Anda di halaman 1dari 12

RESUME PRAKTIKUM PALEONTOLOGI

Perubahan Lingkungan Pengendapan pada Beberapa Daerah di Pulau


Jawa Selama Plio-Plistosen Berdasarkan Kajian Paleontologi Moluska

Disusun Oleh

Wira Mahardhika Wicaksana Herdin


072001800048

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2019
Perubahan Lingkungan Pengendapan pada Beberapa Daerah di Pulau
Jawa Selama Plio-Plistosen Berdasarkan Kajian Paleontologi Moluska
Unggul PRASETYO12, ASWAN1, Yahdi ZAIM1, Yan RIZAL1
1Program Studi Teknik Geologi, FITB, Institut Teknologi Bandung,
Bandung 40132, Indonesia 2Museum Geologi Bandung, Pusat
Survei Geologi, Badan Geologi Kementrian Energi dan Sumberdaya
Mineral, Bandung 40122, Indonesia

Sari
perubahan lingkungan pengendapan berdasarkan kajian paleontologi
moluska ini diterapkan di daerah penelitian Formasi Kaliwangu – Formasi
Citalang, Ujung Jaya, Sumedang, Jawa Barat; Formasi Kalibiuk - Formasi
Kaliglagah, Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah dan Formasi Bantardawa-
Talanggundang, Patikraja, Banyumas, juga di Jawa Tengah. Tujuan
penelitian ini menentukan asosiasi moluska dan merekonstruksi lingkungan
pengendapan di tiga daerah penelitian. Kemudian dihasilkan perbandingan
asosiasi moluska dan lingkungan pengendapan di tiga daerah penelitian.
Data yang digunakan adalah distribusi kumpulan fosil moluska hasil
determinasi dan analisis semikuantitatif di tiga daerah penelitian. Secara
lateral tiga daerah penelitian pada umur Plio-Plistosen mengalami proses
pendangkalan dari laut dangkal pada akhir Pliosen menjadi lingkungan non
marin memasuki Plistosen. Secara vertikal tiga daerah penelitian
menunjukkan proses pendangkalan yang berbeda-beda. Lokasi penelitian F.
Kaliwangu, Ujung Jaya dijumpai asosiasi moluska Dentallium sp.-Turritella
simplex (laut dangkal terbuka); Nassa ovum (intertidal-subtidal) dan
Turritella simplex-Turritella javana (laut dangkal terbuka). Memasuki F.
Citalang pada lingkungan pengendapan non-marin tidak dijumpai asosiasi
moluska. Lokasi penelitian F. Kalibiuk, Bumiayu dijumpai asosiasi moluska
Finella rufocincta-Solariella ambligoniata (subtidal) dan Turritella
djadjariensis-Turritella javana (laut dangkal terbuka). Memasuki F.
Kaliglagah pada lingkungan pengendapan non marin dijumpai asosiasi
moluska air tawar Sulcospira foeda-Sulcospira testudinaria (non marin);
Melanoides tuberculata-Brotia oppenoorthi (non-marin) dan Sulcospira foeda
(no-marin). Lokasi penelitian F. Bantardawa-Talanggudang, Patikraja
dijumpai asosiasi moluska Sigaretornus planus-Paphia sp. (subtidal) dan
Tellina sp.-Paphia sp. (intertidal). Memasuki umur Kuarter pada lingkungan
pengendapan non-marin tidak dijumpai asosiasi moluska. Batas perubahan
lingkungan pengendapan dari lingkungan pengendapan laut menjadi
lingkungan pengendapan non-marin di tiga lokasi penelitian menunjukkan
batas yang relatif sama yaitu pada Plio Plistosen.

I. PENDAHULUAN
Formasi Kaliwangu - Citalang di Jawa Barat, Formasi Kalibiuk - Kaliglagah
dan Formasi Bantardawa - Talanggudang di Jawa Tengah merupakan formasi
batuan berumur Pliosen - Plistosen yang tersingkap cukup baik secara berurutan
di daerah Ujung Jaya Sumedang, Jawa Barat (Formasi Kaliwangu - Citalang); di
Talanggu dan daerah Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah (Formasi Kalibiuk -
Kaliglagah); dan di daerah Patikraja, Banyumas, juga di Jawa Tengah (Formasi
BantardawaPeneliti terdahulu (Suhandi, 2003), telah menyimpulkan bahwa
Formasi Kaliwangu di daerah Sumedang Jawa Barat diendapkan pada lingkungan
neritik tengah (laut dangkal) pada kisaran umur N20–N21 (Pliosen Tengah-Akhir)
lalu berubah menjadi lingkungan non marin dengan diendapkannya Formasi
Citalang pada umur N22 (Plistosen Awal).

Sementara itu, di daerah Bumiayu (Jawa Tengah) pada umur Pliosen


Tengah–Akhir telah diendapkan juga Formasi Kalibiuk pada lingkungan laut
dangkal yang kemudian berubah menjadi Formasi Kaliglagah berupa endapan non
marin pada umur Plistosen Bawah (Zaim, 1978). Sedangkan Formasi Bantardawa
- Talanggudang di daerah Patikraja, Banyumas juga di Jawa Tengah (selatan kota
Purwokerto arah tenggara dari Bumiayu) pada kisaran umur N19-N21 (Pliosen
Tengah-Akhir) diendapkan pada lingkungan paralik sampai laut dangkal yang
kemudian ditutupi oleh produk volkanik Kuarter (Suyanto dan Roskamil, 1977).

Tiga daerah tersebut di atas pada kisaran umur Pliosen–Plistosen menunjukkan


adanya perubahan lingkungan pengendapan yang relatif sama dimana pada umur
Pliosen lingkungan pengendapan masih berupa laut dangkal yang kemudian
berubah menjadi lingkungan pengendapan non marin memasuki Plistosen. Hal ini
menimbulkan suatu pertanyaan bahwa apakah proses perubahan lingkungan
pengendapan dari laut dangkal menjadi darat di tiga daerah tersebut pada kisaran
umur Pliosen–Plistosen menunjukkan tahapan perubahan yang sama atau
berbeda.

II. METODE

Metodologi penelitian yang dilakukan bersifat bertingkat, berbagai data yang


didapatkan selama penelitian diintegrasikan dan kemudian ditafsirkan.
Identifikasi moluska mengacu kepada Martin (1879-1880); Oostingh (1938);
Shuto (1975); Abbott dan Dance (1986). Penentuan ekologi tiap species mengacu
kepada Beesley, dkk., (1998); Heryanto dkk., (2003) dan Okutani (2000). Untuk
pembagian zona di daerah tidal/pasang surut mengacu kepada Fairbridge dan
Bourgeois (1978) (Gambar 3).

Gambar 3. Zona di daerah pasang surut menurut Fairbridge dan Bourgeois


(1978)
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Lingkungan Pengendapan pada Formasi Kaliwangu Bagian Atas dan


Formasi Citalang Bagian Bawah di Lokasi Penelitian Ujung Jaya,
Sumedang, Jawa Barat (Gambar 4)

Didapatkan hasil dari Formasi Kaliwungu bagaian atas dan Formasi Citalang
bagian bawah dilokasi penelitian dapat disimpulan bahwa :

 Formasi Kaliwungu bagian atas memiliki satuan batuan lempung terdapat


asosiasi moluska fosil Turritella simplex – Turritella javana yang
berlingkungan pengendapan di laut dangkal terbuka , didapati fosil Nassa
ovum yang berlingkungan pengendapan di intertidal sampai subtidal , dan
Dentallum sp – Turitella simplex yang berlingkungan pengendapan di Laut
dangkal terbuka formasi ini berusia pliosen tengah sampai dengan pliosen
akhir.
 Formasi Citalang bagian bawah memiliki satuan batuan batupasir dan
konglomerat tidak didapati adanya asosiasi moluska , Formasi ini berumur
Plistosen.

Gambar 4. Perubahan lingkungan pengendapan pada batas F. Kaliwangu-F.


Citalang di daerah penelitian Ujung Jaya, Sumedang, Jawa Barat.

Lingkungan Pengendapan pada Formasi Kalibiuk Bagian Atas dan Formasi


Kaliglagah Bagian Bawah di Lokasi Penelitian Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah
(Gambar 5)

Didapatkan hasil dari Formasi Kalibiuk bagian atas dan Formasi Kaliglagah
bagian bawah dilokasi penelitian dapat disimpulan bahwa :

 Formasi Kalibiuk yang memiliki satuan batuan batulempung terdapat


asosiasi moluska fosil Turitella djadjariensis – Turitella javana yang
berlingkungan pengendapan di laut dangkal terbuka, didapati fosil Finella
rutocincta – Solariella ambligoniata berlingkungan pengendapan di
subtidal, formasi ini berumur Pliosen tengah – pliosen akhir.
 Formasi Kaliglah yang memiliki satuan batuan batupasir-batulempung
didapati asosiasi moluska fosil Sulcospira faeda berlingkungan
pengendapan di non-marin, didapati fosil Melanoides tuberculate – Bratia
oppenoorthi berlingkungan pengendapan di non- marin ,didapati fosil
Sulcopira faeda-Sulcospira testudinaria berlingkungan pengendapan di
non marin, dan didapati pecahan cangkang moluska (reworked)
berlingkungan pengendapan di non marin . Formasi ini berumur Plistosen.

Gambar 5. Perubahan lingkungan pengendapan pada batas F. Kalibiuk-F.


Kaliglagah daerah penelitian Bumiayu, Brebes
Komposit Singkapan Kedungrandu dan Gunung Tugel Daerah Patikraja,
Banyumas, Jawa Tengah pada Anggota Bantardawa Formasi Bantardawa
- Talanggudang.

Didapatkan hasil dari Formasi Bantardawa- Talanggudang dan Formasi


Ekuivalensi dengan Formasi Kaliglah dilokasi penelitian dapat disimpulan
bahwa :
 Formasi Bantardawa – Talanggudang yang memiliki satuan batuan
Batupasir lempungan dan batu pasir terdapat asosiasi moluska fosil Teilina
sp. – Saphia sp. Berlingkungan pengendapan di intertidal dan didapati
Sigaretamus planus- Paphia sp. Berlingkungan pengdapan di subtidal.
Formasi ini berumus Pliosen tengah – Pliosen akhir.
 Formasi ekuivalensi dengan Formasi Kaliglah yang memiliki satuan
batuan Batupasir kasar tidak didapati asosiasi moluska. Formasi ini
berumur Plistosen.
Gambar 6. Komposit penampang kolom stratigrafi singkapan Kedungrandu dan
Gunung Tugel pada Formasi Bantardawa-Talanggudang dan satuan batuan
ekuivalen F. Kaliglagah di daerah Patikraja, Banyumas, Jawa Tengah.

Perbandingan Lingkungan Pengendapan di Daerah Penelitian Ujung Jaya,


Sumedang, Jawa Barat; Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah dan Patikraja,
Banyumas, Jawa Tengah (Gambar 7)

Hasil perbandingan perubahan lingkungan pengendapan berdasarkan moluska


pada kisaran umur Pliosen – Plistosen di tiga daerah penelitian menunjukkan
perbedaan proses tahapan perubahan dari lingkungan laut ke lingkungan darat
atau air tawar.

Gambar 7. Kesebandingan perubahan asosiasi moluska dan perubahan


lingkungan pengendapan pada tiga daerah penelitian
Seperti yang telah dibahas di depan bahwa hasil analisis perubahan lingkungan
pengendapan di daerah penelitian Formasi Kaliwangu Bagian Atas dan Formasi
Citalang Bagian Bawah di Lokasi Penelitian Ujung Jaya, Sumedang, Jawa Barat
ini menunjukkan peristiwa pendalaman-pendangkalan muka air laut pada Formasi
Kaliwangu bagian atas sebelum berubah menjadi lingkungan pengendapan non
marin pada Formasi Citalang bagian bawah, yaitu dari lingkungan pengendapan
laut dangkal terbuka kemudian mengalami pendangkalan menjadi lingkungan
pengendapan intertidal-subtidal kemudian mengalami pendalaman menjadi laut
dangkal terbuka lagi dan memasuki Plistosen atau Formasi Citalang terjadi
pendangkalan lagi menjadi lingkungan non marin. Sedangkan pada lokasi
penelitian di Formasi Kalibiuk-Kaliglagah Bumiayu, Brebes, Jawa Tengah
dijumpai proses pendalaman dari subtidal menjadi laut dangkal terbuka pada
Formasi Kalibiuk yang kemudian mengalami pendangkalan memasuki umur
Plistosen menjadi lingkungan non marin.
Hasil ini menunjukkan adanya kemiripan perubahan lingkungan pengendapan
saat mendekati umur Plistosen sebelum menjadi lingkungan pengendapan non
marin yaitu sama-sama mengalami pendalaman menjadi laut dangkal terbuka
mendekati batas Plio-Plistosen. Sementara itu di lokasi penelitian Formasi
Bantardawa-Talanggudang dan satuan batuan ekuivalen Formasi Kaliglagah di
daerah Patikraja, Banyumas, Jawa Tengah menunjukkan hasil perubahan
lingkungan pengendapan pola pendangkalan yaitu dari lingkungan subtidal-
intertidal pada Formasi Bantardawa-Talanggudang berubah menjadi non marin
pada satuan batuan ekuivalen Formasi Kaliglagah.

IV. KESIMPULAN

1. Dijumpai adanya perbedaan lingkungan pengendapan yang muncul pada


kisaran umur Pliosen Atas baik secara lateral maupun vertikal pada lokasi
penelitian dimana pada F. Kaliwangu di daerah Ujung Jaya, Sumedang, Jawa
Barat dijumpai tiga perubahan lingkungan pengendapan laut/marin (laut
dangkal terbuka, intertidal-subtidal, laut dangkal terbuka) kemudian pada F.
Kalibiuk di daerah Bumiayu, Brebes, Jawa tengah dijumpai dua perubahan
lingkungan pengendapan laut/marin (subtidal, laut dangkal terbuka)
sedangkan pada F. Bantardawa-Talanggudang di daerah Patikraja, Banyumas,
Jawa Tengah dijumpai dua lingkungan pengendapan marin (subtidal-
intertidal).
2. Memasuki umur Plistosen dijumpai adanya kesamaan lingkungan
pengendapan yang muncul pada tiga lokasi penelitian dimana baik pada F.
Citalang di daerah Ujung Jaya, Sumedang, Jawa Barat; F. Kaliglagah di
daerah Bumiayu, Brebes, Jawa tengah dan satuan batuan ekuivalen F.
Kaliglagah di daerah Patikraja, Banyumas Jawa Tengah sama-sama
menunjukkan lingkungan pengendapan non marin.
DAFTAR PUSTAKA

Abbott, R.T., dan Dance, S.P., 1986. Compendium of Seashells. American


Malacologists Inc, Melbourne, Florida.
Aswan dan Ozawa, T., 2006. Milankovitch 41000-Year Cycles in
Lithofacies and Molluscan Content in Tropical Middle Miocene
Nyalindung Formation, Jawa, Indonesia. Palaeogeography,
Palaeoclimatology, Palaeoecology, Elsevier Science Journal, 235, 382-
405.
Beesley, P. L., Ross, G. J. B., dan Wells, A., 1998. Mollusca: The Southern
Synthesis. of Australia. Vol 5. CSIRO Publishing, Melbourne, Australia.
Cipi, A., Mukti, M. M. dan Satyana, A. H., 2009. Intra-Arc Trans-Tension
Duplex of Majalengka to Banyumas Area: Prolific Petroleum Seeps and
Opportunities in West-Central Java Border. Proceedings Annual
Convention 33rd Indonesian Petrolium Association.
Fairbridge, R.W. dan Bourgeois, J., 1978. Encyclopedia of Sedimentology
(Encyclopedia of Earth Sciences Vol. VI). Hutchinson and Ross Inc.,
Stroudsburg.
Hendy, A. J. W., dan Kamp, P. J. J., 2004. Late Miocene to Early Pliocene
Biofacies of Wanganui and Taranaki Basins, New Zealand:
Applications to Paleoenvironmental and Sequence Stratigraphic
Analysis. New Zealand Journal of Geology & Geophysics, 47, 769-785.
Heryanto, Ristiyanti, Munandar, A. dan Susilowati P, 2003. Keong dari
Taman Nasional Gunung Halimun, Sebuah Buku Panduan Lapangan.
Biodiversity Conservation
Martin, K., 1879-1880. Die Tertia Rschicten auf Java. Nach den
Entdeckungen von F. Junghuhn.
Okutani, T., 2000. Marine Mollusks in Japan. Tokai University Press,
Tokyo.
Oostingh, C. H., 1938. Mollusken als gidsfossielen voor het Neogeen in
Nederlandsch-Indie. Handb. Van het achtste Nederlandsch-Indisch
Natuurwet. Congr., Soelabaja.

Paleontologischer Theil. Geologische- Reichsmuseum, Leiden.


ix+164+51+6.
Pemberton, S. G., Frey, R.W., Rangger, M. J. dan Maceachern, J., 1992.
The Conceptual Framework of Ichnology, Department of Geology,
University of Georgia, Georgia, USA.
Project-LIPI-JICA-PHKA.
Shuto, T., 1975. Preliminary Correlation of the Neogene molluscan s in
Southeast Asia. Contributions to the geology and palaeontology of
Southeast Asia, CLV. Geology and Palaeontology of Southeast Asia,
15, 289-301.
Suhandi, 2003. Geologi daerah Ujung Jaya dan sekitarnya Kecamatan
Ujung Jaya dan Conggeang Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Skripsi.
Jurusan Teknik Geologi STTMI, Bandung.

Sujanto, F. X., Siwindono, T., Sahudi, K. dan Purnomo, E., 1994.


Pandangan Baru Tektonik Neogen Daerah dan Sekitar Java Axial
Ridge Banyumas-Kebumen. Proceedings Geologi dan Geotektonik
Pulau Jawa. Teknik Geologi UGM, Yogyakarta. ISBN: 979-8611-00-4.
63-71.
Suyanto, F.X., dan Roskamil, 1977. The Geology and Hydrocarbon
Aspects of Southern Central Java. Buletin Geologi Indonesia IAGI.
Jakarta.
Tipsword, H.L., Setzer, F. M. dan Smith, F. L. Jr. 1966. Interpretation of
Depositional Environment in Gulf Coast Petrolium Exploration from
Paleoecology and Related Stratigraphy. Transaction G. C. Associate
Geologi Society, 1, 61-71.
Zaim, Y., 1978. Paleogeografi Daerah Bumiayu, Jawa Tengah. Skripsi.
Departemen Teknik Geologi ITB, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai