Anda di halaman 1dari 5

Arti Shalawat Asyghil

Sebelum kita melihat arti shalawat asyghil ini, mari kita baca lirik dari sholawat ini:

Allahumma shalli ‘alaa sayyidinaa Muhammad,


wa asyghilizh-zhalimiin bizh-zhalimiin,
wa akhrijnaa mim-bainihim saalimiin,
wa ‘alaa aalihi wa shahbihi ajma’iin.

Gambar lirik
shalawat asyghil dalam bahasa arab.

 Ya ALLAH, limpahkanlah sholawat kepada junjungan kami Nabi


Muhammad,
 dan sibukkanlah orang-orang zhalim (agar mendapat kejahatan) dari orang
zhalim lainnya,
 keluarkanlah kami dari kejahatan mereka dalam keselamatan.
 dan berikanlah sholawat kepada seluruh keluarga Nabi serta para sahabat
beliau.
Sholawat ‘Asyghil’ (sibuk) ini, selain memohonkan rahmat ALLAH untuk kesejahteraan
Rasulullah saw, juga bertujuan untuk memohon keselamatan dari kezhaliman para
penguasa. Sebagian kaum muslimin mempopulerkan shalawat ini agar memenangkan para
calon pemimpin muslim di atas orang kafir seperti di Pilkada DKI Jakarta 2017.

Sejarah Shalawat Asyghil


Konon, do’a tersebut dipanjatkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq (wafat 138 H), salah
seorang tonggak keilmuan dan spiritualitas Islam di awal masa keemasan umat Islam.
Beliau hidup di akhir masa Dinasti Umawiyyah dan awal era Abbasiyyah yang penuh intrik
dan konflik politik.

Sholawat ‘Asyghil’ ini juga dikenal dengan sebutan sholawat ‘Habib Ahmad bin Umar al-
Hinduan Baalawy’ (wafat 1122 H). Dikarenakan sholawat ini tercantum di dalam kitab
kumpulan sholawat beliau, ‘al-Kawakib al-Mudhi’ah Fi Dzikr al-Shalah Ala Khair al-
Bariyyah’. Namun beliau hanya mencantumkan, bukan mengarang redaksinya.

Sholawat ini pertama kalinya dipopulerkan di Indonesia melalui pemancar radio


milik Yayasan Pesantren As-Syafi’iyyah yang diasuh ulama besar Betawi, almarhum KH
Abdullah Syafi’i (wafat 1406 H). Sholawat ini dibawakan dengan nagham (nada) yang
sangat menyentuh hati, indah didengar dan terasa sejuk di hati pembaca dan
pendengarnya.

Unduh Shalawat Asyghil


Berikut ini adalah berkas suara (audio) dari “Sholawat Asyghil” dalam
format mp3: sholawat-asyghil-suara yang bisa anda unduh.

َ‫علَي ا ِّل ِّه َوصَحْ بِّ ِّه أَجْ َم ِّع ْين‬ َ ‫ظالِّمِّ ْينَ َوأ َ ْخ ِّرجْ نَا مِّ ْن بَ ْي ِّن ِّه ْم‬
َ ‫سالِّمِّ ْينَ َو‬ َّ ‫ظالِّمِّ ْينَ ِّبال‬ ْ َ ‫س ِّي ِّدنَا ُم َح َّم ٍد َوأ‬
َّ ‫ش ِّغ ِّل ال‬ َ ‫علَي‬
َ ‫اللَّ ُه َّم ص َِّل‬

“Duh Gusti, limpahkan rahmat atas Baginda Muhammad, dan sibukkan orang-orang zalim
dengan orang-orang zalim, dan keluarkan kami dari kungkungan mereka sebagai orang-
orang yang selamat. Serta limpahkan pula rahmat atas keluarga dan sahabat beliau
semua."

Shalawat ini sempat ngetren di era Orde Baru, khususnya di Jakarta. Dipopulerkan oleh
radio milik Yayasan Pesantren As-Syafi'iyyah yang diasuh ulama besar Betawi, almarhum
KH Abdullah Syafi'i (wafat 1406 H). Kalangan ikhwan-akhwat tentu familiar dengan
shalawat ini, karena pernah jadi intro lagu salah satu grup nasyid beken lawas. Ada yang
menyebutnya 'Shalawat Dzalimin', 'Shalawat Salimin', atau 'Shalawat Asyghil'. Dulu saya
memakai istilah 'Shalawat Sibuk', namun kayaknya lebih pas kusebut 'Shalawat Mlipir',
alasannya ada di paragraf akhir.

Banyak kalangan yang mengamalkan dan mendendangkan shalawat ini menisbatkannya


kepada Habib Ahmad bin Umar al-Hinduan (wafat 1122 H). Sebab, shalawat ini tercantum
di dalam kitab kumpulan shalawat beliau, Al-Kawakib al-Mudhi'ah. Namun di situ beliau
'hanya' mencantumkan, bukan mengarang redaksinya. Di ensiklopedi besar, Afdhalu as-
Shalawat, susunan Syaikh Yusuf An-Nabhani (wafat 1350 H) pun tak saya temukan.
Kemudian kutelusur melalui Mbah Google dan menemukan data lain bahwa shighat
shalawat ini jauh lebih tua.

Konon, susunan shalawat berisi doa ini kerap dipanjatkan oleh Imam Ja’far ash-Shadiq
(wafat 138 H), canggah Rasulullah. Salah seorang tonggak keilmuan dan spiritualitas umat
di awal masa keemasan umat Islam. Beliau hidup di akhir masa Dinasti Umawiyyah dan
awal era Abbasiyyah yang penuh intrik dan konflik politik.

Bagi beliau, kekacauan politik tak boleh sampai mengganggu proses pelestarian dan
pengembangan ilmu pengetahuan. Saat itu, ilmu pengobatan, geografi, astronomi, kimia,
sastra, mulai berkembang dan diminati. Maka di setiap qunut, beliau berdoa sebagaimana
shighat shalawat di atas.

Biar sajalah para peminat kekuasaan bertarung berebut jabatan dan sibuk dengan urusan
mereka, asal tidak merecoki aktivitas keilmuan dan keagaamaan serta memolitisasinya.
Dengan sikap tenang serta setia pada pematangan ilmu dan spiritualitas, beliau dan para
murid mampu menyongsong masa transisi itu dengan baik.

Valid atau tidaknya informasi ini, memang perlu kita periksa lagi dari sumber-sumber yang
mu-tabar. Namun spirit dari shighat shalawat dan latar belakang kisahnya selalu pas
dengan kondisi kehidupan kita, yang mulai lalai dengan isu-isu riil kehidupan nan
konstruktif, malah 'ketungkul' dengan perkara politis destruktif.

Hari ini, bisa kita liat negara-negara Timur Tengah hancur di berbagai aspek kehidupannya
sebab perebutan kuasa, atas nama apapun. Boro-boro untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, untuk memenuhi sandang pangan papan pun kepayahan, mereka harus
mulai dari awal.
Semoga kita semua juga tetap setia pada proses ngaji seumur hidup dan dituntun oleh
Allah agar bisa 'mlipir', keluar dari ketiak pertempuran zalimin dengan aman, selamat
sentosa. Biarlah bertarung para gajah, namun jangan sampai pelanduk mati di tengah-
tengah.

Beliau adalah Imam Ja`far bin Muhammad bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain bin Ali bin Abu Thalib.

Beliau adalah keturunan dari Abu Bakar ash-Shiddiq, karena ibunya adalah Ummu Farwah binti al-Qasim
bin Muhammad bin Abu Bakar ash-Shiddiq. Dan nenek dari ibunya adalah Asma binti Abdurrahman bin
Abu Bakar ash-Shiddiq. Semoga Allah meridhai mereka semua. Karena itu Imam Ja`far ash-Shadiq
berkata, “Aku dilahirkan oleh Abu Bakar dua kali.” (Siyaaru A`lami an-Nubala, hal. 259).

Anda akan mengetahui maksud perkataan Imam Ja'far ash-Shadiq -radhiyallaahu ta'ala 'anhu- tersebut
ketika anda melihat silsilah beliau.

Imam Ja`far ash-Shadiq termasuk orang yang sangat mencintai kakeknya Abu Bakar ash-Siddiq dan juga
‘Umar bin al-Khaththab –Radhiyallahu ta’ala `anhuma-. Beliau sangat mengagungkan keduanya, oleh
karena itu beliau sangat membenci Rafidhah yang telah membenci keduanya.

Imam Ja`far juga membenci Rafidhah yang telah menetapkannya sebagai imam yang ma`sum.
Diriwayatkan oleh Abdul Jabbar bin al-‘Abbas al-Hamdzani bahwa Ja`far bin Muhammad mendatangi
mereka ketika mereka hendak meninggalkan Madinah. Beliau (ash-Shadiq) berkata, “Sesungguhnya
kalian insyaAlloh adalah termasuk orang-orang shalih di negeri kalian, maka sampaikanlah kepada
mereka ucapanku, ‘Barangsiapa yang mengira bahwa aku adalah imam ma`shum yang wajib ditaati
maka aku benar-benar tidak ada sangkutpaut dengannya. Dan barangsiapa mengira bahwa aku berlepas
diri dari Abu Bakar dan ‘Umar, maka aku berlepas diri daripadanya.” ( Siyaaru A`lami an-Nubala’, hal.
259 ).

Muhammad bin Fudhail menceritakan dari Salim bin Abu Hafshah, “Saya bertanya kepada Abu Ja`far
dan putranya, Ja`far, tentang Abu Bakar dan ‘Umar. Maka beliau berkata, `Wahai Salim cintailah
keduanya dan berlepas diri musuh-musuhnya karena keduanya adalah imam huda.` Kemudian Ja`far
berkata, `Hai Salim apakah ada orang yang mencela kakeknya? Abu Bakar adalah kakekku. Aku tidak
akan mendapatkan syafa’at Muhammad -shallallaahu `alaihi wa sallam- pada hari Kiamat jika aku tidak
mencintai keduanya dan memusuhi musuh-musuhnya.” Ucapan Imam Ja’far ash-Shadiq seperti ini dia
ucapkan di hadapan bapaknya, Imam Muhammad bin Ali al-Baqir dan dia tidak mengingkarinya. ( Tarikh
al Islam, 6/46 ).

Hafsh bin Ghayats murid dari Imam Ja’far ash-Shadiq berkata, “Saya mendengar Ja`far bin Muhammad
berkata, ‘Aku tidak mengharapkan syafa’at untukku sedikit pun melainkan aku berharap syafa’at Abu
Bakar semisalnya. Sungguh dia telah melahirkanku dua kali.”

Sebagaimana murid Imam Ja`far yang tsiqat lainnya yaitu Amr bin Qa’is al-Mulai mengatakan, “Saya
mendengar Ibnu Muhammad (ash-Shadiq) berkata, ‘Allah -ta`ala- berlepas diri dari orang yang berlepas
diri dari Abu Bakar dan ‘Umar.” ( Siyaaru A’lam an-Nubala : 260 ).

Zuhair bin Mu`awiyah berkata, “Bapaknya berkata kepada Ja`far bin Muhammad, `Sesungguhnya saya
memiliki tetangga, dia mengira bahwa engkau berbara` (berlepas diri) dari Abu Bakar dan ‘Umar.’
Maka Ja`far berkata, `Semoga Allah berbara` (belepas diri) dari tetanggamu itu. Demi Allah
sesungguhnya saya berharap mudah-mudahan Allah memberikan manfaat kepadaku karena
kekerabatanku dengan Abu Bakar. Sungguh aku telah mengadukan (rasa sakit), maka aku berwasiat
kepada pamanku (dari ibu) Abdurrahman bin al-Qasim.” ( at-Taqrib, Ibnu Hajar, dan Tarikh al-Islam,
adz-Dzahabi ).
Dari beberapa perkataan Imam Ja`far ash-Shadiq di atas, menjelaskan akan kecintaan Imam Ja’far
kepada Abu Bakar dan Umar, wala`nya kepada keduanya serta taqarrubnya kepada Allah –ta’ala-
dengan wasilah mahabbah ( kecintaan )dan wala` tersebut. Juga menunjukkan kebencian kepada yang
membenci keduanya dan bara` ( berlepas diri ) kepada yang bara` dari keduanya. Bahkan bara`nya
dari orang yang meyakini imamah dan kema`shumannya. Dan permohonannya kepada Allah –ta’ala-
agar Allah memutus segala rahmat-Nya dari orang-orang yang memusuhi Abu Bakar dan ‘Umar.

SADARLAH WAHAI PARA PENCELA ABU BAKAR DAN UMAR -RADHIYALLAAHU TA'ALA 'ANHUMA-...

SUNGGUH, IMAM JA'FAR YANG KALIAN AGUNG2KAN, BELIAU SANGAT MENCINTAI KEDUA SHAHABAT
ROSULULLOH TERSEBUT. BAGAIMANA DENGAN KALIAN WAHAI ROFIDHOH ???... TIDAKKAH KALIAN INGIN
MENGIKUTI JEJAK LANGKAH IMAM JA'FAR YANG KALIAN MULIAKAN.. ??? ATAU KALIAN MALAH AKAN
MENGIKUTI ULAMA' SEMISAL KHOMEINI ???...

KEBENARAN LEBIH BERHAK UNTUK DIIKUTI, WALAUPUN PERASAAN MENOLAK..

Semenjak dahulu Syi`ah mengklaim bahwa mereka mengikuti manhaj dan langkah Ja`far Ash Shadiq.
Madzhab mereka dalam bidang fikih adalah ucapan-ucapan dan pendapat-pendapatnya. Karena mereka
menamakan dirinya sebagai Ja`fariyun, padahal Ja`far berlepas diri dari mereka dan orang-orang
seperti mereka. Mereka tidak berada di atas manhaj dan langkah-langkahnya dan dia bukanlah pemilik
manhaj dan langkah-langkah yang diklaim tersebut.

Mereka menukil dari Ja`far tanpa sanad atau dengan sanad maudhu` (dipalsukan) atau dhaif atau
maqthu` (terputus). Dan ini berlaku untuk para imam yang lain. Sudah dimaklumi bersama bahwa
Syi`ah sangat kurang dan lemah dalam ilmu sanad, karena mereka tidak berpengalaman di dalam
agamanya. Agama mereka adalah agama masyayikh mereka. Apa yang dikatakan oleh masyayikh,
mereka menukilnya dari mereka tanpa memilih dan memilah. Salah seorang Syaikh Rafidhah telah
mengakui dan dan membenarkan hal ini bahwa mereka menerapkan ilmu al jarh wa at ta`dil
sebagaimana ahlus sunnah, maka tidak tersisa sedikitpun dari hadits mereka. Orang Syi`ah telah
banyak berdusta atas Ja`far Ash Shadiq, mereka menasabkan kepadanya banyak sekali dari riwayat-
riwayat yang dibuat-buat, hingga pada akhirnya mereka pada perubahan dan penggantian ayat-ayat Al
Qur-an.

Anda mungkin juga menyukai