) Poros pengaduk dapat di ketahui yaitu sebagai berikut:

Gambar 4.2. Pengaduk Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi


(Sumber: Inventor 2015)

P
T = (Robert L. Mott, 2009:339)
n

Jika, T = F × r ; dan n = ω (putaran/menit)


2πn
Maka, P = T ( )
60

Keterangan:

T = Torsi (N.m)

n = Putaran poros digerakkan (rpm)

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 29
P = Daya nominal (Watt)

ω = Kecepatan sudut (putaran/menit)

r = Jari - jari (m)

maka daya rencana; Pd = P. Fc ............................. (Sularso, Elemen Mesin, hal:7)


dimana: Pd = Daya rencana (watt)
P = Daya yang diperlukan (watt)
Fc = Faktor koreksi
2 π × 60 rpm
P = 21.217 N.m ( )
60 s

= 133.24 Nm/s = 133.24 Watt = 0.13324 kW

= 0.178 Hp

Karena jumlah pengaduk ada 2 yaitu untuk proses pemasakan dan


untuk pendinginan maka jumlah motor listrik yang digunakan juga 2 dengan
masing-masing dayanya 0.198 Hp. Jadi daya total yang diperlukan adalah:

Ptotal = 2P

= 2 x 0.178 Hp

= 0.356 Hp

Dalam penentuan motor listrik yang akan digunakan dalam


perencanaan ini masih dalam kondisi aman karena motor listrik yang
digunakan dengan daya 0,5 Hp, karena 0,5 Hp > 0,356 Hp (baik).

b) Diameter Poros Untuk Beban Puntir (ds)


Jika diketahui bahan poros S40C, σB = 55 (kg/mm2), Sf1 = 6, Sf2 = 2
(dengan alur ukir), maka τα = 55/(6 × 2) = 4.6 (kg/mm2),dengan Kt = 1.5
(untuk beban kejutan kecil), Cb = 1.5 (untuk beban puntir saja), maka dapat
dihitung besar poros yang diperlukan:
Daya Rencana Motor Listrik adalah:

Pd = P. Fc
= 0.178 x 1.2

= 0.2136 Hp = 0.159 kw

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 30
Rencana torsi poros adalah:

Pd
T = 9.74 x 105 𝑥
n1
0.159
T = 9.74 x 105 𝑥
60
= 2581.1 Kg.mm
5,1
ds = [( τα . Kt x Cb x T)] 1/3 (Sularso dan Kiyokatsu

Suga,1997:18)
5,1
= [(4,6 x 1.5 x 1.5 x 2581.1)] 1/3

= 18.55 mm → 20 mm (disesuaikan dimensi poros output pada


motor listrik) (aman)

4.1.2. Menghitung Daya Kipas Pendingin


Dalam perencanaan mesin ini, kipas pendingin yang digunakan
adalah kipas DC sebanyak 2 buah dengan spesifikasi sebagai berikut:

Gambar 4.2. Kipas Pendingin Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi
(Sumber: Inventor 2015)

Tabel 4.1. Spesifikasi Kipas Pendingin


Spesifikasi Keterangan
Dimensi 140 x 140 x 50 mm
Daya 15 Watt

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 31
Tegangan 12 Volt
Material Plastik

4.1.3. Menghitung Perpindahan Panas


Pada mesin ini terjadi 2 proses perpindahan panas. Perpindahan
panas secara konduksi antara fluida susu sapi menuju air pendingin
menggunakan pipa stainless steel sebagai penghantarnya. Dan secara
konveksi antara air pendingin ke udara luar. Berdasarkan penelitian
sebelumnya didapat data sebagai berikut:

Tabel 4.2. Hasil Penelitian Sebelumnya

Untuk mengetahui besar perpindahan panas konduksi yang terjadi,


bisa menggunakan rumus berikut ini:
∆𝑇
𝑞 = −𝑘. 𝐴.
𝐿

Diketahui : Ti susu sapi (before) = 85 ℃


T0 susu sapi saat derajat katup 45˚
(after) = (45+49+52)/3 = 48.67 ℃
T0 susu sapi saat derajat katup 90˚
(after) = (55+58+60)/3 = 57.67 ℃
Konduktivitas termal
Stainless Steel = 15 W/m.℃
Panjang pipa spiral = 1.5 m
Diameter luar pipa spiral = 15 mm = 0.015 m
Diameter luar pipa spiral = 12 mm = 0.012 m

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 32
Besar perpindahan panas yang terjadi:
Luas Penampang (A) = 𝜋 𝑥 𝑟 2
= 𝜋 𝑥 0.00752
= 0.000176625 m2

∆𝑇
𝑞1 = −𝑘. 𝐴.
𝐿
(85−48.67)℃
= - (15 W/m.℃) x 0.000176625 m2 x
1.5 𝑚

= - 0.064 W (saat katup terbuka 45˚)


∆𝑇
𝑞2 = −𝑘. 𝐴.
𝐿
(85−57.67)℃
= - (15 W/m.℃) x 0.000176625 m2 x 1.5 𝑚

= - 0.0482 W (saat katup terbuka 90˚)

𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖= 𝑞1 +𝑞2


= - 0.064 + (- 0.0482)
= - 0.1122 W
Dimana:
q : laju aliran panas konduksi (W)
k : daya hantar termal / konduktivitas termal (W/m.℃)
A : luas penampang (m2)
ΔT : beda temperatur (℃)
L : panjang benda hantar (m)

Untuk mengetahui besar perpindahan panas konveksi yang terjadi,


bisa menggunakan rumus berikut ini:
qc = hc.A.ΔT
= hc.A.(Ts-Tf)

Diketahui : Ts pipa spiral = 85 ℃


Tf air pendingin (45˚) = (29+30+32)/3 = 30.34 ℃
Tf air pendingin (90˚) = (35+38+40)/3 = 37.67 ℃

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 33
Luas Penampang (A) = 𝜋 𝑥 𝑟2
= 𝜋 𝑥 0.00752
= 0.000176625 m2

q konduksi = q konveksi
𝑇1 −𝑇2
𝑘. = hc.(Ts – Tf)
𝐿
Saat katup terbuka 45˚
(85−48.67)℃
(15 W/m.℃) x = h. (85-30.34) ℃
1.5 𝑚

h = 6.646 (W/m.℃)

qc1 = hc.A.ΔT
= 6.646 (W/m.℃) x 0.000176625 m2x (85-30.34) ℃
= 0.0641 W

Saat katup terbuka 90˚


(85−57.67)℃
(15 W/m.℃) x = h. (85-57.67) ℃
1.5 𝑚

h = 5.774 (W/m.℃)

qc2 = hc.A.ΔT
= 5.774 (W/m.℃) x 0.000176625 m2x (85-37.67) ℃
= 0.0482 W

𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑜𝑛𝑣𝑒𝑘𝑠𝑖= 𝑞𝑐1 +𝑞𝑐2


= 0.0641 + (0.0482)
= 0.1123 W

Dimana:
qc : laju perpindahan panas konveksi (W)
hc : koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2.℃)
A : luas penampang (m2)
Ts : suhu permukaan (℃)
Tf : suhu fluida (℃)

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 34
4.1.4. Spesifikasi Pipa Spiral

Gambar 4.3. Pipa Spiral Mesin Pemasak dan Pendingin Susu Sapi
(Sumber: Inventor 2015)

Tabel 4.3. Spesifikasi Pipa Spiral


Spesifikasi Pipa Spiral
Diameter Pipa 15 mm
Panjang pipa 1.5 m
Diameter spiral 495 mm
Radius kebengkokan 90˚
Bahan pipa Stainless Steel

4.2. Desain kelistrikan Thermokontrol


4.2.1 Cara Kerja Sistem Pemanasan
Mesin pemasak susu sapi juga dilengkapi dengan sistem pemansan
yang terkontrol. Dalam proses pemasakannya susu sapi tidak boleh
dipanaskan diatas suhu 90°C karena akan merusak kandungan protein pada
susu sapi, untuk itu dalam desain perancangan mesin ini perlu dilengkapi
dengan skema sistem kelistrikan serta mekanisme dalam pengaturan besar
kecilnya api.

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 35
Proses
pemasakan
susu sapi di
dalam panci

Gambar 4.4. Skema Cara Kerja Sistem Kontrol Suhu

Pada termokontrol masukan berupa suhu maksimal pemasakan, pada


awal pemasakan saat susu dibawah 90°C maka katup solenoid sebagai
aktuator dalam keadaan terbuka penuh sehingga aliran gas 100 % menuju
kompor sehingga nyala api besar, selama proses pemasakan suhu susu dibaca
melalui sensor termokopel, termokopel mengubah sinyal temperatur menjadi
sinyal elektrik yang kemudian dikirim ke termokontrol. Setelah suhu
mencapai 90°C maka termokontrol akan mengirim arus listrik untuk menutup
saluran solenoid seingga aliran gas hanya melewati keran manual yang
terbuka 20%, api akan mengecil dan suhu pemasakan akan turun lagi, saat
suhu susu turun maka termokontrol akan menghentikan suplai arus listrik ke
solenoid valve sehingga panas api kembali membesar, siklus ini akan terus
terjadi selama 2 jam waktu pemasakan karena sistem ini merupakan sistem
kontrol loop tertutup.

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 36
4.2.2 Diagram Blok dan sistem kelistrikan Sistem Kontrol

Diagram Blok Sistem Kontrol Suhu Pemasakan Susu Sapi

Gambar 4.5. Diagram Blok Sistem Pemanasan Mesin Pemasakan Susu Sapi

Pada sistem ini yang jadi inputan adalah suhu maksimum sehingga suhu
merupakan variable yang dikontrol, kemudian elemen pembanding adalah
termokontrol yang juga sebagai controller, termokontrol sebagai elemen
pembanding membaca apakah nilai error yang dikirim oleh sensor + atau –
sehingga hasil dari elemen pembanding akan diteruskan ke kontroller.
keluaran dari termokontrol sebagai controller adalah sinyal elektrik yang akan
dikirim ke actuator yaitu solenoid valve berdasarkan error yang ada. Solenoid
valve sebagai actuator akan mengatur besar kecilnya api melalui jumlah gas
yang lewat di katup nya, solenoid valve digerakkan dengan sinyal digital
sehingga hanya bisa membuka dan menutup saja, tergantung ada atau
tidaknya sinyal elektrik yang dikirim oleh termokontrol. Output dari sistem
ini adala suhu pemasakan. Suhu pemasakan akan berubah sesuai dengan
lamanya pemasakan, maka suhu dibaca oleh sensor termokopel yang
mengirim sinyal balik ke elemen pembanding.

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 37
Termokontrol

Emergency

Gambar 4.5. Skema Sistem Kelistrikan Pada Mesin Pemasakan Susu Sapi

Sistem kelistrikan pada sistem control suhu seperti pada gambar 4.5,
pada sistem ini menggunakan arus bolak balik (AC) dengan sumber listrik
PLN, semuanya dirangkai pada satu control box yang meliputi 2 saklar
utama, termokontrol, relay, dan tombol emergency.

P e r a n c a n g a n E l e m e n M e s i n | 38

Anda mungkin juga menyukai