Anda di halaman 1dari 26

F.

SILABAN
DAN KARYA-KARYANYA

S
T AYANG AMALIA / 185060500111008

A IMMANUEL YOSHUA KURNIANTO / 185060500111030

2 CUT ZATA ZAKIRAH / 185060500111044

- M. IZZULHAQ A. / 185060501111010

C ARRIFKU HOIRUL FAZZA / 185060501111016

6
DAFTAR ISI

Biografi Friederich Silaban


Konsep Karya F. Silaban
Karya-Karya F. Silaban
Kesimpulan
Pernanggung Jawab
Daftar Pustaka
A. BIOGRAFI FRIEDRICH SILABAN

1. Perjalanan Hidup
Friedrich Silaban lahir pada tanggal 16 Desember 1912 di
Bonandolok, Tapanuli, Sumatera Utara. Friedrich
merupakan anak kelima dari keluarga petani pasangan
Jonas Silaban dan Noria Boru Simamora.

Walaupun lahir dari keluarga petani, Friedrich


mendapatkan kesempatan untuk bersekolah di Hollands
Inlandsche School (HIS) di Narumonda, Tapanuli utara
dan lulus pada tahun 1927. Sekolah tersebut adalah sekolah
berbahasa Belanda yang dikhususkan bagi masyarakat
pribumi terpandang. Friedrich merupakan anak yang pintar
sehingga beberapa kali lombat kelas karena dianggap
sudah menguasai pelajaran.

Setelah lulus dari HIS pada tahun 1927, beliau mengikuti


ujian penerimaan sekolah teknik mengengah yang
bergengsi di Koningin Wilhemina School (KWS) di
Jakarta. KWS adalah salah satu sekolah teknik menengah yang ada di Hindia Belanda pada awal
abad ke-20 yang merupakan bentuk perwujudan dari Politik Etis pemerintah kolonial Belanda,
sekolah tersebut harus ditempuh empat tahun dan khusus didirikan untuk siswa-siwa Bekandan
dan Pribumi pilihan. Salah satu bidang pendidikan yang diajarkan adalah ilmu bangunan. Sekolah
elite ini diselenggarakan untuk memenuhi tenaga terampil terdidik bagi pembangunan fisik di
koloni.

Setelah lulus dari KWS pada tahun 1931, Friedrich bekerja sebagai juru gambar bangunan BOW
pada Kotapraja Batavia, dan beliau juga bekerja sambilan pada sore harinya di sebuah biro arsitek
Belanda dan sering menampilkan karya-karyanya di pameran gambar di Pasar Gambir Jakarta.
Pada malam harinya, Friedrich juga ikut kursus arsitektur yang biasanya diikuti oleh para pegawai
yang bekerja pada pagi harinya. Beliau memang dikenal sebagai arsitek otodidak yang selalu ingin
menambah pengetahuannya lebih dari yang didapat dari pendidikan formal.

Pada tahun 1942, Friedrich Silaban bertemu dengan gadis keturunan Betawi-Belanda yang
bernama Letty Keivits. Setelah berkenalan, tanpa panjang lebar Friedrich langsung menemui orang
tua gadis tersebut untuk meminta izin menikahinya, namun Friedrich diminta untuk menunggu
selama empat tahun karena gadis tersebut masih sangat muda. Empat tahun kemudian, Friedrich
menikahi gadis tersebut pada tanggal 18 Oktober 1946 dan dikaruniai sepuluh orang anak. Salah
seorang diantaranya yaitu Ir. Panogu Silaban yang mewarisi bakat beliau di bidang arsitektur.
Pada tahun 1950, Friedrich dan keluarganya pergi berlibur ke Amsterdam selama 7 bulan. Malam
harinya beliau gunakan kesempatan tersebut untuk kuliah di Academic voor Bouwkunst
Amsterdam untuk mengikuti pendidikan arsitektur secara formal.

Friedrich seringkali mengikuti sayembara-sayembara, dan tidak sedikit sayembara yang beliau
menangkan. Salah satu kemenangan terbesar dari sayembara yang diikuti Friedrich yaitu
perancangan Masjid Istiqlal. Pada tanggal 22 februari 1953, sayembara perancangan masjid
nasional diluncurkan di surat kabar. Sayembara dengan skala dan prestise sebesar ini merupakan
yang pertama di Indonesia. Pada tanggal 5 juli 1955, dewan juri menetapkan Friedrich Silaban
menjadi pemenang pertama. Penetapan tersebut dilakukan di Istana Merdeka, sekaligus
menganugerahkan sebuah medali emas 75 gram dan uang tunai sebesar Rp25.000. pemenang
kedua, ketiga dan keempat diberikan hadiah dan seluruh pemenang mendapatkan sertifikat
penghargaan.

Namun, selepas revolusi kepemimpinan nasional pada 1965-1966, proyek yang dikerjakan F.
Silaban mulai menurun. Soekarno sebagai kerabat kerja sekaligus teman akrab F. Silaban
seringkali memberikan proyek dan memercayakan F. Silaban untuk mengerjakan proyek-proyek
besar di Indonesia. Pada tahun 1967, Soekarno diasingkan menjadi tahanan rumah di Wisma Yaso
dan meninggal dunia tiga tahun kemudian pada 1970. F. Silaban sangat kehilangan kerabat
kerjanya yang mana selama ini Soekarno-lah yang memberikan proyek-proyek besar kepada F.
Silaban. Bahkan hal yang tidak pernah F. Silaban lakukan selama ini yaitu melamar pekerjaan
beliau lakukan semenjak kepergian Soekarno. Sehingga pada akhirnya beliau bekerja sebagai
dosen di jurusan arsitektur Universitas Indonesia pada tahun 1972-1976.

Sekitar tahun 1982, Friedrich merancang karya terakhirnya yaitu Universitas Nommosen di Medan
sebelum pada tanggal 14 Mei 1984 beliau meninggal karena sakit.

2. Riwayat Pendidikan
Pendidikan formal :

 1927 : Lulus Holland Inlandsche School (HIS) di Narumonda, Tapanuli,


Sumatera Utara
 1931 : Lulus Koningin Wilhelmina School di Jakarta
 1950 : Kuliah malam di Academic voor Bouwkunst di Amsterdam
3. Riwayat Pekerjaan
 1931 (Mei - Juli) : Juru Gambar Bangunan Kotapraja Jakarta
 1931 – 1937 : Pengawas Bagian Teknik Kotapraja Jakarta
 1937 – 1939 : Geniechef Pontianak (Kepala Teknik Pontianak) untuk daerah
Kalimantan Barat
 1939 – 1942 : Pengawas Juru Gambar Kotapraja Bogor
 1942 – 1949 : Direktur Burgerlijk Openbare Werken (BOW) Bogor (Kepala DPU
Bogor)
 1949 akhir – Mei ’65 : Kepala DPU Kota Bogor, dengan kurang lebih 5 tahun menjadi
Ketua Panitia Keindahan Kota DKI Jakarta
 1959 – 1962 : Anggota Dewan Perancang Nasional (DEPERNAS)
 1965 Mei : Pensiun Kotamadya Bogor
 1967 – 1984 : Wakil Kepala Proyek Masjid Istiqlal Jakarta
 1972 – 1976 : Dosen mata kuliah Kode Etik dan Tata Laku Profesi pada Jurusan
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia Jakarta

Sebagai seorang arsitek otodidak, Friedrich silaban memiliki daya nalar dan analitik yang tinggi
untuk memahami pemikiran yang melandasi pembentukan arsitektur modern di Eropa, Amerika
Seikat, maupun Amerika Latin dalam serangkaian kunjungannya ke benua-benua tersebut. Yakni
lokasi yang tepat, reduksi maksimal atas wujud massa dan bahan bangunan serta pendayagunaan
optimal atas kondisi lingkungan setempat. Sebab itu, Friedrich Silaban setuju terhadap komposisi.

Friedrich Silaban lebih dikenal sebagai arsitek perancang bangunan-bangunan gedung


monumental era demokrasi terpimpin. Padahal Friedrich Silaban juga merancang sejumlah rumah
tinggal dan menerapkan seluruh teknik gubahannya di karya-karya tersebut. Salah satu contoh
yang masih tersisa adalah rumah tinggal Friedrich Silaban di Kota Bogor, bangunannya dirancang
sebagai sebuah gedung dengan atap yang paling lugas.

3. Perjalanan ke Luar Negeri

Friedrich Silaban seringkali melakukan perjalanan ke luar negeri bersama keluarganya. Selain
untuk berlibur, Friedrich ke luar negeri juga untuk mempelajari perkembangan arsitektur pada
berbagai negara karena Friedrich memiliki daya nalar dan analitik yang tinggi. Bahkan pada salah
satu perjalanannya ke Amsterdam, Belanda, beliau menggunakan kesempatan tersebut untuk
bersekolah arsitektur di Academic voor Bouwkunst pada malam harinya.

 1949 (akhir) : Cuti di Nederland, hampir 1 tahun. Sempat mengikuti kuliah di


Academic van Bouwkunst di Amsterdam
 1954 : Perjalanan ke Jepang, Philipina, Burma, dan India
 1957 : Perjalanan ke Amerika Serikat dan mengunjungi hampir tiap kota
besar (selama 4 bulan)
 1961 : Keliling dunia
 1962 : Perjalanan ke Jepang
 1964 : Keliling dunia
 1965 : Bekerja di Wiena selama 2 minggu
 1971 : Perjalanan ke Jerman Barat, Itali, Yunani, Jepang
 1973 : Perjalanan ke Iran, Libanon, Mesir, Jerman Barat, Malaysia
 1975 : Perjalanan ke Belanda, Jerman Barat, dan Canada
 1981 : Perjalanan ke Belanda dan Jerman Barat

4. Pandangan Arsitektural

“Silaban memiliki pandangan arsitektur yang


sangat idealis. Idealisme arsitektur menurut
Silaban adalah pendirian atau sikap hidup yang
secara terus menerus memperjuangkan kemurnian
arsitektur ditilik dari sudut kepentingan rakyat dan
negara Indonesia dalam arti kata yang seluas-
luasnya” (Eko Budiharjo,1983)

Kepentingan rakyat Indonesia adalah gedung-


gedung besar yang dibutuhkan oleh pemerintah dan
badan-badan swasta yang bermodal dalam hal ini berupa kantor dengan berbagai ukuran dan
bentuk, gedung-gedung perguruan tinggi, bank, museum, rumah sakit dan gedung-gedung publik
lainnya.

Friedrich menulis dan menyadari bahwa salah satu hal terpenting dalam setiap perancangan adalah
mengaitkan rancangan terhadap pengaruh iklim tropis di Indonesia. Panas, hujan, angin dan
pembayangan matahari menjadi prinsip perancangan yang mempengaruhi setiap rancangan beliau.
Karena di Indonesia jarang terjadi angin kencang, maka yang paling dibutuhkan dan menjadi
esensi dari arsitektur tropis adalah atap. Dinding bersifat sebagai penghalang pandangan mata,
untuk membatasi privasi. Harus diupayakan terbentuk volume udara yang sebesar mungkin di
dalam rumah. Struktur seperti kolom dan pondasi berfungsi sebagai penyalur beban atap ke tanah,
sehingga esensinya menjadi satu dengan atap. Lantai yang beratap dilapisi dengan lapisan keras
agar lebih mudah dibersihkan dan lebih sehat.

Ketahanan bangunan, menurut beliau penting sekali agar biaya pemeliharaan dapat ditekan
seminimal mungkin. Salah satu pernyataan kuat dari Friedrich adalah tentang bentuk arsitektur
Indonesia, yang mana menurutnya bentuk arsitektur Indonesia tidak perlu dicari-cari, sebab
manusia Indonesia sendiri masih dalam proses pembentukan, yang jelas arsitektur Indonesia itu
harus modern dan harus bersifat tropis.

Pernyataan ini menyiratkan kaitan antara elemen-elemen bangunan dengan fungsi bangunan.
Fungsionalitas arsitektur menurut Silaban “Semua hal-hal yang tidak mutlak dibutuhkan oleh
suatu gedung untuk berfungsi sebaik-baiknya, sebaiknya jangan diadakan, demi kesederhanaan
dan kejelasan perhiasan itu apabila tidak bisa dihindari tetap sebaiknya menggaris bawahi fungsi
gedung yang bersangkutan” (Budiharjo, Eko, 1983).
5. Prestasi dan Penghargaan
Sebagai seorang anak desa dari keluarga petani, Friedrich Silaban telah mengukir banyak sekali
prestasi gemilang. Melalui bakat dan ketekunannya dalam bilang arsitektur, beliau
mengekspresikan rasa cintanya kepada bangsa dan negara. Kecintaan tersebut tanpa membedakan
agama maupun etnis dan ras. Hal ini dibuktikan dalam rancangan beliau yang merupakan seorang
beragama Kristen Protestan merancang arsitektur Masjid Istiqlal yang merupakan tempat
beribadah kaum Muslim.

Meskipun pada awalnya Friedrich sempat ragu untuk mengikuti sayembara tersebut, namun beliau
berhasil meraih prestasi sebagai pemenang pertama. Friedrich yang merupakan seorang Kristen
Protestan yang taat, berdoa kepada Tuhannya untuk diberikan petunjuk atas sayembara tersebut,
dan ternyata tidak ada halangan sama sekali Friedrich dalam menjalankan sayembara tersebut.
Istiqlal menjadi bukti monumental keberhasilan Frederich Silaban menciptakan karya besar untuk
saudaranya sebangsa yang beragama Islam, tanpa mengorbankan keyakinannya pada agama yang
dianutnya. Dalam mendesain Istiqlal, Friedrich menerapkan filosofi tropis. Hal itu dapat dikenali
dari penggunaan atap-atap lebar dan koridor besar. Tujuannya yaitu agar hawa di dalam masjid
sejuk meskipun tanpa alat penyejuk udara buatan. Selain itu, Friedrich sengaja menata ruangan
terbuka di kiri dan kanan bangunan utama dengan tiang-tiang lebar untuk memudahkan sirkulasi
udara dan menjadi penerangan alami.

Atas prestasinya dalam memenangkan sayembara


merancang arsitektur Masjid Istiqlal, Friedrich
mendapat julukan “Grace of God” oleh Presiden
pertama RI, Ir. Soekarno, karena Friedrich telah
mengukir sejarah toleransi beragama di Indonesia.
Friedrich Silaban mempunyai hubungan erat dengan Ir.
Soekarno. Pada masa itu konsep keindahan Kota
Jakarta sebagai hasil tugas Friedrich yang berperan
dalam pekerjaannya. Hubungan eratnya dengan Kepala
Negara merupakan peristiwa jitu untuk memperluas
area pemahaman dan penafsiran terhadap hasil-hasil karya yang sedikit banyak berkaitan dengan
pekerjaannya.
B. KONSEP KARYA F. SILABAN

1. Politik Mercusuar

Politik Mercusuar adalah megaproyek presiden Presiden Soekarno, politik ini bertujuan untuk
menjadikan Indonesia mendapat tempat di antara negara-negara The New Emerging Forces.
Dengan rnecana membangun bangunan monumental di wilayah medan merdeka, Presiden
Soekarno memiliki dua arsitek berbakat kepercayaannya, yaitu Soejoedi dan F. Silaban untuk
membantu menyukseskan Politik Mercusuar

2. Fungsi

Berikut adalah pengertian fungsi secara luas melalui fungsionalitas arsitektur, melalui beberapa
pandangan sebagai berikut:

1. Menurut Christian Noberg Schultz ada 4 fungsi dalam arsitektur,


A. Physical control (pengendali faktor alam)
B. Functional frame (kerangka fungsi)
C. Social milieu (lingkungan social)
D. Cultural symbolization (simbol budaya)

2. Menurut Larry Ligo, ada lima fungsi yang dapat diciptakan dalam arsitektur :
A. Structure functional (Fungsi Struktur)
B. Physical functional (Fungsi Fisik)
C. Phsycological function (Fungsi Psikologis)
D. Social function (Fungsi Sosial)
E. Culture/existencial function (Fungsi Budaya masyarakat)

3. Menurut Jan Mukarowsky, ada lima fungsi yang dapat diciptakan dalam arsitektur ;
A. Expressive functional (Fungsi Ekspresi)
B. Aesthetic function (Fungsi Estetik)
C. Allusorry function (Fungsi Kenangan)
D. Territorial function (Fungsi Teritori/ Batas)
E. Referential function (Fugsi Acuan)

Dari tiga pandangan fungsional arsitektur, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian fungsi
secara luas dalam suatu karya arsitektur adalah:
1. Fungsi merupakan Proses
Dalam proses perancangan bangunan, fungsi merupakan sebuah proses, baik mulai dari
konsultasi klien, pemilihan komponen bangunan, penyusunan ruang, pengolahan bentuk, dan
proses penciptaan lainnya.
2. Fungsi merupakan Tujuan
Karena fungsi merupakan proses, maka akan terarah pada satu tujuan yang mana karenanya
arsitektur tersebut diciptakan.
3. Fungsi merupakan Keseluruhan
Fungsi berhubungan dengan keseluruhan aspek arsitektur yang saling berkaitan satu sama
lain
4. Fungsi merupakan Perilaku
Fungsi selalu dipengaruhi oleh aktivitas dari pelaku
5. Fungsi merupakan Hubungan
Fungsi berhubungan pada keseluruhan aspek arsitektur yang saling berkaitan satu sama
lain.

Fungsionalitas Arsitektur Menurut Silaban

“Semua hal-hal yang tidak mutlak dibutuhkan oleh suatu gedung untuk berfungsi sebaik-baiknya,
sebaiknya jangan diadakan, demi kesederhanaan dan kejelasan perhiasan itu apabila tidak bisa
dihindari tetap sebaiknya menggaris bawahi fungsi gedung yang bersangkutan” (Budiharjo, Eko,
1983).

Menurut pandangan Silaban, arsitektur yang ideal adalah arsitektur yang sederhana, ringkas, dan
jelas. Salah satu contohnya ialah ornamen, Silaban memiliki pendapat bahwa ornamen tidak hanya
berfungsi memperlihatkan suatu keindahan, namun harus memiliki suatu fungsi yang dapat
menunjukkan suatu khas dari bangunan yang bersangkutan. Menurutnya, penggunaan elemen
yang berlebihan juga dapat mengurangi kejelasan bangunan yang bersangkutan.
Ciri-ciri bangunan rumah tinggal yang ideal menurut Silaban, ialah:
a. Bangunan dikelilingi emper peneduh dan ketinggian plafon minimal 4 meter.
b. Mempunyai jenis atap pelana yang ringkas dan penutup atapnya terdiri dari material yang tahan
bocor dan rembes.
c. Penggunaan material yang berkualitas tinggi.
d. Desain yang modern bersifat tropis.

Dari segi fungsional dalam sistem arsitektur, bangunan karya Silaban lebih mengungkapkan
fungsional konstruktivisme dan fungsional geometris. Hampir semua bangunan karya Silaban
menggunakan struktur dan bahan yang jelas dan berkualitas, yang menunjukan kekokohan bahan
dan kualitas unsur-unsur konstruksinya (Fungsional Konstruktivisme). Bangunan diarahkan
kepada dasar-dasar bentuk geometris, sehingga kaidah-kaidah geometris lebih mendominasi
rancangan, dan selalu menampilkan bentuk-bentuk sederhana (Fungsional Geometris). Juga
memakai pendekatan aspek ekonomi untuk mencapai hasil yang berguna, rasional dalam
pemecahan masalah, dan menekankan jalannya aktivitas yang optimal (Fungsional Berdaya
Guna). Pandangan Silaban tentang tingkat keawetan bangunan (pemilihan bahan dengan
berkualitas tinggi, harga tinggi) untuk memperkecil atau meminimalisir biaya perawatan.

Bangunan-bangunan umum seperti Masjid Istiqlal , Kantor Bank, Gedung Pola, dan Rumah Dinas
Wali Kota (Bogor) menganut ketiga sistem fungsional tersebut. Namun ada pula bangunan umum
yang tidak hanya menganut ketiga sistem fungsional diatas, tetapi mengungkapkan Fungsional
Organik. Fungsional Organik adalah penggunaan/pemanfaatan bahan alam dan kenyataan
fenomena alam, (Gedung SPMA di Bogor).

Bangunan karya Silaban pada awal karirnya ini sangat memperhatikan kondisi lingkungan di
wilayah tersebut, baik dalam bentuk bangunan, penempatan ruang, maupun dalam pemilihan
bahan atau material. Selain gedung SPMA Bogor, bangunan Hotel Banteng (sekarang Hotel
Borubudur) di Jakarta, yang sebagian dibangun berdasarkan rancangan Silaban (lantai dasar),
ternyata cenderung bertolak belakang dengan ungkapan konsep fungsional berdaya guna. Ukuran
kamar-kamar Hotel Banteng dirancang dengan sangat besar untuk memperoleh julukan sebagai
kamar hotel terbesar diseluruh Asia dengan tidak memperhitungkan nilai segi komersial bangunan
hotel. Bisa jadi ini merupakan suatu alasan mengapa proses perancangan bangunan Hotel Banteng
diserahkan kepada pihak lain.

Gedung Nasional di Bogor beralih menjadi kantor bersama bank-bank swasta. Dilihat dari
banyaknya bangunan yang beralih fungsi menunjukkan bahwa fungsionalisme Silaban cenderung
bukan fungsional kegunaan (form follows function), serta bukan fungsional ekspresi (kegunaan
bangunan).

Fungsional sistem arsitektur lebih ditekankan pada fungsional konstrukvisme, fungsional


geometris dan fungsional berdaya guna, sedangkan fungsional kegunaan dengan form follows
function tidak nampak bangunan umum karya Silaban

3. Teknologi dan Bahan

Sebagian besar karya bangunan umum Friedrich Silaban berupa bangunan kantor pemerintah,
kantor bank dan dinas-dinas, selain itu Silaban juga merancang masjid, gereja, sekolah, restoran,
hotel, dan lain-lain. Pada rancangan bangunan umum, Silaban tetap mempertahankan irama kolom
sebagai struktur, dapat dilihat pada rancangan sekolah (SMPA) yang dibangun sekitar tahun 1950
sebagai karya Silaban yang pertama, irama kolom sudah muncul. Pada rancangan Masjid Istiqlal
(1960-1970) irama ini tetap ada. Selain prinsip perancangan, ada prinsip lain dari Silaban yaitu
pemilihan bahan.
Prinsip utamanya adalah tingkat keawetan dan ketahanan terhadap perubahan cuaca di Indonesia
yang beriklim tropis. Contohnya adalah pada rancangan Mesjid Istiqlal - Jakarta, untuk bahan
lantai Silaban memilih bahan marmer sebagai finishing, juga memakai bahan keramik yang pada
masa itu harus didatangkan dari luar negeri. Pilar-pilar dan dinding juga dilapisi marmer. Bahkan
untuk atap pun Silaban memilih keramik sebagai finishing. Silaban juga memilih alumunium dan
stainless steel sebagai bahan logam anti karat yang termasuk dalam elemen tampak.
Stainless steel juga dipilih sebagai bahan dari talang, tujuannya adalah agar bangunan dalam
jangka panjang tidak memerlukan banyak perawatan. Dari segi teknisnya, pemilihan bahan yang
pemasangannya rumit dan membutuhkan tenaga ahli dapat digunakan dengan baik dalam jangka
waktu yang panjang.

4. Ekspresi

Berdasarkan kesepakatan yang diambil dari pengalaman pengamat sebelumnya, dapat diartikan
bahwa ekspresi adalah suatu karakter dan komposisi yang dipancarkan oleh bangunan.
a. Ekspreksi Struktur

Terdapat beberapa hal penting yang dapat disimpulkan dari ekspresi setiap karya F. Silaban, antara
lain 1) F. Silaban menampakkan struktur bangunannya yang dengan tegas berupa struktur rangka;
2) F. Silaban lebih suka menampakkan dimensi kolom pada setiap karyanya; 3) terlihat adanya
irama pada kolom-kolom tersebut ; dan 4) Geometri yang sederhana melekat pada bentuk karya
bangunannya. F. Silaban berpendirian teguh kepada prinsip yang menjelaskan bahwa “arsitektur
itu harus sesederhana, seringkas dan sejelas mungkin” (“Menuju Arsitektur Indonesia”; Eko
Budihardjo). Bagi F. Silaban bentuk yang sederhanalah yang paling mudah diterima banyak orang.
Justru banyaknya elemen “penyedap” yang digunakan pada suatu bangunan malah akan
mengurangi kejelasan fungsi bangunan tersebut.

Konsep bentuk bangunan karya F. Silaban mengandung tiga dasar yaitu atap, kolom dan lantai
dengan atap sebagai yang paling menonjol. Atap dianggap penting atas pertimbangan bangunan
membutuhkan atap yang benar-benar bebas dari masalah kenyamanan seperti bocor dan
memberikan naungan yang ideal bagi penghuni/pengguna di dalamnya.

Ciri lain adalah bagian dasar bangunan yang memperlihatkan kolom-kolom dalam jarak berirama
yang teratur, karena irama vertikal yang sangat kuat tersebut pada sudut panjang tertentu seolah-
olah akan membentuk bidang horizontal yang merupakan ekspresi dari kaki bangunan tersebut.

a. Ekspresi Tampak
Ekspresi tampak yang ditunjukkan pada karya F. Silaban adalah aplikasi sun
shading/pembayangan. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar rancangan F. Silaban memakai
bentukan sun shading sebagai finishing tampaknya. Meskipun F. Silaban menambahkan sun
shading, tetapi F. Silaban tetap mengutamakan irama kolom, karena sun shading hanya dianggap
sebagai elemen sekunder.
Ciri lainnya dari karya F. Silaban adalah penyelesaian sudut bangunan yang khas. Sudut bangunan
dibuat sehingga memiliki dua arah. Dengan penyelesaian seperti ini, bangunan akan mempunyai
ekspresi tampak yang sama. Apalagi jika bangunan dilengkapi dengan sun shading yang sama
pada ke-4 sisinya. Perbedaannya hanya pada proposi panjang dan lebar bangunan yang berbeda.

b. Ekspresi Teknologi dan Bahan


F. Silaban selalu memilih bahan bangunan yang berkualitas terbaik bagi bangunan-bangunan yang
dirancangnya. Karena bahan yang bermutu tinggi tersebut bangunan dapat tahan dan tetap awet
terhadap perubahan cuaca, maka dari itu harganya pun menjadi lebih mahal.

Tidak sedikit karya F. Silaban yang tidak dapat terealisasikan karena terhalangnya biaya ralisasi
oleh investor karena dianggap terlalu mahal. Tetapi F. Silaban tetap berpegang teguh pada
prinsipnya bahwa bahan yang berkualitas adalah yang terbaik dan pastinya tahan terhadap
perubahan cuaca.

5. Proporsi
Hubungan geometris dengan sisi-sisi suatu bidang dengan isi, dan rasio dari bagian-bagian yang
berbeda dalam sebuah komposisi sangat berkaitan dalam arsitektur.
* Faktor Pengaruh Pembentuk Proporsi

a. Segi Biografis

Dari segi biografis F. Silaban dianggap kuat dalam mempengaruhi bentuk karya-karyanya adalah
bersifat teguh dalam berdasar pada prinsip dan pengalaman pemikiran, juga wawasan bidang
arsitektur yang luas. F. Silaban merupakan sosok yang sangat teguh dalam menggenggam
prinsip yang telah beliau yakini.

b. Kondisi Setting
Kaitannya dengan pengaruh terhadap bentuk proporsi karya F. Silaban adalah keadaan lingkungan
di sekitar baik fisik maupun non fisik pada saat karya-karya atau ide-ide F. Silaban muncul.
i. Kondisi Sosial Politik
Ide dan karya F. Silaban sebagian besar muncul antara tahun 1950-1960.Kondisi sosial dan politik
dalam negeri maupun luar negeri Indonesia pada kurun waktu tersebut sedang dalam kondisi yang
labil. Kondisi yang paling menonjol pada saat itu adalah adanya penghormatan yang secara
berlebihan terhadap seorang pemimpin, yaitu terhadap Presiden Pertama RI, Ir. Soekarno.

Pada saat itu juga pribadi F. Silaban sangat dekat dengan presiden Ir. Soekarno, bahkan beliau
sering mendukung ide-ide yang diungkapkan oleh Presiden Soekarno termasuk ide-ide tentang
arsitektur dan produknya. Hal tersebut dapat dilihat pada saat Presiden Soekarno mengungkapkan
ide adanya “Nation Building”, yaitu pandangan tentang bangunan yang mampu mencerminkan
dan membangkitkan kebanggaan nasional, sehingga bangunan-bangunan yang terungkap berskala
raksasa, megah dan heroik.

ii. Kondisi Arsitektural

Pada saat F. Silaban mengadakan perjalanan ke luar negeri dengan tujuan studi maupun
pengamatan, pada sekitar tahun 1949 – 1975, kurun waktu tersebut merupakan era arsitektur
modern memasuki tahap High Modernism (bentuk modernitas yang sangat erat pengaruhnya dari
sains dan teknologi. Awal mula High Modernism ini setelah Perang Dunia I) dan Late Modernism
(bentuk modernitas yang meliputi produksi seni setelah Perang Dunia II sampai dengan awal abad
ke-21). Nilai kemanusiaan, ekspresionalisme dan idealisme dalam arsitektur modern mengambil
perhatian F. Silaban, sehingga karyakaryanya di Indonesia membuat nilai-nilai tersebut terungkap,
walaupun masih ada sedikit upaya untuk menyesuaikan dengan kondisi iklim di Indonesia.

iii. Kondisi Teknologi Konstruksi dan Bahan Bangunan

Munculnya Revolusi Industri menjadi cikal bakal berkembangnya arsitektur modern. Dimana
bahan bangunan dan teknologi konstruksi terbaru dihasilkan. Mengingat bahwa karya F. Silaban
didominasi oleh aliran arsitektur modern, maka untuk mewujudkannya, digunakan teknologi
konstruksi dan bahan bangunan yang modern pada saat itu. Sistem struktur rangka dengan bahan
bangunan bentuk bertulang merupakan unsur pokok dalam mewujudkan bentuk-bentuk bangunan
karya F. Silaban.

6. Komposisi
Pengamatan berkenaan dengan komposisi pada bangunan karya-karya F. Silaban, yang dilakukan
beberapa kali sehingga dapat diklasifikasikan menjadi poin-poin penting sebagai berikut :

1) Komposisi antara Fungsi Bangunan, Konstruksi dan Bentuk Bangunan

Dapat disimpulkan bahwa perpaduan komposisi antara fungsi bangunan, konstruksi dan bentuk
bangunan pada karya F. Silaban yaitu :

a. Form Follows Function tidak berlaku pada karya-karya F. Silaban, karena menurut beliau
pribadi tidak jadi masalah apabila beberapa bangunan yang memiliki bentuk yang sama, tetapi
memiliki fungsi yang berbeda; b. Menggunakan struktur rangka dengan tampak luar yang
bervariasi, misalnya lebih menonjol ke luar atau menjorok ke dalam; c. Memilih bentuk kolom
persegi panjang yang bertujuan agar didapatkan kesan plastis (mudah dibentuk) dan ramping dan;
c. Menganut aliran fungsionalis, terutama pada bangunan umum/publik.

2) Komposisi dalam Estetika Tampak Bangunan

Dapat diambil kesimpulan mengenai komposisi dalam estetika tampak bangunan pada karya F.
Silaban yaitu : a. Karya-karya F. Silaban mengemban prinsipprinsip estetika berupa kesatuan,
ptoporsi, skala, keseimbangan, irama, urutan dan klimaks; b. Kesatuan baru dapat diterlihat apabila
terdapat dominasi, pengulangan dan kesinambungan; c. Atap merupakan bagian terpenting pada
gedung/bangunan karya F. Silaban dan; d. Dominasi vertikal dalam komposisi estetis dan makna.
3) Komposisi antar Massa Bangunan dan Tapak (Site)

C. KARYA-KARYA F.SILABAN
Karya-karya F. Silaban yang terlaksana adalah:

 1951 : Gedung SPMA ( Sekolah Pertanian Menengah Atas ) Bogor


 ± 1951 – 1953: Gedung Kantor Perikanan, Bogor
 1953 : Gerbang Taman Makam Pahlawan Kalibata
 1954 1978 : Masjid Istiqlal, Jakarta
 1958 : Bank Indonesia, Jakarta
 ±1958 – 1960 : Gedung BLLD, Bank Indonesia, Jakarta. Gedung FLAT BLLD, Jakarta
 1960 : Bank BNI 1946, Jakarta
 ±1960 – 1962 : Bank BNI 1946, Medan. Bank Indonesia, Surabaya
 1962 : Markas besar TNI Angkatan Udara, Jakarta. Gedung Pola/ Perintis Kemerdekaan,
Jakarta. Basement Hotel Banteng (kini Hotel Borobudur), Jakarta
 1963 : Monumen Pembebasan Irian Barat, Jakarta
 1968 : Rumah tinggal Tuan A Lie Hong , Bogor
 ±1982 : Universitas Nommensen, Kolonial Medan

1. Gedung SPMA (Sekolah Pertanian Menengah Atas)


Gedung SPMA atau sekarang yang dikenal sebagai
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP)
dirancang mulai tahun 1948 – 1951 dan dibangun di
Kota Bogor. Gedung berlantai satu ini menggunakan
atap perisai dengan sudut yang curam atau limas
genting yang tampil mendominasi. Gedung ini juga
dikelilingi lahan-lahan curam yang ditanami pohon-
megapolitan.antaranews.com pohon pinus dan memiliki gubahan dengan massa
berbentuk huruf ‘F’ dan juga memiliki ruang terbuka
di luar dan di dalam gedung sehingga membuat gedung ini menjadi sangat menarik.
2. Rumah Silaban
Rumah yang dirancang untuk
mempersiapkan kunjungan Soekarno ke
rumah tersebut dan dirancang pada tahun
1958 ini merupakan karya yang paling
personal di sepanjang karir F. Silaban.
Rumah ini dibangun dalam kurun waktu
1959 – 1960 ketika F. Silaban tengah
berada di puncak karirnya sebagai arsitek
yang paling dominan di Indonesia. arsitekturindonesia.org
Rumah ini dirancang agar memiliki massa
yang memanjang horizontal sejajar dengan jalan, memenuhi lebar kavling dan menimbulkan kesan
polos yang dinamis dari garis horizontal tersebut. Karena rumah ini didesain seoptimal mungkin
untuk menangani pengendalian iklim tropis, massa bangunan ini ditarik jauh ke dalam kavling
menjauhi garis sempadan bangunan, sehingga rumah ini memiliki banyak teras agar memberikan
ruang terbuka hijau yang luas sebagai halaman depan dan memiliki material yang cocok dengan
iklim tropis. Material yang digunakan pada bangunan ini adalah beton, baja, macam kayu, ubin
teraso, kayu sirap untuk atap dan tidak memiliki plafon atau ruang bawah atap. Emper-emper yang
terbuka di bagian depan dan belakang rumah juga memberikan ruang-ruang yang menyenangkan
bagi berbagai aktivitas keluarga, seperti menerima tamu dan melakukan berbagai kegiatan sehari-
hari keluarga besar,

3. Gedung Pola
Suatu sejarah telah terukir di dalam gedung yang berada
di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 ini, yaitu Proklamasi
Kemerdekaan Republik Indonesia telah dibacakan
dengan penuh makna oleh Ir. Soekarno pada 17 Agustus
1945. Gedung Pola yang sekarang berdiri di Jakarta
merupakan karya F. Silaban yang menjadi salah satu
hasil dari pembangunan proyek-proyek bangunan
monumental khususnya di Jakarta yang muncul karena
arsitekturindonesia.org adanya visi dan misi yang modern oleh Ir. Soekarno
bahwa arsitektur dapat menjadi sebuah simbol kekuatan
dan kekuasaan negara. Visi dan misi ini muncul setelah Kemerdekaan Republik Indonesia yang
terjadi pada 17 Agustus 1945.

Gedung yang dibangun pada 1960 ini memiliki fungsi sebagai sebuah museum atau galeri yang
memperlihatkan gagasan Pemerintah Republik Indonesia yaitu rencana-rencana fisik yang besar.
Selain itu, pada tahun 1961 – 1969 gedung ini memiliki fungsi sebagai sebagai pameran ‘Projek
Semesta Berentjana Delapan Tahap Pertama 1961 – 1969' dan dibangun dengan kokoh di atas
lahan Gedung Pegangsaan Timur.

‘Projek Semesta Berentjana Delapan Tahap Pertama 1961 – 1969' adalah sebuah studi yang
berfungsi untuk mengetahui monumentalitas arsitektur pada bangunan Gedung Pola, mengetahui
wujud ekspresi monumentalitas pada bangunan Gedung Pola, dan mengetahui elemen geometrik
yang mendukung terciptanya ekspresi monumentalitas pada bangunan Gedung Pola. Hasil
penelitian yang didapat adalah monumentalitas pada gedung ini dapat dilihat dari elemen geometri
yang berbentuk elemen bujur sangkar dengan garis sebagai elemen penyusun monumentalitasnya
dengan penataan yang berulang menunjukkan irama yang statis dan seimbang.
Gedung ini dirancang bernaungan atap besar yang ditopang oleh kolom-kolom pipih dan dinding
tidak pejal atau tidak masif agar bisa mengekspresikan kesan terbuka dan tropis tanpa kehilangan
kualitas monumentalnya dengan menggunakan bentuk dasarnya adlaah kotak dan atap yang datar.

4. Monumen Pembebasan Irian Barat


Monumen dengan masa pembuatan kurang lebih 12 bulan dan diresmikan pada 17 Agustus 1963
yang merupakan hasil dari F. Silaban ini sangatlah penting dan bermakna, karena monumen ini
merupakan monumen yang menunjukkan rasa solidaritas perjuangan yang mendukung warga Irian
Barat yang sedang dalam masa perjuangannya untuk membebaskan diri dari penjajahan pada saat
itu.

Presiden saat ini memerintahkan langsung kepada F. Silaban untuk


terlibat langsung sebagai arsitek perancang Monumen Pembebasan
Irian Barat. Namun pada gambar rencana situasi atau site plan yang
digambar oleh F. Silaban, beliau merasa tidak puas dengan posisi as
monumen yang tidak berada tepat di tengah lapangan namun
pembangunan tetap dilakukan. Ada dua varian rancangan arsitektur
monumen yang dibuat oleh F. Silaban mengenai akses sirkulasi
vertikal. Rancangan pertamanya menggunakan ramp, sedangkan
rancangan lainnya menggunakan tangga. Selain mengenai akses
sirkulasi vertikal, tidak ada yang berbeda. Presiden akhirnya lebih
memutuskan untuk menggunakan varian rancangan dengan ramp.

Monumen Pembebasan Irian Barat ini dibangun sederhana dengan


tinggi menjulang ke atas dan memiliki patung di atasnya. Jalan naik flickr.com

menuju monumen dibuat agak tinggi yaitu kurang lebih 4 meter dari
tanah. Pada gambar rancangannya, bangunan beserta ramp di kedua sisinya meiliki total panjang
76 meter dan lebar 17 meter. Tinggi total bangunan podium adalah 6 meter, tinggi portal landasan
patung adalah 23,5 meter, dan tinggi keseluruhan patung adalah 8 meter. Monumen ini memiliki
2 lantai dengan tinggi antar lantai tiga meter dan berisi ruang-ruang kosong tanpa sekat. Monumen
ini memiliki 12 kolom persegi panjang yang dilapisi marmer dan satu buah struktur portal tinggi
untuk menopang patung yang berada di atas. Patung yang terbuat dari perunggu itu memiliki berat
kurang lebih 8 ton. Seluruh bangian bangunan dilapisi oleh marmer lokal. Lantai atap podium pada
bangunan ini dilapis keramik dengan sudut kemiringan ke arah kolom terluar sehingga pipa-pipa
air hujan dapat disembunyikan ke dalam kolom bangunan. Bangunan ini pada akhirnya memiliki
dua buah ramp yang menghubungkan podium langsung ke lapangan terbuka disekelilingnya
menggunakan railing berbahan alumunium diadoniseer.

5. Rumah Tn. Ling A Hon


Bangunan karya F. Silaban ini menggunakan pondasi batu kali untuk menopang bangunan dengan
fungsi sebagai rumah tinggal ini. Rumah ini juga menggunakan kolom bertulang dengan ukuran
yang lebih besar dari biasanya dan atap yang terbuat dari kayu menunjukkan fungsi yang agak
ribet. Tembok rumah ini merupakan susunan-susunan bata dengan plester. Rumah ini juga
menggunakan kayu untuk daun pintu dan daun jendelanya dengan daun pintu menggunakan panil
kayu dan daun jendela menggunakan krepyak kayu horizontal. Tidak jauh beda dari karya-karya
F. Silaban lainnya, beliau juga menggunakan bahan-bahan pilihan yang awet agar dapat bertahan
karena rumah ini berorientasi iklim dengan struktur yang sederhana.

6. Taman Makam Pahlawan Kalibata


Taman Makam Pahlawan yang semula dibangun di
Ancol dan pada akhirnya dipindahkan ke lahan baru
seluas lima hektar di selatan Jakarta, di tepi jalan
Raya Kalibata karena pada tahun 1950-an, kawasan
Ancol masih sangat sepi dan belum berkembang,
wilayahnya dipenuhi rawa-rawa dan hutan belukar.
Taman Makam Pahlawan Kalibata mulai dibangun
pada tahun 1953 dan diresmikan pada 10 November
1954, tepat pada peringatan Hari Pahlawan. F.
Silaban berperan sebagai perancang taman makam arsitekturindonesia.org
ini dan kontraktornya adalah Algemeen Ingenieurs-
en Archcitecten Bureau (General Engineering and Architectural Bureau, atau AIA), bekerja sama
dengan Dinas Bangunan Tentara Sub Direktorium.
Pada tahun 1950-an, F. Silaban belum mendapatkan proyek
monumental, namun dirinya sangat banyak merancang bangunan
penting di Jakarta dan Bogor. Taman Makam Pahlawan yang
dibangun d Kalibata sebenarnya tidak jauh berbeda dari Taman
Makan Pahlawan yang ia bangun juga di Ancol pada tahun 1951.
Terdapat elemen-elemen utama yang mendominasi TMP ini, yaitu
arsitekturindonesia.org
gapura, koridor pengarah, dan bangunan beratap perisai. Gapura
tanpa atap yang diletakkan sepasang dan menghadap ke
arah Jalan Raya Kalibata, menyambut pengunjung yang
masuk ke dalam kompleks pemakaman berdiri dengan
proporsi sederhana kepala-badan-kaki.

Skala, proporsi, dan sekuensial yang disusun pada


pendekatan arsitektural TMP Kalibata ini tergolong
sederhana dan rapi. Pengaturan tinggi tiap elemen
bangunan merupakan penyusunan skala dan proporsi arsitekturindonesia.org
pada TMP Kalibata.

7. Masjid Istiqlal
Berawal dari sebuah ide yang
mencetuskan pembangunan bangunan
monumental keagamaan pada tahun
1949, sebagai rasa syukur bangsa
Indonesia telah merdeka. Kemudian
diadakan sayembara untuk mewujudkan
ide tersebut yang diadakan pada 22
Februari 1955 – 30 Mei 1955. Pada
tanggal 5 Juli 1955 Friedrich Silaban
dinyatakan pemenang dalam sayembara
Intisari Online – Grid.ID ini, beliau ingin membuat masjid yang
dirancang dengan mengambil tema
ketuhanan, secara istilah nama Istiqlal menggambarkan kesyukuran atas nikmat yang telah
dilimpahkan oleh Allah SWT.
Nikmat yang dimaksud dalam perwujudan dari kemerdekaan pada saat itu karena Istiqlal sendiri
bermakna bebas dan merdeka. Pembangunan dimulai pada 24 Agustus 1955 dan diresmikan pada
22 Februari 1978. Masjid Istiqlal dibangun di lapangan Medan Merdeka. Jl. Taman Wijaya
Kusuma, Ps. Baru, Sawah Besar, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10710.
Segi Arsitektural Masjid Istiqlal sebagai berikut ;

 Memiliki simbol toleransi


 Daya tampung hingga 200.000 orang
 Prinsip minimalis dan gaya arsitektural islam
modern Internasional. Penggabungan bentuk-bentuk
geometris memberikan kesan keagungan dan
kemewahan kepada Masjid Istiqlal.
 Penggunaan ornament logam krawangan Google Sites
disetiap lubang-lubang angin, selain itu masjid ini juga
tidak memiliki dinding masif sehingga sirkulasi udara sangat bebas. Begitulah masjid ini dibangun
dengan pengendalian iklim tropis.
 Material bersifat kokoh, netral, dan minimalis. Menggunakan bahan berkualitas tinggi
sehingga bertahan lama seperti marmer, stainless, dan lain-lain.
 Dalam pembangunan terjadi beberapa revisi struktur pada kubah, yang mana memiliki
kesulitan yaitu kubah berukuran diameter 45 meter berada 35 meter diatas permukaan tanah.
Akhirnya kubah menggunakan konstruksi polyhedron yang material dan kontraktornya berasal
dari Jerman.

8. Masjid Agung Kota Palu


Desain Masjid Agung Kota Palu diprediksi akan
menggunakan kubah sebesar 35 meter dan menara
setinggi 70 meter. Namun dikarenakan kurangnya
kematangan skala proyek dan kesulitan logistik
serta kurangnya teknologi di Kota Palu pada tahun
1977, Friedrich Silaban mengganti rancangannya.
Dengan membuat masjid yang memiliki denah
bujur sangkar dan beratapkan piramida. Ruang
utama bernaungkan piramida dengan ukuran 51×51
meter dan dikelilingi emperan berukuran 6 meter.
Sangat disayangkan desain yang telah dirancang
sedemikian rupa tersebut tidak jadi dibangun.
Friedrich Silaban sengaja mengakali untuk memenuhi
permintaan kapasitas 5.000 orang. Dengan cara
menyediakan ruang shalat utama sebesar 2.601 meter
persegi yang dapat menampung sebanyak 3.470 orang,
menyediakan teras muka yang diperkirakan dapat
menampung 2.200 orang dan emper-emper yang
diperkirakan dapat menampung 1.870 orang jika
dibutuhkan. Friedrich Silaban menganggap atap piramida
cocok karena secara relatif lebih mudah dibangun dan tidak
terlalu mendominasi bentang visual kota Palu yang terdapat
banyak pegunungan disekelilingnya. Bangunan ini cukup
harmonis dengan aspek monumentalis yang memiliki tinggi
mencapai 35 meter, bentuk piramida ini juga dikelilingi oleh
lempeng beton yang bertujuan sebagai naungan emper-
emper di sekeliling masjid dan juga sebagai penghubung
ruang utama dengan fungsi-fungsi tambahan seperti, ruang
wudhu dan perpustakaan.

9. Tugu nasional
Soekarno mempunyai gagasan ingin membuat simbol negara
berupa monument yang dapat mengalahkan Menara Eiffel.
Pada Februari 1955 – Mei 1956 diadakan sayembara
perancangan tugu nasional, hasilnya pada 20 April 1956
Friedrich Silaban menang sebagai juara dua. Akan tetapi
Friedrich Silaban belum memenuhi syarat dari Soekarno.
Rancangan beliau yang pertama berupa objek utama berbentuk
balok tegak menjulang tinggi dengan lima lempeng sebagai
simbolisasi Pancasila. Komposisi tugu diletakkan ditengah
Medan Merdeka yang berpencar ke delapan penjuru atau
arsitekturindonesia.org delapan jalan utama Medan Merdeka.
Friedrich Silaban sempat memberikan desain melalui catatan
kecil untuk Soekarno. Desain ini adalah tugu setinggi 350
meter dan rencananya akan dirancang di luar Jakarta. Namun
Soekarno menolak karena ia ingin tugu nasional ini dibangun
di kawasan Medan Merdeka. Berjalannya waktu diadakan
sayembara kedua yang dibuka pada 10 Mei 1960-15 Oktober
1960, namun tidak menghasilkan rancangan yang diinginkan,
karena tidak ada yang sesuai dengan kriteria. Soekarno
memberi saran agar Friedrich Silaban dan R.M Soedarsono
pinterest bekerja sama dalam merancang tugu nasional.

Keduanya menggabungkan rancangan sehingga menghasilkan obelisk berbahan beton berbentuk


piramida diatas lempengan cawan dan tampak melayang. Rencana pembuatan obelisk ini
dibungkus dengan pelat aluminium berwarna keemasan untuk memberi kesan elegan. Lempengan
cawan berdenah bujur sangkar seluas 152 meter ini terlalu spektakuler dalam bentuk, skala, dan
biaya. Soekarno pun memilih karya Soedarsono sebagai rancangan tugu nasional yang dibangun
pada 17 Agustus 1961. Akhirnya Tugu Nasional mulai dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975.

10. Rumah Tinggal Abdullah Alwahab


Alamat rumah ini di Jl. Cisadane
19, Bogor. Friedrich Silaban
merancang rumah ini terdiri dari
dua lantai pondasi yang umumnya
terdapat pada rumah bertingkat.
Sang arsitek menampilkan jiwa
tropis karena lingkungan akan
mempengaruhi usia bangunan.
Minimnya data yang diperoleh,
sehingga perbedaan dapat
ditemukan pada penggunaan
bentuk atap pelana dan atap perisai.
Sesuai dengan masyarakat yang berkecukupan, maka atap pelana yang relatif disambut oleh
masyarakat karena murah. Frame pada atap terdapat kombinasi tembok bata, kayu jati, dan ring
beton tanpa kuda-kuda. Pada badan rumah tinggal ini menggunakan struktur kolom balok beton
bertulang. Rumah ini dirancang untuk memberikan kesan tropis sehingga dalam pemilihan
materialnya bersifat alami. Seperti, tembok bata di finishing dengan lempeng batu kali hias, panel
kayu jati untuk daun-daun pintu dan daun jendela menggunakan krepyak miring. Adapun dinding
dalam menggunakan finishing plester.
11. Bank Indonesia

pinterest
Pada awal 1960-an Bank Indonesia mulai merasa perlu untuk membangun gedung baru yang
terletak di kawasan pusat pemerintahan Republik Indonesia. Pada saat itu arsitek yang dipercaya
oleh Presiden Soekarno untuk merancang gedung Bank Indonesia yang baru ini adalah Friedrich
Silaban. Terkait dengan perancangan gedung Bank Indonesia yang terletak di dekat air mancur
jalan Thamrin.

Soekarno yang juga seorang insinyur teknik,


menghendaki agar bangunan Bank Indonesia ini
tidak menggunakan atap, tapi cukup ditutup dengan
menggunakan beton yang datar saja. Friedrich
Silaban menolak dengan keras usulan Soekarno,
akhirnya Friedrich Silaban mengatakan kepada
Soekarno, kalau tetap ingin memaksakan idenya
terkait dengan atap bangunan Bank Indonesia ini,
Jejakpiknik.com
maka Friedrich Silaban akan mengundurkan diri dari
pekerjaan perencanaan gedung bank sentral itu. Setelah Soekarno memikirkan kembali tentang
rancangan bank sentral ini penting untuk Republik Indonesia, maka Soekarno mengalah kepada
Friedrich Silaban dan membiarkannya untuk berkreasi secara bebas dalam merancang gedung
bank sentral yang baru. Friedrich Silaban mengatakan bahwa keputusannya untuk menggunakan
atap itu berdasarkan prinsipnya, yaitu dalam membangun suatu gedung harus sesuai dengan
kondisi lingkungannya. Friedrich Silaban menggunakan bentuk atap pada gedung Bank Indonesia
Thamrin yang sesuai dengan gedung kantor Departemen Pertambangan yang pada saat itu persis
berhadapan dengan gedung Bank Indonesia Thamrin (Mutiara, 1984).
Dalam pembangunannya Gedung ini memakai
frame bangunan menggunakan beton bertulang.
Pemecah pojok pada bangunan ini bertentangan
dengan ciri arsitektur modern sehingga tidak
nampak berpengaruh dari arsitek beraliran
modern. Dari bahan-bahan yang digunakan untuk
bangunan umum tergolong bahan yang awet,
mahal dan berorientasi pada iklim tropis. Setelah
melewati masa pembangunan, akhirnya pada
awal 1963 gedung Bank Indonesia yang baru itu telah berdiri dengan indahnya, bangunannya tidak
terlalu tinggi, cocok untuk daerah tropis seperti Indonesia, dan serasi dengan lingkungan
sekitarnya. Gedung Bank Indonesia Thamrin mulai dioperasikan pada 21 Maret 1963, meski
peresmiannya baru dilaksanakan pada 5 Juli 1963 bertepatan dengan Hari Bank (Noek Hartono,
1976).
KESIMPULAN

Untuk bangunan rumah tinggal, Silaban menggunakan bahan yang berteknologi dan jenis material
yang awet dan tahan lama, yang menyebabkan bangunan terlihat megah. Bentuk atap pelana
menyimbolkan esensi kemakmuran dan ‘kesederhanaan’ dalam arsitektur modern. Bentuk atap
limas terinspirasi dari atap rumah-rumah Belanda yang bersudut curam. Bentuk atap seperti ini
sangat cocok untuk di wilayah yang beriklim tropis.

Teknologi yang digunakan pada bangunan umum hampir sama dengan rumah tinggal. Silaban
menggunakan standar 3 meter untuk kolom, sesuai dengan prinsip Silaban jajaran kolom akan
membuat bangunan terkesan megah, seperti pada Masjid Istiqlal. Bahan-bahan yang digunakan
terkesan mahal, terutama lantai dari marmer. Perbedaan bangunan umum dengan rumah tinggal
terletak pada atapnya, yang pada awalnya menggunakan atap berbentuk limas kemudian berubah
menjadi bentuk atap datar beton.

Teknologi yang sama juga dipakai untuk monumen, dengan frame beton bertulang dan finishing
dari bahan keramik atau marmer. Perbedaan bentuk tidak mempengaruhi teknologi dan bahan.
Secara keseluruhan teknologi dan bahan yang digunakan pada karya-karya Silaban selalu sama.
Hal ini menyebabkan karya arsitektur Friedrich Silaban pada masa itu mempunyai ciri khas
tersendiri.

Dapat disimpulkan mengenai komposisi antar massa banguna dan tapak (site) pada karya F.
Silaban yaitu : a. Peletakkan bangunan pada tapak mempertimbangkan komposisi yaitu
mengurangi faktor-faktor merugikan seperti pancaran sinar matahari, dan memanfaatkan faktor-
faktor menguntungkan seperti view positif, arah angin dan lain sebagianya; b. Bentuk bangunan
menyesuaikan diri pada lingkungan di sekitarnya dan; c. F. Silaban lebih mementingkan
penempatan massa bangunan pada tapak agar dapat menarik manfaat pengondisian (penghawaan,
akustik, dan/atau pencahayaan) yang paling maksimal.
PENANGGUNG JAWAB

Biografri F. Silaban (Ayang Amalia)


Konsep Karya F. Silaban (Immanuel Yoshua & M. Izzulhaq)
Karya-karya F. Silaban (Cut Zata Zakirah & Arrifku Hoirul)
DAFTAR PUSTAKA

http://www.konteks.org/idealisme-arsitektur-dan-kenyataannya-di-indonesia

https://id.wikipedia.org/wiki/Frederich_Silaban

Odang, Astuti SA. 1992. Arsitek dan Karyanya : F.Silaban dalam Konsep dan Karya.
Bandung : NOVA
Sopandi, Setiadi. 2017. Frederich Silaban. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
http://asitekturindonesia.org
http://repository.unpar.ac.id/

Anda mungkin juga menyukai