Anda di halaman 1dari 2

.

Kritik Deskriptif (Depliktif) : Masjid Istiqlal


Awal ide untuk mendirikan masjid megah dicetuskan oleh beberapa ulama pada tahun 1953
yang akan menjadi kebanggaan warga Jakarta sebagai ibukota dan juga rakyat Indonesia secara
keseluruhan. Mereka diantaranya adalah KH. Wahid Hasyim, Menteri Agama RI pertama, yang
melontarkan ide pembangunan masjid itu bersama-sama dengan H. Agus Salim, Anwar
Tjokroaminoto dan Ir. Sofwan beserta sekitar 200-an orang tokoh Islam pimpinan KH.
Taufiqorrahman. Ide itu kemudian diwujudkan dengan membentuk Yayasan Masjid Istiqlal.

Dalam pembangunan Masjid Istiqlal diadakan sayembara rancangan gambar atau arsitektur
masjid Istiqlal yang jurinya diketuai oleh Presiden Soekarno dengan hadiah berupa uang sebesar
Rp. 75.000; serta emas murni seberat 75 gram. Sebanyak 27 peserta mengikuti sayembara, namun
dari seluruh peserta hanya 5 peserta yang memenuhi syarat yaitu, F. Silaban dengan rancangannya
“Ketuhanan”, R. Oetoyo dengan rancangannya “Istighfar”, Hans Groenewegen dengan
rancangannya “Salam”, Mahasiswa ITB (5 orang) rancangannya “Ilham 5”, dan Mahasiswa ITB
(3 orang) rancangannya “Chatulistiwa”.
Setelah dilakukan proses penjurian yang panjang dengan mempelajari rancangan arsitektur
beserta makna yang terkandung didalamnya berdasarkan gagasan para peserta sebagai pemenang
dan model dari Masjid Istiqlal.adalah karya Frederich Silaban berupa desain rancangan dengan
judul “Ketuhanan” atas perintah Presiden Soekarno pada 5 Juli 1955 . F. Silaban mempelajari tata
cara dan aturan orang muslim melaksanakan shalat dan berdoa selama kurang lebih 3 bulan dan
selain itu ia juga mempelajari banyak pustaka mengenai masjid-masjid di dunia untuk
menyempurnakan rancangan masjid Istiqlal.
-Sonia Febrani (24117041)

Friedrich Silaban terkenal karena karyanya yang masih berdiri tegak hingga sekarang, yaitu
antara lain Gedung Bank Indonesia (1958), Gedung Pola (1960), Gedung BNI (1960), Departemen
Kejaksaan (1961), Monumen Pembebasan Irian Barat (1962), dan Markas Besar Angkatan Udara
(1964). Namun, diantara banyaknya karya Friedrich Silaban, karyanya yang paling terkenal adalah
Masjid Istiqlal yang berarti merdeka dan masih menjadi masjid terbesar di Asia Tenggara. Selain
itu, Masjid Istiqlal juga menjadi simbol kerukunan antar umat beragama

Namun, dibalik keberhasilan Friedrich Silaban dalam membangun Masjid Istiqlal, terdapat
fakta bahwa Fridrich Silaban adalah anak dari seorang pendeta yang menganut agama Kristen.
Tepat pada tahun 1955, Friedrich Silaban berhasil memenangkan sayembara yang diadakan
Soekarno dengan karya yang berjudul ketuhanan. Sejak itu, Soekarno menjuluki Friedrich Silaban
sebagai ‘By the Grace of God’. Melalui sayembara itulah, Friedrich mendapatkan banyak pujian
karena toleransinya yang begitu besar.
Friedrich pada tahun 1961 menjabat sebagai Wakil Kepala Proyek Masjid Istiqlal di kala
Indonesia sedang mengalami gejolak politik. Penanaman tiang pancang Masjid Istiqlal dilakukan
pada kala itu dan berhasil selesai pada tanggal 22 Februari 1978. Artinya, Friedrich mengawal
pembangunan Masjid Istiqlal selama 24 tahun. Selain itu dalam proses pembangunan Masjid
Istiqlal, Friedrich juga melakukan perjalanan survei seperti Malaysia dan negara-negara Timur
Tengah, seperti Iran dan Mesir. Hal ini dilakukan dalam rangka mencari materi interior dan mihrab
untuk Masjid Istiqlal itu sendiri. Friedrich sangat menekankan kualitas desain Masjid Istiqlal
dengan tujuan supaya bangunan masjid dapat bertahan lama dalam jangka waktu yang Panjang.
Hal ini dapat dinilai dari isi surat yang dikirimkan kepada Menteri Sekretaris Negara pada tahun
1977 yang berbunyi, “Sebagaimana telah berkali-kali saya kemukakan bahwa pelat-pelat lantai
Masjid Istiqlal kurang bijaksana. Karena, pelat-pelat marmer sebagai lantai masjid yang besar dan
yang akan dikunjungi oleh ribuan manusia dalam waktu 10 tahun akan sudah mulai aus dan rusak.
Sehingga jauh daripada seimbang dengan kekokohan Gedung Masjid Istiqlal secara keseluruhan”.
Hingga sekarang, Masjid Istiqlal karya Friedrich dapat dikatakan berfungsi ganda karena bukan
difungsikan sebagai tempat ibadah saja. Namun, dapat juga menampung puluhan ribu orang bila
terjadi musibah seperti banjir, kebakaran, dan sebagainya.

-Nurul Oktaviani (24117045)

Anda mungkin juga menyukai