Anda di halaman 1dari 16

MEGALIT DAN KUBUR TEMPAYAN DATARAN TINGGI

JAMBI DALAM PANDANGAN ARKEOLOGI DAN


ETNOSEJARAH1

MEGALITH AND JAR BURIAL OF THE JAMBI HIGHLAND IN


ARCHAEOLOGY AND ETHNOHISTORY

Tri Marhaeni S. Budisantosa


Balai Arkeologi Palembang
Jl. Kancil Putih, Lrg. Rusa, Demang Lebar Daun, Palembang
marhaeni_tri@yahoo.co.id

ABSTRACT
One aspect of archaeological studies in highland of Jambi is ideology or belief existing
within human mind. The ideology of the past society is not appeared directly through material
culture. The ideological research, therefore, could approach closer to cultural system of the past
with the supported by the endorsement of historical and ethnographical data of local community.
This writing discusses development of such model to disclose the beliefs that playing a part in the
construction of megaliths and burial jars in highland of Jambi. The problem is answered by relate
the results of the discussion of archaeological data and ehtnohistorical data. Results of the
discussion revealed that the archaeological data interpretation is supported by the etnhohistorical
data.

Keywords: Megalith, Burial jars, Belief, Historical data, Ethnographical data

ABSTRAK
Salah satu aspek penelitian arkeologi di dataran tinggi Jambi adalah ideologi atau
kepercayaan yang terdapat dalam alam pikiran manusia. Ideologi masyarakat masa lalu tidak
dapat diketahui secara langsung melalui budaya material. Oleh karena itu, penelitian ideologi
dapat terungkap lebih mendekati sistem budaya masa lalu dengan dukungan data etnosejarah dari
komunitas setempat. Tulisan ini membahas pengembangan model penelitian seperti itu untuk
mengungkap kepercayaan yang berperan dalam pembuatan megalit dan kubur tempayan di
dataran tinggi Jambi. Permasalahan tersebut dijawab dengan mengkaitkan antara hasil
pembahasan data arkeologi dan data etnosejarah. Hasil pembahasan mengungkapkan bahwa
penafsiran data arkeologi didukung oleh data etnosejarah.

Kata Kunci: Megalit, Kubur tempayan, Kepercayaan, Data sejarah, Data etnografi

Tanggal masuk : 20 Februari 2015


Tanggal diterima : 28 April 2015

1
Makalah ini pernah dipresentasikan dalam Diskusi Ilmiah Arkeologi yang diselenggarakan oleh
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisaris Daerah Sumatera Bagian Selatan di Palembang pada
tanggal 18 September 2014.

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 17
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
PENDAHULUAN masing-masing di Desa-desa
Tinggalan paling menonjol di Lempur, Lolo Kecil, dan Muak
dataran tinggi Sumatera adalah (Witkamp, 1922: 345-350). Kedua,
megalit, yang menjadi sasaran T. Adam melaporkan lima megalit di
sejumlah penelitian seperti di marga Pratin Tuo dan Sungai
Lampung (McKinnon, 1993), Tenang yang sekarang termasuk
Pasemah (Hoop, 1932; Sukendar Kecamatan Lembah Masurai dan
dan Sukidjo, 1983-84; Caldwell, Sungai Tenang, Kabupaten
1997; Kusumawati dan Sukendar, Merangin (Adam, 1922: 380-41).
2000), Dataran Tinggi Jambi (Bonatz Akhirnya G.K.H. de Bont menyebut
dkk., 2006; Budisantosa 2006), dan secara lebih rinci megalit di Dusun
Dataran Tinggi Sumatera Barat Tuo dan Tanjung Putih (Nilo Dingin),
(Micksic, 1986). Situs-situs megalitik juga sepuluh megalit lainnya di
di Dataran Tinggi Jambi tersebar di Dataran Tinggi Jambi (Bont, 1922:
Kabupaten Merangin dan Kerinci, 31-32). Selanjutnya F.M. Schnitger
Provinsi Jambi. dalam bukunya yang diterbitkan
Dataran Tinggi Jambi pertama kali pada tahun 1939
terbentuk oleh Pegunungan Barisan, menyebut keberadaan tinggalan
yang membentang hampir tidak megalit di Kerinci seperti di Lempur,
terputus dari Lampung di selatan Lolo Kecil, Muak, dan 12 megalit di
hingga Aceh di utara. Pegunungan marga Pratin Tuo yang sekarang
tersebut terbentuk melalui pelipatan termasuk Kecamatan Lembah
tektonik yang disebabkan oleh Masurai, Kabupaten Merangin
penunjaman lempeng Samudera (Schnitger, 1964: 173-176).
Indonesia di bawah Paparan Sunda, Menurut Schnitger, megalit
sehingga terbentuk dua barisan Dataran Tinggi Jambi merupakan
pegunungan vulkanik yang sejajar monumen pemakaman (Schnitger,
(Verstappen, 1973: 66-70). Barisan 1964: 176). Schnitger membuktikan
pegunungan di sebelah barat pendapatnya didasarkan pada
sambung-menyambung tidak tinggalan dari sekitar megalit seperti
terputus dengan ketinggian sekitar manik-manik, benda emas, dan
2.000 m dpl, sedangkan yang di mata tombak perunggu yang
sebelah timur terputus-putus dengan dianggap benda yang disertakan
ketinggian antara 800-1.500 m dpl. dalam penguburan. Selanjutnya
Di antara kedua barisan dikatakannya juga bahwa motif
pegunungan tersebut terdapat bulatan konsentris pada megalit
depresi tektonik yang disebut Sesar merupakan pahatan berbentuk gong.
Semangko atau Sesar Median. Menurut Schnitger, asosiasi antara
Sesar tersebut membentuk benda bekal kubur, gong, dan
rangkaian lembah-lembah dataran kuburan dapat dilihat pada adat
tinggi yang dikelilingi oleh pemakaman kubur batu suku Dayak
perbukitan, salah satunya adalah dan sarkofagus suku Toba.
Dataran Tinggi Kerinci. Sementara itu, Van der Hoop dan
Megalit berbentuk silinder Van Heekeren menyatakan sebagai
atau kerucut di Dataran Tinggi Jambi menhir rebah dari Zaman Perunggu
pertama kali dilaporkan tahun 1922 (Hoop, 1940: 203-204; Heekeren,
oleh pejabat Pemerintah Hindia 1958: 12-99).
Belanda bernama. H. Witkamp yang
selanjutnya menginformasikan
keberadaan megalit Kerinci, yaitu

18 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32


Gambar 1. Peta sebaran megalit silinder dan kerucut di Dataran Tinggi Jambi (Dok. Balar Palembang
dan Dominik Bonatz 2006).

Setelah lama berselang, dengan Pusat Penelitian Arkeologi


Dataran Tinggi Jambi mulai Nasional melakukan penelitian
diperhatikan kembali oleh Suaka dengan tujuan mengungkap sejarah
Peninggalan Sejarah dan Purbakala pemukiman Dataran Tinggi Jambi
Jambi (sekarang Balai Pelestarian sejak Pra-Neolitik hingga Awal
Cagar Budaya Jambi) pada tahun Islam. Hasil penelitiannya
1993. Selain menginventarisasi mengungkapkan bahwa bangunan
tinggalan megalit, juga tinggalan megalitik berfungsi untuk memenuhi
Islam seperti masjid dan makam kebutuhan ritual sekaligus sebagai
kuno untuk kepentingan lambang status sosial (Bonatz dkk.,
perlindungan, pemeliharaan, dan 2006: 510-512). Selain itu, Bonatz
pemugaran. Kemudian Balai menyatakan bahwa megalitik dan
Arkeologi Palembang melakukan kubur tempayan muncul setelah
penelitian dalam tahun 1994 masa neolitisasi atau sezaman
(Prasetyo, 1994/1995). Dalam dengan kerajaan Malayu-Sriwijaya
penelitian tersebut disimpulkan (Bonatz, 2012: 54, 62).
adanya struktur batu yang diduga Balai Arkeologi Palembang
bekas pemukiman di sekitar megalit. kembali melakukan penelitian
Selanjutnya Dominik Bonatz dari arkeologi di Dataran Tinggi Jambi
Free University Berlin pada 2003, dengan tujuan mengungkap segi-
2005, 2006, dan 2008 bekerja sama segi kehidupan masa lalu seperti

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 19
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
ekonomi, sosial, dan ideologi. Sementara itu, tinggalan budaya
Penelitian megalit dan kubur material dari masa lalu seringkali
tempayan di Dataran Tinggi Jambi tidak mengungkapkan secara
selama ini telah mengungkapkan langsung alam pikir manusia atau
empat hal (Budisantosa, 2006: 32- komunitas pembuatnya (Renfrew
54; 2007: 39-49; 2011b: 81-85). dan Bahn, 1993: 340). Untuk
Pertama, penulis sependapat mengatasi permasalahan tersebut
dengan Dominik Bonatz dengan dikembangkan suatu studi yang
tambahan penjelasan bahwa disebut cognitive archaeology.
megalitik merupakan objek Dalam masyarakat masa lalu yang
persembahan kepada kekuatan telah mengenal tulisan, penggunaan
supernatural (adikodrati) yang sumber tertulis dapat membantu
bersemayam di gunung-gunung. peneliti mengetahui ideologinya,
Kedua, megalit diletakkan di tengah termasuk di dalamnya kepercayaan.
hunian komunitas pendukungnya. Sementara itu, di Dataran Tinggi
Ketiga, megalit berasosiasi dengan Jambi terdapat sumber sejarah,
kubur tempayan dengan jarak mitologi, dan tradisi ritual yang dapat
sekitar 400-1.400 m. Hal itu ternyata digunakan untuk mengungkapkan
kemudian didukung dengan data kepercayaan sebelum masuknya
pertanggalan antara kedua situs Islam.
(Bonatz dkk., 2006: 500, 5002). Kepercayaan (religion)
Keempat, kubur tempayan menurut Colin Renfrew dan Paul
merupakan ungkapan simbolik dari Bahn adalah “action or conduct
status sosial dan kepercayaan indicating a belief in, or reverence
adanya kehidupan setelah kematian for, and desire to please, a divine
di dunia. ruling power” (Renfrew dan Bahn,
Permasalahan yang belum 1993: 358-359). Renfrew dan Bahn
dibahas adalah apakah penafsiran kemudian menyatakan bahwa
data arkeologi tentang kepercayaan agama memerlukan suatu kerangka
yang melatari pembuatan megalit kerja untuk berhubungan dengan
dan kubur tempayan Dataran Tinggi kekuatan supernatural yang
Jambi didukung oleh data mempunyai tempat di dalam alam
etnosejarah komunitas setempat? pikiran. Permasalahannya bahwa
Selanjutnya, bagaimanakah pokok- kepercayaan tidak selalu terungkap
pokok kepercayaan masa lalu yang dalam tinggalan budaya material.
terungkap dalam data etnosejarah Tindakan yang berkaitan dengan
Dataran Tinggi Jambi? Tulisan ini kepercayaan juga sulit dipisahkan
membahas kaitan antara data dengan kehidupan sehari-hari
arkelogi dan data etnosejarah untuk lainnya. Ada empat aspek untuk
mengungkap lebih jelas fungsi mengidentifikan bukti kegiatan ritual
megalit dan kubur tempayan di masa lalu melalui tinggalan
wilayah tersebut. Penelitian tersebut arkeologis (Renfrew dan Bahn,
merupakan pengembangan 1993: 359). Pertama, focusing
penelitian arkeologi, khususnya attention. Karena ritual pemujaan
dalam tahap penafsiran data. dimaksudkan untuk mempertinggi
Kepercayaan yang melatari kesadaran tentang kepercayaannya,
pembuatan megalit dan kubur maka terdapat prasarana yang
tempayan Dataran Tinggi Jambi berkaitan dengan ritual seperti
berada di dalam alam pikiran tempat yang dianggap suci dan
komunitas pendukungnya. bangunan yang dipergunakan untuk

20 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32


pemujaan serta menciptakan dan Dominik Bonatz (Bonatz, 2003;
suasana dengan membuat suara- Bonatz dkk., 2006). Data arkeologi
suara dan bau-bauan tertentu yang yang mungkin terkait dengan fungsi
mendukung pemuja memusatkan kepercayaan megalit adalah
pada ritual yang dikerjakan. orientasi megalit. Untuk mengetahui
Kedua, boundary zone apakah orientasi megalit bersifat
between this world and the next. khtonis (bentang alam) atau kosmis
Alam lain menjadi suatu misteri (mata angin), maka dilakukan
serta mungkin menyimpan bahaya pengukuran orientasi dengan
yang tidak terlihat oleh manusia di kompas serta dilakukan pengamatan
dunia. Ritual yang dilakukan di lapangan. Berdasarkan pola
mungkin mengalami resiko terkena orientasi megalit dapat dilakukan
kekotoran pikiran sehingga dapat penafsiran data.
menggagalkan hubungannya Hasil penafsiran data
dengan kekuatan supernatural yang arkeologi dikaitkan dengan data
bersemayam di alam lain tersebut. etnosejarah yang meliputi sumber
Oleh karena itu perlu pelaksanaan sejarah, mitologi, dan tradisi ritual.
ritual untuk pembersihan dan Sumber sejarah dapat dikatakan
pencucian. sedikit memberi informasi tentang
Ketiga, presence of the deity. kepercayaan masa lalu di Kerinci.
Keberhasilan ritual bergantung pada Sejauh diketahui hanya satu buah
kehadiran kekuatan supernatural piagem yang dikeluarkan oleh Sultan
yang dipuja. Oleh karena itu, Jambi kepada Depati Sanggaran
kekuatan tersebut diharapkan Agung menyinggung hal tersebut
kehadirannya atau dihadirkan dalam (Voorhoeve, 1970: 398). Meski
ritual yang sedang dikerjakan. Salah demikian dokumen tersebut dapat
satu cara untuk mencapai maksud mengungkap fakta tentang alam
tersebut adalah membuat kepercayaan yang masih hidup di
lambangnya, misal dalam bentuk Kerinci pada awal abad ke-18.
patung atau benda-benda simbolis Di Dataran Tinggi Jambi
lainnya. terdapat mitologi atau cerita rakyat
Keempat, participation of mengenai megalit. Hal itu telah
offerings. Pemujaan merupakan dicatat dalam buku disertasi
kebutuhan suatu masyarakat, antropologi yang disusun oleh John
sehingga pemuja berperanserta David Neidel di Universitas Yale
secara aktif juga dalam (2006), juga dicatat oleh Jet Bakels
menyediakan makanan dan pada tahun 1991 dan 1995 dalam
minuman, bahkan persembahan penyususnan disertasi yang kembali
sesaji dan korban kepada kekuatan dipaparkan dalam tulisannya tahun
yang dipuja. 2009 (Bakels, 2009: 368-382).
Sementara itu, tradisi upacara
METODE kenduri pusako (kenduri seko)
Tulisan ini menggunakan hingga sekarang masih
data arkeologi yang diperoleh dilaksanakan komunitas-komunitas
melalui serangkaian penelitian yang Dataran Tinggi Jambi. Dokumentasi
penulis lakukan di Dataran Tinggi kenduri seko paling lengkap dibuat
Jambi pada tahun 2006-2014 serta oleh Jet Bakels dengan memilih
dilengkapi dengan hasil penelitian di upacara tersebut di Desa Hyang,
tempat sama yang dilakukan oleh Kabupaten Kerinci (Bakels, 2009:
Bagyo Prasetyo (Prasetyo, 1994) 368-382). Data sejarah dan etnografi

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 21
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
yang selanjutnya disebut bahwa pada masa awal Islam di
etnosejarah ditelusuri untuk Kerinci masih terdapat sisa-sisa
mengetahui pokok-pokok kepercayaan lama, yaitu
kepercayaan komunitas Dataran penyembahan berhala. Di Kerinci
Tinggi Jambi masa lalu sebelum pernah ditemukan dua buah patung
masuknya Islam. Boddhisattwa perunggu (Schnitger,
1937: 13), tetapi terbukti agama
HASIL DAN PEMBAHASAN Buddha tidak berkembang di
Dalam surat yang ditulis oleh Dataran Tinggi Jambi. Dengan
Sultan Jambi kepada Depati demikian, patung batu yang
Sanggaran Agung, Kerinci, pada dimaksud oleh Sultan Jambi diduga
tahun 1707, disebutkan adanya bukan patung Buddha melainkan
perintah Sultan agar antara lain megalit.
depati tidak mengorganisasi Dalam penelitian fungsi
penyelenggaraan pesta tari-tarian megalit Dataran Tinggi Jambi
dan menyembah patung batu dari digunakan data orientasi megalitik.
dewa-dewa dan semua perbuatan Data orientasi megalit wilayah
yang dilarang oleh ajaran agama tersebut dapat dipaparkan dalam
Islam (Voorhoeve, 1970: 398). Surat Tabel 1.
Sultan Jambi tersebut menunjukkan

Tabel 1: Data Orientasi Megalitik Dataran Tinggi Jambi


Orientasi
Orientasi
No Situs Megalitik Mata
Khtonis
Angin
1 Kumun Mudik 30oU Bukit Adam

2 Tanjung Batu 320oU Gunung Kerinci

3 Batu Patah Muak 340oU Gunung Kerinci


Gunung Kunyit/ Gunung
4 Lolo Gedang 210oU
Raya
5 Lempur 190oU Gunung Kunyit

6 Pulau Sangkar 330oU Gunung Kerinci

7 Dusun Tuo 244oU Gunung Hulu Nilo

8 Pematang Sungai Nilo 250oU Gunung Hulu Nilo


o
9 Nilo Dingin (Tanjung Putih) 295 U Gunung Sumbing

10 Talang Jambu Abang 20oU Gunung Sumbing

11 Bukit Batu Larung Baratlaut Gunung Garakah

22 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32


Berdasarkan data di Tabel 1 Di Jawa Tengah dan Yogyakarta
dapat diduga bahwa megalit kata larung adalah kata kerja berarti
merupakan objek pemujaan yang mempersembahkan benda-benda
berkaitan dengan kekuatan sesaji kepada kekuatan supernatural
supernatural yang bersemayam di yang dipercaya menguasai tempat
gunung (Budisantosa, 2006: 52). tertentu, khususnya sungai atau laut.
Penduduk Kerinci seperti di Dengan demikian batu larung
Muak, Pondok, dan Pulau Sangkar merupakan batu yang digunakan
menamai megalit tersebut dengan untuk meletakkan persembahan
batu patah karena keadaannya (Budisantosa, 2006: 52).
patah. Adapun penduduk Lolo Menurut mitologi Dataran
Gedang, Lempur, dan Kumun Tinggi Jambi, penguasa gunung-
menamai batu gong berdasarkan gunung itu disebut dengan nenek
adanya relief lingkaran konsentris yang mempunyai kesaktian (Neidel,
yang dianggap sebagai gambar 2006: 403-404), atau mambang,
gong. Penduduk Serampas, Sungai ialah makhluk halus yang pertama
Tenang, dan Pratin Tuo, Kabupaten kali menghuni (Bakels, 2009: 368).
Merangin menamainya sebagai batu Di antara nenek itu pernah
larung dan batu galeh. Sejumlah berperang, sehingga disebut ‘perang
informan mengartikan kata larung gunung’. Salah satu contoh perang
dengan ‘rongga’, sedangkan galeh gunung terjadi antara Nenek Wali
diartikan ‘keranjang’ (Bonatz dkk., Mantring Baju Temago yang
2006: 509-510). Hal itu menunjukan bersemayam di Gunung Sumbing
bahwa penduduk setempat sendiri dengan Nenek Serampu Alam Sati
sebenarnya tidak mengetahui secara yang bersemayam di Gunung

Gambar 2. Foto contoh bangunan megalitik silinder dari Dusun Tuo, Kabupaten Merangin
yang menghadap ke arah Gunung Hulu Nilo (Dok. Balar Palembang 2006)
jelas arti kata larung, tetapi kata itu Garakah. Paling sedikit satu buah
justru diduga nama sebenarnya peluru berbentuk megalit berhasil
yang diberikan oleh pendahulunya. menghantam puncak Gunung

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 23
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
Sumbing, sehingga menjadi hingga bahu ditemukan juga pada
sumbing. sejumlah megalit Dataran Tinggi
Bentuk megalitik Dataran Jambi. Sikap gambar tokohnya pun
Tinggi Jambi adalah silinder atau beragam seperti berdiri tegak sambil
kerucut yang diletakkan dalam posisi memegang senjata (pedang dan
rebah. Berdasarkan pengamatan gada), menari, dan bersikap siap
sejumlah megalit insitu dapat berperang sambil membawa pedang
diketahui bahwa bagian dasar dan perisai. Relief seperti itu
megalit merupakan bidang yang mungkin dimaksudkan untuk
datar. Selanjutnya, hasil menggambarkan kepahlawanan
pengamatan atribut bentuk dan motif nenek moyangnya.
hias relief megalit Dataran Tinggi Unsur-unsur utama dalam
Jambi tidak memberi petunjuk ritual megalit agaknya masih
bagaimana kepercayaan dan ritual bertahan pada tradisi kenduri seko
tersebut dilaksanakan. Motif yang masih dilaksanakan hingga
reliefnya pun belum dapat diketahui sekarang. Kenduri seko merupakan
makna religiusnya, tetapi sebagian ritual untuk menjalin hubungan
mungkin berfungsi dekoratif, seperti dengan penguasa pertama Alam
lingkaran-lingkaran konsentris Kerinci dan nenek moyang (Bakels,
diambil dari motif hias nekara 2009: 370-371). Upacara tersebut
perunggu Tipe Heger I (Schefold, dilaksanakan juga untuk
2009: 399-400). Motif bintang yang memperingati pendirian desa,
dipahat di tengah lingkaran-lingkaran mengungkapkan rasa terima kasih
konsentris pun diduga meniru motif atas hasil panen padi, dan sebagai
hias nekara perunggu Dong Son arena komunitas pelantikan kepala
(Bakels, 2009: 375; Budisantosa, desa/dusun baru (depati atau
2011b: 52-53). kerio/rio). Dalam kenduri seko
Motif lainnya adalah dilaksanakan pemotongan hewan
rangkaian motif hias manusia korban berupa seekor kerbau serta
kangkang yang ditafsirkan oleh digelar tari-tarian. Dalam kenduri
Heinzpeter Znoj sebagai lambang seko dilakukan pula upacara
kesinambungan generasi (Znoj, pembersihan pusaka, antara lain
2001: 3012), tetapi mungkin juga prasasti daun lontar atau tanduk
melambangkan dunia bawah/alam kerbau, tombak, pedang, golok,
arwah sebagaimana dipahatkan jimat, keramik Cina, dan barang
pada sarkofagus-sarkofagus di berharga lainnya. Pusaka
Bunutin dan Tamanbali, Bali dalam merupakan bagian dari sejarah
bentuk buta sungsang yang desa, dan dipercaya sebagai
dipercaya sebagai makhluk warisan nenek moyang pendiri desa.
pelindung arwah orang meninggal Sehari-hari pusaka disimpan di
dari kekuatan jahat (Soejono, 1977: loteng rumah, diikatkan pada tiang
161-162). Soejono memperkuat bagian tengah rumah depati (kepala
dugaannya dengan menyatakan desa) atau rio (kepala dusun).
bahwa pahatan buta sungsang Menurut informasi yang
ditemukan juga pada tempat-tempat diperoleh, Jet Bakels menyatakan
yang berhubungan dengan bahwa contoh kenduri seko yang
kematian, seperti misalnya di pura dilaksanakan di Desa Hyang Tinggi,
dalem di Bakung dan Banyuning, Kerinci dahulu dilaksanakan di
Bali. Sementara itu, tokoh manusia sekitar megalit yang disebut pulu
dalam bentuk utuh atau wajah negeri, pulung negeri, atau kepala

24 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32


negeri (Bakels, 2009: 371-375). seperti manusia, apakah itu lebih
Megalit tersebut dibangun dari baik atau buruk, lebih besar atau
bongkahan batu yang disusun di kecil, lebih cantik atau jelek,
atas tanah membentuk gundukan bergantung pada konteksnya
berdenah empat persegi panjang. (Bakels, 2009: 369-370). Mereka
Kadangkala di bagian atasnya berdiam di gunung dan hutan,
dipasang tiang batu. Bakels seringkali disebut nenek.
mendapatkan informasi dari Keberadaannya kadangkala dapat
penduduk bahwa tempat tersebut dilihat dengan mata. Sementara itu,
dipercaya sebagai tempat suci dan nenek moyang orang Kerinci adalah
tempat persembahan yang pertama seorang lelaki pendatang dari
kali dibangun oleh pasangan nenek kerajaan-kerajaan yang jauh dan
moyangnya, yaitu seorang yang menikah dengan seorang
pendatang laki-laki dan puteri perempuan mambang, yaitu seorang
mambang. Pendiriannya untuk peri cantik yang berdiam di hutan.
menyampaikan kepada para Nenek moyang itu berbeda-beda

Gambar 3. Foto susunan batu kali berdenah segi empat yang disebut pulung negeri;
dahulu dipergunakan sebagai pusat ritual kenduri seko. Tinggalan ini ditemukan di Desa
Hyang, Kabupaten Kerinci (Sumber: Dok. Balar Palembang 1994).

mambang bahwa tanah di sekitar asalnya seperti dari Pagaruyung dan


pulu negeri telah didiami manusia Jawa-Mataram. Untuk menjaga
sebagai penghuni baru. hubungan dengan mambang dan
Menurut mitologi pada arwah nenek moyang, dalam kenduri
zaman purba wilayah Kerinci yang seko dilaksanakan tari-tarian dengan
disebut ‘Alam Kerinci’ hanya dihuni memanggil nama nenek moyang
oleh mambang atau bunian, yaitu hingga tidak sadarkan diri. Kata-kata
makhluk halus yang mempunyai sifat yang keluar dari mulut penari yang

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 25
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
tidak sadar diri dipercayai dibawa pendatang baru yang
merupakan pesan dari nenek mempunyai kebiasaanya sendiri.
moyang serta sebagai tanda telah Oleh karena itu, fungsi kepala negeri
terajalinnya kembali kedekatan masih dapat diketahui hingga
hubungan antara nenek moyang dan sekarang, sedangkan fungsi megalit
keturunannya. Karena arwah nenek silinder atau kerucut tidak diketahui
moyang berubah menjadi harimau, lagi (Bakels, 2009: 380). Sementara
maka penari yang dipercaya telah itu, penulis beranggapan bahwa
dikuasai atau dimasuki oleh arwah kepala negeri dan megalit silinder
nenek moyang kadang-kadang atau kerucut merupakan budaya
mengaum seperti harimau. Pada megalit yang pada dasarnya dibuat
malam hari dilakukan tari-tarian untuk tujuan yang sama. Dengan
serta dipersembahkan daging dan pertimbangan tertentu kepala negeri
darah (kerbau) yang diletakkan di dibuat dengan alasan pada sulitnya
pinggir desa untuk para arwah bahan batuan berukuran besar yang
nenek moyang. ada di Desa Hyang Tinggi yang
Dalam momen pelantikan merupakan lembah dengan
kepala desa/dusun (depati atau rio) lingkungan lahan basah. Selain itu,
yang dilaksanakan dalam kenduri ritual kenduri seko hingga kini tidak
seko dilakukan pengucapan sumpah hanya ditemukan di komunitas desa
suci (karang setia) yang menandai sekitar tinggalan kepala negeri,
persekutuan antara manusia dan tetapi juga di komunitas desa sekitar
arwah-arwah. Para arwah tidak tinggalan megalit silinder atau
hanya sebagai pihak yang kerucut.
menyetujui persekutuan, tetapi juga Tinggalan arkeologi seperti
sebagai pengawal sumpah. pecahan gerabah, keramik asing,
Menyusul pengucapan karang setia, manik-manik, alat serpih obsidian,
para arwah mengucapkan sumpah batu giling, dan alat besi ditemukan
kutukan (perbayo sumpah) yang di sekitar megalit. Tinggalan tersebut
akan mengenai orang yang ditemukan dalam ekskavasi di situs
melanggar sumpah suci (karang Pondok (Bonatz, 2003), Bukit Batu
setia). Untuk menandai peristiwa Larung (Bonatz dkk., 2006: 497-
tersebut dikorbankan seekor kerbau, 500), Dusun Tuo (Budisantosa,
dan kepalanya ditanam di sekitar 2006: 48-49), Talang Alo, Jambu
tempat upacara sebagai Abang (Budisantosa, 2007: 42-45),
persembahan kepada para arwah. Batu Patah Muak (Budisantosa,
Arwah kerbau dipercaya menjadi 2009: 22-28), dan Pematang Sungai
saksi persumpahan. Sebagian Nilo (Budisantosa, 2012: 67-86). Di
dagingnya dimasak untuk dimakan Pondok ditemukan juga lubang tiang
bersama komunitas desa yang rumah (Bonatz, 2003), sedangkan di
berperan serta dalam persekutuan, Batu Patah Muak ditemukan batu
dan sebagian daging segar sendi (umpak tiang rumah) dalam
diletakkan di pinggir desa untuk posisi in situ (Budisantosa, 2009:
dipersembahkan kepada para 19). Berdasarkan data arkeologi
arwah. tersebut dapat diketahui bahwa
Bakels menduga bahwa hunian berada di sekitar megalit. Hal
kepala negeri lebih dahulu ada itu sesuai dengan pembuatan kepala
sebelum megalit berbentuk silinder negeri yang dimaksudkan sebagai
atau kerucut. Selanjutnya dinyatakan tanda bahwa tanah di sekitarnya
bahwa megalit silinder atau kerucut telah dihuni oleh nenek moyangnya,

26 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32


yaitu seorang lelaki pendatang yang 95), dan Muak (Budisantosa, 2009,
menikahi seorang puteri mambang. 2011a). Simpulan tersebut didukung
Sebagai sebuah tradisi, dengan data pertanggalan antara
keturunannya akan melakukan hal megalit di Situs Bukit Batu Larung
yang sama ketika membuka area dan kubur tempayan di Renah
baru untuk dijadikan perkampungan Kemumu (Bonatz dkk., 2006: 500,
(desa). Kepercayaan bahwa megalit 502). Situs megalitik berumur sekitar
merupakan tempat suci serta 970±140 BP (1950) dengan
mendapat perlindungan arwah radiokarbon, atau dengan optically-
nenek moyang mungkin masih stimulated luminescence (OSL) 1200
tersisa hingga sekarang di Dataran AD, sedangkan kubur tempayan
Tinggi Jambi sebagaimana terlihat berumur 810±120 BP (1950) dengan
dari penduduk Desa Lempur radiokarbon, atau dengan OSL
mengungsi ke sekitar megalit ketika 850±110 BP. Selanjutnya diketahui
mengalami kepanikan menghadapi jarak antara hunian dan kubur
gempa bumi pada tanggal 1 Oktober tempayan antara 400-1.400 m. Di
2009 (Yeni binti Surname, dalam kubur tempayan ditemukan
komunikasi pribadi tanggal 2 benda-benda yang diduga berfungsi
Oktober 2009). sebagai bekal kubur bagi arwah
Hasil penelitian kubur seperti wadah tembikar, manik-
tempayan di Dataran Tinggi Jambi manik kaca dan batu karnelian, serta
telah mengungkapkan bahwa kubur benda perunggu (Budisantosa,
tempayan berasosiasi dengan 2008, 2011b: 82; Azis, 2010: 24).
megalit sebagaimana terlihat di Berdasarkan data tersebut
Renah Kemumu (Bonatz dkk., 2006: dapat disimpulkan bahwa kubur
500, 502), Lubuk Mantilin tempayan merupakan cermin
(Budisantosa, 2007: 44), Lolo kepercayaan akan adanya alam
Gedang (Budisantosa, 2011b: 91- kehidupan selanjutnya yang akan

Gambar 4. Foto Salah Satu Hasil Ekskavasi Kubur Tempayan di situs Siulak Tenang, Kerinci
(Dok Balar Palembang 2014).

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 27
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
dihuni oleh orang yang telah batu yang digunakan sebagai pusat
meninggal dunia. Kubur tempayan ritual persembahan korban. Batu
dibuat sebagai sarana larung diduga nama yang diberikan
mengantarkan arwah seseorang pada megalit dalam konteks budaya
menuju alam berikutnya. Dalam pada masanya. Nama tersebut
mitologi Kerinci, alam arwah tersebut bertahan secara turun-temurun
merupakan tempat bersemayam hingga kini.
para mambang, yaitu penghuni Berdasarkan data arkeologi
pertama Alam Kerinci, dan nenek dapat diketahui bahwa kubur
moyang pertama yang menikah tempayan merupakan cara
dengan puteri mambang serta para penguburan kerangka manusia yang
arwah keturunannya. Pada ritual dilakukan oleh komunitas
kenduri seko anak keturunannya pendukung budaya megalitik.
menjalin kembali hubungan yang Benda-benda yang disertakan dalam
erat dengan para mambang dan penguburan menunjukkan bahwa
pendahulunya. benda-benda tersebut dipercaya
sebagai benda yang digunakan oleh
SIMPULAN arwah dalam kehidupannya di alam
Penafsiran data arkeologis arwah. Apakah arwah para
mengenai kepercayaan yang keturunan bersemayam juga di
melatari pembuatan megalit dan gunung-gunung bersama leluhurnya,
kubur tempayan Dataran Tinggi hal itu tidak diceritakan dalam
Jambi ternyata didukung dengan mitologi. Meski demikian dapat
data etnosejarah. Orientasi megalit diketahui secara jelas bahwa dalam
ke gunung-gunung menunjukkan mitologi Dataran Tinggi Jambi
bahwa gunung-gunung merupakan terdapat kepercayaan akan adanya
tempat bersemayam kekuatan alam arwah, sedangkan arwah dapat
supernatural, ialah arwah leluhur, menentukan alam kehidupan
baik dari jenis manusia maupun manusia.
makhluk halus yang telah mendiami Berdasarkan hasil penelitian
Dataran Tinggi Jambi sebelum dapat diketahui bahwa sisa-sisa
leluhur (nenek moyang) manusia budaya lama intangible masih
bermukim di wilayah tersebut. terpelihara di kalangan penduduk
Leluhur komunitas-komunitas setempat, tetapi mereka sendiri tidak
pendukung budaya megalitik mengetahui atau menyadari
Dataran Tinggi Jambi ternyata tidak keterkaitannya dengan budaya
hanya satu orang, tetapi sejumlah megalitik dan kubur tempayan. Sisa
orang yang masing-masing kepercayaan di wilayah tersebut
bersemayam di gunung tertentu. terlihat mengalami kesinambungan,
Pada masa lalu megalit diduga meski agama Islam telah
merupakan pusat ritual suatu menggantikan kepercayaan lama.
komunitas untuk menghormati dan Kepercayaan yang tidak berakar
menjaga hubungan baik dengan pada ajaran Islam dan yang
arwah leluhur. Dalam ritual tersebut bertahan dalam mitologi dan tradisi
dipersembahkan sesaji yang diduga kuat merupakan sisa
mungkin berupa hewan korban kepercayaan yang pernah hidup dan
(kerbau). Persembahan korban berkembang serta menjadi konsep
merupakan inti dari ritual tersebut, yang melandasi pembuatan megalit
oleh karena itu megalit diberi nama dan kubur tempayan pada masa
batu larung yang kurang lebih berarti lampau.

28 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32


SARAN
Penelitian tentang
kesinambungan budaya di Dataran
Tinggi Jambi dapat diperluas pada
budaya tangible dan intangible
lainnya, sehingga pengetahuan
tentang hal tersebut semakin
lengkap. Kesinambungan atau
keterkaitan budaya masa kini
dengan budaya masa lalu dapat
dijadikan bahan untuk meningkatkan
kesadaran sejarah dan budaya
masyarakat. Dengan kesadaran
mengenai hal tersebut diharapkan
masyarakat meningkatkan
kepedulian dan apresiasi pada
pelestarian dan penelitian arkeologi.
Pemerintah setempat pun perlu
didorong untuk berperan serta
secara aktif dalam pelestarian dan
pemanfaatannya.

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 29
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
DAFTAR PUSTAKA

Adam, T. 1922: “Oudheden te Djambi II”, Oudheidkundig Verslag 1: 38-41.

Azis, Fadhila Arifin. 2010: “Potensi Situs Arkeologi Kawasan Kerinci, Jambi: Ikon
Budaya Austronesia”, Amerta, 28. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional, hal. 17-44.

Bakels, Jet. 2009: “Kerinci’s Living Past: Stones, Tales, and Tigers.” Dalam
From Distant Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of
Sumatra, Dominik Bonatz, John Miksic, John David Neidel, Mai Lin Tjoa-
Bonatz (Ed.).). Newcastle: Cambridge Scholar Publishing, hal. 367-382.

Bonatz, Dominik., John David Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz. 2006: “The megalithic
complex of highland Jambi: An archaeological perspective.” Dalam
Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 162-4: 490-522.
Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.

Bonatz, Dominik. 2012: “A Highland Perspective on the Archaeology and


Settlement History of Sumatra,” Archipel 84: 35-81. Paris: L’Ecole des
Hautes en Sciences Sociales.

Bont, G.K.H. de. 1922: “De batoe’s larong (kist-steenen) in Boven Djambi,
Onderafdeeling Bangko”,Nederlandsch-Indië Oud en Niew 7: 31-32.

Budisantosa, Tri Marhaeni S. 2006: “Aspek-aspek Kehidupan Tradisi Megalitik


Dataran Tinggi Jambi,” Siddhayatra 11(2):32-54. Palembang: Balai
Arkeologi Palembang.
Budisantosa, Tri Marhaeni S. 2007: “Pola Budaya Megalitik di Situs Talang Alo
dan Talang Jambu Abang, Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi,”
Siddhayatra 12(2): 39-49. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.

Budisantosa, Tri Marhaeni S. 2008: Laporan Ekskavasi Situs Lolo Gedang,


Kerinci, Jambi. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.

Budisantosa, Tri Marhaeni S. 2009: Laporan Penelitian Megalitik Situs Muak,


Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Palembang: Balai Arkeologi
Palembang.

Budisantosa, Tri Marhaeni S. 2011a: Laporan Penelitian Kubur Tempayan di


Desa Muak, Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi. Palembang: Balai
Arkeologi Palembang.

Budisantosa, Tri Marhaeni S. 2011b: “Megalit dan Kubur Tempayan di Dataran


Tinggi Jambi: Situs Lolo Gedang, Kerinci.” Dalam Asia Tenggara dalam
Perspektif Arkeologi, Inajati Adrisijanti (Ed.). Palembang: Balai Arkeologi
Palembang, hal. 36-106.

30 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32


Budisantosa, Tri Marhaeni S. 2012: “Situs Pematang Sungai Nilo dalam
Hubungan dengan Situs-situs Lainnya di Dataran Tinggi Jambi”,
Siddhayatra, 17(1): 67-86. Palembang: Balai Arkeologi Palembang.

Caldwell, Ian. 1997: “A rock carving and a newly discovered stone burial
chamber at Pasemah,Sumatra”. Dalam Bijdragen tot de Taal-, Land-, en
Volkenkunde 153:169-82.

Heekeren, H.R. van. 1958: The Bronze-iron Age of Indonesia. ‘s-Gravenhage:


Nijhoff (KITLV, Verhandelingen 22).

Hoop, A.N.J.Th a van der. 1932: Megalitische Oudheden in Zuid-Sumatra. Ph. D


thesis, Utrecht University. Zutphen: Thieme.

Hoop, A.N.J. Th.a Th. van der. 1940: Prehistoric site near the Lake Kerinchi
(Sumatra), dalam F.N. Chasen dan M.W.F. Tweedie (Ed.), Proceedings of
the Third Congress of Prehistorians of the Far East, hlm: 200-4. Singapore:
Government Press.

Kusumawati, Ayu dan Haris Sukendar. 2000: Megalitik Bumi Pasemah; Peranan
serta Fungsinya. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.

McKinnon, E.E. 1993: “A note on finds of early Chinese ceramics associated


with megalithic remains in Northwest Lampung”, Journal of Southeast
Asian Studies 24-2:227-38.

Micksic, John. 1986: “A Valley of megaliths in West Sumatra; Mahat (Schnitger’s


Aoer Doeri), Journal of Malaysian Branch of the Royal Asitic Society 59:
27-32.

Neidel, John David. 2006: “ The garden of forking path; History, its erasure and
remembrance in Sumatra’s Kerinci Seblat National Park,” Ph D Thesis,
Yale University, New Haven, CT.

Prasetyo, Bagyo. 1994/1995: “Laporan Penelitian Situs Plawangan, Rembang,


Jawa Tengah (1980-1993),” dalam Berita Penelitian Arkeologi Nomor 43.
Jakarta: Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Renfrew, Colin dan Paul Bahn. 1993: Archaeology: Theories, Methods and
Practice. London: Thames and Hudson Ltd.
Schefold, Reimar 2009: “Kerinci Traditional Architecture,” Dalam From Distant
Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra,
Dominik Bonatz, John Miksic, John David Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz
(Editors). Newcastle: Cambridge Scholar Publishing, hal. 383–401.

Schnitger, F.M. 1937: The Archaeology of Hindoo Sumatra. Leiden, E.J. Brill.

Schnitger, F.M. 1964: Forgotten Kingdoms in Sumatra. Leiden: E.J Brill.

Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 31
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
Soejono, R.P. 1977: “Sistim-sistim Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di
Bali,” Dissertasi Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jakarta.

Sukendar, Haris dan Sukidjo. 1983/1984: Naskah Studi Kelayakan Megalith


Pasemah di Tinggi Harri, Kabupaten Lahat. N.p.: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Sumatra Selatan.

Verstappen, H.Th. 1973: A Geomorphological reconnaisance of Sumatra and


adjacent island (Indonesia). Groningen: Wolters-Noordhodd. (Royal Dutch
Geographical Society, Verhandelingen 1).

Voorhoeve, P. 1970: “Kerinci Documents”. Dalam BKI 126-4: 369-399. Koninklijk


Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.

Witkamp, H. 1922: “Drie ‘steenen kanonnen’, Zuid-Kerintji, Tijdschrift van het


Koninklijk Nederlandsch Aardrijkskundig Genootschap 29: 340-350.

Znoj, Heinzpeter. 2001: Heterarchy and domination in highland Jambi; The


contest for community in a matrilinear society. Habilitation Thesis,
University of Bern.

32 Berkala Arkeologi Vol.35 Edisi No.1 Mei 2015: 17-32

Anda mungkin juga menyukai