Anda di halaman 1dari 6

NAMA: BELLA YULIYANTI

NIM: RSA1C217001

AGAMA

Hukum Menyanyi dalam Islam

Jika kita meneliti lebih dalam lagi maka akan banyak sekali kita temui dalam ayat Al Quran
yang menerangkan akan perkara ini, berikut dibawah ini salah satu diantaranya:

Firman Allah Azza wa jalla,

Waminannaasi man yasytarii lahwal hadiitsi liyudhilla an sabiilillahi bighairi ilmin


wayattakhidzahaa huzuwan uula-ika lahum adzaabun muhiinun

Artinya:

Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk
menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan. (QS. Lukman: 6)
Dalam tafsirnya imam ibnu katsir menerangkan bahwa setelah allah membahas tentang
keadaan orang yang berbahagia yang terdapat dalam ayat 1 sampai 5, yaitu yang dimaksud
didini adalah orang yang mendapat petunjuk dari Allah (Al Quran) mereka merasa
menikmati dan mendapat apa itu manfaat dari bacaan Al Quran.

Kemudian Allah menceritakan pada ayat 6 mengenai orang yang sengsara, mereka mereka
yang berpaling dari mendengarkan Al quran dan malah berbalik arah menuju nyanyian dan
musik.
Hal ini diperkuat oleh Abdullah bin Masud salah satu sahabat nabi berkata ketika ditanya
mengenai maksud ayat tersebut, beliau pun mengatakan bahwasanya yang dimaksud itu
adalah musik, beliau mengatakan ini sebanyak 3 kali sembari bersumpah.

Tak jauh beda dengan sahabat Abdullah bin Abbas yang Rasulullah doakan supaya Allah
memberikan kelebihan kepadanya dalam menafsirkan Al Quran sehingga beliau mendapat
julukan sebagai Turjumanul Quran, dan beliau juga mengatakan bahwa ayat yang diturunkan
tersebut berkaitan dengan nyanyian atau musik.

Al Wahidy berkata bahwasanya ayat ini menjadi dalil bahwa nyanyian itu hukumnya haram.
4.

Dan masih banyak lagi, ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini, namun tidak saya
sebutkan semua dikarenakan khawator malah terlalu banyak, untuk itu anda bisa cari tahu
sendiri ayat lainya.

Pendapat Rasulullah Mengenai Musik

Seperti yang kita ketahui bahwasanya setiap Nabi atau Rasul memiliki mukjizat masing-
masing, salah satu mukjizat yang allah berikan kepada Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam adalah Al Quran, namun tahukah anda bahwasanya Rasulullah juga memiliki
mukjizat lain yaitu pengetahuan beliau mengenai apa yang akan terjadi di masa depan.

Sungguh akan ada sebagian dari umatku yang menghalalkan zina, sutera, minuman keras,
dan alat-alat musik.5

Ketika membaca perkataan rasul diatas dan kemudian saya menghayatinya lalu melihat
bagaimana fenomena pada zaman moderen ini sampailah pada kesimpulah bawaha kita
kemungkinan besar sudah mulai memasuki zaman yang dikatakan oleh rasullulah tersebut.

Dan juga dalam hadis lain, secara terang-terangan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
menjelaskan tentang musik. Beliau pernah bersabda,

:

Aku tidak melarang kalian menangis. Namun, yang aku larang adalah dua suara yang bodoh
dan maksiat; suara di saat nyanyian hiburan/kesenangan, permainan dan lagu-lagu setan, serta
suara ketika terjadi musibah, menampar wajah, merobek baju, dan jeritan setan.

Dengan penjelasan diatas jelaslah bahwasanya Allah dan Rasul-nya melarang nyanyian juga
dengan musik, masih banyak bukti lain dari Al Quran dan Hadis atau perkataan ulama yang
menjelaskan tentang larangan nyanyian dan juga alat musik.

Hukum Musik Islami

Setelah panjang lebar membaca penjelasan diatas lalu timbul pertanyaan lagi yaitu bagaimana
jika yang di perdengarkan itu musik islami? Bukankah isinya cenderung mengajak pada
kebaikan, dan dapat dijadikan sebagai sarana kita untuk lebih mengingat kepada allah.

Bisa dibilang ini benar, musik atau nyanyian yang dilantunka dapat mengandung kebaikan,
tapi menurut siapa?

Apabila Allah dan Rasul-Nya mengatakan itu baik dan juga merupakan cara untuk
berdakwah tentunya Rasulullah dan para sahabat akan menjadi orang pertama yang
melakukan hal tersebut. Namun tidak ada satu pun kisah mengatakan bahwa Rasulullah dan
para sahabatnya melakukan hal demikian, yang kita temui malah sebaliknya.

Yaitu Rasulullah dan para sahabatnya melarang dan mencela musik atau nyanyian, perlu kita
ketahui juga bahwasanya nasyid yang kita dengarkan atau kita temui bukanlah nasyid yang
dilakukan oleh para sahabat nabi.

Waktu Bernyanyi dan Bermain Alat Musik

Meskipun banyak pendaat mengatakan musik itu tidak baik namun Islam sendiri tidak mutlak
melarang kita untuk bernyanyi atau sekedar bermain alat musik. Terdapat waktu-waktu
tertentu dimana kita diperbolehkan memainkan musik hanya untuk sekedarnya saja, lalu
kapan waktu itu? Berikut ini penjelasanya.

Bermain Musik Ketika Hari Raya


Hal ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh istri beliau, Ummul Mukminin Aisyah
radhiyallahu anha, beliau berkata, Abu Bakar radhiyallahu anhu masuk (ke tempatku) dan
di dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar, sedang bernyanyi tentang apa
yang dikatakan oleh kaum Anshar pada masa perang Buats. Lalu aku berkata, Keduanya
bukanlah penyanyi. Lalu Abu Bakar berkata, Apakah seruling setan ada di dalam rumah
Rasulullah? Hal itu terjadi ketika Hari Raya. Kemudian Rasulullah bersabda, Wahai Abu
Bakar, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya dan ini adalah hari raya kita.

Bermain Musik Ketika Pernikahan

Hal ini berdasarkan hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari yang menceritakan
tentang anak kecil yang menabuh rebana dan bernyanyi dalam acara pernikahannya Rubayyi
bintu Muawwidz yang pada waktu itu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak
mengingkari adanya hal tersebut.

Dan juga berdasarkan dari sebuah hadis, bahwasanya beliau pernah bersabda, Pembeda
antara yang halal dan yang haram adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.9

Setelah membaca keterangan diatas menjadi jelasalah bahwasanya keadaan yang


diperbolehkan untuk bermain musik atau bernyanyi hanyalah ketika terdapat hari raya atau di
hari pernikahan saja, dan perlu di ingat lagi alat musik yang digunakan hanyalah rebana yang
hanya dimainkan oleh wanita.

Saya rasa cukup sekian pembahawan mengenai hukum menyanyi dalam islam, semoga
artikel yang saya bagikan ini dapat bermanfaat bagi anda yang membaca, apabila ada
kesalahan saya mohon maaf dan jangan lupa untuk menyampaikan kritik atau saran melalui
kolom komentar dibawah ini jika dirasa perlu

Nyanyian dalam agama Islam termasuk kategori urusan dunia dan terhadapnya berlaku
kaidah fiqih di atas. Dengan kata lain nyanyian itu pada asasnya diperbolehkan, bahkan
diperlukan sebagai ekspresi dari rasa keindahan yang dimiliki oleh manusia. Pemenuhan
terhadap rasa keindahan itu merupakan kebutuhan yang tidak boleh diingkari jika kita hendak
mengakui eksistensi manusia sebagai makhluk estetis. Para filosof hukum Islam merumuskan
tiga skala prioritas kebutuhan manusia menurut hukum Islam, yang disebut maslahah, yaitu
1) maslahah daruriyyah, ialah kebutuhan yang harus dipenuhi di mana jika tidak dipenuhi,
kelangsungan hidup seseorang akan terancam atau menjadi tidak berarti apa-apa lagi.
2) maslahah hajiyyah, yaitu kebutuhan yang juga harus dipenuhi, hanya saja apabila tidak
terpenuhi, kelangsungan hidup seseorang tidak terancam, akan tetapi ia akan menjadi
sengsara, mengalami kesulitan dan hidupnya tidak wajar/normal. 3) maslahah tahsiniyyah,
ialah kebutuhan yang apabila tidak dipenuhi tidak menyebabkan terancamnya hidup
seseorang dan tidak membuatnya sengsara dan berada dalam kesulitan, kebutuhan ini sifatnya
komplementer yang pemenuhannya membuat hidup manusia yang sudah normal menjadi
lebih indah dan lebih luks. Kebutuhan terhadap seni secara umum, dan lagu secara khusus,
dapat dikategorikan sebagai maslahah tahsiniyyah.

Selain itu diriwayatkan pula bahwa Rasulullah menghadiri pesta nikah Rubayyi binti
Muawwiz di mana beberapa wanita membawakan nyanyian untuk mengenang keluarganya
yang mati syahid dalam perang Badr. Salah seorang penyanyi tersebut minta supaya
Rasulullah meramal tentang kejadian besok. Rasulullah mengatakan: Jauhi meramal, dan
terus saja lah bernyanyi. (Shahih al-Bukhari, VI: 167, hadits no. 5147, Kitab an-Nikah, Bab
Darb ad-Duff). Seni suara (nyanyian) sebagai ekspresi rasa indah pada manusia dengan
demikian tidak dapat dikatakan bertentangan dengan agama. Namun demikian memang perlu
diperhatikan bagaimana suatu seni seperti nyanyian itu disajikan. Setiap karya seni memiliki
tanda-tanda tekstual dan visual. Apabila teks (isi) nyanyian tersebut mengajak orang kepada
jalan yang maksiat atau dibawakan oleh seorang terutama wanita dengan pakaian yang
bertentangan dengan ketentuan hukum Islam, maka hal seperti itu dilarang. Di sini yang
dilarang bukanlah nyanyian sebagai suatu ekspresi seni ansich melainkan cara-cara
penampilan dan isinya yang membawa kepada kemaksiatan lah yang dilarang.
Di zaman lampau para ulama, khususnya ahli-ahli fiqih, memang sebagian besar
mengharamkan nyanyian. Imam Syafii dikutip sebagai menyatakan bahwa nyanyian adalah
permainan sia-sia (lahw) yang mirip kebatilan, orang yang banyak mendengarkannya menjadi
orang tolol dan kesaksiannya di muka hakim tidak sah (karena ada hukum Islam syarat
menjadi saksi itu adalah adil, dan orang yang suka mendengarkan nyanyian itu cacat
keadilannya). Murid-murid Syafii mengharamkan mendengarkan wanita menyanyi. Imam
Abu Hanifah menganggap nyanyian itu sebagai dosa (Ihya Ulumuddin, Juz VI, Jilid II:
1121-1122). Sedang Ibnu Qudamah (w. 620), dari mazhab Hanbali, menyatakan memainkan
alat-alat musik seperti gambus, genderang, gitar, rebab, seruling, dan lain-lain adalah haram,
kecuali duff (tamboren) karena Nabi membolehkannya dalam pesta nikah. Tetapi di luar pesta
perkawinan, makruh (al-Mughni, edisi 1994, Jilid III: 40-41). Pandangan para ulama ini
sesuai dengan situasi zaman mereka dan keadaan bagaimana nyanyian pada waktu itu
disuguhkan.
Keharaman nyanyian biasanya dihubungkan kepada ayat-ayat al-Qur`an yang ditafsirkan
terlalu sempit dan kepada hadits-hadits yang tidak shahih. Sebagai contoh, yang dijadikan
dalil untuk mengharamkan nyanyian adalah firman Allah dalam QS. Luqman: 6


]:[


Artinya: Dan di antara manusia ada orang yang memperjualbelikan perkataan yang tidak
berguna (sia-sia) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang
menghinakan.
Kata-kata perkataan yang tidak berguna (lahwul-hadits) dalam ayat ini ditafsirkan sebagai
nyanyian. Penafsiran ini tidaklah sepenuhnya tepat, karena yang dimaksud dengan perkataan
yang tidak berguna (sia-sia) itu sebenarnya adalah segala perkataan yang mengajak orang
kepada kesesatan dan kemaksiatan baik terdapat dalam nyanyian maupun dalam wacana
lainnya. Jadi kalau suatu teks nyanyian berisi perkataan yang baik dan tidak mengajak orang
kepada kesesatan maka tidak termasuk ke dalam larangan ayat tersebut.
Selain itu para ulama mengemukakan pula beberapa hadits yang menyatakan haramnya
nyanyian, antara lain hadits Umamah al-Bahili yang diriwayatkan oleh at-Tabari (w. 310 H)
ketika menafsirkan ayat di atas dalam kitabnya Jamiul-Bayan, Jilid VIII: 39
.

Artinya: Tidak halal mengajari wanita bernyanyi, menjual serta membelinya, dan harga
mereka itu haram.
Hadits ini sangat daif karena di dalam sanadnya terdapat serangkaian perawi, yaitu Abu al-
Mahlab dari Ubaidullah dari Ali ibnu Yazid, yang seluruhnya cacat dan bahkan mereka
tertuduh dusta. Kesimpulannya mendengarkan nyanyian yang baik meskipun dibawakan oleh
seorang wanita tidaklah haram menurut hukum agama Islam. Nyanyian yang dilarang adalah
yang ditampilkan secara bertentangan dengan agama seperti oleh penyanyi dengan pakaian
minim dan berisi kata-kata yang menyesatkan dan membawa maksiat.

Anda mungkin juga menyukai