Anda di halaman 1dari 7

ANALISA RINGKASAN BUKU “NATABATA”

KECERDIKAN TUKANG DAN KECERDASAN NUSANTARA


UNTUK MEMENUHI NILAI TUGAS
MATA KULIAH ESTETIKA INTERIOR

Disusun Oleh :
Cahyanti Dwi Ayu Rahmani 31-2019-051

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN


JURUSAN DESAIN INTERIOR
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
2020
I. Data Buku
Judul Buku : Natabata – Kecerdikan Tukang dan Kecerdasan Nusantara
Pengarang : Anas Hidayat & Andy Rahman
Penerjemah : Abdul Qohar
Penerbit : Omah Library (RAW Press)
Tahun Terbit : Februari, 2019
Tebal Buku : 258 Halaman
Harga Buku : Rp 249.000,-

II. Pendahuluan
Di Indonesia, pekerjaan tukang dan perihal ketukangan sudah ada
sebelum munculnya profesi arsitek dan ilmu arsitektur secara formal. Maka
buku “Natabata” ini khusus membahas tentang ketukangan tersebut,
utamanya yang berkaitan dengan material bata. Bata yang bukan material
baru di Indonesia, sudah digunakan sejak jaman dahulu di era Kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit, tetapi kemudian surut dalam waktu yang lama dan
timbul lagi seiring masuknya arsitektur Eropa. Buku ini menceritakan
tentang kolaborasi Andy Rahman Arsitek dengan para tukang untuk
menggarap material bata/nata bata dan berbagai kemungkinannya,
khususnya dengan diwujudkannya Rumah Bata atau Omah Boto di
Sidoarjo, Jawa Timur.
Terwujudnya Omah Boto dilandasi dengan kesadaran bahwa
Nusantara bukan sebuah negeri yang punya banyak mitos, legenda, dan
cerita-cerita tidak masuk akal, tetapi memiliki kecerdasan arsitektur yang
layak untuk digali dan dikaji secara terus menerus. Dalam menggarap
material bata dan non-bata, nenek moyang kita sudah punya teknik-teknik
yang cukup mumpuni, namun kebanyakan justru terlupakan. Kini dengan
buku “Natabata” dapat mengkaji kembali hal yang terlupakan tersebut dan
digabungkan dengan kekayaan arsitektur kontemporer menjadi kecerdasan
Arsitektur Nusantara di masa kini, yang lebih meng-Indonesia.
III. Isi Ringkasan
Bagi Andy Rahman Architect, bata adalah proses refleksi proses
untuk mengenali karakter bata itu sendiri sekaligus juga untuk lebih
mengenali diri snediri sebagai salah satu cara mencari jalan untuk kembali.
Proses pemakaian bata yang diekspose ini terjadi secara bertahap dan
berangsur-angsur. Dengan mengulik ketukangan bata ini, Andy Rahman
sudah menunjukkan kepedulian pada material local yang kemudian
disusunnya menjadi sebuah karya dengan komposisi yang “radikal”.

Proses ketukagan Andy Rahman Architect diawali dari desain dan


pelaksanaan Rumah Puri Surya Jawa di Sidoarjo pada tahun 2014. Ketika
itu mulai bereksperimen dengan bata yang hanya dilakukan pada salah satu
sisi dinding ruang makan. Yang pada awalnya mencari cara bagaimana
memberikan gambaran pada para tukang tentang penataan bata. Hingga
pada akhirnya ditemukan metode di mana gambar bata-bata diberi warna-
warni untuk menunjukkan seberapa jauh bata-bata harus ditata menonjol
atau masuk ke dalam.
Kemudian dilanjutkan dengan mulai mengeksplorasi ke Nusantara-
an secara lebih masif, baik yang bersifat tangible maupun intangible. Yang
sifantnya tangible berupa ketukangan bata dengan memunculkan dinding
berongga berupa roster custom yang ide awalnya dari gedheg (dinding
tradisional dari anyaman bambu). Dengan demikian yang tradisional bisa
hadir dengan tampilan yang lebih kontemporer dan bisa diterima oleh
generasi masa sekarang.
Sedangkan yang intangible adalah adanya ruang komunal (ruang
Bersama) sebagai ruang social yang diilhami dari ruang komunal di
Arsitektur Nusantara, yang mana berguna untuk menumbuhkan jiwa social
dan rasa empati antar manusia yang tinggal di dalamnya.

Dari dua alur perjalanan ketukangan dan Nusantara ini kemudian


berproses untuk bertemu dan bersintesis. Semua olah ketukangan (bata, bata
ringan, semen, roster) dan kecerdasan Nusantara yang membangkitkan
memori dan jati diri ini pada akhirnya bermuara ke Omah Boto, di mana
batu bata merupakan elemen utama yang diolah secara meneyluruh, bahkan
menjadi DNA rumah itu sendiri yang dikombinasikan dengan unsur-unsur
ke Nusantara-an yang lain dengan menggunakan material bambu, kayu,
rotan dan lain sebagainya.

Omah Boto ini juga mengambil ide konseptual dari rumah Jawa. Di
rumah Jawa terdapat 3 bagian utama pada struktur rumah, yaitu :
pendhapa, pringgitan, dan dalem. Pendhapa merupakan area
publik/komunal yang berada di depan, pringgitan sebagai area transisi dan
terletak di tengah, dan dalem adalah area privat yang berada di dalam
(belakang). Ketiga bagian yang tersusun horizontal ini kemudian dibuat
secara vertical di Omah Boto : Lantai 1 sebagai ruang komunal (pendhapa),
lantai 2 sebagai ruang transisi (pringgitan) berupa ruang keluarga, lantai 3
sebagai area privat (area dalem) berupa kamar-kamar.
Disamping teknik pemasangan, terdapat 13 pola-pola bata di Omah
Boto didapatkan melalui ide motif batik, antara lain batik parang (berbentuk
seperti parang), motif kawung, juga ada motif batik pucuk rebung. Selain
into, selungkup bata berongga sebagai kulit luar bangunan yang
menyelimuti Omah Boto ini merupakan transformasi dari gedheg (sesek)
bambu. Gedheg merupakan material dinding anyaman bambu yang
berlubang-lubang kecil sehingga masih bisa menyalurkan cahaya dan udara
dari dan ke luar rumah. Di Omah Boto ini, gedheg ditrasnfromasikan
menjadi bata-bata yang berlubang, yang juga masih memberi celah-celah
bagi sirkulasi udara dan cahaya.

Di bagian depan rumah ini, ada gebyog yang dipasang sebagai


pintu masuk utama. Juga ada teras berdinding material anyaman bambu,
dengan tambahan lampu anyaman dari bambu juga. Sedangkan bagian
tangga dibuat dari material bambu laminasi. Keberadaan material kayu dan
anyaman bamboo ini menjadi penyeimbang dari material bata yang
dominan. Kombinasi material dan motif-motif khas tersebut lebih
memperkuat ciri ke-Indonesia-an dari Omah Boto ini.
IV. Kesimpulan
Dalam perjalanan berarsitektur Andy Rahman dan Andy Rahman
Architect yang berujung pada Omah Boto dalam buku ini, terdapat dua hal
penting yang bisa digaris bawahi, yakni tentang ketukangan bata dan
mebgkinikan arsitektur nusantara. Ketukangan sebagai kerja kobaloratif
dalam berarsitektur agar “ilmu” yang didapat dari para tukang berdasar
pengalamannya yang kadang-kadang memiliki solusi yang relatif lebih
mudah dan murah, menemukan cara yang paling efektif dan sederhana, serta
sesuai dengan “kemauan” material itu sendiri. Mengkinikan arsitektur
nusantara bisa disebut menunjukkan secara jelas wajah Arsitektur Indonesia,
bukan hanya persoalan tropis, tetapi juga arsitekturnya yang berbeda-beda
sebagai sebuah Bhineka Tunggal Ika. Ketukangan bata yang berlandaskan
kecerdasan nusantara itulah yang akhirnya terwujud dalam teknik
pemasangan bata sebagai seni menyusun, menyambung atau merangkai bata
menjadi sebuah karya yang terbangun.

Anda mungkin juga menyukai