Anda di halaman 1dari 16

A.

Pendahuluan

Sejak kejatuhan negeri-negeri Islam ke tangan penjajah Timur (Rusia) dan Barat pada

abad 19 M (13 H) berbagai tragedi melingkupi umat Islam, termasuk di dalamnya bidang

kesenian yang mulai diwarnai oleh seni budaya penjajah. Di antara masalah yang paling rumit

dalam kehidupan islami adalah yang berkaitan dengan hiburan dan seni. Karena kebanyakan

manusia sudah terjebak pada kelalaian dan telah melampaui batas dalam mengkonsumsi hiburan

dan seni, yang memang hal tersebut sangat erat hubungannya dengan perasaan, hati, akal dan

pikiran. Namun, ternyata hiburan dan seni dewasa ini telah banyak terkontaminasi oleh

kemewahan dan hedonisme dari pada estetika yang indah dan lurus. Kini para pemuda kita

sangat sulit untuk melepaskan diri dari seni Barat yang telah merasuk ke dalam dirinya. Mereka

bahkan telah keranjingan dan mengidolakan seniman-senimannya. Banyak generasi Islam yang

tergila-gila dengan grup-grup band atau penyanyi-penyayi yang barasal dari Barat dan lain

sebagainya. Padahal gaya hidup kebanyakan mereka sangat tidak layak untuk ditiru.

Demikianlah keadaan kebanyakan generasi Islam dewasa ini. Melihat kondisi umat kita

yang menyedihkan itu muncul berbagai pertanyaan yang harus segera dijawab, misalnya

bagaimana pandangan Islam terhadap seni? bagaimana hukum musik dan menyanyi menurut

syari'at Islam? Apa pendapat ulama mengenai hal tesebut dan lain sebagainya. Tulisan ini

bertujuan menjelaskan secara ringkas hukum musik dan menyanyi dalam pandangan fiqih Islam.

Dengan harapan semoga norma-norma Islami yang disampaikan dalam makalah ini tidak hanya

menjadi bahan perdebatan akademis atau sekedar menjadi wacana semata, tetapi juga menjadi

acuan dasar untuk merumuskan bagaimana bermusik dan bernyanyi yang sesuai dengan ajaran

Islam. Selain itu, tentu saja perumusan tersebut diharapkan akan bermuara pada pengamalan

konkret di lapangan, berupa perilaku Islami yang nyata dalam aktivitas bermain musik atau

1
melantunkan lagu. Minimal di kampus atau lingkungan kita. Oleh karena itu, dalam makalah

yang sederhana ini, penulis mencoba mengulas secara komprehensif –semampu penulis–

mengenai hukum bernyanyi dan mendengarkan musik menurut persepektif Islam.

B. Pengertian Seni

Dikarenakan bernyanyi dan bermain musik adalah merupakan bagian dari seni, maka

alangkah lebih baiknya kita akan meninjau lebih dahulu definisi seni itu sendiri, sebagai proses

pendahuluan untuk memahami fakta yang menjadi objek penerapan hukum. Abdurrahman Al

Baghdadi menuliskan pengertian seni dalam bukunya yang ia kutip dari Ensiklopedi Indonesia

yaitu, “Seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan

dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera

pendengar (seni suara), penglihatan (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni

tari, drama).1

Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat

musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain cara

memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni

musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat

juga disatukan dengan seni vokal. Seni instrumentalia adalah seni yang diperdengarkan melalui

media alat-alat musik. Sedangkan seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara

melagukan syair melalui perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik. Seni vokal

tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau

1
Abdurrahman Al Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, Cet: 1, 1991)
hlm, 13.
2
dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya.2 Inilah

sekilas penjelasan fakta seni musik dan seni vokal yang menjadi topik pembahasan dalam

makalah ini.

C. Nyayian Dan Musik Dalam Realitas Sejarah Masyarakat Arab Dan Umat Islam

Sepanjang sejarah belum pernah ditemukan umat yang menjauhkan diri mereka dari

nyanyian dan musik. Perbedaannya hanya dalam waktu yang mereka gunakan untuk menikmati

lagu atau kapasitas lagu yang mereka nikmati, ada yang banyak ada juga yang sedikit, bahkan

ada yang berlebihan, sehingga lagu sudah menjadi suatu kebutuhan dalam hidupnya. Hal ini

sangat dipengaruhi oleh suasana hati mereka. Ketika bahagia misalnya, tentu akan berbeda

dengan nyanyian dalam suasana duka.

Demikian halnya dengan masyarakat Arab, mereka tidak jauh berbeda dengan

masyarakat lainnya, mereka juga memiliki nyanyian dan musik, memiliki penyanyi dan musisi-

musisi yang terkenal pada zamannya, kebanyakan mereka itu semua berasal dari kalangan hamba

sahaya. Sebab dalam budaya masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam, merupakan sebuah aib

bila yang menjadi penyanyi atau musisi orang yang merdeka. Tetapi mayoritas nyanyian ini

biasa diikuti dengan minuman keras dan mabuk-mabukan sehingga tempat-tempat nyanyian itu

menjadi tempat hiburan dan hura-hura, dalam kehidupan jahiliyah hal ini sudah menjadi

pemandangan yang biasa dan lumrah terjadi.

Kemudian setelah Islam datang dengan membawa akidah, syari’at dan akhlak,

masyarakat Arab sibuk dengan pemikiran dan akhlak yang baru, mereka mulai berpindah dari

tardisi lama yang jelek kepada tradisi baru, termasuk pula tujuan hidup mereka juga ikut

berubah.
2
Abdurrahman Al Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam…..hlm, 13-14.
3
Pada periode Makkah kaum muslimin sibuk dengan menyampaikan dakwah Islamiyah

serta menghadapi berbagai tantangan dan cobaan. Kemudian pada periode Madinah mereka

kembali diuji dengan tuntutan berjihad untuk mempertahankan ajaran Islam sehingga jumlah

peperangan yang diikuti langsung oleh Rasulullah mencapai 27 peperangan, sedangkan

peperangan yang tidak beliau sertai sekitar 59 peperangan. Oleh karena hal tersebut, kaum

muslimin ketika itu sibuk dengan dunia dakwah dan segala tantangannya, tidak ada waktu untuk

mendatangi tempat-tempat nyanyian atau tempat-tempat hiburan lainnya. Seluruh hidup mereka

senantiasa diprioritaskan untuk menyebarkan Islam.

Tidak bisa dibayangkan jika kehidupan mereka yang berat menghadapi realita tanpa ada

hiburan sama sekali, sehingga pada masa itu pesta pernikahan, berkunjung kepada sanak famili

dan sebagainya adalah merupakan suatu bentuk hiburan bagi mereka.3

Dalam buku-buku hadits terdapat nash-nash yang membolehkan seseorang menyanyi,

menari dan memainkan alat musik. Tetapi kebolehan yang disebutkan dalam nash-nash itu hanya

ada pada acara-acara pesta perkawinan, khitanan, dan ketika menyambut tamu yang baru datang,

untuk mengenang orang yang mati syahid dalam peperangan, atau untuk menyambut kedatangan

hari raya dan yang sejenisnya.

Berikut ini kami paparkan beberapa riwayat yang menerangkan kebolehan tersebut, di

antaranya adalah riwayat yang disampaikan oleh Imam Bukhari dari Aisyah, ia berkata “Pada

suatu hari Rasulullah masuk ke tempatku. Di sampingku ada dua gadis perempuan budak yang

sedang mendendangkan nyanyian (tentang hari) bu’ats4, (kulihat) Rasulullah Saw berbaring

tetapi dengan memalingkan mukanya. Pada saat itu Abu Bakar masuk lalu ia marah kapada

3
Yusuf Al-Qardhawy, Fiqh Musik Dan Lagu Perspektif Alqur'an Dan As-Sunnah, diterjemah oleh:Tim
Penerjemah LESPISI, (Bandung: Mujahid Press, cet: 2, 2003) hlm, 193-194.
4
Bu’ats adalah nama salah satu benteng untuk Al-Aws yang jaraknya kira-kira dua hari perjalanan dari
Madinah. Di sana pernah terjadi perang dahsyat antara kabilah Aus dan Khazraj 3 tahun sebelum hijrah.
4
saya, seraya menghardik saya “Di tempat Nabi ada seruling setan!?” mendengar perkataan itu

Nabi lalu menghadapkan mukanya kepada Abu Bakar seraya berkata, “Biarkanlah keduanya

wahai Abu Bakar”. Tatkala Abu Bakar tidak memperhatikan lagi maka saya suruh kedua budak

perempuan itu untuk keluar. (HR. Imam Bukhari)5.

Kemudian dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Aisyah pernah mengantar seorang

wanita untuk dinikahkan dengan seorang laki-laki dari kalangan Anshar, lalu Nabi bersabda

“Hai Aisyah tidak adakah padamu hiburan (nyanyian) karena sesungguhnya orang-orang

Anshar senang dengan hiburan”.(HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad)6.

Kedua hadits tersebut di atas menerangkan kepada kita bahwa di masa Rasulullah pernah

ada orang menyanyi dan beliau tidak melarangnya bahkan beliau meminta untuk dicarikan orang

yang menyanyi.

Walaupun demikian perlu dipertegaskan kembali bahwa kehidupan masyarakat Islam di

masa Rasulullah Saw sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya adalah ditandai oleh dua

karakteristik yang menonjol yaitu: kehidupan yang sederhana dan banyak berbuat untuk berjihad

fi sabilillah. Membela Islam dan meluaskannya membutuhkan segenap pemikiran dan usaha,

sehingga tidak banyak tersisa waktu untuk bersenang-senang menciptakan bentuk-bentuk

keindahan (seni musik, lagu) apalagi menikmatinya. Orang-orang Islam dengan kepercayaan

barunya lebih tertarik kepada seruan jihad daripada hanya sekedar mendengar lagu dan musik.

Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Islam ketika masa Rasulullah bukanlah masa yang

produktif bagi kesenian. Masa produktif bagi kesenian di kalangan kaum muslimin baru muncul

ketika wilayah Islam telah meluas, di mana kaum muslimin telah berbaur dengan berbagai suku

bangsa yang masing-masing mereka mempunyai kebudayaan dan kesenian yang beragam

5
Lihat Shahih Bukhari hadits No. 949.
6
Lihat Sahih Bukhari hadits no. 5162, lihat juga As Syaukani, Nailul Authar jilid 6, hlm 211.
5
sehingga mulailah kaum muslimin berkenalan dengan musik-musik Persia dan Romawi atau lain

sebagainya.

D. Definisi Musik Dan Nyayian

Membicarakan musik dan nyanyian merupakan keasyikan tersendiri, sebab kita

dihadapkan pada masalah-masalah yang sangat kita sukai, kita senangi dan minati. Benarkah hal

tersebut sangat disukai? Secara umum, sudah tentu hal ini benar adanya, sebab musik dan

nyayian boleh dikatakan sudah mewarnai hampir sebagian besar kehidupan kita. Namun,

sebelum jauh berbicara mengenai musik dan nyanyian serta hukumnya menurut pandangan

Islam, ada baiknya penulis paparkan definisi musik dan definisi nyanyian atau lagu.

Musik adalah bunyi yang diterima oleh individu dan berbeda-beda berdasarkan sejarah,

lokasi, budaya dan selera seseorang. Definisi sejati tentang musik juga bermacam-macam antara

lain adalah: Bunyi/kesan terhadap sesuatu yang ditangkap oleh indera pendengar, suatu karya

seni dengan segenap unsur pokok dan pendukungnya, ada juga yang mengartikan segala bunyi

yang dihasilkan secara sengaja oleh seseorang atau kumpulan dan disajikan sebagai musik.

Beberapa orang menganggap musik tidak berwujud sama sekali.7

Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia musik didefinisikan yaitu: (1) Ilmu

atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal untuk

menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan; (2) nada atau

suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan

(terutama yg menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu).8 Dari kedua

7
http://id.wikipedia.org/wiki/Musik tgl akses: 5/10/2010
8
http://kamusbahasaindonesia.org/musik tgl akses: 5/10/2010
6
pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa musik adalah suatu usaha untuk menyusun

nada atau suara sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonisan.

Adapun definisi lagu atau nyanyian yaitu: Lagu merupakan gubahan seni nada atau suara

dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan alat musik) untuk

menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan (mengandung

irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.

Lagu dapat dinyanyikan secara solo, berdua (duet), bertiga (trio) atau beramai-ramai

(koir). Perkataan dalam lagu biasanya berbentuk puisi berirama, namun ada juga yang bersifat

keagamaan ataupun prosa bebas. Lagu dapat dikategorikan pada banyak jenis, bergantung

kepada ukuran yang digunakan.

Nyanyian adalah syair yang dilafalkan sesuai nada, ritme, birama, dan melodi tertentu

hingga membentuk harmoni. Nyanyian sering juga disebut sebagai lagu yang berarti gubahan

seni nada atau suara dalam urutan, kombinasi, dan hubungan temporal (biasanya diiringi dengan

alat musik) untuk menghasilkan gubahan musik yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan

(mengandung irama). Dan ragam nada atau suara yang berirama disebut juga dengan lagu.

Bernyanyi adalah melafalkan syair sesuai nada, ritme, dan melodi tertentu hingga membentuk

harmoni.9

E. Pandangan Islam terhadap musik dan lagu.

Pertanyaan ini sering sekali muncul dan dilontarkan di banyak tempat dan kesempatan,

dan beragam jawaban serta pendapat telah pula diutarakan oleh ulama-ulama Islam sesuai

dengan latar belakang pengetahuan mereka masing-masing. Ada yang membuka telinganya

9
http://id.wikipedia.org/wiki/Lagu tgl akses: 5/10/2010
7
untuk semua jenis lagu, dan semua corak musik, karena beranggapan bahwa itu dibolehkan dan

termasuk kepada kebaikan duniawi yang dibolehkan oleh syari'at.

Ada juga yang melarang dan mengharamkan musik serta nyanyian dengan anggapan hal

itu adalah merupakan perkataan yang sia-sia, penghalang zikir dan shalat serta serulingnya setan.

Apalagi jika penyanyinya seorang wanita, menurutnya suara wanita itu aurat. Di antara mereka

ada yang menolak segala jenis musik, walaupun sebagai musik pengantar (intro) warta berita.

Mereka berargumentasi dengan ayat-ayat Alqur'an, hadits serta beberapa pendapat ulama.

Pada hakikatnya, nyanyian yang disertai dengan alat musik atau tanpa alat musik

mengundang kontroversi antara para ulama sejak periode pertama. Mereka sependapat dalam

satu sisi, dan berbeda pada sisi lain. Mereka sepakat atas keharaman lagu yang mengandung

keburukan, kefasikan atau kemaksiatan, sekalipun lagu tersebut hanyalah sebatas perkataan. Jika

lagu itu baik, maka dibolehkan. Namun jika buruk maka dipandang buruk pula, karena setiap

perkataan yang mengandung keharaman adalah haram.

Berikut ini penulis paparkan pendapat para ulama Islam mengenai hukum musik menurut

pandangan mereka sesuai dengan dalil-dali yang ada dalam syari'at. Dalam pembahasan hukum

musik dan menyanyi ini, penulis melakukan pemilahan hukum berdasarkan variasi dan

kompleksitas fakta yang ada dalam aktivitas bermusik dan menyanyi. Menurut penulis, terlalu

sederhana jika hukumnya hanya digolongkan menjadi dua, yaitu hukum memainkan musik dan

hukum menyanyi. Sebab fakta yang ada lebih banyak dari dua aktivitas tersebut. Maka dari itu,

paling tidak, ada 4 (empat) hukum fiqih yang berkaitan dengan aktivitas bermain musik dan

menyanyi, yaitu : Pertama, hukum melantunkan nyanyian. Kedua, hukum mendengarkan

nyanyian. Ketiga, hukum memainkan alat musik. Keempat, hukum mendengarkan musik.

8
Di samping pembahasan ini, akan disajikan juga tinjauan fiqih Islam berupa kaidah-

kaidah atau patokan-patokan umum, agar aktivitas bermain musik dan bernyanyi tidak tercampur

dengan kemaksiatan atau keharaman. Yang perlu sekali dipahamai adalah bahwa hukum

menyanyi dan bermain musik bukan hukum yang disepakati oleh para fuqaha, melainkan hukum

yang termasuk dalam masalah khilafiyah. Jadi para ulama mempunyai pendapat berbeda-beda

dalam masalah ini Karena itu, boleh jadi pendirian penulis dalam tulisan ini akan berbeda dengan

pendapat sebagian fuqaha atau ulama lainnya. Pendapat-pendapat Islami seputar musik dan

menyanyi yang berbeda dengan pendapat penulis, tetap penulis hormati.

Pertama: Hukum Melantunkan Nyanyian

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi. Sebagian mengharamkan

nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-

sendiri. Berikut sebagian dalil masing-masing ulama tersebut:

1. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian

Allah swt. berfirman dalam surah Luqman: 6 yang artinya “Dan di antara manusia ada orang

yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan

manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu

akan memperoleh azab yang menghinakan”

Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau

lagu, di antaranya adalah Al-Hasan, Imam Al- Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud.

Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah QS: An-Najm: 59-61,

9
“Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini?. Dan kamu tertawakan dan tidak

menangis?. Sedang kamu lengah (darinya)?” dan QS: Al-Isra`: 64 “Dan hasunglah siapa yang

kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu, dan kerahkanlah terhadap mereka pasukan

berkuda dan pasukanmu yang berjalan kaki dan berserikatlah dengan mereka pada harta dan

anak-anak dan beri janjilah mereka. dan tidak ada yang dijanjikan oleh syaitan kepada mereka

melainkan tipuan belaka.”10

Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya akan

ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-

ma`azif)” (HR: Imam Bukhari, no. hadits: 5590)

Hadits Aisyah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan

nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya”.

Kemudian beliau membacakan ayat di atas.

Hadits dari Ibnu Mas’ud ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Nyanyian itu bisa

menumbuhkan kemunafikan dalam hati”.11

Hadits dari Abu Umamah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang bernyanyi,

maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan

memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti”

Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian

yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang

10
maksud ayat Ini ialah Allah memberi kesempatan kepada Iblis untuk menyesatkan manusia dengan
segala kemampuan yang ada padanya. tetapi segala tipu daya syaitan itu tidak akan mampu menghadapi orang-orang
yang benar-benar beriman.
11
Lihat Sunan Abu Dawud jilid IV hlm. 282 hadits no.4927.
10
ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan

ratapan syetan (rannatus syaithan)”.

2. Dalil-Dalil Yang Menghalalkan Nyanyian

Firman Allah SWT dalam QS. Al-Maidah: 87 yang artinya: “Hai orang-orang yang

beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan

janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui

batas”

Hadits dari Nafi’ ra, katanya: “suatu ketika aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra,

dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan

telunjuknya terus berjalan sambil berkata “Hai Nafi’, masihkah kau dengar suara itu? sampai aku

menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata “Demikianlah yang dilakukan

Rasulullah Saw”.

Rubayyi’ berkata: Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas

dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami

memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang

Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata “Di antara kita ada Nabi Saw yang

mengetahui apa yang akan terjadi kemudian, lalu Nabi Saw bersabda: “Tinggalkan omongan itu,

teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi”.

Dari Aisyah ra, bahwa dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar.

Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda: “Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang

Anshar itu suka pada permainan” (HR: Imam Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim).

11
Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati sahabat Hasan sedangkan ia sedang

melantunkan sya’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata pertanda tidak setuju, lalu Hasan

berkata “Aku pernah bersyia’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu

(yaitu Rasulullah Saw)”.

F. Pandangan Penulis

Dengan menelaah dalil-dalil tersebut di atas (dan dalil-dalil lainnya), akan tampak adanya

kontradiksi satu dalil dengan dalil lainnya. Karena itu kita perlu melihat kaidah-kaidah ushul

fiqih yang sudah masyhur di kalangan ulama untuk menyikapi secara bijaksana berbagai dalil

yang nampak bertentangan itu.Imam Asy-Syafi mengatakan bahwa “Tidak dibenarkan dari Nabi

Saw ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang

ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum

khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah

penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum).

Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak bertentangan, maka sikap

yang lebih tepat adalah melakukan kompromi di antara keduanya, bukan menolak salah satunya.

Jadi kedua dalil yang tampak bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang

memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih, yakni menguatkan

salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini ulama menentukan kaidah ushul

fiqih: “Mengamalkan dua dalil walau pun hanya dari satu segi pengertiannya lebih utama

daripada meninggalkan salah satunya. Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya

suatu dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan).

12
Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai

berikut : Bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil

yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya

nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syari'at , seperti pada hari

raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman

nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian

secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya).12

Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang

dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu

nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemungkaran, baik berupa perkataan,

perbuatan, atau sarana, misalnya disertai minuman keras, zina, penampakan aurat, ikhtilath

(campur-baur pria dan wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syari'at, misalnya

mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekulerisme, liberalisme,

nasionalisme, dan sebagainya.

Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang

kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemungkaran. Misalnya nyanyian yang

syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat

dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya.

G. Hukum Memainkan Alat Musik

Bagaimanakah hukum memainkan alat musik, seperti gitar, piano, rebana, dan

sebagainya ? Jawabannya adalah, secara tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan

jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, yaitu rebana.
12
Abdurrahman Al Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam…..hlm, 63-64.
13
Sabda Nabi Saw: “Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).

(HR. Ibnu Majah).

Adapun selain alat musik ad-duff atau al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada

yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan. Kesimpulannya, memainkan alat musik

apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang

mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil

yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah (boleh).

H. Hukum Mendengarkan Musik

1. Mendengarkan Musik Secara Langsung (Live)

Pada dasarnya mendengarkan musik (atau dapat juga digabung dengan vokal) secara

langsung, seperti show di panggung pertunjukkan, di GOR, lapangan, dan semisalnya, hukumnya

sama dengan mendengarkan nyanyian secara interaktif. Patokannya adalah tergantung ada

tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya. Jika terdapat unsur

kemaksiatan atau kemungkaran, misalnya syairnya tidak Islami, atau terjadi ikhthilat, atau

adanya buka-buka aurat, maka hukumnya haram. Jika tidak terdapat unsur kemaksiatan atau

kemungkaran, maka hukumnya adalah mubah.13

2. Mendengarkan Musik di Radio, TV, dan Semisalnya

Hukum mendengarkan musik melalui media TV, radio, dan semisalnya, tidak sama

dengan hukum mendengarkan musik secara langsung sepereti show di panggung pertunjukkan.

Hukum asalnya adalah mubah (boleh), bagaimana pun juga bentuk musik atau nyanyian yang

ada dalam media tersebut. Kemubahannya didasarkan pada hukum asal pemanfaatan benda
13
Abdurrahman Al Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam…..hlm, 74.
14
dalam hal ini TV, kaset, VCD, dan semisalnya, yaitu boleh. Kaidah syari'at mengenai hukum

asal pemanfaatan benda menyebutkan: “Hukum asal memanfa’atkan benda-benda, adalah boleh,

selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.14

Namun demikian, meskipun asalnya adalah mubah, hukumnya dapat menjadi haram, bila

diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya

kewajiban.

Kesimpulan

Demikianlah kiranya apa yang dapat penulis sampaikan mengenai hukum menyanyi dan

bermusik dalam pandangan Islam. Tentu saja tulisan ini terlalu sederhana jika dikatakan

sempurna. Maka dari itu, dialog dan kritik konstruktif sangat diperlukan guna penyempurnaan

dan koreksi. Penulis sadari bahwa permasalahan yang dibahas ini adalah permasalahan

khilafiyah. Mungkin sebagian pembaca ada yang berbeda pandangan dalam menentukan status

hukum menyanyi dan musik ini, dan perbedaan itu sangat penulis hormati.

Semua ini mudah-mudahan dapat menjadi kontribusi yang positif walaupun cuma secui

dalam upaya melepaskan diri dari masyarakat sekuler yang bobrok, yang menjadi pendahuluan

untuk membangun peradaban dan masyarakat Islam yang kita idam-idamkan bersama, yaitu

masyarakat Islam di bawah naungan Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullahi.

Daftar Pustaka

Alqur'an dan terjemahnnya. Departemen Agama RI

Abdurrahman Al Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
Cet: 1, 1991).

14
Abdurrahman Al Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam…..hlm, 76.
15
Yusuf Al-Qardhawy, Fiqh Musik Dan Lagu Perspektif Alqur'an Dan As-Sunnah,
diterjemah oleh:Tim Penerjemah LESPISI, (Bandung: Mujahid Press, cet: 2, 2003).

Farida Hamid, Kamus Ilmiah Populer Lengkap,(Surabaya: Apollo, tanpa tahun)

Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Lebanon: Darul
Kutub Al-Ilmiyah).

http://id.wikipedia.org/wiki/Musik tgl akses: 5/10/2010

http://kamusbahasaindonesia.org/musik tgl akses: 5/10/2010

http://id.wikipedia.org/wiki/Lagu tgl akses: 5/10/2010

16

Anda mungkin juga menyukai