Mengapa monthly safety report atau laporan bulanan keselamatan kerja ini menjadi amat sangat
penting untuk dibuat dan dilaporkan, alasannya sebagai berikut:
Per-Menaker Nomor 2 Tahun 1992 Tentang tata cara penunjukan kewajiban dan
wewenang ahli K3 (Pasal 7 ayat 3d: rekapitulasi laporan kegiatan selama menjalankan
tugas, Pasal 1 ayat 1b: Ahli K3 berkewajiban memberikan laporan mengenai hasil
pelaksanaan tugas).
Per-Menaker Nomor 4 Tahun 1987 Tentang Panitia Pembina K3 (Pasal 12: 3 bulan
sekali pengurus wajib menyampaikan laporan tentang kegiatan P2K3 (Panitia Pembina
Keselamatan dan Kesehatan Kerja).
Pada OHSAS 18001 Tahun 2007 pada sub-elemen 4.4.1 bahwa laporan kinerja K3
dipresentasikan kepada Pimpinan Manajemen dan pada sub-elemen 4.5.1 performance
measurement and monitoring yakni mewajibkan untuk dilakukan pengukuran dan
monitor kinerja K3.
Pada SNI 13-6979.1-2003 Tentang Kompetensi Manajer K3 pada elemen 4.1 uraian
tugas manajer K3 yakni salah satunya pada urutan h. membuat pelaporan pelaksanaan
K3.
Pada jenis usaha kontraktor memiliki pengaturan kontrak perjanjian kerja mengenai
keselamatan kerja dengan klien yang pada umumnya disebut Contractor Safety
Management System (CSMS). Pada CSMS diatur kriteria-kriteria laporan keselamatan
kerja yang diharapkan terdokumentasi dari kontraktor kepada klien.
4. Kinerja keselamatan dengan rendahnya kecelakaan dan selaras dengan maksimumnya upaya teknis
operasional program keselamatan kerja yang mencapai harapan, merupakan gambaran/image perusahaan yang
dapat menjadi nilai pertimbangan utama dalam proposal tender suatu projek.
Kecelakaan menjadi indikator ketertinggalan (Lagging Indicator) untuk sebuah performa atau
kinerja dari keselamatan kerja suatu perusahaan. Indikator yang senantiasa dicatat dan
diperbaruhi datanya terkait kecelakaan adalah Jumlah kecelakaan berdasarkan klasifikasi
kecelakaan yakni kecelakaan fatal, kerusakan properti atau peralatan, cidera membutuhkan
pertolongan pertama (first aid), cidera membutuhkan perawatan medis (medical treatment),
cidera kehilangan hari kerja (lost time injury), tumpahan bahan berbahaya atau beracun ke
lingkungan.
Kinerja perusahaan di bidang keselamatan dan kesehatan kerja sifatnya relatif, karena tidak
pernah ada keselamatan dan kesehatan kerja yang mencapai sempurna, dengan demikian selalu
dapat diupayakan perbaikan (Syukri Sahab, 1997). Untuk menilai kinerja maka perlu dibuat
kuantifikasi penilaian untuk mengukur harapan dan hasil pencapaian. Dalam American National
Standard Institute (ANSI) menerbitkan metode standard untuk mengukur kinerja dengan
menggunakan ratio kekerapan kecelakaan atau ratio keparahan kecelakaan. Indikator kekerapan
yang harus diperhatikan (FR, SR, LTIFR, LTISR) dengan rumus :
Jumlah hari kerja absen x 1.000.000 / Jumlah Jam Kerja Seluruh Karyawan
Hari kerja absen / tidak masuk kerja akibat kecelakaan di tempat kerja. Perhitungan
kehilangan dimulai tidak kembali ke tempat kerja dalam waktu 24 jam.
Denominator 1.000.000 jam kerja menggambarkan untuk “500 pekerja yang bekerja
selama 2.000 jam kerja (40 jam x 50 minggu) dalam satu tahun”.
Pengukuran kekerapan insiden atau incident rate dapat juga dilakukan dengan OSHA 200 forms
dengan rumus :
IR = N x 200.000 / T
Formulir lampiran diatas akan lebih bermakna atau terlihat progressnya apabila di masukkan
dalam bentuk statistik dengan membandingkan laporan dari bulan ke bulan dalam period
setahun. Dalam hal pelaporan ini anda harus membuat bagan atau proses otorisasi bahwa laporan
bulanan ini telah resmi diketahui oleh pimpinan perusahaan hingga disimpan oleh bagian
dokumen kontrol.
Dengan kecanggihan teknologi komputer dan internet, data ini dapat dibuat menjadi database
yang berkelanjutan dan saling berketerkaitan dari bulan ke bulan dan tahun ke tahun untuk tujuan
peningkatan upaya keselamatan kerja berkelanjutan.
(Franciskus Hutasoit)
Referensi:
Buku
Geotsch, David. 1996. Occupational Health and Safety in the Age of High Technology
For Technologies, Engineers and Managers 2nd New Jersey: Prentice Hall. Hlm 59 – 62
Sahab, syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bina Sumber
Daya Manusia: Jakarta. Hlm 93-94