Anda di halaman 1dari 28

Sejarah dan Teori Arsitektur II

Pemahaman Perkembangan Arsitektur di


Indonesia Masa Pembangunan pada Era
Arsitektur F. Silaban

Disusun Oleh:
M. Rizky

135060507111033

Adinda Fara A.
Dinny Rahmaningrum
Hanna R. Siahaan
Ratna Arianda J.
Raufina Ayu A.

155060500111022
155060501111048
155060500111042
155060507111026
155060501111018

JURUSAN ARISTEKTUR
FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
TELAAH UMUM

1. Perjalanan Hidup
Friedrich

Silaban

Ompu

ni

Maya

lahir pada tanggal 16 Desember 1912 di

Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara. Mayoritas masa hidup beliau dihabiskan di kota
Bogor, kampung halaman kedua dan kota Jakarta.
Masa kecil F.Silaban di Tapanuli hanya dilalui sebentar, setelah lulus dari Sekolah
Dasar Belanda/HIS (Holland Inlandshe School) di Narumonda tahun 1927, beliau
melanjutkan ke Sekolah Tekniknya/KWS (Koninginlijke Wilhelmina School) di Jakarta
dan lulus pada tahun 1931 di Jakarta yang kala itu masih disebut Batavia. Kemudian
F.Silaban bekerja sebagai juru gambar bangunan Kotapraja Batavia (bouwkundig
tekenaar Stadsgemeente Batavia), dan pada sore harinya memanfaatkan waktunya untuk
bekerja pada salah satu biro Arsitek Belanda. Saat itu, beliau sering ikut serta di pameran
gambar di Pasar Gambir Jakarta.
Pada tanggal 18 Oktober 1946, F.Silaban menikah dengan seorang gadis keturunan
Indo-Belanda, Kievits boru Simamora dan dikaruniai 10 orang anak. Seorang
diantaranya, yaitu Ir. Panogu Silaban mewarisi bakat beliau di bidang arsitektur. Bakat
menonjol dalam diri pemuda Silaban memang sudah nampak sejak dulu, meskipun
belum sempat mengikuti pendidikan arsitektur secara formal. Beliau selalu berkeinginan
2

untuk mengikuti pendidikan arsitektur secara formal, yang nantinya akan tercapai setelah
tahun 1950.

F.Silaban dan keluarganyan pergi berlibur ke Amsterdam selama 7 bulan, kesempatan


di malam hari beliau gunakan untuk kuliah malam di Academic voor Bouwkunst
Amsterdam.Bakat F.Silaban teruji telah teruji lewat prestasinya memenangkan berbagai
sayembara arsitektur, antara lain pemenang ke-3 sebanyak 2 kali dalam sayembara
arsitektur

yang

dikenal

dengan

sebutan

studieprijsvraag

dan

pemenang

pertama perancangan Masjid Istiqlal.


F.Silaban mempunyai hobi catur dan melukis dengan cat air yang tentunya sangat
bermanfaat dalam menunjang kegiatan perancangan. Hal tersebut terbukti dengan
banyaknya

lukisan-lukisan cat air tentang interior maupun eksterior bangunan yang

tergantung di dinding ruang kerjanya.Sekitar tahun 1982, F.Silaban merancang karya


terakhirnya yaitu Universitas Nommosen di Medan. Tanggal 14 Mei 1984, beliau
akhirnya menghadap Sang Maha Pencipta dalam usia 71 tahun, karena sakit
2. Riwayat Pendidikan Formal

1927 : Tamat HIS (Holland Inlandshe School) Narumonda, Tapanuli, Sumatera


Utara

1931 : Tamat KWS (Koninginlijke Wilhelmina School), Jakarta

1950 : Mengikuti kuliah di kelas akhir Academic voor Bouwkunst, Amsterdam.


Untuk menguji kemampuan dalam bidang arsitektur

3. Riwayat Pekerjaan

1931 (Mei-Juli)

1931 1937

: Pengawas Bagian Teknik Kotapraja Jakarta

1937 1939

: Geniechef Pontianak (Kepala Teknik Pontianak) untuk

: Juru Gambar Bangunan Kotapraja Jakarta

daerah

Kalimantan Barat

1939 1942

: Pengawas Juru Gambar Kotapraja Bogor

1942 1949

: Direktur Burgerlijk Openbare Werken (BOW) Bogor

(Kepala

DPU Bogor)

1949 (akhir) Mei 1965 : Kepala DPU Kota Bogor, sambil 5 tahun menjadi
3
Ketua Panitia
Keindahan Kota DKI Jakarta

1959 1962

: Anggota Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS)

1965 (Mei)

: Pensiun Kotamadya Bogor

1967 1984

: Wakil Kepala Proyek Masjid Istiqlal Jakarta

1972 1976

: Dosen mata kuliah Kode Etik & Tata Laku Profesi pada Fakultas

Teknik Universitas Indonesia Jakarta.


Berikut ini adalah kritik Ir. Hasan Poerbo Hadiwidjojo MCD sebagai Expert Critism
yang berpendapat bahwa F. Silaban menonjol di antara rekan-rekan seprofesi lainnya :
Beliau (Pak Silaban) orang yang punya kemampuan untuk mengangkat diri,
mempelajari sendiri lebih dari yang didapatkannya di sekolah. Dari pendirianpendirian beliau terlihat bacaannya cukup banyak. Dari kesempatan-kesempatan saya
bertemu

dengan

beliau,

percakapan atau ceramah beliau pada seminar-seminar,

mendengarkan
diskusi-diskusi

nampak

bahwa buku-buku itu pasti dibacanya betul


...........................
Rencana-rencana beliau adalah rencana-rencana yang cukup mempunyai
kekuatan yang berasal dari keyakinan.
4. Perjalanan ke Luar Negeri
F.Silaban banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Ada diantaranya bertujuan
untuk berlibur bersama keluarga, sekaligus dimanfaatkan untuk mengikuti kuliah malam.
Beberapa perjalanan yang lain sebagian besar adalah perjalanan dalam rangka mengikuti
dan mempelajari perkembangan arsitektur di negara-negara yang bersangkutan secara
nyata.
Secara singkat dapat digambarkan perjalanan beliau ke luar negeri adalah sebagai
berikut:

1949 (akhir)

: Cuti di Nederland, hampir 1 tahun. Sempat mengikuti kuliahdi

Academic van Bouwkunst di Amsterdam

1954

: Perjalanan ke Jepang, Philipina, Burma, dan India

1957

: Perjalanan ke Amerika Serikat dan mengunjungi hampir tiap

besar (selama 4 bulan)


4

1961

1962

: Perjalanan ke Jepang

1964

: Keliling dunia

: Keliling dunia

kota

1965

: Bekerja di Wiena selama 2 minggu

1971

: Perjalanan ke Jerman Barat, Italia, Yunani, Jepang

1973

: Perjalanan ke Iran, Libanon, Mesir, Jerman Barat, Malaysia

1975

: Perjalanan ke Nederland, Jerman Barat, dan Canada

1981

: Perjalanan ke Nederland dan Jerman Barat

5. Pandangan Hidup
Dengan mengetahui pandangan hidup arsiteknya, akan lebih mudah bagi kita
memahami pandangan arsitekturalnya. Karena dua hal ini bersumber dari kejiwaan yang
sama, namun dengan sulitnya menemukan data yang mengungkapkan tentang pandangan
hidup beliau karena terbukti telah banyaknya produktivitas beliau di balik meja gambar
dari pada di balik meja mimbar.
Menurut kata orang, Silaban ini sulit ditemui. Diperkirakan karena kesibukan beliau
pada masa-masa dulu, sehubungan karya-karya beliau yang pada waktu itu menjadi
bahian dari Natiom Building.
6. Pandangan Arsitektural
Silaban memiliki pandangan yang disebutnya Idealisme Arsitektur yang
menurutnya pendirian atau sikap hidup yang secara terus menerus memperjuangkan
kemurnian arsitektur ditilik dari sudut kepentingan rakyat dan Negara Indonesia dalam
arti kata yang seluas-luasnya.
Bagi

Silaban

arsitektur

yang

baik

adalah

arsitektur

yang

sesederhana

mungkin,seringkas mungkin dan sejelas mungkin. Tentang ornamen, beliau berpendapat:


bahwa adakalanya suatu perhiasan tidak dapat dihindarkan, dalam hal ini perhiasan itu
sebaiknya menggarisbawahi fungsi gedung yang bersangkutan. Menurut beliau,
penggunaan terlalu banyak elemen pada suatu gedung akhirnya tidak menguntungkan,
karena mengurangi kejelasan gedung itu. Rumah-rumah yang ideal bagi Silaban, adalah
yang:

Dikelilingi emper peneduh dan mempunyai plafon setinggi minimal 4 meter

Mempunyai bentuk atap yang ringkas dan penutup atapnya terdiri dari material yang
tahan lama, 5sehingga tidak akan terjadi kebocoran

Menurut beliau pemlihan material berkualitas tinggi dengan harga yang tinggi pula a
kan lebih menguntungkan daripada penggunaan material berkualitasrendah dengan
harga yang rendah

Kualitas lantai yang bagus adalah lantai yang tetap awet meskipun di cuci setiap hari
Bentuk arsitektur Indonesia tidak perlu dicari, sebab bangsa Indonesia itu

masih

dalam

proses

pembentukan.

Namun,

arsitektur

sendiri

Indonesia

itu

harus modern dan bersifat tropis. Tentang sikap kita terhadap arsitekturtradisional, kita
sebaiknya jangan mengambil bentuknya, melainkan jiwanya.
7. Prestasi Khusus dan Penghargaan
1935 : memperoleh hadiah ke-3 sayembara Arsitektur Perencanaan sebuah hotel

di daerah pegunungan (Sayembara dalam rangka studi)


1935 : memperoleh hadiah ke-3 sayembara Arsitektur Perencanaan sebuah

Rumah Tinggal untuk Walikota


1949 : memperoleh hadiah ke-3 sayembara Gedung Fakultas Pertanian di Bogor
1954 : memperoleh hadiah ke-2 sayembara Tugu Nasional Jakarta
1954 : memperoleh hadiah ke-1 sayembara Kantor Bank Indonesia, Jalan

Thamrin Jakarta
1954 : memperoleh hadiah ke-1 sayembara Masjid Istiqlal di Jakarta

UJUD KONTEKS HISTORIS


Perkembangan Arsiektur Dunia dalam Kaitan F. Silaban
Konteks Historis merupakan sisi extern latar belakang karya arsitektur. Yakni kondisi
arsitektural maupun non-arsitektural yang mencakup tempat dan waktu kapan karya
arsitektur tersebut dihasilkan. Kondisi arsitektural meliputi perkembangan arsitektur dunia
maupun pengaruh di Indonesia, sedangkan kondisi non-arsitektural adalah sejarah sosiologi
arsitektur di Indonesia yang memiliki bermacam-macam tema politik, ekonomi, dan sosial
budaya sebagai akibat dari pengaruh tema-tema tersebut.
Dari perkembangan politik, ekonomi dan sosial budaya tersebut juga mempengaruhi
6
perkembangan karya-karya
dari F. Silaban, dapat dilihat dari karya-karya secara diakronik

yang akan dapat diungkapkan makna-maknanya dan juga secara sinkronik akan dapat dilihat
seberapa pengaruh terhadap karya-karya lainnya.

Dari hal situ wujud konteks historis berupa telaah :


1. Perkembanagna Arsitektur Dunia dalam Kaitan F. Silaban
2. Sejarah Sosiologi Arsitektur di Indonesia dan Perkembangan Arsitektur dalam Kaitan
dengan F. Silaban
3. Telaah Diakronik Karya F. Silaban
4. Telaah Sinkronik Karya F. Silaban
Sehubungan dengan data kronologis pembangunan dari hasil karya F. Silaban pada masa
tertentu memiliki ciri dan makna tertentu yang semuanya merupakan perkembangan ciri dan
makna karya F. Silaban, belum dapat disajikan seperti seharusnya namun diharapkan tetap
dapat menguji apakah Silaban selalu taat terhadapat azas dalam berkarya. Dan sehubungan
dengan data yang diperoleh pula, penyajian kritik tidak dibuat berkelompok sub-bab
tersendiri, namun terselip didalam kelompok-kelompok sub-bab wujud konteks biografis dan
historis.
Titik tolak pengamatan pekembangan arsitektur dunia berdasarkan kaitan-kaitannya
dengan F. Silaban yaitu :
-Ujud dan setting masa karya yang tak terlepas dari pandangan-pandangan arsiteknya.
-Kunjungan Silaban ke berbagai negara pada waktu tertentu dan berulang kali.
Ketika karir arsiteknya pada tahun 1912-1984 pandangan arsitektur Silaban yaitu ingin
menampilkan bentuk yang belum pernah dimiliki bangsa Indonesia yang dimaksudkan untuk
menghapus citra bangsa kuli di negeri ini. Setting karyanya pada 1950-1970 masih terasa
berpengaruh hingga saat ini. Hal itu yang menegaskan tetang batas awal munculnya benihbenih Arsitektu Modern di dunia barat.
a. Sekitar Munculnya Arsitektur Modern dan perkembangannya di sekitar F. Silaban
Kecenderungan perkembangan budaya tahun 1750-1939 atau biasa dikenal dengan
sebutan Transformasi Kultural, Transformasi Territorial dan Transformasi Teknikal.
Transformasi Kultural terungkap dari arsitektur Neo Klasik pada 1750-1900 yang
memberikan dua hal yang berbeda namun tetap berkaitan dalam perkembangannya.
Sedangkan Transformasi Territorial yang berlangsung pada 1800-1909 ditandai dengan
7

perkembangan perkotaan pada masa itu. Yang pada intinya adalah memperluas fisik serta
intelektual spiritual.

Transformasi Teknikal pada tahun 1775-1939 memunculkan material bangunan buatan


yaitu besi dalam sejarah arsitektural yang memiliki perkembangan begitu cepat. Rel adalah
unit kontruksi pertama, kemudian balok penopang.kemunculan ini membuat bentuk kota tak
bisa lepas dari teknologi yang memberikan pemahaman tentang bentuk yang diasumsikan
bentuk arsitektur lahir daro struktur.
Dari perkembangan tersebut munculah arsitektur modern pada abad ke 19. Kemudian
munculah Revolusi Estetika yang merupakan hasil peran dari Silaban dalam negeri sendiri.
Revolusi Estetika ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
1. Kemajuan Teknologi yang menawarkan bahan-bahan bangunan baru.
2. Meningkatnya jumlah kaum kapitalis pada abad ke 19
Jika disimak, kemajuan teknologi merupakan unsur dari sumber akar budaya modern,
seperti yang dikatakan Brolin (1976: 14-16) selengkapnya seperti disarikan dari pendapat
Brolin berikut :
1. Kapitalisme, sistem dari kapitalisme yang mengarahkan semua energi dalam
meningkatkan efisiensi untk pengembalian keuntungan akhir
2. Etika Protestan, yang menunjukkan semangat kerja keras da memberikan pengertian
bahwa kerja keras itu indah.
3. Kebajikan diti, yang hanya dapat diperbandingkan dengan musu Kristen abad ke 19.
4. Pemuhaan Alasab, bahwa penggantian tradisi dengan ilmu pengetahuan rekayasa
yang dipuja sebagai sumber kebenaran.
5. Kesuksesan Teknologi dan ilmu pengetahuan, meningkatkan pemujaan terhadap
perubahan.
6. Pemahaman salah yang telah populer mengenai teori Evolusi Darwin.

Sejarah Sosiologi Arsitektur di Indonesia dan Perkembangan Arsitektur


dalam Kaitan F. Silaban
Ketahuilah apa yang akan kau ketahui dan ketahuilah apa yang tak kau ketahui
secara menyeluruh dan mendasar. (diarikan dari Jujun S. Ssuriasumantri, 1988)
Sejarah sosiologi arsitektur di Indonesia yang belum banyak di tulis dalam kaitan politik
etis pemerintah Hindia Belanda tahun 1870. Politik baru yang merupakan langkah lanjutan
8
setelah penghapusan
Kultur-Stelsel (tanam Paksa) sangat menyengsarakan dan memakan

banyak korban jiwa yang mereka anggap sebagai balas budi mereka terhadap rakyat

Indonesia. Akibat politik tersebut sangat bersar bagi kas pemerintas Belanda dalam
sektorperkembunan, tapi juga perkembangan arsitektur dan kota di Indonesia.
Pada abad ke 18, sosial masyarakat di negara barat sedang mengalami perubahan besarbesaran akibat revolusi industri sedangkan di tanah air masyarahat masih terjajah oleh
bangsa Belanda. Perkembangan arsitektur di Barat saat itu berlangsung langgam tradisional
Neo Klasik sedangkan di Indonesia langgam arsitektur Indische Empire Stjil. Dari hal itu
dapat kita ketahui bahwa pad amasa itu masih ada kebebasan tentang ekspresi bangunan di
Indonesia.
Tahun 1908 muncul paham nasionalisme yang ditandai dengan munculnya organisasi
Budi Utama yang diketuai oleh dr. Wahidin Sudiro Husodo. Suasana Nasionalisme ini
mendorong munculnya ujud Pendidika Nasional Indonesia oleh Ki Hajar Dewantara melalui
Taman siswa dengan lambang serta semboyan Tut Wuri Handayani.
Masa itu perkembangan arsitektur di Indonesia tetap melaju. Umumnya bangunan
kolonial yang memakai langgam Eropa. Namun pada 1920 terdapat pula 2 gerakan di dalam
arsitektur Indonesia yang disebut Indies. Gerakan tersebut memberikan pengaruh arsitektur
modern secara menyeluruh dan lebih khusus untuk menyusun suatu arsitektur Indo Eropa
yang ideal. Hal tersebut terwujud dalam bangunan pasar gambir. Titik tolak gerakan tersebut
yaitu ketika Thomas Karsten, H. Maclaine Pont bersimpati terhadap masyarakat dan Budaya
Jawa. Dan F. Silaban sebagai partisipan yang mewujudkannya dengan gagasan arsitektur
Indo-Eropa pada bangunan Pasar Gambir.
Sementara di Indonesia masa ini banyak mempunyai hal-hal penting, begitu pula di
manca negara. Di negara barat, Walter Gropius menentang fungsi Fungsionalism yang dalam
kurun waktu 4 tahunkemudian Gropius mendaji anggota rsitek ekspresionis yang
bereksponden dengan kaum Utopian yang menuntur kembali Integrasi bangunan abad
pertengahan. Sedangkan Frank Lloyd Wright menyatakan tetang arsitektur organk yang
kenyatannya Gropus dan Wright sendiri pada 1950 tidak mendesain karyanya dengan
organik.
Sementara diIndonesia tahun 1920 setelah gerakan kebangsaan diikuti oleh Polemik
Kebudayaan dan mucul
Pujangga Baru yang melawan kolonial melalui karya sastranya.
9
Tercatat peristiwa penting lagi yakni Sumpah Pemuda , kebulatan tkad pemuda bangsa
Indonesia dalam mempertahankan satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa. Kemudian

meletus proklamasi Indonesia dan mulai diadakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing


Belanda di Indonesia.
Politik saat itu dilanda pergolakan, namun hal positif yang dilakukan Presiden pertama
Indonesia saat itu adalah upaya pembentukan pribadi dan karakter bangsa Indonesia yang
dikenal dengan Nation and Character Building yang kaitannya untuk mengangkat harga diri
bangsa Indonesia. Hal itu diwakili dengan adanya pembangunan diantara karya arsitektur
yang pada saat itu merupakan pemborosan di tengah kemiskinan rakyat. Disaat kebutuhan
dakan hadirnya karya arsitektur yang megah ini datang dan jumlah arsitek yang ada hanya
sedikit maka lahirlah karya-karya Silaban yang atas dorongan jaman memang harus lahir
mencirikan kemegahan bangsa Indonesia dan bukan lagu bangsa kuli. Maka dapat dipahami
perjalanan karya Silaban dalam arah diakronik yang mendapat pengaruh dari suasana
budaya, poliik, ekonomi dan sosial dari masa ke masa.
Karya-Karya F.Silaban
Karya-karya F. Silaban yang terlaksana adalah:

1951

1951 1953

1953

: Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata-

1954

: Masjid Istiqlal, Jakarta

1958

: Bank Indonesia, Jakarta

1958 1960

: Gedung SPMA ( Sekolah Pertanian Menengah Atas ) Bogor


: Gedung Kantor Perikanan, Bogor

: Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jakarta

Gedung FLAT BLLD, Jakarta

1960

1960 1962

: Bank BNI 1946, Jakarta


: Bank BNI 1946, Medan

Bank Indonesia, Surabaya

1962

: Markas besar TNI Angkatan Udara, Jakarta


Gedung Pola/ Perintis Kemerdekaan, Jakarta
Basement Hotel Banteng (Kini Hotel Borobudur), Jakarta

1963

: Monumen Pembebasan Irian Barat, Jakarta

10
1968

: Rumah tinggal Tuan A Lie Hong, Bogor-

1982

: Universitas Nommensen, Kolonial Medan

Sedangkan karya-karya yang tak terlaksana diantaranya

Menara Bung Karno

Gedung Baru Dewan Pengawas Keuangan, Bogor

Gedung Nasional, Bogor

Pemusatan Jawatan/Instansi Kementrian Keuangan, Jakarta

Gedung Kompleks Departement Umum dan Tenaga, Jakarta

Perluasan Kompleks Bank Indonesia, Jakarta

Hotel Lapangan Banteng, Jakarta

Gedung Teater Nasional, Jakarta

Pemusatan Jawatan/Instansi Kementrian Keuangan, Medan

Kantor Departemen Kejaksaan

Dan lain-lain

Setelah diamati selama kurun waktu 1950 - 1978, dapat dikatakan bahwa
bangunan-bangunan
tersebut memiliki perkembangan ciri khas. Hal ini terlihat jelas pada tipologi bangunan
umum dan monumen, namun kurang menonjol pada tipologi rumah tinggal.

Dan masih banyak lagi, namun tidak hanya itu saja banyak pula karya karya yang tak
terlaksana yang tertama adalah untuk monumen-monumen dan gedug-gedung yang jika
diamati memiliki perkembangan ciri khas terutama pada typologi bangunan umum dan
monumen.
-

Diakronik Karya Bangunan Umum Silaban

Secara umum bangunan umum Silaban mempunyai persamaan dari segi kesederhanaan,
keringkasan dan kejelasan dari segi bentuk dan kesamaan pemecahan teknologi dan juga
kedekatan bahan bangunan klasik pada podium, kerangka badan dan selubung bangunan, dan
orientasi terhadap iklim tropis. Namun terdapat perbedaan pada bentuk, pemecahan
teknologi dan bahan11bangunan pada kerangka atap.
-

Kurun 1951-1960 Ciri atap limas genteng

Bangunan

: 1951; SPMA, Bogor

1958; Bank Indonesia di Jalan Thamrin Jakarta.


Latar Belakang

: Polesksosbud; nasionalisasi asing, perekonomian lesu.

Arsitektur : tahap pembentkan/ generasi awal arsitektur Indonesia


Makna

: Karya awal Arsitek Asli Indonesia

Kurun 1960-1978 ciri atap pelat datar beton

Bangunan :

Terlaksana

1960: BNI 1946 Pusat, Jakarta


1960: BNI 1946 Medan
1960: Bank Indonesia Surabaya
1962: MBAU Jakarta
1962: Gedung Pola Jakarta

Latar Belakang: Poleksosbud: Pembangunan Semesta dan Nation & CHaracter


Building awal Orde Baru, Pembangunan Lima Tahun
Arsitektur: Proyek Mercu Suar dalam kaitan Nation & Character Building.

Makna Proyek: Karya Silaban dalam kurun ini sebagian benar untuk mndukung
politik Mercu Suar maka hemat penulis makna karya kurun ini:
Karya Mercu Suar

Dalam perubahan kritis karya disini, terjadi overlaping ciri karya Masjid Istiqlal
memakai atap beton plat, yang dimulai plekasanaan tahun 1961 tetapi mulai perancangan
tahun 1954 (kemenangan sayembara).
12

Perubahan ini diduga berdasarkan perkembangan teknologi dan bahan serta vocabulary
lain dalam arsitketur yang makin bertambah, akibat pergaulan bangsa dan arus informasi ke
Indonesia yang makin berkembang.
Diakronik Karya Rumah Tinggal
Secara umum karya-karya rumah tinggal mempunyai kesamaan dalam menampilkan
jiwa tropis, karena minimnya data perbedaan yang dapat ditemukan adalah penggnaan
bentuk atap pelana pada kurun waktu awal dan bentuk atap limasan pada kurun waktu akhir.
Kurun waktu 1951-1979
Masa awal karya Arsitektur Silaban 1951, dimaksudkan untuk karya yang dilaksanakan
dan munculnya sesudah Indonesia merdeka. Namun untuk karya perencanaan/ perancangan
rumah tinggal masa awal dan sebagai karya-karya yang terlaksana maupun tidak, tidak
terdata tanggal pembuatannya.

TELAAH KRITIS KONSEP DAN KARYA FISIK F. SILABAN


Karya arsitektur, tidak semata-mata lahir karena merancang adalah dasar dari segala
akttivitas manusia mengutip pandangan Papanek- tapi juga untuk aktivitas manusia itu
sendiri, yang hadir dalam salah satu wujudnya yakni: bangunan. Bangunanan dalam kaitan
telaah karya Silaban ialah bangunan umum, rumah tinggal, juga karya-karya monument
Silaban. Yang terlaksana maupun yang tak jadi dilaksanakan.
Karya-karya F. Silaan ditelaah dengan lima aspek yaitu: fungsi, teknologi, dan bahan,
ekspresi, proporsi dan komposisi dalam menentukan sejarah perkembangan arsitektur di
Indonesia.
1. Fungsi
Setiap karya arsitektur dikatakan berfungsi , karena karya tersebut dapat
dimanifestasikan tujuan peiciptaan dan pengadaannya, melalui kandungan nilai-nilai
fungsionalitas arsitektur. Nilai-nilai fungsionalitas arsitektur merupakan ungkapan
makna arsitektur
melalui pendekatan fungsional, dalam pengertian luas dan
13
sistemik.dari pandangan fungsional arsitektur meurut Papanek, Larry ligo, Christian
Norberg maka dapat dirampatankan, bahwa pengertian fungsi secara luas dalam suatu

karya arsitektur adalah Fungsi simbolisasi, fungsi penunjk waktu, setting lokasi, dan
lingkungan, fungsi fisik meliputibentuk, aktivitas, pelindung dan keamanan.
Deiversifikasi dari pengertin fungsi dalam system arsitektur meliputi (Handlex,
Benyamin, 1970:6-11) yaitu Fungsional kegunaan (form follows function), Fungsionl
konstriktivisme (form follows structural functioning), fungsional ekspresif,
fungsional

geometris,

fungsional

organic,

fungsional

berdaya

alam.

Fungsionalitas Arsitektur menurut Silaban


Lalui karya-karya Silaban dengan faham idealism arsitekturnya, telah
memperjuangkan dan mempertahankan apa yang disebut sebagai kemurnian
arsitektur. Kemurnian arsitektur dimaksudkan sebagai arsitektur yang mempunyai arti
yang sesungghunya, yaitu arsitektur yang baik. Manurut Silaban aristektur yang baik
bukan sesuatu yang muluk-muluk, tetapi merupkan perwujudan idealism arsitektur
yang sederhana, ringkas dan jelas.
Sesederhana mungkin, seringkas mungkin, sejelas mungkin, mensiratkan
huungan atau kaitan anatara elemen-elemen atau unsur-unsur bngunan dengan fungsi
bangunan. Pernyataan berikut ini mensuratkan apa sebenarnya fungsionalitas
arsitektur menurut idealism arsiektur Silaban.
Tinjauan aspek fungsi karya-karya Silaban
Bangunan monument sebagai simbolisasi sosial politik
Tujuan penciptaan dan pengadaan bangunan monument adalah untuk
memberikan tanda peringatan pada suatu tokoh pribadi, kejadian atau persitwa yang
pernah eksis hadir, berperan dan berpengaruh terhadap kehidupan kelompok
masyarakat atau bangsa, dengan demikian dari segi kearsitekturan, fungsi simbolisasi
merupakan nilai-nilai fungsionalitas yang sangat berperan dalam proses kreaifitas
enciptaan bangunan monument. Seingga seorang arsitek dalam menciptakan
bangunan monument, selain dilandasio oleh kepekaan pada prinsip-prinsip estetika,
juga memerlukan pemahaman terhadap nila-nilai fungsionalitas aristitektur bangunan
simbolis.
Bangunan-bangunan monument karya Silaban yang dirancang adalah: bangunan
dasar Monumen Lapangan Banteng, Bangunan Tugu Nasional (sekarang monument
nasional), monumen Jendral Sudirman TMP Kalbata, menara Bung Karno.
Meskipun tidak
14 semua bangunan monument direalisasikan pembangunannya, namun
melalui hasil rancangannya cenderung mengungkapkan fungsi simbolisasi dari
kondsi social-budaya pada masa itu, Antara lain factor pemberi tugas dan factor

kondisi social mercusuar, kultus individu, perjuangan pembebasan/kemerdekaan,


dengan slogan politik alaah Panglima
Silaban dalam merancang bangunan monument sebagian besar menggunakan
bentuk-nbntuk geometris sederhana, dalam arti telanjang dan miskin ornament.
Kecenderungan ini nampaknya mengandung ungkapan fungsinal geometris yang
mengandalakn kepuasan estetis (bentuk), dan bentuk geometris. Hanya satu
rancangan bengunan monument yang tidak mengungkapkan bentuk geometris tanpa
ornament, yaitu Bangunan Gerbang TMP Kalibata.
Pada bangunan ini nampaknya Silaban mencoba menghiasi ketelajangan
bentuk geometris (kolom, dinding, atap) dengan ornament-ornamen mirip relief pada
candi, dank arenabangunan gerbang TMP Kalibata ini satu-satnya bangunan
monument karya Silaban yang menimbulkan keraguanterhadap asas konsistensi
konsepsi dan pandangan Silaban tentang fungsi geometris yang banyak
diterapkanpada rancangan bangunan monument lainnya. Dlam bangunan gerbang
TMP Kalibata tersebut, karya Sialaban cenderung dormalis daripada fungsional.
Karena selain tidak tercapainya fungsional geometris, juga fungsi simbolissasi
kepahlawanan tidak dapat terungkap dengan jelas.
Ungkapan fungsionalitas arisitektur bangunan umum
Bangunan umum karya Silaban terdiri dari bangunan tempat ibadat (masjid),
kantor, pendidikan, ekshebisi (pameran). Nilai-nilai fungsionalitas pada bangunan
umum karya Silaban nampaknya lebih menkekankan pada pengungkapan fungsi
penunjukan setting okasi dan lingkungan, serta pada fungsi fisik yang meliputi
bentuk, aktivitas, perlindungan dan keamanan.
Dari segi fungsional dalam system aristkeutr, bangunan umum karya Silaban
lebih mengungkapkan fungsional konstruktivisme, dfungsional geometris dan
fungsional berdaya gna. Hamper seluruh bangunan umum karya SIlaban
menggunakan struktur dan bahan yang jals dan jujur, yang menunjukan kekokohan
bahan dankekuatan unsur-unsur konstruksinya (konstruktivisme: form follows
structural functioning). Bangunan diarahkan kepada dasar-dasar bentuk geometris,
sehingga kaidah-kaidah geometris mendominasi rancangan, dan selalu menampilkan
bentuk-bentukn sederhana (fungsional geometris). Pandangan Silaban tentang
15

keawetan bangunan (dengan oenggunaan bahan berkualitas tinggi, harga inggi, untuk
mengurangi atau memperkcil biata perawatan, barangkali merupakanungkapan
fungsional berdaya guna adalah meliputi: memakai pendekatan aspek ekonomi untuk

mencapai hasil yang tepat guna, rasionalisasi dalam pemecahan masaah, dan menitik
beratkan pada optimasi aktivitas.
Bangunan-bangunan umum seperti masjid istiqlal, kantor Bank Indonesia,
Gedung Pola, Gedung nasional Bogor. Ada bangunan umum yang tidak hanya
mengunkapkan ketiga system fungsional diatas, tetapi juga mengungkapkan
fungsional organic (penggunaan atau pemanfaatan bahan alam dan kenyataan
fenomena alam, yaitu bangunan SPMA di Bogor). Bangunan yang dirancang pada
aawal karier profesi Silaban ini sangat memperhatikan kondisi alam di lingkungan
sekitar, baik dalam bentuk-bentuknya, tata ruangannya, maupun dalam penggunaan
bahan. Disamping bangunan SPMA Bogor, bangunan hotel Banteng ( sekaang hotel
Borobudur) di Jakarta, yang sebagian dibangun berdasarkan rancangan Silaban
(lantai dasar), nampaknya cenderung bertolak belakang dengan ungkapan konsep
fungsional berdaya guna. Kamar-kamar hote lbanteng dirancang dengan ukuran yang
cukup besar, untuk memperoleh ungkapan simbolis sebagai kamar hotel terbesar
diseluruh Asia, tanpa memperhitungkan segi komersial bangunan hotel. Mugkin,
karena alasan ini, kelanjutan dari rancangan bangunan hotel Banteng diserahkan pada
pihak lain.
Kecnderungan lain yang dapat terungkap, dalam masalah kandungan nila-nilai
fungsionalitas bangunan umum karya Silaban adalah terdapatnya bangunan umum
yang bentuknya tetap, tetapi telah beralih fungsi. Gedung pola yang fungsi awalnya
sebagai bengunan pameran, menjadi bangunan perantoran (BP7, yayasan-yayasan,
dll.) gedung naisonal di Bogor beralih menjadi kantor bersama bank-bank swasta.
Nampaknya hal ini menunjukkan bahwa fungisonalisme Silaban cenderung bukan
fungsional kegunaan ( Form follows function), dan bukan fungsional ekspresi
(kegunaan bangunan).
Kenyamana dan keamanan rumah tingga bagi penghuninya
Bangunan rumah tinggal harus adapt memberikan rasa aman dan nyaman bagi
penghuninya. Suatu ungkapan yang nampaknya sederhana dan bahkan dapat
dikatakan klise ini, sebenarnya mengandung hal-hal yang hakiki terutama apabila
dikaitkan dengan nilai-nilai fungsionalitas arsitektur sebuah rumah tinggal. Bagi
Silaban sebagai seorang arsitek dan seorang kepala rumah tangga, rumah tinggal
16

selain sebagai tempat untuk mengarungi kehidupan anggota besarnya, juga sekaligus
sebagai laboratorium lapangan dalam mengingkatkan profesionalismenya sebagai
seorang arsitek, maka tidak mustahil bahwa rumah tinggalnya yang dirancangnya

sendiri merupakan pengejawantahan sebagian besar faham-faham yang dimilikinya


yang juga dicoba dimasyarakatkan.
Ungkapan nilai-nilai fungsionalitas arsitektur dari karaya-karya silaban sangat
tergantung pada tipologi dari fungsi bangunan, yang masing-masing berbeda bahkan
ada yang saling berlawanan, oleh karena itu sangatlah sukar untuk mendapatkan
faham fungsionalisme, apa sebenarnya yang menjadi pemikiran atau keyakinan
Silaban

sebagai

dasar

rancangan

bangunan

karya-karyanya.

Namaknya

fungsionalisme yang dianut dan diyakini silaban tidak lagi semurni faham
fungisonalisme dari gerakan arsitektur modern. Apakah hal ini merupakan indicator
bahwa silaban mencob amenyesuaikan fungsionalisme gerakan arsitktur modern
dengan aritektur di Indonesia, atau justru Karen adanya sikap keragu-raguan di dalam
diri Sialaban tenatng faham fungsionalisme itu sendiri. Dengan demikian keismpulan
yang masih tentatif ini, mencoba merangkum ungkapan fungsionalisme arsitektur
karya-karya Silaban sesuai tipologi bangunan.
Bangunan Monumen karya SIlaban nampaknya mengungkapkan fungsi
simbolisasi social-politik pada mas bangunan tersbeut dirancang. Dengan demikian
yang tercipta adalah bangunan monument politik, yang memberikantanda peringatan
Antara lain pada tokoh, pemimpin bangsa (Menara Bung Karno), program Nation
and Character Building (Tugu Nasional), perjuangan pembebasan Irian Barat (Irian
Jaya sekarang) dengan monument Lapangan Banteng. Kondisi social-politik pada
masa itu jelas mebayangi dalam setiap karya-karyanya dengan politik mercusuar,
kultus indivdu,dan perjuangan kemerdekaan/pembebasan. Monumen Gerbag TMP
Kalibata merupakan pengecualian dari fungsi simbolisasi, karena disamping
bangunan tersebut tidak dapat mengungkapkan symbol kepahlawanan, juga adanya
kecenderungan rncangan lebih pada pendekatan ormalist daripada fungsional.
Sedangkan dari segi fungsional seistem arsitektur, leih mengungkapkan fungsional
geometris, terutama dari segi bentuk bangunan.
Kepekaan langkah antisipatif Silaban dalam emnempatkan bangunan pada lokasi
spesifik sangat terasa. Fungsi gisik dalam hal control fisik terhadap perlindungan dan
keamanan leih ditekankan pada fungsional konstruktivisme, fungsional geometris dan
fungsional berdaya guna, sedangkan fungsional kegunaan dengan form follows
17 Nampak bangunan umum karya silaban.
function tidak
Untuk SMPA Bogor, terungkap juga fungsional organic dengan memanfaatkan

penggunaan bahan alam setempat dan kondisifenomena alam setempat. Bangunan


Hotel Banteng tidak berhasil mengungkapkan fungsional berdaya guna, karena lebih

menekankan simbolisasi kamar terbesar di Asia, tanpa mempertimbangkan segi


komersial bangunan hotel.
Kesederhanaan dari bentuk bangunan rumah tinggal karya Silaban lebih
mensiratkan adanaya tuntutan yang sederhana dari rumah tinggal, yaitu kenyamanan
dan keamann. Hal tersbut terungkap pada penekanan fungsi control fisik (erlindungan
dan keamanan) bangunan rumah tinggal, terutama terhadap pengaruh iklim. Bentuk
bangunan rumah tinggal karya Silaban mengungkapkan fungsional kegunaan (forms
follow function) dan fungsional ekspresi, disamping fungsional konstruktivisme,
geometris, organi. Nampak pada rancangan bangunan rumah tinggal karya Silaban,
rancangan detail yang angat cermat, terutama dalam menangani penyelesaian
bangunan

beriklim

tropis.

2. Teknologi dan Bahan


Dalam telaah karya F. Silaban, mabetulkah karyanya merespons terhadap
pengaruh iklim di Indonesia? Betulkah karyanya selalu menampilkan emper terbuka?
Betulkah konsepnya tentang arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sederhana,
seringkas dan sejelas mungkin, serta perhiasan yang terhindarkan muncul harus
menggarisbawahi

fungsi

juga

Nampak

dalam

karya-karyanya?

Teknologi dalam karya F. Silaban


Untuk bangunan rumah tinggal, teknologi dan bahan pilihan Silaban memang
sudah menunjukkan ke arah yang awet, tahan lama, sehingga mengesankan mahal.
Pengaruh bentuk atap pelana, adalah mode saat itu yang dimungkinkan mendapat
pengaruh esensi jaman atau kemakmuran belum Nampak merata dan kesederhanaan
dari arsitektur modern telah dikenal. Pengaruh bentuk atap limas, berasal justru dari
rumah-rumah belanda yang bersudut atau curam, seperti pada karya-karya Silaban.
Penekanan peranan atap karena orientasi iklim Nampak, diduga berasal dari Ir.
Antonise.
Untuk bangunan umum, pemecahan teknologi sama saja, baik bentang kecil dan
besar aitu dengan jarak kolm atau modul 3 meteran yang disebabkan prinsip Silaban
yang memandang deretan kolom yang mengelilingi ruang terbuka mempunyai sugesti
baik, seperti kasus masjid Silaban.
Pemakain rooster yang khas bagi Silaban dimaksud orientasi iklim, namun
18
sebagai envelope
penataan khas. Untuk bahan beton bertulang, selalu dipakai untuk

kerangka dan marmer, keramik lazuur serta rooster selalu muncul untuk envelope.
Demikian juga lantai pada umumnya sama, marmer. Bahan-bahan mengesankan

mahal, terutama pengawetan beton eksposenya, perbedaan haya pada frame atap
yakni atap limas genteng pada kurun diakronik pertama dan atap datar beton pada
kurun diakronik kedua.
Unutk bangunan monumen, teknologi sama dengan frame beton bertulang dan
envelope merupakan finishing beton dari keramik atau marmer. Perbedaan pengaruh
bentuk, tidak mempengaruhi teknologi dan bahan.
Secara keseluruhan teknologi dan bahan Silaban pada karya-karyanya tak
mengalami perubahan, yang menyebabkan menonjolnya arsitektur Silaban waktu itu,
diduga penulis oleh skala bangunan yang besar yang didukung oleh politik mercusuar
dalam kaitan Nation & Character Buildingnya presiden Soekarno waktu itu.
Tapi bagaimanapun, beliau meninggalkan bangunan-bangunan

yang

sesungguhnya mewakili suatu era yang dapat dilihat, yaitu era pertama karya-karya
arsitektur karya Putera Indonesia sendiri pada masa Indonesia baru sesudah perang
yang cukup solid, karena rencana-rencana beliau adalah rencana-rencana yang cukup
mempunyai kekuatan yang berasal dari keyakinan yang kuat, seperti yang dikatakan
Prof. Ir. Hasan Poerbo MCD, (wawancara, 20 Juni 1991).
3. Ekspresi
Pendahuluan
Arsitektur merupakan emosi dan tanpa itu tidak ada arsitektur yang ada hanyalah
bangunan. Ekspresi aalah makna yang terkandung dalam arsitketur dan hanya emosi
manusia yang dapat menafsirkannya. Ada kesepakatan umum mengenai ekspresi
sehingga eskpresi memiliki makna sebagai komposisi dan karakter yang dipancarkan
oleh bangunan. Beberapa aspek ekspresi juga terletak pada asal-usul kebudayaan, gaya
dan

mode

serta

kualitas.

Fungsi tidak memunyai efek langsung pada ekspresi, karena kemungkinn beberapa
tipe bangunan yang sama menampilkan bentuk jendela/pint, ukuran, bentuk dan barik
yang serupa, dan dengan berbagai pengalaman sebelumnya maka tanggapa yang
diberikan

dapat

berupa

kesepakatan

bersama.

Kualitas adalah salah satu aspek ekspresi, contohnya adalah pemilihan bahan.
Arsitek yang piawai akan memperingatkan pemiliki akan adanya biaya untuk
19
pemeliharaan sebagai
konsekwensi dari pemilihan bahan yang kurang baik.

Ekspresi Karya F. Silaban

a. Ekspresi

Struktur

Hampir semua rancangan F. Silaban dengan sangat tegas menonjolkan sistem


strukturnya. Pemilihan struktur adalah sistem rangka dan irama, modul dan dimensi kolom
yang terlihat dengan jelas, terutama pada bagian dasar bangunan, sedangkan pemilihan
bentuk

bangunana

dalah

bentuk

geometri

yang

sederhana.

Bagi saya arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana mungkin, seringkas
mungkin

dan

sejelas

mungkin.

(Buku

Menuju

Arsitektur

Indonesia).

Bagi F. Silaban bentuk sederhana yang akan selalu dikagumi oleh banyak orang.
Penggunaan terlalu banyak elemen pada suatu gedung akan mengurangi kejelasan gedung
tersebut.
Konsep bentuk bangunan rancangan F. Silaban mengandung tiga esensi yaitu ataom
kolom dan lantai dengan esensi utama adalah atap karna pertimbangan bahwa bangunan
membutuhkan atap yang sungguh-sungguh bebas dar kebocoran dan menciptakan keteduhan
bagi penghuninya. Untuk menahan berat atap dibutuhkan kolom yang meneruskan beban ke
tanah. Sedangkan dindingnya hanya merupakan pengisi struktur dan pembatas agar privacy
dapat

terbentuk.

Ciri lain adalah dasar bangunan memperlihatkan kolom-kolom dalam jarak irama yang
teratur.
Tetapi perkembangan selanjutnya, beberapa dari karya F. SIlbana tidak diteruskan
pembangunannya. Hanya bagian lantai dasar (alas bangunan) saja yang terlaksana.
Pertimbangan pemberi tugas aantara lain adalah harga bangunan yang terllau mahal sehingga
tidak dapat dilanjutkan pelaksanaanya.
b.

Ekspresi

Tampak

Ekspresi tampak karya F. SIlaban adalah brise-soliel atau pemakain sun shading. Bisa
disebut demikian karena hampir sebagian besar rancangan beliau memakai penahan matahari
sebgai

penyelesaian

tampaknya.

F. SIlaban terpengaruh oleh gerakan Regionalist mengambil tema iklim tropis.


briesoleil

merupakan

ciri

khas

gerakan

ini.

Bangunan yang dirancang dengan brise-soleil pertama kali adalah gedung Kementria
Pendidikan dan Kesehatan di Rio de Janeiro-Brasil merupakan hasil pemikiran Corbu, Oscar
20

Nie-Meyer dan Lucio Costa. Ciri khas bangunan ini adalah Brise-Soliel yang dapat
digunakan

mengikut

arah

gerak

matahari.

Silaban tidak Oscar Niemyer, karena Oscar Neymer adalah orang yang mengorbkan

bentuk untuk kenyamanan pemakai. (Ir. Budi Sukada, Diskusi Konsep & Karya F. SIlaban,
22

Juni

1991,

Bandung).

Namun F. SIlaban juga turut menerapkan sun shading karena sedng populer di masa
1950-1960-an. Perbedaannya antara Silaban dengan Oscar Niemeyer adalah karya Silaban
lebih menonjolkan irama kolom sdangkan sun shading hanya elemen sekunder.
Bagi SIlaban arsitektur tropis banyak merupakan permainan anatara gelap dan terang
yang harmonis dan seimbng. Lebih banyak yang gelap (tidak dapat disinari matahari) makin
tropis

arsitektur

bangunan

tersebut.

Ciri lain dari karyaSIlaban adalah penyelesaian sudut bangunan yang khas. Sudut
bangunan dibentuk sehingga mempunyai dua arah.dengan penyelesaian ini, bangunan akan
mempunya ekspresi tampak yang sama. Apalagi bila bangunan dilengkapi dengan sun
shading yang sama pada ke 4 sisi-sisinya. Perbedaannya hanya pada proporsi panjang dan
lebar bangunan yang tidak sama.
c.

Ekspresi

Teknologi

dan

Bahan

Pemilihan bahan sangat mempengaruhi harga bangunan. Bahan yang mahal akan
mengakibatkan harga bangunan menjadi mahal pula.pemilihan bahan merupakan faktor yang
kritis, sebab pengaruh cuaca layaknya di cuaca di Indonesia dapat menurunkan kualitas
bahan tersebut. Pemilihan bahan yang kurang awet akan menghadapkan pemilik atau
pengguna bangunan pada masalah biaya perawatan bangunan sepanjang pemakaiannya.
F. Silaban selalu memilih bahan kualitas baik bagi bangunan-bangunannya. Karena
bahan dengan mutu tinggi tersebut awet terhadap perubahan cuaca, maka harganya menjadi
mahal. Hal ini menjadikan biaya pelaksanaan dan harga bangunan turut menjadi mahal pula.
Keteguhan beliau pada prinsip tersebut tidak jarang diikuti pula dengan pembatalan proyek
oleh

pemberi

tugas.

Arsitektur tropis selain memahami pengendalian sinar matahri yang jatuh pada
bangunan

juga

memahami

pemanfaat

ventilasi

alami.

Bagi SIlaban alasan pemakaian AC sebagai langkah penghematan struktur banguan


(tinggi bangunan) kurang tepat karena AC membutuhkan perawatan berkla secara terus
menerus sedngkan ventilasi alami tidak. Oleh sebab itu kebanyak dari karyanya memiliki
tinggi banguna lebih tinggi dibandingkan bangunan lain yang disebabkan oleh ketinggian
dari

lantai

21

ke

langit-langit

minimal

setinggi

meter.

Bahkan SIlaban mengsnjurkan pula kepada arsitek muda untuk menambahn teras agar
penghuni bisa menghirup udara segar dan melihat alam di luar. Dalam perjalannya akhirnya

bangunan Silaban mengguakan AC karena kualitas udara dan kebersihan udara yang berbeda
dengan awal perancangan bangunan.
d. Tinjauan Ekspresi berdasarkan Tipologi
1. Rumah

Tinggal

Silaban merancang beberapa rumah tinggal namun tidak seluruh rancangannya


terlaksana karena dianggap terlalu mahal yang dikarenakan Silaban selalu memilih
untuk memakai bahan-bahan berkualitas tinggi agar perawatan lebih muda dan tahan
lama.
Silaban menyarankan agar rumah dilengkapi dengan emper muka (voorgalery) dan
emper belakang (achtergalery) yang besar seperti halnya dijumpai pada bangunan
tradisional yang berfungsi sebagai tempat untuk berhandai-handai dengan
masyarakat. Dia tidak menyarankan pemberian pagar agar keindahan bangunan dapat
diamaati

dari

luar.

Ukuran kamar dan tinggi langit-langit cukup besar sehingga volume sebuah kamar
menjadi

besar

dengan

tujuan

Menunurut

udara

kamar

tidak

cepat

F.

panas.
Silaban:

1. Dalam rancangan rumah tinggal, ubin harus bisa dan mudal di pel sehingga
merancang harus mempertimbangkan hubungan detail konstruksi yang benar-benar
rata dan halus.
2. Atap harus dominan, karena atap harus menutupi teras selebar 3 meter. (Prof.
Suwondo B Sutedjo Dipl.Ing., Dalam DIskusi Konsep dan Karya F. SIlaban 22 Juni
1991,
Rumah

Bandung)
Tinggal

F.

SIlaban

Bogor

Rumah ini di bangun diatas kapling yang mula-mula untuk 2 rumah tinggal. Seperti
halnya konsep beliau mengenai rumah tinggal rumah beliau pun memeiliki emper
yang lebar, teritiasan lebar dan rendah serta laintai rumah yang terbuat dari marmer.
Langit-langit sangat tinggi karena terbentuk oleh kemiringan atap yang cukup
curam agar air hujan dapat mudah mengalir dan diterima oleh talang-talang
berdiameter22

besar.

Langit-langit mengikuti mirip atap tang terbuat dari lambrisering kayu jati.
Ruangan dibawah atap cukup tinggi sehingga dimungkinkan membuat mezanin

yang

dahulu

merupakan

studio

konsultan

Silaban.

Beberapa perabot dirancang oleh Silaban maka muncul keserasian dengan bentuk
bangunannya.
Ventilasi silang merupakan pertimbangan rumah tinggal beliau dan dituutpi kawat
kasa

untuk

menghindari

serangga.

Ekspresi tampak juga memperlihatkan irama kolom dan modul yang teratur (4
meter).
Kolom-kolom dilapisi dengan batu alam yang susnannya diatur serasi dengan lpisan
pagar rendah dengan tujuan agar keindahan bangunan dapat terlihat dari luar.
2. Bangunan

Umum

Sebagaian besar banguna SIlaban merupakan perkantoran/kantor pemerintah


terutama kantor-kantor bank dan jawatan-jawatan, selain itu beliau juga merancang
mesjid,

gereja,

sekolah,

restoran,

hotel

dan

lain-lain.

Pada rancangan banguna umum, konsep irama kolom sebagai ekspresi struktur tetp
dipertahakan, bahkan pada rancangan Mesjid Istiqlal (1960-1970) irama ini tetap ada
walaupun pada rancangan sekolah (Sekolah Menengah Pertanian Atas) yang
dibangun sekitar 1950-an sebagai karya Silaban yang pertama irama kolom sudah
muncul.
Konsep beliau tentang bentuk bangunan yang menonjolkan atap, kolom dan lantai
juga diterapkan dalam beberapa rancangannya. Contohnya adalah Bank Indonesia Jakarta

dan

Gedung

Pertambun

(Kantor)

Jakarta.

Konsep lain dari Silaban adalah Konsep nation building sebagai jiwa dari ekspresi
bangunan.
Contohnya adalah Hotel Banteng - sekarang Hotel Borobudur - di Jakarta.
Modul ruang diubah sesuai dengan modul City hotel dan konsep ruang terbesar se
Asia yang pertama kali digagaskannya dirubah menjadi konsep modul terkecil.
Selain konsep perancangan, ada prinsip lain dari Silaban yaitu faktor pemilihan
bahan.
Prinsip utamanya adalah keawetan dan tahan terhadap perubahan cuaca di
Indonesia. Dari segi teknisnya, pemilihan bahan yang pemasangannya membutuhkan
23

keahlian khusus menyebabkan waktu pelaksanaan melebihi yang ditetapkan dan


tenaga

ahlinya

juga

membutuhkan

ahli-ahli

khusus.

Sebagai arsitek yang otodidak, sebetulnya SIlaban mampu menampilkan karya-

karya yang patut diperhitungkan. Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah bahwa
beberapa karya-karyanya ternyata tidak selesai dilaksanakan, umumnya hanya lantai
dasar

saja.

Bangunan

yang

hanya

-Hotel
Lantai

terlaksana

bagian

lantai

Banteng
atas

-Markas

tempat

adalah:

kamar-kamar

Besar

dasarnya

dirancang

Angkatan

Jakarta

lembali

Udara

oleh

arsitek

(MBAU)

lain.

-Jakarta

Baru 10% yang terlaksana dari rancangan Sialabanuntuk selanjutnya akan dijadikan
pusat perbelanjaan dan perkantoran. Sedangkan kegiatan MBAU dipindahkan ke
daerah

Cilangkap

(Jakarta).

-Gedung

Minimum

Bogor

Pemberi tugas menganggap bawa rancangan asli terlau besar sehingga harus
diperkcil lagi. Rancangan asli merupakan bangunan berlantai 8 dan dinamakan
Gedung Nasional. Oleh Silabahan hasil yang baru merupakan bentuk minimum
yang dapat dirancang oleh

beliau.

Fungsi bangunan sekarang dipakai sbagai bank.terdapat 4 bank yang berbeda dan
masing-masing memiliki entrance di bagian depan. Secara keseluruhan ekspresi
tampak

sudah

-Bank

berbeda
Negara

-Bank

dengan

rancangan

Indonesia

1946

Indonesia

asli.

Medan

Surabaya

-Gedung Pola - Jakarta


3. Monumen/

Menara/

Tugu

Silaban memenuhi pemberi tugas yaitu Soekarno sebagai kepala negara pada waktu
itu.
-

Monumen-monumen
Bangunan

dasar

Beberapa

rancangannya

Monumen
alternatif

Lapangan
Tugu

anatara

lain:

Banteng

(Jakarta)

Nasional

(Jakarta)

Tugu Nasional sebelumnya disayembarakan dan Silaban sebagai pemenang

ke-2.

Atas permintaan pemberi tugas, silaban diminta untuk mencari alternatif baru dan
memikirkan

kembali

skala

monumennya.

Karena timbul kesalahpahaman, pada akhirnya Silaban mengundurkan diri


24

keterlibatan
-Monumen
-Gedung

beliau

sebagai
Jenderal

Monumen

perancang

monumen

Soedirman
Kalibata

Nasional
-

dari
tersebut.
Cijantung

Jakarta

-Menara

Bung

Hanya

gerbang

Kalibata

Karno
saja

yang

akhirnya

Jakarta.
dilaksanakan.

Seperti halnya rancangan bangunan umum, maka rancangan gerbang monumen


Kalibata juga menonjolkan irama kolom yang berfungsi sebagai selasar samping.
Untuk lebih menonjolkan irama kolomnya, diantara tiap kolom diberi bata
kerawang

sebagai

elemen

dinding.

Kolam sebagai elemen lanskap lebih menonjolkan irama kolom yang terbentuk pada
bayangan

di

air.

Kelihatannya Silaban mencoba untuk menambahakn irma kolom dekoratif pada


sudut-sudut bangunannya. Sehingga ekspresi yang diperoleh adalah seperti candi.
Tetapi

untuk atap, tetap dipertahankan adanya tritisan yang lebar walaupun secara

fungsional

tidak

mempengaruhi

kegiatan

didalamnya.

Sebagai penyelesaian dinding tidak dipakai cat tembok, tetapi batu alam berwarna
muda.
Karena pemilihan bentuk dan ekspresi gerbang munomen ternyata menyerupai
candi,

ide ata gagasannya terasa dicari-cari. Karya monumen ini lebih mencirikan

formalisme

daripada

fungsionalisme.

Gerbang Kalibata tidak monumental tetapi membawa pada suasana langgeng,


semedi.
4. Komposisi
Tahapan menelaah komposisi pada bangunan karya F.Silaban
1. Metode Kritik Normatif
Menganalisis melalui teori-teori estetika arsitektur yang berkaitan dengan
masalah komposisi.
2. Metode Kritik Deskriptif
Menganalisis melalui wawancara dengan teman sebaya,keluarga dekat,ahli atau
mereka yang pernah mengenal Silaban sebagai temean seprofesi. Sehingga metode
ini mengalami banyak kesulitan karena hasilnya lebih mendekati analisis penafsiran.
Oleh karena keterbatasan akurasi data seperti yang telah diungkapkan diatas itulah,
maka telaah komposisi ini lebih diungkapkan atas dasar tellah ilmiah terukur dengan
maksud untuk
25 dapat mengungkapkan dan menempatkan kaidah komposisi pada
karya-karya Silaban secara objektif (caranya dengan menelaah karya-karya Silaban
melalui teori-teori komposisi.
1. Komposisi antara Fungsi Bangunan, Konstruksi dan Bentuk Bangunan.

Kesatuan dapat dilalui apabila terdapat komposisi yang tepat antara


fungsi,konstruksi dan bentuk.
Ketetapan struktur merupakan prasyarat bagi keindahan suatu
karya arsitektur (Ir. Wiratman W. dalam Jati Diri Arsitektur
Indonesia : p-89 )
Struktur bangunan adalah komponen penting,dalam arsitektur untuik
melindungi ruang terhadap iklim,cuaca dan bahaya namun suatu
bangunan yang kokoh dan tanpa makna bukanlah karya arsitektur.
Terlepas dari itu,secara umum karya-karya Silaban dikelompokkan ke
dalam tipologi
Rumah tinggal
Bangunan fasilitas umum
Bangunan monument
Gagalnya pelaksanaan pembangunan karya-karya Silaban seperti
monument nasional,monument bung karno dan monument irian barat
disebabkan karena lebih menekankan kepada pemenuhan kebutuhan
batiniah daripada kebutuhan ekonomis. Pada abad 18 dan 19 sebutan
estetis hanya ditunjukkan pada bangunan monumental dan bangunan
umum saja. Disatu pihak komposisi dominasi membantu memberikan
kesan unity,namun dilain pihak justru mengaburkan fungsi bangunan.
Bila dibandingkan dengan teori Moratio Grenough dalam buku Form
And Function,yaitu bentuk akan berubah bila fungsinya berubah dan
fungsi baru tidak mungkin diikuti oleh bentuk lain,maka nampaknya
fungsi ini tidak berlaku dalam karya-karya Silaban. Bentuk-bentuk ini
terutama dihasilkan dari struktur rangka dengan tampak luar yang
bervariasi.

Kadang-kadang

tegas,kadang-kadang

menampakkan
menyembunyikan

strukturnya

dengan

strukturnya.

Sekitar tahun 50-an,bentuk arsitektur condong memperlihatkan


struktur bangunan dengan alasan kejujuran,kemudahan diterima dan
kesederhannaan. Akan tetapi,karya-karya Silaban faktor bentuk tetap
menjadi faktor-faktor lainnya.
26
2. Komposisi
dalam Estetika Tampak Bangunan
Telaah komposisi visual karya-karya Silaban,mencakup hubungan

sintaksis dari bagian ke bagian dan dari tiap bagian keseluruhan melalui

prinsip-prinsip

estetika

yaitu

kesatuan,proporsi,skala,keseimbangan,irama,urutan,dan klimaks.
Kesatuan yang dimaksud disini adalah kesatuan dalam komposisi
arsitektur

dengan

syarat

adanya

dominasi,pengulangan

dan

kesinambungan.
Komposisi antara terang dan gelap,cenderung didominasi oleh kesan
gelap dengan anggapan
Lebih banyak gelap akan lebih tropislah arsitketur gedung itu
kelihatannya ( Silaban, p-79 )
A. Telaah Karya Bangunan Monumen
Contoh : Rencana pendahuluan

tugu

nasional

yang

ditampilkan adalah komposisi dominan melalui penekanan pada


penonjolan vertikalitas.
B. Telaah Karya Bangunan Fasilitas Umum
Dominasi komposisi vertical tetap menonjol,namun diperhalus
melalui unsure horizontal dari bentuk yang ditimbulkan oleh sun
shading.
Bentuk perulangan kadang monoton tanpa mencapai suatu
klimaks

tertentu

inilah

cirri

khas

Silaban.

Contoh : Masjid Istiqal ; BNI Jalan Thamrin,Jakarta ; SPMA


Bogor
C. Telaah Karya Bangunan Rumah Tinggal
Menganut komposisi dominasi dengan dominasi atap sebagai
cirri khas karyanya,bahan batu alam yang banyak digunakan
dalam karyanya menghasilkan efek tekstur alami
Contoh : Rumah tinggal pribadi Silaban
3. Komposisi antar Massa Bangunan Dengan Site
Mempertimbangkan komposisi serta tapak yang mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor yangmerugikan ( radiasi matahari yang kuat)
dan memanfaatkan faktor faktor yang menguntungkan ( cahaya
langit,aliran udara ). Sesuai dengan kondisi lokasi untuk menyesuaikan
diri dengan alam.Silaban sangat memperhatikan bagaimana menempatkan
massa bangunan didalam site yang tersedia sehingga dpat menarik mafaat
oengkondisian yang paling optimum. Contoh : Denah Rumah tinggal
27

Tuan Abdullah ; Situasi Mesjid Istiqal.

135060500111003

RIZKI MUHAMMAD

155060500111022

ADINDA FARA AULIA

155060500111042

HANNA ROMAULI SIAHAAN

155060501111018

Raufina Ayu Arjani

155060501111048

Dinny Rahmaningrum

155060507111026

RATNA ARIANDA JUWITA

28

Anda mungkin juga menyukai