Anda di halaman 1dari 16

KRITIK BIOGRAFIS

F.SILABAN
Ardanny Pengan / 120212067

UNIVERSITAS SAM RATULANGI

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN ARSITEKTUR

UJIAN KHUSUS
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Daftar Isi ii

PEMBAHASAN

A. Biografi 3
1. Perjalanan Hidup 3
2. Riwayat Pendidikan 4
3. Riwayat Pekerjaan 4
4. Perjalanan ke Luar Negeri 5
5. Pandangan Arsitektural 5

B. Karya-Karya F.Silaban 6
1. Diakronik Karya Bangunan Umum 7
2. Diakronik Karya Rumah Tinggal 8
3. Diakronik Karya Monumen 9
4. Rumah Tinggal F.Silaban 10
5. Masjid Istiqlal 11
6. Monumen Nasional 13
7. Ekspresi Karya-Karya F.Silaban

C. Kesimpulan

REFERENSI

2
PEMBAHASAN

A. Biografi

Nama : Ars. Frederich Silaban


Tempat,Tanggal Lahir : Bonandolok, Sumatera Utara, 16 Desember 1912
Agama : Kristen Protestan
Hobby : Main Catur dan Melukis dengan Cat Air
Pendidikan : Sekolah Dasar Belanda / HIS (Holland Inlandshe School) Narumonda,1927
KWS (Koninginlijke Wilhelmina School) Jakarta , 1931

1. Perjalanan Hidup
Friedrich Silaban Ompu ni Maya lahir
pada tanggal 16 Desember 1912 di
Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara.
Mayoritas masa hidup beliau dihabiskan
di kota Bogor, kampung halaman kedua
dan kota Jakarta. Masa kecil F.Silaban
di Tapanuli hanya dilalui sebentar,
setelah lulus dari Sekolah Dasar Belanda
/HIS (Holland Inlandshe School) di
Narumonda tahun 1927, beliau
melanjutkan ke Sekolah Tekniknya
/KWS (Koninginlijke Wilhelmina School) di Jakarta dan lulus pada tahun 1931.
Mayoritas masa hidup beliau dihabiskan di kota Bogor, kampung halaman kedua dan
kota Jakarta.

F.Silaban bekerja di Jakarta yang waktu itu masih disebut Batavia sebagai juru
gambar bangunan Kotapraja Batavia (bouwkundig tekenaar Stadsgemeente Batavia),
dan pada sore harinya memanfaatkan waktunya untuk bekerja pada salah satu biro
Arsitek Belanda. Saat itu, beliau sering ikut serta di pameran gambar di Pasar Gambir
Jakarta.

Pada tanggal 18 Oktober 1946, F.Silaban menikah dengan seorang gadis keturunan
Indo-Belanda, Kievits boru Simamora dan dikaruniai 10 orang anak. Seorang
diantaranya, yaitu Ir. Panogu Silaban mewarisi bakat beliau di bidang arsitektur.

Bakat menonjol dalam diri pemuda Silaban memang sudah nampak sejak dulu,
meskipun belum sempat mengikuti pendidikan arsitektur secara formal. Beliau selalu
berkeinginan untuk mengikuti pendidikan arsitektur secara formal, yang nantinya
akan tercapai setelah tahun 1950. F.Silaban dan keluarganyanya pergi berlibur ke

3
Amsterdam selama 7 bulan, kesempatan di malam hari beliau gunakan untuk kuliah
malam di Academic voor Bouwkunst Amsterdam.

Bakat F.Silaban teruji telah teruji lewat prestasinya memenangkan berbagai


sayembara arsitektur, antara lain pemenang ke-3 sebanyak 2 kali dalam sayembara
arsitektur yang dikenal dengan sebutan “studieprijsvraag” dan pemenang pertama
perancangan Masjid Istiqlal.

F.Silaban mempunyai hobi catur dan melukis dengan cat air yang tentunya sangat
bermanfaat dalam menunjang kegiatan perancangan. Hal tersebut terbukti dengan
banyaknya lukisan-lukisan cat air tentang interior maupun eksterior bangunan yang
tergantung di dinding ruang kerjanya.

Sekitar tahun 1982, F.Silaban merancang karya terakhirnya yaitu Universitas


Nommosen di Medan. Tanggal 14 Mei 1984, beliau akhirnya menghadap Sang Maha
Pencipta dalam usia 71 tahun, karena sakit.

2. Riwayat Pendidikan
Pendidikan Formal
- 1927 : Tamat HIS (Holland Inlandshe School) Narumonda, Tapanuli,
Sumatera Utara
- 1931 : Tamat KWS (Koninginlijke Wilhelmina School), Jakarta
- 1950 : mengikuti kuliah di kelas akhir Academic voor Bouwkunst,
Amsterdam. Untuk menguji kemampuan dalam bidang arsitektur

3. Riwayat Pekerjaan
- 1931 (Mei-Juli) : Juru Gambar Bangunan Kotapraja Jakarta
- 1931 – 1937 : Pengawas Bagian Teknik Kotapraja Jakarta
- 1937 – 1939 : Geniechef Pontianak (Kepala Teknik Pontianak) untuk
daerah Kalimantan Barat
- 1939 – 1942 : Pengawas Juru Gambar Kotapraja Bogor
- 1942 – 1949 : Direktur Burgerlijk Openbare Werken (BOW) Bogor
(Kepala DPU Bogor)
- 1949(akhir) – Mei 1965 : Kepala DPU Kota Bogor, sambil ± 5 tahun menjadi
Ketua Panitia Keindahan Kota DKI Jakarta.
- 1959 – 1962 : Anggota Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS)
- 1965 (Mei) : Pensiun Kotamadya Bogor
- 1967 – 1984 : Wakil Kepala Proyek Masjid Istiqlal Jakarta
- 1972 – 1976 : Dosen mata kuliah Kode Etik & Tata Laku Profesi
pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia Jakarta.

Kritik Ir. Hasan Poerbo Hadiwidjojo MCD sebagai ‘Expert Critism’ :


“Beliau (Pak Silaban) orang yang punya kemampuan untuk mengangkat
diri, mempelajari sendiri lebih dari yang didapatkannya di sekolah. Dari

4
pendirian-pendirian beliau terlihat bacaannya cukup banyak. Dari
kesempatan-kesempatan saya bertemu dengan beliau, mendengarkan
percakapan atau ceramah beliau pada seminar-seminar, diskusi-diskusi
nampak bahwa buku-buku itu pasti dibacanya betul.
..........................
Rencana-rencana beliau adalah rencana-rencana yang cukup mempunyai
kekuatan yang berasal dari keyakinan.”

4. Perjalanan ke Luar Negeri


F.Silaban banyak melakukan perjalanan ke luar negeri. Ada diantaranya bertujuan
untuk berlibur bersama keluarga, sekaligus dimanfaatkan untuk mengikuti kuliah
malam. Beberapa perjalanan yang lain sebagian besar adalah perjalanan dalam
rangka mengikuti dan mempelajari perkembangan arsitektur di negara-negara yang
bersangkutan secara nyata.
Secara singkat dapat digambarkan perjalanan beliau ke luar negeri :

- 1949 (akhir) : Cuti di Nederland, hampir 1 tahun. Sempat mengikuti kuliah


di Academic van Bouwkunst di Amsterdam
- 1954 : Perjalanan ke Jepang, Philipina, Burma, dan India
- 1957 : Perjalanan ke Amerika Serikat dan mengunjungi hampir tiap
kota besar (selama 4 bulan)
- 1961 : Keliling dunia
- 1962 : Perjalanan ke Jepang
- 1964 : Keliling dunia
- 1965 : Bekerja di Wiena selama 2 minggu
- 1971 : Perjalanan ke Jerman Barat, Italia, Yunani, Jepang
- 1973 : Perjalanan ke Iran, Libanon, Mesir, Jerman Barat, Malaysia
- 1975 : Perjalanan ke Nederland, Jerman Barat, dan Canada
- 1981 : Perjalanan ke Nederland dan Jerman Barat

5. Pandangan Arsitektural
Bagi Silaban arsitektur yang baik adalah arsitektur yang sesederhana mungkin,
seringkas mungkin dan sejelas mungkin. Tentang ornamen, beliau berpendapat :
bahwa adakalanya suatu perhiasan tidak dapat dihindarkan, dalam hal ini perhiasan
itu sebaiknya mnggaris bawahi fungsi gedung yang bersangkutan. Menurut beliau,
penggunaan terlalu banyak elemen pada suatu gedung akhirnya tidak
menguntungkan, karena mengurangi kejelasan gedung itu.
Rumah-rumah yang ideal bagi Silaban, adalah yang :
- Dikelilingi emper peneduh dan mempunyai plafon setinggi minimal 4 meter
- Mempunyai bentuk atap yang ringkas dan penutup atapnya terdiri dari
material yang tahan lama, sehingga tidak akan terjadi kebocoran
- Menurut beliau pemlihan material berkualitas tinggi dengan harga yang tinggi
pula akan lebih menguntungkan daripada penggunaan material berkualitas
rendah dengan harga yang rendah.

5
- Kualitas lantai yang bagus adalah lantai yang tetap awet meskipun di cuci
setiap hari.
- Bentuk arsitektur Indonesia tidak perlu dicari, sebab bangsa Indonesia itu
sendiri masih dalam proses pembentukan. Namun, arsitektur Indonesia itu
harus modern dan bersifat tropis. Tentang sikap kita terhadap arsitektur
tradisional, kita sebaiknya jangan mengambil bentuknya, melainkan jiwanya.

B. Karya-Karya F.Silaban
Karya-karya F. Silaban yang terlaksana adalah:
- 1951 : Gedung SPMA ( Sekolah Pertanian Menengah Atas ) Bogor
- ± 1951 – 1953 : Gedung Kantor Perikanan, Bogor
- 1953 : Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata
- 1954 1978 : Masjid Istiqlal, Jakarta
- 1958 : Bank Indonesia, Jakarta
- ±1958 – 1960 : Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jakarta
Gedung FLAT BLLD, Jakarta
- 1960 : Bank BNI 1946, Jakarta
- ±1960 – 1962 : Bank BNI 1946, Medan
Bank Indonesia, Surabaya
- 1962 : Markas besar TNI Angkatan Udara, Jakarta
Gedung Pola/ Perintis Kemerdekaan, Jakarta
Basement Hotel Banteng ( Kini Hotel Borobudur ), Jakarta
- 1963 : Monumen Pembebasan Irian Barat, Jakarta
- 1968 : Rumah tinggal Tuan A Lie Hong , Bogor
- ±1982 : Universitas Nommensen, Kolonial Medan

Sedangkan karya-karya yang tak terlaksana diantaranya


1. Menara Bung Karno
2. Gedung Baru Dewan Pengawas Keuangan, Bogor
3. Gedung Nasional, Bogor
4. Pemusatan Jawatan/Instansi Kementrian Keuangan, Jakarta
5. Gedung Kompleks Departement Umum dan Tenaga, Jakarta
6. Perluasan Kompleks Bank Indonesia, Jakarta
7. Hotel Lapangan Banteng, Jakarta
8. Gedung Teater Nasional, Jakarta
9. Pemusatan Jawatan/Instansi Kementrian Keuangan, Medan
10. Kantor Departemen Kejaksaan
11. Dan lain-lain
Setelah diamati selama kurun waktu 1950 - 1978, dapat dikatakan bahwa bangunan-
bangunan tersebut memiliki perkembangan ciri khas. Hal ini terlihat jelas pada
tipologi bangunan umum dan monumen, namun kurang menonjol pada tipologi rumah
tinggal.

6
1. Diakronik Karya Bangunan Umum
Secara umum, karya bangunan umum Silaban mempunyai beberapa persamaan
dari segi kesederhanaan, keringkasan, dan kejelasan dari segi bentuk, segi
teknologi pembuatan, dan segi bahan konstruksi. Namun terdapat perbedaan pada
bahan kerangka atap, yakni perubahan atap limasan dengan atap kuda-kuda,
penutup atap genting menjadi atap datar beton bertulang.

Kurun Waktu Tahun Bangunan Latar Belakang Makna Proyek


1951-1960: 1951 SPMA, Bogor Poleksosbud: Karya Awal Arsitek
Atap Limas Nasionalisasi Indonesia
Genting 1958 Bank Indonesia, perusahaan asing
Jakarta dan perekonomian
yang rendah.
Arsitektur:
Tahan
pembentukan atau
generasi awal
arsitek Indonesia
1960-1978: 1960 Bank BNI 1946 Poleksosbud: Karena sebagian
Atap Pelat Pusat, Jakarta Pembangunan besar karya Silaban
Datar Beton Bank BNI 1946, Semesta dan Nation dalam kurun ini
Medan & Character untuk mendukung
Bank Indonesia, Building, Awal Orde politik mercusuar,
Surabaya Baru, Pembangunan maka dapat
1962 Markas Besar TNI lima tahun. dikatakan makna
Angkatan Udara, Arsitektur: proyek ini adalah
Jakarta Proyek Mercusuar karya Mercusuar
Gedung Pola, dalam kaitan Nation
Jakarta & Character
Building.

Gedung SPMA, Bogor (kiri) dan Universitas Nommensen, Kolonial Medan (kanan)

7
2. Diakronik Karya Rumah Tinggal
Secara umum karya-karya rumah tinggal ini mempunyai kesamaan dalam
menampilkan jiwa tropis. Karena minimnya data yg diperoleh, perbedaan yang
dapat ditemukan adalah penggunaan bentuk atap pelana (pada kurun waktu awal)
dan bentuk atap limasan (pada kurun waktu akhir).

Kurun Waktu Tahun Bangunan Latar Belakang Makna Karya


1951-1968: 1958 Rumah Abdullah Poleksosbud : Karya rumah tinggal
Atap Pelana Alwahab Nasionalisasi perusahaan awal arsitek
(Jl. Cisadane 19, asing, transisi sisa-sisa Indonesia.
Bogor) budaya Belanda ke
Rumah F.Silaban budaya Indonesia
(Jl. Gedong Sawah Arsitektur :
II/19, Bogor) Tahap pembentukan /
generasi awal arsitek
Indonesia. Dapat
dikatakan masyarakat
Indonesia kurang
bercukupan, maka atap
pelana yang relatif murah
disambut masyarakat.

1968-1979: 1968 Rumah A Lie Hong Poleksosbud: Perkembangan


Atap Limas Awal orde baru, lanjutan mode rumah
pembangunan 5 tahun I– tinggal.
III
Arsitektur:
Tahap pembangunan baru
arsitektur rumah tinggal
disebabkan lebih
banyaknya informasi
arsitektur.

8
3. Diakronik Karya Monumen

Kurun Waktu Tahun Ciri Pokok Karya Latar Belakang Makna Karya
1953-1954: 1953 Berkesan hening, Gerbang Taman Poleksosbud: Bangunan
Non- Bentuk seperti Makam Pahlawan Nasionalisasi, pengantar rasa
monumen candi Kalibata penghormatan hormat untuk
pahlawan. pahlawan
Arsitektur:
Indonesia
belum
mengenal
istilah karya
monumental
kontemporer.
1954-1960: 1954 Bentuk Konkret Tugu Nasional ke-1 Poleksosbud: Melambangkan
Monumen seperti bambu Nasionalisasi, persatuan
runcing dan lilin butuh simbol Indonesia dan
raksaasa persatuan kekokohan
nasionalisme. bangsa
Arsitektur: Indonesia.
Belum
mengenal
istilah
monumen
kontemporer
di Indonesia.
1963-1966: 1963 Bentuk-bentuk Monumen Poleksosbud: Peringatan atas
Monumen modern dari Pembebasan Irian kemenangan kejayaan
Indonesia Barat atas bangsa dan
kembalinya pemimpin
Irian Barat. Indonesia

Monumen Khatulistiwa Gerbang TMP Kalibata

9
Tugu Pembebasan Irian Barat Monumen Nasional

4. Rumah Tinggal F.Silaban


Rancangan rumah tinggal F.Silaban
merupakan antitesis dari tipologi ‘rumah
gedong’, rumah-rumah mewah yang
lazim dibangun pada masa penjajahan.
Secara skala dan isi, rumah tersebut
termasuk rumah yang ’mewah’ pada
masanya; menempati dua kavling,
memiliki banyak kamar tidur dan ruang-
ruang komunal yang luas, berlantai dua,
dan dibangun dengan bahan-bahan paling
baik pada masanya. namun di luar ukuran
kemewahan tadi, bangunan ini tidak
tampil dengan fasad yang bersolek seperti
rumah tinggal mewah pada umumnya.

Massa bangunan dipasang memanjang sejajar dan jauh dari garis jalan dengan
orientasi menghadap selatan. Perletakkan massa hanya menyisakan tempat
terbuka secukupnya di belakang untuk taman dan kegiatan sehari-hari rumah
tangga, sehingga tampilan depan bangunan lebih didominasi oleh lapangan
rumput yang besar dibanding bangunannya. Arti lain dari rancangan rumah ini
adalah memiliki ruang yang dapat diakses secara visual oleh publik lebih banyak
dibanding dengan rancangan terdahulu.

F.Silaban menggunakan atap pelana yang besar namun tidak menyolok seperti
atap perisai curam yang umum dijumpai pada masa itu. Sedangkan dinding luar
didominasi oleh bidang-bidang yang dibungkus dengan mosaik potongan-

10
potongan batu kali (slate stone) ala mondrian. pada bagian tertentu potongan batu
kali dikombinasikan dengan teliti dengan potongan batu andesit dan cetakan
terazzo poles sehingga menciptakan sudut-sudut detail yang rapi dan total.

Ruang-ruang dalam rata-rata bervolume dan memiliki void besar. Peran sentral
figur Silaban sebagai otoritas rumah tangga diwujudkan dalam posisi-posisi ruang.
Ruang tidur utama dan ruang kerja diposisikan di bagian depan dan memiliki
akses langsung ke berbagai ruang lainnya, termasuk akses visual ke 4 kamar
anaknya. Fungsi ruang juga dikelompokkan tegas dengan memisahkan aktivitas
rumah tangga (yang banyak dilakukan kaum perempuan) pada bagian belakang
dan aktivitas yang didominasi oleh kaum laki-laki pada bagian depan. dalam
peruntukkan ruang yang demikian kaum laki-laki dipahami berperan dalam
kegiatan-kegiatan formal seperti menerima tamu atau tampil sebagai representasi
keluarga.

5. Masjid Istiqlal
Presiden Soekarno ditunjuk sebagai
Ketua Dewan Juri dalam Sayembara
maket Masjid Istiqlal yang diumumkan
melalui surat kabar dan media lainnya
pada tanggal 22 Februari 1955.
Sayembara berlangsung mulai tanggal 22
Februari 1955 sampai dengan 30 Mei
1955. Pada tanggal 5 Juli 1955, Dewan
Juri menetapkan F. Silaban sebagai
pemenang pertama.

Arsitektur
Masjid dirancang agar udara dapat bebas bersirkulasi sehingga ruangan tetap
sejuk, sementara jemaah terbebas dari panas matahari dan hujan. Ruangan shalat
yang berada di lantai utama dan terbuka sekelilingnya diapit oleh plaza atau
pelataran terbuka di kiri-kanan bangunan utama dengan tiang-tiang dengan

11
bukaan lowong yang lebar di antaranya, dimaksudkan untuk memudahkan
sirkulasi udara dan penerangan yang alami.

Gaya arsitektur
Masjid ini bergaya arsitektur Islam modern internasional, yaitu menerapkan
bentuk-bentuk geometri sederhana seperti kubus, persegi, dan kubah bola, dalam
ukuran raksasa untuk menimbulkan kesan agung dan monumental. Bahannya pun
dipilih yang besifat kokoh, netral, sederhana, dan minimalis, yaitu marmer putih
dan baja antikarat (stainless steel). Ragam hias ornamen masjid pun bersifat
sederhana namun elegan, yaitu pola geometris berupa ornamen logam krawangan
(kerangka logam berlubang) berpola lingkaran, kubus, atau persegi. Ornamen-
ornamen ini selain berfungsi sabagai penyekat, jendela, atau lubang udara, juga
berfungsi sebagai unsur estetik dari bangunan ini. Krawangan dari baja ini
ditempatkan sebagai jendela, lubang angin, atau ornamen koridor masjid. Pagar
langkan di tepi balkon setiap lantainya serta pagar tangga pun terbuat dari baja
antikarat. Langit-langit masjid dan bagian dalam kubah pun dilapisi kerangka baja
antikarat. Dua belas pilar utama penyangga kubah pun dilapisi lempengan baja
antikarat.

Arsitektur Indonesia nampak pada bangunan yang bersifat terbuka dengan


memungkinkan sirkulasi udara alami sesuai dengan iklim tropis serta letak masjid
yang berdekatan dengan bangunan pusat pemerintahan. Kemudian pada bagian
dalam kubah masjid yang berhiaskan kaligrafi merupakan hasil adopsi arsitektur
Timur Tengah. Masjid ini juga dipengaruhi gaya arsitektur Barat, sebagaimana
terlihat dari bentuk tiang dan dinding yang kokoh.

Simbolisme
Terdapat tujuh gerbang untuk memasuki ruangan dalam Istiqlal yang masing-
masing dinamai berdasarkan Al-Asmaul-Husna, nama-nama Allah yang mulia dan
terpuji. Angka tujuh melambangkan tujuh lapis langit dalam kosmologi alam
semesta Islam, serta tujuh hari dalam seminggu. Tempat wudhu terletak di lantai
dasar, sementara ruangan utama dan pelataran utama terletak di lantai satu yang
ditinggikan. Bangunan masjid terdiri atas dua bangunan; bangunan utama dan
bangunan pendamping yang lebih kecil. Bangunan pendamping berfungsi sebagai
tangga sekaligus tempat tambahan untuk beribadah. Bangunan utama ini
dimahkotai kubah dengan bentang diameter sebesar 45 meter, angka "45"
melambangkan tahun 1945, tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Kemuncak atau mastaka kubah utama dimahkotai ornamen baja antikarat
berbentuk Bulan sabit dan bintang, simbol Islam.

Kubah utama ini ditopang oleh 12 tiang ruang ibadah utama disusun melingkar
tepi dasar kubah, dikelilingi empat tingkat balkon. Angka "12" yang
dilambangkan oleh 12 tiang melambangkan hari kelahiran nabi Muhammad yaitu
tanggal 12 Rabiul Awwal, juga melambangkan 12 bulan dalam penanggalan Islam

12
(juga penanggalan Masehi) dalam satu tahun. Empat tingkat balkon dan satu lantai
utama melambangkan angka "5" yang melambangkan lima Rukun Islam sekaligus
melambangkan Pancasila, falsafah kebangsaan Indonesia. Tangga terletak di
keempat sudut ruangan menjangkau semua lantai. Pada bangunan pendamping
dimahkotai kubah yang lebih kecil berdiameter 8 meter.

Rancangan interior masjid ini sederhana, minimalis, dengan hiasan minimal


berupa ornamen geometrik dari bahan baja antikarat. Sifat gaya arsitektur dan
ragam hias geometris yang sederhana, bersih dan minimalis ini mengandung
makna bahwa dalam kesederhanaan terkandung keindahan. Pada dinding utama
yang menghadap kiblat terdapat mihrab dan mimbar di tengahnya. Pada dinding
utama terdapat ornamen logam bertuliskan aksara Arab Allah di sebelah kanan
dan nama Muhammad di sebelah kiri, di tengahnya terdapat kaligrafi Arab Surah
Thaha ayat ke-14. Semua ornamen logam baja antikarat didatangkan dari Jerman.
Koridor di sekeliling teras pelataran menghubungkan bangunan utama dengan
menara masjid. Tidak seperti masjid dalam arsitektur Islam Arab, Persia, Turki,
dan India yang memiliki banyak menara, Istiqlal hanya memiliki satu menara
yang melambangkan Keesaan Allah.

6. Monumen Nasional
Teknologi yang digunakan pada
monumen Silaban mempunyai
kesamaan pada penggunaan bahan
beton, yang memberikan keluesan
pada bentuknya. Adanya beberapa
bentuk keseluruhan yang berbeda
karena adanya ulangan sayembara
Tugu Nasional ke – 2 kalinya, dimana
presiden Soekarno tetap menunjuk
Silaban untuk mengembangkan ide-
idenya.

13
Pengaruh bambu runcing, tugu lilin, karena masih belum ada inovasi lain untuk
karya monumental, sedangkan masa-masa perjuangan fisik Bangsa Indonesia
yang masa-masa itu masih terasa dan disambung dengan pemberontakan, maka
tampil bentuk frame dan envelope mendukung bentuk bambu runcing, dan lilin
raksasa.

Pengaruh Rusia didapatkan diduga sewaktu hubungan Indonesia-Rusia masih baik


sebelum meletus G30 S. Apalagi Silaban sering keliling dunia, sedangkan arus
informasi/buku-buku luar sudah banyak beredar dan disuga dimiliki Silaban. Pada
dasarnya teknologi dan bahan untuk monumen Tugu Nasional sama, hanya bentuk
dan ekspresinya yang berbeda.

Peta Kawasan Monumen Nasional

14
C. Kesimpulan
Untuk bangunan rumah tinggal, Silaban menggunakan teknologi dan material yang
awet dan tahan lama, sehingga terkesan mewah. Pengaruh bentuk atap pelana
memperlihatkan esensi kemakmuran dan ‘kesederhanaan’ dalam arsitektur modern.
Pengaruh bentuk atap limas berasal dari rumah-rumah Belanda yang bersudut curam.
Bentuk atap sangat berperan dalam menanggulangi permasalahan iklim tropis di
negara Indonesia.

Teknologi yang digunakan pada bangunan umum hampir sama dengan rumah tinggal.
Silaban memakai bentang modul 3meter untuk kolom, hal ini disebabkan prinsip
beliau yang memandang deretan kolom disekeliling ruang terbuka mempunyai sugesti
yang baik, seperti pada Masjid Istiqlal. Bahan-bahan yang digunakan mengesankan
mahal, terutama lantai dari marmer dan pengawetan beton eksposenya. Perbedaan
bangunan umum dengan rumah tinggal terletak pada atapnya, yang pada kurun waktu
awal menggunakan atap limas, kemudian diganti atap datar beton pada kurun waktu
kedua.

Teknologi sama juga dipakai untuk bangunan monumen, dengan frame beton
bertulang dan finishing dari bahan keramik atau marmer. Perbedaan bentuk tidak
mempengaruhi teknologi dan bahan.

Secara Keseluruhan teknologi dan bahan yang digunakan pada karya-karya Silaban
tidak memiliki perbedaan. Hal ini menyebabkan arsitektur F.Silaban pada masa itu
mempunyai ciri khas tersendiri.

15
REFERENSI

Odang, Astuti SA. 1992. Arsitek dan Karyanya : F.Silaban dalam Konsep dan Karya.
Bandung : NOVA.

http://id.wikipedia.org/wiki/Masjid_Istiqlal

http://ruang17.wordpress.com/2010/04/04/rumah-silaban/

Sumber Gambar :

http://www.silaban.net/2006/06/03/silaban-sang-arsitek-kesayangan-bung-karno/

http://muhammad-sadji.blogspot.com/2012/08/nasib-monumen-pembebasan-irian-barat.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Monumen_Nasional

http://geowu18.blogspot.com/2010/10/tugu-khatulistiwa-pontianak.html

http://mastonie-go2blog.blogspot.com/2011/04/pak-pardjo-wafat.html

http://artvisualizer.blogspot.com/2009/04/frederich-silaban.html

http://jbpsitinjak.blogspot.com/

http://foto.spmabogor.net/Bogor%20Jadul%201/

http://ruang17.wordpress.com/2010/04/04/rumah-silaban/

16

Anda mungkin juga menyukai