Anda di halaman 1dari 5

`

musik dalam perspektif islam


nama kelompok:
-Muhammad Gazali
-Adnan Sebastian p.
- Aziz
-Bob

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil alamin, wassholatuwassalamuala asrofil anbiya wal
mursalin wa ala alihi waashabihi ajmain.
Dengan mengucap puji syukur kepada Allah swt. yang atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya, serta sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita kita Rasulullah saw,
beserta para keluarga dan sahabat-sahabat beliau.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dewasa ini, kemajuan zaman dan teknologi telah menyerang semua aspek
kehidupan manusia salah satunya dalam hal seni musik. Musik telah berkembang
dengan begitu pesatnya, radio dan televisi merupakan alat penyebar seni musik
bahkan media massa pun banyak yang membahas masalah musik. Masalah yang
akhirnya muncul adalah pengidolan penyanyi atau grup band secara secara
berlebihan bahkan pengidolaan tak jarang diikuti dengan perilaku-perilaku yang
bertentangan dengan syariat Islam karena hanya mengikuti tren dan
mengidentifikasikan diri kepada sang penyanyi idola. Padahal di Indonesia sendiri
jumlah umat muslim yang ada sangatlah dominan.
Padahal seharusnya sebagai seorang muslim yang kita ikuti adalah perilaku
Rasulullah Saw. Bukanlah lagu/nyanyian/musik yang dilantunkan oleh biduan dan
biduanita disana. Dan lagu ataupun musik adakalanya membuat kita lupa akan
kesusahan yang sedang kita alami sehingga diri terasa terhibur, bahkan ada
kalanya juga membuat kita lupa akan Allah Azza wa Jalla. Sehingga ada sebagian
kaum muslim yang mengharamkan.
Dari berbagai masalah tadi bagaimana sebenarnya pandangan Islam (Al-Qur’an
dan Assunnah) terhadap Musik? Benarkah musik/nyanyian itu haram?. Itulah
masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini. Makalah ini akan berusaha
untuk mengupas masalah itu dengan merujuk kepada pendapat para ulma’.

BAB II
PEMBAHASAN
Saudaraku, siapa di antara kita yang tidak mengenal musik? Dan di antara orang yang mengenal
musik, siapa dari mereka yang menyukainya? Mungkin ada di antara kita yang mengangkat tangan
dan ada yang tidak. Sebagian kita ada yang menyukai musik dan ada yang tidak. Karena hal ini
disebabkan oleh adanya pro dan kontra akan hukum musik itu sendiri dan juga karena
ketidaktahuan kita akan manfaat dan bahaya musik itu sendiri.

Pada kesempatan kali ini, mari kita simak bersama, apa sih sebenarnya hukum musik itu sendiri?
Terkhusus lagi, jika musik itu dinisbatkan kepada Islam.

Sebelum kita membahas bersama, ada kesepakatan yang harus kita patuhi. Karena kita adalah
orang Islam, tentunya kita mengimani bahwasanya Allah Subhanahu wa ta’ala adalah Tuhan kita dan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Nabi dan panutan kita. Maka konsekuensi dari itu, kita
harus meyakini kebenaran yang datang dari firman Allah dan sabda Rasul-Nya.

Bukankah begitu, wahai saudaraku? Oke, mari kita simak dan renungkan bersama pembahasan kali
ini.

Bagaimana Allah menerangkan hal ini dalam


Al-Qur’an?
Ternyata, banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menerangkan akan hal ini. Satu di
antaranya adalah:

Firman Allah ‘Azza wa jalla,

ٌ‫يل هَّللا ِ ِبغَ ي ِْر عِ ْل ٍم َو َي َّتخ َِذهَا ُه ُز ًوا ُأولَِئكَ َل ُه ْم عَ َذابٌ م ُِهين‬ ِ ‫اس َمنْ َي ْش َت ِري لَه َْو ْالحَ دِي‬
ِ ْ‫ث لِيُضِ َّل عَ ن‬
ِ ‫سَب‬ ِ ‫َومِنَ ال َّن‬

“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan
manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Lukman: 6)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah dalam tafsirnya menjelaskan bahwasanya setelah Allah menceritakan


tentang keadaan orang-orang yang berbahagia dalam ayat 1-5, yaitu orang-orang yang mendapat
petunjuk dari firman Allah (Al-Qur’an) dan mereka merasa menikmati dan mendapatkan manfaat
dari bacaan Al-Qur’an, lalu Allah Jalla Jalaaluh menceritakan dalam ayat 6 ini tentang orang-orang
yang sengsara, yang mereka ini berpaling dari mendengarkan Al-Qur’an dan berbalik arah menuju
nyanyian dan musik. 1

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu salah satu sahabat senior Nabi berkata ketika ditanya
tentang maksud ayat ini, maka beliau menjawab bahwa itu adalah musik, seraya beliau bersumpah
dan mengulangi perkataannya sebanyak tiga kali. 2

Begitu juga dengan sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma yang didoakan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam agar Allah memberikan kelebihan kepada beliau dalam
menafsirkan Al-Qur’an sehingga beliau dijuluki sebagai Turjumanul Qur’an, bahwasanya beliau juga
mengatakan bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan nyanyian. 3

Al-Wahidy berkata bahwasanya ayat ini menjadi dalil bahwa nyanyian itu hukumnya haram. 4

Dan masih banyak lagi, ayat-ayat lainnya yang menjelaskan akan hal ini.

Hukum Mendengarkan Musik


Dalam Islam, para ulama berbeda pendapat dalam mengatur hukum mendengarkan musik. 

Beberapa ulama berpendapat bahwa hukum mendengarkan musik adalah mubah. Sebagian ulama
bahkan menyatakan haram perihal mendengarkan musik. Tetapi sebagian ulama lainnya juga
memperbolehkan atau tidak melarang seseorang untuk mendengarkan musik.

Salah seorang ulama yang tidak melarang mendengarkan musik adalah Imam Al Ghazali. 

Imam Al Ghazali menjelaskan bahwa hukum mendengarkan musik atas dasar Alquran surat Luqman ayat
19, yang berbunyi:

‫ت ْال َح ِمي ِْر‬ َ َ‫ت ل‬


ُ ‫ص ْو‬ َ ۗ ‫ص ْوت‬
ِ ‫ِك اِنَّ اَ ْن َك َر ااْل َصْ َوا‬ َ ‫َوا ْقصِ ْد فِيْ َم ْش ِي‬
ْ ‫ك َو‬
َ ْ‫اغضُضْ مِن‬

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkan suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruknya suara
ialah suara keledai”.

Imam Al Ghazali mengartikan dalam ayat tersebut, Allah SWT memuji suara yang baik yang bisa diartikan
boleh mendengarkan nyanyian yang baik.

Menurut Imam Al Ghazali, hukum mendengarkan musik dan nyanyian diperbolehkan karena
mendengarkan musik sama seperti mendengarkan perkataan seseorang dan berbagai bunyi dari
makhluk hidup maupun benda mati.

Lebih lanjut, Imam Al Ghazali berkata bahwa apabila di dalam musik tersebut mengandung
pesan kebaikan dan memiliki nilai keagamaan, maka hal itu sama saja seperti seseorang
sedang mendengarkan nasihat dan ceramah.

Berbeda dengan Imam Al Ghazali, beberapa ulama seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i
menyebut hukum mendengarkan musik ialah makruh.
Imam Abu Hanifah berkata, “Nyanyian hukumnya makruh dan mendengarkan nyanyian
tergolong perbuatan dosa”.

Qadhi Abu Thayyib berkata, “Mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrim adalah
haram menurut murid murid Imam Syafi’i”.

Imam Syafi’i berkata bahwa memukul alat musik dengan menggunakan tongkat hukumnya
makruh, karena menyerupai golongan orang-orang yang tidak memiliki agama.

Sementara itu, Imam Malik melarang dan mengharamkan nyanyian. 

Imam Malik berkata, “Apabila kamu membeli seorang budak wanita, dan ternyata dia adalah
seorang penyanyi, maka kamu wajib mengembalikan kepada si penjualnya”.

Itulah hukum mendengarkan musik dalam islam. Sebagai seorang muslim yang baik, sebaiknya
kita menjalankan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang atau bahkan tidak
mendatangkan manfaat apapun.

Lalu, bagaimana dengan musik Islami?


Setelah kita mengetahui ketiga dalil di atas, mungkin ada yang bertanya di antara kita, lalu
bagaimana dengan lagu-lagu yang isinya bertujuan untuk mendakwahkan manusia kepada
kebaikan atau nasyid-nasyid Islami yang mengandung ajakan manusia untuk mengingat Allah?
Bukankah hal itu mengandung kebaikan?

Maka kita jawab, ia benar. Hal itu mengandung kebaikan, tapi menurut siapa? Jika Allah dan Rasul-
Nya menganggap hal itu adalah baik dan menjadi salah satu cara terbaik dalam berdakwah, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam beserta para sahabat adalah orang-orang yang paling pertama
kali melakukan hal tersebut. Akan tetapi tidak ada satu pun cerita bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam dan para sahabatnya melakukannya, bahkan mereka melarang dan mencela hal itu.

Wahai saudaraku, perlu diketahui, bahwasanya nasyid Islami yang banyak kita dengar sekarang ini,
bukanlah nasyid yang dilakukan oleh para sahabat Nabi yang mereka lakukan ketika mereka
melakukan perjalanan jauh ataupun ketika mereka bekerja, akan tetapi nasyid-nasyid saat ini
merupakan budaya kaum sufi yang mereka lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala. Mereka menjadikan hal ini sebagai bentuk pendekatan diri kepada Allah, yang padahal
hal ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya, maka
dari mana mereka mendapatkan hal ini?

Maka telah jelas bagi kita, bahwa kaum sufi tersebut telah membuat syariat baru, yaitu membuat
suatu bentuk pendekatan diri kepada Allah Ta’ala dengan cara melantunkan nasyid yang hal
tersebut tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 7

Anda mungkin juga menyukai