TAHUN 2018/2019
F.SILABAN
KELAS C
KELOMPOK C.6
DAFTAR ISI…………………………………………………………...……………………………….…i
MATERI
A. BIOGRAFI F.SILABAN
1. Perjalanan Hidup………………………………………………………………...…………………1
2. Riwayat Pendidikan…………………………………………………………...…………………...2
3. Riwayat Pekerjaan…………………………………………………………...……………………..2
4. Perjalanan Ke Luar Negeri………………………………………………..………………………..2
5. Pandangan Hidup, Arsitektural, Dan Sikap keprofesian…………………………………………...3
6. Prestasi dan Penghargaan………………………………………….…..……………….................4
7. Wujud Konteks Historis………………………………………………..…………………………..6
8. Diakronik Karya-Karya F. Silaban……………………………………..…………………………..7
9. Sinkronik Karya-Karya F. Silaban……………………………………….………………………..15
C. KARYA-KARYA F. SILABAN
1. Gedung SPMA…………………………………………………………………….…………........25
2. Masjid Istiqlal……………………………………………………………………………………...25
3. Rumah Silaban………………………………………………………………………...................26
4. Gedung Pola ………………………………………………………………………………………27
5. TMP Kalibata………………………………………………………………………....................27
6. Bank Indonesia, Jakarta……………………………………………………………………………28
7. Monumen Pembebasan Irian Barat…………………………………………………...................28
D. KESIMPULAN …………………………………………………………………………...................29
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………..30
A. BIOGRAFI F. SILABAN
Masyarakat (awam dan profesi) dalam mencoba menelaah karya arsitektural memandang
terhadap 2 hal. Pertama, sebuah karya dalam arsitektur diciptakan pada waktu yang tepat (dalam hal
waktu, trending atau gaya pada waktu itu, memiliki keunikan, serta kemampuan dalam memenuhi
kebutuhan) atau malah memiliki kelemahan dan keanehan dalam hal arsitektural. Kedua, karya
arsitektural tersebut biasa-biasa saja (mudah ditelaah sekaligus dipahami)
Diluar dari kedua alasan diatas, telaah mengenai karya karya arsitektural Silaban diadakan, hal
terpenting dari telaah ini adalah pendekatan profesional terhadap kedua alasan tersebut terutama dikaitkan
pada pengembangan wawasan terhadap perkembangan arsitektur di Indonesia
Dalam membuat karya, Silaban mencoba dan berusaha menerapkan arsitektur modern di
Indonesia tidak lupa dengan memperhatikan kondisi tapak yang mana Indonesia memiliki kondisi tropis
terkhusus dalam cara Silaban memilih bahan pelingkup bangunan serta teknologi membuatnya.
Penempatan silaban dalam alur sejarah dikaitkan dengan konteks historis secara meluas pada hal ruang
dan waktu
3. RIWAYAT PEKERJAAN
F. Silaban dalam masa hidupnya juga bergelut dalam pekerjaan yang berhubungan dengan
arsitektur, antara lain:
1931, menjadi bouwkundig tekenaar Stadsgemeente Batavia (juru gambar bangunan Kotapraja
Batavia)
1937, menjadi pengawas bagian teknik, Kotapraja Batavia
1939, menjadi Geniechef Pontianak (kepala Teknik Pontianak) daerah Kalimantan Barat
1942, menjadi pengawas juru gambar Kotapraja Bogor
1949, menjadi direktur Burgerlijk Openb are Werken (BOW) bogor (kepala DPU bogor)
1949 – 1965, menjadi kepala DPU Kota Bogor, serta ± lima tahun sebagai ketua panitia
keindahan kota DKI Jakarta
1959 – 1962, menjadi anggota Dewan Perancangan Nasional (DEPERNAS)
1967 – 1984, menjadi wakil kepala proyek Masjid Istiqlal DKI Jakarta
1972 – 1976, menjadi dosen mata kuliah “Kode Etik dan Tata Laku Profesi di Fakultas Teknik
Universitas Indonesia, Jakarta
Selain pekerjaan yang tercatat dalam sejarah, F. Silaban juga bekerja pada biro-biro arsitek
yang ada pada saat itu, biro arsitek Belanda, dengan bayaran yang tinggi untuk kalangan pribumi
pada zaman itu. Beliau bekerja pada biro arsitek di Kalimantan barat, dimana pada perang dunia
kedua, beliau dipaksa untuk mengundurkan diri karna penolakannya terhadap proyek yang beliau
anggap tidak sesuai perhitungannya, namun dengan keluarnya dia dari biro arsitek Belanda,
beliau terselamatkan dari pembantaian yang dilakukan oleh tentara jepang pada masa itu
Keresahan yang dialami F. Silaban pada masa jepang menduduki Indonesia, membuatnya
pergi mengunjungi tempat-tempat dimana berkumpulnya orang yang mempunyai perasaan yang
sama. Salah satu rekan yang dikenalnya ialah Bungkarno, dalam karyanya pada kota Jakarta,
dapat kita lihat bahwa ciri khas dalam arsitektur F. Silaban berkaitan dengan pekerjaannya.
b. PANDANGAN ARSITEKTURAL
Pandangan F. Silaban terhadap arsitektural sering disebut „Idealism Arsitektur‟ Yang dapat
diartikan bahwa beliau dalam kehidupannya secara terus menerus berjuang untuk kemurnian dari
arsitektur dilihat dari perspektif kepentingan rakyat dan negara Indonesia dalam arti seluas
luasnya, karena beliau tergabung dengan „nation building’. Maksud dari kepentingan rakyat ialah
rumah tinggal, sedangkan kepetingan negara Indonesia ialah, gedung-gedung pemerintahan.
Semua pandangan itu beliau lakukan karena kesadaran F. Silaban tentang pengaruh iklim,
khususnya di Indonesia sangatlah tinggi terhadap arsitektural. Luar biasanya pengaruh iklim
terhadap arsitektural membuat F. Silaban membuat respon untuk hujan, panas matahari, angin
kencang.
Pada respon terhadap hujan, pandangan F. Silaban mengenai hal ini yaitu arsitektural
membutuhkan atap yang bebas dari kebocoran, supaya penghuni tidak merasa basah maupun sakit
dan pastinya nyaman. Sedangkan dalam respon untuk menangani panas matahari dibutuhkannya
pelingkup atap yang membuat bangunan teduh serta tidak merasa panas jika berada di dalamnya.
Untuk respon terhadap angin kencang, F. Silaban membuat dinding pelindung, bus atau tram pada
negara yang memiliki iklim temperate. Dalam pandangannya, dinding hanya bersifat sebagai
pencipta runag privasi, sedangkan privasi yang bersifat mutlak hanyalah kamar mandi dan toilet
saja. Serta bangunan harus memiliki plafond yang tinggi, dan memiliki teras di bagian depan dan
belakang. Menurut F. Silaban, rumah tinggal yang tanpa teras yang besar di bagian depan dan
belakang bukanlah ciri dari rumah Indonesia. Serta ditambahkan atap yang keluar dari garis
dinding diatas teras sebagai „Solar Shadowgraph’. menurutnya rumah tinggal di daerah tropis
panas, membutuhkan permainan antara gelap dan terang yang seimbang dan harmonis serta
fungsional. Bagi F. Silaban, arsitektur yang baik merupakan arsitektur yang sesederhana
mungkin, seringkas mungkin, serta sejelas mungkin sehingga hal hal yang tidak bersifat primer
dalam arsitektural, hendaknya di singkirkan. Sedangkan interior dan eksterior menurutnya
terkadang tidak dapat dihidari, asalkan sebaiknya mendukung juga fungsi dari gedung atau
bangunan tersebut. Bagi F. Silaban, atap merupakan hal yang sangat penting, dimana atap harus
sangat aman dan sederhana untuk menghindari kebocoran, dan menurutnya, beton adalah bahan
atap yang paling baik. Sedangkan bahan lantai menurutpandanganya ialah lantai yang dapat
dibersihkan minimal setiap hari tanpa merusak lantai tersebut. Menurutnya, bahan penutup lantai
terbaik ialah ubin plavusien yang berbahan tanah liat. Pandangan lainnya yaitu bentuk arsitektural
yang sederhana dan apa adanya, yang terpenting ialah harus modern serta tropis. Karena
arsitektur mengikuti perkembangan zaman, tentang arsitektur tradisional Indonesia, sebaiknya
kita tidak mengambil bentuknya, namun jiwanya, jiwa dari seorang F. Silaban. F. Silaban sangat
menekankan pada penghematan biaya, tidak semua merupakan hal yang mutlak, contohnya AC
dan pencahayaan buatan.
c. SIKAP KEPROFESIAN
Sebagai seorang arsitek F. Silaban, merupakan orang yang idealis,terkadang beliau harus
merelakan kliennya lepas, hanya karna mempertahankan ideologinya demi kebaikan dari
rancangan karya tersebut. Dalam setiap proyeknya, beliau menekankan pemilihan konstruksi yang
benar dan bahan yang paling awet. Dengan melihat perjalanan profesi F. Silaban, kita dapat
melihat bahwa beliau merupakan orang yang tegas dalam sikap keprofesiannya, selama semua
yang beliau anggap ialah benar.
Dalam prestasi khusus ini, dimaksudkan untuk kemenangan F. Silaban dalam sayembara
yang sering kali beliau ikuti, antara lain:
1935, mendapatkan juara ke-3 dalam sayembara Arsitektur Perencanaa hotel di daerah
pegunungan (Studieprijisvraag)
1935, mendapatkan juara ke-3 dalam sayembara Arsitektur Perencanaa rumah tinggal untuk
walikota (Studieprjisvraag)
1949, mendapatkan juara ke-3 dalam sayembara Gedung Fakultas Pertanian, Bogor
1954, memperoleh juara ke-2 dalam sayembara Tugu Nasional, Jakarta
1954, memperoleh juara ke-1 dalam sayembara Kantor Bank Indonesia, Jalan Thamrin, Jakarta
1954, memperoleh juara ke-1 dalam sayembara Masjid Istiqlal, Jakarta
b. PENGHARGAAN
Melihat perkembangan arsitektur di dunia barat, tahun 1880-an arsitektur dunia barat masih
menggunakan langgam tradisional neo-klasik, hal ini berbeda dengan di Indonesia yang sudah
menggunakan langgam “Indische Empire Stijl” karena banyak banyaknya bangunan pelayanan umum
yang marak kala itu. Pada tahun 1900-an muncul berbagai organisasi nasionalisme, perkembangan
arsitektur tetap berjalan kala itu, langgam di Indonesia tetap memakai langgam Eropa dan langgam Indies
yang lambat laun akan marak karena memberikan pengaruh menyeluruh dalam dunia arsitektur, sehingga
membuat bentukan baru berupa arsitektur Indo-Eropa. Mulai tahun 1966, orde lama pun mulai terkikis,
Indonesia mulai memunculkan sesuatu yang baru yang mencirikan jati dirinya dan sesuai dengan karakter
bangsa, begitu pula dalam bidang arsitektur, Indonesia membutuhkan karya arsitektur yang megah,
kemudian di tahun tersebut terdapat arsitek asli Indonesia, termasuk F. Silaban ini, sehingga banyak
lahirlah karya-karya F.Silaban di masa ini. Karya-karya beliau terpengaruh dari sosial-budaya Indonesia,
politik, ekonomi dari masa ke masa.
Sejarah sosiologi arsitektur yang terdapat di Indonesia belum banyak yang ditulis dalam kaitan
tersebut dimulai sejak adanya politik etis pemerintahan Hindia Belanda tahun 1870. Kemudian muncul
Kultur-Stelsel yang sangat memakan korban jiwa di Indonesia. Politik ini mempengaruhi pola pikir
masyarakat Indonesia kalangan bawah yang menderita, sedangkan untuk kaum bangsawan seperti adanya
hierarki karena munculnya golongan-golongan di antara mereka, sehingga secara tidak langsung politik
ini juga mempengaruhi pandangan arsitektur di Indonesia.
Telaah diakronik adalah telaah mengenai berbagai hal yang berbeda di berbagai waktu yang ada,
sehingga arti dari telaah diakronik karya-karya Silaban adalah menelaah karya-karya arsitek Silaban di
berbagai waktu yang ada. Ada beberapa karya-karya Silaban yang berhasil terlaksana, di antaranya dapat
diamati dalam periodisasi tahun:
Markas Besar TNI Angkatan Udara (MBAU) Jalan Gatot Subroto, 72,
Jakarta
1962 Gedung Pola/Perintis Kemerdekaan, Jalan Proklamasi 56, Jakarta
Hotel Banteng (sekarang Hotel Borobudur, pelaksanaan karya Silaban
hingga mencapai basemen lalu diteruskan arsitek asing), Jakarta
1963 Monumen Pembebasan Irian Barat, Jakarta
Rumah Tinggal Tuan A Lie Hong yang berada di Jalan Gunung Gede 33,
1968
Bogor
±1982 Universitas Nommensen, Polonia Medan
Ada pula karya-karya yang tidak terlaksana, yang utama berupa monumen-monumen:
Mulai dari karya-karya yang terlaksana maupun yang tak terlaksana, bisa diamati selama periode
1951-1978, yang mempunyai perkembangan ciri-ciri khas pada tipologi bangunan umum, sedangkan
bangunan seperti rumah kurang terlalu ditonjolkan oleh F. Silaban.
Bangunan yang telah dirancang oleh F. Silaban mempunyai berbagai segi persamaan, terutama
dari berbagai prinsip desain yaitu kesederhanaan, keringkasan, dan kejelasan yang terlihat dari
penggunaan teknologi. Untuk persamaan-persamaan lainnya bisa dilihat dari persamaan material yang
digunakan pada podium yang sering digunakan, selain itu pada selubung bangunan, dapat juga dilihat dari
orientasinya terhadap iklim tropis. Namun, ada perbedaan yang signifikan pada atapnya, yakni perubahan
atap limasan yang menggunakan kerangka kuda-kuda, lalu yang semula menggunakan penutup atap
genteng, menjadi atap dasar beton bertulang.
Tabel Telaah Diakronik Karya F. Silaban: Bangunan Umum
Periodisa Tah Ciri
Bangunan Latar Belakang Makna Karya
si un Utama
SPMA, Bogor
1951
Bangunan tak terlaksana: Semua karya yang tak terlaksana seperti yang telah dilampirkan di halaman
sebelumnya
Gambar A.9 Silaban dan Bung Karno
(Sumber: www.id.wikipedia.com)
Terdapat pula overlapping ciri karya, Masjid Istiqlal awalnya memakai atap pelat beton yang
awal pelaksanaannya tahun 1961 tetapi mulai perancangannya tahun 1954, Perubahan tersebut didasari
oleh perubahan teknologi dan bahan dan secara belanjut banyak kemajuan-kemajuan yang bertambah
seiring berjalannya waktu yang disebabkan oleh lebih banyaknya informasi dari dan menuju Indonesia
saat itu.
Kebanyakan karya rumah tinggal yang dirancangg F. Silaban sesuai dengan ciri khas
perancangannya yang menampilkan dan menonjolkan kesan tropis. Penggunaan atap pelana pada
periodisasi awal dan bentuk atap limasan pada periodisasi akhir.
Gambar A.11
Rumah Sang
Arsitek
(Sumber:
www.arsitekturindo
nesia.org)
Pada masa awal 1953 hingga masa akhir 1966, masa ini merupakan peralihan ode lama menuju
orde baru, yang mengakhiri politik Mercusuar, yaitu politik yang melatar belakangi sayembara-sayembara
monumen megah untuk mendukung keberlangsungan politik tersebut, sehingga Silaban tidak mempunyai
konsep sendiri untuk membangun monumen. Terdapat beberapa perbedaan yang jelas dalam tiap karya-
karya monumen Silaban, tiap monumen yang dirancang menunjukkan citra dari monumen itu sendiri.,
seperti halnya Gerbang Kalibata menampilkan bentuk candi yang sedang populer saat itu, dengan makna
ingin menampilkan bangsa yang terbatas wawasan dan budayanya, karena mengalami bekas penjajahan.
Namun, Gerbang TMP Kalibata ini menuai kontroversi, karena Silaban yang terkenal dengan prinsipnya
yang kuat yaitu form follow function, mulai melangkahi prinsipnya tersebut, yang mana dibagian depan
fasad gerbang terdapat ornamen-ornamen yang tidak terkesan sederhana.
Dinamika
Politik Ekonomi Sosial Karya atas
Bentuk:
1963-1966: 1963 Budaya: RI memenangkan kejayaan
bentuk-
Kurun Gambar A.14 Monumen atas kembalinya Irian bangsa dan
bentuk
waktu Pembebasan Irian Barat Barat , serta adanya kultus pemimpin
modern
monumen (Sumber: individu terhadap Bung Indonesia.
dari
www.suryokurniadi92.c Karno
Indonesia
om)
±196
Menara Bung Karno,
3-
Jakarta
1966
Melihat secara diakronik dari keseluruhan karya F. Silaban, terdapat perbedaan yang menonjol,
yaitu pada gerbang monumen Pahlawan Kalibata. Silaban dianggap ceroboh terhadap azas atau
pandangan arsitekturalnya sendiri. Hal ini bisa juga dikarenakan oleh masih awalnya Silaban meniti karir
pada saat itu. Menurut F. Silaban, penggunaan ornamen yang tidak sesuai dengan prinsip desainnya
maupun pandangan arsitekturalnya tersebut dilandaskan oleh kefungsiannya. Kemudian, didukung
dengan masih awalnya Silaban dalam meniti karir dan memulai karya-karyanya dalam dunia arsitektur,
sehingga pandangan arsitekturnya masih terkesan berada pada tahap awal. Namun, pada kenyataannya,
ornamen tersebut tidak menggambarkan rasa kepahlawanan yang ada.
9. SINKRONIK KARYA-KARYA SILABAN
Sinkronik adalah sutu pokok masalah yang ada dalam suatu kurun waktu tertentu. Karya-karya
yang sudah beliau rancang dapat dikumpulkan dalam diagram diakronik, melalui simpul-simpul masa
tertentu menurut tipologi bangunan umum, rumah tinggal (kediaman), dan monumen.
Bangunan Umum:
1. Tahun 1951-1960: ciri utama atap limasan
2. 1960-1978: ciri utama atap datar plat beton
3. Tahun 1954-1978: overlapping ciri atap limas dan atap datar plat beton
Monumen:
1. Tahun 1953-1954: ciri utama kesan bening dan bentukan mirip candi
2. Tahun 1954-1960: ciri utama dinamika bentuk diwujudkan dalam bentuk bambu runcing dan lilin
raksasa.
3. Tahun 1963-1966: ciri utama menggunakan bentuk-bentuk modern asal Indonesia.
Meninjau dari kurun waktu tertentu, dapat dikaji bahwa F. Silaban pandangan arsitekturalnya ini
mempengaruhi arsitek-arsitek dalam masa tersebut, dan begitu pula sebaliknya, arsitek-arsitek lain juga
memberikan dampak pada karya-karya beliau.
B. KONSEP KARYA
1. FUNGSIONALITAS
Secara umum, karya arsitektur pastinya memiliki fungsi tersendiri dengan bangunan yang telah tercipta
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang sudah dipertimbangkan secara matang pada saat
perancangannya. Nilai-nilai fungsionalitas merupakan penyampaian secara tersirat bagi arsitek untuk
menyampaikan pesannya melalui pendekatan secara fungsional. Secara singkat, arsitek ingin
menunjukkan buah pemikirannya melalui karya arsitektur dengan pendekatan fungsionalitas.
Pengertian fungsi secara luas melalui aspek-aspek fungsional yang ada dalam arsitektur, meliputi
beberapa pandangan dasar dari berbagai pencetus paham fungsionalis bahwa dari pandangan-pandangan
fungsional arsitektur terdapat :
1. Fungsi simbolisasi
2. Fungsi penunjuk waktu,setting lokasi dan lingkungan
3. Fungsi fisik berupa bentuk, aktivitas, pelindung dan konsep lainnya.
Berangkat dari itu, munculah berbagai teori baru dalam pendekatan fungsional yang dilakukan seorang
arsitek untuk menciptakan karyanya seperti : Fungsional kegunaan, fungsional konstruktivisme,
fungsional ekspresif, dan teori fungsional yang lain.
Melihat dari karya-karya F. Silaban yang sangat mementingkan paham idealisnya, Silaban
memperjuangkan dan mempertahankan apa yang sudah menjadi dasar untuknya dalam menciptakan
sebuah karya yang disebutnya sebagai kemurnian arsitektur. Hal ini dimaksudkan sebagai arsitektur yang
memiliki arti yang sebenarnya dalam artian bahwa arsitektur yang baik berasal dari ide diri sendiri.
“bagi saya arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana mungkin, seringkas mungkin dan
sejalas mungkin” (Budihardjo, Eko, Menuju Arsitektur Indonesia 1993
Pernyataan berikut terbukti bahwa maksud sebenarnya fungsionalitas arsitektur menurut paham idealis
arsitektur Silaban. F. Silaban merupakan seorang arsitek yang membangun karyanya dengan
mengutamakan paham idealis fungsionalis. Paham ini menekankan bahwa bangunan memiliki bentuk
yang menyesuaikan fungsinya dan tetap mempertahankan apa yang sudah menjadi idealismenya.
Tinjauan aspek fungsi karya-karya silaban diperoleh melalui analisa yang komparatif serta
menghubungan secara korelatif terhadap tipologi bangunan seperti bangunan umum, bangunan monument
dan bangunan rumah tinggal.
Tujuan dari pembuatan bangunan monumen untuk memberikan suatu peringatan atau tanda jadi suatu
tokoh, peristiwa, maupun hal yang pernah hadir dan terjadi pada saat itu. Bangunan monumen berperan
dan memiliki pengaruh kepada kehidupan kelompok masyarakat atau suatu bangsa, dengan demikian dari
segi arsitektur, fungsi dari bangunan ini adalah fungsi simbolisasi dari suatu hal yang pernah terjadi. Nilai
fungsionalitas sangat berperan dalam proses penciptaan suatu karya bangunan monumen.
Bangunan-bangunan monumen karya Silaban yang di rancang adalah :
Meskipun dari rancangan beliau yang sudah dikonsep sedemikian hingga untuk membangun monumen
ini tidak semuanya terealisasi. Dilihat dari rancangannya cenderung menyampaikan fungsi simbolisasi
dari keadaan sosial dan kebudayaan pada masa itu.
Bangunan umum yang pernah didesain, oleh F. Silaban terdiri dari bangunan tempat ibadah,
kantor, pendidikan, gedung ekshibisi (pameran). Nilai fungsionalitas yang ditekankan oleh beliau dalam
pembuatan bangunan umum ini lebih mengacu pada penunjukkan setting lokasi dan lingkungan serta
fungsi fisik yang meliputi bentuk, aktivitas, perlindungan dan keamanan.
Ungkapan fisik bangunan umum yang dihasilkan oleh F. Silaban ini mengait fingsionalitas yang
sesuai dengan aspek-aspek yang ada, seperti bentuk-aktivitas-tipologi. Sebagai salah satu contoh
bangunan umumnya adalah Masjid Istiqlal yang memiliki bentuk luas dan besar, terdiri dari teras raksasa.
Hal ini merupakan implementasi dari fungsi kontrol fisik terhadap pengaruh iklim tropis yang sesuai
dengan Negara Indonesia. Bangunan lain seperti Kantor Bank Indonesia, Gedung Pola, Gedung Nasional
– Bogor juga memiliki fungsionalitas serupa.
Secara umum, bangunan rumah tinggal harus memberikan kesan nyaman dan aman bagi
penghuninya. Bagi silaban sebagai seorang arsitek dan seorang kepala rumah tangga, rumah tinggal juga
berfungsi sebagai tempat untuk menghadapi kehidupan bersama keluarganya dan juga sebagai lapangan
kerja untuk dirinya guna meningkatan profesionalismenya sebagai seorang arsitek.
Rumah tinggal F. Silaban yang berada di Bogor dan beserta beberapa rumah yang dirancangnya
menggunakan penekanan disetiap desain. Penekanan tersebut memunculkan nilai-nilai fungsi fisik
(bentuk-aktivitas-tipologi) fungsi perlindungan fungsi keamanan.
Dari segi tata ruang, rumah F. Silaban mengungkapkan bahwa dengan keadaan anggota
keluarganya yang besar dan banyak, rumah yang beliau ciptakan tetap terkesan luas dan longgar.
Dikarenakan susunan organisasi ruangnya yang sederhana, rumah F. Silaban ini memiliki kejelasan dalam
fungsi-fungsinya saja, seperti : kamar tidur, kamar tamu, garasi, dapur, dan lain-lain. Fungsi ruang ini
hanya dibatasi oleh sekat, koridor, maupun hubungan antar ruang secara langsung.
Secara jelas, ungkapan fungsional rumah tinggal F. Silaban dengan jelas mengungkapkan
fungsional sebagai kegunaan (form follows function). Rumah tinggal tersebut dirancang mengikuti
maksud dari kebutuhan anggota keluarga dan fungsi yang dibutuhkan pula oleh anggota keluarganya.
Bangunan-bangunan karya F. Silaban yang tecipta tahun 1950-1970 an yang menjadi objek kajian kritis
ini memiliki komponen teknologi bangunan versi Turner, yaitu : podium, frame, envelope, machinary,
dan infill.
Selama masa produktifnya, Silaban banyak menghasilkan karya rumah tinggal diantaranya adalah :
Dalam bahasan ini akan mengambil contoh dari Rumah tinggal Abdullah Albawahab yang terletak di
Bogor. Rumah kecil dipekarangan samping ruma jalan Tjisadane No. 19, Bogor, tanpa tahun karya dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Podium
2. Frame
Frame atap, kombinasi dari tembok bata, ring beton, dan kayu jati, tanpa bentang kuda-kuda. Frame
badan struktur balok kolom beton bertulang
3. Machinary
Rencana-rencana instalasi kebutuhan utilitas pada bangunan ini tidak dapat diuraikan lebih lanjut karena
kekurangan info dan gambar rencana.
4. Envelope
Selubung yang digunakan adalah bata susun dan finishing lempeng batu kali hias. Daun pintu dan panil
pintu yang terbuat dari kayu jati, daun jendela krepyak miring horizontal dengan kaca mati diatasnya.
5. Infill
Plesteran dan finishing lain didalam dinding-dinding interior batu bata ini masih sangat sederhana.
UNGKAPAN TEKNOLOGI DAN BAHAN ARSITEKTURAL BANGUNAN UMUM
Atap yang digunakan masjid ini adalah atap beton datar. Komponen teknologi pada masjid Istiqlal ini
menunjukkan bahwa adanya kemajuan dalam arsitektur di Indonesia, dikarenakan belum pernah ada
teknologi seperti ini sebelumnya. Sebagai contoh : kontruksi kolom beton kubah kecil diatas ring serta
pembuatan baja polyhedron. Terkait dengan kondisi iklim di Indonesia, bahan yang digunakan juga
menunjukkan bahan bahan yang awet dan mahal (beton, marmer, komposit beton marmer).
Bank Indonesia
Frame yang digunakan oleh bangunan Bank Indonesia yaitu struktur kolom balok beton bertulang.
Envelope menggunakan rooster yang tanggap terhadap iklim. Pemecahan pojok bangunan dengan
selubung massif dari batu bata yang berlapis marmer. Bahan yang digunakan dapat diambil secara
mayoritas bahwa pemilihan bahan adalah bahan yang awet (marmer), terkesan mewah dan disesuaikan
untuk orientasi tanggap iklim (rooster).
Untuk bangunan monumen, teknologi yang digunakan adalah struktur frame beton bertulang dan
envelope merupakan finishing dari beton berupa keramin ataupun marmer.
Teknologi pada masa Silaban memiliki kesamaan yaitu penggunaan struktur fram beton bertulang.
Secara keseluruhan teknologi dan bahan Silaban pada karya-karya yang telah tercipta tidak mengalami
perubahan yang segnifikan. Kesetabilan ini memunculkan menonjolnya arsitektur Silaban pada waktu itu.
Beliau meninggalkan bangunan-bangunan yang sesungguhnya mewakili suatu era yang dapat dikenang,
yaitu era pertama karya arsitektur karya putera tanah air Indonesia sendiri.
3. EKSPRESI
Secara garis besar ekspresi adalah komposisi, karakter yang dipancarkan oleh bangunan dan hanya emoi
manusia yang dapat menafsirkannya. Jika dilihat dari karya-karya rancangan F.Silaban, maka
terceminkan 3 ekspersi, yaitu:
a. Ekspreksi Struktur
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa ekspresi struktur F.Silaban berupa:
1) Penggunaan struktur struktur rangka (frame)
2) Menonjolkan kolom dalam irama tertentu pada setiap karyanya
3) Bangunan berbentuk sederhana, yaitu bentuk dasar geometri.
4) Atap merupakan esensi utama pada karya F.Silaban
b. Ekspresi Tampak
Disimpulkan pada karya –karya F.Silaban, maka ekspresi tampak berupa:
1) Penggunaan sun shading sebagai penyelesaian pada tampaknya, walaupun demikian, beliau
tetap menonjolkan irama pada kolom, karena beliau menganggap sun shading hanya berupa
elemen sekunder.
2) Penyelesaian sudut bangunan yang khas, yaitu dengan memiliki dua arah. Hal ini membuat
bangunan akan memiliki ekspresi tampak yang sama.
3) Proporsi panjang dan lebar bangunan yang tidak sama.
Salah satu aspek yang tidak lepas dari karya arsitektur ialah proporsi. Secara umun proporsi
adalah unsur pembentuk kesatuan dalam rancangan bidang arsitektur yang memiliki hubungan erat
dengan geometris antara sisi dannisinya, ratio atau perbandingan bagian-bagian berbeda pada suatu
komposisi. Proporsi tidak harus dapat dilihat secara jelas, melainkan atas dasar proporsional.
Menurut para pakar, muncul berbagai teori mengenai proporsi, sehingga dapat ditarik kesimpulan
dari teori-teori yang ada, bahwa proporsi merupakan perbandingan dari dua ratio antara bagian terkecil
dengan besaran keseluruhan, yang terukur secara absolut dan rasional.
Dalam bidang arsitektur, proporsi dilihat dari bentuk-bentuk fisik bangunan dengan menentukan
unsur-unsur yang akan dibandingkan. Unsur-unsur tersebut adalah panjang, lebar, dan tinggi sebuah
bangunan. Suatu bangunan dapat dikatakan proporsi jika terdapat ratio-ratio yang sama dalam semua
dimensi-dimensi utama dan bagiannya, sebagai contoh ratio antara panjang dan lebar sebuah ruangan atau
bangunan, atau antara tinggi dan lebar pintu, jendela, permukaan fasad, dan masih banyak ratio lainnya
yang tak terhingga.
Pada hasil karya arsitektur terdapat beberapa elemen-elemen pembentuk proporsi, yaitu
Proporsi menurut tinjauan karya-karya F. silaban berupa segi biografis dan kondisi setting (politik,
arsitektur, teknologi, dan social).
Segi Biografis
F. Silaban merupakan seorang yang sangat teguh memegang prinsip pada keyakinannya, dengan
luasnya wawasan dan pemikiran F. Silaban terhadap bangunan dan lingkunan disekitarnya.
Karya-karya F. silaban dominan dipengaruh barat, seperti Eropa, Amerika Serikat, serta Asia
Timur. Namun lebih dominan ke gaya kolonial Belanda dengan ciri disiplin pada tata cara dan
gaya.
Kondisi Setting
Dipengaruhi oleh keadaan lingkungan baik berupa fisik maupun non fisik. Kondisi setting ini
berupa kondisi sosial politik, Arsitektural dan Teknologi bahan, kontruksi bangungan.
1. Kondisi sosial politik
berpengaruh dalam adanya penghormatan terhadap Ir.Soekarno selaku sebagai pemimpin
Republik Indonesia saat itu. Kedekatan F. Silaban dengan Ir. Soekarno membeikan pengaruh
terhadap karya-karya F.Silaban yaitu ide Nation Building, yaitu suatu paham bahwa bangunan
harus mencerminkan dan membangkitkan kebanggaan nasional, sehingga bangunan memiliki
skala raksasa, heroic, dan megah.
2. Kondisi Bidang Arsitekur
Karya-karya F.Silaban dipengaruhi oleh pengamatan pada tahun 1949-1975 di luar negeri. Kurun
waktu terseut merupakan era arsitekur modern yang menjunjung nilai kemanusiaan,
ekspresionisme, dan ideolisme, sehingga karya F.silaban terdapat nilai-nilai tersebut dengan
menyesuaikan kondisi di Indonesia, Tropis. F.silaban memperkuat aliran arsitektur modern di
Indonesia dengan tujuan memajukan dunia arsitektur Indonesia.
3. Kondisi teknologi Konstruksi dan Bahan bangunan
Revolusi terhadap bidang industri dan teknologi sangat mempengaruhi bentuk- betuk bangunan
saat itu, sehingga semakin majunya teknologi, maka bentuk-bentuk bangunan akan semakin
spektakuler dan tidak terbatas. Struktur rangka(Frame) dan bahan berupa beton bertulang ialah
unsur pokok yang sering digunakan pada bangunan karya-karya F.silaban.
Tinjaun diatas, merupakan pijakan dari pengertian dasar proporsi , dan memberikan pengaruh terhadap
bangunan karya F. Silaban. Bangunan tersebut adalah bangunan monumen, fasilitas umum, dan bangunan
rumah tinggal
Bangunan Monumen/tugu
Dilihat dari hasil karya F.Silaban seperti Tugu Nasional, Menara Bung Karno, Monumen Jendral
Sudirman, dapat disimpulkan bahwa karya F.silaban sangat dipengaruhi oleh suasan politik dan
kondisi arsitektur diluar negri, yaitu paham komunis. Akibat hal ini, munculnya pengorhamatan
secara berlebihan, dengan produk-produk tertentu dimaksudkan sebagai penghormatan terhadap
seseorang atau suatu kejadian yang bersejarah. Dilihat dari fungsinya, tugu atau monument
dituntut megah, berskala besar, dan menjadi point of interest. Dalam rancangannya, F. silaban
menerapkan proporsi kearah bebas.
Bangunan fasilitas umum
Seperti hotel, perkantoran, ataupun bangunan pendidikan. Proporsi berupa adanya sistem modul
persegi empat beraturan, dengan unit terkecil berupa jendela atau pintu. Unsur veertikal
dihasilkan perpaduan dari bentuk persegi dengan kolom, balok, dan unsur detail tampak.
Pembatas proporsi berupa elemen atap, penyelesaian sudut / garis lantai dasar.
5. KOMPOSISI
Aspek yang terakhir yaitu komposisi. Komposisi merupakan meletakkan bersama-sama sesuatu
sehingga menciptakan pola ritme. Pendekatan yang digunakan yaitu menggunakan metode kritik
normatif, dan metode kritik deskriptif. Metode normatif ialah mengtelaah berdasarkan teori-teori estetika
arsitektur berkatian dengan komposisi, sedangkan metode kritik deskriptif ialah berdasarkan pendapat
dari F.Silaban sendiri, teman sebaya, dan pengguna. Ciri khas Silaban yaitu dengan memperhatikan detail
dan bahan bangunan (estetika).
b. Bangunan karya F.Silaban tmenggunakan prinsip form follow function, yang bermakana bentuk
berubah bila fungsinya berubah dan fungsi baru tidak diikuti oleh bentuk yang lain. Karya silaban
banyak menggunakan bentuk yang serupa walaupun dengan fungsi yang berbeda.
c. Penggunaan kolom persegi panjang sering digunakan pada karya F.silaban, sehingga
menghasilkan kesan ramping, dan plastis (mudah dibentuk).
d. Penggunaan struktur rangka yang pada tampak luar bervariasi, ada yang menonjolkan struktur
dengan jelas, da nada yang menyembunyikan strukurnya.
e. bangunan diutamakan kesederhanaan dan fungsi dari pada bentuk sehingga tercipta
keseimbangan komposisi
Contoh bangunan:
Istiqlal merupakan salah satu karya dari Frederich Silaban yang sangat popular pada masanya, karena
masjid istiqlal merupakan masjid terbesar di Asia Tenggara pada tahun 1970-an berkapasitas 200. 000
orang.. Istiqlal dirancang mulai dari sayembara yang diadakan pada tahun 1955 yang diadakan oleh
Presiden Soekarno. F.silaban memenangkan sayembara tersebut dengan tema”ketuhanan:”. Pembangunan
baru terlaksanakan pada tahun 1965, dan sempat tertunda pada tahun 1966-1970. Dilanjutkan kembali
pada tahun 1972. Hingga Ir.Soekarno meresmikannya pada 22 Febuari 1978.
Momen ini menunjukkan toleransi antar umat agama begitu menonjol, karena F.Silaban merupakan
penganut Kristen Protestan, namun hal itu tidak menjadi kendala.
Ciri Arsitektural:
Penggunaan struktur vertikal yang menonjol pada fasadnya, berupa kolom-kolom.
Menggunakan penghawaan alami, ventilasi berupa lubang beronamen logam krawangan, dan
tidak memiliki dinding massive
Bentuk bangunan yang bergaya modern, dengan campuran gaya arsitektural islam pada
penggunaan kubah.
Material yang digunakan berupa stainless steel yang memberi kesan kokoh dan kuat, dan marmer
bersifat megah
3. Rumah F. Silaban
Gedung Pola Rencana Pembangunan Semesta dirancang pada tahun 1912-1984 ini, merupakan
museum atau galeri yang memamerkan rencana-rencana fisik besar atau proyek-proyek yang digagas oleh
Pemerintah Republik Indonesia berupa gedung-gedung.
Dari segi arsitekturalnya,
Penggunaan naungan atap datar yang besar
Dinding tidak massive, sebagai tanggap tropis, penghawaan alami.
Dengan menonjolkan struktur vertikal berupa kolom-kolom pipih.
Bentuk bangunan yang modern dan sederhana, yaitu berbentuk dasar kotak
Pentaan tapak diperjelas untuk memberi kesan monumental pada bangunan.
Gambar C.9 Monumen Pembebasan Irian Barat Gambar C.10 Monumen Pembebasan Irian Barat (sumber:
(sumber: https://www.republika.co.id/berita/inpicture/jabotabek-
https://megapolitan.kompas.com/read/2018/07/0 inpicture/18/04/09/p6x869314-foto-udara-taman-
2/14592061/mengagumi-kemegahan-lapangan- pembebasan-irian-barat-setelah-renovasi)
banteng)
D. Kesimpulan
Secara garis besar, jika melihat hasil karya-karya F.silaban berupa rumah tingga, bangunan umum, dan
monumen, maka terdapat ciri khas pada karyanya, yaitu:
Desain bangunan merupakan respon terhadap tanggap iklim tropis.
Bentuk bangunan arsitektur mengarah ke arsitektur modern, berbentuk dasar geometri
Bangunan sedemikian diutamakan kesederhanaan
Mempunyai emperan yang besar dan bukan hanya overstek yang sempit
Atap merupakan hal terpenting pada rancangan F.Silaban.
Menggunakan struktur rangka (frame) dan irama , dengan penonjolan kolomnya pada bangunan,
sehingga menciptakan unsur vertikal dan horizontal.
Struktur menggunakan beton yang dilapisi oleh lapisan isolasi yang terdiri dari pasangan lapisan
batu bata, dan ditutup oleh lapisan bahan keras seperti lantai keramik yang tahan terhadap hujan
dan sinar matahari
Menggunakan penghawaan alami, sehingga AC tidak terlalu diperlukan dikarenakan saat itu,
suhu di Indonesia tidak begitu ekstrim.
F. Silaban pada karya-karyanya lebih menganut komposisi dominasi untuk mengungkapkan
bentuk, dengan diupayakannya keseimbangan antara fungsi, struktur, dan bentuk.
Bentuk dan konsep gaya yang dianut F. Silaban lebih mengarah pada arsitektur tropis, dengan
estetika yang tumbuh dari kebutuhan. Dikarenan iklim bernotaben tidak mengalami banyak
perubahan, maka mengakibatkan karya-karya F.Silaban cenderung bertahan lama.
Komposisi fungsi, struktur dan bentuk tercipta dari kebutuhan dalam pemecahan permasalahan
iklim dengan penyesuain terhadap kondisi sekitar
Mengutamakan kepentingan kenyamanan bagi pengguna, seperti melindungi pengguna dari cuaca
ekstrim dan bahaya yang lain-lain.
Pada karya-karya bangunan F. Silaban proporsi terlihat pada strukur, bahan dan fungsi bangunan.
Bangunan memiliki bentuk yang sederhana, tegas, dan lugas.
Bangunan lebih dominan berbentuk persegi, atau bujur sangkar
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiati, Yuke. 2005. Bung Karno Sang Arsitek. Depok: Komunitas Bambu
Odang, Astuti SA. 1992. Arsitek dan Karyanya : F.Silaban dalam Konsep dan Karya.
Bandung: NOVA