A. Latar Belakang
B. Biografi Sartono Kartodirjo
Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo adalah sejarawan Indonesia sekaligus pelopor dalam
penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensi. Sebelum menjadi guru, Sartono Kartodirdjo
menyelesaikan pendidikan di HIS, Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Sekolah
Menengah Pertama pada zaman kolonial Belanda di Indonesia dan HIK. Saat bersekolah di HIK
(Sekolah Calon Bruder), Sartono Kartodirdjo lahir di Wonogiri, 15 Februari 1912. Saat usianya
44 tahun, Sartono menyelesaikan pendidikan sarjana di Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Setamat dari Universitas Indonesia pada tahun 1957, Kartodirdjo mengajar di Jurusan Sejarah
Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada.1[1] Setelah lima tahun mengajar di Jurusan tersebut,
lalu beliau melanjutkan pendidikan Master Degree di Universitas Yale, Amerika Serikat,
sebelumnya ia mengajar di Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan IKIP Bandung. Sartono
Kartodirdjo lulus pada tahun 1964 dan melanjutkan pendidikan doktornya dua tahun kemudian. 2
[2] Beliau pernah menjadi Ketua Umum Seminar Sejarah Nasional II pada tahun 1970. Presiden
International Conferensi Of International Asosiation For Historians Of Asia (IAHA) Tahun 1971
1974. Koordinator Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional I 1958. Ikut aktif dalam konferensi
konferensi IAHA di Singapura 1961.3
Pada tahun 1968, Sartono dikukuhkan sebagai guru besar Universitas Gajah Mada
Yogyakarta. Dalam disertasi (The Peasants Revolt of Banten in 1888, Its Conditions, Course
and Sequel: A Case Study of Sosial Movements in Indonesia) yang ia buat untuk meraih gelar
doktornya, dari karya inilah yang akhirnya dinilai banyak orang sebagai jembatan perkembangan
ilmu sejarah di Indonesia. Ia menganggap bahwa disertasinya merupakan bentuk protes terhadap
penulisan sejarah Indonesia yang konvensional dan Neerlandosenteris. Dalam disertasinya
1
2
3
tersebut ia mencoba mengubah pandangan dengan keberanian dari gerakan sosial yang dilakukan
oleh petani untuk melawan ketidakadilan. Sebagai sejarawan generasi pertama, Sartono telah
melahirkan banyak murid yang menjadi benang merah penyambung gagasan-gagasan yang
sering ia lontarkan.
Pada tanggal 7 Desember 2007 Sartono menghembuskan napas terakhir di RS Panti
Rapih, Yogyakarta dalam usia 87 tahun. Sepanjang hidupnya, ia tak hanya memberikan contoh
dan teladan sebagai sejarawan Indonesia tapi juga memberikan inspirasi dan pemikiran bagi
kehidupan bangsa. Dalam sebuah kutipan, Sartono mengungkapkan bahwa ilmu sejarah bukan
sekedar narasi. Tidak hanya kisah-kisah serba menyenangkan. Karena itu pendekatannya jangan
selalu dari ilmu sejarah, tetapi harus memanfaatkan bantuan ilmu antropologi, sosiologi, serta
disiplin ilmu-ilmu lainnya. Selain itu, karena menulis sejarah Indonesia, maka cara
pendekatannya memang harus Indonesiasentris dan jangan sampai terpesona dengan aneka
ragam kisah raja-raja atau orang besar. Sebab rakyat, petani, dan wong cilik juga punya peran
sangat bermakna yang juga ikut membentuk sejarah.4[4]
C. Karya Karya Sartono Katodirjo
Pengantar Sejarah Indonesia Baru, Jilid I Zaman Kerajaan dan Jilid II Pergerakan Sejarah
Nasional
Pemberontakan Petani Banten 1888: Kondisi, Jalan Peristiwa dan Kelanjutannya Sebuah Studi Kasus mengenai Gerakan Sosial di Indonesia, 1984
Dari Raja Ali Haji Hingga Hamka: Indonesia dan Masa Lalunya, 1983
Ideologi dan Teknologi dalam Pembangunan Bangsa: Eksplorasi Dimensi Historis dan
Sosio-kultural : Kumpulan Tulisan