Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENGANTAR

A. Latar Belakang

Tradisi pembuatan seni kerajinan gerabah merupakan tradisi

yang termasuk tua dalam perkembangan kebudayaan manusia.1

Manusia mulai mengenal seni kerajinan sejak dikenal tradisi

bercocok tanam.2 Hasilnya berkisar pada bentuk-bentuk perkakas

dan perlengkapan dapur seperti tungku, periuk, kendi, gentong,

cobek, jambangan, dan lain-lain dalam ukuran besar maupun

kecil.

Seiring dengan perkembangannya, produk seni kerajinan

gerabah masih bertahan sampai sekarang, bahkan para perajin

melakukan kegiatannya di setiap rumah. Gerabah sebagai hasil

dari aktivitas hidup merupakan warisan nenek moyang untuk

perlengkapan alat rumah tangga yang fungsinya terus berkembang

mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan manusia itu

sendiri. Bermula dari pembuatan benda-benda yang diciptakan

manusia untuk kepentingan praktis dalam kehidupan sehari-

hari.3 Produk yang dihasilkan pun bermacam-macam mulai dari

1 Ambar Astuti, Pengetahuan Keramik (Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press, 1977), 1.
2 Sartono Kartodirdjo, dkk., Sejarah Nasional Indonesia. Jilid I

(Jakarta: Depdikbud, 1975), 174.


3 Soedarso Sp., Trilogi Seni: Penciptaan, Estetika, dan Kegunaan

Seni (Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, 2006), 109.


2

bentuk yang sangat sederhana berupa peralatan rumah tangga

hingga bentuk yang sangat rumit dengan muatan nilai simbolis

yang sarat dengan makna sehubungan dengan fungsi spiritual.4

Gerabah tercipta sebagai salah satu usaha manusia untuk

mengatasi kesulitan dalam kehidupannya terutama yang

berkaitan dengan tuntutan perlunya sebuah wadah yang berfungsi

praktis sebagai tempat menaruh bahan-bahan makanan, alat

masak, dan lainnya.5

Kebudayaan yang berkembang dan dimiliki manusia

umumnya disadari sebagai suatu perpaduan dari berbagai sistem

yang menunjuk adanya kesinambungan dari hasil budidaya masa

lalu.6 Dalam hal ini, telah berabad-abad tanah liat digunakan

sebagai bahan yang dipakai untuk membuat wadah melalui teknik

sederhana sebagai alat dan barang yang dapat dipakai sehari-hari

di rumah.7 Selanjutnya seni kerajinan gerabah mengalami proses

yang diilhami oleh kebutuhan manusia yang meningkat seiring

perkembangan zaman.

4 Santoso Soegondho, Tradisi Gerabah di Indonesia: Dari Masa


Prasejarah Hingga Masa Kini (Jakarta: Himpunan Keramik Indonesia,
1995), 1.
5 Sumijati Atmosudiro, ”Gerabah Prasejarah di Liang Bua, Melolo,

dan Lewoleba” Disertasi untuk memperoleh derajat Doktor dalam Ilmu


Sastra pada Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1994), 302.
6 Soegeng Toekio M, Kria Tinjauan Indonesia (Surakarta: P2AI STSI

Surakarta bekerjasama dengan STSI Press Surakarta, 2003), 1.


7 Hildawati Sidharta, Seni Keramik Modern dalam Muchtar Kusuma

Atmadja, et al., ed., Perjalanan Seni Rupa Indonesia: Dari Zaman


Prasejarah Hingga Masa Kini (Bandung: Panitia Pameran KIAS 1990-
1991), 156.
3

Gerabah sebagai produk seni telah berkembang menjadi

bentuk yang lebih indah sebagai penunjang dalam kehidupan. Di

samping itu, produk yang dihasilkan terus mengalami perbaikan

bentuk dengan desain baru berdasarkan pengalaman batin

perajin. Karya seni yang dihasilkan adalah ungkapan jiwa yang

kreatif, bukan sekedar objek melainkan sebuah hasil renungan

mendalam mengenai segala sesuatu yang ada,8 selanjutnya nilai

bentuk dalam karya tersebut merupakan cerminan dari kualitas

kepandaian dan kreativitas dalam memvisualkan ide atau

gagasannya.9

Penemuan sisa-sisa masa lampau sebagai salah satu bagian

dari hasil budaya manusia merupakan suatu bukti adanya

kemampuan manusia dalam menciptakan teknologi pembuatan

gerabah. Dalam perkembangan berikutnya gerabah tidak hanya

berfungsi sebagai tempat menyimpan makanan, tetapi juga

menjadi salah satu barang yang memiliki nilai keindahan dan

spiritual. Dalam hal ini disebutkan bahwa barang-barang pecah

belah (earthenware), cobek, tempayan dan celengan (kitty) tempat

menyimpan uang logam, adalah seni rakyat yang dulu

berkembang di desa-desa, juga di lingkar istana, atau pusat-pusat

kesenian, yang bisa menopang timbulnya budaya agung atau

8 A.D. Pirous, Melukis itu Menulis (Bandung: ITB, 2003), 14.


9 Soedarso Sp, 129.
4

budaya adiluhung.10 Selain itu terbukti dengan ditemukannya

benda-benda gerabah yang sudah diberi hiasan indah, meskipun

dalam keadaan yang sudah berkeping-keping. Pecahan teracota

dari Trinil, Sangiran, menunjukkan kemampuan masyarakat

zaman itu dalam berolah seni, termasuk dalam hal menghiasi

barang yang dihasilkan.11

Faktor yang menyebabkan gerabah banyak ditemukan di

situs-situs arkeologi adalah sifat gerabah yang tahan dari

pelapukan, sehingga mudah pecah akan tetapi tidak hancur,

relatif tahan air dan tahan panas api.12 Sifat tanah liat yang

sangat menguntungkan itu memudahkan tanah liat untuk

dibentuk bila telah dicampur air dalam perbandingan tertentu.

Artinya penambahan air pada tanah liat tidak terlalu banyak atau

pun kurang sehingga menjadikan cukup plastis untuk dapat

dibentuk tanpa retak-retak.13

Perkembangan gerabah di Indonesia tersebar di beberapa

wilayah bagian timur, termasuk di wilayah Nusa Tenggara, salah

satunya terdapat di Penujak, Lombok Tengah. Keberadaan seni

kerajinan gerabah di Penujak berkembang menampilkan ciri-ciri

10 Soedarso Sp, “Merevitalisasi Seni Kriya Tradisi Menuju Aspirasi


dan Kebutuhan Masyarakat Masa Kini”, dalam Jurnal Pinisi, edisi
Khusus, Vol. 6, No. 2. Makassar, FBS UNM, 2000.
11 SP. Gustami, Nukilan Seni Ornamen Indonesia (Yogyakarta:

Jurusan Kriya Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, 2008), 24.


12 Ambar Astuti, 1.
13 Ambar Astuti, Keramik: Ilmu dan Proses Pembuatannya
(Yogyakarta: Jurusan Kriya Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, 2008), 2.
5

utama dari sifat tradisionalnya, demikian pula dari segi teknik

yang masih sangat sederhana. Jenis-jenis ragam hias yang

diterapkan antara lain bentuk fauna, flora, pilin berganda,

swastika, meander, geometris dan lain-lain. Bentuk ragam hias

seperti itu masih berkembang sampai sekarang.14

Produk yang dihasilkan selain bentuk-bentuk tradisional,

berkembang pula bentuk-bentuk kreatif dan inovatif untuk

keperluan hiasan interior maupun eksterior, seperti vas bunga,

guci besar dan kecil, serta beberapa bentuk lain yang telah

mengalami perkembangan. Selain memiliki nilai spesifik, baik

bentuk, desain, maupun hiasan yang diterapkan, serta

penyelesaiannya (finishing), beberapa perajin juga ada yang

memanfaatkan teknik semi tradisional (modern). SP. Gustami

menjelaskan bahwa, selama ini disadari adanya sentuhan

modernisasi yang telah memasuki bidang seni kerajinan keramik

tradisional, meskipun masih dalam irama yang perlu

ditingkatkan.15

Desa Penujak terletak di bagian selatan kota Praya, yaitu

ibukota dari Kabupaten Lombok Tengah. Penujak adalah ibukota

14 Suhadi HP., dkk., Pengrajin Trdisional Daerah NTB (Mataram:


Depdikbud, 1992), 352.
15 SP. Gustami, “Seni Kerajinan Keramik Kasongan Yogyakarta:

Kontinuitas dan Perubahannya” (Tesis untuk memenuhi sebagian


persyaratan untuk mencapai derajat Sarjana S-2, Program Studi Sejarah
Jurusan Ilmu-Ilmu Humaniora. Sekolah Pascasarjana Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta, 1988), 7.
6

Kecamatan Praya Barat dengan luas wilayah 15,32 km².16 Letak

lokasi Penujak sangat strategis dan dapat diakses dari segala

penjuru dengan berbagai jenis kendaraan. Penujak terletak di

jalan utama menuju objek wisata unggulan Pulau Lombok, yaitu

pantai Kute, Pantai Selong Blanak, dan Pantai Mawun. Letak

lokasi Penujak juga dekat Bandara Internasional Lombok (BIL)

sekaligus menjadi batas desa Penujak bagian timur.

Desa Penujak merupakan desa penghasil gerabah, yang kini

menjadi pusat seni kerajinan gerabah di Kabupaten Lombok

Tengah. Desa ini dikenal sebagai salah satu dari tiga desa

penghasil gerabah terbesar di Pulau Lombok dan Nusa Tenggara

Barat. Penghasil gerabah lain di Nusa Tenggara Barat terdapat di

wilayah Desa Banyumulek (Lombok Barat) dan Desa Selong

(Lombok Timur). Ketiga desa tersebut sebagai pusat industri

unggulan yang dikembangkan pemerintah Provinsi Nusa Tenggara

Barat.17

Perkembangan Desa Penujak sebagai sentra industri seni

kerajinan gerabah tidak terlepas dari perubahan yang terjadi pada

aspek kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang berlangsung

secara dinamis dan berkesinambungan. Seni kerajinan gerabah di

16 H. Mukhtar, Kecamatan Praya Barat dalam Angka 2011 (Praya:


Badan Pusat Statisik Kabupaten Lombok Tengah, 2011), 6.
17 Agus Suharto, “Pengembangan Potensi Kerajinan Gerabah Desa

Penujak, Kec. Praya Barat”, makalah disampaikan pada Kegiatan KKL


Mahasiswa UNRAM tanggal 20 Februari 2013 di Kantor Kepala Desa
Penujak, Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTB, 8.
7

Penujak menjadi mata pencaharian penduduk setempat, selain

bertani yang mengandalkan pengairan tadah hujan.18

Keterampilan yang diperoleh sejak lama dan turun temurun

merupakan keterampilan tangan yang spesifik, yang awal mulanya

untuk memenuhi kebutuhan peralatan dapur dan penunjang

kegiatan rumah tangga di lingkungan sendiri. Kini, seni kerajinan

gerabah menjadi jalan bagi masyarakat setempat untuk

mengembangkannya sebagai kegiatan industri yang banyak

menyerap tenaga kerja dan memberikan tambahan pendapatan

bagi kesejahteraan masyarakat.

Seni kerajinan gerabah di Penujak memiliki kelebihan, baik

dalam bidang produksi maupun desain sebagai suatu hasil seni

kerajinan yang berpotensi untuk menjadi produk komoditi. Pada

awalnya, perkembangan seni kerajinan gerabah di Penujak mulai

dikenal di luar wilayah Nusa Tenggara Barat setelah masuknya

Lombok Craft Project (New Zealand), yaitu lembaga swasta yang

didirikan atas inisiatif seniman Selandia Baru bekerjasama dengan

Pemerintah Indonesia untuk membina perajin gerabah tradisional

sejak tahun 1988.19 Mulai saat itu hasil seni kerajinan gerabah di

18 Bambang Suwondo, Adat Istiadat Daerah Nusa Tenggara Barat


(Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978), 74.
19 Wawancara dengan Ibu Ayuri, salah satu perajin dan pengusaha

yang waktu itu ikut diajarkan pada pembinaan pertama Lombok Pottery
Centre oleh pihak Selandia Baru tahun 1988. (Pada tanggal 17 ‎Juli
‎2012).
8

Penujak mulai merambah dan banyak dikenal di pasar

mancanegara, terutama di Amerika Serikat, Australia, Singapura,

Perancis, Italia, Taiwan, New Zealand, Belgia, dan Switzerland.20

Namun demikian, gerabah Penujak mulai mengalami

kemunduran setelah terjadinya peristiwa bom Bali I dan II pada

tahun 2002. Begitu pun dengan daerah penghasil gerabah lainnya

di Lombok. Hal itu dikarenakan Bali merupakan salah satu

pasaran gerabah Penujak sehingga seni kerajinan gerabah sepi

pengunjung.21 Selain itu perubahan yang terjadi melalui pasar

berpengaruh pula terhadap kinerja perajin terhadap produk seni

kerajinan gerabah.

Perkembangan dan perubahan seni kerajinan gerabah di

Penujak terus berlanjut yang bersumber dari dalam maupun dari

luar komunitas perajin. Adanya kontak sosial dan kultural dengan

masyarakat di luar komunitas perajin berpengaruh terhadap

kemungkinan hadirnya perubahan.22 Dalam hal ini tentu

kelangsungan dan perubahan tidak terlepas pula dari keterlibatan

lembaga budaya yang turut andil dalam perubahan yang terjadi.

Kondisi inilah yang kemudian menuntut peran pemerintah

setempat untuk kembali mengembangkan keberadaan gerabah

yang masih jauh dari harapan perajin yang hingga saat ini tetap

20 Agus Suharto, 11.


21 Agus Suharto, 10.
22 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1987), 12.
9

mengandalkan aktivitas pembuatan gerabah untuk mendapatkan

tambahan penghasilan. Masyarakat setempat mengakui bahwa

kondisi krisis global yang terjadi saat ini membuat lesu produk

gerabah dalam hal penjualan. Namun hal itu tidak membuat surut

pembuatan produk gerabah yang bersifat kebutuhan sehari-hari,

seperti gentong, piring, ceret, cobek, dan produk gerabah yang

berkisar pada peralatan rumah tangga.

Topik ini dipilih didasari pula atas keinginan untuk

memperoleh pengetahuan mendalam mengenai perkembangan

seni kerajinan gerabah di Penujak, peran lembaga budaya

pendukung kelangsungan dan perubahan seni kerajinan gerabah

di Penujak, serta dampaknya terhadap perkembangan kehidupan

sosial budaya masyarakat pendukung di Penujak, Praya Barat,

Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.


10

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang terurai di atas maka dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut.

1. Lembaga budaya apa saja yang mendukung eksistensi seni

kerajinan gerabah di Penujak sehingga berpengaruh kuat

pada kehidupan masyarakat pendukungnya.

2. Bagaimana asal usul seni kerajinan gerabah di Penujak yang

telah berlangsung turun temurun dan tetap bertahan hingga

saat ini.

3. Mengapa seni kerajinan gerabah Penujak mengalami

kemunduran di tengah merebaknya produk gerabah dari

daerah lain.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan,

menganalisis, dan menjelaskan beberapa hal sehubungan dengan

permasalahan yang telah dirumuskan. Adapun tujuannya dapat

disebutkan sebagai berikut.

a. Mengetahui jejak historis dan memahami berbagai institusi

pemerintah dan swasta yang berperan penting bagi

kelangsungan dan perubahan seni kerajinan gerabah

Penujak.
11

b. Memahami variasi bentuk, fungsi, dan peran sosial kultural

seni kerajinan gerabah Penujak bagi kehidupan perajin.

c. Mengeksplorasikan dan menjelaskan dampak kelangsungan

dan perubahan seni kerajinan gerabah Penujak bagi

komunitas pendukungnya.

2. Manfaat

Hasil dari penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai

media informasi untuk memahami karya seni serta perkembangan

seni kerajinan gerabah Penujak dalam melihat kelangsungan dan

perubahannya. Secara umum manfaat penelitian ini dapat

dijelaskan sebagai berikut.

a. Secara teoretis hasil kajian ini diharapkan menjadi

sumbangan informasi dan bahan pemikiran yang bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang seni terapan,

khususnya seni kriya dan seni rupa pada umumnya.

b. Secara praktis untuk mengetahui sejauh mana keberadaan

seni kerajinan gerabah dan hubungannya dengan kehidupan

sosial masyarakat perajin serta mengetahui perkembangan

jenis produk, alat, bahan, fungsi serta kelangsungan dan

perubahan seni kerajinan gerabah Penujak, Lombok Tengah.

c. Hasil kajian ini diharapkan pula menjadi sarana untuk

melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya bangsa,


12

serta meningkatkan sumber daya manusia melalui media seni

kerajinan tangan.

D. Tinjauan Pustaka

Seni dalam Ensiklopedia Indonesia meliputi penciptaan dari

segala macam hal atau benda yang karena keindahan bentuknya

senang orang melihat atau mendengarnya.23 Seni adalah membuat

karya yang bermutu (dilihat dari segi kehalusannya, keindahannya

dan sebagainya) karya yang diciptakan dengan keahlian yang luar

biasa, seperti tari, lukisan dan ukiran.24 Kerajinan dalam bahasa

Indonesia adalah barang yang dihasilkan melalui keterampilan

tangan.25 Dalam hal ini gerabah masuk dalam pengertian ukiran

yang merupakan karya yang diciptakan dengan keterampilan

tangan.

Gerabah adalah bagian dari keramik yang dilihat berdasarkan

tingkat kualitas bahannya. Namun masyarakat ada yang

mengartikan terpisah antara gerabah dan keramik. Ada pendapat

gerabah bukan termasuk keramik, karena benda-benda keramik

adalah benda-benda pecah belah yang permukaannya halus dan

mengkilap, seperti porselin dalam wujud vas bunga, guci, tegel

lantai dan lain-lain, sedangkan gerabah adalah barang-barang dari

23 T.S.G. Mulia dan Hidding K.A.H., Ensiklopedia Indonesia


(Bandung; Van Hoeves Gravenhage, 1980), 881.
24 Hasan Alwi, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai

Pustaka, 2005), 1037.


25 Hasan Alwi, 922.
13

tanah liat dalam wujud seperti periuk, belanga, tempat air, dan

lain-lain.26

Keramik (pottery) berasal dari bahasa Yunani “keramos” yang

berarti periuk atau belanga yang dibuat dari tanah, sedangkan

yang dimaksud dengan barang atau bahan keramik adalah semua

barang atau bahan yang dibuat dari bahan-bahan tanah atau

batuan silikat dan yang proses pembuatannya melalui

pembakaran pada suhu tinggi.27

Di Indonesia istilah gerabah juga dikenal dengan keramik

tradisional sebagai hasil dari kegiatan seni kerajinan masyarakat

pedesaan dari tanah liat, ditekuni secara turun temurun. Gerabah

juga disebut keramik rakyat, karena mempunyai ciri pemakaian

tanah liat bakaran rendah dan teknik pembakaran sederhana.28

Menurut Thomas Munro, keramik tidak dibedakan dari

gerabah. Baginya keramik atau gerabah adalah seni membuat

benda-benda dari bahan tanah liat yang dibakar, khususnya

jambangan dan peralatan/perkakas dapur lain, patung, bata

merah, dan ubin, biasanya dengan penambahan glazir, warna, dan

bahan lain.29

26 I. B Oka, Keramik Tradisional Bali (Denpasar: Sasana Budaya,


1975), 9
27 Ambar Astuti, Pengetahuan Keramik, 1.
28 I. B Oka, 9.
29 Thomas Munro, The Art and Their Interrelations (Cleveland and

London: The Press of Case Western Reserve University, 1969), 473.


14

Adapun jenis-jenis gerabah yang dikenal di Indonesia adalah

jenis wadah dan bukan wadah. Jenis wadah yang dikenal adalah

periuk, mangkuk cobek, kendi, kendil, dan tempayan, sedangkan

jenis-jenis yang bukan wadah antara lain patung-patung terakota,

saluran air, bahan bangunan, dan lain-lain.30

Dalam Ilmu Purbakala (Arkeologi) istilah lain

gerabah/keramik tradisional ini adalah kereweng, pottery,

terracotta dan tembikar. Istilah tersebut dipergunakan untuk

menyebut pecahan-pecahan periuk dan alat lainnya yang dibuat

dari tanah liat dan ditemukan di tempat-tempat pemakaman

zaman prasejarah. Barang-barang tanah bakar yang ditemukan di

luar sarkopagus (peti mati dari batu) berupa jembung, piring-

piring kecil, periuk-periuk kecil, stupa-stupa kecil dan

sebagainya.31

Gerabah juga dapat dimaknai sebagai sebuah produk yang

mengacu pada hasil benda berbahan tanah liat dengan pola

penggarapan tradisi masa lalu yang statis dalam kurun waktu

lama. Adapun keramik dimaknai sebagai hasil benda berbahan

tanah liat yang telah mengalami perkembangan yang merambah

pada perluasan perbaikan bentuk, fungsi, serta aplikasi

Santoso Soegondo, Tradisi Gerabah di Indonesia (Jakarta: Dian


30

Rakyat, 1995), 2.
31 Yudosaputro W, Seni Kerajinan Indonesia (Jakarta : Departemen

P dan K, 1983), 31.


15

teknologinya. Oleh sebab itu perkembangan keramik Indonesia

banyak dipengaruhi oleh bagaimana memilih bahan, cara bakar,

finishing, dan pemasarannya.32

Penelitian tentang gerabah di Nusa Tenggara Barat,

diantaranya terdapat melalui buku dan beberapa penelitian tesis.

Seperti laporan hasil penelitian I Ketut Muka P dan I Made Berata,

“Gerabah Banyumulek Satu Tinjauan Budaya” 2010.33 Secara

umum penelitian ini mendeskripsikan keberadaan gerabah yang

ada di wilayah Banyumulek, Lombok Barat. Dikemukakan bahwa

peta perkembangan gerabah di wilayah pulau Lombok memang

terdapat di tiga tempat, seperti Banyumulek (Lombok Barat),

Penujak (Lombok Tengah), dan Masbagik (Lombok Timur).

Perkembangan seni kerajinan gerabah Banyumulek pada

penelitian ini dikemukakan memiliki andil besar terhadap

perekonomian masyarakat. Bentuk, fungsi, dan makna gerabah

Banyumulek juga dikemukakan dengan melihat kondisi

pendukung wilayah tersebut dan peran pemerintah setempat

dalam mengembangkan gerabah menjadi lebih dikenal masyarakat

luas. Uraian tentang gerabah hanya dijelaskan di wilayah

32 Timbul Raharjo, Historisitas Desa Gerabah Kasongan


(Yogyakarta: Program Pascasarjana ISI Yogyakarta, 2009), 2.
33 I Ketut Muka P dan I Made Berata, “Gerabah Banyumulek Satu

Tinjauan Budaya”, Laporan Penelitian ISI Denpasar, Direktorat Jendral


Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional, 2010.
http://repo.isi-dps.ac.id/756/1/banyumulek-bab1.pdf. (diakses tanggal
16 November 2011)
16

Banyumulek, sama sekali tidak disinggung mengenai seni

kerajinan gerabah yang ada di wilayah Penujak, Lombok Tengah.

Sebuah buku yang disusun tim penulis Suhadi, HP, H. Lalu

Wacana, dan H. Fauzie Bafadal, yang berjudul Pengrajin

Tradisional Daerah NTB,34 memberikan gambaran singkat

mengenai keberadaan seni tradisional yang berkembang di wilayah

Nusa Tenggara Barat, seperti seni kerajinan tenun yang ada di

wilayah Desa Bayan (Lombok Utara), Desa Sukarare, Desa Sade,

dan desa penghasil seni kerajinan anyaman rotan di Desa Beleka

(Lombok Tengah), dan seni kerajinan mutiara yang tersebar di

wilayah Sekarbela, Pagutan (Lombok Barat). Disebutkan juga seni

kerajinan gerabah di Banyumulek (Lombok Barat) dan Desa

Penujak (Lombok Tengah), namun semua pembahasan tentang

keberadaan seni kerajinan yang ada serta perajin yang

menggelutinya masih bersifat umum atas kebiasaan yang diwarisi

secara turun temurun dari keahlian masyarakat setempat.

Lalu Sukardi, menulis sebuah tesis yang berjudul “Analisis

Ekonomi Peran Ibu Rumah Tangga Pada Industri Kerajinan

Gerabah di Pulau Lombok”.35 Secara mikro penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui: 1). Sejauh mana peran dan

34 Suhadi, HP, H. Lalu Wacana, dan H. Fauzie Bafadal, Pengrajin


Tradisional Daerah NTB (Mataram: Depdikbud, 1992).
35 Lalu Sukardi, “Analisis Ekonomi Peran Ibu Rumah Tangga Pada

Industri Kerajinan Gerabah di Pulau Lombok”, Tesis sebagai Salah Satu


Syarat Untuk Memperoleh Gelas Magister Sains pada Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (Bandung: IPB, 1997).
17

kontribusi ibu rumah tangga terhadap pengembangan industri

kerajinan gerabah di pulau Lombok; 2). Pengaruh pembinaan

terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan perajin; 3).

Pengelolaan industri kerajinan gerabah, hubungan principal agent

pada industri kerajinan gerabah dan keterkaitan antara lembaga

pembina. Sementara itu, tujuan makronya adalah untuk

mengetahui dampak pengembangan industri kerajinan gerabah

terhadap perekonomian wilayah Nusa Tenggara Barat secara

keseluruhan.

Tujuan penelitian dilakukan survei di tiga lokasi sentra

industri kerajinan gerabah di Pulau Lombok, yaitu, Desa

Banyumulek (Lombok Barat), Desa Penujak (Lombok Tengah), dan

Desa Masbagik (Lombok Timur). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa pengembangan industri kerajinan gerabah di Pulau

Lombok, ibu rumah tangga memegang peranan yang paling

dominan, baik dilihat dari waktu yang dicurahkan maupun

keterlibatannya pada seluruh rangkaian kegiatan proses produksi.

Pembahasan penelitian ini dititikberatkan pada pola pembinaan,

peluang pengembangan industri kerajinan gerabah, peran yang

dilakukan beberapa pihak swasta seperti Lombok Craft Project,

proses produksi, analisis biaya dan pendapatan industri kerajinan

gerabah saat itu, serta analisis ekonomi peran ibu rumah tangga

pada industri kerajinan gerabah. Penelitian ini lebih menekankan


18

pada pembahasan peran perempuan dalam industri kerajinan

gerabah serta analisis ekonomi terhadap penghasilan perajin dari

produksi kerajinan gerabah, serta dampak yang dihasilkan

terhadap pembinaan, pengembangan, tantangan dan masalah

dalam industri kerajinan gerabah.

Lalu Hayat A. Satar, menulis sebuah tesis yang berjudul

“Pemberdayaan Masyarakat Desa (Studi Kasus: Peran Pemerintah

dalam Pemberdayaan Pengrajin Gerabah di Desa Penujak

Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara

Barat)”.36 Secara umum dikemukakan peran pemerintah dalam

melihat kelangsungan perkembangan perajin yang mampu

bertahan melalui seni kerajinan gerabah, peran pemerintah dalam

pemberdayaan perajin, program pemberdayaan terhadap perajin,

serta faktor-faktor yang menghambat dan mempengaruhi peran

pemerintah. Dibahas pula peran dan bentuk intervensi pemerintah

dalam memberdayakan perajin gerabah di desa Penujak serta

peran pemerintah, baik daerah maupun instansi teknis serta

keterlibatan Badan Usaha Milik Negara dalam upaya mengangkat

tingkat kesejahtaeraan masyarakat perajin dengan melihat faktor-

36 Lalu Hayat A. Satar, “Pemberdayaan Masyarakat Desa (Studi


Kasus: Peran Pemerintah dalam Pemberdayaan Pengrajin Gerabah di
Desa Penujak Kecamatan Praya Barat Kabupaten Lombok Tengah Nusa
Tenggara Barat)” Tesis untuk menyelesaikan gelar Magister Administrasi
Publik, Konsentrasi Kebijakan dan Manajemen Otonomi Daerah
(Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2002).
19

faktor yang mempengaruhi pemberdayaan yang dilakukan

pemerintah kepada perajin. Dari hasil penelitian gerabah desa

Penujak tidak dilihat dari aspek seni rupa secara holistik tetapi

terbatas pada aspek ekonomi perajin yang tetap bertahan hidup

dengan menggeluti seni kerajinan tersebut. Perlu digaris bawahi

pula bahwa penelitian ini melihat seni kerajinan gerabah yang

berkembang sebelum tahun 2000 di desa Penujak yang pada

waktu itu belum mengalami kemunduran.

Dari hasil penelitian dan buku yang ada mengenai gerabah di

atas, maka topik mengenai seni kerajinan gerabah di Penujak

Lombok Tengah dilihat dari kelangsungan dan perubahannya

belum ada yang membahas secara khusus dan mendalam. Oleh

karena itu, topik ini bisa dinyatakan masih orisinal.

E. Landasan Teori

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji seni kerajinan

gerabah Penujak dengan melihat faktor pendorong terjadinya

kelangsungan dan perubahan yang ada. Dalam kaitannya dengan

kelangsungan dan perubahan ini mengacu pada pendekatan

budaya yang dikemukakan oleh Raymond Williams. Selain itu

untuk mendapatkan pengetahuan mengenai keberadaan seni


20

kerajinan gerabah Penujak yang berkaitan dengan lokasi, perajin,

serta hasil produk gerabah perlu dilakukan pendekatan historis.37

Landasan pokok dalam analisis sosiologis yang menyangkut

kelangsungan dan perubahan gerabah taradisional Penujak

sebagai salah satu unsur budaya lokal, tidak lepas dari dinamika

perubahan sosial di masyarakat sehingga pendekatan sosial yang

dikemukakan W.J. Van der Muelen dalam Ilmu Sejarah Filsafat

tentang perubahan sosial layak digunakan. Uraian pendekatan

serta alasan digunakannya sebagai landasan, diuraikan sebagai

berikut.

Teori kebudayaan menjadi landasan pokok dalam mengkaji

seni kerajinan gerabah yang dikemukakan Raymond Williams

dalam perspektif sosial budaya serta kelangsungan dan

perubahannya. Untuk mencapai tujuan penelitian ini perlu

diadakan identifikasi dan analisis mengenai bentuk, isi, dan efek

pengulangan interaksi timbal-balik di antara perajin dengan

perajin dan di antara perajin dengan lingkungannya.

Secara keseluruhan Williams membagi analisis sosiologis

menjadi 3 (tiga) komponen penting. Ketiga komponen tersebut

adalah: (i) The social and economic institutions of culture and, as

alternative definition of their ‘pruduct’, of (ii) their content, and (iii)

37R. M. Soedarsono, Metodologi Penelitian Seni Pertunjukan dan


Seni Rupa (Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, 2001),
194
21

their effects.38 Komponen pertama yaitu institusi, digunakan untuk

menjelaskan adanya lembaga budaya, siapa yang mengontrol dan

bagaimana kontrol itu dilaksanakan. Dalam hal ini seperti adanya

seniman dan perajin, pemerintah, swasta, sponsor, dan pasar,

yang kemudian menjadi faktor yang berjasa dalam memacu para

perajin seni kerajinan gerabah di Penujak dalam menggerakkan

daya kreatif untuk mengantisipasi perkembangan zaman.

Komponen kedua isi budaya (content), yaitu apa yang dihasilkan,

merupakan deskripsi atas objek hasil produk seni kerajinan

gerabah yang dihasilkan di Desa Penujak Lombok Tengah,

sedangkan komponen ketiga efek budaya (effect), yaitu mengenai

apa yang diharapkan dari proses budaya tersebut.39 Dalam hal ini

terkait analisis dampak perubahan seni kerajinan gerabah pada

segi ekonomi, sosial, dan budaya masyarakatnya.

Pembahasan seni kerajinan gerabah di Penujak, ditelusuri

dari siapa saja pihak-pihak yang berperan, baik perajin seni

kerajinan gerabah, lembaga budaya pendukung yang meliputi

pihak pemerintah dan pihak swasta, sponsor dan pasar yang

meliputi pebisnis atau pengusaha. Dalam hal ini pula menjadi

perhatian penting adalah interaksi timbal-balik antara perajin

dengan perajin dan perajin dengan pihak lain yang

38 Raymond Williams, Culture (Glasgow: Fontana Paperbacks, 1981),


17.
39 Raymond Williams, 17.
22

memungkinkan terjadinya proses pengaruh mempengaruhi

sehingga masyarakat perajin terbentuk dari sejumlah individu

yang terlibat.40 Sehubungan dengan itu dijelaskan Kuntowijoyo

mengenai lembaga budaya yang mempersoalkan siapa penghasil

produk budaya dan siapa yang melakukan kontrol serta

bagaimana kontrol itu dilakukan.41

Isi budaya perkembangan seni kerajinan gerabah di Penujak

diulas berdasarkan teori atas deskripsi objek hasil produk seni

kerajinan gerabah. Analisis mengenai produk seni kerajian

gerabah yang meliputi aspek material, proses pengadaan, proses

produksi, serta hasil produksi. Implikasi yang ditimbulkan dari

hasil seni kerajinan gerabah ialah efek sosial yang spesifik dan

umum. Sebagaimana yang berlangsung dari awal sejarah seni,

telah menjadi salah satu kubutuhan umat manusia untuk

memuaskan: 1). Kebutuhan-kebutuhan individu tentang ekspresi

pribadi; 2). Kebutuhan-kebutuhan sosial untuk keperluan display,

perayaan dan komunikasi; 3). Kebutuhan-kebutuhan fisik

mengenai barang-barang dan bangunan-bangunan yang

bermanfaat.42 Dalam hal ini fungsi seni mencakup alat-alat

kebutuhan rumah tangga, kebutuhan fisik lainnya, dan

40 SP. Gustami, “Seni kerajinan Keramik Kasongan Yogyakarta:


Kontinuitas dan Perubahannya”, 13.
41 Kuntowijoyo, Budaya dan Masyarakat (Yogyakarta: PT Tiara

Wacana, 1987), 5.
42 Edmund Burke Feldman, Art as Image and Ide (Englewood Cliffs,

New Jersey: Prentice-Hall inc, 1967), 3.


23

kebutuhan upacara adat. Efek budaya membahas apa yang

menjadi akibat kelangsungan dan perubahan seni kerajinan

gerabah Penujak dilihat dari perajin dan kehidupan masyarakat

terhadap kebijakan dan pengambilan keputusan bagi

pengembangan desa Penujak menjadi sentra seni kerajinan

gerabah.

Kelangsungan keberadaan seni kerajinan gerabah Penujak

dengan perubahan sosial yang ada serta perkembangannya juga

mengacu dari teori perubahan sosial yang dikemukakan W. J.

Van der Muelen. Menyatakan bahwa dalam tiap kelompok

masyarakat memiliki unsur-unsur yang kontinyu dan berubah.

Salah satu tugas utama analisis sosiologis adalah mengungkapkan

bagaimana kontinuitas dan perubahan saling berkaitan.

Kontinuitas berarti keberlangsungan kebiasaan-kebiasaan lama

yang dipertahankan atau dipelihara oleh tradisi sosial yang

ditanamkan pada generasi penerus melalui sosialisasi, renovasi

dan inovasi.43 Perubahan berarti perubahan norma-norma, pola

perilaku masyarakat, organisasi dan susunan lembaga

kemasyarakatan, tingkat-tingkat lapisan masyarakat, kekuasaan

dan wewenang, serta interaksi sosial budaya.44 Perubahan yang

terjadi juga dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

43 W. J. Van der Muelen S. J., Ilmu Sejarah Filsafat (Yogyakarta:


Kanisius, 1987), 8.
44 Soerjono Soekanto, Teori Sosiologi Tentang Perubahan Sosial

(Jakarta: Raja-wali, 1983), 26.


24

dan pengetahuan seni itu sendiri. Seperti dikemukakan Bakker,

perubahan itu berasal dari pengalaman baru, pengetahuan baru,

teknologi baru dan akibatnya dalam penyesuaian cara hidup dan

kebiasaan pada situasi baru.45 Teori ini digunakan untuk menggali

kehidupan sosial masyarakat desa Penujak, kecamatan Praya

Barat, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian ini lebih bersifat deskriptif analitis, yaitu

pemaparan tentang kelangsungan dan perubahan gerabah

tradisional desa Penujak disajikan secara deskriptif dengan

menggunakan sejumlah data kualitatif sebagai hasil interpretasi

terhadap fenomena yang terjadi atau masalah-masalah berupa

fakta-fakta.46

Data dihimpun dari lokasi penelitian yang menyangkut

serangkaian aktivitas pembuatan gerabah berikut produk yang

diperoleh menjadi data utama penelitian. Oleh karena itu,

dilakukan pengamatan langsung, baik terhadap bentuk, fungsi,

proses, maupun hasil produksi dan dampak sosial yang

disebabkan aktivitas budaya tersebut. Hal ini didasarkan pada

asumsi bahwa sebagian besar aktivitas dalam merealisasikan

45 J.W.M. Bakker SJ, Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar


(Kanisius: Jakarta, 1984) 113.
46 Etta Mamang S. dan Sopiah, Metodologi Penelitian - Pendekatan

Praktis dalam Penelitian (Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2010), 23.


25

produk seni kerajinan gerabah Penujak lebih didasarkan atas

keterampilan penggarap yang diwarisi oleh generasi sebelumnya,

sehingga aktivitas produk yang dihasilkan lebih bermatra kerja

instingtif dan intuitif.

1. Batasan Penelitian

Penelitian ini lebih menekankan pada produk budaya sebagai

bahasan pemecahan masalah pada bentuk dan fungsi dalam

kelangsungan dan perubahan seni kerajinan gerabah serta

dampaknya terhadap kehidupan masyarakat di Penujak. Maka

perlu diberikan batasan penelitian melalui wilayah, serta populasi

perajin seni kerajinan gerabah di Penujak. Dalam hal ini diketahui

tidak semua masyarakat dusun Penujak menggeluti seni kerajinan

gerabah, seperti beberapa dusun yang tercatat dalam data jumlah

penduduk menurut mata pencaharian desa Penujak. Di antara

dusun-dusun tersebut hanya Dusun Karang Dalem, Karang Daye,

Adong, Kangi, Tongkek, Toro, Temending, Mantung, Tenandon,

Ketapang, dan Benjor sebagai dusun penghasil gerabah. Selain itu,

data penelitian ini juga diperoleh dari pihak pemerintah dan pihak

swasta yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan

kontribusi terhadap perkembangan seni kerajinan gerabah

Penujak. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dalam batasan

wilayah seni kerajinan gerabah dan pihak pendukung


26

kelangsungan dan perubahannya di desa Penujak, meliputi

dusun-dusun yang menggeluti seni kerajinan gerabah yang

tersebar luas di wilayah Desa Penujak.

2. Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat, maka penelitian ini

menggunakan berbagai sumber atau metode yang sesuai dengan

permasalahan. Dalam hal ini seni rupa juga bisa didekati dengan

pendekatan antropologi, sosiologi, arkeologi, dan histori.

Pendekatan multidisiplin jelas sangat dimungkinkan, bahkan

sangat dianjurkan. Seni rupa juga bisa menggunakan penelitian

kuantitatif dan kualitatif.47 Sehubungan dengan itu, dalam

penelitian ini digunakan pendekatan histori dan estetika. Untuk

mendapatkan data yang diperlukan, diusahakan dari bermacam

sumber data kualitatif, yaitu: 1) sumber tertulis; 2) sumber lisan;

3) artefak; 4) peninggalan sejarah; dan 5) rekaman.48

Pengumpulan data lebih ditekankan pada data empiris yang

diperoleh dari lapangan, data pustaka, dokumen, benda-benda

artefak, barang-barang kenangan, dan data visual lainnya.49

Selain itu pengumpulan data yang berkaitan langsung maupun

tidak langsung yang dapat dijadikan sebagai bahan untuk

47R. M. Soedarsono, 194.


48R. M. Soedarsono, 128.
49 SP. Gustami, Seni Kerajinan Mebel Ukir Jepara (Yogyakarta:

Kanisius, 2000), 35.


27

membantu analisis dalam membangun konstruksi penulisan

didapat melalui studi pustaka dari buku-buku. Data dokumentatif

berupa informasi tertulis atau gambar berupa foto diperoleh dari

beberapa sumber berupa buku-buku terbitan, jurnal, majalah,

dan surat kabar.

Wawancara dilakukan pada informan yang dipandang

memiliki kompetensi dan memahami permasalahan seni kerajinan

gerabah Penujak seperti para perajin, pengumpul, serta pemilik

galeri atau artshop, kepala dusun setempat, dan pihak swasta

maupun pemerintah. Wawancara bersifat terbuka dan santai

sehingga memberikan keleluasaan untuk bertanya mengenai

kondisi seni kerajinan gerabah Penujak. Selain itu, untuk

mengambil data visual dilakukan pemotretan. Hal ini sangat

penting karena dapat dihimpun data maupun data visual dengan

fokus pada material, proses, sampai pada hasil produksi, dan

kondisi sosial pendukungnya.

3. Analisis Data

Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif, disusun

dalam kategori tertentu untuk mengacu pada pokok bahasan yang

telah ditentukan dalam penelitian. Analisis data yang digunakan

yaitu metode “deskriptif analitis”, artinya data yang diperoleh

selama penelitian dilaporkan berdasarkan analisis secara kritis

untuk diinterpretasikan guna mengambil kesimpulan yang


28

dilakukan dengan prinsip induktif. Analisis data secara induktif

adalah menganalisis data spesifik dari lapangan menjadi unit-unit,

kemudian dilanjutkan dengan kategorisasi.50

G. Sistematika Penulisan

Penyusunan penelitian ini akan disusun dalam pembahasan:

a. Bab I merupakan pengantar yang berisi latar belakang,

rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika

penulisan.

b. Bab II mengenai kondisi geografis dan demografis Desa

Penujak, Lombok Tengah, mencakup lingkungan dan

masyarakat serta kondisi sosial budaya.

c. Bab III mengenai lembaga budaya pendukung seni kerajinan

gerabah Penujak yang meliputi perajin, pihak pemerintah dan

swasta, sponsor, dan pasar.

d. Bab IV mengenai asal usul seni kerajinan gerabah Lombok,

perkembangannya di Penujak, dan proses pembuatan seni

kerajinan gerabah Penujak.

e. Bab V Dampak kelangsungan dan perubahan seni kerajinan

gerabah Penujak bagi kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

f. Bab VI Kesimpulan.

50 H. Noeng Muhajir, Metode Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake


Sarasin, 1999), 10.

Anda mungkin juga menyukai