Anda di halaman 1dari 4

PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA

‘ PEMBERONTAKAN PKI MADIUN TAHUN 1948 ’

KELOMPOK 1 – XII MIPA 8 :


- Alya Dwi Fatma (4)
- Najwa Laili Azis (25)
- Wilda Robiah Salsabila (35)

A. PEMIMPIN

 Amir Sjarifuddin Harahap


Kelahiran : Medan, 27 April 1907
Meninggal : Surakarta, 19 Desember 1948
Amir adalah seorang politikus dan jurnalis Indonesia
juga pemimpin sayap kiri terdepan pada masa Revolusi.
Amir menikmati pendidikan di ELS atau sekolah dasar
Belanda di Medan pada tahun 1914 hingga selesai Agustus
1921. Saat berada di Leiden, dia menjadi anggota pengurus
perhimpunan siswa Gymnasium di Haarlem, selama masa itu
pula Amir aktif terlibat dalam diskusi-diskusi kelompok
kristen misalnya dalam CSV-op Java yang menjadi cikal
bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia). Ia
tinggal di rumah guru pemeluk Kristen Calvinis, Dirk
Smink. Namun pada September 1927, sesudah lulus ujian
tingkat kedua, Amir kembali ke kampung halaman karena
masalah keluarga, walaupun teman-teman dekatnya
mendesak agar menyelesaikan pendidikannya di Leiden.
Setelah itu Amir meneruskan kembali pendidikannya di Sekolah Hukum di Batavia dan
tinggal di asrama pelajar Indonesisch Clubgebouw, bersama dengan senior satu sekolahnya,
Muhammad Yamin. Menjelang invasi Jepang ke Hindia Belanda, Amir berusaha menyetujui dan
menjalankan garis Komunis Internasional agar kaum kiri menggalang aliansi dengan kekuatan
kapitalis untuk menghancurkan Fasisme. Amir diminta oleh anggota-anggota kabinet Gubernur
Jenderal, menggalang semua kekuatan anti-fasis untuk bekerja bersama dinas rahasia Belanda dalam
menghadapi serbuan Jepang. Rencana tersebut tidak banyak mendapat sambutan, ini disebabkan
karena rekan Amir sesama aktivis masih belum pulih kepercayaannya terhadap Amir akibat polemik
yang terjadi di awal tahun 1940-an dan mereka tidak paham akan strategi Amir melawan Jepang.
Sebelum Indonesia merdeka, Amir Syarifudin juga dikenal sebagai salah satu pelaku Sumpah
Pemuda (Jong Batak) 1928 dan pejuang anti-Jepang. Karena memimpin gerakan bawah tanah, dia
pernah ditangkap Jepang dan sempat dijatuhi hukuman mati. Namun, berkat lobi-lobi dari Sukarno-
Hatta, Jepang akhirnya meringankan hukumannya jadi penjara seumur hidup. Setelah Indonesia
merdeka, Amir pernah diangkat menjadi Menteri pada Kabinet Presidensial, Kabinet Sjahrir I-III, dan
Perdana Menteri Indonesia dari 3 Juli 1947 hingga 29 Januari 1948.
 Paul Mussotte

Kelahiran : Kediri, 12 Agustus 1897

Meninggal : Ponorogo, 31 Oktober 1948

Musso atau Paul Mussotte bernama lengkap Musso


Manowar atau Munawar Musso adalah seorang tokoh
komunis Indonesia yang memimpin Partai Komunis
Indonesia pada era 1920-an. Pada usia 16 tahun Musso
melanjutkan pendidikan ke sekolah guru di Batavia. Di
Batavia, Musso diangkat anak oleh G.A.J. Hazeu. Musso
juga bertemu Alimin Prawirodirdjo yang nantinya menjadi
pentolan PKI. Setamatnya sekolah guru, Musso kuliah di
kampus pertanian di Buitenzorg (Bogor). Sewaktu berada di
Surabaya, Musso tinggal di rumah Tjokroaminoto dan
bertemu dengan H.J.F.M. Sneevliet.
Musso muda berada di satu kos bersama Soekarno dan Kartosuwiryo muda yang kelak
mereka akan berbeda haluan ideologi dalam pemikiran. Ketika Tjokroaminoto mendirikan Sarekat
Islam pada 1912, Musso aktif di dalamnya. Musso juga aktif di ISDV bentukan Sneevliet yang
menjadi cikal bakal Partai Komunis Indonesia. Dia adalah pengikut Stalin dan anggota dari
International Komunis di Moskwa. Pada tahun 1925, beberapa orang pemimpin PKI membuat
rencana untuk menghidupkan kembali partai ini pada tahun 1926, meskipun ditentang oleh beberapa
pemimpin PKI yang lain seperti Tan Malaka.
Pada tahun 1926, Musso menuju Singapura dimana dia menerima perintah langsung dari
Moskwa untuk melakukan pemberontakan kepada pemerintahan kapitalis Belanda. Musso dan
pemimpin PKI lainnya, Alimin, kemudian berkunjung ke Moskwa, bertemu dengan Stalin, dan
menerima perintah untuk membatalkan pemberontakan dan membatasi kegiatan partai menjadi dalam
bentuk agitasi dan propaganda dalam perlawanan nasional. Akan tetapi pikiran Musso berkata lain.
Pada bulan November 1926 terjadi beberapa pemberontakan PKI di beberapa kota termasuk Batavia
(sekarang Jakarta), tetapi pemberontakan itu dapat dipatahkan oleh penjajah Belanda. Musso dan
Alimin ditangkap. Setelah keluar dari penjara Musso pergi ke Moskwa, tetapi kembali ke Indonesia
pada tahun 1935 untuk memaksakan "barisan populer" yang dipimpin oleh 7 anggota Kongres
Komintern. Akan tetapi dia dipaksa untuk meninggalkan Indonesia dan kembali ke Uni Soviet pada
tahun 1936.

B. PENYEBAB

 Perjanjian Renville
Perundingan Renville digelar pada tanggal 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948.
Perjanjian Renville tidak terlepas dari Agresi Militer Belanda I. Dewan Keamanan PBB mengeluarkan
resolusi gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia pada 1 Agustus 1947. Pada tanggal 29 Agustus
1947, Belanda mendeklarasikan Garis Van Mook yang nantinya menjadi pemisah antara wilayah
Indonesia dan Belanda. Berdasarkan Garis Van Mook tersebut Republik Indonesia mendapat sepertiga
dari pulau Jawa dan sebagian besar pulau Sumatera. Disisi lain Belanda melakukan blokade atas
wilayah Indonesia. Melihat adanya klaim wilayah diantara keduanya, perundingan pun dilakukan oleh
Indonesia dan Belanda di kapal perang Amerika Serikat USS Renville sebagai tempat netral pada
tanggal 8 Desember 1947 hingga 17 Januari 1948. Kapal perang tersebut disandarkan di pelabuhan
Tanjung Priok Jakarta.
Setelah menjalani perundingan, pada 17 januari 1948 disepakatilah Perjanjian Renville ini. Isi
dalam perjanjian ini dinilai buruk, karena selain menyempitkan kekuasaan Indonesia, perjanjian ini
juga membuat hancurnya sektor perekonomian dan ketidakstabilan politik. Amir sebagai negosiator
utama dari Republik Indonesia dinilai gagal akibat hasil perundingan Renville yang dianggap lebih
banyak menguntungkan pihak Belanda. Setelahnya Amir Sjarifudin lengser sebagai Perdana Menteri
saat itu, dan Kabinet Amir Sjarifuddin kemudian diganti oleh Kabinet Hatta. Sebulan kemudian Amir
mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR), yang menjadi penentang paling keras Kabinet Hatta.
FDR kemudian bekerja sama dengan organisasi berpaham kiri seperti Partai Komunis Indonesia,
Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dll.

 Kekecewaan dan Ambisi Amir - Musso

Musso adalah salah satu anggota Internasional Komunis yang berbasis di Moskow, Uni
Soviet. Kemudian pada 11 Agustus 1948 ia kembali ke Indonesia dengan tujuan untuk mendirikan
negara Soviet di Indonesia, ia menganggap itu adalah satu-satunya solusi untuk mempertahankan
wilayah Indonesia. Di Indonesia, dia menjabat sebagai ketua umum Partai Komunis Indonesia (PKI),
disinilah dia merencanakan pemberontakan untuk mengubah Ideologi negara.

Setelah Amir dilengserkan dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, Kabinet-nya pun juga
kemudian diganti oleh Kabinet Hatta. Hal tersebutlah yang membuat Amir merasa dendam kepada
pemerintah yang menggulingkannya. Selanjutnya ia menggalang kekuatan sekaligus bergabung ke
Partai Komunis Indonesia sebagai Politbiro CC PKI, yaitu dewan dalam partai dalam mengeluarkan
kebijakan. Kedua tokoh itu kemudian berencana untuk melakukan pemberontakan di Madiun.

Di bawah pimpinan Musso yang merupakan tokoh utama komunis Indonesia yang juga
merupakan anggota komunis di Rusia, Musso menawarkan gagasan yang disebutnya 'Jalan Baru
untuk Republik Indonesia'. Musso menggelar rapat raksasa di Yogya dan melontarkan gagasan terkait
pentingnya kabinet presidensial diganti jadi kabinet front persatuan. Saat itu, politik PKI makin
dipertajam sehingga meletuslah peristiwa Madiun tersebut, kemudian memicu terjadinya demonstrasi
dan pemogokan dimana-mana.

Musso memilih melakukan pemberontakan di Madiun karena letak geografis kota yang jauh
dari ibu kota. PKI menganggap Madiun kurang mendapat perhatian dari pemerintahan di ibu kota
yang sedang disibukkan oleh gencatan kolonial Belanda. Dengan demikian PKI bisa dengan mudah
memporak-porandakan sistem pemerintahan daerah Madiun dan menguasai daerah tersebut. Pada
masa tersebut, PKI terus menyebar isu dan memprovokatori masyarakat bahwa hukum pemerintahan
yang ada tidak adil dan lebih cenderung pada Islam. Dengan begitu, banyak rakyat dan tentara
terhasut untuk melawan pemerintah Soekarno-Hatta dan menyatakan bahwa PKI adalah pembela
rakyat kecil.
C. TUJUAN
Pemberontakan PKI Madiun pada tahun 1948 bertujuan untuk :
1. Menggulingkan pemerintahan Republik Indonesia saat itu.
2. Mengubah Ideologi Pancasila menjadi Ideologi Komunis.
3. Mendirikan negara Republik Indonesia Soviet.
4. Menjadikan Musso sebagai Presiden dan Amir Sjarifuddin sebagai Perdana Menteri.
5. Meruntuhkan Kabinet Moh. Hatta.

D. OPERASI PENUMPASAN
Awal pemberontakan itu dimulai ketika FDR membuat kerusuhan di Surakarta. Untuk
menyelesaikan kerusuhan tersebut, Panglima Besar Sudirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto
di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur. Namun, kerusuhan di Surakarta ternyata
hanyalah upaya dari FDR/PKI untuk menguasai Kota Madiun dan mengambil alih pemerintahan dari
tangan Republik. Akhirnya, pada tanggal 18 September 1948 FDR/PKI mendirikan sebuah
pemerintahan darurat yaitu Front Nasional Daerah Madiun.
Tanggal 18 September merupakan puncak dari pemberontakan yang dilakukan oleh PKI di
Madiun untuk melengserkan pemerintahan Republik Indonesia. Peristiwa tersebut menelan banyak
korban jiwa karena terjadi pembunuhan-pembunuhan terhadap tokoh masyarakat, pegawai
pemerintahan, pasukan-pasukan pemerintah, ulama-ulama, para santri dan masyarakat biasa.
Diketahui, PKI merupakan gerakan pemberontakan yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin dan Musso
untuk tujuan mengubah landasan negara Indonesia.
Operasi militer untuk mengatasi pemberontakan ini dimulai pada 20 September 1948 di
bawah pimpinan A. H. Nasution. Dalam tiga hari, pemberontakan tersebut berhasil ditumpas. Akibat
pemberontakan PKI Madiun adalah banyaknya korban jiwa. Meskipun hanya berlangsung selama tiga
hari, terjadi pembunuhan terhadap tokoh masyarakat, pejabat pemerintahan, para pemimpin partai anti
komunis, TNI, ulama, santri, dan masyarakat umum. Bahkan, ada juga dampak sosial dari terjadinya
pemberontakan tersebut, yaitu masyarakat Madiun menjadi lebih menutup diri dan lebih memilih
diam terkait dengan peristiwa tersebut.
Dalam operasi penumpasan tersebut, Musso Manowar tewas ditembak oleh Brigade S
(Sudarsono) yang dipimpin Kapten Sunandar di Sumoroto. Amir ditangkap di persembunyiannya di
Desa Klambu, Purwodadi, pada 29 November 1948 dalam keadaan sakit disentri. Semula Amir
dibawa ke Kudus, kemudian ke Jogja. Atas permintaan Jenderal Gatot Subroto sebagai gubernur
militer, Amir dan tawanan yang lain dikirim ke Solo. Tengah malam tanggal 19 Desember 1948, Amir
bersama 10 tawanan yang lain ditembak mati di Desa Ngalihan, Karanganyar, Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai