NIM : 20/460084/SA/20504
Prodi : Sejarah
A. SEJARAWAN INDONESIA
1. Sartono Kartodirjo
Sartono Kartodirjo terlahir dari pasangan Tjitrosarojo dan Sutiya pada tanggal 15
Februari 1921 di Wonogiri, Jawa Tengah. Alih-alih menjadi dokter seperti yang
diinginkan ayahnya, ia malah menempuh studi di jurusan Sejarah Universitas Indonesia
dan lulus pada tahun 1956. Studinya kemudian ia lanjutkan di Yale University, AS
hingga mendapat gelar M.A. pada tahun 1964. Tidak berhenti sampat di situ, ia
menempuh studi doktoral di Universitas Amsterdam dan meraih gelar doktor dengan
predikat cum laude pada tahun 1966.
2. Mona Lohanda
3. Susanto Zuhdi
Diangkat sebagai guru besar tetap Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Universitas Indonesia pada 2005. Ia juga menjabat sebagai Direktur Sejarah di
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI (2001–2006); Staf Ahli Bidang Politik
Menteri Pertahanan RI (2011–2013); Ketua Lembaga Pengembangan Pendidikan dan
Penjaminan Mutu Universitas Pertahanan Indonesia (Unhan) 2013–2015.
4. Abdurrachman Surjomihardjo
5. Kuntowijoyo
Pada 1964, semasa berkuliah di Jurusan Sejarah UGM, ia mulai menulis novel
pertamanya. Novel yang ia juduli Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari kemudian
diterbitkan sebagai cerita bersambung di harian Djihad pada 1966.
Menurut Mochamad Irfan Hidayatullah dalam tesisnya di UI yang berjudul
"Estetika Sastra Profetik: Analisis Struktural-Semiotik Atas Gagasan dan Karya Sastra
Kuntowijoyo" (2006), bakat menulis Kuntowijoyo memang semakin kilap saat
berkuliah. Tak hanya menulis, putra dalang ini juga sempat mendirikan Lembaga
Kebudayaan dan Seniman Islam (Leksi). Ia juga terlibat dalam Studi Grup Mantika
bersama Dawam Rahardjo, Sju’bah Asa, Ikranagara, Abdul Hadi W.M., dan Arifin C.
Noer (hlm. 36).
Setamat sarjana, Kuntowijoyo lantas mengajar sejarah di almamaternya sejak
1970. Studi master dan doktoral berturut-turut ditempuhnya di University of
Connecticut dan Columbia University, Amerika Serikat. Di luar kegiatan akademik
kampus, suami Susilaningsing—yang dinikahinya pada 1969—itu sering mengisi
ceramah ilmiah dan menulis.
1. J. C. Van Lauer
Van Rijneveld diangkat sebagai ajudan Kol. Frederik Carel List dan
menyingkir dari Brussel selama Pemberontakan Belgia pada tahun 1830 dan
selama Kampanye 10 Hari pada tahun 1831. Atas aksinya, ia diangkat sebagai ksatria
kelas IV Militaire Willems-Orde. Pada tahun 1830, Van Rijneveld dan Frederik Petrus
Gisius Nanning mulai menyumbang tulisan di Bredase Courant dan
memimpin Militaire Spectator'. Pada tanggal 29 Januari 1832, terbitlah majalah militer
itu untuk pertama kalinya, yang pada awalnya hanya ada 350 pelanggan dan selama 16
tahun menjadi pimpinan redaksi.
Ketika ditempatkan di Artileri Berkuda no. 13, Van Rijneveld memiliki banyak
waktu untuk menerbitkan banyak tulisan. Pada tahun 1836, ia diangkat
sebagai pengajar di Koninklijke Militaire Academie. Van Rijneveld naik ke hierarki
militer dan pada tanggal 31 Juli 1848 diangkat sebagai mayor dan kepala persenjataan
artileri di Hindia Belanda. Ia kembali 2 tahun kemudian karena sakit parah, dan
meninggal pada tanggal 29 November 1851, setelah kedua puteranya hilang di Hindia
Belanda.
FDK Bosch lahir pada tanggal 17 Juni 1887 di Transvaal, Afrika Selatan. Ayah
dan kakaknya meninggal dunia dalam Perang Boer. Kemudian tak lama setelah itu,
ibunya meninggal. Akhirnya ia pindah ke Amsterdam dan menetap bersama bibinya
guna melanjutkan sekolah disana. Tahun 1914, ia menikah dengan A.H Gregor.
Pada tahun 1906, FDK Bosch mempelajari bahasa dan sastra Belanda serta
bahasa Sanskerta di Universitas Leiden. Ia dibimbing oleh Jacob Speyer dan C.C.
Uhlenbeck. Pada tahun 1914, ia memperoleh gelar PhD dibawah bimbingan J. Ph.
Vogel. Kemudian pada tahun yang sama, ia direkomendasikan menjadi asisten arkeolog
pada Oudheidkundige Dienst atau Jawatan Kepurbakalaan di Batavia. Kemudian tahun
1916-1936 ia diangkat menjadi Kepala Jawatan.
Terlahir dalam keluarga yang memiliki ketertarikan pada studi sejarah dan isu-
isu Timur (ayahnya adalah Maurice Lombard), serta menempuh pendidikan di
Sorbonne, École Pratique des Hautes Études (EHESS), dan École des Languages
Orientale, Denys Lombard banyak melakukan perjalanan ke berbagai belahan Asia. Ia
pernah tinggal di Beijing dan, untuk EFEO, menetap di Jakarta selama beberapa tahun.
Ia fasih menguasai beberapa bahasa Asia dan Eropa.
Beberapa bidang studi bisa dikaitkan dengan Denys Lombard: studi Asia
Tenggara, sinologi, dan sejarah maritim Asia. Karya-karyanya antara lain berupa
monograf (yang juga membawanya mendapatkan gelar akademik), berbagai buku yang
disuntingnya sendiri atau bersama orang lain, sejumlah besar artikel beserta resensi.
Karyanya Le sultanat d’Atjeh (Paris: EFEO, 1967) menggabungkan sumber-sumber
lokal dari Asia Tenggara dengan sumber-sumber Tiongkok dan laporan kolonial,
memiliki standar mutu tersendiri. Demikian juga bukunya Le carrefour javanais. Essai
d’histoire globale (Paris: EFESS, 1990), terdiri dari total tiga jilid yang diedit dengan
sangat baik, mencakup lebih dari seribu halaman, yang tak diragukan lagi menjadi studi
yang paling lengkap yang pernah dibuat tentang Jawa dilihat dalam jangka waktu
panjang.
4. William Marsden
Masa studi Marsden dimulai ketika ia hendak masuk Trinity College, Dublin,
ketika pada tahun 1770 dia dibujuk untuk mengikuti saudaranya John untuk bekerja
pada East India Company di Sumatera bagian barat. Tiba di sana pada usia 16 tahun, ia
diangkat sebagai penulis di Fort Marlborough Establishment tetapi dengan cepat
memperoleh lebih banyak posisi senior, menjadi sekretaris sebelum akhirnya berangkat
ke Inggris pada tahun 1779. Selama hampir 10 tahun di Bencoolen (Bangkahulu) di
Sumatera, ia bertunangan dalam studi intensif bahasa dan orang-orang di sana.
Ketika Marsden kembali ke Inggris, dia didukung oleh Sir Joseph Banks dan
anggota Royal Society lainnya untuk mempersiapkan materinya untuk diterbitkan.
Sejarah Sumatera yang dihasilkan (London, 1783) adalah catatan rinci pertama tentang
Sumatera yang muncul dalam bahasa apa pun. Isinya banyak sekali materi tentang flora
dan fauna, produk ekonomi, organisasi sosial, agama, bahasa, dan banyak lagi,
semuanya tersusun berdasarkan kaidah ilmiah terkini. Marsden terpilih sebagai anggota
Royal Society pada tahun 1783. Sementara itu terus ia terus memproduksi materi ilmiah
di Asia Tenggara. Dictionary and Grammar of the Malayan Language, dimulai pada
1786, diterbitkan pada tahun 1812 dan menjadi dasar dari semua linguistik Sumatera
selanjutnya. Karya ilmiah Marsden membuatnya mendapatkan banyak penghargaan.
Kahin menikahi Margaret Baker pada tahun 1942, tetapi pernikahan ini berakhir
dengan perceraian. Selama Perang Dunia II, Kahin bertugas di Angkatan Darat
Amerika Serikat antara tahun 1942 dan 1945, di mana "ia dilatih sebagai salah satu
anggota dari kelompok GI berjumlah 60 orang yang akan diterjunkan ke Indonesia
yang diduduki Jepang mendahului pasukan Sekutu". Namun, operasi itu dibatalkan
setelah ditetapkan bahwa pasukan AS akan melewati Hindia setelah Konferensi
Potsdam. Akibatnya, satuannya dikirim ke medan perang di Eropa. Ia mendapatkan
pangkat sersan sebelum meninggalkan Angkatan Darat. Selama periode ini,
ketertarikannya terhadap Asia Tenggara berkembang, dan dia belajar berbicara bahasa
Indonesia dan Belanda.