Anda di halaman 1dari 3

OPINI

SURYAKANTA

Nama : Muhammad Faisal Adnan

SIKAP MENGHARGAI DALAM BUDAYA MEROKOK

Berbicara tentang kebiasaan merokok, maka akan ada dua golongan yang memiliki pendapat
yang berseberangan. Bagi golongan pertama, atau bisa disebut golongan perokok, maka
merokok adalah gaya hidup, “obat”untuk melepas penat, atau cara untuk mencari kawan
baru. Sementara bagi golongan kedua, atau disebut anti-merokok, merokok adalah kebiasaan
buruk, merusak kesehatan, tidak bermanfaat, dan membuang-buang uang.

Bagi orang Indonesia, merokok adalah hal biasa, terutama bagi laki-laki sebagai “ritual”
untuk menghangatkan tubuh di kala dingin atau menghilangkan beban pikiran. Bahkan bagi
masyarakat pedesaan, merokok adalah cara untuk memulai perbincangan, sebuah diskusi
tidak akan dimulai sebelum salah satu dari mereka menyodorkan sebatang kretek ke mulut
mereka.

Budaya merokok yang mendarah daging bagi orang Indonesia ini, lambat laun menemui
“ajal”nya, ketika dunia ilmu pengetahuan semakin maju, yang memunculkan suatu hasil
penelitian, bahwa merokok, sangat berbahaya bagi tubuh, karena menimbulkan penyakit
mematikan seperti kanker, radang, serangan jantung, stroke, dan penyakit-penyakit lainnya
yang menakutkan ketika kita mendengarnya. Respon masyarakat pun mulai berbalik. Rokok
menjadi ancaman, para masyarakat cerdas dan modern mulai menghindari rokok. Pemerintah
dan Instansi kesehatan serta kemasyarakatan membatasi tempat bebas rokok,
mengkampanyekan berhenti merokok, serta menaikkan pajak rokok agar tidak banyak
masyarakat yang bisa membelinya. Cara ini cukup jitu dalam mengurangi jumlah perokok di
Indonesia pada awal abad 21.

Namun, segencar-gencarnya rokok dibendung untuk dibatasi, rokok tidak segampang itu
dijauhkan dari para penikmatnya. Meski harga rokok telah dinaikkan sedikit demi sedikit dan
ruang merokok juga mulai dibatasi, kita tidak bisa menyimpulkan bahwa budaya rokok itu
benar-benar hilang dari masyarakat Indonesia.

Berdamai dengan para perokok menjadi cara terbaik. Merokok juga kebebesan bagi setiap
individu, terlepas dari negatifnya kebiasaan tersebut. Namun, diluar pro-kontra yang terjadi,
ada satu sikap yang mampu menjadi jembatan dari kedua golongan yang berseberangan ini,
yaitu sikap menghargai, toleransi.

Ya, sikap saling menghargai ini dapat diterapkan untuk kedua golongan. Bagi golongan anti-
merokok, mereka bisa memaklumi sikap para perokok yang telah merokok pada
“tempatnya”. Kemudian dalam memberikan ujaran untuk berhenti merokok, hendaknya
menggunakan bahasa yang santun, dan tidak terlalu kasar. Lalu, untuk perokok, hendaknya
juga menghargai kepada mereka yang tidak merokok, terutama orang tua, ibu hamil, dan
anak-anak. Jangan merokok di sembarang tempat, tetapi merokoklah ditempat yang telah
disediakan. Selain itu buanglah sampah rokok di tempat sampah, jangan asal membuangnya
di aspal atau trotoar.

Hal penting yang perlu penulis ungkap disini, bagi para perokok, mohon untuk tidak
mengajak, membujuk, mempengaruhi, atau menganjurkan kepada orang yang tidak merokok,
untuk merokok. Merokok atau tidak, itu adalah pilihan mereka. Kita tidak berhak untuk
memaksakan mereka untuk mengikuti jalan kalian sebagai perokok. Banyak faktor latar
belakang yang membuat orang yang tidak merokok, tetap konsisten menjaga mulutnya dari
sebatang kretek. Dan hal itulah yang menjadi jalan terbaik bagi mereka yang sadar akan
kesehatannya.

Terakhir sebagai penutup, apapun sisi positif dan negatifnya, merokok menjadi sebuah
pilihan. Terlintas dari itu, sikap menghargai antar kedua golongan yang berseberangan
menjadi kunci dari perbedaan atas masalah sepele ini. Disini penulis sama sekali tidak berniat
untuk menghakimi kepada satu golongan, tetapi memberi solusi win-to-win kepada masing-
masing golongan.

Anda mungkin juga menyukai