02 Vol.35 No.1 Mei 2015 Tri Marhaeni S Budisantosa Megalit & Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi Dalam Pandangan Arkeologi, Etnosejarah Dan Etnografi
02 Vol.35 No.1 Mei 2015 Tri Marhaeni S Budisantosa Megalit & Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi Dalam Pandangan Arkeologi, Etnosejarah Dan Etnografi
ABSTRACT
One aspect of archaeological studies in highland of Jambi is ideology or belief existing
within human mind. The ideology of the past society is not appeared directly through material
culture. The ideological research, therefore, could approach closer to cultural system of the past
with the supported by the endorsement of historical and ethnographical data of local community.
This writing discusses development of such model to disclose the beliefs that playing a part in the
construction of megaliths and burial jars in highland of Jambi. The problem is answered by relate
the results of the discussion of archaeological data and ehtnohistorical data. Results of the
discussion revealed that the archaeological data interpretation is supported by the etnhohistorical
data.
ABSTRAK
Salah satu aspek penelitian arkeologi di dataran tinggi Jambi adalah ideologi atau
kepercayaan yang terdapat dalam alam pikiran manusia. Ideologi masyarakat masa lalu tidak
dapat diketahui secara langsung melalui budaya material. Oleh karena itu, penelitian ideologi
dapat terungkap lebih mendekati sistem budaya masa lalu dengan dukungan data etnosejarah dari
komunitas setempat. Tulisan ini membahas pengembangan model penelitian seperti itu untuk
mengungkap kepercayaan yang berperan dalam pembuatan megalit dan kubur tempayan di
dataran tinggi Jambi. Permasalahan tersebut dijawab dengan mengkaitkan antara hasil
pembahasan data arkeologi dan data etnosejarah. Hasil pembahasan mengungkapkan bahwa
penafsiran data arkeologi didukung oleh data etnosejarah.
Kata Kunci: Megalit, Kubur tempayan, Kepercayaan, Data sejarah, Data etnografi
1
Makalah ini pernah dipresentasikan dalam Diskusi Ilmiah Arkeologi yang diselenggarakan oleh
Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komisaris Daerah Sumatera Bagian Selatan di Palembang pada
tanggal 18 September 2014.
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 17
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
PENDAHULUAN masing-masing di Desa-desa
Tinggalan paling menonjol di Lempur, Lolo Kecil, dan Muak
dataran tinggi Sumatera adalah (Witkamp, 1922: 345-350). Kedua,
megalit, yang menjadi sasaran T. Adam melaporkan lima megalit di
sejumlah penelitian seperti di marga Pratin Tuo dan Sungai
Lampung (McKinnon, 1993), Tenang yang sekarang termasuk
Pasemah (Hoop, 1932; Sukendar Kecamatan Lembah Masurai dan
dan Sukidjo, 1983-84; Caldwell, Sungai Tenang, Kabupaten
1997; Kusumawati dan Sukendar, Merangin (Adam, 1922: 380-41).
2000), Dataran Tinggi Jambi (Bonatz Akhirnya G.K.H. de Bont menyebut
dkk., 2006; Budisantosa 2006), dan secara lebih rinci megalit di Dusun
Dataran Tinggi Sumatera Barat Tuo dan Tanjung Putih (Nilo Dingin),
(Micksic, 1986). Situs-situs megalitik juga sepuluh megalit lainnya di
di Dataran Tinggi Jambi tersebar di Dataran Tinggi Jambi (Bont, 1922:
Kabupaten Merangin dan Kerinci, 31-32). Selanjutnya F.M. Schnitger
Provinsi Jambi. dalam bukunya yang diterbitkan
Dataran Tinggi Jambi pertama kali pada tahun 1939
terbentuk oleh Pegunungan Barisan, menyebut keberadaan tinggalan
yang membentang hampir tidak megalit di Kerinci seperti di Lempur,
terputus dari Lampung di selatan Lolo Kecil, Muak, dan 12 megalit di
hingga Aceh di utara. Pegunungan marga Pratin Tuo yang sekarang
tersebut terbentuk melalui pelipatan termasuk Kecamatan Lembah
tektonik yang disebabkan oleh Masurai, Kabupaten Merangin
penunjaman lempeng Samudera (Schnitger, 1964: 173-176).
Indonesia di bawah Paparan Sunda, Menurut Schnitger, megalit
sehingga terbentuk dua barisan Dataran Tinggi Jambi merupakan
pegunungan vulkanik yang sejajar monumen pemakaman (Schnitger,
(Verstappen, 1973: 66-70). Barisan 1964: 176). Schnitger membuktikan
pegunungan di sebelah barat pendapatnya didasarkan pada
sambung-menyambung tidak tinggalan dari sekitar megalit seperti
terputus dengan ketinggian sekitar manik-manik, benda emas, dan
2.000 m dpl, sedangkan yang di mata tombak perunggu yang
sebelah timur terputus-putus dengan dianggap benda yang disertakan
ketinggian antara 800-1.500 m dpl. dalam penguburan. Selanjutnya
Di antara kedua barisan dikatakannya juga bahwa motif
pegunungan tersebut terdapat bulatan konsentris pada megalit
depresi tektonik yang disebut Sesar merupakan pahatan berbentuk gong.
Semangko atau Sesar Median. Menurut Schnitger, asosiasi antara
Sesar tersebut membentuk benda bekal kubur, gong, dan
rangkaian lembah-lembah dataran kuburan dapat dilihat pada adat
tinggi yang dikelilingi oleh pemakaman kubur batu suku Dayak
perbukitan, salah satunya adalah dan sarkofagus suku Toba.
Dataran Tinggi Kerinci. Sementara itu, Van der Hoop dan
Megalit berbentuk silinder Van Heekeren menyatakan sebagai
atau kerucut di Dataran Tinggi Jambi menhir rebah dari Zaman Perunggu
pertama kali dilaporkan tahun 1922 (Hoop, 1940: 203-204; Heekeren,
oleh pejabat Pemerintah Hindia 1958: 12-99).
Belanda bernama. H. Witkamp yang
selanjutnya menginformasikan
keberadaan megalit Kerinci, yaitu
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 19
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
ekonomi, sosial, dan ideologi. Sementara itu, tinggalan budaya
Penelitian megalit dan kubur material dari masa lalu seringkali
tempayan di Dataran Tinggi Jambi tidak mengungkapkan secara
selama ini telah mengungkapkan langsung alam pikir manusia atau
empat hal (Budisantosa, 2006: 32- komunitas pembuatnya (Renfrew
54; 2007: 39-49; 2011b: 81-85). dan Bahn, 1993: 340). Untuk
Pertama, penulis sependapat mengatasi permasalahan tersebut
dengan Dominik Bonatz dengan dikembangkan suatu studi yang
tambahan penjelasan bahwa disebut cognitive archaeology.
megalitik merupakan objek Dalam masyarakat masa lalu yang
persembahan kepada kekuatan telah mengenal tulisan, penggunaan
supernatural (adikodrati) yang sumber tertulis dapat membantu
bersemayam di gunung-gunung. peneliti mengetahui ideologinya,
Kedua, megalit diletakkan di tengah termasuk di dalamnya kepercayaan.
hunian komunitas pendukungnya. Sementara itu, di Dataran Tinggi
Ketiga, megalit berasosiasi dengan Jambi terdapat sumber sejarah,
kubur tempayan dengan jarak mitologi, dan tradisi ritual yang dapat
sekitar 400-1.400 m. Hal itu ternyata digunakan untuk mengungkapkan
kemudian didukung dengan data kepercayaan sebelum masuknya
pertanggalan antara kedua situs Islam.
(Bonatz dkk., 2006: 500, 5002). Kepercayaan (religion)
Keempat, kubur tempayan menurut Colin Renfrew dan Paul
merupakan ungkapan simbolik dari Bahn adalah “action or conduct
status sosial dan kepercayaan indicating a belief in, or reverence
adanya kehidupan setelah kematian for, and desire to please, a divine
di dunia. ruling power” (Renfrew dan Bahn,
Permasalahan yang belum 1993: 358-359). Renfrew dan Bahn
dibahas adalah apakah penafsiran kemudian menyatakan bahwa
data arkeologi tentang kepercayaan agama memerlukan suatu kerangka
yang melatari pembuatan megalit kerja untuk berhubungan dengan
dan kubur tempayan Dataran Tinggi kekuatan supernatural yang
Jambi didukung oleh data mempunyai tempat di dalam alam
etnosejarah komunitas setempat? pikiran. Permasalahannya bahwa
Selanjutnya, bagaimanakah pokok- kepercayaan tidak selalu terungkap
pokok kepercayaan masa lalu yang dalam tinggalan budaya material.
terungkap dalam data etnosejarah Tindakan yang berkaitan dengan
Dataran Tinggi Jambi? Tulisan ini kepercayaan juga sulit dipisahkan
membahas kaitan antara data dengan kehidupan sehari-hari
arkelogi dan data etnosejarah untuk lainnya. Ada empat aspek untuk
mengungkap lebih jelas fungsi mengidentifikan bukti kegiatan ritual
megalit dan kubur tempayan di masa lalu melalui tinggalan
wilayah tersebut. Penelitian tersebut arkeologis (Renfrew dan Bahn,
merupakan pengembangan 1993: 359). Pertama, focusing
penelitian arkeologi, khususnya attention. Karena ritual pemujaan
dalam tahap penafsiran data. dimaksudkan untuk mempertinggi
Kepercayaan yang melatari kesadaran tentang kepercayaannya,
pembuatan megalit dan kubur maka terdapat prasarana yang
tempayan Dataran Tinggi Jambi berkaitan dengan ritual seperti
berada di dalam alam pikiran tempat yang dianggap suci dan
komunitas pendukungnya. bangunan yang dipergunakan untuk
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 21
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
yang selanjutnya disebut bahwa pada masa awal Islam di
etnosejarah ditelusuri untuk Kerinci masih terdapat sisa-sisa
mengetahui pokok-pokok kepercayaan lama, yaitu
kepercayaan komunitas Dataran penyembahan berhala. Di Kerinci
Tinggi Jambi masa lalu sebelum pernah ditemukan dua buah patung
masuknya Islam. Boddhisattwa perunggu (Schnitger,
1937: 13), tetapi terbukti agama
HASIL DAN PEMBAHASAN Buddha tidak berkembang di
Dalam surat yang ditulis oleh Dataran Tinggi Jambi. Dengan
Sultan Jambi kepada Depati demikian, patung batu yang
Sanggaran Agung, Kerinci, pada dimaksud oleh Sultan Jambi diduga
tahun 1707, disebutkan adanya bukan patung Buddha melainkan
perintah Sultan agar antara lain megalit.
depati tidak mengorganisasi Dalam penelitian fungsi
penyelenggaraan pesta tari-tarian megalit Dataran Tinggi Jambi
dan menyembah patung batu dari digunakan data orientasi megalitik.
dewa-dewa dan semua perbuatan Data orientasi megalit wilayah
yang dilarang oleh ajaran agama tersebut dapat dipaparkan dalam
Islam (Voorhoeve, 1970: 398). Surat Tabel 1.
Sultan Jambi tersebut menunjukkan
Gambar 2. Foto contoh bangunan megalitik silinder dari Dusun Tuo, Kabupaten Merangin
yang menghadap ke arah Gunung Hulu Nilo (Dok. Balar Palembang 2006)
jelas arti kata larung, tetapi kata itu Garakah. Paling sedikit satu buah
justru diduga nama sebenarnya peluru berbentuk megalit berhasil
yang diberikan oleh pendahulunya. menghantam puncak Gunung
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 23
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
Sumbing, sehingga menjadi hingga bahu ditemukan juga pada
sumbing. sejumlah megalit Dataran Tinggi
Bentuk megalitik Dataran Jambi. Sikap gambar tokohnya pun
Tinggi Jambi adalah silinder atau beragam seperti berdiri tegak sambil
kerucut yang diletakkan dalam posisi memegang senjata (pedang dan
rebah. Berdasarkan pengamatan gada), menari, dan bersikap siap
sejumlah megalit insitu dapat berperang sambil membawa pedang
diketahui bahwa bagian dasar dan perisai. Relief seperti itu
megalit merupakan bidang yang mungkin dimaksudkan untuk
datar. Selanjutnya, hasil menggambarkan kepahlawanan
pengamatan atribut bentuk dan motif nenek moyangnya.
hias relief megalit Dataran Tinggi Unsur-unsur utama dalam
Jambi tidak memberi petunjuk ritual megalit agaknya masih
bagaimana kepercayaan dan ritual bertahan pada tradisi kenduri seko
tersebut dilaksanakan. Motif yang masih dilaksanakan hingga
reliefnya pun belum dapat diketahui sekarang. Kenduri seko merupakan
makna religiusnya, tetapi sebagian ritual untuk menjalin hubungan
mungkin berfungsi dekoratif, seperti dengan penguasa pertama Alam
lingkaran-lingkaran konsentris Kerinci dan nenek moyang (Bakels,
diambil dari motif hias nekara 2009: 370-371). Upacara tersebut
perunggu Tipe Heger I (Schefold, dilaksanakan juga untuk
2009: 399-400). Motif bintang yang memperingati pendirian desa,
dipahat di tengah lingkaran-lingkaran mengungkapkan rasa terima kasih
konsentris pun diduga meniru motif atas hasil panen padi, dan sebagai
hias nekara perunggu Dong Son arena komunitas pelantikan kepala
(Bakels, 2009: 375; Budisantosa, desa/dusun baru (depati atau
2011b: 52-53). kerio/rio). Dalam kenduri seko
Motif lainnya adalah dilaksanakan pemotongan hewan
rangkaian motif hias manusia korban berupa seekor kerbau serta
kangkang yang ditafsirkan oleh digelar tari-tarian. Dalam kenduri
Heinzpeter Znoj sebagai lambang seko dilakukan pula upacara
kesinambungan generasi (Znoj, pembersihan pusaka, antara lain
2001: 3012), tetapi mungkin juga prasasti daun lontar atau tanduk
melambangkan dunia bawah/alam kerbau, tombak, pedang, golok,
arwah sebagaimana dipahatkan jimat, keramik Cina, dan barang
pada sarkofagus-sarkofagus di berharga lainnya. Pusaka
Bunutin dan Tamanbali, Bali dalam merupakan bagian dari sejarah
bentuk buta sungsang yang desa, dan dipercaya sebagai
dipercaya sebagai makhluk warisan nenek moyang pendiri desa.
pelindung arwah orang meninggal Sehari-hari pusaka disimpan di
dari kekuatan jahat (Soejono, 1977: loteng rumah, diikatkan pada tiang
161-162). Soejono memperkuat bagian tengah rumah depati (kepala
dugaannya dengan menyatakan desa) atau rio (kepala dusun).
bahwa pahatan buta sungsang Menurut informasi yang
ditemukan juga pada tempat-tempat diperoleh, Jet Bakels menyatakan
yang berhubungan dengan bahwa contoh kenduri seko yang
kematian, seperti misalnya di pura dilaksanakan di Desa Hyang Tinggi,
dalem di Bakung dan Banyuning, Kerinci dahulu dilaksanakan di
Bali. Sementara itu, tokoh manusia sekitar megalit yang disebut pulu
dalam bentuk utuh atau wajah negeri, pulung negeri, atau kepala
Gambar 3. Foto susunan batu kali berdenah segi empat yang disebut pulung negeri;
dahulu dipergunakan sebagai pusat ritual kenduri seko. Tinggalan ini ditemukan di Desa
Hyang, Kabupaten Kerinci (Sumber: Dok. Balar Palembang 1994).
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 25
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
tidak sadar diri dipercayai dibawa pendatang baru yang
merupakan pesan dari nenek mempunyai kebiasaanya sendiri.
moyang serta sebagai tanda telah Oleh karena itu, fungsi kepala negeri
terajalinnya kembali kedekatan masih dapat diketahui hingga
hubungan antara nenek moyang dan sekarang, sedangkan fungsi megalit
keturunannya. Karena arwah nenek silinder atau kerucut tidak diketahui
moyang berubah menjadi harimau, lagi (Bakels, 2009: 380). Sementara
maka penari yang dipercaya telah itu, penulis beranggapan bahwa
dikuasai atau dimasuki oleh arwah kepala negeri dan megalit silinder
nenek moyang kadang-kadang atau kerucut merupakan budaya
mengaum seperti harimau. Pada megalit yang pada dasarnya dibuat
malam hari dilakukan tari-tarian untuk tujuan yang sama. Dengan
serta dipersembahkan daging dan pertimbangan tertentu kepala negeri
darah (kerbau) yang diletakkan di dibuat dengan alasan pada sulitnya
pinggir desa untuk para arwah bahan batuan berukuran besar yang
nenek moyang. ada di Desa Hyang Tinggi yang
Dalam momen pelantikan merupakan lembah dengan
kepala desa/dusun (depati atau rio) lingkungan lahan basah. Selain itu,
yang dilaksanakan dalam kenduri ritual kenduri seko hingga kini tidak
seko dilakukan pengucapan sumpah hanya ditemukan di komunitas desa
suci (karang setia) yang menandai sekitar tinggalan kepala negeri,
persekutuan antara manusia dan tetapi juga di komunitas desa sekitar
arwah-arwah. Para arwah tidak tinggalan megalit silinder atau
hanya sebagai pihak yang kerucut.
menyetujui persekutuan, tetapi juga Tinggalan arkeologi seperti
sebagai pengawal sumpah. pecahan gerabah, keramik asing,
Menyusul pengucapan karang setia, manik-manik, alat serpih obsidian,
para arwah mengucapkan sumpah batu giling, dan alat besi ditemukan
kutukan (perbayo sumpah) yang di sekitar megalit. Tinggalan tersebut
akan mengenai orang yang ditemukan dalam ekskavasi di situs
melanggar sumpah suci (karang Pondok (Bonatz, 2003), Bukit Batu
setia). Untuk menandai peristiwa Larung (Bonatz dkk., 2006: 497-
tersebut dikorbankan seekor kerbau, 500), Dusun Tuo (Budisantosa,
dan kepalanya ditanam di sekitar 2006: 48-49), Talang Alo, Jambu
tempat upacara sebagai Abang (Budisantosa, 2007: 42-45),
persembahan kepada para arwah. Batu Patah Muak (Budisantosa,
Arwah kerbau dipercaya menjadi 2009: 22-28), dan Pematang Sungai
saksi persumpahan. Sebagian Nilo (Budisantosa, 2012: 67-86). Di
dagingnya dimasak untuk dimakan Pondok ditemukan juga lubang tiang
bersama komunitas desa yang rumah (Bonatz, 2003), sedangkan di
berperan serta dalam persekutuan, Batu Patah Muak ditemukan batu
dan sebagian daging segar sendi (umpak tiang rumah) dalam
diletakkan di pinggir desa untuk posisi in situ (Budisantosa, 2009:
dipersembahkan kepada para 19). Berdasarkan data arkeologi
arwah. tersebut dapat diketahui bahwa
Bakels menduga bahwa hunian berada di sekitar megalit. Hal
kepala negeri lebih dahulu ada itu sesuai dengan pembuatan kepala
sebelum megalit berbentuk silinder negeri yang dimaksudkan sebagai
atau kerucut. Selanjutnya dinyatakan tanda bahwa tanah di sekitarnya
bahwa megalit silinder atau kerucut telah dihuni oleh nenek moyangnya,
Gambar 4. Foto Salah Satu Hasil Ekskavasi Kubur Tempayan di situs Siulak Tenang, Kerinci
(Dok Balar Palembang 2014).
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 27
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
dihuni oleh orang yang telah batu yang digunakan sebagai pusat
meninggal dunia. Kubur tempayan ritual persembahan korban. Batu
dibuat sebagai sarana larung diduga nama yang diberikan
mengantarkan arwah seseorang pada megalit dalam konteks budaya
menuju alam berikutnya. Dalam pada masanya. Nama tersebut
mitologi Kerinci, alam arwah tersebut bertahan secara turun-temurun
merupakan tempat bersemayam hingga kini.
para mambang, yaitu penghuni Berdasarkan data arkeologi
pertama Alam Kerinci, dan nenek dapat diketahui bahwa kubur
moyang pertama yang menikah tempayan merupakan cara
dengan puteri mambang serta para penguburan kerangka manusia yang
arwah keturunannya. Pada ritual dilakukan oleh komunitas
kenduri seko anak keturunannya pendukung budaya megalitik.
menjalin kembali hubungan yang Benda-benda yang disertakan dalam
erat dengan para mambang dan penguburan menunjukkan bahwa
pendahulunya. benda-benda tersebut dipercaya
sebagai benda yang digunakan oleh
SIMPULAN arwah dalam kehidupannya di alam
Penafsiran data arkeologis arwah. Apakah arwah para
mengenai kepercayaan yang keturunan bersemayam juga di
melatari pembuatan megalit dan gunung-gunung bersama leluhurnya,
kubur tempayan Dataran Tinggi hal itu tidak diceritakan dalam
Jambi ternyata didukung dengan mitologi. Meski demikian dapat
data etnosejarah. Orientasi megalit diketahui secara jelas bahwa dalam
ke gunung-gunung menunjukkan mitologi Dataran Tinggi Jambi
bahwa gunung-gunung merupakan terdapat kepercayaan akan adanya
tempat bersemayam kekuatan alam arwah, sedangkan arwah dapat
supernatural, ialah arwah leluhur, menentukan alam kehidupan
baik dari jenis manusia maupun manusia.
makhluk halus yang telah mendiami Berdasarkan hasil penelitian
Dataran Tinggi Jambi sebelum dapat diketahui bahwa sisa-sisa
leluhur (nenek moyang) manusia budaya lama intangible masih
bermukim di wilayah tersebut. terpelihara di kalangan penduduk
Leluhur komunitas-komunitas setempat, tetapi mereka sendiri tidak
pendukung budaya megalitik mengetahui atau menyadari
Dataran Tinggi Jambi ternyata tidak keterkaitannya dengan budaya
hanya satu orang, tetapi sejumlah megalitik dan kubur tempayan. Sisa
orang yang masing-masing kepercayaan di wilayah tersebut
bersemayam di gunung tertentu. terlihat mengalami kesinambungan,
Pada masa lalu megalit diduga meski agama Islam telah
merupakan pusat ritual suatu menggantikan kepercayaan lama.
komunitas untuk menghormati dan Kepercayaan yang tidak berakar
menjaga hubungan baik dengan pada ajaran Islam dan yang
arwah leluhur. Dalam ritual tersebut bertahan dalam mitologi dan tradisi
dipersembahkan sesaji yang diduga kuat merupakan sisa
mungkin berupa hewan korban kepercayaan yang pernah hidup dan
(kerbau). Persembahan korban berkembang serta menjadi konsep
merupakan inti dari ritual tersebut, yang melandasi pembuatan megalit
oleh karena itu megalit diberi nama dan kubur tempayan pada masa
batu larung yang kurang lebih berarti lampau.
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 29
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
DAFTAR PUSTAKA
Azis, Fadhila Arifin. 2010: “Potensi Situs Arkeologi Kawasan Kerinci, Jambi: Ikon
Budaya Austronesia”, Amerta, 28. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Arkeologi Nasional, hal. 17-44.
Bakels, Jet. 2009: “Kerinci’s Living Past: Stones, Tales, and Tigers.” Dalam
From Distant Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of
Sumatra, Dominik Bonatz, John Miksic, John David Neidel, Mai Lin Tjoa-
Bonatz (Ed.).). Newcastle: Cambridge Scholar Publishing, hal. 367-382.
Bonatz, Dominik., John David Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz. 2006: “The megalithic
complex of highland Jambi: An archaeological perspective.” Dalam
Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde (BKI) 162-4: 490-522.
Koninklijk Instituut voor Taal-, Land- en Volkenkunde.
Bont, G.K.H. de. 1922: “De batoe’s larong (kist-steenen) in Boven Djambi,
Onderafdeeling Bangko”,Nederlandsch-Indië Oud en Niew 7: 31-32.
Caldwell, Ian. 1997: “A rock carving and a newly discovered stone burial
chamber at Pasemah,Sumatra”. Dalam Bijdragen tot de Taal-, Land-, en
Volkenkunde 153:169-82.
Hoop, A.N.J. Th.a Th. van der. 1940: Prehistoric site near the Lake Kerinchi
(Sumatra), dalam F.N. Chasen dan M.W.F. Tweedie (Ed.), Proceedings of
the Third Congress of Prehistorians of the Far East, hlm: 200-4. Singapore:
Government Press.
Kusumawati, Ayu dan Haris Sukendar. 2000: Megalitik Bumi Pasemah; Peranan
serta Fungsinya. Jakarta: Proyek Pengembangan Media Kebudayaan
Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
Republik Indonesia.
Neidel, John David. 2006: “ The garden of forking path; History, its erasure and
remembrance in Sumatra’s Kerinci Seblat National Park,” Ph D Thesis,
Yale University, New Haven, CT.
Renfrew, Colin dan Paul Bahn. 1993: Archaeology: Theories, Methods and
Practice. London: Thames and Hudson Ltd.
Schefold, Reimar 2009: “Kerinci Traditional Architecture,” Dalam From Distant
Tales: Archaeology and Ethnohistory in the Highlands of Sumatra,
Dominik Bonatz, John Miksic, John David Neidel, Mai Lin Tjoa-Bonatz
(Editors). Newcastle: Cambridge Scholar Publishing, hal. 383–401.
Schnitger, F.M. 1937: The Archaeology of Hindoo Sumatra. Leiden, E.J. Brill.
Megalit dan Kubur Tempayan Dataran Tinggi Jambi dalam Pandangan Arkeologi, 31
Etnosejarah dan Etnografi (Tri Marhaeni S. Budisantosa);
Soejono, R.P. 1977: “Sistim-sistim Penguburan Pada Akhir Masa Prasejarah di
Bali,” Dissertasi Fakultas Sastra, Universitas Indonesia, Jakarta.