Anda di halaman 1dari 19

Pengaruh Gottfried Semper Dalam Sejarah Arsitektur

Gottfried Semper merupakan seorang arsitek, kritikus seni, dan profrsor arsitektur asal
Jerman. Sempre belajar di Munich dan Paris dan dari tahun 1826 hingga 1830 melakukan
perjalanan di Italia dan Yunani dimana dia mempelajari arsitektur klasik. Dia berlatih arsitektur
di Dresden dari 1834 hingga 1849. Karena kegiatan revolusioner, dia diasingkan ke Paris dan
London. Dia mengepalai departemen arsitektur Zürich Polytechnikum und Yorstand der
Bauschule (1855-71) dan antara 1871 dan 1876 berpartisipasi dalam pembangunan kembali
Wina. Dalam esai ini, penulis akan menjabarkan pendapat-pendapat Semper dan penerapannya
dalam bangunan pada masa lampau maupun sekarang.

Pada tahun 1851, Gottfried Semper menerbitkan


sebuah buku berjudul “Die vier Elemente der Baukunst”
(The Four Elements of Architecture). Dalam bab ke-5,
ditemukan argumen Semper terhadap fungsionalitas
yang membuat struktur esensi sebuah arsitektur dan
mengekang faktor-faktor lain.

‘like Nature, it’s great teacher, architecture,


while selecting and treating its subject-matter
according to her laws, must make the form and
expression of its creations dependent not on this
subject-matter but in the ideas that dwell within it’

Berdasrkan yang disebutnya sebagai ‘keadaan


masyarakat manusia primitive”, Semper mendapatkan
empat element dasar yang membentuk arsitektur.
Keempat elemen tersebut adalah hearth (perapian), roof
(atap), enclosure, dan mound. Dalam pandangan
Gambar 1. Caribbean Hut Semper, tergantung berbagai kondisi yang menjadi latar
belakangnya, masing-masing elemen tersebut dapat
menempati posisi yang berbeda-beda dan fleksibel
dalam skala kepentingan. Berbagai kemampuan teknis
manusia juga terorganisir dan berkembang dari keempat
elemen arsitektur tersebut. Klasifikasi tersebut ia
sarikan dari prototipe pondok primitif yang
dianggapnya sebagai asal-usul arsitektur.
Pendektannya yang lebih idealistis berbeda
dengan ‘primitive hut’ abad ke-18 oleh Marc-Antoine
Laugier, yang menekankan stuktur. Dalam Essai Sur
L’architecture (1755), Laugier menyatakan teori bahwa
manusia hanya menginginkan teduh dari matahari dan
perlindungan dari badai.

"The man is willing to make himself an abode


which covers but not buries him, Pieces of wood raised
perpendicularly, give us the idea of columns. The
horizontal pieces that are laid upon them, afford us the
idea of entablatures. Branches form an incline that can
be covered with leaves and moss, so that neither the sun
Gambar 2. Laugier’s primitive
nor the rain can penetrate therein; and now the man is
hut, dikenal juga sebagai The
Vitruvian Hut lodged." (Laugier,1755)

Dapat dilihat bahwa teori Laugier menekankan kepada struktur dan bagian-bagian yang
diperlukan dalam arsitektur secara strukturlar, sedangkan dalam teori semper menekankan ide-
ide dan konsep yang perlu dimiliki, bukan sekedar structural. Terdapat kesamaan dalam
diperlukannya elemen atap, namun yang membedakan adalah tujuan awal dibentuknya, dimana
yang satu melindungi manusia, yang satunya melindungi perapian.

Disini juga terlihat bahwa pada teori Laugier, fokus dari elemen-elemen pembentuk
arsitektur adalah manusia, sedangkan teori Semper mementingkan perapian sebagai fokus pada
arsitektur dimana elemen-elemen lain terbentuk sebagai pelindung perapian.

Semper menyatakan bahwa hearth (perapian) adalah awal mula adanya pemukiman,
tempat kembalinya manusia setelah berburu. Di seluruh fase masyarakat, perapian merupakan
focus sacral dan disekitarnyalah ketiga elemen terbentuk untuk melindungi perapian.
Dapat dilihat juga bahwa perapian merupakan bagian penting dari perumahan, dan berupa
fokus sebuah kediaman. Arsitekturnya juga menyesuaikan dengan adanya lubang pada atap
yang berevolusi menjadi cerobong asap.
Material yang digunakan
berupa kayu

Perapian sebagai awal mula


pemukiman, tempat
berkumpul.

Batang kayu disusun


membentuk geometri segitiga /
limas.

Gambar 3. Manusia jaman dahulu masak menggunakan api unggun.

Perapian pada rumah abad ke-


19, kegiatan dilakukan di
sekitar perapian sebagai
tempat berkumpul.

Bentuk berevolusi dari segitiga/


limas menjadi persegi panjang.
Cenderung terbuat dari batu
bata.

Gambar 4. Interior rumah abad ke-19.

Perapian mempengaruhi
arsitektur perumahan dengan
adanya cerobong asap.

Gambar 5. Rumah abad ke-19.


Secara tradisional terbuat dari
besi yang dilapisi bambu.

Perapian dapat ditemukan juga


dalam rumah- rumah
tradisional berbagai negara,
seperti Jepang.

Gambar 6. Irori pada rumah tradisional Jepang.

Kegiatan berkumpul disekitar


perapian masih dilakukan
hingga jaman sekarang.

Gambar 7. Api unggun

Perapian banyak ditemukan


pada rumah modern, biasa
pada ruang tamu dan keluarga
sebagai tempat berkumpul.

Gambar 8. Perapian di rumah Modern


Kegiatan yang dulu dilakukan
Gambar 9. Dapur rumah modern pada perapian yang sama
sekarang dibedakan
berdasrkan fungsinya.

Gambar 10. Pabrik besi


Dapat dilihat bahwa perapian sebagai pusat aktivitas manusia berkembang dari api unggun
menjadi perapian dalam rumah, dan menjadi berbagai perapian dengan fungsi berbeda yang
lebih spesifik seiring dengan berkembangnya berbagai keterampilan manusia.
Dalam bukunya, Semper mengasosiaikan keterampilan yang dihasilkan oleh enclosure
dengan anyaman. Hal ini didukung oleh entimologi kata wand (dinding) dan Gewand (pakaian)
mempunyai akar yang sama. Hal ini merujuk pada penggunaan material anyaman yang
digunakan untuk membentuk dinding. Menurut Semper, elemen pembagi ruang yang pertama
dan sejati adalah anyaman ranting tumbuhan. ‘dinding’ solid yang ditambahkan dibelakangnya
diperlukan untuk berbagai kebutuhan seperti menahan beban, ketetapan, keamanan, namun
tidak untuk menentukan batasan ruang.
Dinding yang sejati mempertahankan maknanya walau dengan penggunaan material yang
berbeda dari aslinya, seperti glazed terracotta, stucco, panel kayu, granit, alabaster, dan
sebagainya. Hal ini dapat dilihat juga dari perkembangan struktur bangunan yang
teridentifikasi dengan jelas menjadi struktur tersembunyi di dalam dinding.
Anyaman sebagai bentuk sejati
elemen pembatas ruang.

Gambar 11. Karpet


Hedge-fence yang berupa
‘anyaman’ kayu dari alam
berupa inspirasi manusia dalam
menggunakan anyaman kayu
sebagai pembatas ruang

Gambar 12. Pagar Rumput

Anyaman kayu sebagai


pembatas ruang

Gambar 13. Pagar kayu


Anyaman sebagai pembatas
ruang pada rumah tradisinal
Indonesia

Gambar 13. Rumah tradisional bambu

Penggunaan glazed terracotta


sebagai dinding

Gambar 14. Kamar mandi

Kolom sebagai struktur dapat


terlihat dan diidentifikasi
dengan mudah.

Gambar 15. Parthenon

Struktur bangunan
tersembunyi.

Gambar 16. Wall Disney Concert Hall


Selain struktur, konsep anyaman seperti karpet sebagai dinding juga mempangaruhi
penggunaan warna dalam arsitektur. Menurut Semper, seniman-seniman yang membuat
luksan dan pahatan pada berbagai material secara tradisional, walau tanpa disadari
mengimitasi sulaman warna warni dan terali pada karpet jaman dahulu. Dalam bukunya

Warna dan motif pada karpet


menjadi inspirasi penggunaan
warna dan dekorasi pada
bangunan.

Gambar 17. Karpet Assyria

Gambar 18. Campania Gambar 19. Mural di Campania

Warna- warna dan mural pada


bangunan di kota Campania
menjadi inspirasi teori-teori
Semper.
Gambar 20. Jerman Gambar 21. Jerman

Bangunan warna warni di


Jerman sebagai penerapan
teori polychrome Semper.

Bangunan warna warni di


Jerman sebagai penerapan
teori polychrome Semper.

Gambar 22. Ministry of Regional Development of the Czech Republic


Perubahan material yang digunakan pun dapat dilihat dari benang-benang karpet,
penggunaan stucco berwarna sebagai pelapis bangunan, dan cat tembok pada jaman modern.

Elemen kedua merupakan atap. Berasal dari kehidupan berkelompok manusia pada
jaman dahulu dan muncul dari kebutuhan menlindungi perapiannya hanya dari cuaca.
Sehingga dibandingkan dengan ketig elemen pelindung lainnya, ataop merupakan elemen
predominan, dalam bentuk primitifnya berbentuk tenda yang dapat dipindahkan atau bukaan
dalam tanah (gua).

Gua sebagai atap untuk


melindungi perapian.

Gambar 23. Gua dan api

Keahlian yang muncul dari


elemen atap dapat dilihat dari
keunikan atap-atap pada
bangunan China

Gambar 24. Rumah China


Perubahan bentuk atap dari
bentuk alami gua menjadi
berbagai bentuk geometri dan
pengembangannya.

Gambar 25. Grafik perbuahan bentuk beometris atap

Gambar 26. Pavilion

Walau tanpa enclosure, atap masih merupakan bagian penting dalam arsitektur

Walau bentuk, material dan konstruksinya berubah seiring waktu, tujuan dibuatnya atap
tetap sama, yaitu melindungi dari cuaca.
Elemen terakhir yang dikemukakan oleh Semper adalah mound yang berawal dari tanah
atau lantai pada gua, dan biasa terbuat dari tanah, batu, dan masonry. Dibutuhkan untuk
menghindari banjir dan mengintai musuh dari jarak jauh.
Mengangkat bangunan
menggunakan pilotti sebagai
ekspresi mound pada arsitektur
modern.

Gambar 27. Villa Savoye


Semper, seorang rasionalis, memasukkan semua karya seni ke dalam sebuah pokok
matematis,

Y= F (x,y,z,etc)

Dimana Y sebagai karya seni, ditetapkan oleh fungsi dan berbagai variable. Fungsi oleh
sempert dibagi kedalam ‘Types’. ‘Types’ didefinisikan sebagai bentuk asli yang ditentukan oleh
kebutuhan, yang diidentifikasi sebagai 4 elemen dasar arsitektur. Dimana 4 bahan dasar
menghasilkan 4 teknik dasar yang menghasilkan 4 elemen dasar.

Semper dalam Practial Arts menyatakan bahwa bentuk tidak unik terhadap material
yang digunakan, dan bisa ditranslasi ke material lain, walau memerlukan adaptasi. Dia juga
menyadari hubungan antara fungsi dan bentuk dapat melampaui property dari material. Semper
menekankan perlunya mengobservasi batasan-batasan yang tercipta dari ide yang terikat
dengan material. Teorinya yang mempelajari materi dari dasar- dasar karakteristik dll
mengecualikan tujuan dibentuknya mempengaruhi penggunaan bahan bangunan dalam
arsitektur.

‘As we see, the processing of materials independently of the use inherent within the
materials greatly expands their creative spectrum and lends the objects a “cultural
significance that far exceeds the value of their everyday utility” (Gottfried Semper).’

Menanggapi penggunaan besi sebagai material baru dalam bangunan, Semper


menyatakan karena karakteristik fundamental besi merupakan kekuatan relatifnya, maka harus
dibuat tipis. Namun karena kemelekatannya pada gagasan bahwa massa merupakan bagian
penting dari arsitektur, ia menolak penggunan besi sebagai struktur penahan beban.
Menurutnya, besi dapat digunakan untuk detail-detail yang rumit, ubukan sebagai pemberi
massa bangunan.
Enclosure
Roof

Mound

Hearth

Gambar 28. Denah sebuah museum ideal, G. Semper

Struktur pilar bangunan


menggunakan besi, alih-alih
bebatuan.

Gambar 29. Henri Labouste. Bibliothèque Sainte-Geneviève


Ornamentasi dari besi pada
pintu Notre Dame.

Struktur bangunan masih


terbuat dari bebatuan yang
memberikan massa pada
bangunan.

Pagar terbuat dari besi.

Gambar 30. Notre Dame, Paris

Bentuk lebih dari


kebutuhan struktur,
sekarang digunakan
sebagai ornamentasi.

Gambar 31. The Vladimir Palace, Russia


Dalam Prolegomena, Semper mengatakan bahwa semua bentuk alam memiliki tiga
momen yang berkaitan dengan ekestensi spasial dalam lebar, tinggi, dan kedalaman.
Berdasarkan ketiga momen tersebut, muncullah tiga kondisi yang diperlukan oleh keindahan
formal. Ketiga kondisi tersebut berupa simetri, proporsi, dan direksi. Simetri, Proporsi, dan
direksi menjadi satu hanya pada bentuk-bentuk dasar regular, seperti mineral, kepingan salju,
dan sebagainya. Ia menyebut fenomenon ini sebagai Eurythmic.

Garis proporsi Direksi

Garis simetri

Gambar 32. Kepingan salju, Style in the Technical and


Tectonic Arts, Or, Practical Aesthetics
Garis proporsi

Gambar 33. Hoftheater, Dresden. (Tampak)

Gambar 34. Hoftheater, Dresden. (Potongan)

Garis proporsi
Garis simetri

Bentuk yang digunakan


Direksi
adalah persegi, lingkaran,
dan persegi panjang

Garis proporsi

Gambar 35. Hoftheater, Dresden. (Denah)


Material dari bebatuan untuk
memberikan massa dan berat
pada bangunan.

Gambar 33. Hoftheater, Dresden.

Berdasarkan hasil Analisa yang dilakukan, dapat dilihat bahwa pendapat Semper,
trutama tentang anyaman sebagai asal usul enclosure, serta pendapatnya tentang simetri,
proporsi, dan sireksi memiliki pengaruh pada bangunan-bangunan pada jamannya, bahkan
hingga sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Garnham, Trevor.2013. Architecture Re-assembled: The Use (and Abuse) of
History.Canada:Routledge.
Kruft, Hanno-Walter.1994. History of Architectural Theory.New York: Princeton Architectural
Press
McKenna, Eleanor.2013. The Four Elements of Architecture: Gottfried Semper's Place in
Design 8. University of Florida,Florida.
Moravánsky, Ákos.2017. ‘Metamorphism: Transforming Materials in Architecture’.Building
Construction Design.

Pusat Dokumentasi Arsitektur.2013.Tegang Bentang.Jakarta:PT Gramedia Pustaka

Semper, Gottfried, Harry Francis Mallgrave, Michael Robinson.2004. Style in the technical
and tectonic arts, or, Practical aesthetics. Los Angeles:Getty Research Institute
Semper, Gottfried. 1989. The Four Elements of Architecture and Other Writings. Cambridge
[England]: Cambridge University Press.
Ven,Cornelis van de.1995.Ruang Dalam Arsitektur.Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama

https://www.thoughtco.com/primitive-hut-essentials-of-architecture-178084

http://letteraturaartistica.blogspot.com/2015/11/semper.html

https://buildingmatters.wordpress.com/semper/

Anda mungkin juga menyukai