ABSTRACT
The impact of Indonesia economic development in 21st century, then the increasing needs
of furniture both from outside and within the country, and the development of design in
Indonesia, are directly related to ecological problems.The high demand for wood encourage
furniture industry in Indonesia to use alternate various kinds of solid wood, wood processing
and wood waste.Wood has a role in the dynamic cultural development of Java, both from the
aspect of spiritual, philosophical, aesthetic and economic. This study aims to describe the shift
in social and cultural values that occurred on the island of Java, in particular the use of
wood materials.The development of wood utilization will be explained based on Material
Cultural Studies viewpoint. Sustainable and ecologicalconcept for furniture design in Indone-
sia would be seen as an opportunity to maintain the continuity of wood materials.
ABSTRAK
komparatif dari industri furnitur dan sosial budaya pada furnitur kayu di Indo-
memberikan kontribusi utama dalam nesia. Salah satu ahli budaya arkeologi di
menentukan biaya produksi. Indonesia bernama Vogler menyebutkan
Dengan melihat sejarah masa lalu, maka bahwa perubahan dalam nilai estetika
konon penggunaan material kayu telah terjadi karena adanya perpaduan gaya.
lama dimanfaatkan sejak abad ke-8 di In- Menurutnya, setiap komponen memiliki
donesia, khususnya pulau Jawa. Bahkan riwayat perjalanan, dan tidak hanya
sejak VOC mengalami kebangkrutan pada ditemukan pada satu contoh saja
abad ke-18, pulau Jawa mulai mengalami (Sedyawati, 2010: 37). Furnitur kayu dapat
kelangkaan material kayu khususnya Jati. menjadi salah satu studi kasus dalam
Dengan kurun waktu yang sangat lama, mengkaji identitas budaya Indonesia.
Indonesia mengalami banyak perubahan Pengumpulan data dilakukan melalui kajian
dan perkembangan baik itu dari kondisi literatur perkembangan jenis material kayu
politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hal pada furnitur sebelum abad 19 dan
tersebut juga turut mempengaruhi keadaan kumpulan sampel desain furnitur setelah
alam dan lingkungan hutan di Indonesia abad 20 di Indonesia. Kemudian kemuncul-
karena pengambilan hasil hutan. an berbagai jenis kayu tersebut dikaitkan
Pada perkembangan kehidupan dengan nilai sosial-ekonomi yang
manusia, peradaban manusia semakin mod- mempengaruhinya. Setelah itu, akan ditarik
ern dan dipengaruhi oleh pengetahuan dari benang merah yang dapat menghubung-
kelompok manusia itu sendiri. Pengaruh kan antara kondisi sosial budaya yang
tersebut juga membawa perubahan pada mengiringi perkembangan penggunaan
kondisi lingkungan manusia. Dengan kayu pada abad ke-18 hingga abad ke-21.
kebudayaannya, manusia dapat mengolah “Benang merah” tersebut merupakan
dan mempengaruhi kondisi lingkungan kemungkinan, nilai estetika yang dapat
(Djajadiningrat, 2005: 17), seperti yang berkembang dan menjadi jawaban akan
terjadi pada pemanfaatan material alam kebutuhan material kayu di masa depan.
dalam pengolahan furnitur. Perkembangan
desain furnitur kayu di Indonesia tidak A. Material Cultural Studies dan Furnitur
terlepas dari perubahan nilai sosial budaya, Kayu sebagai Objek
nilai ekonomi, dan isu lingkungan yang Untuk memahami proses perubahan
menyertainya. Karena itu, pada penelitian penggunaan material kayu beserta nilai
ini akan disusun sintesa antara peralihan sosial budaya yang menyertainya, maka
kebutuhan material kayu pada furnitur, dibutuhkan sebuah pendekatan disiplin.
dengan nilai sosial budaya dan isu Objek pada Material Cultural Studies adalah
lingkungan yang menyertainya. sesuatu yang berperan, berinteraksi dan
digunakan oleh manusia. Objek memiliki
METODE lingkup yang luas, namun tidak termasuk
Metode yang dilakukan adalah studi pada natural objek seperti alam seperti batu,
literatur dengan pendekatan kualitatif dan air, pohon, tulang, fosil dan sebagainya.
paparan deskriptif. Paparan data disusun Batasannya adalah pada objek buatan
dan dijelaskan dengan metode historikal. manusia atau hasil modifikasi manusia.
Material Cultural Studies menjadi bingkai Menurut Prown (1982), budaya material
utama untuk menjelaskan peralihan nilai (material culture) adalah kajian melalui
Ayu, Sachari, Bagus: Dinamika Budaya Material 250
kepercayaan nilai pada artifak, konsep, penanda nilai estetika, nilai budaya dan
tanggapan masyarakat pada suatu waktu identitas diri. Hal ini terkait dengan objek
tertentu. Objek dapat mengalami pada penelitian, bahwa konsep furnitur
perubahan waktu, perubahan bentuk dan yang berkembang dengan visi ekologi dapat
perubahan nilai namun masih merupakan menjadi penanda nilai estetika baru.
jenis objek yang sama. Objek menjadi
sumber utama data, dan budaya material HASIL DAN PEMBAHASAN
menjadi alat dalam menelusuri nilai A. Kebutuhan Material Kayu untuk
budayanya. Budaya material mengalami Furnitur Sebelum Abad ke-20
perubahan yang disebabkan oleh faktor in- Sejak abad ke-17, kehadiran produk
ternal dan eksternal. Faktor internal terletak furnitur di Pulau Jawa Tengah bertujuan
pada unsur manusia itu sendiri yang untuk memenuhi kebutuhan fungsional,
memiliki insting selalu ingin berubah ke sosial dan estetika di lingkungan kerajaan
arah yang lebih baik (Sumiati, 2015:31). (Kraton). Furnitur yang digunakan di
Sedangkan faktor eksternal selalu lingkungan Kraton dikaitkan dengan nilai-
mendorong adanya perubahan dalam nafas nilai filosofis, dimana bentuk visual yang
kehidupan (Sumiati, 2015:31), contohnya sangat indah di dalamnya dinilai
yaitu faktor ekonomi, faktor gaya hidup, mengandung nilai-nilai budaya adiluhung.
faktor lingkungan, dan sebagainya. Prown Furnitur milik raja sering diidentikkan
(1982:1) menyatakan bahwa material cul- dengan sosok raja itu sendiri. Material yang
tural studies merupakan alat dalam banyak digunakan adalah kayu Jati, yang
penelitian budaya, namun memiliki tujuan mana kayu Jati memiliki nilai filosofis pada
akademis sebagai cabang dari sejarah budaya masyarakat Jawa. Kayu Jati dianggap
kebudayaan atau antropologi budaya. sebagai kayu prima, karena karakternya
Premis utama adalah objek merupakan yang kuat, mudah digunakan dan mudah
hasil karya manusia, secara sadar maupun beradaptasi dengan material lainnya. Selain
tak sadar, langsung maupun tidak langsung. itu, memiliki karakter yang pionir karena
Objek tersebut sekaligus merupakan wujud mampu tumbuh di tanah yang tidak subur.
keyakinan dan digunakan manusia dan Karena sifat fisiknya yang sangat baik,
berpengaruh terhadap keyakinan masyarakat Jawa menganggap kayu Jati
sekelompok masyarakat tempat mereka sebagai keinginan paling inti (sejati) dari
berada. Woodward (2007:7) mengatakan manusia. Nilai tersebut juga dipengaruhi
bahwa Material Cultural Studies (MCS) oleh aspek spiritual masyarakat,
menganalisa dan menghubungkan berdasarkan ajaran agama dan leluhur,
pengetahuan klasik dan modern dari suatu sesuatu yang bernilai harus diperlakukan
objek melalui pandangan sosial budaya. dengan hati-hati.
Hubungan antara manusia dengan objek Selain untuk konstruksi bangunan dan
pada kajian MCS sangat erat yang terkait furnitur, material kayu digunakan dalam
dengan: (1) perbedaan status dan budaya; berbagai keperluan, misalnya untuk
(2) identitas personal dan sosial dan (3) narasi menumbuk padi, mainan anak Sultan,
sosial di masyarakat. Hal ini ditekankan oleh senjata, dan hantaran pernikahan.
pernyataan dari Bourdieu (1984) seperti Berdasarkan pengamatan penulis, maka
yang dikutip oleh Woodward (2007:15), material kayu adalah bahan yang dapat
bahwa konsep suatu objek dapat menjadi digunakan untuk berbagai jenis aktivitas di
Panggung Vol. 26 No. 3, September 2016 251
Keraton pada masa lalu, mulai dari aktivitas Pada masa pemerintahan Sultan
sederhana yang dilakukan para abdi keraton Pakubuwana X di Kesultanan Surakarta
hingga kegiatan ritual keraton yang Hadiningrat (1893-1939), furnitur kayu
dilakukan oleh anggota kerajaan. Furnitur menjadi bagian dari aktivitas diplomasi
di dalam keraton tidak hanya kenegaraan. Bangsa lain seperti Cina,
mengutamakan fungsi kebutuhan semata, Spanyol dan Belanda memberikan furnitur
namun juga memiliki nilai-nilai simbolis kayu untuk keluarga kerajaan sebagai
dan nilai estetis. Awalnya, jenis kayu yang simbol kerjasama. Seiring dengan
banyak digunakan untuk furnitur di Pulau berjalannya waktu, penggunaan material
Jawa adalah Macassar Ebony (Diospoyros kayu dipengaruhi oleh perkembangan
celebica), Ambon Merah (Pterocarpus teknologi pada abad ke-19, khususnya pada
indicus), Sonokeling (Dalbergia latiforia) dan Revolusi Industri. Revolusi industri di
kayu Jati (Tectona grandis) (Veenendaal: Inggris yang merupakan usaha masinalisasi
1985). Keempat jenis kayu tersebut teknik produksi yang sebelumnya masih
memiliki kelebihan dari segi kekuatan, menggunakan teknik manual.
keindahan serat, ketahanan, dan nilai Dengan adanya peristiwa revolusi
sosialnya. Masing-masing kayu memiliki industri, banyak dihasilkan desain-desain
kelebihannya masing-masing. Contohnya yang mengutamakan faktor efisiensi dan
kayu Ebony, yang memiliki permukaan mengurangi unsur dekoratif. Louis Sullivan
halus dan licin, dan serat yang lurus. pernah mengeluarkan pernyataan yang
Sedangkan kayu sonokeling memiliki terkenal, yaitu Form Follow Function.
permukaan mengkilap, sehingga berkesan Kemudian pernyataan tersebut
mewah. disempurnakan oleh Frank Llyod Wright
Gambar 1.
Pemberian bangsa lain (Pemerintah Belanda & Cina)
pada masa pemerintahan Sultan Paku Buwono X
(Sumber: Koleksi Furnitur Keraton Surakarta Hadiningrat, 2015)
Ayu, Sachari, Bagus: Dinamika Budaya Material 252
menjadi Form and Function are One. Revolusi kalangan kerajaan, bangsawan dan bangsa
industri secara langsung meningkatkan hasil lain di Indonesia di abad ke-18 hingga abad
produksi furnitur kayu. Salah satu contoh ke-19. Kemunculan masyarakat kelas
desain kursi yang memiliki pengaruh glo- menengah yang mampu membeli furnitur
bal pada fenomena industrialisasi adalah dengan desain baik dan harga terjangkau,
kursi Thonet, yang memiliki kelebihan dari semakin banyak, sehingga permintaan akan
aspek efektivitas material dan efisiensi furnitur juga semakin tinggi. Tingginya
pengemasan barang. Di Indonesia, permintaan furnitur menyebabkan
keterampilan dalam kerajinan ukir dan tingginya tingkat penebangan hutan, baik
membuat furnitur semakin berkembang. di Indonesia ataupun di seluruh dunia.
Kemunculan kursi sebagai simbol
kemuliaan diperkenalkan oleh bangsa B. Kebutuhan Material Kayu untuk
Eropa, sehingga banyak digunakan oleh Furnitur Setelah Abad ke-20
Gambar 2:
Gambaran interpolasi terhadap jenis kayu solid yang
digunakan pada abad 18-19 untuk furnitur
(Sumber: Arianti A.P, 2015)
Panggung Vol. 26 No. 3, September 2016 253
Gambar 3:
Berbagai karakter desain furnitur dari Wisanka Furnitur
(atas) & Yudhistira Furnitur (bawah) saat ini
(sumber: Website Wisanka & Website Yudhistira, 2015)
Ayu, Sachari, Bagus: Dinamika Budaya Material 254
Gambar 4:
Gambaran interpolasi terhadap jenis kayu solid, kayu limbah & kayu
olahan yang digunakan untuk furnitur setelah abad ke-20
(Sumber: Arianti A.P, 2015)
Panggung Vol. 26 No. 3, September 2016 255
(Gustami, 2009:208). Kebutuhan bahan ekologi menjadi filosofi baru, yang dijadikan
kayu terutama kayu Jati semakin banyak, patokan ideal bagi masyarakat yang
sehingga para pengrajin dan industri mulai memperhatikan ekologi. Berdasarkan
mencari jenis kayu lain sebagai alternatif. laporan dari Forest Watch Indonesia 2013,
Pada tahun 1928 di Indonesia, ketertarikan sekitar 73 juta hektare luas tutupan hutan
terhadap jenis kayu lain ditunjukkan antara alam di Indonesia terancam oleh kerusakan
lain dengan adanya furnitur yang terbuat yang lebih besar di masa yang akan datang,
dari mozaik beraneka macam kayu, yaitu baik yang disebabkan aktivitas penebangan
antara lain kayu sana, kayu mentahos, kayu dan konversi lahan yang terencana, akses
nangka, kayu sawo dan kayu secang terbuka (open access) terhadap lahan, serta
(Gustami, 2009:216). ketidakhadiran pengelola di tingkat tapak.
Penggunaan alternatif material kayu Tidak hanya di Indonesia, isu lingkungan
solid semakin berkembang, baik untuk juga telah menjadi permasalahan global.
keperluan ekspor maupun produk dalam Melalui bagan pada Gambar 2 dan
negeri karena permintaan akan furnitur dari Gambar 4, terlihat bahwa perkembangan
luar negeri semakin deras. Produk-produk desain furnitur kayu sangat dipengaruhi
yang dikonsumsi untuk kepentingan ekspor oleh isu lingkungan hidup.Permintaan pasar
umumnya menggunakan kayu Jati, kayu yang sangat tinggi menyebabkan tingginya
eben dan kayu mahoni. Sedangkan untuk kebutuhan kayu di Indonesia. Kayu adalah
produk non ekspor lebih banyak material alam yang dapat diperbarui, namun
menggunakan kayu jati, nangka, durian, kegiatan deforestasi dan penebangan kayu
jering, kayu sengon, sungkai dan lainnya yang berlebihan dapat mengurangi jumlah
yang tergolong kayu keras (Gustami, 2000: dan hasil hutan. Menurut data dari Forest
211). Banyaknya kebutuhan akan material Watch Indonesia, tingkat pengurangan
kayu memancing isu lingkungan hidup hutan paling besar di Indonesia dimulai
yang turut mempengaruhi perkembangan pada tahun 1970 dan memuncak pada
desain furnitur. Saat ini telah banyak tahun 1997-2000 yaitu 2,84 juta hektare per
furnitur yang dihasilkan melalui pemanfaat- tahun. Kini, tanggung jawab terhadap
an kembali kayu bekas (re-use) dan pemanfaatan hasil hutan tidak hanya berada
pengolahan limbah industri (recycle). pada pihak pemerintah, namun juga pada
setiap pelaku yang memanfaatkan kayu,
3.2. Nilai Ekologi sebagai Arah termasuk industri furnitur. Dibutuhkan
Pengembangan Desain Furnitur Kayu strategi yang baik pada tiap industri untuk
A. Isu Lingkungan pada Material Kayu dapat memanfaatkan kayu secara efisien dan
Isu lingkungan hidup mulai muncul tepat guna sehingga juga memberi manfaat
setelah konferensi PBB di Stockholm, terhadap kelangsungan hutan.
Swedia 5-16 Juni 1972 mengenai
lingkungan hidup manusia (United Nations B. Budaya Ekologi
Conference on Human Environment- Konsep ekologi muncul sebagai respon
UNCHE) yang diikuti 113 negara. Ketika itu dari hubungan manusia dengan lingkungan.
isu utama lingkungan ditengarai karena Kebudayaan yang terbantuk terjadi
keterbatasan dan penyusutan sumberdaya berdasarkan adaptasi manusia terhadap
alam yang tersedia. Perhatian terhadap lingkungan (Steward, 1955). Agar dapat
lingkungan saat ini membuat pandangan terus bertahan hidup dan mempertahankan
Ayu, Sachari, Bagus: Dinamika Budaya Material 256