Buku ini di copi paste dari link dibawah, kami hanya me lay out nya, tanpa
melalukan perubahan sedikitpun
https://tulisansulaifi.wordpress.com/2016/08/12/tauhid-dan-syirik-
dalam-kacamata-ulama-syafiiyah/#_Toc458796160
Mukaddimah
Demikian pula al-Imam Abu Umar Ahmad bin Abdul Malik al-Maliki -
guru al-Imam Ibnu Abdil Barr- rahimahullah. Beliau menyatakan:
ال أخالف رواية ابن القاسم ألن اجلماعة لدينا اليوم عليها وخمالفة
اجلماعة فيما قد أبيح لنا ليس من شيم األئمة
Tulisan ini disusun dalam rangka upaya memenuhi nadzar kepada Allah
ta’ala. Penulis pernah bernadzar jika sudah lepas dari
kelompok ‘mereka yang mengaku paling salafi’, maka Penulis akan
mengumpulkan keterangan dari Ulama Syafi’iyah tentang kesyirikan.
Penulis berlepas diri dari ‘manhaj kelompok ini’ yang penuh dengan
kekerasan tetapi dangkal keilmuan. Mereka pandai menghujat,
mencaci dan mencela saudara sendiri karena hanya berbeda pendapat.
Ironisnya tingkat keilmuan mereka sangatlah dangkal.
‘Ya Allah, terimalah iman dan amal kami, karena Engkau Maha
Pendengar dan Maha Mengetahui. Dan ampunilah kami, karena
Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Penyayang.’
ث ِم ْن ُمجْلَتِ ِه ْم
ِ َِن ب ِقيَّةَ أ َْه ِل الْ َقر ِن الثَّال
ْ
ِ وي و َّجه ه َذا ِاال
َ َّ صط َالح ِِب
ْ َ ُ َُ َ
َّ َّ ِ َّ صلَّى ِِ ِود َهلُم َعلَى ل
ُاَّللُ َعلَْيه َو َسل َم ِِبَهنُ ْم َخ ْْي َ سانه َ ْ ُ ف ال َْم ْش ُهُ َالسل
َّ
ِ َِّعال
يق ِ ِ
َ سوطَةُ َكا ْحلَا ِوي َوالني َهايَة َوالْبَ ْح ِر َوالت ِ ْ ب ْاأل
ُ َص َحاب ال َْم ْب ُ َُوأ ََّما ُكت
وف َعلَْي َها بَ ْل
َ ُس ْر لَنَا ْاآلن ال ُْوق َّ َص ِر َوغَ ِْْيَها فَ لَ ْم يَتَ ي َ َالَِِّت َعلَى ال ُْم ْخت
سوطَاهتِِ ْم ََلْ نَ َرَها َوإِ َّمنَا نَ ْن ُق ُل َع ْن َها ِابل َْو َسائِ ِط ِ ِ
ُ َكثْيٌ م ْن َم ْب
“Adapun kitab-kitab fikih karya ulama ‘Ash-habul Wujuh’ yang panjang
lebar (membahas Madzhab Syafi’i, pen) seperti kitab al-Hawi, an-
Nihayah, al-Bahr dan kitab-kitab Ta’liq terhadap Mukhtashar al-Muzani
dan lainnya, maka kami masih belum bisa mendapatkannya (untuk
dijadikan rujukan, pen). Bahkan kebanyakan kitab-kitab tersebut belum
pernah kami lihat. Kami menukil keterangan kitab tersebut melalui
perantara.” (Al-Fatawa al-Fiqhiyah al-Kubra: 8/179).
Pengertian Syirik
Para ulama Syafi’iyah memberikan batasan syirik. Di antara mereka ada
yang memberikan batasan syirik dalam rububiyah (penciptaan dan
pengaturan alam semesta). Al-Imam Abu Manshur al-Azhari asy-Syafi’i
(wafat tahun 370 H) rahimahullah menyatakan:
مث ان الشرك والكفر قد يطلقان مبعىن واحد وهو الكفر ابهلل تعاىل
وقد يفرق بينهما فيخص الشرك بعبادة االواثن وغْيها من
املخلوقات مع اعرتافهم ابهلل تعاىل ككفار قريش فيكون الكفر أعم
من الشرك وهللا أعلم
“Kemudian kata ‘syirik’ dan ‘kufur’ kadang-kadang diucapkan untuk
mengungkapkan satu makna yaitu kufur kepada Allah ta’ala. Kadang-
الشرك ابهلل) أي أن ُتعل هلل ندا وتعبد معه غْيه من حجر أو شجر
أو مشس أو قمر أو نب أو شيخ أو جين أو جنم أو غْي ذلك
“Berbuat syirik kepada Allah adalah kamu menjadikan tandingan bagi
Allah, dan kamu beribadah bersama-Nya kepada selain-Nya baik
berupa batu, atau pohon, atau matahari, bulan, nabi, syaikh, jin,
bintang ataupun selainnya.” (Faidhul Qadir bi Syarh al-Jami’ish
Shaghir: 5/78).
ولو قال الوثين ال إله إال هللا وكان يزعم أن الصنم يقربه إىل هللا َل
يكن مؤمنا حَّت يتربأ من عبادة الصنم
“Seandainya seorang penyembah berhala menyatakan ‘Laa ilaaha
illallah’ dalam keadaan menyangka bahwa berhalanya bisa menjadi
wasilah yang mendekatkan dirinya kepada Allah, maka ia belum
dianggap beriman, sampai ia berlepas diri dari peribadatan kepada
berhala.” (Fathul Bari bi Syarh Shahihil Bukhari: 13/359).
وقد نص النىب صلى هللا عليه و سلم على اَيانه ابطنا وبراءته من
النفاق بقوله صلى هللا عليه و سلم ىف رواية البخارى رمحه هللا أال
تراه قال ال إله إال هللا يبتغى هبا وجه هللا تعاىل فهذه شهادة من
رسول هللا صلى هللا عليه وسلم له ِبنه قاهلا مصدقا هبا معتقدا
صدقها متقراب هبا إىل هللا تعاىل
MDI Permata Bunda ( YHIA )
22
ِ ٍ ك ِم ْن ر ُسِ ِ
َول إَِّال نُوحي إِلَْي ِه أَنَّهُ ال إِله َ َ َوما أ َْر َسلْنا م ْن قَ ْبل
ِ
فوحدوين فاحلكمة يف بعث الرسل أي ي:إَِّال أ ََان فَا ْعبُ ُدون
، إثبات وحدانية هللا تعاىل:مقصورة على املصلحتني
وعبادته ابإلخالص
“Firman-Nya “Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu seorang rasul
pun melainkan Kami memberikan wahyu kepadanya bahwa tiada
sesembahan yang berhak disembah dengan benar kecuali Aku. maka
sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya’: 25). Maksudnya adalah ‘tauhidkan
Aku!” Maka hikmah diutusnya para rasul dibatasi pada 2 maslahat;
yaitu: menetapkan keesaan Allah ta’ala, dan beribadah kepada-Nya
dengan ikhlas.” (Murah Labid li Kasyfi Ma’nal Qur’anil Majid: 2/48).
ويف بعضها (إىل أن يوحدوا هللا) ووجهه أن يكون أول مبنيا على
الضم وما مصدرية أي ليكون أول األشياء دعوهتم إىل التوحيد
Dan perbuatan syirik itu dilarang di dalam semua agama para nabi dan
rasul alaihimussalam. Allah ta’ala berfirman:
والغرض هنا تشديد الوعيد على من أشرك ابهلل وأن الشرك حمذر
منه يف الشرائع كلها وأن لإلنسان عمال يثاب عليه إذا سلم من
الشرك ويبطل ثوابه إذا أشرك
“Tujuan ayat ini adalah ancaman yang keras terhadap orang-orang
yang berbuat syirik kepada Allah. Dan bahwa perbuatan syirik itu telah
diperingatkan di dalam semua syariat (para nabi, pen). Dan bahwa
seseorang akan mendapatkan pahala dari amal kebaikannya jika
selamat dari kesyirikan dan pahala tersebut akan terhapus jika ia
berbuat syirik.” (Fathul Bari bi Syarh Shahihil Bukhari: 13/494).
Tanggapan:
ك إِ ًذا
َ َّْت فَِإن
َ ض ُّر َك فَِإن فَ َعل
ُ َك َوالَ ي َِّ ون
َ اَّلل َما الَ يَن َف ُع ِ والَ تَ ْدعُ ِمن ُد
َ
ِ ِ
َ يم َن الظَّال ِم
ني
“Dan janganlah kamu berdoa (menyeru) apa-apa yang tidak memberi
manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah;
sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya
kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim.” (QS. Yunus: 106).
ِ ِ ِ
وه ْم َالُ ُين تَ ْدعُو َن م ْن ُدونِِه َما َيَْل ُكو َن م ْن قِط ِْم ٍْي إِ ْن تَ ْدع ِ َّ
َ َوالذ
استَ َجابُوا لَ ُك ْم َويَ ْوَم ال ِْقيَ َام ِة يَ ْك ُف ُرو َن
ْ اء ُك ْم َولَ ْو ََِس ُعوا َماَ يَ ْس َم ُعوا ُد َع
ك ِمثْ ُل َخبِ ٍْي
َ ُبِ ِش ْركِ ُك ْم َوَال يُنَ بِيئ
“Dan orang-orang yang kalian seru selain Allah tiada mempunyai apa-
apa walaupun setipis kulit ari. Jika kalian menyeru (berdoa kepada)
mereka, mereka tiada mendengar doa kalian; dan seandainya mereka
mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaan kalian.
Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kesyirikan kalian dan tidak
ada yang dapat memberi keterangan kepada kalian sebagai yang
diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fathir: 13-14).
اْلامس أنه ملا مات منهم من هو كامل املرتبة عند هللا تعاىل اختذوا
َتثاال على صورته وعظموه تشفعا إىل هللا تعاىل وتوسال
“Kebatilan mereka yang kelima adalah bahwa ketika orang yang
mempunyai derajat yang sempurna di sisi Allah itu meninggal dunia di
antara mereka, maka mereka menjadikan patung atau gambar dengan
rupa mereka. Mereka mengagungkan gambar tersebut dalam
ومن ذلك أن َيعل بينه وبني هللا تعاىل وسائط يتوكل عليهم
إمجاعا:ويدعوهم ويسأهلم قالوا
“Dan termasuk perkara yang menjadikan seseorang keluar dari
Islam adalah menjadikan perantara antara dirinya dengan Allah
ta’ala, yang mana ia bertawakkal, berdoa dan memohon kepada
perantara tersebut. Mereka (ulama Hanabilah, pen) menyatakan
bahwa murtadnya orang tersebut merupakan ijma’ (kesepakatan
ulama).” (Al-I’lam bi Qawathi’il Islam: 213).
وأيضاً فإن اليالت كان سبب عبادهتا تعظيم قرب رجل صاحل كان
فلما مات عكفوا على،هناك يلت السويق ابلسمن ويطعمه للحاج
،ً ونسرا، ويعوق، ويغوث،ً وسواعا،ً وقد ذكروا أيضاً أن ودا.قربه
وكان هلم اتباع،قوم صاحلون كانوا بني آدم ونوح عليهما السالم
فلما مات. لو صوران صورهم: فلما ماتوا قال أتباعهم،يقتدون هبم
إمنا كان: فقال، أاتهم إبليس، وجاء بعدهم قوم آخرون،األتباع
وذكر ذلك حممد. فعبدوهم. وهبم يُسقون املطر،أولئك يعبدوهنم
بن جرير الطربي بسنده.
“Dan lagi, penyebab disembahnya Latta adalah pengagungan terhadap
kuburan orang shalih yang mana ia di sana membuat bubur sawiq
dengan minyak samin kemudian ia menghidangkannya kepada tamu
Allah (jamaah haji, pen). Ketika ia mati, maka mereka (kaum Quraisy,
pen) melakukan i’tikaf (tirakatan, pen) di kuburannya. Para ulama juga
menyebutkan bahwa Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr adalah
orang-orang shalih yang hidup di antara jaman Nabi Adam dan jaman
Nabi Nuh alaihimassalam. Mereka juga mempunyai pengikut yang
وهذه العلة الِت ألجلها هنى الشارع هي الِت أوقعت كثْياً من
وهلذا ُتد أقواماً كثْية.األمم إما يف الشرك األكرب أو فيما دونه
، ويتذللون، وخيشعون،من الضالني يتضرعون عند قرب الصاحلني
بل وال،ويعبدوهنم بقلوهبم عبادة ال يفعلوهنا يف بيوت هللا املساجد
ويرجون من الصالة عندها والدعاء،يف االسحار بني يدي هللا تعاىل
.ما ال يرجونه يف املساجد الِت تشد إليها الرحال
“Alasan dilarangnya perkara ini (yakni: membangun masjid di atas
kuburan dan menggambar orang shalih, pen) oleh pembuat syariat juga
menjatuhkan kebanyakan umat ke dalam syirik besar ataupun dosa di
bawahnya. Oleh karena itu kamu mendapatkan banyak kaum dari
orang-orang sesat yang tunduk dan merendahkan diri di sisi kuburan
Berdoa di Kuburan
Mereka juga berkata: “Dan kami sudah berulangkali menegaskan
bahwa keyakinan orang-orang yang yang ber-tabarruk dan ber-
tawassul yang sudah menjadi tradisi warga mereka adalah meyakini
bahwa hanya Allah SWT yang mendatangkan manfaat dan
marabahaya.”
Tanggapan:
Justru ucapan inilah yang dibantah oleh para ulama Syafi’iyah. Al-
Allamah Taqiyuddin Ahmad bin Ali al-Maqrizi asy-Syafi’i (wafat tahun
845 H) rahimahullah berkata:
Kedua: kaum yang berziarah kepada orang mati dan berdoa (kepada
Allah, pen) dengan perantaraan orang mati tersebut. Mereka adalah
orang-orang musyrik dalam hal uluhiyah dan cinta.
Ketiga: kaum yang berziarah kepada orang mati, kemudian berdo’a dan
memohon kepada orang mati tersebut. Padahal Nabi shallallahu alaihi
wasallam bersabda: “Ya Allah, janganlah Engkau menjadikan kuburanku
sebagai berhala yang diibadahi!” Mereka ini adalah orang-orang
musyrik dalam hal rububiyah…dst.” (Tajridut Tauhid lil Maqrizi: 8).
َّ ال إِ َّن
اَّللَ يَ ْعلَ ُم َوأَنتُ ْم الَ تَ ْعلَ ُمو َن ِض ِربواْ ِي
َ ََّلل األ َْمث ُ ْ َفَالَ ت
“Maka janganlah kalian membuat permisalan-permisalan bagi Allah.
Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS.
An-Nahl: 74).
ألن الفرق أن ملوك الدنيا املقيس عليهم إمنا أقاموا َمن، سلطانه
فحاهلم خمالف لوصف من، وملكهم ِ ذكر حلاجتهم وضعف ملكهم
ُ
وكل شيء يف، وال يشغله شأن عن شأن، ال أتخذه سنة وال نوم
{ : فلذلك تسبب عنها قوله تعاىل، قبضته وحتت قهره وعظمته
فال تضربوا هلل } أي الذي له اإلحاطة الكاملة { األمثال } أي
فتشبهوه تشبيهاً بغْيه
“Ketika Allah melululantakkan dengan hujjah ini, semua syubhat
(kerancuan) dan analogi mereka (kaum kuburiyun, pen) bahwa seorang
raja tidak dapat didekati kecuali melalui para kaki tangannya, dan
Allah juga tidak dapat didekati kecuali melalui perantara yang
mendekatkan (seperti berhala, kuburan dan orang shalih yang sudah
mati, pen), maka mereka beribadah kepada berhala tersebut dan
berbuat untuk perantara tersebut seperti itu (seperti nadzar, i’tikaf dan
sebagainya, pen) dalam rangka menyamakan Allah ta’ala dengan raja
dunia. Maha tinggi Allah dari semua hal tersebut, karena perbedaannya
adalah bahwa raja dunia –yang dijadikan analogi itu- hanya memenuhi
hajat yang dilaporkan kepadanya saja dan kekuasaan mereka sangat
lemah. Maka keadaan mereka sangat berbeda dengan keadaan Dzat
yang tidak pernah tidur dan mengantuk, dan tidak tersibukkan oleh
sesuatu. Segala sesuatu di dalam genggaman-Nya, di bawah paksaan
dan kebesaran-Nya. Oleh karena itu Allah berfirman: “Maka janganlah
kalian membuat permisalan-permisalan bagi Allah,” yang kekuasaan-
ويؤمن أهل الدين والسنة بشفاعة الرسول صلى هللا عليه وسلم
كما ورد به اْلرب الصحيح عن، ومرتكب الكبائر،ملذنب التوحيد
رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
Ini pernah dilakukan oleh seorang buta yang datang kepada beliau
untuk meminta doa dan syafaat (bantuan) beliau agar ia bisa melihat
lagi. Kemudian Rasulullah bersabda:
shahih, Ibnu Majah: 1385 dan Ahmad: 17240 dari Utsman bin Hunaif
radliyallahu anhu. Di-shahih-kan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam
ash-Shaghir: 508 (1/306). Al-Munawi mengutip pen-shahih-an al-Hakim
dan adz-Dzahabi dalam Faidhul Qadir: 2/170).
ً مث أقبل علي النب ملتمسا،سأل أوالً أن أيذن هللا نبيه ليشفع له
:ً مث كر مقبالً علي هللا أن يقبل شفاعته قائال،ألن يشفع له
))((فشفعه
“Pertama kali orang buta tersebut memohon kepada Allah untuk
memberikan ijin kepada nabi-Nya untuk memberikan syafaat
kepadanya, kemudian si buta menghadap kepada Nabi dengan
meminta beliau untuk memberikan syafaat kepadanya, kemudian ia
menghadap kepada Allah lagi agar menerima syafaat beliau dengan
berkata: “Jadikan beliau memberikan syafaat bagiku!” (Al-Kasyif ala
Haqaiqis Sunan Syarh al-Misykat: 6/1931).
Demikian pula meminta syafaat dan doa beliau agar turun hujan. Ini
dilakukan ketika beliau masih hidup.
َِّ ول
َوإِ َذا،اَّلل َ السالم عليك ََي َر ُس: ْت ال َْم ْس ِج َد
ُ ول إِذَا َد َخل ُ ُإِِيين َألَق
ت قُلْتُ َها
ُ َخ َر ْج
“Sesungguhnya jika aku memasuki Masjid Nabi, aku berkata: “Salam
atasmu wahai Rasulullah.” Dan jika aku keluar, juga berkata
demikian.” (Al-Bushiri menisbatkan atsar ini kepada Ibnu Abi Umar
dalam Ithaf al-Khiyarah al-Maharah bi Zawaid al-Masanid al-Asyarah:
987 (2/10). Al-Hafizh berkata: “Perawinya perawi ash-Shahih, hanya
saja isnadnya terputus.” Lihat al-Mathalib al-Aliyah: 375 (3/570)).
ِ
َْ َن ابْ َن عُ َم َر َكا َن إِذَا قَ ِد َم م ْن َس َف ٍر َد َخ َل ال َْم ْس ِج َد ُمثَّ أَتَى الْ َق
رب َّ أ
ك ََي أ ََاب بَ ْك ٍرَ السالَ ُم َعلَْي َِّ ول
َّ اَّلل َ ك ََي َر ُس َ السالَ ُم َعلَْي
َّ : ال َ فَ َق
ُك ََي أَبَتَاهَ السالَ ُم َعلَْي
َّ
“Bahwa Ibnu Umar jika datang dari bepergian, maka beliau memasuki
masjid dan mendatangi kubur Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Kemudian beliau berkata: “Salam atasmu wahai Rasulullah. Salam
atasmu wahai Abu Bakar. Salam atasmu wahai ayahku.” (Atsar
riwayat Abdur Razzaq dalam Mushannafnya: 6724 (3/576) dan al-
Baihaqi dalam al-Kubra: 10570 (5/245). Isnadnya di-shahih-kan oleh al-
Bushiri dalam Ithaf al-Khiyarah al-Maharah: 2692 (3/259)).
ِ َْت الْمس ِج َد ف
سلي ْم َعلَى النِ ِي
َّب َ ْ َ َ ” إِ َذا َد َخل:ب بْ ُن عُ ْج َرَة ُ ال ِيل َك ْعَ َق
َوإِذَا،ك َ ِاب َر ْمحَت ِ
َ اللَّ ُه َّم افْ تَ ْح ِيل أَبْ َو: َوقُ ِل،صلَّى هللاُ َعلَْيه َو َسلَّ َمَ
اللَّ ُه َّم: َوقُ ِل،صلَّى هللاُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َمَ َّبِسلِي ْم َعلَى النِ ي َ َت ف َ َخ َر ْج
“ان َّ اح َفظ ِْين ِم َن
ِ َالش ْيط ْ
“Ka’ab bin Ujrah berpesan kepadaku: “Jika kamu memasuki Masjid
(Nabawi), maka bacakan salam untuk Nabi shallallahu alaihi wasallam
Atsar Abud Darda’, Ibnu Umar dan Abu Hurairah radliyallahu anhum di
atas menunjukkan bahwa ketika berziarah kubur Nabi atau ketika
memasuki masjid beliau, cukuplah mengucapkan salam atas
beliau. Mereka tidaklah mengajarkan meminta syafaat kepada
beliau.
وجاء عن ابن عمر وغْيه من السلف االقتصار جدا فعن ابن عمر
ما ذكرانه عنه قريبا وعن مالك يقول السالم عليك أيها النب
ورمحة هللا وبركاته
“Dan telah datang dari Ibnu Umar dan selainnya dari Salaf sesuatu
yang sangat ringkas (yaitu hanya membaca salam tanpa meminta
syafaat, pen). Adapun dari Ibnu Umar maka sudah kami jelaskan. Dan
dari al-Imam Malik (guru asy-Syafi’i, pen) bahwa seseorang yang
berziarah ke kubur beliau hendaknya berkata: “Selamat atasmu wahai
Nabi, dan juga rahmat dan berkah dari Allah.” (Al-Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab: 8/274).
Ini juga menjadi pendapat Syafi’iyah Khurasan. Al-Imam Abu Musa al-
Madini al-Ashfahani asy-Syafi’i (wafat tahun 581 H) rahimahullah –
sebagimana penukilan an-Nawawi- berkata:
Munculnya penyimpangan
مث يرجع إىل موقفه االول قبالة وجه رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
ويتوسل به يف حق نفسه ويستشفع به إىل ربه سبحانه وتعاىل ومن
أحسن ما يقول ما حكاه املاوردي والقاضي أبو الطيب وسائر
أصحابنا عن العتب مستحسنني له
“Kemudian (setelah membaca salam untuk Abu Bakar dan Umar, pen)
peziarah kembali ke tempat semula menghadap wajah Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam, dan ber-tawasul dengan beliau untuk
dirinya, dan meminta syafaat dengan perantara beliau kepada Rabbnya
subhanahu wata’ala. Di antara doa yang paling baik untuk diucapkan
adalah apa yang di-hikayatkan oleh al-Mawardi, al-Qadhi Abuth
)مث يرجع إىل موقفه االول قبالة وجه النب (صلى هللا عليه وسلم
اخل..ويتوسل به يف حق نفسه ويستشفع به إىل ربه
“Kemudian (setelah membaca salam untuk Abu Bakar dan Umar, pen)
peziarah kembali ke tempat semula menghadap wajah Nabi shallallahu
alaihi wasallam, dan ber-tawasul dengan beliau untuk dirinya, dan
meminta syafaat dengan perantara beliau kepada Rabbnya…dst.”
(Fathul Wahhab: 1/257).
مث يرجع إىل موقفه االول قبالة وجه النب (ص) ويتوسل به يف حق
نفسه ويستشفع به إىل ربه
“Kemudian (setelah membaca salam untuk Abu Bakar dan Umar, pen)
peziarah kembali ke tempat semula menghadap wajah Nabi shallallahu
Kisah al-Utbi
َّ
استَ ْغ َف َر َهلُ ْم َّ استَ ْغ َف ُروا
ْ اَّلل َو ْ َولَ ْو أَهنُ ْم إِ ْذ ظَلَ ُموا أَنْ ُف
ْ َسهم َجاءُوك ف
يما ِ َّ الر ُسول لََو َج ُدوا
ً اَّلل تَ َّو ًااب َرح َّ
“Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang
kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun
memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nisa’: 64).
Kemudian si arab badui berkata: “Wahai Rasulullah! Aku datang
kepadamu untuk meminta ampun dan menjadikan engkau sebagai
pemberi syafaat di depan Allah agar mengampuni dosa-dosaku.”
Kemudian si badui membacakan 3 bait syair.
،هذا خرب منكر موضوع وأثر خمتلق مصنوع ال يصح االعتماد عليه
وإسناده ظلمات بعضها فوق بعض،وال حيسن املصْي إليه
“Ini adalah kisah yang mungkar, palsu dan dibuat-buat, tidak sah dibuat
sandaran dan tidak baik jika dijadikan rujukan. Sanadnya adalah
kegelapan di atas kegelapan.” (Ash-Sharimul Munki fir Raddi alas Subki:
321).
وهلذا قالت يف احلديث ولوال ذلك ألبرز قربه غْي أنه خشي أن
يتخذ مسجدا
“Oleh karena itu Aisyah berkata dalam hadits (tentang larangan
menjadikan kuburan sebagai masjid, pen): “Kalau tidak seperti itu,
niscaya kuburan beliau akan ditampakkan (untuk umum, pen), hanya
saja beliau takut jika kuburan beliau dijadikan masjid.” (Syarh an-
Nawawi ala Muslim: 5/14).
ان النائم لو رأى النب صلى هللا عليه و سلم أيمره بشيء هل َيب
عليه امتثاله وال بد أو ال بد أن يعرضه على الشرع الظاهر فالثاين
هو املعتمد كما تقدم
إذ ال َيتنع عقال أن يتسمى إبليس ابسم النب صلى هللا عليه وسلم
ليقول للنائم إنه النب وأيمره ابلطاعة
“Ini karena bukanlah suatu yang mustahil menurut akal, jika Iblis
mengaku-aku bahwa dirinya bernama Nabi shallallahu alaihi wasallam
dalam rangka menyatakan kepada orang yang bermimpi bahwa dirinya
adalah nabi dan memerintahkannya berbuat ketaatan.” (Faidhul Qadir
Syarh al-Jami’ish Shaghir: 6/172).
لو كانت ليلة الثالثني من شعبان وَل ير الناس اهلالل فرأى إنسان
النب صلي هللا عليه وسلم يف املنام فقال له الليلة أول رمضان َل
يصح الصوم هبذا املنام ال لصاحب املنام وال لغْيه ذكره القاضي
حسني يف الفتاوى وآخرون من أصحابنا
“Seandainya ketika malam 30 Sya’ban manusia gagal melihat hilal,
kemudian seseorang bermimpi bertemu Nabi shallallahu alaihi
wasallam dan beliau menyatakan bahwa malam ini adalah tanggal 1
Ramadhan, maka tetaplah tidak sah berpuasa atas dasar mimpi
tersebut baik bagi si pemimpi ataupun selainnya. Demikianlah apa yang
disebutkan oleh al-Qadhi Husain dalam al-Fatawa dan sahabat kami
lainnya.” (Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab: 6/281).
اتكاال على
ً ولكن اعتقادان بثبوت الشفاعة له ؛ ال يسوغ للمسلم
هذه الشفاعة أن يسأل رسول هللا بعد موته شفاعته أو غفران ذنوبه
، أدركين، َي حممد اغفر يل ذنب، َي حممد اشفع يل: كأن يقول
فإن هذا، أو أسألك َي حممد الشفاعة، أستجْي بك ِمن ظلمين
َِّ َّلل فَ َال تَ ْدعُوا مع
َِِّ اج َد
ِ َن الْمس
اَّلل ََ َ َ َّ { َوأ: لقوله تعاىل، كله ال َيوز
َِ ُاعة
اللهم: مج ًيعا } بل يقول َِِّ { قُل: أَح ًدا } وقوله تعاىل
َّ َّلل
َ الش َف ْ َ
: أو يقول. ً اللهم شفع يف حممدا، ارزقين شفاعة نبيك حممد
.اللهم ال حترمين من شفاعة حممد صلى هللا عليه وسلم
“Akan tetapi keyakinan kita tentang adanya syafaat beliau pada hari
kiamat, tidaklah memperbolehkan setiap muslim –dengan alasan
bersandar kepada syafaat ini- untuk meminta syafaat -atau agar dosa-
dosanya diampuni- kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
setelah wafatnya beliau, seperti berdoa: “Wahai Muhammad, Berilah
aku syafaat!”, atau “Wahai Muhammad, ampunilah dosaku!”, atau
“Wahai Muhammad, Selamatkan diriku dari orang yang menganiaya
diriku!” dan sebagainya, karena ini semua tidak boleh (karena termasuk
syirik, pen), karena firman Allah ta’ala: “Dan sesungguhnya masjid-
masjid ini adalah milik Allah, maka janganlah berdoa kepada seorang
pun atau apapun bersama Allah!” (QS. Al-Jin: 18) dan juga firman-Nya:
“Katakanlah (wahai Muhammad): Hanya milik Allah semua syafaat.”
(QS. Az-Zumar: 44), akan tetapi hendaknya ia berdoa: “Ya Allah,
berilah aku rejeki syafaat dari nabi-Mu Muhammad!”, atau “Ya Allah,
jadikanlah Muhammad sebagai pemberi syafaat bagiku!”, atau “Ya
Allah, janganlah Engkau menghalangi diriku dari syafaat Muhammad
shallallahu alaihi wasallam!” (That-hirul Jinan wal Arkan an Adranil
Syirki wal Kufran: 40).
ِ ِ
، اح الظََّالِم ْ اإل َْتَ ِام ِِبَاه ُحمَ َّم ٍد َسيِي ِد ْاأل ََانِم َوم
ِ َصب ِْ اإل َعانَةَ َعلَى ِْ َُسأَلُه
ْ َوأ
اَّللُ َعلَى َسيِي ِد َان ُحمَ َّم ٍد َو َعلَى آلِ ِه
َّ صلَّى َ َو، يل ِ َِو ُه َو َح ْسِب َونِ ْع َم ال َْوك
ِ ِ و
َ ص ْحبِه َو َسلَّ َم آم
ني َ َ
“Aku memohon kepada Allah pertolongan untuk menyempurnakan
(kitab ini, pen) dengan jah (pangkat, pen) Muhammad, penghulu
manusia dan lentera dalam kegelapan. Allahlah yang mencukupiku dan
sebaik-baik Dzat yang diserahi urusan. Semoga Allah bershalawat dan
ber-salam kepada penghulu kita Muhammad, keluarga dan para
sahabat beliau. Amien.” (Nihayatul Muhtaj ila Syarhil Minhaj: 19/14).
َ ِش ْي ٍء ِم ْن ذَل
ك َ ِور أَنَّهُ َال يُ ْك َرهُ ب
ُ َوال َْم ْش ُه
“Pendapat yang terkenal (dari Syafi’iyah Muta’akhirin, pen) adalah
tidak dibencinya berdoa dengan hal tersebut (dengan dzat Fulan atau
jah Fulan atau barakah Fulan, pen) sedikit pun.” (Mughnil Muhtaj ila
Ma’rifati Alfazhil Minhaj: 2/445).
اخل..اللَّ ُه َّم أجران َوأجر والدينا من النَّار ِباه النَِّب ال ُْم ْختَار
“Ya Allah, jauhkanlah kami dan kedua orang tua kami dari
neraka dengan jah (pangkat) Nabi yang terpilih..dst.” (Nihayatuz Zain:
77).
Tanggapan:
ِ ِ ِاح بِصعال ِ ِ
َ يك ال ُْم ْسل ِم
ني َ َ ِ َاء ِيف اال ْست ْفت
َ َابب َما َج
“Bab: Meminta (kepada Allah, pen) Kemenangan Perang dengan
Orang-orang Fakir Miskin Kaum Muslimin.” (Sunan at-Tirmidzi:
6/289).
ات َر ُج ٌل أَبْ َد َل َ لش ِام َو ُه ْم أ َْربَ ُعو َن َر ُج ًال ُكلَّ َما َم
َّ ال يَ ُكونُو َن ِاب
ُ ْاألَبْ َد
ص ُر هبِِ ْم َعلَى ْاألَ ْع َد ِاء ُ اَّللُ َم َكانَهُ َر ُج ًال يُ ْس َقى هبِِ ْم الْغَْي
َ َث َويُ ْن ت َّ
ِِ َّ ف َعن أ َْه ِل
ابُ الش ِام هب ْم ال َْع َذ ْ ُ ص َر ْ َُوي
“Wali Abdal itu berada di Syam. Mereka berjumlah 40 orang. Setiap kali
seorang di antara mereka mati, maka Allah menggantikannya dengan
orang lain. Diturunkan hujan dengan mereka. Ditolong atas musuh-
musuh dengan mereka. Dan adzab dipalingkan dari penduduk Syam
dengan mereka.” (HR. Ahmad: 854 dari Ali bin Abi Thalib radliyallahu
anhu. Isnadnya di-hasan-kan oleh al-Munawi dalam at-Taisir: 1/856 dan
di-dhaif-kan oleh al-Albani dalam Dhaiful Jami’: 5074).
Berdo’a kepada Allah ta’ala dengan jah (pangkat) Fulan atau dengan
barakah Fulan –yang dicontohkan oleh sebagian Syafi’iyah
Muta’akhirin- tidak pernah dikenal oleh Ulama Syafi’iyah
Mutaqaddimin. Mereka hanyalah mengenal ‘bertawasul kepada Allah
dengan doa Fulan atau dengan amal shaleh’.
فأابن هللا أن قد فرض على نبيه اتباع أمره وشهد له ابلبالغ عنه
وشهد به لنفسه وحنن نشهد له به تقراب إىل هللا ابالَيان به وتوسال
إليه بتصديق كلماته
“Maka Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya Allah mewajibkan atas
nabi-Nya untuk mengikuti perintah-Nya. Allah juga menyaksikan bahwa
beliau telah menyampaikan risalah dari-Nya dan mempersaksikan
beliau dengannya. Maka kami bersaksi untuk beliau dengan
penyampaian risalah, dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
dengan beriman kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
dan bertawasul kepada-Nya dengan membenarkan kalimat-kalimat
beliau.” (Ar-Risalah: 87).
حضران جملس حممد بن حيَي الذهلى فقرأ علينا كتاب البويطى إليه
وإذا فيه والذى أسألك أن تعرض حاىل على إخواننا أهل احلديث
لعل هللا خيلصىن بدعائهم فإىن ىف احلديد وقد عجزت عن أداء
الفرائض من الطهارة والصالة فضج الناس ابلبكاء والدعاء له
“Kami menghadiri majelis Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli. Kemudian
dibacakan surat yang dikirim oleh al-Buwaithi. Di antara isinya: “Yang
aku minta kepada kalian adalah kalian menceritakan kepada Ahlul
Hadits tentang keadaanku. Semoga Allah membebaskanku dengan doa
mereka, karena aku sedang dipenjara. Dan aku tidak bisa melakukan
kewajiban-kewajiban fardhu seperti bersuci, dan shalat.” Maka
manusia berteriak dengan tangisan dan doa untuk beliau.” (Thabaqat
asy-Syafi’iyah al-Kubra: 2/123).
Dan bisa saja al-Buwaithi berdoa kepada Allah di dalam penjara dengan
perantara jah (pangkat) Ahlul Hadits jika hal itu memang disyariatkan.
Beliau berkata:
فقد جاء يف بعض األحاديث أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم
اللهم إين أقسم: (قل:علم بعض الناس الدعاء فقال يف أوله
عليك بنبيك حممد صلى هللا عليه وسلم نب الرمحة) أخرجه ابن
Kemudian setelah jaman al-Izz bin Abdis Salam muncul lagi fatwa yang
lebih parah, yaitu membolehkan berdoa dengan jah (pangkat) Nabi dan
selainnya dari kalangan orang-orang shalih. Al-Allamah Abul Khair al-
Jazari asy-Syafi’i (wafat tahun 833 H) rahimahullah berkata:
“Dan (di antara adab berdoa, pen) adalah bertawasul kepada Allah
ta’ala dengan para nabi-Nya dan orang-orang shalih.” (Al-Hishnul
Hashin min Kalam Sayyidil Muraslin: 58).
ٌني َجائَِزة َّ ني َو ْاأل َْولِيَ ِاء َوال ُْعلَ َم ِاء َو
َ ِِالصاحل
ِ ِ
َ اال ْستِغَاثَ َة ِاب ْألَنْبِيَاء َوال ُْم ْر َسل
ِ
َّ ني إغَاثَةٌ بَ ْع َد َم ْوهتِِ ْم ؛ ِأل
َن َّ لر ُس ِل َو ْاألَنْبِيَ ِاء َو ْاأل َْولِيَ ِاء َو
َ ِِالصاحل ُّ َِول
.ات ْاأل َْولِيَ ِاء َال تَ ْن َق ِط ُع ِمبَْوهتِِ ْم
ِ م ْع ِجزَة ْاألَنْبِي ِاء وَكرام
ََ َ َ َ ُ
“Ber-istighatsah (meminta pertolongan, pen) dengan para nabi, para
rasul, para wali, ulama dan orang-orang shalih itu diperbolehkan. Para
rasul, para nabi, para wali dan orang-orang shalih itu mampu
memberikan pertolongan setelah matinya mereka, karena mukjizat
para nabi dan karamah para wali tidaklah terputus dengan kematian
mereka.” (Fatawa ar-Ramli: 6/274).
ِ استعنت
فاستعن ابهلل َ وإذا
ٍابَّلل من اعتقاد نف ٍع أو ي
ضر يف غْيه تعاىل؛ فإن ذلك هو عني َّ ونعوذ
الشرك األصغر بل األكرب كما ال خيفى
“Dan aku berlindung kepada Allah dari meyakini adanya manfaat dan
madharat di dalam diri selain Allah ta’ala (seperti para wali dan nabi
yang sudah mati, pen), karena keyakinan tersebut adalah hakekat
syirik kecil bahkan syirik besar sebagaimana tidak samar.” (Al-Fathul
Mubin bi Syarhil Arba’in: 374).
Maka tafsir al-Wahidi di atas menunjukkan bahwa Nabi Isa, para nabi
lainnya dan para wali yang sudah wafat tidaklah mampu memberikan
manfaat ataupun madharat sedikit pun, sehingga ber-istighatsah dan
memohon pertolongan kepada mereka termasuk syirik besar.
وما يذكره بعض العامة من قوله ويروونه عن النب صلى هللا عليه
وسلم إذا كانت لكم إىل هللا حاجة فسلوه ِباهي فإن جاهي عند
هللا عظيم حديث ابطل َل يروه أحد من أهل العلم وال هو يف شيء
من كتب احلديث
“Hadits yang disebutkan dan diriwayatkan oleh sebagian orang awam
bahwa Nabi shallallahu alaihi alaihi wasallam bersabda, “Jika kalian
mempunyai hajat kepada Allah, maka mintalah dengan pangkatku,
karena pangkatku adalah besar di sisi Allah,” adalah hadits batil.
Hadits ini tidak pernah diriwayatkan oleh seorang ulama pun dan tidak
pula dijumpai dalam kitab-kitab hadits.” (Talkhish Kitabil Istighatsah:
1/130).
عن ابن عباس سألت النب عن الكلمات الِت تلقاها آدم من ربه
فقال قال سأل ِبق حممد وعلي وفاطمة تفرد به عمرو عن أبيه أيب
املقدام وتفرد به حسني عنه وعمرو قال حيَي ال ثقة وال مأمون
وقال ابن حبان يروي املوضوعات عن اإلثبات
“Hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas tentang kalimat-
kalimat yang diajarkan oleh Allah kepada Nabi Adam adalah
bahwa Nabi Adam meminta dengan hak Muhammad, Ali dan
Fathimah, maka Amr bersendirian meriwayatkan hadits ini dari
bapaknya, Abul Miqdam. Husain juga bersendirian meriwayatkan
hadits ini dari Amr. Al-Imam Yahya bin Ma’in berkata tentang Amr: “Ia
bukan tsiqat dan tidak bisa dipercaya.” Ibnu Hibban berkata: “Amr
meriwayatkan riwayat-riwayat palsu dari orang-orang tsiqat.” (Al-Laali’
al-Mashnu’ah fil Ahadits al-Maudlu’ah: 1/369).
من خرج من بيته إىل الصالة فقال اللهم إين أسألك ِبق السائلني
عليك وأسألك ِبق ِمشاي هذا فاين َل أخرج أشرا وال بطرا وال رَيء
…وال َسعة
“Barangsiapa keluar dari rumahnya menuju shalat, kemudian berdoa:
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan hak orang-
orang yang meminta kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu
dengan hak perjalananku ini. Sesungguhnya aku tidaklah keluar rumah
karena sombong, riya’ ataupun sum’ah…dst.” (HR. Ibnu Majah: 770 dari
Abu Sa’id al-Khudri radliyallahu anhu).
Al-Hafizh Ahmad bin Abi Bakar al-Bushiri asy-Syafi’i (wafat tahun 840 H)
rahimahullah berkata tentang hadits di atas:
احلمد هلل الذي حييي وَييت وهو حي ال َيوت اغفر ألمي فاطمة
بنت أسد ولقنها حجتها وأوسع عليها مدخلها ِبق نبيك واالنبياء
الذين من قبلي فإنك أرحم الرامحني وكرب عليها أربعا وأدخلوها
اللحد هو والعباس وأبو بكر الصديق
“Segala puji bagi Allah yang menghidupkan dan mematikan. Dia adalah
Maha Hidup dan tidak akan mati. Ampunilah ibuku, Fatimah bintu
Asad, tuntunlah hujjahnya dan luaskanlah alam kuburnya dengan hak
nabi-Mu dan para nabi sebelumku karena Engkau adalah Dzat Yang
Paling Penyayang.” Beliau bertakbir atas jenazahnya 4 kali takbir dan
dimasukkan ke liang lahat oleh beliau, al-Abbas dan Abu Bakar.” (HR.
Ath-Thabrani dalam al-Kabir: 20892 (24/351) dan Abu Nu’aim dalam
Hilyatul Auliya: 3/212 dari Anas bin Malik radliyallahu anhu).
Syafi’iyah vs Hanafiyah
Jika ulama Syafi’iyah Muta’akhirin banyak yang menyelisihi ulama
Syafi’iyah Mutaqaddimin dalam hal ‘berdoa dengan jah atau pangkat
atau dzat Fulan’, maka ulama Hanafiyah tetap beristiqamah dan
konsisten dengan larangan tersebut dari masa Mutaqaddimin hingga
Muta’akhirin.
كره أبو حنيفة وصاحباه أن يقول الرجل أسألك ِبق فالن أو ِبق
أنبيائك ورسلك أو ِبق البيت احلرام واملشعر احلرام وحنو ذلك إذ
ليس ألحد على هللا حق
“Abu Hanifah dan kedua sahabatnya membenci seseorang yang
berdoa: “Aku memohon kepada-Mu dengan hak Fulan atau dengan hak
para nabi dan rasul-Mu atau dengan hak Baitul Haram dan Masy’arul
Haram dan lain sebagainya,” karena tidak ada hak bagi sesuatu pun
atas Allah.” (Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarh Ihya’ Ulumid Din: 2/284).
أما املسألة بغْي هللا فمنكرة يف قوهلم ألنه ال حق لغْي هللا: قال أبو احلسن
عليه وإمنا احلق هلل تعاىل على خلقه
Jawaban:
والقرآن انطق مبوت النب قال تعاىل إنك ميت وإهنم ميتون وقال
املصطفى إين امرؤ مقبوض وقال الصديق أن حممدا قد مات وأمجع
املسلمون على اطالق ذلك
“Al-Quran juga berbicara bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam telah
mati. Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya kamu (Muhammad) akan
mati dan mereka pun juga akan mati.” (QS. Az-Zumar: 30). Nabi juga
menyatakan: “Sesungguhnya aku ini orang yang akan mati.” (HR. Abu
Dawud ath-Thayalisi dalam Musnadnya: 403 (1/318)). Abu Bakar ash-
Shiddiq juga berkata bahwa Muhammad telah mati. Dan kaum
Jawaban:
وملسلم من حديث جندب أنه صلى هللا عليه و سلم قال حنو ذلك
قبل أن يتوىف خبمس وزاد فيه فال تتخذوا القبور مساجد فإين
أهناكم عن ذلك انتهى وفائدة التنصيص على زمن النهي اإلشارة
إىل أنه من األمر احملكم الذي َل ينسخ لكونه صدر يف آخر حياته
صلى هللا عليه و سلم
“Dan dalam Shahih Muslim dari hadits Jundab bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam menyatakan demikian 5 hari sebelum wafat
وفيه كراهية الصالة يف املقابر سواء كانت ِبنب القرب أو عليه أو
إليه وسيأيت بيان ذلك قريبا
“Di dalam hadits ini terdapat dalil dibencinya melakukan shalat di
kuburan, baik itu di sisi (kiri dan kanan) kuburan atau di atasnya atau
menghadap kepadanya. Dan akan datang penjelasannya sebentar lagi.”
(Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari: 1/525).
الص َالةُ َعلَْي ِه أ َْو إلَْي ِه َ ،و ِحينَئِ ٍذ فَ َق ْولُهُ ” َواِِيختَاذُ الْ َق ِْرب َم ْس ِج ًدا َم ْعنَاهُ َّ
اذ َها مس ِ الص َالةُ إلَي ها ” م َك َّرر َّإال أَ ْن ي ر َ ِِِ ِ
الص َالةُ َعلَْي َها اج َد َّ اد اب يختَ َ َ َُ َو َّ ْ َ ُ ٌ
رب ُم َعظٍَّم ِم ْن نَِ يٍ
ب َّجهُ َه َذا ْاألَ ْخ ُذ إ ْن َكا َن الْ َق ْربُ قَ ْ َ ط ،نَ َع ْم َّإمنَا يُت َ فَ َق ْ
الرجل َّ ِ ِِ أَو وٍِيل َكما أَ َشار ْ ِ
ح} الصال ُ ت إلَْيه ِرَوايَةُ { :إذَا َكا َن فيه ْم َّ ُ ُ ْ َي َ َ
الص َالةُ َإىل قُبُوِر ْاألَنْبِيَ ِاء َو ْاأل َْولِيَ ِاء َص َحابُنَا َ { :حتْ ُرُم َّ ال أ ْ َوِم ْن َمثَّ قَ َ
ني أَ ْن ي ُكو َن قَ ْرب معظٍَّم وأَ ْن ي ْق ِ
ص َد َ َُ َ َ رتطُوا َش ْي ئَ ْ ِ َ ربًك َاوإِ ْعظَ ًاما } فَا ْش ََ تَ َُّ
ام َ ،وَك ْو ُن اإل ْعظَ َالص َالةُ – َعلَْي ِه الت ََّربُّ َك َو ِْ لص َال ِة إلَْي ِه – َوِمثْ لُ َها َّ ِاب َّ
يث الْم ْذ ُك ِ ِ ِ
ورة ل َما َعل ْمت َ ،وَكأَنَّهُ اد ِاهر ِمن ْاألَح ِ ِ ِ ِ
َ َ ْيًة ظَ ٌ ْ َ َه َذا الْف ْع ِل َكب َ
ِ ِ ك ُك َّل تَ ْع ِظ ٍيم لِلْ َق ِْرب َكِإي َق ِ اس َعلَى ذَلِ َ
يما لَهُالس ُر ِج َعلَْيه تَ ْعظ ً اد ُّ قَ َ
يد ِ ،سيَّ َما َوقَ ْد ك و ُهو أَ ْخ ٌذ غَ ْْي ب ِع ٍ ربًكا بِ ِه ،والطَّو ُ ِ ِ ِ
َُ اف به َك َذل َ َ َ َ َ َوتَ َُّ
يث ال َْم ْذ ُكوِر آنًِفا بِلَ ْع ِن َم ْن َّاختَ َذ َعلَى الْ َق ِْرب ُس ُر ًجا ، ص َّرح ِيف ا ْحل ِد ِ
َ َ َ
يما ِ ِِ ِ َص َحابِنَا بِ َك َر َاه ِة ذَلِ َ
ك َعلَى َما إذَا ََلْ يَ ْقص ْد به تَ ْعظ ً فَ يُ ْح َم ُل قَ ْو ُل أ ْ
ربًكا بِ ِذي الْ َق ِْرب َوتَ َُّ
Hadits yang dimaksud oleh al-Haitami di atas adalah ucapan Ibnu Abbas
radliyallahu anhuma:
َ َ َوأَ ْن يُ ْكت،ور
ب ُ ُص ال ُقب َّ َاَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم أَ ْن ُُت
َ ص َّ صلَّى
َ َّب ُّ َِهنَى الن
َ َوأَ ْن تُوطَأ، َوأَ ْن يُ ْب َىن َعلَْي َها،َعلَْي َها
“Nabi shallallahu alaihi wasallam melarang membuat cor semen
(memasang kijing, pen) pada kuburan, membuat tulisan pada kuburan,
membuat bangunan di atasnya dan menginjaknya.” (HR. At-Tirmidzi:
1052 dan ia berkata hasan shahih, dan al-Baihaqi dalam Ma’rifat as-
Sunan wal Atsar: 2330 (6/289). Hadits ini di-shahih-kan oleh Ibnul
Mulaqqin dalam al-Badrul Munir: 5/320).
وإمنا أوجب عدم العلم بعني قرب فاطمة رضي هللا تعاىل عنها وغْيها
من السلف ما كانوا عليه من عدم البناء على القبور وُتصيصها
“Yang menjadikan alasan mengapa kuburan Fathimah radliyallahu anha
dan para Salaf lainnya tidak jelas posisinya adalah bahwa para Salaf
tidak memperbolehkan mendirikan bangunan di atas kuburan dan
mengkijingnya.” (Wafa’ul Wafa’ bi Akhbar Daril Mushthafa: 3/93).
وكان شيعياً جلداً أظهر ابلنجف قرباً زعم أنه قرب اإلمام علي وبىن
…عليه املشهد وأقام شعار الرفض ومأمت عاشوراء واالعتزال
“Adalah ia (Adhudud Daulah) seorang syi’ah tulen. Ia mendirikan
sebuah kuburan di Nejef yang mana ia menyangkanya sebagai kuburan
al-Imam Ali. Ia juga mendirikan masyhad (masjid) di atasnya. Ia juga
meramaikan syiar kaum Rafidhah, Ma’tam (walimah kematian, pen)
فنحمد هللا على العافية فلقد جرى على اإلسالم يف املائة الرابعة
وابلدولة البويهية ابملشرق،بالء شديد ابلدولة العبيدية ابملغرب
وابألعراب القرامطة فاألمر هلل تعاىل
“Maka kami memuji Allah atas kesejahteraan. Sungguh agama Islam
pada abad ke-4 hijriyah mengalami cobaan yang berat dengan
munculnya Daulah Ubaidiyah (Fathimiyah) di Maghrib, Daulah Bani
Buwaih di Timur dan munculnya sekte Qaramithah di kalangan Arab
Badui. Maka segala perkara adalah milik Allah ta’ala.” (Siyar A’lamin
Nubala’: 16/252).
وقد امتألت البالد رفضاً وسباً للصحابة من بين بويه وبين محدان
وكل ملوك البالد مصراً وشاماً وعراقاً وخراسان وغْي،والفاطميني
وال َيوز ِما فيه من،وجلهلة املصريني فيها اعتقاد يتجاوز الوصف
وكان ذلك من، ويلتمسون منها املغفرة، ويسجدون هلا،الشرك
دسائس دعاة العبيدية
“Orang-orang bodoh Mesir mempunyai keyakinan yang melampaui
batas terhadap masyhad (bangunan di atas kuburan, pen) Sayyidah
Nafisah. Mereka melakukan perbuatan syirik yang terlarang. Mereka
juga melakukan sujud kepadanya serta meminta ampunan kepadanya.
Ini adalah penyusupan keyakinan dari para juru dakwah Bani Ubaid
(Fathimiyah, pen).” (Siyar A’lamin Nubala’: 10/106).
ومن القبور ما يذكر ِببل لبنان من البقاع أنه قرب نوح عليه السالم
وإمنا حدث يف أثناء املائة السابعة واملشهد الذي ينسب أليب بن
كعب ابجلانب الشرقي من دمشق مع اتفاق العلماء أنه َل يقدمها
فضال عن دفنه فيها واملكان املنسوب البن عمر رضي هللا عنه من
اجلبل الذي ابملعالة ال يصح من وجه وإن اتفقوا على أنه تويف مبكة
واملكان املنسوب لعقبة بن عامر رضي هللا عنه من قرافة مصر إمنا
هو مبنام رآه بعضهم بعد مدد متطاولة واملكان املنسوب أليب هريرة
رضي هللا عنه بعسقالن إمنا هو قرب جندرة بن خيشنة كما جزم به
بعض احلفاظ الشاميني ولكن قد جزم ابن حبان وتبعه شيخنا
ابألول املعروف ابملشهد احلسيين ابلقاهرة ليس احلسني رضي هللا
عنه مدفوان فيه ابتفاق وإمنا فيه رأسه فيما ذكر بعض املصريني
ونفاه بعضهم قاله شيخنا ومنهم التقي ابن تيمية فقد رأيت له
جوااب ابلغ فيه يف إنكار ذلك وأطال فيه
“Di antara kuburan-kuburan fiktif adalah apa yang disebutkan di
sebuah tempat di Gunung Lebanon bahwa itu adalah kuburan Nabi Nuh
alaihissalam. Kuburan ini hanyalah muncul pada abad ke-7 hijriyah. Dan
masyhad (masjid yang di atas kuburan) yang dinisbatkan kepada Ubay
bin Ka’ab di sebelah timur Damaskus, padahal para ulama bersepakat
bahwa beliau belum pernah datang ke sana apalagi dikubur di sana.
Dan tempat yang dinisbatkan kepada Ibnu Umar radliyallahu anhuma
yang berupa gunung di pekuburan Ma’la itu tidak ada keterangan yang
shahih satu pun, meskipun para ulama bersepakat bahwa beliau wafat
di Makkah. Tempat yang dinisbatkan kepada Uqbah bin Amir
radliyallahu anhu di pekuburan Mesir, itu hanyalah muncul karena
mimpi seseorang setelah masa yang panjang. Tempat yang dinisbatkan
kepada Abu Hurairah radliyallahu anhu di Asqalan itu sebenarnya
Al-Imam Abul Hasan Ibnu Iraq al-Kinani asy-Syafi’i (wafat tahun 963 H)
rahimahullah berkata:
Thawaf di Kuburan
Termasuk bentuk wasilah menuju kesyirikan adalah thawaf di kuburan,
menciumi dan mengusap-usap kuburan.
ال َيوز أن يطاف بقربه صلى هللا عليه وسلم ويكره الصاق الظهر
والبطن ِبدار القرب قاله أبو عبيد هللا احلليمي وغْيه قالوا ويكره
مسحه ابليد وتقبيله بل االدب أن يبعد منه كما يبعد منه لو حضره
يف حياته صلى هللا عليه وسلم هذا هو الصواب الذي قاله العلماء
وأطبقوا عليه وال يغرت مبخالفة كثْيين من العوام وفعلهم ذلك فان
االقتداء والعمل امنا يكون ابالحاديث الصحيحة وأقوال العلماء
وال يلتفت إىل حمداثت العوام وغْيهم وجهاالهتم
“Tidak diperbolehkan melakukan thawaf mengelilingi kuburan beliau
shallallahu alaihi wasallam. Dibenci menempelkan punggung dan perut
di tembok kuburan. Demikian ucapan Abu Ubaidillah al-Halimi dan
lainnya. Mereka menyatakan: “Dan dibenci mengusap-usap kuburan
dengan tangan dan (dibenci pula) menciumi kuburan. Tetapi menurut
Adabnya adalah menjauh dari kuburan beliau sebagaimana kita agak
menjauh dari tubuh beliau ketika berada di hadapan beliau ketika
beliau masih hidup.” Inilah yang benar yang diucapkan oleh para ulama
ِ الزَيرِة أَو غَ ِْْيَها أَ ْن ي ل ِ يُ ْكرهُ َكر َاهةً َش ِدي َد ًة ِيف َح: ٌتَ ْنبِيه
ُْص َق ظَ ْه َره ُ ْ َ َِال ي َ َ
، ُس َحهُ ِابلْيَ ِد َويُ َقبِيلَ َها أ َْو يُ َقبِيلَه ِ َّ أ َْو بَطْنَهُ ِ ِِب َدا ِر الْ َق ِْرب
َ َْالش ِريف أ َْو َي
ِ ص ِد تَ ْع ِظ
يم ِه ِ ِ ِ َّ اف ِابلْ َق ِرب و ِ ولْيح َذر ِمن الطَّو
ْ الص َالة َداخ َل ا ْحلُ ْج َرة بَِق َ ْ َ ْ ْ ََْ
.لص َال ِة
َّ استِ ْقبَالِ ِه ِاب
ْ أ َْو
“Peringatan: Dibenci dengan sangat ketika ziarah kubur atau selainnya
untuk menempelkan punggung dan perut ke tembok kuburan
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam atau mengusap tembok kuburan
dengan tangan dan menciumnya atau mencium temboknya.
Hendaknya peziarah menghindari melakukan thawaf di kuburan dan
juga menghindari melakukan shalat di dalam hujrah (kamar beliau)
dengan tujuan mengagungkan beliau atau shalat menghadap kuburan.”
(Hasyiyata Qalyubi wa Umairah: 6/147).
Mengagungkan Tempat
Bersejarah
Termasuk wasilah menuju kesyirikan adalah tabarruk di tempat-tempat
bersejarah, seperti Gua Tsur tempat persembunyian Nabi shallallahu
alaihi wasallam dan pohon tempat Bai’atur Ridhwan.
وبيان احلكمة يف ذلك وهو أن ال حيصل هبا افتتان ملا وقع حتتها
من اْلْي فلو بقيت ملا أمن تعظيم بعض اجلهال هلا حَّت رمبا أفضى
هبم إىل اعتقاد أن هلا قوة نفع أو ضر كما نراه اآلن مشاهدا فيما
هو دوهنا
“Dan penjelasan hikmah ditebangnya pohon Bai’atur Ridhwan adalah
agar tidak muncul fitnah terhadap kejadian di bawahnya yang berupa
kebaikan (yaitu peristiwa Bai’atur Ridhwan, pen). Seandainya pohon
itu tetap ada, maka tidak dianggap aman dari sikap pengagungan dari
sebagian orang-orang bodoh terhadap pohon itu, bahkan kadang-
kadang bisa membawa mereka kepada keyakinan bahwa pohon
tersebut mempunyai kekuatan untuk memberi manfaat atau madharat,
sebagaimana kita lihat sekarang di tempat-tempat petilasan yang
selain itu…dst.” (Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari: 6/118).
Demikian pula menaiki Jabal Rahmah ketika wukuf dalam
rangka menapaktilasi sejarah Adam alaihissalam dan Hawa. Al-Imam
Ibnu Hajar al-Haitami asy-Syafi’i rahimahullah berkata:
ََّ ِت إ
ىل ُجبَّ َة ْ فَأَ ْخ َر َج.-صلى هللا عليه وسلم- اَّلل َِّ ول ِ َه ِذ ِه ُجبَّةُ ر ُس
َ
ت
ْ َاج فَ َقال ِ َني ِابل يِديب ٍ َس ٍة كِ ْس َرَوانِيَّةً َهلَا لِْب نَةُ ِديب
ِ ْ َاج َوفَ ْر َج ْي َها َم ْك ُفوف َ َطَيَال
ضتُ َها َوَكا َن ْ َت قَ ب ْ ض َ ِت فَ لَ َّما قُب ْ ض َ ِشةَ َح ََّّت قُبَ ِت ِعنْ َد َعائ ْ ََه ِذ ِه َكان
ضىَ س َها فَ نَ ْح ُن نَ ْغ ِسلُ َها لِل َْم ْر ُ َ يَلْب-صلى هللا عليه وسلم- َّىب ُّ ِالن
يُ ْستَ ْش َفى ِهبَا
“Ini adalah jubah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.” Kemudian
beliau mengeluarkan kepadaku sebuah jubah thayalisah Persia. Jubah
tersebut mempunyai sulaman sutera pada sakunya serta kedua lubang
lengannya terdapat renda dari sutera. Asma’ berkata: “Jubah ini berada
di tempat Aisyah sampai beliau wafat. Ketika beliau sudah wafat, maka
aku yang menyimpannya. Dulu Nabi shallallahu alaihi wasallam
memakainya dan sekarang kami menggunakannya untuk memandikan
orang-orang sakit dalam rangka mencari kesembuhan dengan berkah
jubah itu.” (HR. Muslim: 5530 dan al-Baihaqi dalam al-Kubra: 4381
(2/423)).
وقد تكاثرت االدله على طهارة فضالته وعد األئمة ذلك يف
خصائصه فال يلتفت إىل ما وقع يف كتب كثْي من الشافعية ِما
خيالف ذلك
“Telah banyak dalil yang menunjukkan sucinya fudhalat (seperti
rambut, keringat, ludah, ingus dsb, pen) beliau shallallahu alaihi
wasallam (sehingga boleh dilakukan tabarruk padanya, pen). Para
imam menganggap perkara tersebut sebagai kekhususan beliau.
Maka tidak perlu ditoleh keterangan yang menyelisihi ini di dalam
kitab-kitab kebanyakan Syafi’iyah…dst.” (Fathul Bari Syarh Shahihil
Bukhari: 1/272).
وما يتعلق هبذا الضرب أن شعره صلى هللا عليه وسلم طاهر على
املذهب وإن جنسنا شعر غْيه وأن بوله ودمه وسائر فضالته طاهرة
على أحد الوجهني
“Dan yang berhubungan dengan masalah ini adalah bahwa
rambut Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah suci menurut
Madzhab Syafi’i, meskipun kita menganggap najis rambut manusia
selain beliau. Dan bahwa air kencing, darah dan seluruh fudhalat
beliau adalah suci menurut salah satu dari 2 sisi.” (Raudhatuth Thalibin
wa Umdatul Muftin: 2/454).
أن الشافعي إمنا وضع الكتاب على مالك أنه بلغه أن ابألندلس
قال رسول هللا صلى: وكان يقال هلم،قلنسوة ملالك يستستقى هبا
إن مالكا: فقال الشافعي، قال مالك: فيقولون،هللا عليه وسلم
فدعاه ذلك إىل تصنيف الكتاب يف اختالفه،بشر خيطئ ويصيب
. استخرت هللا تعاىل يف ذلك سنة: وكان يقول،معه
“Bahwa al-Imam asy-Syafi’i menulis kitab tentang al-Imam Malik karena
telah sampai kepada beliau bahwa di Andalus terdapat kopyah milik al-
Imam Malik yang bisa dijadikan tabarruk untuk meminta hujan. Mereka
juga sangat fanatik. Jika dikatakan kepada mereka bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda demikian, mereka akan
membantah dan mengatakan bahwa Malik berkata demikian. Maka
asy-Syafi’i berkata: “Sesungguhnya Malik itu manusia biasa yang bisa
benar dan juga bisa salah (yakni: tidak maksum seperti nabi, pen).”
Maka ini yang mendorong beliau menulis judul bab ‘Ikhtilaf beliau
dengan al-Imam Malik’ (dalam al-Umm, pen). Beliau berkata: “Aku ber-
أن املراد حكم املساجد فقط وأنه ال تشد الرحال إىل مسجد من
املساجد للصالة فيه غْي هذه وأما قصد زَيرة قرب صاحل وحنوها
فال يدخل حتت النهي
“Bahwa yang dituju dari hadits di atas hanyalah masjid-masjid
saja sehingga maksudnya adalah tidak melakukan safar menuju suatu
masjid pun dari masjid-masjid untuk melakukan shalat di dalamnya
selain ketiga masjid di atas. Adapun melakukan safar untuk berziarah
ke kuburan orang shalih dan selainnya, maka tidak termasuk larangan.”
(Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari: 3/65. Lihatlah pula penukilan Syarh
Ibnu Majah: 102).
اق أو غَ ِْْيِمهَا من ِ ولَو نَ َذر فقال على الْم ْشي َإىل أفريقيه أو ال ِْعر
َ ُ َ َ َْ
اعةٌ يف ال َْم ْش ِي َإىل َش ْي ٍء َ ََّلل طَِِّ ان َل ي ُكن عليه َشيء ِألَنَّه ليس
ُ ٌْ ِ
ْ َ الْبُ لْ َد
ُّض ِع الذي يُ ْرَُتَى فيه الِْرب ِ ان وإِ َّمنَا ي ُكو ُن الْم ْشي َإىل الْمو ِ
َْ ُ َ َ َ من الْبُ لْ َد
ب إىل لو نَ َذ َر أَ ْن َيَْ ِش َي َإىل َم ْس ِج ِد ُّ َح
َ ام َوأ
ِ
ُ ك ال َْم ْسج ُد ا ْحلََرَ َِوذَل
ول
َ َن َر ُس َّ س أَ ْن َيَْ ِشي ِأل ِ ِ ت الْم ْق
د َ
ِ الْم ِدينَ ِة أَ ْن َيَْ ِشي وإيل مس ِج ِد ب ْي
َ َْ َ
َ َ
MDI Permata Bunda ( YHIA )
138
Dan sudah diketahui bahwa ‘Bukit Thur’ bukanlah masjid, tetapi tempat
bersejarah yaitu tempat Nabi Musa alaihissalam menerima Taurat,
َِّ اج ُدها وأَب غَض الْبِالَ ِد إِ َىل َِّ ب الْبِالَ ِد إِ َىل
َس َواقُ َها
ْ اَّلل أ ُ َْ َ ِس َ اَّلل َم ُّ َح
َأ
“Negeri yang paling dicintai oleh Allah adalah masjid-masjidnya dan
negeri yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar-pasarnya.” (HR.
Muslim: 1560, Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya: 1293 (2/269) dan al-
Baihaqi dalam al-Kubra: 5182 (3/65) dari Abu Hurairah radliyallahu
anhu).
«ال تعمل املطي» وكىن به عن: هذا مثل قوله:ال تشد الرحال
ال يقصد موضع من املواضع بنية العبادة: واملراد،السْي والنَّ ْفر
تعظيماً لشأهنا،والتقرب إىل هللا تعاىل إال إىل هذه األماكن الثالثة
ًوتشريفا
“Hadits “Tidak boleh melakukan safar”, ini seperti hadits “Tidak boleh
bepergian” dijadikan untuk ungkapan safar dan bepergian. Yang
dimaksud adalah tidak boleh bersafar menuju suatu tempat dari
tempat-tempat manapun (baik masjid, kuburan atau tempat
bersejarah, pen) dengan niat ibadah dan taqarrub kepada Allah kecuali
kepada 3 masjid di atas dalam rangka mengagungkan dan memuliakan
kedudukan ketiga masjid tersebut.” (Jami’ul Ushul fi Ahaditsir Rasul:
6894 (9/283)).
Wallahu a’lam.
ِش
اه ِد ال َْم ْبنِيَّ ِة َ َّجهُ أَنَّهُ َأيِْيت فيه قَ ْو ُل ْاألَ ْذ َر ِع ِيي يف النَّ ْذ ِر لِل َْمِ فَاَلَّ ِذي ي ت
َ
يم الْبُ ْق َع ِة أو الْ َق ِْرب ِ ِ َّ على قَ ِْرب وٍِيل أو َْحن ِوِه من أ
َ ص َد تَ ْعظ َ ََن النَّاذ َر إ ْن ق َي
ب من ِ ِ ِ
ُ ب إلَْيه وهو الْغَال ُ س َ ب َإىل من ُدف َن فيها أو من تُ ْن َ أو التَّ َق ُّر
ات ِألَنْ ُف ِس ِه ْمٍ َّوصي ِ َن ِهلَ ِذ ِه ْاألَماكِ ِن ُخص َّ ال َْع َّام ِة ِأل ََّهنُ ْم يَ ْعتَ ِق ُدو َن أ
ُ َ
ورٍة ِ ِ ِ ِ
َص ُ َن النَّ ْذ َر هلا ِمَّا يَ ْن َدف ُع بِه الْبَ َالءُ فَ َال يَص ُّح النَّ ْذ ُر يف َّ َويَ َرْو َن أ
َِّ الصوِر ِألَنَّه َل ي ْقص ْد بِ ِه التَّ َق ُّرب َإىل
ُاَّلل ُس ْب َحانَه ُ َ ُ ُ َ ُّ من هذه
اخل.. َوتَ َع َاىل
“Maka pendapat yang kuat dalam hal ini adalah sebagaimana pendapat
al-Imam al-Adzra’i -tentang bernadzar untuk tempat-tempat penting
yang dibangun di atas kuburan wali atau semisalnya- bahwa jika orang
yang bernadzar itu mempunyai niat untuk mengagungkan tempat itu,
atau kuburan itu, atau berniat untuk bertaqarrub kepada wali yang
dikubur di situ, atau orang dinisbatkan kepada kuburan itu –dan ini
yang banyak terjadi di kalangan orang awam karena mereka
berkeyakinan bahwa tempat-tempat tersebut memiliki kekhususan dan
mereka beranggapan bahwa nadzar dengan model demikian itu bisa
menolak bahaya-, maka nadzar dengan model demikian tidak sah,
karena ia tidak berniat taqarrub kepada Allah ta’ala…dst.” (Al-Fatawa
al-Fiqhiyah al-Kubra: 9/473-4).
ص ِه
ِ صيهُ فَ َال ي ْع
ِ ِ ِ
َ َ َوَم ْن نَ َذ َر أَ ْن يَ ْع،ُيع هللاَ فَ لْيُط ْعه
َ َم ْن نَ َذ َر أَ ْن يُط
“Barangsiapa bernadzar untuk menaati Allah, maka hendaknya ia
menaati-Nya. Barangsiapa bernadzar untuk berbuat maksiat kepada-
Nya, maka janganlah ia berbuat maksiat kepadanya.” (HR. Al-Bukhari:
6696, an-Nasai: 3806, at-Tirmidzi: 1526, Abu Dawud: 3289 dan Ibnu
Majah: 2126 dari Aisyah radliyallahu anha).
ف ْاأل َْو َىل َم ْن ِهيَ َو ِخ َال، ص َّح ِة النَّ ْذ ِر َك ْو ُن ال َْم ْن ُذوِر قُ ْربَ ًة
ِ ط َّ ِأل
َ َن َش ْر
ٌَن الْ َك َر َاه َة فِ ِيه َخ ِفي َفة ِ َع ْنه ِيف ح يِد ذَاتِِه وهو َكالْم ْكر
َّ وه غَايَتُهُ أ ُ َ َُ َ َ ُ
“Yang demikian karena syarat sah ‘nadzar’ adalah keadaan perkara
yang di-nadzar-kan merupakan perkara taqarrub. Dan perkara ‘khilaful
aula’ (perkara yang menyelisihi perkara yang lebih utama, pen) itu
dilarang dalam batas dzatnya. Perkara tersebut setara dengan perkara
(من حلف بغْي هللا فقد كفر) ويف رواية أشرك أي فعل فعل أهل
الشرك أو تشبه هبم إذ كانت أَياهنم آبابئهم وما يعبدون من دون
هللا أو فقد أشرك يف تعظيم من َل يكن أن يعظمه ألن األَيان ال
تصلح إال ابهلل فاحلالف بغْيه معظم غْيه ِما ليس له فهو يشرك
.غْي هللا يف تعظيمه ورجحه ابن جرير
“Sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam “Barangsiapa bersumpah
dengan selain Allah, maka dia telah kafir”, dalam riwayat lain “dia
telah berbuat syirik”, maksudnya adalah bahwa ia telah berbuat
seperti perbuatan orang-orang musyrik atau ia telah menyerupai
mereka. Ini karena mereka itu bersumpah dengan nenek moyang
mereka dan juga bersumpah dengan sesembahan selain Allah, atau
(maksudnya adalah) ia telah berbuat syirik di dalam mengagungkan
orang yang tidak pantas untuk diagungkan, karena sumpah hanyalah
pantas untuk Allah saja. Maka orang yang bersumpah dengan selain-
Nya itu telah mengagungkan selain-Nya dengan sesuatu yang tidak
pantas. Maka ia telah mempersekutukan selain Allah di dalam
mengagungkannya. Pendapat kedua ini dikuatkan oleh Ibnu Jarir.”
(Faidhul Qadir Syarhul Jami’ish Shaghir: 6/155).
قال املاوردي ال َيوز ألحد أن حيلف أحدا بغْي هللا ال بطالق وال
عتاق وال نذر وإذا حلف احلاكم أحدا بشيء من ذلك وجب عزله
جلهله
“Al-Mawardi asy-Syafi’i berkata: “Tidak boleh bagi seseorang meminta
orang lain untuk bersumpah dengan selain Allah, tidak pula sumpah
وأما الذبح لغْي هللا فاملراد به أن يذبح ابسم غْي هللا تعاىل كمن
ذبح للصنم أو الصليب أو ملوسى أو لعيسى صلى هللا عليهما أو
للكعبة وحنو ذلك فكل هذا حرام والحتل هذه الذبيحة سواء كان
الذابح مسلما أو نصرانيا أو يهودَي نص عليه الشافعى واتفق عليه
أصحابنا فإن قصد مع ذلك تعظيم املذبوح له غْي هللا تعاىل
والعبادة له كان ذلك كفرا فان كان الذابح مسلما قبل ذلك صار
ابلذبح مرتدا
Hanya saja hadits az-Zuhri di atas dilemahkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar
(Lihat at-Talkhishul Habir fi Takhrij Ahadits ar-Rafi’i al-Kabir: 5/373) dan
al-Imam Ibnul Mulaqqin asy-Syafi’i (Lihat al-Badrul Munir: 9/326-7)
karena ada rawi yang tertuduh berdusta dan juga karena terputusnya
sanad antara az-Zuhri dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
واالصح أهنما متغايران فعلى هذا قيل الصنم ما كان مصورا من
حجر أو حناس أو غْيمها والوثن ما كان غْي مصور
“Pendapat yang paling benar adalah bahwa berhala dan patung itu
berbeda. Sehingga menurut pendapat ini, dikatakan bahwa patung
adalah sesuatu yang mempunyai rupa (bisa rupa manusia, rupa
malaikat, rupa jin, atau rupa binatang, pen) yang bisa terbuat dari batu,
atau tembaga atau selainnya. Sedangkan berhala adalah sesuatu yang
tidak mempunyai rupa (bisa berupa batu, pohon, kuburan, jin
penunggu sawah, atau Nyi Roro Kidul, pen).” (Al-Majmu’ Syarhul
Muhadzdzab: 8/467). Wallahu a’lam.
وحيرم فعل السحر ابإلمجاع ومن اعتقد إابحته فهو كافر وإذا قال
إنسان تعلمت السحر أو أحسنه استوصف فإن وصفه مبا هو كفر
فهو كافر ِبن يعتقد التقرب إىل الكواكب السبعة قال القفال ولو
قال أفعل ابلسحر بقدريت دون قدرة هللا تعاىل فهو كافر وإن
وصفه مبا ليس بكفر فليس بكافر
“Dan haram hukumnya berpraktek sihir menurut ijma’ ulama.
Barangsiapa yang meyakini kebolehannya, maka ia telah kafir. Jika
seseorang berkata: “Aku mempelajari sihir atau aku mahir bermain
sihir,” maka ia diminta menerangkan sifat sihirnya. Jika ia menerangkan
dengan sihir yang berupa perbuatan kekafiran, maka ia menjadi kafir,
seperti jika berkeyakinan dengan bertaqarrub kepada 7 bintang. Al-
Qaffal berkata: “Jika ia berkata: “Aku berpraktek sihir dengan
kemampuanku bukan kemampuan Allah,” maka ia telah kafir.” Jika ia
menerangkan sifat sihirnya dengan sesuatu yang bukan kekafiran,
maka ia tidaklah kafir.” (Raudhatuth Thalibin wa Umdatul Muftin:
3/403).
ِ
الس ْح َر ِ ِ َّ وما َك َفر سلَيما ُن ولَ ِك َّن
َّاس ي
َ ني َك َف ُروا يُ َعلي ُمو َن الن
َ الشيَاط َ َْ ُ َ ََ
“Sulaiman tidaklah kafir, tetapi para setanlah yang kafir, karena mereka
telah mengajarkan sihir kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 102).
ِ ِ ان م َف ِ ِ ِ ُّ
َص ِيح َوَحمَ ُّل َ س َقان ُمطْلَ ًقا َعلَى ْاأل يمهُ َح َر َام ُ ي ُ الس ْح ِر َوتَ ْعلتَ َعل ُم ي
س ُق بِ ِه َّ ادهُ َوَْحي ُرُم فِ ْعلُهُ َويُ َف ُ ث ََلْ يَ ُك ْن فِ ْع ٌل ُم َك ِيف ٌر َوَال ا ْعتِ َقُ ف َح ْي ِ اْلَِال
ْ
َمحَ ُد ْ ام أُ اإل َم ِْ اعا فِي ِه َما نَ َع ْم ُسئِ َل ْ اس ٍق
ً َإمج ِ َضا وَال يظْهر َّإال َعلَى ف
ُ َ َ َ ً ْأَي
ْس بِ ِه َوأ ُِخ َذ ِم ْنهُ ِح ُّل َ ال َال َِب َ الس ْح َر َع ْن الْ َم ْس ُحوِر فَ َق ِ ِ
َع َّم ْن يُطْل ُق ي
ُ َّص ُّح إ ْذ إبْطَالُهُ َال يَتَ َوق ِ ض وفِ ِيه نَظَر بل َال ي ِ ِِ ِ
ف َعلَى َ َْ ٌ َ ِ ف ْعله هلَ َذا الْغَ َر
يثٍ فِ ْعلِ ِه بل ي ُكو ُن ِاب ُّلرقَى ا ْجلائَِزِة وَْحن ِو َها ِِمَّا لَْيس بِ ِس ْح ٍر وِيف ح ِد
َ َ َ َ َ َ َْ
ِه َي َح ُّل، ي ال ابْ ُن ا ْجلَْوِز ِي
َ َان } ق ِ َالش ْيطَّ س ٍن { النُّ ْش َرةُ ِم ْن َع َم ِل َ َح
ِ َ اد ي ْق ِدر َعلَي ِه َّإال من َعر ِ
َي
ْ الس ْح َر انْ تَ َهى أ ف ي َ َْ ْ ُ َ ُ الس ْح ِر َوَال يَ َك ي
ِ ت لَِقص ِد حلِي ِه ِِخب َال ِ ِ ِ َّ
ف َ ْ ْ َالس ْح ِر ُحمَ َّرَمةٌ َوإِ ْن َكان فَالنُّ ْش َرةُ ال ِِت ه َي م ْن ي
ُاحةٌ َك َما بَيَّ نَ َها ْاألَئِ َّمة ِ ِ ْ النُّ ْشرِة الَِِّت لَيس
َ َالس ْح ِر فَِإ َّهنَا ُمب
ت م ْن ي َْ َ
“Mempelajari dan mengajarkan sihir itu hukumnya haram dan
menjadikan pelakunya sebagai orang fasik secara mutlak menurut
pendapat yang paling benar. Tempat perbedaan ulama adalah jika
sihirnya itu bukan perbuatan atau keyakinan yang bisa menjadikan
kafir. Itu pun tetap haram untuk berpraktek dengannya dan
menjadikannya sebagai orang fasik. Dan sihir tidak akan tampak kecuali
dari orang yang fasik, secara ijma’ di dalam keduanya (yaitu:
mempelajari dan mengajarkannya, pen). Benar. Al-Imam Ahmad
pernah ditanya tentang orang yang membebaskan sihir dari orang yang
terkena sihir. Maka beliau menjawab: “Tidak apa-apa.” Dan diambil
dari ucapan Ahmad ini tentang bolehnya praktek sihir dalam rangka
membebaskan seseorang dari sihir. Dan pendapat ini perlu ditinjau lagi,
bahkan merupakan pendapat yang tidak benar, karena membebaskan
sihir tidak harus dengan sihir, tetapi bisa dengan ruqyah (jampi-jampi)
yang diperbolehkan dan lainnya dari perkara yang diperbolehkan. Dan
di dalam hadits yang berderajat hasan: “Nusyrah (membebaskan sihir
dengan sihir lain, pen) itu berasal dari setan.” Ibnul Jauzi berkata:
“Nusyrah adalah melepaskan sihir, dan hampir tidak ada yang mampu
melakukannya kecuali seorang yang mengerti sihir.” Selesai keterangan
Ibnul Jauzi. Maksudnya bahwa ‘nusyrah’ yang termasuk sihir itu
diharamkan, meskipun bertujuan untuk membebaskan sihir. Ini
berbeda dengan ‘nusyrah’ yang bukan sihir, maka hukumnya mubah
sebagaimana penjelasan para ulama.” (Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil
Minhaj: 38/121).
Dan termasuk bagian dari sihir adalah kegiatan perdukunan. Dukun itu
ada yang disebut ‘Arraf’, dan ada pula yang disebut ‘Kahin’. Syaikhul
Islam Zakariya al-Anshari asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan
perbedaannya:
ٍ
َ صالَةٌ أ َْربَ ِع
ني لَْي لَ ًة َ ََم ْن أَتَى َع َّرافًا ف
َ ُسأَلَهُ َع ْن َش ْىء ََلْ تُ ْقبَ ْل لَه
“Barangsiapa mendatangi ‘arraf’, kemudian ia bertanya tentang
sesuatu kepadanya, maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari.”
(HR. Muslim: 5957 dan al-Baihaqi dalam al-Kubra: 16952 (8/138)).
gandum, bermain sulap, maka itu semuanya adalah haram, baik untuk
dipelajari, diajarkan atau dipraktekkan. Demikian pula memberikan
upah atau mengambil upah atas kegiatan tersebut, sesuai dengan teks
hadits yang shahih tentang upah bagi ‘Kahin’. Dan yang lain itu
semakna dengan kahin.” (Mughnil Muhtaj ila Ma’rifati Alfazhil Minhaj:
16/245).
Penutup
Dari awal risalah sampai akhirnya, kita menjumpai beberapa perkara
yang mana Syafi’iyah Muta’akhirin menyelisihi Syafi’iyah
Mutaqaddimin, seperti dalam masalah tawasul, berdo’a dengan jah
(pangkat) Fulan dan bersafar ke kuburan para wali.
ين َّإال َوقَ َع ِيف َك َال ِم َها نَ ْوعُ غَلَ ٍط لِ َكثْ َرِة َما ِ ِ ِ
َ َوقَ َّل طَائ َفةٌ م ْن ال ُْمتَأَ يخ ِر
ات ِيف ِ وقَع ِمن ُشب ِه أ َْه ِل الْبِ َد ِع؛ وِهلَ َذا يوج ُد ِيف َكثِ ٍْي ِمن الْمصنَّ َف
َ ُ ْ َ ُ َ َ ْ َ َ
ِ الز ْه ِد والتَّ ْف ِس ِْي وا ْحل ِد ِ ِ ِ ِ ول ال ِْف ْق ِه وأ ِ ُص
يث ؛ َم ْن َ َ َ ُّ ُصول ال يدي ِن َوالْف ْقه َو ُ َ ُأ
ِ َص ِل الْع ِظ ِيم ِع َّد َة أَقْو ٍال وَْحي ِكي ِمن م َق َاال
ِ ت الن
َّاس أَل َْو ًاان َْ َ َ َ ْ يَ ْذ ُك ُر ِيف ْاأل
اَّللُ بِ ِه َر ُسولَهُ َال يَ ْذ ُك ُرهُ ؛ لِ َع َدِم ِعل ِْم ِه بِ ِه َال
َّ ث َ َوالْ َق ْو ُل الَّ ِذي بَ َع
ول
ُ الر ُس َّ لِ َك َر َاهتِ ِه لِ َما َعلَْي ِه
“Dan sedikit sekali dari ulama generasi Muta’akhirin kecuali terjadi
dalam pendapat mereka semacam kesalahan, karena banyaknya
syubhat Ahlul Bid’ah yang terjadi dalam pendapat tersebut. Oleh
karena itu dijumpai dalam banyak karya tulis seperti usul fikih,
usuluddin, fikih, zuhud, tafsir dan hadits, seseorang yang menyebutkan
dalam permasalahan pokok yang besar beberapa pendapat manusia
ِ ِِ ِ ِ
َ َوُك ُّل قَ ْوٍل يَ ْن َف ِر ُد بِه ال ُْمتَأَ يخ ُر َع ْن ال ُْمتَ َق يدم
َ ني َوََلْ يَ ْسبِ ْقهُ إلَْيه أ
َح ٌد
َّإَي َك أَ ْن: َمحَ ُد بْ ُن َح ْن بَ ٍل
ْ ام أ ِْ ال
ُ اإل َم َ َِم ْن ُه ْم فَِإنَّهُ يَ ُكو ُن َخطَأً َك َما ق
ام ِ ٍ ِ َّ
ٌ س لَك ف َيها َإم َ تَتَ َكل َم يف َم ْسأَلَة لَْي
“Setiap pendapat yang mana ulama muta’akhirin menyendiri dari
ulama mutaqaddimin dan belum ada seorang ulama pun yang
mendahuluinya berpendapat demikian, maka pendapat tersebut
adalah pendapat yang keliru, sebagaimana ucapan al-Imam Ahmad bin
Hanbal: “Berhati-hatilah dari berpendapat dalam suatu masalah yang
mana kamu tidak mempunyai imam yang mendahului berpendapat
seperti itu.” (Majmu’ al-Fatawa: 21/291).
bolehnya tawasul dengan orang mati dan sebagainya maka kita tidak
boleh mengikutinya karena termasuk ‘ketergelinciran ulama’.
Dan kita pun tetap menjaga adab terhadap ulama yang tergelincir tadi.
Al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah rahimahullah berkata:
ومن له علم ابلشرع والواقع يعلم قطعاً أن الرجل اجلليل الذي له
وهو من اإلسالم وأهله مبكان،يف اإلسالم قدم صاحل وآاثر حسنة