Anda di halaman 1dari 38

MODUL

Orthopaedic Surgical Attire, Prepping and Draping

Sonny Wijanarko
16/405864/PKU/16398

DEPARTMENT ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI


RSUP DR. SARDJITO
UNIVERSITAS GADJAH MADA
AGUSTUS 2019

.
Pendahuluan
Scrub bedah, gowning, headgear, dipakai oleh tim operasi untuk mengurangi kontaminasi bakteri dan
angka infeksi pada area operasi (Surgical Site Infection / SSI). Pasien yang mengalami SSI rentan
terhadap 60% perawatan di ICU, lima kali lebih rentan terhadap readmisi, dan dua kali lebih berisiko
untuk kematian dibandingkan pasien tanpa SSI (Kirkland, et. al. 1999)

Banyak faktor yang dapat berkontribusi terhadap infeksi pada prosedur pembedahan. Penyebab
utama infeksi pada luka operasi adalah mikroorganisme pada kulit, sehingga daerah pembedahan
harus steril untuk mengurangi risiko infeksi (McHugh, 2014)

Prepping dan draping adalah prosedur yang dilakukan pada setiap operasi kasus – kasus bedah
orthopaedi. Residen orthopaedi UGM diharuskan menguasai prosedur prepping dan draping untuk
bisa menjadi dokter spesialis orthopaedi yang baik. Dalam melakukan prosedur ini dibutuhkan latihan,
ujian, dan kedisiplinan diri untuk bisa diterapkan dengan baik. Segala usaha dilakukan untuk mencegah
invasi mikroorganisme masuk ke dalam area insisi. Dalam menjalani pendidikan, Residen Orthopaedi
FKKMK UGM diharuskan melewati ujian prepping dan draping sebagai syarat kenaikan semester 5.
Modul ini bertujuan untuk mempermudah residen dalam melaksanakan ujian.

Persiapan Ujian

Alat dan bahan yang harus dipersiapkan pada saat ujian adalah

1. Alat pelindung diri

a. Masker

b. Cap

c. Google

d. Apron plastik

e. Apron timbal untuk operasi dengan bantuan fluoroskopi

f. Non sterile gloves

2. Bed

3. 3 buah meja

a. Armboard

b. Meja steril

c. Meja non steril

4. Peralatan simulasi disinfeksi

a. Handwashing

i. Alcuta

ii. Brush

iii. Nail clipper

b. Positioning

.
i. Bantal

ii. Side bump

iii. Perlak

iv. Underpad

v. Body strap

vi. Guling

vii. Flabot 1 Liter

c. Prepping

i. Betadine

ii. Alkohol 70 %

iii. Kassa

iv. Chlorhexidine 4%

v. Kidney bowl

vi. Gallpot

vii. Klem kassa

viii. Kain steril, duk steril

5. Implant dan Instrumen

6. Medical record

7. Modalitas X-ray pasien

8. 1 orang probandus, 1 orang asisten steril dan 1 orang asisten non steril

Kasus yang diujikan

Kasus yang diujikan adalah hak prerogatif dari penguji. Tetapi pada umumnya, kasus yang diujikan
adalah kasus trauma simple pada

1. Close fracture of middle third of the humerus

2. Close fracture of distal end of the radius

3. Close fracture of the femoral neck Garden Type IV

4. Close fracture of middle third of the femur

5. Close isolated fracture of middle third of the tibia

6. Close fracture of middle third of the clavicle

Materi ujian

Materi yang diujikan adalah simulasi sejak operator masuk ke ruang operasi hingga operasi selesai,
meliputi:

.
1. Penggunaan alat pelindung diri

2. Memastikan persiapan preoperatif sudah dikerjakan (pasien, implant, medical record dan
modalitas X-ray)

3. Injeksi antibiotik preoperatif

4. Pemasangan foley catheter, IV line, dan negative pad

5. Positioning pasien sesuai patologi pada pasien

a. Klavikula

b. Humerus

c. Radius

d. Manus

e. Hip

f. Femur

g. Cruris

h. Pedis

i. Spine

6. Scrubbing

7. Prepping and draping

8. Timeout

9. Simulasi operasi

Zoning

Zona di ruang operasi dibagi menjadi 3 (Ravindra, et.al. 2013).

 Zona 1 adalah zona aseptic, zona ini adalah zona operasi, hanya operator dan asisten
yang boleh memasuki area aseptic, dan harus memakai sterile gown. Personel pada
zona 1 dibatasi jumlahnya. Zona ini adalah zona dengan kebersihan dan asepsis
tertinggi.
 Zona 2 adalah zona bersih, semua personal harus memakai masker, cap dan baju /
celana ruang operasi. Pada zona ini pasien ditransfer dari trolley ke kamar operasi.
 Zona 3 adalah zona protektif, yaitu area didalam teater tetapi diluar area operasi.
Yang tercakup dalam zona 3 yaitu ruang ganti, area resepsi, ruang tunggu, dan area
transfer. Pada zona ini tidak diharuskan memakai masker, cap dan baju / celana ruang
operasi.

.
Sterilitas di Dalam Ruang Operasi

Lingkungan didalam ruang operasi harus seteril mungkin. Sampel air dan bakteri sebaiknya dikirim ke
lab mikrobiologi sekali seminggu. Personel di ruang operasi berpotensi membawa kontaminan dari
luar dan bisa menyebarkan agen infeksi ke dalam ruang operasi, sehingga jumlahnya harus dibatasi.
Berbicara keras dan tidak perlu juga sebaiknya dikurangi. Patogen blood-borne dan sekret dari mukosa
adalah potensi kontaminan, sehingga ruang operasi harus dibersihkan sebelum dan setelah operasi
dan diakhir hari dilakukan disinfeksi lebih teliti. Setelah setiap prosedur, area steril yang ditempati
oleh tim bedah dianggap tidak steril, dan harus dibersihkan dengan lap pel yang hanya sekali pakai.
AC dan ventilasi juga bisa terdapat debu, skuama kulit, droplet respiratorik, sehingga sebaiknya
didesain dengan filter High-Efficiency Particulate Air dan aliran udara laminar (Ravindra, et.al. 2013)

Prinsip sterilitas di kamar operasi (Ellen, et al, 2006)

1. Warna linen sebaiknya berwarna hijau untuk mengurangi pantulan cahaya dan kelelahan
mata
2. Gunakan material yang steril saja untuk operasi dan pertahankan sterilitas selama prosedur
3. Bila terdapat keraguan terhadap sterilitas, maka material dianggap tidak steril
4. Tidak boleh perawat sirkular dan asisten non steril menyeberang area steril
5. Tim steril hanya menyentuh area steril, hanya berada di dekat meja operasi
6. Personil yang tidak steril hanya boleh melewati sisi belakang dari tim steril
7. Material yang kotor diletakkan di dalam basin

”A surgeon should guard asepsis like a sage guarding celibacy” (Anonymous proverb)

.
Prosedur aseptic bertujuan untuk mengisolasi luka bedah dari lingkungan sekitar. Kegagalan dalam
praktek aseptic membuat mikroorganisme masuk ke area operasi dan menyebabkan infeksi. Setiap
orang yang masuk ke ruang operasi harus mandi dan mengganti baju dengan scrub bersih dan lebih
baik lagi yang tersterilkan. Rambut harus ditutup dengan cap dan wajah dengan masker. Face mask
yang lebih besar untuk menutupi janggut. Segala perlengkapan harus ditinggalkan di ruang ganti
seperti jam tangan, dompet, perhiasan dan telepon genggam. Personal yang sedang sakit flu, sakit
kulit, sebaiknya tidak ikut operasi. (Ravindra, et.al. 2013)

Pengenalan Instrument Dasar Bedah

1. Surgical instrument table

2. Sterilizing tray with cover

3. Sterilization container

4. Kidney Bowl

.
5. Iodine cup / gallpot

6. Tourniquet

7. Suction tube

.
8. Side bump

9. Arm Board

.
10. Electrocautery

11. Cutting and dissecting instruments

12. Clamping and occluding instruments

.
13. Grasping and Holding Instruments

14. Basic orthopaedic instruments


a. Bone forceps

.
b. Bone cutting

c. Plate bender

d. Bone drill

.
e. Retractor

f. Large fragment instrument

g. Small fragment instrument

.
h. Spine instrument
i. Rongeur

Kerrison’s rongeur

Pituitary rongeur

.
Caspar’s toothed disc rongeur
ii. Retractor

Wetlaner self-retaining retractor Derico self-retaining retractor

O’Connell nerve root retractor Mac Donald elevator / dissector

Cobb elevator Dandy blunt nerve hook

iii. Other

Pedicle awl Pedicle probe


Penggunaan alat pelindung diri

Penggunaan alat pelindung diri yaitu mengganti pakaian menggunakan pakaian bersih khusus
ruang operasi dan memakai Cap, google, masker, baju dan celana khusus ruang operasi, dan sandal
khusus ruang operasi

.
Penggunaan alat pelindung diri. Sebelum memasuki ruang operasi diwajibkan memakai cap,
google, masker, baju dan celana ruang operasi, dan sepatu ruang operasi

Penggunaan alat pelindung diri untuk prosedur operasi dengan bantuan fluoroskopi / C-Arm.
Tim mengenakan google, thyroid shield dan body xray protective apron

Memastikan persiapan preoperatif sudah dikerjakan

Sebelum memulai operasi sebaiknya dipastikan persiapan preoperative sudah dikerjakan


yaitu:

1. Memastikan identitas, Xray, dan medical record pasien benar


2. Memastikan sudah dilakukan marking pada operation site
3. Memastikan pasien telah menyetujui tindakan operasi dan informed consent telah
ditandatangani
4. Memastikan pasien sudah puasa 8 jam sebelum operasi
5. Memastikan cadangan kantong darah tersedia sesuai dengan perkiraan perdarahan
6. Memastikan pasien telah diperiksa oleh TS Anestesi dinyatakan layak bius (ACC
lembar konsul tatalaksana)

.
7. Memastikan lembar permintaan kamar operasi dan lembar persiapan preoperatif
telah terisi
8. Memastikan implant dan instrument sudah steril

Persiapan sebelum preparasi kulit

1. Injeksi antibiotic preoperative

Operator berkoordinasi dengan dokter TS Anestesi untuk injeksi antibiotic preoperative yaitu
Ceftriaxone 1 gram yang diencerkan dengan aquades 10cc. Dilakukan uji kulit 0.1 cc dari Ceftriaxone
1 gram melalui spuit 1 cc hasil ditunggu selama 10 menit. Bila indurasi tidak bertambah besar, injeksi
bisa dilakukan dengan drip atau injeksi langsung melalui three-way

Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam injeksi preoperative: Antibiotik vial (Ceftriaxone 1 gram ),
Alcohol swab, Spuit 1 cc untuk uji kulit dan spuit 10 cc

2. Dilakukan pemasangan foley catheter

.
Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam memasang kateter yaitu:

 Foley catether ukuran menyesuaikan umur pasien ( pada dewasa digunakan ukuran
16, pada anak digunakan ukuran 12
 Urine bag
 Steril gloves
 Povidone iodine
 Aquades
 Spuit 10 cc
 Kidney bowl
 Plaster
 Kassa steril
 Gel
3. Pasien sudah memakai baju khusus ruang operasi dan menanggalkan aksesoris
4. Pasien terbebas dari kotoran yang terlihat dengan kasat mata. Untuk operasi yang
melibatkan tangan dan kaki, pasien harus sudah memotong kukunya.
5. Positioning
Pasien diposisikan berdasarkan jenis operasi dan approach yang akan digunakan
1. Klavikula (Anterior approach)
1. Pasien posisi supinasi dengan ganjal flabot NaCl 0.9 % 1L atau sandbag,
diletakkan diantara tulang belakang dan margo medial scapula
2. Koordinasi dengan TS Anestesi untuk posisi Endotracheal tube harus
kontralateral terhadap sisi klavikula yang dioperasi
3. Posisi leher lateral fleksi terhadap sisi klavikula operasi

.
Positioning untuk anterior approach klavikula (Hoppenfeld, 2009)
2. Humerus (Anterior approach)
1. Pasien posisi supinasi, dengan humerus diletakkan diatas underpad dan arm
board, posisi bahu abduksi 60 derajat

Positioning untuk operasi humerus (Hoppenfeld, 2009)


3. Radius – ulna ( Anterior approach)
1. Pasien posisi supinasi, dengan antebrachii diletakkan diatas underpad dan
arm board, posisi bahu abduksi 60 derajat
2. Bila diperlukan, dipasang tourniquet pada proximal humerus.

.
Positioning untuk operasi anterior approach radius (Hoppenfeld, 2009)
4. Manus (Dorsal)

1. Pasien posisi prone, dengan tangan diletakkan diatas underpad


2. Bila diperlukan, dipasang tourniquet pada proximal humerus

Positioning untuk operasi dorsal approach manus (Hoppenfeld, 2009)

5. Hip (Posterior /Moore’s approach)


1. Pasien posisi lateral dengan panggul yang akan dioperasi di atas
2. Dipasang side bump dan body strap pada abdomen

Positioning untuk operasi posterior approach hip (Hoppenfeld, 2009)

6. Femur (Lateral approach)


1. Pasien posisi lateral dengan paha yang akan dioperasi di atas.
2. Diletakkan bantal dan underpad diantara kedua paha.
3. Pada regio flank dan perut dipasang ganjal samping ( side bump )
4. Dipasang body strap

Positioning untuk operasi lateral approach femur (Hoppenfeld, 2009)

7. Cruris (Anterior approach tibia)


1. Pasien posisi supinasi dengan knee ekstensi.
2. Underpad diletakkan dibawah cruris

.
Positioning untuk operasi anterior approach tibia (Hoppenfeld, 2009)

8. Pedis ( Dorsal approach)


 Pasien posisi supine dengan lutut fleksi dan panggul kontralateral eksternal
rotasi
 Dipasang underpad dibawah pedis yang akan dioperasi

Positioning untuk operasi dorsal approach pedis (Hoppenfeld, 2009)

9. Spine (Posterior lumbar approach)

Positioning untuk operasi dorsal approach lumbar spine (Hoppenfeld, 2009)

.
6. Mencukur area operasi
Clipping adalah mencukur menggunakan clipper dengan pisau halus sehingga meninggalkan
akar rambut kira kira 1 mm, sedangkan shaving adalah metode mencukur dengan blade tajam
yang digesekkan pada kulit. Mencukur area operasi meningkatkan risiko Surgical Site Infection
(SSI) (CDC 1999). Rambut sebaiknya tidak dicukur kecuali mengganggu jalannya operasi.
(Nichols, 2001). Mencukur dengan razor menyebabkan epidermal micro-trauma dan
kolonisasi bakteri, berhubungan dengan meningkatnya risiko SSI dan sebaiknya tidak
digunakan. (Ng, Alexander & Kerr, et al 2013).
Rekomendasi untuk mencukur area operasi menurut AORN tahun 2013:
 Bila dibutuhkan cukur rambut area operasi, clipper dengan baterai lebih disarankan
daripada shaver.
 Clipper disinfeksi sesuai aturan pabrik
 Untuk mengurangi kontaminasi bakteri pada area operasi, clipping dilakukan kurang
dari 2 jam sebelum operasi
 Hair removal dilakukan diluar kamar operasi tetapi masih di dalam area ruang operasi.
Clipping rambut di luar teater operasi mengurangi risiko kontaminasi akibat rambut
yang jatuh
 Gunakan pisau cukur baru yang steril

7. Disinfeksi daerah operasi


Pasien dianggap sebagai sumber utama infeksi, sehingga scrubbing area operasi dengan cairan
seperti chlorhexidine (CHG), alcohol, dan Povidone Iodine (PI) sebelum painting disarankan.
Pasien telah dipastikan tidak alergi terhadap agen disinfeksi yang akan digunakan, yaitu
Chlorhexidine / savlon. Area operasi dibersihkan dengan chlorhexidine dengan prinsip dari
area bersih ke kotor. Mikroorganisme dari luar medan operasi tidak boleh berpindah ke dalam
area operasi (Kassa bergerak secara sentrifugal menjauhi pusat operasi, kemudian dibuang,
tidak boleh kembali ke pusat / dicelupkan kembali ke chlorhexidine). Biarkan chlorhexidine
mengering sendiri (NHS, 2008)

8. Scrubbing
Standar dari Food and Drug Administration (FDA) menyatakan bahwa laritan antimikroba
seharusnya tidak mengiritasi, memiliki kemampuan antimikroba spectrum luas, mengurangi
jumlah mikroba pada kulit sampai batas minimum, beraksi cepat dan persisten. Larutan 7.5 –
10 persen povidone iodine (PI), 4% chlorhexidine gluconate (CHG) adalah larutan yang
memenuhi kriteria ini. PI berfungsi melalui oksidasi dari dinding sel bakteri, sedangkan CHG
mengubah ekuilibrium osmosis pada dinding sel bakteri (NHS, 2008)

.
Chlorhexidine 4 %, antiseptic yang digunakan untuk cuci tangan

Scrubbing station / tempat cuci tangan.

Prosedur Scrubbing:
a. Nail clipping
Kuku dipotong dengan disposable nail clipper sebelum cuci tangan.
b. Hand washing
WHO pada tahun 2009 merekomendasikan handrub berbasis alcohol karena beberapa
alasan
 Berdasarkan bukti, terdapat aktivitas antiseptik spectrum luas dan aksi cepat
dengan risiko minimal terhadap resistensi agen antimicrobial
 Baik digunakan pada daerah sumber daya terbatas atau remote dengan sulitnya
akses terhadap wastafel, air bersih, handuk, dsb.
 Ketaatan terhadap hand hygiene lebih tinggi karena prosedurnya lebih cepat
 Efek samping relatif rendah

Formulasi yang disarankan menurut WHO:

 Formulasi 1: Untuk mencapai konsentrasi final ethanol 80%, Glycerol 1.45 %,


H2O2 0.125% Tuang ke dalam 1000 ml flask:

.
o Ethanol 96% sebanyak 833 ml
o H2O2 3% 41.7 ml
o Glycerol 98% 14.5 ml
 Formulasi 2: Untuk mencapai konsentrasi akhir isopropyl alcohol 75%, glycerol
1.45%, dan H2O2 0.125% :
o Isopropyl alcohol dengan kemurnian 99.8%, 751.5 ml
o H2O2 3% 41.7 ml
o Glycerol kemurnian 98%, 14.5 ml
Cuci tangan dengan formula handrub menurut rekomendasi WHO:

1. Gunakan 5ml (3 dosis) dari handrub basis alcohol pada telapak tangan kiri,
menggunakan siku kanan
2. Basahi ujung kuku tangan kanan dengan dengan handrub selama 5 detik

3 – 7. Apus antebrachii kanan sampai dengan siku. Pastikan seluruh bagian kulit tercakup
dan handrub dibiarkan sampai kering dalam 10 – 15 detik

8. Tuang kira – kira 5 ml ( 3 dosis) dari handrub basis alcohol pada tangan kanan
menggunakan siku kiri
9. Basahi ujung kuku tangan kanan dengan dengan handrub selama 5 detik

.
10. Apus antebrachii kiri sampai dengan siku. Pastikan seluruh bagian kulit tercakup dan
handrub dibiarkan sampai kering dalam 10 – 15 detik
11. Tuang kira – kira 5 ml (3 dosis) dari handrub basis alcohol pada tangan kiri
menggunakan siku kanan

12. Tuang seluruh tangan dan pergelangan dengan handrub basis alcohol, gosok telapak
tangan dengan telapak tangan yang lainnya dengan gerakan memutar
13. Gosok punggung dari tangan kiri sampai dengan pergelangan tangan, gerakkan tangan
kanan ke depan dan ke belakang. Lakukan sebaliknya
14. Gosok telapak tangan dengan telapak tangan lainnya kedepan dan kebelakang dengan
jari berkaitan

15. Gosok bagian belakang jari dengan memegang dengan telapak tangan lainnya dan
lakukan gerakan ke depan dank e belakang
16. Gosok ibu jari tangan kiri dengan genggaman tangan lainnya, lakukan gerakan
memutar kedepan dan kebelakang
17. Biarkan tangan mengering kemudian gloves bisa dipakai
c. Mengeringkan tangan dengan handuk steril

1. 2. 3. 4.

1. Ambil handuk steril yang terletak paling atas dari gown dan mundur satu langkah dari
meja steril. Pegang dan biarkan terbuka. Jangan sampai handuk menyentuh objek tidak
steril.
2. Sentuh salah satu ujung handuk dengan satu tangan kanan dan keringkan tangan kiri
dengan gerakan memutar.
3. Keringkan tangan, antebrachii, sampai cubiti kiri, tidak boleh kembali lagi ke distal.
4. Keringkan tangan sampai siku kanan dengan bagian handuk yang belum tersentuh dari
distal ke proximal, tidak boleh kembali lagi ke distal
d. Memakai surgical gown (Gowning)
Memakai gaun bedah dengan cara steril yaitu

.
1. Mengambil bagian leher dari gown
2. Kedua tangan masuk melalui lubang, tidak boleh menyentuh bagian lain. Tangan tidak
boleh keluar dari lubang pergelangan tangan

Gaun bedah

1. 2. 3.

4. 5. 6.
1. Dengan satu tangan, ambil gaun yang terlipat dengan memegang seluruh
lapisan gaun, sentuh hanya lapisan paling atas
2. Pegang bagian leher, biarkan gaun terbuka tanpa menyentuh objek tidak
steril
3. Selipkan kedua tangan masuk ke dalam sleeves
4. Selipkan tangan lebih dalam ke dalam sleeves dan keteika ujung jari
menyentuh bagian proximal dari cuff, pegang jahitan dalam dari cuff
dengan ibu jari dan telunjuk. Tidak boleh ada jari yang keluar
5. Perawat sirkular menarik ke belakang gaun, hanya boleh menyentuh
bagian dalam dari gaun.
6. Perawat sirkular mengikat tali belakang gaun pada leher dan pinggang
dan hanya boleh menyentuh bagian dalam dari gaun.
3. Memakai sarung tangan dengan cara steril (Donning / Gloving)

.
Open method dalam memakai gloves steril. Bagian luar dari gloves tidak boleh
tersentuh oleh tangan. Tangan hanya boleh mnyentuh bagian dalam dari gloves.

Close method dalam memakai gloves steril. Pada close method, tangan tidak
menyentuh gloves.
a. Taruh gloves steril diatas kepalan tangan yang masih di dalam sleeves dengan
gloves menghadap ke proximal.
b. Tempatkan bagian tergulung dari gloves pada jahitan pergelangan tangan,
pegang ujung gulungan dengan ibu jari dan jari telunjuk dari dalam gown
c. Saat memegang bagian tergulung dari gloves dari bawah dengan satu tangan
dari dalam sleeve, pegang bagian teratas dari bagian tergulung dengan tangan
lainnya. Hati hati agar tangan tidak keluar dari gown
d - e. Tarik ujung proximal dari glove ke proximal dengan tangan lainnya di dalam
gown sampai semua jari masuk ke dalam glove
f. Taruh glove dengan jari mengarah ke proximal, hati-hati tangan tidak boleh
keluar dari sleeves
g. Tarik bagian tergulung dari glove dengan tangan lainnya sampai masuk ke
dalam gown
h – i. Tarik bagian proximal dari bagian tergulung ke proximal hingga semua jari
masuk

Berbagai studi menunjukkan bahwa memakai 2 lapis sarung tangan secara


signifikan mengurangi risiko dari pada hanya satu lapis. Memakai sarung tangan
anti sobek dan mengganti sarung tangan bagian luar juga mengurangi risiko

.
infeksi. Bila sarung tangan robek, segera mengganti dengan sarung tangan baru,
dan instrument yang saat itu dipegang dianggap tidak steril sehingga harus
disingkirkan / diganti baru (Mc Hugh, et al. 2014)
4. Mengikat surgical gown

1. 2.

3. 4.
1. Scrub person menarik ikatan dan memegang tab pada pinggang dengan
tangan kanan.
2. Perawat sirkular mengambil tab dari scrub person tanpa menyentuh tali dan
scrub person
3. Scrub person berputar dan mengambil tali (bukan tab). Perawat sirkular
melepas tab tanpa menyentuh tali
4. Scrub person mengikat tali

Penggunaan gaun bedah, setelah cuci tangan dan mengeringkan tangan dengan handuk, gaun
dipakai dan diikat dengan metode steril. Kedua tangan tidak boleh menyentuh area non steril.

Preparasi kulit (Painting) dan Draping

Preparasi kulit (Painting)

Sepuluh present dari Povidone Iodine (PI) dapat membunu bakteri dan digunakan sebagai cairan
standar dalam painting. Berkelman et al, menggunakan beberapa merk dari larutan PI dan
menunjukkan hasil baik dalam membunuh Staphylococcus aureus and Mycobacterium chelonae pada
larutan 1:2, 1:4, 1:10, 1:50 dan 1:100 dibandingkan dengan larutan standar. Staphylococcus Aureus
dapat bertahan 2 menit pada cairan standar tetapi tidak bertahan lebih dari 15 detik pada larutan
1:100. Kobayashi melaporkan efek yang sama untuk efek CHG dengan PI tetapi lebih tidak merusak
kulit.

.
Preparasi kulit berbeda-beda menurut tempat dilakukannya operasi. Painting selalu dimulai dari
tempat dimulainya insisi, dari central ke perifer. Dilakukan 3 kali siklus, sekali siklus selama dua sampai
tiga menit. (Ravindra, et.al. 2013):

Draping

Drape steril memegang peranan penting dalam menciptakan pelindung terhadap bakteri. Idealnya
drape yang digunakan adalah sekali pakai / disposable dan menggunakan material anti air
(waterproof) (Moylan, 1987). Bila gaun steril disposable dan drape digunakan, maka angka infeksi 6.5
% ke 2.8 % (Kale, 1981) Hanya personel yang steril yang boleh memegang drape. Draping selalu dimulai
dari area tempat insisi kearah perifer. Setelah drape ditaruh, sebaiknya tidak digerakkan.

Prinsip dalam praktik draping adalah (Ravindra, et.al. 2013):

 Drape harus terlipat rapi, cukup tebal sehingga tidak mudah rembes, dan tidak sobek.
 Pegang drape seminimal mungkin
 Pegang drape cukup tinggi untuk mencegah mengenai area non steril, tetapi hati hati
jangan sampai mengenai lampu
 Setelah drape ditaruh, biarkan pada posisinya, sebaiknya tidak digeser. Bila ada drape
yang salah ditempatkan, biarkan pada tempatnya dan taruh drape lain diatasnya
 Lindungi sarung tangan dengan menggulung ujung drape diatas tangan. Sarung
tangan tidak boleh menyentuh kulit pasien
 Bila drape terkontaminasi, singkirkan dari meja operasi
 Bila drape jatuh dibawah lutut, sebaiknya diganti dengan yang baru
 Bila terdapat keraguan terhadap sterilitas drape, anggaplah tidak steril, ganti dengan
yang baru
 Bila ditemukan lubang setelah drape ditaruh, tutup lubang dengan drape lain atau
ganti drape dengan yang lain

1. Klavikula (anterior)

 Area painting dan draping mencakup hemithorax, ketiak, humerus, skapula pada sisi
yang dioperasi (Gambar diambil dari www.aofoundation.org)

2. Humerus

.
 Area painting mencakup bahu pada sisi yang dioperasi, humerus, antebrachii, sampai
dengan pergelangan tangan yang dioperasi, selain itu juga ketiak dan tulang iga (Gambar
diambil dari www.aofoundation.org)
3. Radius – ulna

 Area painting dan draping mencakup humerus pada sisi yang dioperasi, antebrachii dan
manus pada sisi yang dioperasi
4. Manus

Area painting dan draping mencakup antebrachii dan tangan pada sisi yang dioperasi
5. Hip

.
 Area painting mencakup hemipelvis, femur, dan groin. Area draping mencakup
hemipelvis dan femur.
6. Femur ( lateral)

 Area painting dan draping mencakup hemipelvis, gluteus, selangkangan, patella sampai
dengan cruris proximal
7. Cruris

 Area painting dan draping mencakup femur, cruris, sampai dengan pedis (Gambar
diambil dari www.aofoundation.org)

.
 Area painting dan draping mencakup distal cruris dan pedis (Gambar diambil dari
www.aofoundation.org)
8. Spine (posterior)

 Area painting dan draping mencakup 2 corpus diatas dan 2 corpus dibawah area operasi.

Approach (Hoppenfeld et al. 2009)

1. Klavikula (Anterior approach)


a. Posisi: Supinasi dengan ganjal bantal pasir diantara batas medial scapula dan tulang
belakang
b. Bahaya:
i. Saraf: Brachial plexus dengan arteri subkutan
ii. Pembuluh darah: Vena dan artery subacromial
c. Landmark:
i. Sternal notch
ii. AC joint
d. Teknik:
i. Insisi dari medial berbentuk huruf S dari medial. Dari sternal notch, klavikula
dipalpasi kearah lateral sampai dengan AC joint.
ii. Insisi diperdalam lapis demi lapis, cutis, subcutis. Kontrol perdarahan.
iii. Identifikasi dan pertahankan supraclavicular nerve
iv. Identifikasi Fascia M. Platysma. Split tajam M. Platysma, retraksi M. Platysma
hingga ditemukan periosteum
v. Fragmen proximal dan distal dipegang dengan verbrugge clamp
vi. Tepi fraktur dibersihkan dengan curet / periosteal elevator

.
vii. Fiksasi dengan S-Plate / AO Recon plate ukuran 6 – 8 hole. Drill 3 screw pada
proximal dan distal dengan drill bit 2.5 mm pada near cortex
viii. Ukur kedalaman korteks dengan depth gauge
ix. Taper dengan small fragment taper
x. Isi lubang dengan small fragment cortical screw dengan panjang sesuai
kedalaman depth gauge
xi. Ulangi screwing sampai dengan 6 korteks pada medial dan lateral terisi
dengan urutan near – near, kemudian far- far cortex.
xii. Cek stabilitas tulang
xiii. Cuci luka dengan NaCl 0.9 %
xiv. Kontrol perdarahan
xv. Jahit M. Platysma dengan figure of 8 dengan jarum atraumatic braided PGA
based (synthetic) ukuran 2/0 tapered.
xvi. Jahit subcutis dengan jarum atraumatic braided PGA based (synthetic) ukuran
2/0 tapered.
xvii. Jahit kulit dengan jarum atraumatic monofilament nylon (synthetic) ukuran
2/0 tapered.
xviii. Tutup luka dengan sofratulle, kassa steril dan plaster
xix. Arm sling dipasangkan
xx. Operasi selesai
2. Humerus (Anterior)
a. Posisi: Pasien posisi supinasi dengan lengan diatas arm board, abduksi bahu 60
derajat.
b. Bahaya:
i. Saraf
1. The radial nerve (Shaft)
2. The axillary nerve (Proximal)
3. The musculocutaneous nerve (Shaft)
ii. Pembuluh darah
1. The anterior circumflex humeral pembuluh darah
c. Internervous plane
i. M. deltoid (N. axillary)
ii. M. pectoralis major (N lateral pectoralis)
d. Landmark
i. Processus coracoideus scapula
ii. Lateral border dari M. Biceps brachii sekitar 5 cm diatas cubital crest
e. Teknik
i. Insisi dengan landmark coracoid process scapula, lanjutkan ke distal dank e
lateral searah dengan sulcus deltopectoralis pada aspek lateral humerus,
insisi dilanjutkan ke distal mengikuti lateral border dari M. Bicep brachii
ii. Identifikasi dan preserve cephalic vein
1. Proximal
a. Identifikasi sulcus deltopectoralis dengan panduan vena
cephalica, pisahkan dua otot, retraksi vena cephalica ke
medial dengan M. Pectoralis major atau ke lateral dengan M
deltoid.
b. Insisi dilanjutkan sampai dengan ditemukan deltoid
tuberosity / insersi dari M. Pectoralis major ke lateral lip dari

.
sulcus bicipital. Hati hati dalam retraksi otot deltoid karena
dapat menekan N. Axillary
c. Insisi periousteum secara longitudinal, tepat di lateral dari M.
Pectoralis major. Insisi dilanjutkan ke proximal tetapi tetap
berada di lateral dari caput longum M. Biceps brachii.
d. Identifikasi dan ligasi A. Circumflex artery yang berjalan dari
medial ke lateral.
e. Detach M. Pectoralis dari lateral lip dari sulcus bicipital
humerus.
f. Bila dibutuhkan ekspos dari caput dan column anatomicum
dari humerus, pisahkan M. Subscapularis, identifikasi dan
koagulasi trias pembuluh darah yang berjalan di tepi bawah
M. Subscapularis.
2. Distal
a. Insisi fascia searah dengan insisi kulit.
b. Identifikasi interval otot diantara M. Biceps dan M. Brachialis
dengan cara retraksi M. Biceps ke medial
c. Split M. brachialis secara longitudinal sepanjang midline nya
untuk mengekspos periosteum dari shaft humerus.
d. Detach M. Brachiallis dari fascies anterior humerus.
Pertahankan jaringan lunak sebanyak mungkin. Elbow fleksi
untuk merelaksasi M. Brachialis.
iii. Bersihkan ujung fraktur dari periosteum dan soft tissue dengan periosteal
elevator
iv. Fragmen proximal dan distal dipegang dengan verbrugge clamp
v. Tepi fraktur dibersihkan dengan curet / periosteal elevator
vi. Fiksasi dengan Narrow dynamic compression plate ukuran 6 – 10 hole. Drill 3
screw pada proximal dan distal dengan drill bit 2.5 mm pada near cortex
vii. Ukur kedalaman korteks dengan depth gauge
viii. Taper dengan small fragment taper
ix. Isi lubang dengan small fragment cortical screw dengan panjang sesuai
kedalaman depth gauge
x. Ulangi screwing sampai dengan 6 korteks pada medial dan lateral terisi
dengan urutan near – near, kemudian far- far cortex.
xi. Cek stabilitas tulang
xii. Cuci luka dengan NaCl 0.9 %
xiii. Kontrol perdarahan
xiv. Jahit subcutis dengan jarum atraumatic braided PGA based (synthetic) ukuran
2/0 tapered.
xv. Jahit kulit dengan jarum atraumatic monofilament nylon (synthetic) ukuran
2/0 tapered.
xvi. Tutup luka dengan sofratulle, kassa steril dan plaster
3. Radius (Anterior approach)
a. Posisi: Supinasi dengan antebrachii diletakkan diatas arm board dan underpad.
Tourniquet bisa dipasang pada humerus, tetapi jangan dieksanguinasi penuh sebelum
tourniquet dipompa. Darah sirkulasi sisa di vena membuat struktur vascular mudah
diidentifikasi.
b. Bahaya:

.
i. Saraf
1. The posterior interosseus nerve
2. The superficial radial nerve
ii. Pembuluh darah
1. The radial artery
2. The recurrent radial arteries
c. Internervous Plane
i. Proximal : M. Brachioradialis (radial nerve) dan M. Pronator teres (median
nerve)
ii. Distally : M. Brachioradialis (radial nerve) and M. Flexor carpi radialis (median
nerve)
d. Landmark
i. The lateral insertion of the biceps tendon
ii. The styloid process of the radius
e. Teknik
i. Insisi dengan landmark anterior flexor crease elbow tepat di lateral dari bicep
tendon, ke distal sampai dengan processus styloid radius
ii. Insisi subkutan, dilanjutkan dengan insisi fascia searah dengan insisi kulit.
iii. Identifikasi batas medial dari M. Brachioradialis. Buat plane diantara M.
Brachioradialis dan M. Flexor carpi radialis.
iv. Identifikasi N. Radialis ramus superficial yang berjalan dibawah M.
Brachioradialis.
v. Identifikasi dan ligase arteri radialis recurrent branch. Hati hati agar tidak
terjadi avulsi agar tidak terbentuk hematoma pasca operasi.
vi. Identifikasi A. Radialis dibawah M. Brachioradialis, dekat pada batas medial
dari luka, yang berjalan dengan dua vena comitantes yang tetap terlihat bila
tidak dieksanguinasi pada saat pemasangan tourniquet. Retraksi arteri
radialis ke medial.
vii. Identifikasi dan pertahankan nervus radialis cabang superfisial (nervus
sensoris dari antebrachii) yang berjalan pada M. Brachioradialis. Retraksi saraf
ini ke lateral dengan M. Brachioradialis
1. Proximal radius:
a. Ikuti tendon M. Biceps brachii ke arah insersinya ke
tuberositas bicipital dari radius. Tepat di lateral dari tendon
terdapat bursa kecil, insisi bursa ini untuk mendapatkan
akses ke shaft radius bagian proximal. Karena arteri radialis
berjalan superfisial dan medial dari tendon ini, perdalam luka
ke lateral dari tendon M. Biceps brachii
b. Supinasi antebrachii untuk menyingkirkan PIN ke lateral dan
posterior untuk mengekspos M. Supinator.
c. Detach M. Supinator dari insersinya. Pastikan otot ini terpisah
dari insersinya dan tidak mengiris ototnya. Diseksi
dilanjutkan ke lateral untuk melepas otot dari tulangnya.
Retraksi ke lateral dari otot mengangkat PIN menjauhi medan
operasi tetai traksi yang berlebihan dapat menyebabkan
neuropraxia dan sembuhnya lambat (6-9 bulan). Terakhir,
jangan menggunakan retractor pada permukaan posterior
dari column radius karena akan menekan PIN ke tulang.

.
2. Shaft radius:
a. Aspek anterior dari radius ditutupi oleh M. pronator teres
dan M. Flexor digitorum superfisialis. Untuk mencapai
permukaan anterior dari tulang, pronasikan lengan sehingga
insersi dari M. pronator teres dari aspek lateral dari radius
terekspos. Detach M. Pronator teres dari insersinya di tulang
dan lepas ke arah medial. Pertahankan jaringan lunak
sebanyak mungkin.
3. Distal radius:
a. Dua otot yaitu M. Flexor policis longus dan M. Pronator
quadratus, muncul dari aspek anterior dari sepertiga distal
radius. Untuk mencapai otot tersebut, supinasikan
antebrachii, iris periosteum dari aspek lateral radius ke M.
Pronator quadratus dan M. Flexor pollicis longus. Kemudian
lanjutkan diseksi ke distal dengan retraksi dua otot tersebut
ke medial.
viii. Fragmen proximal dan distal dipegang dengan verbrugge clamp
ix. Tepi fraktur dibersihkan dengan curet / periosteal elevator
x. Fiksasi dengan dynamic compression plate (small fragment) ukuran 6 – 10
hole. Drill 3 screw pada proximal dan distal dengan drill bit 2.5 mm pada near
cortex
xi. Ukur kedalaman korteks dengan depth gauge
xii. Taper dengan small fragment taper
xiii. Isi lubang dengan small fragment cortical screw dengan panjang sesuai
kedalaman depth gauge
xiv. Ulangi screwing sampai dengan 6 korteks pada medial dan lateral terisi
dengan urutan near – near, kemudian far- far cortex.
xv. Cek stabilitas tulang
xvi. Cuci luka dengan NaCl 0.9 %
xvii. Kontrol perdarahan
xviii. Jahit M. Pronator quadratus dengan figure of 8 dengan jarum atraumatic
braided PGA based (synthetic) ukuran 3/0 tapered.
xix. Jahit subcutis dengan jarum atraumatic braided PGA based (synthetic) ukuran
3/0 tapered.
xx. Jahit kulit dengan jarum atraumatic monofilament nylon (synthetic) ukuran
3/0 tapered.
xxi. Tutup luka dengan sofratulle, kassa steril dan plaster
4. Hip (Posterior approach / moore)
a. Posisi: Pasien posisi true lateral dengan panggul yang dioperasi diatas
b. Bahaya: Nervus ischiadicus, Arteri glutealis inferior
c. Internervous plane: Tidak ada.
d. Teknik:
i. Insisi 10 – 15 cm dengan pusat pada greater trochanter. Insisi dilakukan 6 – 8
cm proximal dan distal dari greater trochanter. Insisi dilanjutkan subcutis,
hingga ditemukan fascia lata
ii. Insisi fascia lata pada aspek lateral dari femur untuk mengekpos vastus
lateralis. Insisi diperpanjang ke superior searah dengan insisi kulit. Pisahkan
serat M. Gluteus maximus dengan diseksi tumpul.

.
iii. Retraksi serat M. gluteus maximus dan fascia parietal dari thigh.
iv. Internal rotasi hip untuk membuat otot short eksternal rotator teregang
v. Jahit benang pengaman / stay suture ke tendon piriformis dan obturator
internus tepat sebelum berinsersi di greater trochanter
vi. Detach otot short ekternal rotator ke belakang untuk melindungi N.
Ischiadicus.
vii. Aspek posterior dari kapsul terekspos, insisi kapsul dengan insisi bentuk
longitudinal atau bentuk huruf T.
5. Femur (Lateral approach)
a. Posisi: Lateral decubitus / Supinasi
b. Bahaya:
i. Pembuluh darah:
1. Perforating arteri dari A. Profunda femoris
c. Internervous plane: -
d. Landmark:
i. Greater trochanter femur
ii. Shaft femur
iii. Lateral condyle femur
e. Teknik:
i. Insisi longitudinal dilakukan, dimulai dari tengah dari GT, dilanjutkan ke sisi
lateral dari paha diatas aspek lateral dari femur, insisi diperdalam hingga
ditemukan fascia lata
ii. Stab incision fascia lata dengan blade, kemudian insisi tajam searah dengan
insisi kulit ke proximal dan distal
iii. Identifikasi otot vastus lateralis. Retraksi dengan Homan / Bennett retractor
ke anterior dan posterior.
iv. Lanjutkan diseksi secara tumpul, lakukan koagulasi bila ditemukan pembuluh
darah.
v. Split vastus lateralis untuk untuk mengekspos periosteum
vi. Fragmen proximal dan distal dipegang dengan verbrugge clamp
vii. Bersihkan ujung fraktur dari periosteum dan soft tissue dengan periosteal
elevator
viii. Tepi fraktur dibersihkan dengan curet / periosteal elevator
ix. Fiksasi dengan Broad dynamic compression plate 4.5 mm ukuran 8-12 hole.
Drill 4 screw pada proximal dan distal dengan drill bit 3.5 mm pada near cortex
x. Ukur kedalaman korteks dengan depth gauge
xi. Taper dengan small fragment taper
xii. Isi lubang dengan small fragment cortical screw dengan panjang sesuai
kedalaman depth gauge
xiii. Ulangi screwing sampai dengan 8 korteks pada medial dan lateral terisi
dengan urutan near – near, kemudian far- far cortex.
xiv. Cek stabilitas tulang
xv. Cuci luka dengan NaCl 0.9 %
xvi. Kontrol perdarahan
xvii. Jahit otot short external rotator dengan figure of 8 dengan jarum atraumatic
braided PGA based (synthetic) ukuran 2/0 tapered.
xviii. Jahit fascia dengan jarum atraumatic braided PGA based (synthetic) ukuran
2/0 tapered dengan teknik continuous interlocking

.
xix. Jahit subcutis dengan jarum atraumatic braided PGA based (synthetic) ukuran
2/0 tapered
xx. Jahit kulit dengan jarum atraumatic monofilament nylon (synthetic) ukuran
2/0 tapered
xxi. Tutup luka dengan sofratulle, kassa steril dan plaster
6. Tibia ( Anterior)
a. Posisi: Supinasi. Tourniquet bisa dipasang bila diperlukan.
b. Bahaya:
i. Pembuluh darah:
1. Vena Saphena magna, berjalan pada sisi medial dari cruris.
c. Internervous plane: Tidak ada.
d. Teknik
i. Dilakukan insisi pada pada anterior surface dari tungkai bawah parallel
terhadap anterior border tibia dan kira – kira 1 cm ke lateral.
ii. Elevasi skin flap ke medial, ekspos jaringan subkutan tibia. Hati hati terhadap
vena saphena magna pada sisi medial dari tungkai bawah dan harus dilindungi
ketika skin flap diretraksi ke medial
iii. Identifikasi periosteum tibia, periosteum stripping harus diminimalisir karena
fungsinya dalam memberikan supply darah ke tulang tibia.
iv. Bersihkan ujung fraktur dari periosteum dan soft tissue dengan periosteal
elevator
v. Fragmen proximal dan distal dipegang dengan verbrugge clamp
vi. Tepi fraktur dibersihkan dengan curet / periosteal elevator
vii. Fiksasi dengan Narrow dynamic compression plate ukuran 6 – 10 hole. Drill 3
screw pada proximal dan distal dengan drill bit 2.5 mm pada near cortex
viii. Ukur kedalaman korteks dengan depth gauge
ix. Taper dengan small fragment taper
x. Isi lubang dengan small fragment cortical screw dengan panjang sesuai
kedalaman depth gauge
xi. Ulangi screwing sampai dengan 6 korteks pada medial dan lateral terisi
dengan urutan near – near, kemudian far- far cortex.
xii. Cek stabilitas tulang
xiii. Cuci luka dengan NaCl 0.9 %
xiv. Kontrol perdarahan
xv. Jahit subcutis dengan jarum atraumatic braided PGA based (synthetic) ukuran
2/0 tapered.
xvi. Jahit kulit dengan jarum atraumatic monofilament nylon (synthetic) ukuran
2/0 tapered.
xvii. Tutup luka dengan sofratulle, kassa steril dan plaster

.
Daftar Pustaka

1. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, 2009.


2. Ravindra M. Shenoy, Archana Shenoy, Safe surgical practices and asepsis. 2013. Archives of
Medicine and Health Sciences / Jan-Jun 2013 / Vol 1 | Issue 1. Downloaded free from
http://www.amhsjournal.org on Tuesday, July 30, 2019, IP: 36.80.221.151]
3. Gottrup F. Prevention of surgical-wound infections. N Engl J Med 2000;342(3):202e4.
4. NICE. Prevention and treatment of surgical site infection; 2008.
5. Recommended practices for surgical attire. AORN J 2005;81(2):413e20.
6. McHugh, S. M., Corrigan, M. A., Hill, A. D. K., & Humphreys, H. (2014). Surgical attire, practices
and their perception in the prevention of surgical site infection. The Surgeon, 12(1), 47–52.
doi:10.1016/j.surge.2013.10.006
7. Tanner J, Norrie P, Melen K. Preoperative hair removal to reduce surgical site infection
8. Christine Sieczkowski, 2014. Surgical Site Infection Improvement Programme. Clipping not
Shaving Intervention Guidelines.
9. Nichols R L. Preventing surgical site infections: A surgeon’s perspective.
10. AORN. Perioperative Standards and Recommended Practices. Denver, CO: AORN, 2013; 1:75-
90.
11. Ng W, Alexander D, Kerr B, Ho MF, Amato M, Latz K. A hairy tale: successful patient education
strategies to reduce prehospital hair removal by patients undergoing elective caesarean
section. Journal of Hospital Infection 2013 ;83 :64-7.
12. Infection control and hospital epidemiology, 1999; 20: 247- 78. Guideline for Prevention of
Surgical Site Infection
13. Cochrane review. Pre-operative hair removal to reduce surgical site infection. Best Practice
2007; 11: 1-4.
14. Kirkland KB, Briggs JP, Trivette SL, Wilkinson WE, Sexton DJ. The impact of surgical-site
infections in the 1990s: attributable mortality, excess length of hospitalization, and extra
costs. Infect Control Hosp Epidemiol 1999; 20(11):725e30.
15. Ellen Anderson Manz, Debbie Gardner, and Maret Millard. 2006. Clipping, Prepping and
Draping for Surgical Procedures.
16. Hoppenfeld, Stanley; deBoer, Piet; Buckley, Richard. Surgical Exposures in Orthopaedics: The
Anatomic Approach, 4th Edition. 2009. Lippincott Williams & Wilkins
17. Berkelman RL, Holland BW, Anderson RL. Increased bactericidal activity of dilute preparations
of povidoneiodine solutions. J Clin Microbiol 1982;15:635-9.
18. Kobayashi H. Evaluation of surgical scrubbing. J Hosp Infect 1991;18(Suppl B):29-34.
19. Moylan JA, Fitzpatrick KT, Davenport KE. Reducing wound infections. Improved gown and
drape barrier performance. Arch Surg 1987;122:152-7.
20. Kale VG. A guide to surgical instruments. 7th ed. Bombay: Current Book International; 1981.

Anda mungkin juga menyukai