Anda di halaman 1dari 12

Adri Noviardi, Seni Musik Dalam Al-Qur’an│1

Seni Musik Halal dan Haramnya Dalam Al-


Qur’an

Adri Noviardi Abstract : Seni musik bukan lagi hal yang dikenal baru,
bahkan musik sudah menjadi budaya hiburan dan profesi
Universitas Islam Negeri dikalangan masyarakat pada umumnya. Sedangkan posisi
Imam Bonjol Padang hukum musik itu sendiri menurut para ulama atas dasar
dalil al-Qur’an hukumnya haram jika membawa kelalaian
adrinoviardi80@gmail.com dan kemaksiatan kemudian di sisi lain atas dasar dalil al-
Qur’an juga hukumnya halal jika itu membawa semangat
mendekatkan diri pada agama Allah. Maka tujuan dari
*Corresponding Author penelitian ini menelaah sejauh mana halal dan haramnya
musik dalam al-Qur’an. Untuk itu metode yang digunakan
dalam penelitian ini metode muqaran dengan
membandingkan penafsiran ulama terhadap ayat yang
menjadi halal dan dan haramnya musik. Adapun hasil dari
penelitian ini bahwa tidak ada nash al-Qur’an secara terang
mengatakan bahwa musik itu halal dan haram, akan tetapi
para ulama menilai dari manfaatnya dan mudharatnya
sehingga jatuhnya hukum halal dan haram musik tersebut
dari dua sisi tersebut.
Keywords: Musik, halal dan haram, al-Qur’an

PENDAHULUAN

Seni musik sudah dikenal sejak zaman jahiliyah sampai pada zaman
sekarang dan berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan manusia
baik dari segi peralatan dan instrument yang digunakan. Awal
mulanya seni musik hanya untuk upacara-upacara terntentu, akan
tetapi sekarang sudah menjadi kebutuhan pada setiap suasana, seperti

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
2│ Mashdar : Jurnal Studi Al-Quran dan Hadis, Vol.x No.x (xxxx)

suasana walimah, sukuran, dan pada acara-acara lainnya, bahkan


sebagian masyarakat menjadikan ini sebagai profesi.1

Dengan demikian perkembagan musik itu terbagi menjadi beberapa


jenis yaitu, nasyid atau qasidah, tradisional, dan rokc atau pop dari
barat. Dan belakangan ini khususnya di Indonesia berkembang musik
pop bernuansa religious bahkan ada nasyid atau qasidah yang
memakai instrumen Dj (disk jockey). Jenis ini sekarang menjadi paling
banyak digemari oleh masyarakat.

Melihat jenis dan nuansa seni musik khusunya di Indonesia tersebut


tentunya sangat memperngaruhi umat Islam apa lagi anak-anak
mudanya. Dan banyak sedikitnya akan berdampak postif dan negative,
sisi positifnya masyarakat bisa mengenal bahwa musik itu tidak hanya
dangdut atau pop saja akan tetapi musik pop atau dangdut dan
sebagainya yang nuansa liriknya religi juga mampu menyapaikan
perintah dan larangan agama dan mengenal bahwa seni musik itu
tidak hanya identik pada kemaksiatan saja.

Kemudian sisi negativnya sering membawa kelalaian karena pada


umumnya segala yang berkaitan dengan musik pada umumnya
dikenal sebagai hiburan dan yang namanya hiburan tidak sedikit
membuat orang menjadi lalai terhadap hal-hal yang lebih utama dari
pada musik itu sendiri. Musik qasidah atau nasyid dan shalawat yang
instrumennya dengan instrument dangdut atau pop dan dj (diks
jockey)memang paling diminati pada saat ini didukung juga oleh alat-
alat yang lebih modern, tapi timbul kekhwatiran bahwa yang hanya
disukai itu hanya isntrumen dangdut dengan bagusnya sura gendang,
suling, gitar, piano dan drum saja, tidak pada makna kandungan
liriknya yang bisa mendekatkan diri pada agama.

1 Muhammad Atiq Fahmi. Kontrak Dan Komersialisasi Musik Dalam Kajian

Hukum Islam (Studi Hukum Perbandingan), Tesis, Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. 2017,
3.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
Adri Noviardi, Seni Musik Dalam Al-Qur’an│3

Hal ini banyak timbul pertanyaan bagaimana pandangan Islam


sendiri mengenai fenomena tersebut. Jauh pada sebelumnya ulama
telah berbeda pendapat tentang halal haramnya musik. Pertama dalil
haramnya musik firman Allah Surat Luqman ayat 6.

‫سبِ ْي ِل اللّٰ ِه بِغَي ِْر ِع ْلم‬


َ ‫ض َّل َع ْن‬
ِ ُ‫ث ِلي‬ِ ‫ي لَ ْه َو ْال َح ِد ْي‬
ْ ‫اس َم ْن يَّ ْشت َ ِر‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ٰۤ
‫اب ُّم ِهي ٌْن‬ٌ َ‫َّويَتَّ ِخذَهَا ه ُُز ًو ۗا اُول ِٕىكَ لَ ُه ْم َعذ‬
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan
percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah
tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan”
ِ ‫ )لَ ْه َو ْال َح ِد ْي‬sebagai “kata-kata yang tidak
Para mufassir menafsirkan (‫ث‬
berguna” yang dimaksud adalah nyanyian. Kedua dalil halalnya
musik firman Allah surat luqman ayat 19.

َ َ‫ت ل‬
ُ‫ص ْوت‬ ِ ‫ص َوا‬ َ ْ ‫ص ْوت ِۗكَ ا َِّن اَ ْن َك َر‬
ْ ‫اْل‬ َ ‫ض ِم ْن‬
ْ ‫ض‬ ِ ‫َوا ْق‬
ُ ‫ص ْد فِ ْي َم ْش ِيكَ َوا ْغ‬
‫ْال َح ِميْر‬
“Dan sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”
Mengutip pendapat dari Imam Ghazali bahwa musik atau yang
disebut dengan nyanyian tidak ada bedanya dengan bunyi-bunyi yang
dihasil oleh benda mati atau hidup. Sebab setiap nyanyian memiliki
pesan tersendiri yang sesuai dengan anjuran al-Qur’an dan Sunnah
Nabi SAW.2

Maka dari itu dari kejanggalan dan perbedaan pendapat pernyataan


diatas, penulis tertari mengkaji lebih dalam lagi tentang persoalan seni
musik. Maka penulis mengambil pokok pembahasan dari penelitian ini
yaitu sejauh mana penghalalan dan pengharaman musik itu sendiri.
Dan tentu kita kembali pada sumber hukum pertama yaitu al-Qur’an
atau Sunnah dan hadist Nabi beserta pendapat para ulama.

2 Sholeh Fikri, “Seni Musik Dalam Perspektif Islam”, Studi Multidisipliner,

Vol. 1 No. 2 (2014).

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
4│ Mashdar : Jurnal Studi Al-Quran dan Hadis, Vol.x No.x (xxxx)

PERSPEKTIF METODOLOGI

Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library researchy)


karena data-data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal
perpustakaan yang berupa buku/kitab, kamus, jurnal dan lain
sebagainya.

Kemudian sumber data dari penelitian ini ada dua yaitu, data
primer al-Qur’an dan hadist. Dan data skundernya kitab-kitab tafsir,
buku dan jurnal yang berkaitan dengan pokok pembahasan.

Metode yang nantinya akan dilakukan dalam penelitian ini yaitu


metode tafsir muqarran atau disebut dengan metode komparatif yaitu
membandingkan antara ayat dengan ayat dengan hadist dari
kandungan isinya atau membandingkan pendapat-pendapat ulama
tafsir dengan menampilkan perbedaan-perbedaan sesuai dengan objek
yang dikaji.3

PEMBAHASAN

A. Pengertian Musik

Secara bahasa kata musik berasal dari bahasa Yunani yaitu mousike
yang artinya antara lain, seni dan ilmu pengetahuan susunan suara dan
nada, pergantian ritme suara dari suara yang indah dari benda mati
atau hidup, dan kemampuan untuk merespon dan menikmati musik.
Dalam bahasa yunani musik itu bukan hanya sebatas seni, tetapi
cakupannya luas seperti ritual atau pendidikan.

Menurut istilah musik adalah seni yang berhubungan dengan alat-


alat musik yang dapat menghasilkan irama dan bunyi yang indah dan
cara untuk membuat aliran-aliran musik dan instrumental. Dan musik
menurut para filosof mampu mengungkapkan hal-hal yang sulit untuk
diekpresikan dengan kata-kata, akan tetapi lebih mudah

3 Nursapia Harahap, “Penelitian Kepustakaan”, Jurnal Iqra’, Vol. 08 No. 01


(2014), 68.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
Adri Noviardi, Seni Musik Dalam Al-Qur’an│5

mengekpresikannya dengan perasaan, hal ini menurut para ahli karena


perasaan manusia lebih dengan bentuk-bentuk musikal.4

B. Sejarah Musik

Ada beberapa hadist yang menyatakan bahwa Nabi SAW


membolehkan musik yang memiliki fungsi sosial khusus seperti,
penyemangat perang, lantunan ziarah haji, lagu-lagu perayaan
pernikahan. Pada tahun 622-623 Masehi, Nabi merekomendasikan
lantunan azan untuk pertanda masuknya waktu sholat. Azan termasuk
salah satu jenis seni musik religious.

Sejak 12 tahun wafatnya Nabi SAW Islam tersebar kebelahan dunia


kontrak budaya pun terjadi budaya arab dengan negri lainnya, yang
kemudian berdampak pada perkembangan musikal arab. Pada masa
khalifah keluarga-keluarga kaya mendatangkan budak-budak yang
bisa memainkan musik, kemudian dibebaskan setelah kontraknya
habis.

Salah satu pencapaian musik dalam Islam yaitu pengembangan


sistem penalaan ‘Ud Arab. Talaan Lute Rusian dikembangan pada ‘Ud
Arab dan pengaturan sistem modal pada berbagai melodi, ritmenya
yang disesuaikan dengan Arab. Dan diantara musisi wanita yang
masyhur pada waktu ialah Azza al-Mayla yang terampil membawakan
gaya menyanyi al-Ghina al-Raqiq atau nyanyian lembut. Kemudian ada
lagi yang lain Jamila yang sekitarnya dikelilingi oleh penyair dan
musisi. Dari kalangan pria seperti Thuways, Sha’ib Khatir yang
membawakan lagu dengan instrument-instrumen khas Arab seperti
Lute (‘Ud), rebana (duff), dan tongkat perkusi (Qadlib).

Dari keterangan hadist Nabi bahwa kehidupan Makkah dan


Madinah pernah menjadi pusat musik sejak zaman jahiliyah. Hal
tersebut jika dibandingkan dengan Makkah yang penduduknya sangat
menyukai nyanyian. Dan juga beberapa penjelasan dari hadist bahwa

4 Zaenal Abidin. Musik Dalam Tradisi Tasawuf Studi Sama’ Dalam Tarekat

Maulawiyah. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008, 14.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
6│ Mashdar : Jurnal Studi Al-Quran dan Hadis, Vol.x No.x (xxxx)

Nabi pernah memperkenalkan penyanyi dan mempertujukkan bakat


penyanyi tersebut kepada Aisyah. Dan beliau juga pernah
mengirimkan Arnab seorang penyanyi cantik dengan dijuluki Jamila,
sebagai hadiah pertunjukan pernikahan suku Anshar. Abu Bakr juga
pernah menjumpai penyanyi yang sedang menampilakan
kebolehannya. Nabi bersama para sahabat pernah menyaksikan
sebuah pertunjukan menyanyi oleh hamba sahaya dan diakhir
pertunjukan beliau mengekpresikan ketidakberatannya.5

C. Ayat-ayat Musik dan Penafsirannya


1. QS. Luqman ayat 6 dan 19.

‫سبِ ْي ِل اللّٰ ِه بِغَي ِْر ِع ْلم‬


َ ‫ض َّل َع ْن‬
ِ ُ‫ث ِلي‬ِ ‫ي لَ ْه َو ْال َح ِد ْي‬
ْ ‫اس َم ْن يَّ ْشت َ ِر‬ ِ َّ‫َو ِمنَ الن‬
ٰۤ
‫اب ُّم ِهي ٌْن‬ٌ َ‫َّويَتَّ ِخذَهَا ه ُُز ًو ۗا اُول ِٕىكَ لَ ُه ْم َعذ‬
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan
percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah
tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan
memperoleh azab yang menghinakan” (QS. Luqman ayat 6).
Penafsiran ayat diatas, dalam tafsir al-Azhar Buya Hamka
mengatakan: Pendapat Hasan al-Bishri mengatakan bahwa kata
permainan di ayat tersebut diartikan sebagai nyanyian dan peralatan
pancaragam, yang bisa membawa orang lalai dari agama. Dan berbeda
dari Qatadah beliau mengatakan “membeli permainan kata-kata
bukanlah semata-mata dengan mengeluarkan uang saja, maksud
membeli disini yaitu suka kepada barang-barang yang sesat, kata-kata
yang percuma, slogan yang tidak berisi dari pada hal yang
mendatangkan manfaat.

Kata Buya Hamka, kedua penafsiran ini dapat dipakai, dan


bagaimana besarnya dampak nyanyian yang benar-benar melalaikan
orang dari agama. Lagu-lagu Pop yang selalu ditayangkan diradio dan
televisi, tempat keramaian, tempat pernikahan yang tidak lagi

5 Zaenal Abidin, Ibid, 16.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
Adri Noviardi, Seni Musik Dalam Al-Qur’an│7

mengenal sopan santun, bahkan nyanyian itu tidak meriah jika tidak
disertai dengan minuman keras memabukkan.

Semata-mata pada pokoknya nyanyian tidaklah haram, jatuh


kepada hukum haram kalau itu sudah menjadi permainan kata-kata
yang menimbulkan syahwat. Dan tarjih Muhammadiyah yang ke-20
memberi kesimpulan alat-alat musik itu tidaklah apa-apa, dia akan
terpuji jika nyanyian tersebut dapat menambah gairah agama.6

َ َ‫ت ل‬
ُ‫ص ْوت‬ ْ َ‫ص ْوت ِۗكَ ا َِّن اَ ْن َك َر ْاْل‬
ِ ‫ص َوا‬ َ ‫ض ِم ْن‬
ْ ‫ض‬ ِ ‫َوا ْق‬
ُ ‫ص ْد فِ ْي َم ْش ِيكَ َوا ْغ‬
‫ْال َح ِميْر‬
“Dan “sederhanakanlah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu.
Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai” (QS.
Luqman ayat 19).
Tafsir Ibnu Katsir: yaitu berjalannya secara sederhana, tidak terlalu
lebar dan tidak terlalu cepat, akan tetapi adil dan pertengahan.
Perkataannya janganlah engkau berlebihan dalam berbicara dan
jangan mengeraskan suara pada sesuatu yang tidak bermanfaat.

Banyak ulama berkata, sesungguhnya seburuk-buruknya suara


adalah suara keledai, yaitu yang terlalu mengangkat suaranya dan ini
sama dengan keledai dan itu sesuatu yang sangat dimurkai oleh Allah.
Perumpamaan suara keledai ini menjadi konsekuensi logis keharaman
dan ketercelaannya.7

2. QS. Al-Qasas ayat 55.


‫سل ٌم‬ ُ ‫س ِمعُوا اللَّ ْغ َو اَع َْر‬
َ ‫ض ْوا َع ْنهُ َوقَالُ ْوا لَنَا ٓ اَ ْع َمالُنَا َولَ ُك ْم اَ ْع َمالُ ُك ْم‬ َ ‫َواِذَا‬
َ‫َعلَ ْي ُك ْم َْل نَ ْبتَ ِغى ْالج ِه ِليْن‬
“Dan apabila mereka mendengar perkataan yang buruk, mereka
berpaling darinya dan berkata, “Bagi kami amal-amal kami dan bagimu

6 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar.


7 Tafsir Ibnu Katsir, Terjemahan.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
8│ Mashdar : Jurnal Studi Al-Quran dan Hadis, Vol.x No.x (xxxx)

amal-amal kamu, semoga selamatlah kamu, kami tidak ingin (bergaul)


dengan orang-orang bodoh” (QS. Al-Qasas ayat 55).
Tafsirannya Ibn Katsir: yaitu mereka tidak bercampur dengan para
pelakunya, serta tidak bergaul dengan mereka, seperti firman Allah “dan
apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang mengerjakan perbuatan-perbuatan
yang tidak berfaedah mereka lalui saja dengan menjaga kehormatan dirinya” (al-
Furqan: 72). Jika orang orang bodoh membodohi mereka lalu berbicara kepada
mereka dengan sesuatu yang tidak layak mereka jawab, maka mereka
berpaling dan membalasnya dengan hal yang setimpal berupa pembicaraan
kotor, serta tidak ada yang keluar dari mulut mereka melainkan kata yang
baik. Maka Allah katakana, kami tidak menginginkan cara-cara orang bodoh
dan tidak pula menyenanginya.8

3. QS. An-Najm ayat 59-61.


ِ ‫اَفَ ِم ْن هذَا ْال َح ِد ْي‬
َ‫ث تَ ْع َجبُ ْون‬
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?”
(QS. An-Najm ayat 59).

Tafsirannya Buya Hamka: terpesonakah kamu melihat matahari


masih terbit dan terbenam, angina masih berhembus dan ombak masih
berdebur, dan burung-burung masih bernyanyi? Mengapa engkau
tercengang? Bukakh semua itu hal kecil bagi Allah. Apabila dia
berkehendak semuanya terjadi, semuanya musnah. Apa pertahan alam
di hadapan Allah.

َ‫ض َح ُك ْونَ َو َْل تَ ْب ُك ْون‬


ْ َ‫َوت‬
“Dan kamu tertawakan dan tidak menangis” (QS. An-Najm ayat
60).

Tafsiranya Buya Hamka: memang jika manusia hanya melihat


tenangnya perjalanan alam ini, dia akan tertawa apalagi usia muda
badan sedang sehat dan tenaga masih kuat. Dan manusia akan tertawa
melihat keindahan yang terbentang, tetapi apakah tidak ada waktu

8 Tafsir Ibnu Katsir, Terjemahan.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
Adri Noviardi, Seni Musik Dalam Al-Qur’an│9

baginya untuk merenungkan lebih dalam bahwasanya kesehatan


menunggu sakit, kemudahan menjelang tua.

َ‫امد ُْون‬
ِ ‫س‬َ ‫َواَ ْنت ُ ْم‬
“Sedang kamu lengah (darinya)” (QS. An-Najm ayat 61).

Tafsirannya Buya Hamka: kamu lengah dan kamu lalai kamu lupa
peredaran hidup, bahwasanya tidak ada sesuatu yang kekal. Karena
kelengahan itu menurutlah kelalaian.9

4. QS. Al-Isra’ ayat 64.


َ‫ص ْوتِكَ َوا َ ْجلِبْ َعلَ ْي ِه ْم بِ َخ ْيلِكَ َو َر ِجلِك‬ َ َ‫َوا ْستَ ْف ِز ْز َم ِن ا ْست‬
َ ‫ط ْعتَ ِم ْن ُه ْم ِب‬
‫شيْط ُن ا َِّْل‬
َّ ‫اْل ْو َْل ِد َو ِع ْدهُ ۗ ْم َو َما َي ِع ُدهُ ُم ال‬
َ ْ ‫اْل ْم َوا ِل َو‬
َ ْ ‫َار ْك ُه ْم ِفى‬ ِ ‫َوش‬
‫غ ُر ْو ًرا‬ُ
“Dan perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau
(Iblis) sanggup dengan suaramu (yang memukau), kerahkanlah
pasukanmu terhadap mereka, yang berkuda dan yang berjalan
kaki, dan bersekutulah dengan mereka pada harta dan anak-anak
lalu beri janjilah kepada mereka.” Padahal setan itu hanya
menjanjikan tipuan belaka kepada mereka” (QS. Al-Isra’ ayat 64).
Tafsiranya Ibnu Katsir: setiap ajakan yang menyeru kepada
maksiat, maksudnya adalah yang menggoda mereka untuk berbuat
maksiat dengan godaan yang mengiringi mereka kea rah itu.10
D. Pendapat Para Ulama Tentang Musik

Sebagaimana telah disebutkan beberapa ayat-ayat dalil tentang


musik diatas maka dapat kita pahami bahwa tidak ada nash secara
terang menghalalkan musik dan juga mengharamkan musik. Maka
dari itu menjadi perpebedaan pendapat di kalangan Ulama, maka
disini akan dijelaskan pendapat-pendapat ulama yang berbeda
diantaranya.

9 Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar.


10 Ibnu Katsir, Terjemahan.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
10│ Mashdar : Jurnal Studi Al-Quran dan Hadis, Vol.x No.x (xxxx)

Muhammad Yusuf al-Qardhawi menurutnya, “jika al-Lahwu


(melalaikan) yaitu lagu dan rebana dan sejenisnya diharamkan, maka
demikian halnya dengan perdagangan, karena keduanya dalam satu susunan,
padahal menurut syari’at Islam, perdagangan itu disyari’atkan baik itu
menurut nash al-Qur’an, Sunnah, atau Ijma’, bahkan termasuk hal yang
Sunnah selama syarat-syaratnya terpenuhi maka dengan demikian penisbatan
atas sesuatu yang dikaitkan dengan hal itu demikian pula sama hukumnya”
yang artinya disini beliau menghalalkan musik atau nyanyian dengan
syarat tertentu.

Kemudian pendapat al-Bani yang membantah pendapat Yusuf al-


Qardhawi diatas mengatakan, “Sungguh penulis merasa heran sekali
terhadap orang-orang Al-Azhar yang meniru mentah-mentah adanya
pendapat dengan persyaratan itu. Karena disamping mereka bertentangan
dengan nash-nash dan hadits- hadits shahih. Serta para madzhab empat juga
ucapan para ulama As-Salaf. Mereka juga membuat-buat sendiri berbagai
alasan yang tidak pernah disebutkan para imam yang dijadikan teladan.
Diantara akibat perbuatan mereka itu, terjadinya penghalalan hal-hal yang
diharamkan berupa nyanyian dan musik menurut mereka. Kita berikan satu
contoh saja, salah seorang diantara mereka terkadang memiliki istri dan anak
laki-laki maupun perempuan, seperti Syeikh Al-Ghazali misalnya yang
dengan terus terang bahkan dengan penuh kebanggaan bahwa ia terbiasa
mendengarkan nyanyian Ummu Kulsum dan Muhammad bin Abdul Wahhab
Al-Masiqaar! Serta para penyanyi seperti mereka. Lalu perbuatannya itu
dilihat oleh anak-anaknya, bahkan mungkin juga oleh murid-muridnya
sebagaimana hal itu juga ia ceritakan dalam sebagian buku-bukunya. Apakah
mereka dengan jiwa muda mereka dapat membedakan antara nyanyian yang
menggugah gairah syahwat sehingga mereka dapat menutup telinga mereka
dengan nyanyian yang tidak menggugah gairah syahwat sehingga mereka
dapat terus mendengarkannya? Demi Allah! Yang demikian itu adalah
pemahaman fiqih yang hanya berasal dari seorang pemegang faham

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
Adri Noviardi, Seni Musik Dalam Al-Qur’an│11

Zhahiriyah yang jumud dan busuk hati, atau seorang pengekor hawa nafsu
yang tidak terbimbing”.11

Al-Bani sangat membantah pendapat yang menghalalkan musik


atau nyanyian tersebut, karena menurut beliau tidak ada dalil yang
menerangkan secara detail baik itu dari nash al-Qur’an atau dari hadis
yang shahih tentang kehalalan dan keharaman musik atau nyanyian
itu sendiri.

Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumud Din membolehkan musik atau


nyanyian, karena setiap musik atau lagu mengandung banyak makna
untuk bisa menggali makna tersebut satu persatu dan secara
keseluruhan, kemudian ada beberapa hal yang bisa kita dapatkan
ketika mendengarkannya yaitu keindahan suara dan maknanya yang
dapat menggerakkan hati.12

Ibnu Hazm, pendapat beliau bahwa sesuatu yang belum ada


dalilnya secara jelas adalah boleh. Dan juga menerut beliau kurang
shahihnya hadist yang meriwayatkan tentang pengharaman musik
atau nyanyian.

Imam Syaf’I membolehkan musik tertentu dengan keadaan


tertentu juga, tidak mengarah kepada hal yang menjauhkan diri dari
al-Qur’an dan beliau sangat membenci akan hal tersebut walaupun
nyanyian itu terdapat zikr atau kalimat yang mengingat Allah begitu
juga dengan pendapat Imam Hambali. Imam Hanafi, melarang
nyanyian dan yang mendengarkannya dosa apa lagi menurut beliau
mendapatkan uang dari hal tersebut maka uang itu haram dan sama
halnya juga menurut Imam Maliki.13

SIMPULAN

11 Rizki Ikhwan Romdhoni. Pendapat Yusuf Al-Qardhawi Dan Muhammad

Nashiruddin Al-Bani Tentang Hukum Lagu Dan Musik, Skripsi, UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 2019.
12 Nur Aini. Pemikiran Imam Abu Hamid Al-Ghazali Tentang Alat Musik Dan

Hukum Jual Belinya, Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya. 2018.


13 Sholeh Fikri, Ibid, 18.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar
12│ Mashdar : Jurnal Studi Al-Quran dan Hadis, Vol.x No.x (xxxx)

Setelah penulis tampilkan beberapa data tentang ayat-ayat musik


berserta tafsirannya dari ahli tafsir dan perbedaan pendapat ulama,
maka dapat ditarik sebuah kesimpulan mengenai pokok permasalahan
pada tulisan ini yaitu sejauh mana pengharaman dan penghalalan
musik atau nyanyian dalam al-Qur’an.

Bahwa memang tidak ada nash secara jelas musik itu haram atau
halal. Dan para mufassir mengatakan musik termasuk sesuatu yang
melalaikan dan dekat kepada maksiat. Maka disinilah timbul
perbedaan antara ulama, ada yang mengatakan secara utuh musik
haram da nada yang mengatakan halal dengan bersyarat yaitu yang
bisa mendekatkan diri kepada Allah. Maka kesimpulannya jatuhnya
hukum musik itu kepada hal yang haram dan halal yaitu melihat dari
subtansi dari musik tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an.

Atiq Fahmi, Muhammad. Kontrak Dan Komersialisasi Musik Dalam


Kajian Hukum Islam (Studi Hukum Perbandingan), Tesis, Institut Ilmu Al-Qur’an
Jakarta. 2017.
Abidin, Zaenal. Musik Dalam Tradisi Tasawuf Studi Sama’ Dalam Tarekat
Maulawiyah. Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2008.
Aini, Nur. Pemikiran Imam Abu Hamid Al-Ghazali Tentang Alat Musik
Dan Hukum Jual Belinya, Skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya. 2018.

Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar.

Fikri, Sholeh. “Seni Musik Dalam Perspektif Islam”, Studi


Multidisipliner, Vol. 1 No. 2 (2014).

Harahap, Nursapia. “Penelitian Kepustakaan”, Jurnal Iqra’, Vol. 08


No. 01 (2014).
Romdhoni, Rizki Ikhwan. Pendapat Yusuf Al-Qardhawi Dan Muhammad
Nashiruddin Al-Bani Tentang Hukum Lagu Dan Musik, Skripsi, UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2019.
Tafsir Ibnu Katsir, Terjemahan.

https://ejournal.uinib.ac.id/jurnal/index.php/mashdar

Anda mungkin juga menyukai