Anda di halaman 1dari 26

Laporan

Pendahuluan
Nama : Hanny Trihidayani

Kasus ke : 2
Diagnosa : Benign Prostat Hiperplasia (BPH)
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN FALETEHAN SERANG
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
Jl. Raya Cilegon KM 06 Pelamunan Kramatwatu Serang Banten Tlp/Fax.0254.232729

1. Definisi Penyakit
Benign prostatic hyperplasia / hiperplasia prostat jinak adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan yang biasanya muncul pada lebih
dari 50% laki-laki yang berusia 50 tahun ke atas (Wilson dan Price, 2005).
Benign prostatic hyperplasia adalah penyakit yang disebabkan karena penuaan (Price dan Wilson, 2005). BPH dapat didefenisikan sebagai
pembesaran kelenjar prostat yang memanjang ke atas ke dalam kandung kemih yang menghambat aliran urin, serta menutupi orifisium
uretra (Smeltzer dan Bare, 2003).
Secara patologis BPH dikarakteristikkan dengan meningkatnya jumlah sel stoma dan epitella pada bagian perluretra prostat disebabkan
adanya proliferasi atau gangguan pemrogaman kematian sel yang menyebabkan terjadinya akumulasi sel (Roehrborn, 2011)
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa BPH adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor penuaan dimana prostat
mengalami pembesaran memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.

2. Etiologi
a. Perubahan keseimbangan hormon testosteron dan estrogen pada laki-laki usia lanjut
b. Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel-sel yang mati
d. Terjadinya proliferasi abnormal sel stem sehingga menyebabkan produksi sel stoma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
Ada 2 stadium yang mempengaruhi perubahan pada dinding kemih yaitu :

a. Stadium dini
Hiperplasi prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menyumbat aliran urine sehingga meningkatkan tekanan
intravesikel
b. Stadium lanjut
Terjadi dekompensasi karena penebalan dinding vesika urinaria tidak bertambah lagi residu urine bertambah. Gejala semakin
menyolok ( retensi urine clonis ), tonus otot vesika urinaria menurun. Persyarafan para simpatis melemah dan akhirnya terjadi
kelumpuhan detsrusor dan spinter uretra sehingga terjadi over flow incontinensia ( urine menetes sacara periodik ).
3. Klasifikasi Penyakit
Keparahan Penyakit Kekkhasan gejala dan tanda
Ringan Asimtomatik
Kecepatan urinary puncak <10Ml/s
Volume urin residual setelah pengosongan >25-50
mL
Peningkatan BUN dan kreatinin serum
Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif
penghilangan gejala dan iritatif penghilangan gejala
9 tanda dari destrusor yang tidak stabil)
Parah Semua tanda diatas ditambah satu atau dua lebih
komplikasi BPH

Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidjat & de jong (2005) dibedakan menjadi 4 tingkat yang dinilai berdasarkan pemeriksaan fisik dengan
colok dubur dan pemeriksaan sisa volume urin/atau residu urin yang ada di kandung kemih setelah pasien berkemih dengan menggunakan
kateter.
4. Manifestasi klinis / Tanda Gejala
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan
tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar
saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai
miksi), pancaran miksi lemah, Intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi).
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat
miksi).

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan
dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

3. Gejala diluar saluran kemih


Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan
pada saan miksi sehingga mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada
pemeriksaan prostat didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa tidak nyaman
pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan volume residual yang besar.

Kumpulan gejala pada BPH :

 Hesitasi (miksi menunggu lama )


 Pancaran urine melemah
 Intermitensi (kencing terputus-putus)
 Urgensi (perasaan miksi sangat mendesak)
 Disuria (nyeri miksi)
 Terasa ada sisa setelah miksi
5. Pathway (patofisiologi)

Etiologi Pasien Kurang Informasi kesehatan& pengobatan

BPH
Kurang Pengetahuan

Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika urinaria


Ancaman Perubahan kesehatan
Penebalan otot destrusor
Post Operatif Krisis Situasi
Akumulasi urin di vesika
Insisi Pembedahan Cemas
sukar berkemih, berkemih tidak lancar

6.
Terputusnya kontunuitas jaringan Peregangan vesika urinaria lebih
7.
Retensi Urin
Spasme otot spinter
Nyeri Akut
Penurunan Pertahan tubuh
Nyeri Akut

Resiko Infeksi
6. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan / Teori
Menurut Baradero dkk (2007) tujuan dari obat-obat yang diberikan pada penderita BPH adalah :
a. Mengurangi pembesaran prostat dan membuat otot-otot berelaksasi untuk mengurangi tekanan pada uretra
b. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan alfa blocker (penghambat alfa adrenergenik)
c. Mengurangi volum prostat dengan menentuan kadar hormone testosterone/ dehidrotestosteron (DHT).

Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo (2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa,
penghambat enzin 5 alfa reduktase, fitofarmaka.

a) Penghambat adrenergenik alfa


Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin,terazosin,afluzosin atau yang lebih selektif alfa 1a (Tamsulosin). Dosis
dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara
selektif dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor
yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah
prostat. Obat-obat golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan menurunkan tekanan pada
uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan
berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing,
sumbatan di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu dihindari seperti
antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obat-obat ini mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter
uretra.
b) Pengahambat enzim 5 alfa reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT
sehingga prostat yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru menunjukkan perbaikan sedikit/ 28 %
dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan
pancaran miksi. Efek samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
c) Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya pygeum africanum, saw palmetto,
serenoa repeus dll. Afeknya diharapkan terjadi setelah pemberian selama 1-2 bulan dapat memperkecil volum prostat.
b. Pembedahan (Jika ada)
Pembedahan adalah tindakan pilihan, keputusan untuk dilakukan pembedahan didasarkan pada beratnya obstruksi, adanya ISK, retensio
urin berulang, hematuri, tanda penurunan fungsi ginjal, ada batu saluran kemih dan perubahan fisiologi pada prostat. Waktu penanganan
untuk tiap pasien bervariasi tergantung pada beratnya gejala dan komplikasi. Menurut Smeltzer dan Bare (2002) intervensi bedah yang
dapat dilakukan meliputi : pembedahan terbuka dan pembedahan endourologi.
a. Pembedahan terbuka, beberapa teknik operasi prostatektomi terbuka yang biasa digunakan adalah :
1. Prostatektomi suprapubik
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Insisi dibuat dikedalam kandung kemih, dan kelenjar
prostat diangat dari atas. Teknik demikian dapat digunakan untuk kelenjar dengan segala ukuran, dan komplikasi yang mungkin
terjadi ialah pasien akan kehilangan darah yang cukup banyak dibanding dengan metode lain, kerugian lain yang dapat terjadi
adalah insisi abdomen akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor.
2. Prostatektomi perineal
Adalah suatu tindakan dengan mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Teknik ini lebih praktis dan sangat
berguan untuk biopsy terbuka. Pada periode pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat
dengan rectum. Komplikasi yang mungkin terjadi dari tindakan ini adalah inkontinensia, impotensi dan cedera rectal.

3. Prostatektomi retropubik
Adalah tindakan lain yang dapat dilakukan, dengan cara insisi abdomen rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara arkus
pubis dan kandung kemih tanpa memasuki kandung kemih. Teknik ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi
dalam pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi
infeksi dapat terjadi diruang retropubik

b. Pembedahan endourologi, pembedahan endourologi transurethral


dapat dilakukan dengan memakai tenaga elektrik diantaranya:
1. Transurethral Prostatic Resection (TURP)
Merupakan tindakan operasi yang paling banyak dilakukan, reseksi kelenjar prostat dilakukan dengan transuretra menggunakan
cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan dioperasi tidak tertutup darah. Indikasi TURP ialah gejala-gejala sedang sampai
berat, volume prostat kurang dari 90 gr.Tindakan ini dilaksanakan apabila pembesaran prostat terjadi dalam lobus medial yang
langsung mengelilingi uretra. Setelah TURP yang memakai kateter threeway. Irigasi kandung kemih secara terus menerus
dilaksanakan untuk mencegah pembekuan darah. Manfaat pembedahan TURP antara lain tidak meninggalkan atau bekas
sayatan serta waktu operasi dan waktu tinggal dirumah sakit lebih singkat.Komplikasi TURP adalah rasa tidak enak pada
kandung kemih, spasme kandung kemih yang terus menerus, adanya perdarahan, infeksi, fertilitas (Baradero dkk, 2007).

2. Transurethral Incision of the Prostate (TUIP)


Adalah prosedur lain dalam menangani BPH. Tindakan ini dilakukan apabila volume prostat tidak terlalu besar atau prostat
fibrotic. Indikasi dari penggunan TUIP adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/kecil (30 gram atau
kurang). Teknik yang dilakukan adalah dengan memasukan instrument kedalam uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada
prostat dan kapsul prostat untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi konstriksi uretral. Komplikasi dari
TUIP adalah pasien bisa mengalami ejakulasi retrograde (0-37%) (Smeltzer dan Bare, 2002).

3. Terapi invasive minimal


Menurut Purnomo (2011) terapai invasive minimal dilakukan pada pasien dengan resiko tinggi terhadap tindakan pembedahan.
Terapi invasive minimal diantaranya Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), Transuretral Ballon Dilatation
(TUBD), Transuretral Needle Ablation /Ablasi jarum Transuretra (TUNA), Pemasangan stent uretra atau prostatcatt.
a. Transurethral Microvawe Thermotherapy (TUMT), jenis pengobatan ini hanya dapat dilakukan di beberapa rumah sakit
besar. Dilakukan dengan cara pemanasan prostat menggunakan gelombang mikro yang disalurkan ke kelenjar prostat
melalui transducer yang diletakkan di uretra pars prostatika, yang diharapkan jaringan prostat menjadi lembek. Alat yang
dipakai antara lain prostat.
b. Transuretral Ballon Dilatation (TUBD), pada tehnik ini dilakukan dilatasi (pelebaran) saluran kemih yang berada di prostat
dengan menggunakan balon yang dimasukkan melalui kateter. Teknik ini efektif pada pasien dengan prostat kecil, kurang
dari 40 cm3. Meskipun dapat menghasilkan perbaikan gejala sumbatan, namun efek ini hanya sementar, sehingga cara ini
sekarang jarang digunakan.
c. Transuretral Needle Ablation (TUNA), pada teknik ini memakai energy dari frekuensi radio yang menimbulkan panas
mencapai 100 derajat selsius, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Pasien yang menjalani TUNA sering kali
mengeluh hematuri, disuria, dan kadang-kadang terjadi retensi urine (Purnomo, 2011).
d. Pemasangan stent uretra atau prostatcatth yang dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi karena
pembesaran prostat, selain itu supaya uretra prostatika selalu terbuka, sehingga urin leluasa melewati lumen uretra
prostatika. Pemasangan alat ini ditujukan bagi pasien yang tidak mungkin menjalani operasi karena resiko pembedahan
yang cukup tinggi

7. Pengkajian Keperawatan Fokus


a. Wawancara
1. Identitas klien
Jenis kelamin laki-laki, umur >50 thn, banyak dijumpai pada bangsa / ras caucasian
2. Keluhan utama
Nyeri berhubungan denga spasme buli-buli
3. Riwayat penyakit sekarang
LUTS (hesitansi, pancaran urine lemah, intermitensi, terminal dribbing, terasa ada sisa setelah miksi, urgensi, frekuensi dan disuria)
4. Riwayat penyakit dahulu
5. DM (diabetes mellitus), hipertensi, PPOM (penyakit paru obstruksi menahun), jantung koroner, decompensasi cordis dan gangguan faal darah
6. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keturunan (hipertensi,DM, ashma)
7. Riwayat psikososial
Emosi, kecemasan, gangguan konsep diri
8. Pola hidup sehari-hari
a. Pola nutrisi
Puasa sebelum operasi
b. Pola eliminsi
Hematuri setelah tindakan TUR, retensi urine karena bekuan darah pada kateter, inkontinensia urine setelah kateter dilepas
c. Pola istirahat/tidur
Hospitalisasi mempengaruhi pola tidur
d. Pola aktivitas
Keterbatasan aktivitas karena kelemahan, terpasang traksi kateter
b. Pemeriksaan Fisik Fokus

Menyapa pasien
Menjelaskan tujuan pengkajian
Mencuci tangan kering
Menggunakan Handscoon
Perhatiakan privasi
Pengkajian
Ukur tanda vital
Inspeksi umum: konjungtiva, ujung kuku, mukosa
mulut, mukosa bibir, kelembaban kulit
ada pernafasan cuping hidung atau tidak
Cek peningkatan JVP
Inspeksi kulit adanya lesi atau tidak, tanda infeksi,
pruritus
Auskultasi suara paru terhadap edema pulmonal
Ukur CRT, palpasi suhu akral
Inspeksi distensi kandung kemih
Inspeksi Asites
Auskultasi bruit vaskular di area arteri renalis, arteri
iliaka, dan arteri femoralis

Ukur Lingkar Perut


Jika ada asites, lakukan pemeriksaan asites dengan
ballotement dan shifting dullness
a. Menggunakan pemeriksaan balotemen

b. Menggunakan perkusi/ shifting dullness


Palpasi ringan untuk mengetahui adanya nyeri
tekan dan lepas

palpasi kandung kemih terhadap distensi

Melakukan palpasi dalam untuk ginjal, normalnya


tidakl teraba
perkusi abdomen , Bladder: dullness atau timpani

Inspeksi:
Vagina: warna kulit, kebersihan dan kelembaban
meatus uretra, labia
penis: warna kulit, meatus uretra
Inspeksi urin output: warna, jumlah, discharge,
hematuri
Area CVA: nyeri atau tidak
Kaji edema ekstremitas
9. Analisa Data
- Pre – Operatif

No Data Etiologi Diagnosa Keperawatan

1 Ds & Do Etiologi Retensi urin b.d obstruksi


mekanik, pembesaran
BPH
prostat.
Obstruksi saluran kemih yang bermuara
ke vesika urinaria

Penebalan otot destrusor

Akumulasi urin di vesika

Sukar berkemih, berkemih tidak lancar

Retensi urin
2 Ds & Do Etiologi Nyeri akut b.d peregangan
dari terminal saraf,distensi
BPH
kandung kemih dan
Obstruksi saluran kemih yang bermuara obstruksi uretra.
ke vesika urinaria

Penebalan otot destrusor

Akumulasi urin di vesika

Peregangan vesika urinaria melebihi


kapasitas

Spasme otot spinter

Nyeri akut
3 Ds & Do Etiologi Kurang pengetahuan
tentang kondisi dan
BPH
kebutuhan pengobatan b.d
Pasien kurang informasi kesehatan dan kurangnya informasi
pengobatan

Kurang pengetahuan
4 Ds & Do Etiologi Ansietas/cemas b.d krisis
situasi atau menghadapi
BPH
prosedur bedah
Pasien kurang informasi kesehatan &
pengobatan
Kurang pengetahuan

Ancaman perubahan status kesehatan


diri

Krisis situasi

Cemas

- Post – Operatif

No Data Etiologi Diagnosa Keperawatan

1 Ds & Do Etiologi Nyeri akut b.d spasme


kandung kemih dan insisi
BPH
sekunder pada pembedahan
Post operatif

Insisi pembedahan

Terputusnya kontinuitas jaringan

Nyeri akut
2 Ds & Do Etiologi Kerusakan integritas jaringan
b.d insisi bedah
BPH

Post operatif

Insisi pembedahan

Terputusnya kontinuitas jaringan


3 Ds & Do Etiologi Resiko infeksi dibuktikan
dengan prosedur invasif: alat
BPH
selama pembedahan, kateter,
Post operatif irigasi kandung kemih.

Insisi pembedahan

Terputusnya kontinuitas jaringan

Penurunan pertahanan tubuh

Resiko infeksi

10. Rencana Asuhan Keperawatan


- Pre - Operatif
Diagnosa
No Tujuan Asuhan Intervensi Aktivitas
Keperawatan
1 Retensi urin b.d Setelah dilakukan askep Perawatan 1. Dorong pasien untuk
obstruksi mekanik, selam 3x24 jam Retensi Urin berkemih tiap 2-4 jam
pembesaran prostat. diharapkan retensi urin atau bila tiba-tiba
Ditandai dengan : teratasi dengan kriteria dirasakan
Ds & Do hasil : 2. Observasi aliran urin,
- Pasien perhatikan ukuran dan
menunjukkan kekuatan
residu pasca 3. Awasi dan catat waktu
berkemih kurang tiap berkemih dan jumlah
dari 50 ml, tiap berkemih, perhatikan
- dengan tidak penurunan haluaran urin
adanya tetesan atau dan perubahan berat
kelebihan cairan. jenis.
4. Lakukan perkusi/palpasi
suprapubik
5. Dorong masukan cairan
sampai 3000 ml sehari
6. Kaji tanda-tanda vital,
timbang BB tiap hari,
pertahankan pemasukan
dan pengeluaran yang
akurat
7. Lakukan rendam duduk
sesuai indikasi
8. Kolaborasi pemberian
obat
2 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan askep Manajemen 1. Kaji tipe nyeri,
peregangan dari selama 3x24 jam Nyeri perhatikan lokasi,
terminal saraf,distensi diharapkan nyeri intensitas (skala 0-10)
kandung kemih dan teratasi dengan kriteria lamanya.
obstruksi uretra. hasil : 2. Pertahankan tirah baring
Ditandai dengan : - pasien melaporkan bila diindikasikan
Ds & Do nyeri hilang dan 3. Berikan tindakan
terkontrol kenyamanan, distraksi
- pasien tampak selama nyeri akut seperti,
rileks, mampu pijatan punggung :
untuk tidur dan membantu pasien
istirahat dengan melakukan posisi yang
tepat nyaman: mendorong
penggunaan
relaksasi/latihan nafas
dalam: aktivitas
terapeutik
4. Kolaborasi pemberian
obat pereda nyeri (
analgetik)
3 Kurang pengetahuan Setelah dilakukan askep Pengajaran 1. Dorong pasien
tentang kondisi dan selam 3x24 jam :Proses menyatakan rasa takut
kebutuhan pengobatan diharapkan pengetahuan penyakit perasaan dan perhatian.
b.d kurangnya informasi meningkat dengan 2. Kaji ulang proses
ditandai dengan : kriteria hasil : penyakit, pengalaman
Ds & Do pasien
- Melakukan 3. Berikan informasi
perubahan pola tentang penyakit yang
hidup dan diderita pasien
berpartisipasi 4. Berikan penjelasan
dalam program tentang
pengobatan tindakan/pengobatan
yang akan dilakukan

- Post – Operatif

Diagnosa
No Tujuan Asuhan Intervensi Aktivitas
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d spasme Setelah dilakukan askep Manajemen 1. Kaji nyeri, perhatikan
kandung kemih dan selama 3x24 jam Nyeri lokasi, intensitas (skala 0-
insisi sekunder pada diharapkan nyeri 10)
pembedahan ditandai teratasi dengan kriteria 2. Jelaskan pada pasien
dengan : hasil : tentang gejala dini
Ds & Do 1. Pasien spasmus kandung kemih.
mengatakan 3. Pertahankan patensi
nyeri berkurang kateter dan system
2. Ekspresi wajah drainase. Pertahankan
pasien tenang
3. Pasien akan selang bebas dari lekukan
menunjukkan dan bekuan
ketrampilan 4. Berikan informasi yang
relaksasi. akurat tentang kateter,
4. Pasien akan drainase, dan spasme
tidur / istirahat kandung kemih
dengan tepat. 5. Kolaborasi pemberian
5. Tanda – tanda antispasmodic
vital dalam batas
normal.

2 Kerusakan integritas Setelah dilakukan askep Perawatan 1. Anjurkan pasien untuk


jaringan b.d insisi bedah selama 3x24 jam luka menggunakan pakaian
ditandai dengan : diharapkan kerusakan pencegahan yang longgar
Ds & Do integritas kulit teratasi luka ulkus 2. Jaga kulit agar tetap
dengan kriteria hasil : bersih dan kering
- Kulit bersih 3. Mobilisasi pasien (ubah
- Tidak ada tanda- posisi pasien) setiap 2
tanda infeksi jam sekali
- Perfusi jaringan 4. Monitor kulit akan
normal adanya kemerahan
5. Monitor aktivitas dan
mobilisasi pasien
6. Monitor status nutrisi
pasien
7. Observasi luka : lokasi,
dimensi, kedalaman luka
8. Lakukan teknik
perawatan luka dengan
steril
3 Resiko infeksi Setelah dilakuakn askep Kontrol 1. Pertahankan sistem
dibuktikan dengan selama 3x24 jam Infeksi kateter steril, berikan
prosedur invasif: alat diharapkan resiko perawatan kateter dengan
selama pembedahan, infeksi tidak terjadi steril.
kateter, irigasi kandung dengan kriteria hasil : 2. Anjurkan intake cairan
kemih.Ditandai dengan: - Pasien tidak yang cukup ( 2500 – 3000
Ds & Do mengalami infeksi. ) sehingga dapat
- Dapat mencapai menurunkan potensial
waktu infeksi
penyembuhan. 3. Pertahankan posisi
- Tanda – tanda vital urinebag dibawah
dalam batas normal 4. Observasi tanda – tanda
dan tidak ada tanda vital, laporkan tanda –
– tanda syok. tanda shock dan demam.
5. Observasi urine: warna,
jumlah, bau.
6. Kolaborasi dengan dokter
untuk memberi obat
antibiotic

Daftar Pustaka

 Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC


 Price and Wilson. 2005. Konsep Klinis Penyakit. Jakarta : Buana Ilmu Populer
 Sabiston, David C. 2004. Penyakit Striktur Uretra. Dalam: Sistem Urogenital, Buku Ajar Bedah Bagian 2, hal.488. EGC. Jakarta
 Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2. Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk, EGC, Jakarta
 Wilkinson, Judith.M, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil Noc, EGC, Jakarta.
 Purnomo, B.B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Edisi 3. Jakarta: Sagung Seto
 Baradero, M dan Dayrit, M. 2007. Seri Asuhan Keperawatan Pasien Gangguan Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC
 Sjamsuhidayat, R. dan De Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Copy Editor: Adinda Candralela. EGC : Jakarta
 Smeltzer, S dan Bare, B. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth, Edisi 8, Volume 2, Alih bahasa oleh
Kuncara..(dkk). Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai